presus final
TRANSCRIPT
-
7/24/2019 Presus Final
1/46
i
PRESENTASI KASUS
HIPERTENSI PRIMER GRADE I DAN OSTEOARTHRITIS
PADA WANITA LANSIA DENGAN STATUS GIZI OVERWEIGHT
DAN KEKHAWATIRAN AKAN KOMPLIKASI HIPERTENSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga
PUSKESMAS NGAMPILAN YOGYAKARTA
Disusun oleh
WORO NUGROHO
20100310103
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
-
7/24/2019 Presus Final
2/46
ii
HIPERTENSI PRIMER GRADE I DAN OSTEOARTHRITIS
PADA WANITA LANSIA DENGAN STATUS GIZI OVERWEIGHT
DAN KEKHAWATIRAN AKAN KOMPLIKASI HIPERTENSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga
di Puskesmas Ngampilan Yogyakarta
Disusun oleh :
Woro Nugroho
20100310103
Dipresentasikan pada
Hari, Tanggal : Rabu 10 Januari 2016
Tempat : Puskesmas Ngampilan Yogyakarta
Dokter Pembimbing Universitas Dokter Pembimbing Puskesmas
dr. Titik Hidayati, M.Kes. dr. Khairani Fitri
Mengetahui,
Kepala Puskesmas Ngampilan
dr. Dina Kartika Sari
-
7/24/2019 Presus Final
3/46
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus bagian
Ilmu Kedokteran Keluarga yang berjudul Hipertensi Primer Grade I dan
Osteoarthritis Pada Wanita Lansia dengan Status Gizi Overweight dan
Kekhawatiran Akan Komplikasi Hipertensi. Penulis menyadari selesainya
penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Dina Kartika Sari, selaku Kepala Puskesmas Ngampilan
2. dr. Khairani Fitri, selaku dokter pembimbing puskesmas
3. dr. Titiek Hidayati, M.Kes., selaku dosen pembimbing universitas
4. dr. Nur, dr. Anita, serta seluruh staf dan karyawan Puskesmas Ngampilan
5. Semua pihak yang telah mendukung penulisan laporan ini
Dalam penulisan laporan ini penulis masih memiliki banyak kekurangan.
Kritik dan saran sangat diharapkan untuk menyempurnakan laporan ini.
Yogyakarta, 10 Februari 2016
Penyusun
Woro Nugroho
-
7/24/2019 Presus Final
4/46
iv
DAFTAR ISI
PRESENTASI KASUS .......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5
A. Hipertensi .................................................................................................... 5
B. Oateoarthritis ........................................................................................... 10
BAB III ................................................................................................................. 21
PRESENTASI KASUS ....................................................................................... 21
A. Idenitas Pasien .......................................................................................... 21
B. Anamnesis ................................................................................................. 21
C. Pemeriksaan Fisik .................................................................................... 25
D. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 26
E. Home Visite ............................................................................................... 27
F. Diagnosis Klinis ........................................................................................ 31
G. Diagnosis Holistik ..................................................................................... 33
H. Penatalaksanaan ....................................................................................... 34
BAB IV ................................................................................................................. 36
PEMBAHASAN .................................................................................................. 36
A. Analisis Kasus ........................................................................................... 36
B. Penerapan Prinsip Kedokteran Keluarga ............................................. 36
-
7/24/2019 Presus Final
5/46
v
BAB V ................................................................................................................... 39
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 39
A. Kesimpulan ............................................................................................... 39
B. Saran ......................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 41
-
7/24/2019 Presus Final
6/46
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi
segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Terjadinya
transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi serta teknologi di
Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari
penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi degeneratif dan
man made disease yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan
mortalitas. Terjadinya perubahan social ekonomi, lingkungan dan struktur
penduduk saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya
merokok, kurangnya aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori serta
mengkonsumsi alkohol yang diduga merupakan faktor resiko PTM. Pada abak
ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insidensi dan pravelensi PTM secara
cepat, yang merupakan tantangan utama masalah kesehatan di masa yang akan
datang. WHO memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73%kematian dan 60% kesakitan di seluruh dunia. (Balitbangkes, 2006); (Bonita,
2001); (Syah, 2002); (WHO/SEARO, 2005)
Perpindahan pola penyakit tersebut menyebabkan meningkatnya
populasi masyarakat dengan usia lanjut yaitu masyarakat dengan usia diatas 50
tahun. Meningkatnya jumlah lansia (lanjut usia) berarti terjadi peningkatan
jumlah usia harapan hidup, akan tetapi bukan berarti bahwa seseorang dapat
berusia panjang tetapi dalam kesehariannya dia tidak dapat menikmati hidupnya
karena dia menderita suatu penyakit. Pada lansia sangat rentan kemungkinan
terjadi suatu masalah kesehatan karena seiring dengan bertambahnya usia
sehingga terjadi penurunan fungsi struktur tubuh dan daya tahan tubuh. Salah
satu jenis penyakit degeneratif yang banyak menyerang yaitu hipertensi dan
osteoarthritis.
