pkl industri pt prafa dan pt abbot indonesia

102
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mewujudkan sum ber day a manusi a yang ber kual ita s. Kes eha tan merupa kan aspek ya ng sangat pent ing bagi kehi dupa n, mel alui pembang una n di bid ang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan pelay anan kesehat an dapat dirasakan oleh semu a lapisan masy arakat secara memadai. Dal am hal ini, Oba t dan ter sedianya obat mer upak an komponen yang sangat penting dalam rangka meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan unt uk menyel amatkan jiwa ma nus ia. Oba t adalah baha n ata u paduan baha n, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fis iol ogi ata u kead aan pat ologi dalam rangka peneta pan diagnosis,  pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan untuk manusia. Oleh karena itu, proses produksi obat memerlukan pengawasan yang ketat untuk menjamin bahwa obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu ( quality), keamanan (  safety) dan khasiat (efficacy). ndustri farmasi sebagai industri penghasil obat, memiliki peran strategis dalam usaha pel ayanan kesehatan kepada ma syar akat. ndust ri fa rmasi merupakan industri yang berkembang pesat seiring dengan pertambahan jumlah  penduduk dan semakin ban yaknya jen is penyakit. !al ini menyebabkan dampak  bertambahnya jumlah industri farmasi sehingga terjadi persaingan pada masing" masing industri. #alah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin ters edia nya obat yang me me nuhi pers yar at an te rs ebut adalah dengan mengharuskan setiap industri farmasi menerapkan $ara %embuatan Obat yang &aik ($%O&) sesuai dengan %erat uran Menteri Kesehatan ' o.

Upload: michiko-fujiwara-tanadi

Post on 12-Oct-2015

457 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

Kunjungan Industri; Farmasi Sains dan Teknologi; Good Manufacturing Process

TRANSCRIPT

102

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan, melalui pembangunan di bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara memadai. Dalam hal ini, Obat dan tersedianya obat merupakan komponen yang sangat penting dalam rangka meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan untuk menyelamatkan jiwa manusia. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan untuk manusia. Oleh karena itu, proses produksi obat memerlukan pengawasan yang ketat untuk menjamin bahwa obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu (quality), keamanan (safety) dan khasiat (efficacy). Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, memiliki peran strategis dalam usaha pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Industri farmasi merupakan industri yang berkembang pesat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin banyaknya jenis penyakit. Hal ini menyebabkan dampak bertambahnya jumlah industri farmasi sehingga terjadi persaingan pada masing-masing industri. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang memenuhi persyaratan tersebut adalah dengan mengharuskan setiap industri farmasi menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/MENKES/PER/XII/2010. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan bagian dari sistem Pemastian mutu (Quality Assurance/QA) yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu (Quality, Safety, Eficacy) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaan produk tersebut. Mutu dari suatu obat tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan pemeriksaan produk akhir, melainkan harus dibentuk ke dalam produk selama proses pembuatan. Dalam hal ini, apoteker berperan dan bertanggung jawab dalam pembuatan obat yang baik agar dihasilkan produk yang bermutu, dimana apoteker merupakan salah satu tenaga inti dalam industri farmasi. Dibutuhkan apoteker yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara profesional. Selain pengetahuan secara teoritis mengenai industri farmasi, dibutuhkan juga pengetahuan secara langsung di lingkungan industri farmasi. Praktek lapangan Kerja (PKL)/magang mempunyai makna yang penting yaitu merupakan sarana pengenalan lapangan kerja bagi siswa, masa orientasi bagi siswa sebelum bekerja di masyarakat, untuk itu dengan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan dapat menambah pengetahuan, keterampilan yang dimiliki oleh siswa dan dapat menjadi tenaga kesehatan yang professional.

Dalam rangka untuk mempersiapkan mahasiswa/i Fakultas Farmasi Universitas Pancasila menjadi tenaga kesehatan khususnya calon apoteker dan meningkatkan peran apoteker dalam industri farmaasi. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila bekerjasama dengan PT. Pradja Pharin (Prafa), Citeureup-Bogor dan PT. Abbott Indonesia, Cimangis-Depok mengadakan kunjungan serta Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2014. Program tersebut diharapkan dapat menghasilkan tenaga kesehatan khususnya mahasiswa/i farmasi sebagai calon apoteker yang terampil diandalkan secara profesional, memiliki rasa etis yang mampu bekerja dalam sistem pelayanan kesehatan khususnya di bidang farmasi serta mahasiswa/i setelah lulus diharapkan mampu bekerja sebagai tenaga dalam proses produksi dan distribusi membantu kegiatan administrasi, pengawasan dan penyuluhan kepada masyarakat, maka untuk menghasilkan tenaga farmasi yang handal tersebut salah satu upaya yang dilaksanakan adalah dengan memberikan pengalaman dan kesempatan kunjungan bagi mahasiswa/i Fakultas Farmasi Universitas Pancasila semester 6 melalui kunjungan (PKL) ke PT. Pradja Pharin (Prafa), Citeureup-Bogor dan PT. Abbott Indonesia, Cimangis-Depok. Selain itu, PKL yang dilakukan oleh mahasiswa/i bertujuan untuk memenuhi syarat akhir mata kuliah wajib Praktek Kerja Lapangan

B. TUJUAN PKLAdapun tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan di industri PT. Pradja Pharin (Prafa) dan PT. Abbot Indonesia adalah: 1. Mengetahui dan memahami tugas, tanggung jawab dan peran Tenaga Tenis Kefarmasian dan Apoteker di industri farmasi. 2. Memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang penerapan CPOB di PT. Pradja Pharin (Prafa).3. Memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang penerapan CPOB di PT. Abbott Indonesia.4. Mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan dalam bidang kefarmasian khususnya mengenai industri farmasi.5. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di industri farmasi. BAB II

TINJAUAN UMUM

A. PENGERTIAN INDUSTRI FARMASI

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Republik Indonesia (SK Menkes RI No.1799/MENKES/PER/XII/2010) yang dimaksud dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk (berupa obat) yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Proses pembuatan meliputi seluruh rangkaian kegiatan menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi dan kemudian didistribusikan, sedangkan industri bahan baku adalah bahan baku yang diproduksi oleh suatu industri dimana bahan baku tersebut adalah semua bahan baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam proses pengolahan obat. Setiap industri farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan.

Perusahaan farmasi yang memproduksi obat wajib menerapkan CPOB yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai maksud penggunaannya.

B. VISI DAN MISI INDUSTRI FARMASI INDONESIA

1. Visi Industri Farmasi Indonesia (SK Menkes No. 47/SK/II/1983)

a. Upaya di bidang obat harus memperlihatkan aspek sosial dan diarahkan untuk mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan.

b. Mengusahakan kemandirian di bidang obat, khususnya bahan baku obat dengan jalan :

1) Mempercepat dan memperlancar transfer teknologi serta meningkatkan kemampuan pengembangan teknologi.

2) Memberikan perlindungan yang wajar terhadap obat produksi dalam negeri.

3) Penelitian dan pengembangan produksi bahan baku dalam negeri dan langkah-langkah lain untuk mendorong produksi dalam negeri.

2. Misi Industri Farmasi Indonesia (SK Menkes No. 47/SK/II1983)

a. Meningkatkan tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat yang diperlukan dalam bidang kesehatan.

b. Meningkatkan penyebaran obat secara merata dan teratur sehingga mudah diperoleh pada saat yang diperlukan serta terjangkau oleh masyarakat.

c. Menjamin kebenaran, khasiat, keamanan, mutu dan keabsahan obat yang beredar serta meningkatkan ketepatan, kerasionalan dan efisiensi pengguna obat.

d. Melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan dan penyalahgunaan obat, termasuk psikotropika dan narkotika yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan, keselamatan dan keamanan rakyat.

e. Memanfaatkan potensi nasional di bidang obat dan menunjang pembangunan ekonomi menuju tercapainya kemandirian di bidang obat.

C. PERSYARATAN USAHA INDUSTRI FARMASI

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 untuk mendapatkan izin usaha mendirikan suatu industri farmasi maka harus memenuhi persyaratan izin usaha sebagai berikut :

1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas

2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat

3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3( tiga ) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang kefarmasiaan.

6. Industri Farmasi wajib mengikuti persyaratan CPOB

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan RI dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada direktorat jenderal. Izin usaha industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan tersebut berproduksi dan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya diberikan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya.

D. PENCABUTAN IZIN USAHA INDUSTRI FARMASI

Izin industri farmasi dapat dicabut dalam hal :

1. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin.2. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan RI.4. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.E. RUANG LINGKUP CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah ketentuan atau pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan maksud penggunannya. Pengawasan menyeluruh sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang aman, berkhasiat dan bermutu (SEQ), oleh sebab itu mutu perlu dibangun ke dalam produk, maka seluruh kegiatan yang dimulai dari pengadaan bahan baku sampai menghasilkan obat jadi harus dilakukan sesuai dengan CPOB. Petunjuk operasional penerapan CPOB memuat uraian lebih rinci dan contoh-contoh Prosedur Tetap (Protap) atau Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure/SOP) dan juga contoh dokumentasi dalam penerapan CPOB.

Komponen pokok CPOB meliputi :

1. Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunaanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuannya melalui suatu kebijakan mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.

Unsur dasar manajemen mutu adalah :

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.

b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapat kepastian dengan singkat, kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu. Dalam manajemen mutu ada 2 unsur penting dalam industri farmasi yang bertugas untuk menghasilkan suatu produk obat yang bermutu, antara lain :

a) Pemastian mutu (Quality Assurance)

Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu obat yang dihasilkan.

b) Pengawasan mutu (Quality Control)

Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang relevan dan diperlukan telah dilakukan serta bahan yang belum diluluskan oleh QC tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.

2. Personalia

Jumlah karyawan ditingkatan dalam jumlah yang cukup serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemajuan sesuai dengan tugasnya. Mereka sebaiknya juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya serta harus memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB. Struktur organisasi perusahaan sebaiknya sedemikian rupa sehinga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing sebaiknya diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Keduanya tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar organisasi pabrik yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial.3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat hendaknya memiliki ukuran, rancangan, konstruksi serta tata letak yang agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Setiap sarana kerja sebaiknya memadai sehingga resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain yang menurunkan mutu obat dapat dihindari. Lokasi bangunan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air maupun kegiatan di dekatnya. Gedung sebaiknya dibangun dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk bersarangnya serangga atau hewan lainnya. Tata letak ruang sebaiknya sedemikian rupa untuk memungkinkan pelaksanaan kegiatan produksi di daerah yang letaknya diatur secara logis dan mengikuti urutan tahap produksi serta menurut kelas kebersihan yang disyaratkan. Luasnya ruangan kerja harus memungkinkan terlaksananya kelancaran arus kerja, komunikasi, dan pengawasan yang efektif dengan mencegah kesesakkan dan ketidakteraturan.

4. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaknya memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi setiap produk obat terjamin secara seragam serta dapat memudahkan pembersihan dan perawatannya.

5. Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaknya diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi, wadah, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran sebaiknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene secara terpadu dan menyeluruh. Semua karyawan sebaiknya menerapkan higiene perorangan yang baik dan dilatih mengenai penerapan higiene tersebut, menjalani pemeriksaan kesehatan serta menghindari kontak langsung dengan bahan baku, produk antara dan produk ruahan. Untuk menjamin perlindungan terhadap personil dan produk dari pencemaran, semua orang yang memasuki daerah produksi harus menggunakan pakaian pelindung yang bersih (termasuk masker, sarung tangan dan penutup rambut yang bersih) sesuai dengan tugas dan sifat pekerjaannya. Tersedia toilet dalam jumlah yang cukup dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci tangan bagi karyawan yang letaknya mudah dicapai dari daerah kerja. Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat sebaiknya dibuat dan ditaati. Peralatan yang digunakan dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Sebelum digunakan, kebersihan peralatan tersebut harus diperiksa lagi untuk memastikan peralatan tidak terkontaminasi baik dari lingkungan maupun dari sisa produk sebelumnya. Prosedur sanitasi dan higiene sebaiknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi

Produksi sebaiknya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sehingga menjamin obat jadi yang dihasilkan agar senantiasa memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Aspek yang perlu diperhatikan agar tidak terjadi penyimpangan dari ketentuan yang telah ditetapkan, meliputi :

a. Bahan awal

Pada saat penerimaan bahan awal hendaknya dilakukan karantina dan pemeriksaan oleh bagian Quality Control (QC), misal pemeriksaan secara visual mengenai kondisi umum, keutuhan kemasan dan kerusakan serta pemeriksaan lain (identifikasi, kadar) sampai diluluskan. Semua bahan awal hendaknya memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan, diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi dan disimpan sesuai dengan kondisi penyimpanan yang ditetapkan. Bahan awal yang tidak stabil disimpan dalam ruangan dengan kondisi khusus.

b. Validasi proses

Prosedur produksi sebaiknya divalidasi, dievaluasi ulang dan dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan serta catatan hasilnya didokumentasikan untuk memastikan bahwa proses prosedur tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan. Perubahan yang penting dalam proses, baik itu penggantian alat, bahan baku maupun penggantian asal bahan baku (pemasok) sebaiknya dilakukan validasi ulang, untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

c. Pencemaran

Pencemaran kimiawi atau mikrobiologi terhadap suatu obat harus dihindari agar tidak terjadi pencemaran silang.

d. Penimbangan dan pengukuran

Penimbangan dan pengukuran bahan dilakukan oleh operator. Penimbangan dan pengukuran bahan baku, produk antara dan produk ruahan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap.

e. Penyerahan

Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh bagian pengawasan mutu dan semua pengeluaran bahan sebaiknya didokumentasikan.

f. Pengembalian

Bahan baku dan bahan pengemas tidak boleh dikembalikan ke gudang kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

g. Pengolahan

Pemeriksaan awal pada pengolahan baik bahan, lokasi pengolahan, peralatan dan wadah sebaiknya diperiksa sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan harus mengikuti prosedur tertulis yang tercantum dalam Prosedur Pengolahan Induk dan rincian pelaksanaan pengemasan sebaiknya dicatat dalam catatan pengolahan bets. Dalam seluruh tahap pengolahan masalah pencemaran silang sebaiknya menjadi perhatian utama.

h. Bahan dan produk kering

1) Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan produk kering, perhatian khusus harus diberikan pada desain, pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan.

2) Sistem penghisap udara yang efektif sebaiknya dipasang dengan letak lubang pembuangan sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari produk atau proses lain. Pemakaian alat penghisap debu pada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan.

3) Untuk melindungi produk terhadap pencemaran serpihan logam atau gelas, pemakaian peralatan gelas sedapat mungkin harus dihindarkan. Ayakan, punch dan die sebaiknya diperiksa terhadap keausan atau kerusakan sebelum dan setelah pemakaian.

i. Pencampuran dan granulasi

1) Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk sebaiknya dilengkapi dengan sistem pengendali debu, kecuali digunakan sistem tertutup.

2) Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu, kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pencampuran, pengadukan dan pengeringan yang tercantum dalam dokumen produksi induk harus dipantau selama proses berlangsung serta dicatat dalam catatan bets.

3) Kantong filter yang dipasang pada mesin Fluid Bed Dryer tidak boleh dipakai untuk produk yang berbeda tanpa pencucian lebih dahulu.

4) Pembuatan dan penggunaan larutan suspensi sebaiknya dilaksanakan sedemikian rupa sehingga resiko pencemaran atau pertumbuhan mikroba dapat diperkecil.

j. Pencetakan tablet

1) Mesin pencetak tablet dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindari pencampuran antar produk.

2) Untuk mencegah pencampuran antar produk perlu dilakukan pengendalian

3) Alat timbang yang digunakan harus akurat dan telah dikalibrasi untuk pemantauan bobot tablet selama proses selalu tersedia.

4) Tablet yang diambil dari ruang pencetak tablet untuk keperluan pengujian atau keperluan lain tidak boleh dikembalikan lagi ke dalam

bets yang bersangkutan.

5) Tablet yang ditolak atau yang disingkirkan, ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas mengenai status dan jumlahnya dicatat pada catatan pengolahan bets.

6) Tiap kali sebelum dipakai, punch dan die diperiksa kesesuaiannya terhadap spesifikasi. Catatan pemakaian dari punch dan die tersebut sebaiknya disimpan.

k. Penyalutan

1) Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk pengeringan sebaiknya disaring agar mempunyai mutu yang baik.

2) Larutan penyalut sebaiknya dibuat dan digunakan dengan cara sedemikian rupa untuk mengurangi resiko pertumbuhan mikroba.

l. Pengisian kapsul keras

Cangkang kapsul sebaiknya diperlakukan sebagai bahan awal. Cangkang kapsul disimpan dalam kondisi yang dapat mencegah kekeringan dan kerapuhan atau efek lain yang disebabkan oleh kelembaban.

m. Cairan atau sirup

1) Produk cairan diproduksi sedemikian rupa agar terlindungi dari pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Penggunaan sistem tertutup untuk produksi sangat dianjurkan.

2) Tangki, wadah, pipa dan pompa yang digunakan didesain dan dipasang sedemikian rupa sehingga memudahkan pembersihan dan bila perlu disanitasi.

3) Apabila produk ruahan tidak langsung dikemas sebaiknya dibuat ketetapan mengenai kondisi penyimpanan dan waktu paling lama produk ruahan boleh disimpan, dimana ketetapan ini sebaiknya ditepati.

n. Pengemasan

1) Kesiapan jalur pengemasan.

Sebelum menempatkan bahan pengemas dan bahan cetak lain pada jalur pengemasan, personil penanggung jawab yang ditunjuk dari bagian pengemasan sebaiknya melakukan pemeriksaan kesiapan jalur sesuai dengan prosedur tertulis yang disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu), untuk:

a) Memastikan semua bahan dan produk yang sudah dikemas dari kegiatan pengemasan sebelumnya telah benar disingkirkan dari jalur pengemasan dan area sekitarnya.

b) Memeriksa kebersihan jalur dan area sekitarnya.

c) Memastikan kebersihan peralatan yang dipakai.

2) Semua kegiatan pengemasan sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan Protap (Prosedur Tetap) dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk.

3) Kegiatan pengemasan perlu prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan serta identifikasi produk ruahan dan bahan pengemas. Selain itu perlu dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa produk ruahan dan bahan pengemas yang akan dipakai adalah benar. Kegiatan pengemasan primer berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi yang dilaksanakan dengan pengawasan yang tepat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. Pada penyelesaian proses pengemasan, produk yang dikemas akhir sebaiknya diperiksa dengan teliti untuk memastikan bahwa kemasan produk tersebut sesuai dengan persyaratan dalam Prosedur Pengemasan Induk.

4) Rincian pengemasan sebaiknya dicatat dalam catatan pengemasan bets.

o. Produk pulihan (reproses)

1) Sisa produk

Sisa produk antara, ruahan atau produk jadi yang akan diproses ulang menjadi bets berikutnya harus diuji oleh laboratorium pengawasan mutu untuk memastikan bahwa bets tersebut memenuhi spesifikasi sebelum dilakukan pemprosesan.

2) Pengolahan ulang

Pengolahan ulang terhadap produk antara atau produk ruahan dilakukan bila terjadi proses pengolahan kembali yang telah divalidasi atau telah diteliti dengan mempertimbangkan faktor yang akan terjadi misalnya kecepatan melarut, kekerasan, kadar, pH, sterilitas dan sebagainya. Sebagai contoh pada pemeriksaan (in process control) kekerasan dan kecepatan melarut dari suatu tablet apabila tidak memenuhi persyaratan maka harus dilakukan reproses.

p. Obat kembalian

Obat kembalian sebaiknya diberikan identitas yang jelas dan disimpan di daerah terpisah dari gudang. Bila obat kembalian akan dikemas ulang maka produk tersebut harus diberi kode khusus agar memudahkan penelusuran. Sisa produk yang layak akan memenuhi spesifikasi mutu dapat dipulihkan atau diolah ulang dengan menambahkan ke dalam produk berikutnya.

q. Karantina obat jadi

Karantina obat jadi merupakan tahap pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap didistribusikan.

r. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi

Bahan disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

s. Pengawasan distribusi obat jadi.

Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat dan tercatat sehingga menjamin obat jadi yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu, serta jika ada klaim di pasaran maka penarikan dan investigasi obat akan lebih mudah ditelusuri dan dilakukan.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu obat dilaksanakan melalui sistem pengawasan terencana dan terpadu. Sistem pengawasan mutu sebaiknya dilakukan dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan melalui identitas, kadar, kemurnian, mutu dan keamanannya. Sistem dokumentasi dan prosedur serta pelulusan oleh bagian pengawasan mutu sebaiknya menjamin bahwa pemeriksaan dan pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan dengan tepat sehingga bahan awal, produk antara, produk ruahan tidak digunakan dan obat jadi tidak didistribusikan atau dijual sebelum hasil pemeriksaan dan pengujian mutu dinilai telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

8. Inspeksi Diri

Tujuan inspeksi diri adalah untuk menilai apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu dalam pabrik memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri sebaiknya dirancang untuk mengetahui kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan menetapkan tindakan perbaikannya. Prosedur dan laporan inspeksi diri yang meliputi hasil, penilaian, dan kesimpulan serta usul tindakan perbaikan sebaiknya didokumentasikan.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat, dan Obat Kembalian.

Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat berupa:

a. Keluhan mengenai mutu menyangkut keadaan fisik, kimia dan biologi dari produk dan kemasannya.

b. Keluhan terhadap efek samping yang merugikan seperti reaksi alergi, reaksi toksis, reaksi fatal atau hampir fatal dan lain sebagainya.

c. Keluhan masalah efek terapeutik seperti kurang manjur atau kurang memberikan respon klinis.