-
7/24/2019 Presus Final
7/46
2
Hipertensi merupakansilent killeryang pravelensinya terus meningkat
dari tahun ke tahun. Menurut WHO dan The International Society of
Hypertension (ISH), saat ini terdapat 60 juta penderita hipertensi di seluruh
dunia dan 3 juta diantaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari sepuluh
penderitanya tidak mendapatkan terapi hipertensi yang adekuat. (WHO-ISH
Hypertension Guideline Committee, 2003)
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3%
penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004.
Kelompok kerja Serebrokardiovaskular FK UNPAD/RSHS tahun 1999,
menemukan pravelensi hipertensi sebesar 17,6% dan MONICA Jakarta tahun
2000 melaporkan pravelensi di daerah urban adlaah 31,7%. Sementara untuk
daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan pravelensi sebesar 38,7%.hasil
SKRT tahun 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskular
merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar
20-35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian
epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linier dengan
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. (Depkes RI, 2004); (B&B,
2001); (Setiawan, 2006)
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit persendian yang kasusnya
paling umum dijumpai secara global. Diketahui bahwa OA diderita oleh 151
juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara
(WHO, 2004). Prevalensi OA juga terus meningkat secara dramatis mengikuti
pertambahan usia penderita. Berdasarkan temuan radiologis, didapati bahwa
70% dari pasien yang berumur lebih dari 65 tahun menderita OA (Brooks,
1998). Prevalensi OA lutut pada pasien wanita berumur 75 tahun ke atas dapat
mencapai 35% dari jumlah kasus yang ada. Diperkirakan juga bahwa satu
sampai dua juta lanjut usia di Indonesia menjadi cacat karena OA (Soeroso,
2006).
-
7/24/2019 Presus Final
8/46
3
Prevalensi Osteoartritis lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi yaitu
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Di Kabupaten Malang dan
Kotamadya Malang ditemukan prevalensi sebesar 10 % dan 13,5%. Sedangkan
di Poliklinik Sub bagian Reumatologi FKUI/RSCM ditemukan pada 43,82%
dari seluruh penderita baru penyakit rematik yang berobat selama kurun waktu
1991-1994 (Isbagio, 2005).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang dapat dirumuskan
adalah: Bagaimana pendekatan ilmu kedokteran keluarga dalam menangani
pasien ini ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Presentasi Kasus ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat
mengikuti ujian kepaniteraan klinik program pendidikan profesi di bagian
Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Puskesmas Ngampilan
Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
Untuk memahami penyakit hipertensi dan osteoarthritis pada pasien
serta menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran keluarga dalam
mengatasi masalah penyakit dalam keluarga.
D. Manfaat Penulisan
Berikut adalah beberapa manfaat penulisan laporan kasus
kepaniteraan klinik ilmu kedokteran keluarga mengenai penyakit hipertensi:
1. Manfaat untuk puskesmas
Sebagai sarana kerja sama yang saling menguntungkan untuk dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapat
umpan balik dari hasil evaluasi dokter muda dalam rangka mengoptimalkan
peran puskesmas.
-
7/24/2019 Presus Final
9/46
4
2. Manfaat untuk mahasiswa
Sebagai sarana keterampilan dan pengalaman dalam upaya
pelayanan kesehatan dengan menerapkan prinsip kedokteran keluarga.
3. Manfaat untuk pasien
Pasien menjadi lebih semangat dan peduli dengan kondisi
kesehatannya karena tenaga kesehatan peduli akan kesehatannya dengan
mengunjungi rumahnya.
-
7/24/2019 Presus Final
10/46
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995).
Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi
dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien
beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling
sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau
minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan
sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang
sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report
of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi
derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M, 2006).
2. Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk
otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk
otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan
masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di
dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien
dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan
sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang
tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka
penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawati
-
7/24/2019 Presus Final
11/46
6
et al, 2007). Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak
dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita
yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case
finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat
terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.
Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka
prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan
Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6%
sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8%
(Wade, 2003).
3. Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan
pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus.
Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi
sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti
kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan
lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna
adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung
pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi
antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor
yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Yogiantoro M,
2006).
-
7/24/2019 Presus Final
12/46
7
4. Klasifikasi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-
rata dua kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.
Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal >120 160 >100
Sumber: WHO Regional 2005
5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme
(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi
pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis),
sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
-
7/24/2019 Presus Final
13/46
8
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap
perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler,
volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung,
elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi
esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan
garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan
gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari
hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten.
Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang
menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di
aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur
10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi
hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer
meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan
akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60
tahun(Menurut Sharma S et al, 2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).
6. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem
organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin
terjadi akibat hipertensi, yaitu:
-
7/24/2019 Presus Final
14/46
9
Sistem Organ Komplikasi Komplikasi Hipertensi
JantungGagal Jantung KongestifAngina Pectoris
Infark Miokard
Sistem Saraf Pusat Ensefalopati Hipertensi
Ginjal Gagal Ginjal Kronis
Mata Retinopati Hipertensi
Pembuluh Darah PeriferPenyakit Pembuluh Darah
PeriferSumber: Hoeymans N, 1999
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang
mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan
retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung
merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain
kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang
disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakankematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan
serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA)
(Anggreini AD et al, 2009).
7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah yatiu
-
7/24/2019 Presus Final
15/46
10
1. Terapi Non Farmakologis
a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh
terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan
sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.
b. Meningkatkan aktifitas fisik.
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50%
daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45
menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari
hipertensi.
c. Mengurangi asupan natrium.
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian
obat anti hipertensi oleh dokter.
d. Menurunkan konsumsi kafein dan alcohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara
konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan
risiko hipertensi.
2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC
VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron
antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium
antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI),
Angiotensin IIReceptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker
(ARB).
B. Osteoarthritis
1. Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang
melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga
menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi (CDC, 2014). Dalam
Perhimpunan Reumatologi Indonesia Osteoartritis secara sederhana
-
7/24/2019 Presus Final
16/46
11
didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi degeneratif yang terjadi karena
proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar sendi
tersebut (Hamijoyo, 2007). Sjamsuhidajat, dkk (2011) mendefinisikan OA
sebagai kelainan sendi kronik yang disebabkan karena ketidakseimbangan
sintesis dan degradasi pada sendi, matriks ekstraseluler, kondrosit serta
tulang subkondral pada usia tua (Sjamsuhidajat et.al, 2011).
2. Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA
primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang manapenyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit
sistemik, inflamasi ataupun perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA
sekunder merupakan OA yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti
penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat,
adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. OA primer lebih
banyak ditemukan daripada OA sekunder (Davey, 2006).
3.
Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyebab ketidakmampuan pada orang
Amerika dewasa. Prevalensi osteoartritis di Eropa dan America lebih besar
dari pada prevalensi di negara lainnya. The National Arthritis Data
Workgroup (NADW) memperkirakan penderita osteoartritis di Amerika
pada tahun 2005 sebanyak 27 juta yang terjadi pada usia 18 tahun keatas.
Data tahun 2007 hingga 2009 prevalensi naik sekitar 1 dari 5 atau 50 juta
jiwa yang didiagnosis dokter menderita osteoartritis (Murphy dan Helmick,2012). Estimasi insiden osteoartritis di Australia lebih besar pada wanita
dibandingkan pada laki-laki dari semua kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000
populasi dibanding 1,71 tiap 1000 populasi (Woolf dan Pfleger, 2003). Di
Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara dengan
epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa
yang menderita osteoartritis lutut (Fransen et. al, 2011). Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia
-
7/24/2019 Presus Final
17/46
12
15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan
prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi
terendah adalah Riau yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka
prevalensinya cukup tinggi yaitu sekitar 27% (Riskesdas, 2013). Sekitar
32,99% lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit degeneratif seperti asam
urat, rematik/radang sendi, darah tinggi, darah rendah, dan diabetes (Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2013). 56, 7% pasien di
poliklinik rheumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
didiagnosis menderita osteoartritis (Soenarto, 2010). Gejala OA lutut lebih
tinggi terjadi pada wanita dibanding pada laki-laki yaitu 13% pada wanita
dan 10% pada laki-laki. Murphy, et.al mengestimasikan risiko
perkembangan OA lutut sekitar 40% pada laki-laki dan 47% pada wanita.