Penarikan kembali obat dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan.

Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan. Pabrik harus membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki, menganalisis dan melakukan evaluasi yang seksama terhadap obat yang dikembalikan untuk menentukan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan. Prosedur pemusnahan sebaiknya mencegah kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke tangan orang yang tidak berwenang.

Berdasarkan hasil evaluasi obat kembalian dapat digolongkan menjadi 3, yaitu:

a. Obat kembalian yang memenuhi spesifikasi sehingga dapat dikembalikan ke persediaan.

b. Obat kembalian yang masih dapat diolah ulang.

c. Obat kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak bisa diolah ulang.

10. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan, dan laporan, serta jenis dokumen lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat.

11. Validasi

a. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang diinginkan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.

b. Tahapan validasi

1) Rencana Induk Validasi (RIV)

a) Introduksi (filosofi, kebijakan dan tujuan)

b) Struktur organisasi tim validasi

c) Deskripsi objek validasi (bangunan dan fasilitas, operator, prosedur analisis, peralatan, sistem penunjang, bahan awal, tahapan pembuatan)

d) Matriks pendekatan validasi

e) Matriks perencanaan dan penjadwalan kegiatan (termasuk prioritas)

f) Pengendalian perubahan

g) Acuan dokumen yang digunakan

2) Protokol validasi

3) Prevalidasi

a) Design Qualification (DQ)

Proses persiapan berupa perencanaan terhadap fasilitas, sistem atau peralatan yang akan dibangun / digunakan.

b) Instalation Qualification (IQ)

Dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi

c) Operational Qualification (OQ)

Dilakukan setelah kualifikasi instalasi dilaksanakan, dikaji dan disetujui.

d) Performance Qualification (PQ)

Dilakukan setelah kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui.

4) Laporan dan kesimpulan validasi

c. Jenis dokumen validasi

1) Rencana Induk Validasi (RIV)

2) Protokol validasi

Dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan

3) Laporan validasi

Laporan mengacu pada protokol kualifikasi dan protokol validasi serta memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan

d. Pilihan atau pendekatan validasi

1) Validasi Prospektif

Validasi berdasarkan perolehan data perdana sesuai protokol validasi yang direncanakan (diberlakukan pada produk baru yang belum beredar).

2) Validasi Konkuren

Validasi yang dilaksanakan berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan dari proses yang sedang dilaksanakan (diberlakukan pada produk yang sedang beredar).

3) Validasi Retrospektif

Validasi berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan dari proses yang sudah dilaksanakan dan dinilai menurut statistic (diberlakukan pada produk yang sudah beredar).12. Toll Manufacturing

Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

BAB III

TINJAUAN KHUSUS1. PT. PRADJA PHARIN (PRAFA)A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PT. PRADJA PHARINPT. Pradja Pharin (Prafa) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang farmasi. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 di Jl. Bandengan Selatan No. 58 A Jakarta Utara oleh Bapak Tjipto Pusposuharto yang awal mulanya merupakan perusahan dagang berbagai bentuk sediaan rumah tangga dengan jumlah karyawan 20 orang di area berukuran 325 m2. Pada tahun 1968 PT. Prafa ditunjuk sebagai importir dan penyalur tunggal sah di Indonesia untuk Meiji Seika, Jepang, yang merupakan Prinsipal Utama pertamanya.

Pada tahun 1971, PT. Prafa menjadi Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di area seluas 2300 m2. Antara tahun 1975-1978 PT. Prafa ditunjuk sebagai wakil tunggal OXOID dan BDH dari Inggris, Cutter Laboratories dari Amerika serikat dan Flow Laboratories dari Australia, dengan demikian PT. Prafa semakin melibatkan diri dengan prinsipal-prinsipal multinasional untuk memperoleh keahlian manajerial yang lebih baik dan peningkatan teknologi.

Tahun 1979 didirikannya PT. Pradja Farma Hoslab sebagai kesatuan terpisah dalam menangani distribusi seluruh produk PT. Prafa di wilayah Indonesia. Tahun 1981, PT. Prafa ditunjuk sebagai agen tunggal Indonesia untuk Kabivitrium-AB dari Swedia dan pada tahun 1984 berhasil memperoleh lisensi penting untuk memproduksi tablet effervescent dengan produk bernama UPSA dari Prancis. Tahun 1986, PT. Prafa mulai mengekspor ke Singapura.

Tahun 1990 PT. Prafa resmi pindah ke Desa Karang Asem Barat Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pabrik ini dirancang dan dibangun sesuai dengan aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) serta efisien dalam sistem produksi.

Tahun 1995 PT. Prafa diakuisisi oleh Darya Varia Group yang didalamnya tergabung tiga perusahaan yakni, PT. Darya Varia Laboratoria, PT. Kenrose Indonesia dan PT. Dupa dengan distributor PT. Wigo Distributor Farmasi. Mulai pada tanggal 21 Desember 2001 hingga sekarang Darya Varia Group diambil alih oleh United Laboratory, Manila-Philippines. Selain Darya Varia Group, yang tergabung dalam United Laboratory, Manila-Philippines yaitu PT. Medifarma Laboratories.

Tahun 2003, PT. Prafa diaudit oleh P&G, QAC rating yang diperoleh pada saat itu adalah 44, tahun 2004 QAC rating yang diaudit bertambah menjadi 72. Setahun kemudian PT. Prafa diaudit kembali oleh P&G berhasil menaikkan QAC rating menjadi 92. Sejak saat itu PT. Prafa telah dipercaya oleh perusahaan P&G untuk melakukan toll manufacturing untuk memproduksi Vicks Formula 44, Vicks Vaporub dan Vicks Inhaler.

Pada Tahun 2008 dan 2010, P&G memberikan QAC rating 100 untuk audit yang dilakukan pada PT. Prafa. Pada tahun 2009, Darya Varia Group melakukan project specialization. PT. Prafa dikhususkan pada produksi low volume solid order, produk Ethical (solid dan injeksi), antibiotik betalaktam dan sefalosporin (solid dan injeksi), serta produk toll manufacturing. Pada PT. Medifarma Laboratories dikhususkan pada produksi high volume solid order dan OTC. Sedangkan PT. Darya Varia Laboratories dikhususkan pada produksi soft gelatin capsul, sediaan liquid dan semisolid. PT. Prafa hingga saat ini menerapkan lebih dari 1000 SOP yang digunakan sebagai prosedur operasional pelaksanaan kerja.

Logo perusahaan dengan inisial yang berbentuk segitiga yang memiliki sisi yang sama panjang dan tajam. Segitiga tersebut diimplikasikan ke lambang-lambang huruf awal nama perusahaan. Bentuk segitiga itu sendiri melambangkan kemajuan dan budaya perusahaan yang modern. Pertemuan antar segitiga pada logo melambangkan kerjasama, kebersamaan dan komitmen. Sisi sama panjang mencerminkan PT. Prafa terdiri dari elemen yang memiliki kepentingan bersama, saling menunjang dan mendukung sehingga tidak ada yang dapat berdiri sendiri tanpa dukungan kekuatan elemen lain. Warna biru pada logo PT. Prafa melambangkan semangat, rasa aman, bersih dan kepercayaan melalui produk-produk yang dihasilkan, sehingga memberi kesan yang lama di hati para konsumennya.

B. STRUKTUR ORGANISASI PT. Pradja Pharin (Prafa) dipimpin oleh seorang Plant Manager yang bertanggung jawab kepada Technical Operating Director. Plant Manager membawahi 5 departement, yakni:

1. Technical Service Department.

Department ini dipimpin oleh seorang Manager yang dibantu oleh seorang Technical Service dan Utility Supervisor serta seoarang Electrical Supervisor. Supervisor ini juga dibantu oleh 2 orang Section Head, yakni :

a. Electrical Section Head

b. Maintenance Section Head

2. Human Resources and General Service (HRGS) Department.

Department ini dipimpin oleh seorang Manager yang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Personal Affair Supervisor

b. General Affair Supervisor

c. Safety, Health and Environment Coordinator

3. Logistic Department

Untuk department ini, memiliki :

a. PAC Supervisor

b. Warehouse Supervisor, membawahi :

1) Dispensary Section Head

2) Raw Material Section Head

3) Packaging Material Section Head

c.Finish Good Supervisor.

4. Production Department

Departement ini dibagi menjadi 5 bagian, yaitu:

a. GP Solid

b. Sterile Injection Liquid c. Betalaktam dan Sefalosporin

d. P&G

e. Central Packaging Departement ini dipimpin oleh seorang Manager yang dibantu oleh 5 Supervisor bagian. Masing-masing Supervisor ini juga dibantu oleh beberapa Section Head.

5. Quality Operation

Department ini dipimpin oleh Quality Operation Manager yang dibantu oleh:

a. QA Senior Supervisor, yang dibagi menjadi:

1) QA Integrity

2)QA Validation and Calibration

3) QA Compliance

Dimana masing-masing bagian dipimpin oleh seorang Supervisor.

b. QC Senior Supervisor, yang dibagi menjadi:

1) Chemical Laboratorium

2) Microbiology Laboratorium

3) IPC and Packaging Material

Dimana masing-masing bagian dipimpin oleh seorang Supervisor. Untuk bagian Research and Development (R&D) bertanggung jawab langsung kepada Technical Operating Director. Bagan struktur organisasi PT. Prafa dapat dilihat pada lampiran 1.

C. VISI DAN MISI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) PT. Pradja Pharin (Prafa) memiliki visi dan misi yang terdapat didalam motto We Commit to Speed, Quality and Cost. Sehingga dengan motto ini PT. Prafa selalu berusaha untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi dengan harga terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Untuk dapat menembus pangsa pasar internasional, PT. Prafa berusaha untuk meningkatkan kualitas sarana dan SDM dengan mengikuti standar PIC/s dan FDA Regulation. Hal ini tertuang pada motto We Commit to PIC/s and FDA Regulation and make Cgmp as Way of Life. Untuk meningkatkan efisiensi kerja, produktivitas, kualitas kerja, peningkatan moral, disiplin kerja dan kenyamanan kerja, maka PT. Prafa menerapkan 5 R yakni:

1. Ringkas

2. Rapi

3. Resik

4. Rawat

5. Rajin

Gambar III.1 Logo PT. Pradja Pharin (PRAFA)D. SARANA DAN PRASARANA PT. Prafa memiliki area seluas 12 hektar dengan luas bangunan 17.208 m2. Sarana dan prasarana yang terdapat di PT. Prafa yakni sebagai berikut:

1. Bangunan utama terdiri dari tiga gedung utama, yaitu:

a. Gedung pertama, terdiri dari ruang kantor, ruang produksi non betalaktam, ruang produksi dan kemas P&G, ruang Research and Development (R&D), ruang pengemasan sentral, masjid dan kantin.

b. Gedung kedua, terdiri dari ruang Quality Operation (QO) Department, ruang Logistik Department, gudang bahan baku dan bahan kemas.

c. Gedung ketiga, terdiri dari ruang produksi betalaktam dan sefalosporin, gudang bahan baku produksi betalaktam dan sefalosporin, bahan kemas produk Prafa dan gudang non-inventory. 2. Bangunan penunjang lainnya, yakni:

a. Gedung Technical Service (TS)

b. Instalasi listrik

c. Pengolahan limbah

d. Air Handling Unit (AHU)

e. Steam unit f. Compress air unit g. Laundry unit h. Area parkir

i. Pos satpam.