Oliveria melaporkan rata-rata insiden OA panggul, lutut dan tangan sekitar
88, 240, 100/100.000 disetiap tahunnya. Insiden tersebut akan meningkat
pada usia 50 tahun keatas dan menurun pada usia 70 tahun (Zhang dan
Jordan, 2010). Studi kohort di Framingham, 6,8% orang berusia 26 tahun
ke atas memiliki gejala osteoartritis pada tangan dengan rata-rata laki-laki
3,8% dan wanita 9,2%. NADW memperkirakan 13 juta populasi di Amerika
yang berusia 26 tahun keatas memiliki gejala OA pada tangan, OA pada
lutut diperkirakan sebanyak 9,3 juta (4,9%) dan OA pada panggul sebanyak
6,7%. Johnston Country Osteoarthritis (JoCo OA) Project, sebuah studi
tentang OA pada lutut dan panggul 43,3% pasien mengeluhkan rasa nyeri
dan kekakuan pada sendi. Hal ini disebabkan penebalan pada kapsul sendi
dan perubahan bentuk pada osteofit (Murphy dan Helmick, 2012).
4. Patogenesis
OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang,
dan inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan
osteoarthritis:
-
7/24/2019 Presus Final
18/46
13
a. Fase inisiasi
Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya
melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi
dan memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan
membantu komunikasi antar sel, faktor tersebut seperti Insulin-like
growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor b
(TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor-faktor ini
menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo nukleat
(DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang
peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
b. Fase inflamasi
Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1 sehingga
meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang
mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-
(TNF-) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan
gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada osteoartritis. Produk
inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya pada
kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.
c. Fase nyeri
Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan
trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga
menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini
mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan
interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga
berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat
menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri
juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan
radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan
-
7/24/2019 Presus Final
19/46
14
vena intramedular akibat stasis vena pada pada proses remodelling
trabekula dan subkondrial.
d. Fase degradasi
IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu meningkatkan
sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag didalam
cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis,
material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi
sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang
khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga mempercepat
resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan sitokin
membawa pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA.
Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan
sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis (Sudoyo et.
al, 2007).
5. Manifestasi Klinis
OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA
dapat mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.
a. Nyeri
Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada
sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit,
distensi, instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen.
Nyeri terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih
parah hanya dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan
sakit, hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
b. Kekakuan sendi
Kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketika setelah
duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.
c. Krepitasi
Sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang sendi
rawan.
-
7/24/2019 Presus Final
20/46
15
d. Pembengkakan pada tulang
Biasa ditemukan terutama pada tangan sebagai nodus Heberden (karena
adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau nodus
Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal
(PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan
kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
e. Deformitas sendi
Pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan mengalami
pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut (Davey,
2006).
6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui pemeriksaan fisik
juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan pemeriksaan
laboratorium. Foto polos dapat digunakan untuk membantu penegakan
diagnosis OA walaupun sensivitasnya rendah terutama pada OA tahap awal.
USG juga menjadi pilihan untuk menegakkan diagnosis OA karena selain
murah, mudah diakses serta lebih aman dibanding sinar-X, CT-scan atau
MRI (Amoako dan Pujalte, 2014).
Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena
osteoartritis, seperti panggul, lutut, selain itu bahu, tangan, pergelangan
tangan, dan tulang belakang juga sering terkena. Gambaran radiologi OA
sebagai berikut:
a. Pembentukan osteofitPertumbuhan tulang baru (semacam taji) yang terbentuk di tepi sendi.
b. Penyempitan rongga sendi
Hilangnya kartilago akan menyebabkan penyempitan rongga sendi yang
tidak sama.
c. Badan yang longgar
Badan yang longgar terjadi akibat terpisahnya kartilago dengan osteofit.
-
7/24/2019 Presus Final
21/46
16
d. Kista subkondral dan sclerosis
Peningkatan densitas tulang di sekitar sendi yang terkena dengan
pembentukan kista degeneratif.
Bagian yang sering terkena OA:
a. Lutut
Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga
sendi.
Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang
utama, tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan
penyempitan paling dini.
b. Tulang belakang
Terjadi penyempitan rongga diskus.
Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara
vertebra yang berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan
pada akar syaraf atau kompresi medula spinalis.
Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal.
c. Panggul
Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan
yang terlalu berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral
dan asetabular.
Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA panggul yang
sudah berat.
d. Tangan
Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden ) (Patel, 2007).