3. Bangunan gudang obat jadi (GOJ) dan gudang api.

E. JENIS PRODUKSI PT. Prafa memproduksi 2 macam produk yaitu produk PT. Prafa sendiri/ Darya-Varia Group yang disebut Original Product dan ada yang memproduksi produk untuk perusahaan farmasi lain yang bekerja sama dengan PT. Prafa disebut Toll Manufacturing. Beberapa Original Product PT. Prafa meliputi: Paratusin, Stop Cold, Degirol LOZ 100, Degirol LOZ 20, Spasmal, Fundamine, Gastran, Griseofulvin 500 mg, Enervon C tube, Vicee, Urticef 50 mg, Penicillin V, Cedocard Retard (5 mg, 10 mg, 20 mg), Urdafalk kapsul, Norizec (1 mg, 2 mg, 3 mg), Cefurox (Injeksi kering), Otopraf (Tetes telinga), Fortagyl 100 ml (Infus), Bloodcare, Hobat, dll.

Beberapa Toll Manufacturing PT. Prafa meliputi:

1. P&G : Vicks F 44 Child, Vicks F 44 Adult, Vicks F 44 DT, Vicks F 44 DT Sachet, Vicks Inhaler, Vicks Vaporub.

2. Actavis : Dumozol Infus

3. Armoxindo : Kanarco Dry Inj, Arcodryl Inj 10 ml, Arcored Inj 10 ml

4. Servier : Diamicron, Ardium, Arcalion, Stablon Degree

5. Novartis : Banadoz, Baxima Livi, Biotriax livi

6. Kalbe Farma : Clavamox Inj 1g, Kalmoxillin, Bactesyn1,5

7. Pharos : Polysilane, Narfoz, Cetoros, Ketros

8. Novell : Phanem, Cefixime

9. Dipa : Kalitake, Triasco, Meronesco, Ditranex

10. Guardian : Nucef, Zibramax, Goforan Inj 1g, Nufirom Inj 1 g

11. Mersifarma

12. Nofarindo 2. PT. ABBOTT INDONESIAA. SEJARAH PT. ABBOTT INDONESIAPada tahun 1888, Dr. Wallace Calvin Abbottt, seorang dokter yang berpraktek dan pemilik apotek, mulai membuat butiran-butiran dosimetrik dari alkaloid, obat yang lebih akurat dan efektif pada saat itu. Tahun 1900 lahirlah Abbott Alkaloidal Company. Pada tahun 1915, nama perusahaan berubah untuk mencerminkan komitmen terhadap bidang riset, diluar alkaloid. Nama baru Abbott Laboratories memasuki suatu periode pertumbuhan yang ditandai oleh perang, akuisisi strategis dan penelitian ilmiah yang terus-menerus. PT. Abbott Indonesia berdiri pada tahun 1971 sebagai salah satu anak perusahaan (cabang ke-163) dari Abbott Laboratories yang didirikan oleh Dr.Wallace Calvin Abbott dan berpusat di Chicago Utara, Illionis, Amerika Serikat. Pada mulanya berfungsi sebagai penyalur obat hasil produksi Abbott Laboratories, kemudian pada tahun 1973 mulai memproduksi dan menyalurkan produknya antara lain antibiotika, vitamin, obat luar dan cairan oral.

B. STRUKTUR ORGANISASIPT. Abbot Indonesia secara garis besar terdiri dari:1. Abbott Nutritional International (ANI) Indonesia

ANI Indonesia bertanggung jawab terhadap produk nutrisi, seperti Pediasure, Ensure, Gain School, Grow dan produk nutrisi lainnya. 2. Abbott International (AI) Indonesia

AI Indonesia bertanggung jawab terhadap penjualan produk-produk farmasi. Pharma products yang dipasarkan, seperti Iberet, Surbex, Depakote, Depakene dan hospital products seperti Ethran dan Sevorane.3. Abbott Diagnostic Division (ADD) Indonesia

ADD Indonesia membawahi pemasaran produk alat diagnostik seperti Hematology Analyzer, Immunochemistry System, Glucose Monitor.4. Abbott Diabetic Care Indonesia

ADC Indonesia merupakan bukti kepedulian Abbott terhadap penderita diabetes Indonesia. Fungsinya adalah membantu pasien diabetes untuk dapat memonitor kondisi metaboliknya.5. Established Pharmaceutical Operations (EPO) Indonesia

EPO merupakan business unit PT. Abbott Indonesia yang melakukan kegiatan operasional pabrik di Indonesia. C. Visi dan Misi1. Visi dan Misi Abbott Laboratories

Abbott Laboratories memiliki visi The Premier Healthcare Company dan misinya yaitu We are your most preferred partner providing innovative healthcare solutions in your pursuit for a better quality of life.2. Visi dan Misi PT. Abbott Indonesia

PT. Abbott Indonesia memiliki motto A Promise for Life dan visinya yaitu To become the preferred supply center for ASEAN countries. sedangkan misinya adalah To become supply center for ASEAN countries by providing high quality pharmaceutical products, with orientation to the customer and stakeholder satisfaction whilst maintaining compliance to corporate and customer regulations at the most effective cost.

Gambar III.2 Logo dan moto PT. Abbott Indonesia

D. Profil PT. Abbott IndonesiaAbbott Laboratories merupakan perusahaan yang memiliki lebih dari 70.000 karyawan dan beroperasi di 130 negara. Kantor pusat perusahaan ini terletak di Abbott Park, Illionis, North Chicago, didirikan oleh Dr. Calvin Wallace Abbott tahun 1888. PT. Abbott Indonesia merupakan cabang ke-163 yang tergabung dalam wilayah PAA (Pasifik Asia Afrika). PT. Abbott Indonesia didirikan pada tanggal 7 Maret 1970. Pada tanggal 26 Mei 1971, PT. Abbott Indonesia telah mendapat izin operasional, PT. Abbott Indonesia menghasilkan produk obat-obatan serta mendistribusikan produk impor dari Abbott Laboratories berupa produk nutrisi dan obat-obatan.1. Produk yang diproduksi:a. Abbotic Granule 125 mg /5mlb. Abbotic Granule 250 mg/5 mlc. Brufen 400 mgd. Brufen 600 mg

e. Brufen Suspension

f. Cecon

g. Depakene Syrup

h. Depakote 250 mg

i. Eryderm 2%

j. Iberet 500

k. Iberet Folic 500l. Isoptin 80 mg

m. Optilets M 500

n. Pedialyte Bubble Gum Flavor

o. Pedialyte Solution

p. Surbex T

q. Surbex Z

r. Rytmonorm 150 mg

s. Urixin Tablets 400 g

t. Vidaylin L

2. Produk impor untuk pasar lokal:a. Produk obat-obatanTabel III.1 Pharma Products yang diimpor untuk pasar lokal

Abbotic i.v 500 mgHytrin tablet 1 mg; 2 mg

Abotic XLIsoptin SR

Aluvia tabletNiaspan

Chirocaine inj. 5 mg/mlNorvir 100 mg

Depakote ER 250 mg; 500 mgReductil 10 mg; 15 mg

Ethran 250 mlSevorane 250 ml

Forane 250 mlSurvanta 8 ml

LipanthylDuphaston

b. Produk nutrisiTabel III. 2 Nutritional Products yang diimpor untuk pasar lokalEnsureNeosure

Isomil PlusSimilac Advance

Isomil 1 AdvanceSimilar Gain Advance

Isomil 2 AdvanceGlucerna

E. Fasilitas PT. Abbott Indonesia

Pabrik memiliki luas bangunan 22.671 m2, meliputi bangunan kantor, bangunan pabrik yang terdiri dari bagian pemastian mutu, area proses, gudang, area pengemasan, kantin, area teknik mesin, gudang bahan mudah terbakar, gudang bahan limbah dan sarana pengolahan limbah. Rinciannya adalah: bangunan kantor 1.295 m2, bangunan pabrik yang terdiri dari bagian pemastian mutu 247 m2, produksi 1.548 m2, gudang 2.420 m2, sarana penunjang 833 m2, parkir 1.939 m2, taman 14.302 m2 dan area sisa 87 m2.

BAB IV

KEGIATAN PKL DI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) DAN PT. ABBOT INDONESIA1. PT. PRADJA PHARIN (PRAFA)Praktek Kerja Lapangan (PKL) Universitas Pancasila dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2014 di PT. Pradja Pharin (Prafa) pukul 14.00-16.30. Kegiatan PKL meliputi: plant tour ke semua bagian departemen di PT. Pradja Pharin (Prafa) untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai ruang lingkup industri farmasi. Yaitu yang terdiri dari :

A. LOGISTIC DEPARTEMEN

Logistic Departemen merupakan departemen yang merencanakan dan mengendalikan produksi, menangani penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan kemas dan obat jadi (Finished Good). Departemen ini dipimpin oleh seorang manager yang membawahi 3 bagian, yaitu PAC (Production Activity and Control), Warehouse yang membawahi : Dispensary, Raw Material dan Packaging Material warehouse serta Gudang Obat Jadi (Finish Good), masing-masing bagian dipimpin oleh seorang Supervisor kecuali bagian PAC. Struktur organisasi Logistic Departemen dapat dilihat pada lampiran 2.1. PAC (Production Activity and Control)

PAC merupakan salah satu bagian dari Logistic Departemen berfungsi sebagai penghubung antara PPIC dengan bagian produksi. PAC tidak dibawah PPIC tetapi termasuk dalam Logistic Departemen yang memiliki tugas dan fungsi untuk merencanakan dan mengendalikan jalannya proses produksi selama periode tertentu. PAC terdiri dari Production Scheduling, Toll Manufacturing Planning, Purchasing Order (PO) Releasing. 2. Gudang (Warehouse)Warehouse dipimpin oleh seorang supervisor yang membawahi Raw Material Warehouse, Packaging Material Warehouse, Central Dispensary, Inventory Warehouse. Tugas dan tanggung jawab gudang (Warehouse) adalah sebagai berikut :

a. Menerima, menyimpan dan mengeluarkan produk serta mengelola semua inventaris yang meliputi bahan baku (Raw Material), bahan kemas(Packaging Material) dan Finished Good. b. Menjaga kualitas dan kuantitas bahan baku (Raw Material), bahan kemas (Packaging Material) dan Finished Good di dalam gudang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan dari CPOB.

c. Memonitoring keakuratan stok bahan baku (Raw Material), bahan kemas (Packaging Material) dan Finished Good.

Prosedur Penerimaan Barang di Gudang

Penerimaan barang berupa Raw Material (bahan baku) ataupun Packaging Material (bahan kemas) dari supplier. Supplier akan membawa barang yang dipesan beserta dengan surat jalan dan Certificate Of Analysis (COA) dari barang-barang tersebut sesuai dengan PO (Purchasing Order) ke gudang. Petugas gudang mengecek barang berdasarkan surat jalan, meliputi : no. order pesan, no. batch, nama dan jumlah barang, jadwal pemesanan dan kedatangan.

Pada saat barang diterima dari supplier, petugas gudang melakukan beberapa inspeksi, yaitu :

a.Inspeksi terhadap truck menggunakan list truck, meliputi : b. Pengecekan barang yang dikirim, meliputi :

Penyimpanan Barang

Penyimpanan barang harus mengikuti prosedur persyaratan kondisi sesuai dengan List Of Approved Supplier terutama suhu penyimpanannya yang harus diperhatikan karena berhubungan dengan stabilitas bahan, sehingga kualitas bahan dapat terjamin. Berdasarkan suhu ruangan, gudang dibagi menjadi beberapa area, yaitu Cool storage area, AC area dan non AC area.

Semua barang yang disimpan di gudang memiliki status, baik karantina, Release maupun Reject. Untuk barang yang Reject ditempatkan diruangan khusus dan dalam keadaan terkunci, sedangkan barang yang sudah Release dari QA ditempatkan dilokasi yang telah tersedia dan pada bincard barang tersebut ditulis lokasinya untuk memudahkan dalam pencarian barang. Untuk mengecek kesesuaian jumlah fisik barang yang terdapat di gudang dengan jumlah barang yang terdapat dalam sistem EXACT, maka dilakukan weekly random stock taking. Hal ini dilakukan pada semua bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang berada pada Logistic Department.

Pengeluaran Barang

Pengeluaran bahan baku dan bahan kemas dari gudang berdasarkan PRO dan BPR serta berdasarkan sistem FEFO untuk bahan baku dan FIFO untuk bahan kemas. Setelah barang keluar, dilakukan pemotongan barang dari sistem EXACT, yang disebut dengan PI (Production Issue). PI dilakukan setelah penimbangan dengan mengacu pada BPR (Batch Production Rrcord) untuk bahan baku dan untuk bahan kemas dilakukan setelah dikirim atau diterima oleh bagian pengemasan/ bagian produksi.

Prinsip pengeluaran obat jadi hampir sama dengan gudang bahan baku atau bahan kemas, namun yang membedakan adalah dokumennya.

Tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menjaga kualitas barang adalah sebagai berikut : a. Melakukan pengecekan saat penerimaan barang.

b.Paletisasi

c.Storage system.

d. Penerapan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). e. Rejected Material Handling Tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menjaga kuantitas barang adalah sebagai berikut :

a. Menjaga ketepatan jumlah barang antara stock card pada sistem EXACT

b. Rekonsiliasi dengan produksi.

c.Inventory record Accuracy (IRA)

d. Rendom Stock Takinge. Update Bincard (kartu stock). Setiap pemasukan dan pengeluaran Inventory harus dicatat di Bincard. Pembagian gudang/ warehouse adalah sebagai berikut :

1) Gudang Bahan Baku (Raw Material Warehouse) Prafa

Gudang bahan baku PT. Prafa terdiri dari :

a) Cool storage area

Ruangan dengan suhu 2-8oC, untuk menyimpan bahan-bahan yang higroskopis pada suhu kamar.

b) AC area Ruangan dengan suhu 25oC dan kelembaban 65 %, untuk menyimpan bahan-bahan yang tidak stabil pada suhu > 25oC.

c) Non AC area Ruangan dengan suhu kamar, untuk menyimpan bahan-bahan yang stabil pada ruangan non AC atau suhu kamar.

d) Ruang administrasi

Untuk mengontrol kegiatan yang dilakukan di gudang.

Gudang bahan baku PT. Prafa dibagi menjadi 3 bagian yakni: non betalaktam, betalaktam dan sefalosporin, dimana untuk ketiga gudang tersebut berada di tempat yang berbeda dan terpisah secara sempurna.

2) Gudang Bahan Kemas (Packaging Material Warehouse) Prafa

Gudang bahan kemas merupakan tempat untuk menyimpan semua bahan yang digunakan pada proses pengemasan untuk menghasilkan produk jadi. Gudang bahan kemas PT. Prafa terdiri dari :

a)Ruang AC : untuk menyimpan alufoil dan label.

b) Ruang non AC : untuk menyimpan leaflet, botol, ampul, vial, rubber stopper dan box. 3) Gudang Bahan Kemas dan Bahan Baku P&G

4) Gudang umum / Non inventory warehouse

Gudang umum menyimpan barang-barang non inventory seperti barang teknik (kabel, sparepart mesin, perkakas), peralatan kantor (kertas, kapas, tisu dan alat tulis) dan peralatan umum.

5) Gudang api

Gudang yang digunakan unyuk menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar.

Dispensary Dispensary merupakan bagian yang melakukan penimbangan berdasarkan jadwal penimbangan yang disesuaikan dengan jadwal produksi. Dokumen-dokumen dalam penimbangan meliputi:

a. Picking List (PL)b. Production Issue (PI)

b.Batch Production Record (BPR)

c.Label penimbangan

Sebelum penimbangan dilakukan, harus terdapat label bersih terhadap alat yang ditempel pada setiap alat timbang, label tersebut berisi nama alat, nama operator yang membersihkan alat tersebut, tanggal serta jam mulai dan selesai dilakukan pembersihan, nama produk yang terakhir diproduksi dan no batch produk tersebut, lalu diperiksa dan dinyatakan bersih oleh Supervisor atau Section Head pada tanggal berapa, untuk digunakan untuk produk apa dan selanjutnya diparaf.

Ruang penimbangan merupakan grey area, sehingga operator yang melakukan penimbangan harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan safety yang sesuai dengan ketentuan.

3. Gudang Obat Jadi (Finished Good Warehouse) Untuk penerimaan obat jadi, dokumen yang harus ada adalah PHP (Pengiriman Hasil Produksi) dari bagian produksi dan PRL yang dibuat berdasarkan PO dari distributor. Gudang obat jadi memiliki fasilitas ruangan sebagai berikut :

a. AC area : Ruangan dengan suhu 25oC dan kelembaban

75 %, digunakan untuk obat yang harus disimpan pada suhu tersebut.

b.Cool storage area : Ruangan dengan suhu 2-15oC, digunakan

untuk menyimpan obat injeksi.

c.Non AC area : Ruangan dengan suhu kamar, digunakan untuk menyimpan obat yang stabil pada suhu kamar

d.Quarantine area : Ruangan untuk menyimpan obat yang masih dalam pemeriksaan QC, terutama untuk obat-obat kembalian dari distributor

B. Production Departement Struktur organisasinya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Proses produksi dimulai dengan adanya production planning yang dikeluarkan oleh PAC. Production planning ini diberikan pada plant manager dan production manager. Berdasarkan production planning selanjutnya bagian produksi membuat production scheduling (jadwal produksi). Selanjutnya bagian produksi akan mendapat surat perintah produksi dari PAC dalam bentuk Production Order (PRO) dan bagian gudang akan menerima Batch Production Record (BPR). Kemudian bagian gudang maka akan memberikan PI (Production Issue) dan BPR (Batch Production Record) ke bagian produksi. Setelah menerima PI (Material Issue) dan BPR (Batch Production Record) maka produksi dapat dilakukan dengan mengacu pada Batch Production Record (BPR). Alur proses produksi dapat dilihat pada lampiran 10. 1. GP Solid Kegiatan yang dilakukan pada bagian GP solid meliputi pencampuran, pencetakan/pengisian kapsul, penyalutan dan primary packaging (striping dan blistering). Proses produksi GP solid melalui dua metode yaitu granulasi basah dan granulasi kering. Metode granulasi basah terbagi dua cara, yaitu pengadukan basah (Lampiran 5) dan sistem spraying (Lampiran 6), sedangkan metode granulasi kering (Lampiran 7) hanya dilakukan pada sebagian kecil proses produksi saja.

Proses produksi dengan metode granulasi basah (pengadukan basah) diawali dengan pembuatan binder. Selanjutnya dilakukan pencampuran zat aktif dan bahan pengisi menggunakan mixer hingga homogen. Setelah campuran homogen, ditambahkan binder hingga terbentuk masa kompak. Selanjutnya dimasukan kedalam ayakan dengan mesh tertentu. Hasil ayakan tersebut dikeringkan menggunakan Fluid Bed Dryer (FBD). Saat pengeringan dilakukan kontrol terhadap Loss On Drying (LOD). Jika LOD serbuk sudah memenuhi syarat selanjutnya dilakukan granulasi kering dan diayak dengan menggunakan mesh tertentu. Selanjutnya dilakukan pencampuran akhir. Pada tahap ini dicampurkan glidan, disintegran, dan lubricant hingga homogen. Pada tahap ini QC akan mengambil sampel untuk pemeriksaan homogenitas kadar. Setelah granul mendapat release dari QC, kemudian dilakukan proses pencetakan. Pada proses pencetakan dilakukan IPC oleh bagian produksi yang meliputi : Appearance / tampilan, bobot rata-rata, variasi bobot, ketebalan, waktu hancur, kekerasan, keregasan, dan diameter tablet. Selanjutnya QC akan melakukan pemeriksaan kandungan kadar, disolusi (jika diperlukan), angka kuman (jika diperlukan) dan content uniformity (Jika diperlukan)

Apabila tablet tersebut adalah tablet salut maka dilakukan proses coating (sugar coating atau film coating). Tahapan coating yang dilakukan meliputi seal coating, sub coating, smoothing/coloring, dan polishing. Kemudian dilakukan pengemasan primer (blistering/stripping). Selama proses blistering/stripping dilakukan pemeriksaan secara visual meliputi: tampilan hasil stripping, penandaan (nomor batch, ED , MFG dan HET) dan uji kebocoran.

Selain dengan metode granulasi basah, proses produksi dilakukan dengan cara granulasi kering. Proses produksi dengan granulasi kering dilakukan dengan cara mencampur bahan-bahan yang digunakan. Tahap selanjutnya dilakukan granulasi kering dan diayak dengan mesh tertentu. Setelah itu, dilakukan pencampuran akhir dan pencetakan. Proses pengemasan primer dan pengujian yang dilakukan sama seperti metode granulasi basah.

Untuk produk-produk yang bersifat higroskopis seperti sediaan effervecent, Degirol, dan Vicee, proses produksinya dilakukan di low humidity area, dengan RH kurang dari 30% dan suhu kurang dari 25oC. Produk-produk yang telah dikemas primer kemudian dikirim ke bagian pengemasan sentral dengan menggunakan dokuman pengiriman hasil produksi (PHP).

2. Produksi Sediaan Sterile Liquid Injection

Bagian produksi Sterile Liquid Injection (steril non betalaktam) menangani produksi sediaan injeksi kering dan sediaan injeksi cair (ampul, vial dan infus). Parameter dari ruang steril yaitu :

a.Dinding rata, mudah dibersihkan

b.Lantainya epoksi

c. Semua komponen mesin Stainless Steel

d.Kondisi ruangan : suhu dan RHe. LAF (Laminar Air Flow) ,HEPA filter

f. Ruang filling harus ada LAF (Laminar Air Flow)

g. Sanitasi dilakukan setiap hari.h. Desinfektan disemprot pada jam istirahat dan jam pulang.Proses pembuatan produk steril dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sterilisasi akhir dan teknik aseptik. Untuk bahan aktif yang tidak tahan panas dapat dilakukan dengan teknik aseptik sedangkan bahan aktif yang tahan panas dilakukan dengan sterilisasi akhir. Proses pengisian untuk teknik aseptik dan non aseptik dilakukan pada ruangan kelas A dibawah LAF (Laminar Air Flow) sedangkan untuk produk sterilisasi akhir juga dilakukan pada ruangan kelas B.

Pada bagian produksi steril dilakukan bubble point test terhadap filter yang akan digunakan untuk menyaring larutan dalam proses produksi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam bubble point test adalah cartridge filter dipasang secara aseptis pada housing filter kemudian larutan dialirkan pada filter tersebut dengan tekanan tertentu kemudian dilakukan pengamatan terhadap tekanan yang diperlukan oleh larutan untuk melewati filter tersebut. Setelah dilakukan bubble point test, sediaan siap dimasukkan ke dalam kemasan primer setelah disaring menggunakan filter yang telah ditest tersebut. Setelah filling, cartridge filter di tes ulang untuk mengetahui kondisi cartridge filter tersebut setelah digunakan.

Proses pengisian sediaan dry injection dilakukan di dalam filling cabinet dan di dalam ruangan steril. Dilakukan proses sealing cap, proses selanjutnya adalah inspeksi atau kontrol terhadap kejernihan larutan dan adanya partikel-partikel pengotor, serat, pecahan kaca dan yang lainnya (seal cap rusak, mulut vial pecah, dan vial yang kotor). Setelah itu produk dikarantina kembali di dalam ruang karantina injeksi untuk menunggu released dari QC (dilakukan uji sterilitas selama 14 hari) sebelum dikirim ke bagian pengemasan central. Alur produksi steril dengan teknik sterilisasi akhir dapat dilihat di Lampiran 14 dan Alur produksi steril dengan teknik aseptis dapat dilihat di Lampiran 15.

3. Produksi Sediaan Betalaktam dan Sefalosporin

Sediaan yang diproduksi oleh bagian produksi betalaktam dan sefalosporin adalah sediaan dry injection, tablet, kapsul dan dry syrup. Setiap karyawan yang akan meninggalkan bangunan tersebut diharuskan mandi terlebih dahulu sebelum keluar. Pencegahan kontaminasi ini, dimaksudkan untuk menghindari terpaparnya individu yang alergi terhadap produk betalaktam dan sefalosporin, sehingga dapat menyebabkan syok anafilaksis yang berujung pada kematian.

Pada produksi injeksi kering tidak ada proses pencampuran namun langsung pengisian produk pada vial setelah sebelumnya dilakukan uji potensi antibiotik terlebih dahulu. Setelah itu dilanjutkan dengan proses sealing cap dan dilakukan inspeksi fisik sediaan dan wadah serta proses pemeriksaan QC. Karantina dilakukan selama 14 hari terhadap produk jadi yang sedang dalam pengawasan QC.

Proses filling dry injection sefalosporin menggunakan mesin automatic line macofar (Romaco). Mesin ini terdiri dari mesin untuk pencucian vial hingga pengemasan primer. Bagian pencucian vial dan oven berada di grey area sedangkan bagian filling berada di white area. Prinsip kerja dari mesin ini adalah vial dicuci secara otomatis menggunakan HPW (Hot Purified Water) dan angin. Kemudian disterilisasi menggunakan oven. Setelah steril, vial dimasukkan ke dalam cooling chamber. Setelah vial dingin selanjutnya vial akan masuk ke filling room dalam white area yang dilengkapi dengan HEPA filter dan LAF. Dalam filling room ini,zat aktif akan dimasukkan dalam vial dan dilakukan sealing cap pada vial secara otomatis. Selanjutnya produk diinspeksi kemudian dikirim ke bagian kemas sefalosporin untuk dilakukan pengemasan sekunder. Pada proses produksi solid betalaktam tidak menggunakan proses granulasi basah tetapi granulasi kering dan cetak langsung. 4. Central Packaging (Pengemasan Sentral) Pengemasan adalah tahap akhir proses produksi. Ada dua tahap pengemasan, yaitu :

a. Pengemasan primer

Yaitu pengemasan yang berhubungan langsung dengan produk.

b. Pengemasan sekunder

Pengemasan yang tidak berhubungan langsung dengan produk. Yang termasuk dalam kemasan sekunder adalah kemasan dus dan master box. Seluruh produk yang telah dikemas primer dikirim ke Central Packaging untuk selanjutnya dilakukan pengemasan sekunder.

Pada bagian pengemasan sentral terdapat dua kegiatan utama yang dilakukan, yaitu :

a. Proses persiapan : Batching / Coding dan folding. b. Proses pengemasan : Pengemasan box dan master box.

Sebelum dilakukan pengemasan sekunder, dilakukan sortir untuk memisahkan produk yang tidak memenuhi syarat/mengalami kebocoran. Produk yang tidak memenuhi syarat dicatat dan dilaporkan ke supervisor bagian pengemasan, kemudian dikembalikan ke bagian pengemasan primer untuk dikemas primer ulang. Produk yang memenuhi syarat dikemas sesuai kemasan yang ditentukan.

Pada saat pengemasan, dilakukan IPC setiap satu jam sekali, sedangkan inspeksi oleh QA dilakukan sebelum masuk karton. Setelah itu dilakukan penimbangan menggunakan alat timbang yang sebelumnya telah diverifikasi terlebih dahulu sesuai dengan SOP penimbangan. Sebelum menimbang seluruh produk, operator mengambil 10 box produk untuk standar penimbangan bobot per box. Dari hasil penimbangan tersebut dapat ditentukan bobot box maksimum dan minimum sebagai standard penimbangan produk dalam kemasan box. Produk yang telah dikemas dalam primary box diinspeksi dengan cara ditimbang. Setelah released kemudian produk dimasukan kedalam master box dan dilakukan inspeksi internal master box dengan cara menimbang. Pada saat penimbangan master box harus urut karena dikhawatirkan terjadi ketidaksesuaian data dan penimbangan master box, penyimpangan berat dalam master box tidak boleh lebih dari setengah berat unit box. Setelah penimbangan master box selesai, bagian pengemasan sekunder akan membuat dokumen PHP dan diserahkan kebagian gudang obat jadi dengan status karantina dengan penandaan label karantina yang ditempel pada setiap susunan master box pada pallet. Alur pengemasan sentral dapat dilihat pada Lampiran 16. 5. P&G Kegiatan kegiatan produksi P&G terpisah dari produksi PT. Prafa karena kegiatan produksinya yang besar. Secara umum ada 3 produk yang diproduksi oleh P&G, yaitu :

a. Vicks Formula 44, ada tiga varian yaitu formula 44 dewasa, anak-anak, dan DT (day time). Masing-masing terdapat dalam kemasan botol (ukuran 27 ml, 54 ml, dan 100 ml) dan dalam kemasan sachet (ukuran 7ml) hanya untuk DT.

b. Vicks Vaporub dalam kemasan 10 gram, 25 gram dan 50 gram.

c. Vicks Inhaler.

Proses produksi di line P&G menggunakan sistem automatic line yaitu proses pembuatan produk mulai dari bahan awal, pengisian, pengemasan primer dan sekunder, tidak terputus.

Selama proses produksi dilakukan In Process Control pada produk ruahan dan produk jadi oleh bagian produksi P&G dan QC. Untuk produk jadi sediaan sirup dilakukan pengujian terhadap kebocoran tutup botol sirup dan mengukur volume sirup dalam sediaan botol dan kebocoran sachet untuk sediaan sachet. Untuk pengujian kebocoran tutup botol sirup dilakukan setiap 1 jam sekali sedangkan uji uji kebocoran sachet dilakukan setiap 15 menit. Uji yang dilakukan untuk sediaan Vicks Vaporub menggunakan piknometer dan kromatografi gas. Sedangkan untuk sediaan inhaler selama proses produksi dilakukan In Process Control yang dilakukan menggunakan system komputer Quality Window yang dilakukan pengecekan terhadap beberapa parameter yang telah ditentukan setiap 15 menit.

C. R&D (Research and Development) R&D (Research and Development) adalah suatu departemen yang tugas utamanya mengembangkan formula produk baru, reformulasi dan mengembangkan produk lisensi. Departemen ini menangani pengembangan produk dari PT. Medifarma Laboratories, Darya-Varia Lab. Tbk dan PT. Pradja Pharin. Departemen ini berlokasi di pabrik Prafa dan struktur organisasi dari RnD dapat dilihat pada Lampiran 17.

Aktifitas R&D meliputi :

1. Mengembangkan formulasi produk baru

2. Mengembangkan produk Existing

3. Evaluasi bahan baku alternatif

Pengembangan formula yang dilakukan oleh departemen ini dimulai dari bahan baku yang akan digunakan, formulasi hingga kemasan primer. Alur pengembangan produk baru dapat dilihat di Lampiran 18.

D. Quality Operation Department QA bertugas untuk memastikan kualitas dari produk, mengontrol hasil analisa released yang dilakukan QC dan memeriksa kelengkapan dokumen sehingga produk dapat dipasarkan. QC bertugas untuk melakukan kontrol kualitas mulai dari bahan baku dan kemasan dari supplier, kualitas bulk material dan kualitas produk selama proses hingga menjadi produk jadi.

Bagian-bagian yang terdapat pada Quality Operation Departemen :

1. Quality Control DepartmentTugas QC :

a. Pemeriksaan bahan baku dan bahan kemas.

b. Sampel pertinggal.

c. Pembuatan spesifikasi dan metode pemeriksaan.

d. Pengelolaan reference standard.

e. Pemeriksaan produk antara, produk ruahan, dan obat jadi.

f. Pemeriksaan stabilitas.

g. Kalibrasi alat laboratorium.

h. Pengelolaan pengambilan sampel.

i. Statistical Process Control dan Statistical Quality Control. j. Penanganan penyimpangan hasil pemeriksaan.

k. Pemantauan lingkungan.

l. Pemeriksaan In process Control (IPC). Pembagian QC Departement

a. Bagian Kimia.

Bagian QC kimia memiliki panduan kerja berupa :

1) SOP General (mengatur cara bekerja di laboratorium, safety, pencatatan data, dan perlakuan sampel) 2) SOP SP & PA (Spesifikasi Produk dan Prosedur Analisa), yang meliputi parameter-parameter dari tes terhadap bahan baku dan finished product dan metode analisa uji yang digunakan.

3) SOP untuk penggunaan dan kalibrasi alat atau instrument.

Pemeriksaan kimia bahan baku dilakukan untuk memastikan bahwa bahan baku yang dikirim oleh supplier sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dan RMAR (Raw Material Analitycal Report) pada saat pemesanan.

Pemeriksaan masing-masing bahan baku telah ditentukan spesifikasinya dalam SRM & PA (Spesifikasi Raw Material dan Prosedur Analisa) pemeriksaan bahan baku, meliputi pemeriksaan :

1. Bahan padat, antara lain : pemeriksaan kadar (assay), identifikasi,

impurities (cemaran), pH, titik lebur, kadar air, dan susut pengeringan.

2. Bahan cair, antara lain : pemeriksaan viskositas, berat jenis dan pH.

3. Pemeriksaan cangkang kapsul meliputi bobot, panjang kapsul, diameter kapsul, PH dan waktu hancur.

Bagian ini juga melakukan pemeriksaan air yang digunakan untuk produksi, seperti PW dan WFI secara harian. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain meliputi pemeriksaan konduktivitas, kandungan klor, pH dan jumlah bakteri.

b. Bagian Mikrobiologi

Bagian ini bertanggung jawab terhadap berbagai macam pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan terhadap raw material, packaging material, produk tablet, produk steril, point user HPW dan WFI, wadah steril, dan lingkungan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan potensi antibiotik, angka kuman, sterilitas, bioburden dan endotoksin test.

Bagian ini bertanggung jawab juga terhadap monitoring sanitasi ruangan produksi, seragam kerja karyawan bagian steril, dan fasilitas Laminar Air Flow (LAF). Selain itu bagian mikrobiologi juga melakukan pemeriksaan mikrobiologi terhadap proses validasi media fill pada proses pengolahan dan pengisian aseptis.

Ruangan di bagian mikrobiologi dibagi menjadi 6 ruangan, yaitu :

1. Ruang TPC (Total Plate Count), ruangan ini memiliki LAF dengan sistem blower yang aliran udaranya horizontal. Ruang ini berfungsi untuk menghitung angka kuman.

2. Ruang potensi, merupakan ruang untuk menguji potensi antibiotik dan growth promotion test. LAF di ruang ini memiliki sistem udara vertical.3. Ruang steril, merupakan ruang yang dikondisikan sama seperti ruang produksi steril, digunakan untuk uji sterilitas.

4.Ruang preparasi media, merupakan ruang pembuatan media pertumbuhan mikroba yang akan digunakan untuk mengembangkan bakteri pada uji potensi.

5. Ruang inkubasi.

6. Ruang pencucian.

Setiap media dikontrol dengan uji kelayakan media (Growth Promotion Test), pH dan sterilitas dengan tujuan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa media yang digunakan benar-benar merupakan media pertumbuhan yang baik untuk mikroba. Uji endotoksin dilakukan untuk sedian injeksi dengan menggunakan LAL test yang terdapat dalam USP.

c. Bagian In Process Control and Packaging Material

Pemeriksaan yang dilakukan untuk sediaan padat adalah pemeriksaan keseragaman bobot, ketebalan, diameter, waktu hancur, kekerasan, friabilitas, dan uji kebocoran. IPC juga melakukan pemeriksaan obat jadi meliputi coding, jumlah isi, dan keadaan kemasan. Seluruh hasil pemeriksaan tersebut harus didokumentasikan. Kegiatan rutin lainnya adalah line clearence setiap produksi akan dimulai. Upaya ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh peralatan telah siap, bahan baku obat telah benar baik jenis maupun jumlahnya. Serta memastikan ruang produksi telah siap digunakan (sesuai persyaratan ruangan dan telah bersih dari bahan-bahan lain yang digunakan pada proses sebelumnya).

2. Quality Assurance DepartmentTugas dari QA :

a. Menciptakan sistem panduan mutu.

b. Pengembangan manajemen kualitas.

c. Kontrol dokumen.

d. Training GMP.

e. Menangani program kalibrasi.

f. Mengkoordinasi program kualifikasi dan validasi.

g. Audit pemasok internal dan eksternal.

h. Penanganan keluhan pelanggan.

i. Penanganan penyimpangan batch.

j. Pengendalian perubahan.

k. Penanganan penarikan kembali obat jadi.

l. Pengawasan dalam distribusi obat.

m. Releasing obat jadi.

Pembagian QC Departement

a. Quality Compliance

QA Compliance dipimpin oleh seorang Section Head. Bagian ini mempunyai tugas antara lain :

1) DCC (Document Control Centre)

Tugas dari DCC adalah memastikan semua dokumen yang beredar di PT.PRAFA merupakan dokumen terbaru (up to date). DCC mempunyai tugas mengelola SOP, master batch record, master list, spesifikasi dan prosedur analisa, dokumen registrasi, laporan penyimpangan mutu dan dokumentasi pengendalian perubahan (change control), produk yang telah dinyatakan released. 2) GMP Training

GMP Training khusus menangani penerapan GMP di PT. PRAFA. GMP Training terdiri dari cassual packing, kritikial/ permanen, annual GMP dan training yang terkait dengan pekerjaannya.

3)Audit

Audit atau inspeksi diri dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian mutu/ QA. 4) Registrasi

b. QA Integrity

QA Integrity dipimpin oleh seorang Section Head. Bagian ini mempunyai tugas antara lain : a. Change ControlTugas dan tanggung jawab, yaitu :

1) Melaksanakan pekerjaan administrative untuk change control dan Quality Deviation Report (QDR)2) Membantu distribusi dokumen change control dan QDR3) Melakukan perjaan administrative untuk Quality Assuranceb. Complain ConsumenBagian ini mempunyai tugas untuk menginvestigasi, membuat laporan mengenai segala keluhan dari semua pihak (supplier, konsumen, dsb).c. Releasing Batch , Retained Document and Retained SampleTugas dan tanggung jawab, yaitu :

1) Melakukan prosedur pelulusan atau releasing produk sesuai SOP yang berlaku dan dilaksanakan tepat waktu2) Melakukan pencatatan data penerimaan dokumen, release produk dan kesalahan dokumentasi pada data based3) Melakukan pengawasan penyimpanan batch record dan sampel pertinggald. Annual Product Review (APR)Bagian APR mempunyai tugas mereview produk selama satu tahune. RecallBagian ini mempunyai tugas untuk menguji seberapa bagus sistem pendistribusian yang dilakukan distributorc. QA Validation and Calibration

Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan kalibrasi adalah membandingkan satu nilai dari alat ukur dengan nilai lain yang lebih tinggi tingkat akurasinya (standar) yang tertelusur ke nilai satuan internasional.

Validasi yang dilakukan di PT.Prafa meliputi:1) Kualifikasi

Kualifikasi dilakukan pada semua alat, mesin/ instrument, serta bangunan yang ada di PT.Prafa. Kualifikasi tidak hanya dilakukan terhadap mesin/ alat baru saja tetapi dapat juga dilakukan kualifikasi ulang mesin/ alat lama.2) Validasi Metode Analisis

3) Validasi Proses .

4) Validasi Pengemasan

Validasi pengemasan dilakukan pada kemas primer atau kemas sekunder yang dapat divalidasi seperti kemas sekunder yang memakai mesin.

5) Validasi Pembersihan dan Sanitasi

Validasi ini harus menjamin bahwa sisa produk dibersihkan dengan tuntas dan sanitasi tersebut mampu mencegah kontaminasi mikroba.

6) Validasi Sistem Komputerisasi

7) Validasi Proses Pengisian Aseptik (media fill)

Validasi media fill merupakan validasi proses simulasi untuk menjamin jalur produksi benar-benar aseptis.

E. Human Resource and General Service (HRGS) Department Struktur organisasi HRGS Department (dapat dilihat pada Lampiran 14). Manager HRGS bertugas untuk memimpin, mangarahkan, mengevaluasi dan mengembangkan suatu tim yang terdiri dari suatu staf-staf untuk memastikan manajemen dokumentasi ketenaga kerjaan, proses dan kegiatan administrasi lainnya telah sempurna dan berjalan sesuai perencanaan. HRGS Departement memiliki dua tugas pokok, yaitu berfokus pada internal perusahaan (karyawan) dan eksternal perusahaan (pemerintah atau lingkungan masyarakat). HRGS Departemen dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Personnel Affairs (personalia)

2.

General Affairs (umum)

3. Safety, Health and Environment (SHE)

SHE merupakan salah satu bagian dari PGA departemen yang bertanggung jawab untuk mengelola semua aspek yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan serta lingkungan di dalam dan di sekitar area industri di PT. Prafa termasuk limbah yang dihasilkan pabrik agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya. Training sangat dibutuhkan dalam rangka mengembangkan keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) yang relevan dengan pekerjaan. Program training di PT.PRAFA terdiri dari tiga macam, yaitu :

a. Training wajib

b. Training Khusus

c. Training Tambahan

Pengolahan Limbah

Pengelolaan limbah di PT. Prafa merupakan tanggung jawab PGA Departemen yang dikelola oleh bagian SHE yang dibantu oleh TS department dan QA department. Limbah yang dihasilkan PT. Prafa ditangani dengan cara yang berbeda-beda tergantung jenis dan sifat bahannya.

1) Limbah padat

Limbah padat berasal dari debu hasil proses produksi, sampah sisa kemasan, sampah dari lingkungan pabrik, produk reject dan obat yang telah kadaluarsa. Limbah padat yang masih dapat dimanfaatkan serta memiliki nilai jual dikumpulkan di gudang khusus, kemudian dijual akan barang-barang tersebut dimanfaatkan atau digunakan kembali (reuse) dan didaur ulang (recycle) dengan syarat produk yang mengandung identitas Prafa harus dirusak terlebih dahulu. Untuk limbah padat yang berbahaya seperti produk reject yang mengandung psikotropik, betalaktam, sefalosporin dan bahan berbahaya lain dipisahkan dari limbah padat lain dan dikirim ke PPLI (Perusahaan Pengolahan Limbah Indonesia).

2) Limbah cair

Limbah cair berasal dari proses produksi, pencucian peralatan produksi, limbah laboratorium dan buangan lainnya seperti limbah proses pembuatan aqua demineralisata, limbah pencucian pakaian kerja, limbah proses Betalaktam, limbah dari laboratorium dan sumber limbah lainnnya. Semua limbah cair tersebut akan di tampung di bak ekualisasi, kecuali untuk limbah cair sefalosporin dan beta-laktam harus mendapatkan perlakuan terlebih dahulu dengan cara didestruksi dengan NaOH dan diaduk yang berguna untuk memecahkan rantai beta-laktam kemudian dicek dengan pH indikator sehingga antibiotik menjadi inaktif. Kemudian dinetralkan dengan penambahan HCl. Proses desruksi limbah beta laktam dan sefalosporin (dapat dilihat pada Lampiran 17).

Terhadap air hasil limbah dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan parameter:

a. Fisika: suhu, warna, bau, kekeruhan.

b. Kimia: pH, kandungan fenol, N-total, Total Dissolved Solid

(TDS), Biologycal Oxigen Demand (BOD) dan Chemical M Oxygen Demand (COD) serta Dissolved Oxygen (DO).

. Proses pengolahan limbah non beta laktam (dapat dilihat pada Lampiran 18). 2. PT. ABBOTT INDONESIA

Praktek Kerja Lapangan (PKL) Universitas Pancasila dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2014 di PT. Abbott Indonesia pukul 9.00 s/d 12.00. Kegiatan PKL meliputi: plant tour ke semua bagian departemen di PT. Abbott Indonesia untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai ruang lingkup industri farmasi. Yaitu yang terdiri dari : A. MANUFACTURING DEPARTMENT

Manufacturing Departement dipimpin oleh seorang Direktur dan membawahi Departemen Material Management, Departemen Produksi, Departemen Engineering, Departemen Technical Service, Departemen Environmental, Health, Safety and Energy. a. Departemen Produksi

Bagian produksi bertugas melakukan proses pembuatan obat agar senantiasa di hasilkan produk-produk bermutu tinggi yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Abbott Internasional dengan menerapkan prinsip-prinsip CPOB. Manager produksi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh 3 orang supervisor, yaitu 1 orang bertanggung jawab terhadap proses produksi produk solid (Solid Product Supervisor), orang bertanggung jawab terhadap proses produksi liquid (Liquid Product Supervisor) dan 1 orang yang bertanggung jawab terhadap proses pengemasaan (Finishing Supervisor). 1) Manufacturing Process Bagian produksi melaksanakan kegiatan produksi berdasarkan surat perintah produksi/MO ( Manufacturing order). Setelah itu bahan baku yang akan digunakan ditimbang oleh bagian gudang. Bagian produksi yang telah menerima bahan baku dari gudang harus menimbang ulang bahan baku tersebut agar sesuai dengan MO. Jika telah sesuai maka proses produksi dapat dilakukan. PT. Abbott Indonesia memproduksi 2 macam sediaan, yaitu sediaan solid dan liquid.i . Bagian produksi sediaan solidProses pembuatan tablet meliputi :

(1) `Pencampuran

Dilakukan menggunakan mesin pengaduk, sehingga dihasilkan campuran yang homogen dengan alat DoubleCone Blender atau Drum blender. Setelah itu dilakukan proses granulasi.

(2) Granulasi

Dilakukan dengan cara basah atau kering,tergantung sifat bahan aktif dan petunjuk pembuatannya. Pada granulasi basah, campuran bahan pengisi dan bahan aktif yang telah homogen dalam alat Reynold Mixer atau Super Mixer (High Sheer Mixer). Campuran yang telah homogen kemudian dimasukkan ke dalam alat granulator (Rotatogrant atau Fitz Mill) yang dilengkapi pengayak/mesh nomor 12 dan mesh no 20.

(3) Pengeringan

Granul basah yang diperoleh kemudian di keringkan dalam lemari pengering (oven) atau Fluid bed dryer (FBD). Setelah pengeringan bagian pengawasan mutu akan melakukan pengecekan Loss on Drying (LOD) untuk mengetahui kadar air dari granul kering,jika terlalu basah akan menyebabkan granul susah mengalir/lengket, sedangkan bila terlalu kering akan menyebabkan capping/retak pada tablet. Granul yang telah dikeringkan diayak dengan ayakan ukuran tertentu, sehingga diperoleh ukuran granul yang seragam. Keseragaman granul diperlukan agar meminimalkan variasi bobot.

4) Lubrikasi

Granul yang telah diayak dicampur dengan pelincir, kemudian diaduk hingga homogen di dalam Drum rotator atau Double Cone Mixer, setelah itu granul siap dicetak menjadi tablet. 5) Pencetakan tablet

Pencetakan tablet dapat dilakukan dengan mesin pencetakan tablet Killian TX (single layer) atau pencetak tablet JCMCO ( double layer). Selama pencetakan, operator mesin melakukan pemeriksaan selama proses ( In-Process Control) secara berkala sesuai dengan prosedur tetap masing-masing pembuatan obat untuk menjamin keseragaman sifat produk dari waktu ke waktu, yaitu keseragaman bobot, ukuran (diameter dan tebal), kekerasaan, dan waktu hancur ( Disintegration Time). Tablet yang telah dicetak dilewatkan pada alat penyedot debu dengan maksud menghilangkan debu pelincir yang melekat dan alat metal detector (besi, tembaga, stainless stell).

(6) Treatment (perlakuan sebelum penyalutan) Proses Treatment/AVT ( Aceton Vaporation Treatment) adalah proses vakum dengan uap aseton, proses ini digunakan untuk produk tablet Iberet. Produk ini merupakan tablet double layer, di mana lapisan pertama mengandung zat besi dan lapisan kedua mengandung vitamin. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan profil bioavabilitas zat besi/iron sustained release menggunakan aseton sebagai bahan pengikat dengan alat gradumet chamber sehingga terbentuk lapisan-lapisan tipis besi pada tablet. Gradumet Chamber merupakan mesin treatment paten yang hanya digunakan dan dirancang oleh Abbott Laboratories.

(7) Penyalutan/Coating

Penyalutan tablet dilakukan dengan menggunakan film coating dengan pelarut air. Penyalutan tablet dapat dilakukan dengan menggunakan alat Accelacota 48 dan Accelacota 24. Tablet yang telah memenuhi persyaratan mutu dimasukkan ke dalam pan coating, dipanaskan pada suhu tertentu sesuai spesifikasi dan dengan putaran tertentu. Larutan penyalutan akan di semprotkan dengan tekanan dan kecepatan tertentu agar cairan yang keluar sehalus mungkin.

(8) Pengemasan primer

Proses terakhir adalah pengemasan primer dengan cara stripping maupun blistering. ii . Bagian produksi sediaan cair

(1) Sediaan cair steril

Untuk pembuatan sediaan cair oral steril dilakukan persiapan alat dan ruangan sehari sebelum proses produksi dilaksanakan dan peralatan yang digunakan dibersihkan dan disterilkan dengan menggunakan cairan antiseptik. Kemudian dilakukan uji mikrobiologi oleh petugas pengawasan mutu.

Bahan-bahan baku di bagian produksi ditimbang kembali untuk pemeriksaan ulang. Proses pembuatan sediaan cair (Pedialyte Solution) adalah sebagai berikut :

(a) Proses Mixing dan Filltering

Pencampuran bahan-bahan dilakukan dalam tangki ( Coumpound tank). Setelah proses pencampuran selesai, cairan dialirkan ke dalam tangki penampungan (holding tank) melalui 3 buah saringan, yaitu prefilter 10 m, 2 m dan 0,45 m. Sebelum dan sesudah penyaringan dengan penyaring bakteri dilakukan Bubble point test untuk mengetahui kebocoran pada penyaring bakteri.

(b) Proses Blow and Suck

Sebelum dilakukan pengisian, tutup botol yang akan digunakan dibersihkan agar terbebas dari debu. Proses ini dijalankan oleh mesin. Botol yang akan dibersihkan diletakkan dalam posisi terbalik, kemudian dibersihkan oleh mesin dengan cara ditiup dan disedot ( blow and suck) dengan menggunakan udara bertekanan 6-12 psi selama 5 detik. Kemudian operator mengambil untuk diletakkan ke conveyor yang dihubungkan langsung dengan mesin filling.

(c) Proses Filling

Proses pengisian larutan dilakukan dengan menggunakan alat Fillmatic Filling Machine. Selama proses pengisian petugas pengawasan mutu akan mengambil contoh dalam botol pada awal, pertengahan serta pada akhir proses pengisian.

(d) Proses Alumunium Sealing

Setelah proses pengisian selesai maka botol-botol yang telah berisi larutan akan ditutup dengan alumunium foil dan direkatkan dengan mesin aluminium heat sealing machine. Kemudian operator memeriksa apakah botol tadi bocor atau tidak satu persatu. Jika botol tidak bocor, botol keluar dari ruang produksi melalui conveyor diletakkan pada nampan (tray) yang terbuat dari stainless steel untuk selanjutnya dilakukan sterilisasi.

(e) Proses Sterilisasi

Jika pemeriksaaan memenuhi persyaratan, dilakukan proses sterilisasi dalam autoclave dengan suhu sterilisasi 114C -116C dan waktu sterilisasi 25 menit. Setelah proses sterilisasi selesai, petugas pengawasan mutu akan melakukan pemeriksaan pH, kadar, kejernihan dan sterilitas (uji mikrobiologis).

(f) Proses Capping/Pemberian

Tutup Botol Setelah proses sterilisasi, botol ditutup dengan Capping Machine.

(g) Proses Labeling

Botol-botol yang telah terisi dan ditutup, diberi label. Letak label yang ditempel harus diperhatikan Sediaan Cair Non Steril

(2) Sediaan Cair Non Steril

Proses pencampuran bahan dilakukan pada tangki pencampuran (compound tank). Setelah proses pencampuran selesai, cairan dialirkan ke dalam tangki penyimpanan (holding tank) melewati suatu saringan. Banyaknya penyaringan yang dilakukan tergantung dari jenis sediaan yang diproduksi, terakhir dilakukan proses pengisian larutan (filling) ke dalam botol. Sediaan cair non steril tidak melewati proses sterilisasi.

2) Finishing Process Sebelum proses pengemasan dilakukan, operator bagian pengemasan akan memeriksa kesiapan ruangan, jalur pengemasan serta alat-alat yang akan digunakan yang kemudian dicatat dalam catatan Clearance Check List. Bahan-bahan pengemas diambil dari gudang berdasarkan Finishing Order (FO) yang mencantumkan macam dan jumlah bahan pengemasKegiatan di bagian pengemasan meliputi :

a) Pengemasan primer

Pengemasan primer yaitu pengemasan produk ruahan sebagai bahan yang terbuka ke dalam wadah pertama (pengemas primer). Pengemasan primer dilakukan pada grey area. Pengemasan primer meliputi :

(1) Stripping dan Blistering Pengemasan ke dalam strip, dilakukan terhadap tablet dengan menggunakan alat Uhlmann deheutri Machine.

(2) Pengisian (filling)

Pengemasan primer pada produk sediaan cair serta ditutup dengan Capping M