-
7/24/2019 Presus Final
22/46
17
7. Klasifikasi
Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan
radiologis diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Grade 0
Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada radiologis.
b. Grade 1
Ragu-ragu, tanpa osteofit.
c. Grade 2
Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.
d. Grade 3
Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup besar.
e. Grade 4
Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang lebar
dengan sklerosis pada tulang subkondral.
American College of Rheumatology (1987) mendeskripsikan
kesehatan seseorang berdasarkan derajat keparahan. Antara lain sebagai
berikut:
a. Derajat 0
Tidak merasakan tanda dan gejala.
b. Derajat 1
Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat,
tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang
terkena osteoartritis.
c. Derajat 2
Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri hampir
selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan
bantuan dalam menaiki tangga, tidak mampu berjalanjauh, memerlukan
tenaga asisten dalam menyelesaikan pekerjaan rumah.
d. Derajat 3-4
Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi, kemungkinan terjadi
perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku sendi pada pagi
-
7/24/2019 Presus Final
23/46
18
hari, krepitus pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang
signifikan dalam beraktivitas (Woolf dan Pfleger, 2003).
8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan
gejala OA, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam
pergerakan sendi, serta memperlambat progresi osteoartritis. Spektrum
terapi yang diberikan meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi,
farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien,
pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus
mengurangi berat badan, jika memungkinkan tetap berolah raga (pilihan
olah raga yang ringan seperti bersepeda, berenang).
b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur,
transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA),latihan stimulasi otot, elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu
yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga
digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi
(Michael et. al, 2010).
d. Farmakoterapi
Analgesik / anti-inflammatory agents.
COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan
kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar
tidak menyebabkan toksisitas.
Glucocorticoids
Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan efusi
sendi akibat inflamasi.
-
7/24/2019 Presus Final
24/46
19
e. Pembedahan
Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan
rata infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke
dalam kelompok 1 debridemen artroskopi, kelompok 2 lavage
artroskopi, kelompok 3 merupakan kelompok plasebo hanya
dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan melakukan prosedur tersebut
didapatkan hasil yang signifikan pada kelompok 3 dari pada
kelompok 1 dan 2.
Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini
digunakan untuk mengurangi gejala osteofit pada kerusakan
meniskus.
Autologous chondrocyte transplatation (ACT)
Autologous osteochondral transplantation (OCT)
9. Faktor Resiko
a. Perbedaan ras
Perbedaan ras menunjukkan distribusi sendi OA yang terkena, misalnya
rata-rata wanita dengan Ras Afrika-Amerika terkena OA lutut lebih
tinggi daripada wanita ber ras Kaukasia. Ras Afrika hitam, China, dan
Asia-Hindia menunjukkan prevalensi OA panggul dari pada ras Eropa-
Kaukasia.
b. Usia
Gejala dan tanda pada radiologi OA lutut sangat banyak dideteksi
sebelum usia 40 tahun. Bertambahnya usia, insiden OA juga semakin
meningkat. Insiden meningkat tajam pada usia sekitar 55 tahun.
c. Faktor genetic
Faktor genetik merupakann faktor penting. Anak perempuan dengan ibu
yang memiliki OA berisiko lebih tinggi dari pada anak laki-laki karena
OA diwariskan diwariskan kepada anak perempuan secara dominan
sedangkan pada laki-laki diwariskan secara resesif. Selain itu genetik
menyumbang terjadinya OA pada tangan sebanyak 65%, OA panggul
-
7/24/2019 Presus Final
25/46
20
sebanyak 50%, OA lutut sebanyak 45%, dan 70% OA pada cervical dan
spina lumbar.
d. Obesitas
Obesitas merupakan faktor penting terkait perkembangan OA pada lutut
tetapi hubungan ini lebih kuat pada wanita. Risiko terjadinya OA dua
kali lebih besar pada orang dengan berat badan berlebih dari pada
kelompok orang dengan berat badan normal. Selain itu dilihat dari
perubahan radiologis, obesitas merupakan prediktor ketidakmampuan
yang progresif. Tetapi hubungan ini tidak jelas pada OA panggul dan
OA tangan.
e. Riwayat bedah lutut atau trauma
Trauma pada sendi merupakan faktor risiko berkembangnya penyakit
OA. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya kerusakan pada mayor
ligamen, tulang pada sekitar sendi tersebut. Trauma merupakan faktor
risiko pada OA lutut karena kerusakannya bisa menyebabkan perubahan
pada meniskus, atau ketidakseimbangan pada anterior ligamen krusial
dan ligamen kolateral.
f. Aktivitas berat yang berlangsung lama
Penggunaan sendi dalam aktivitas berat yang berlangsung lama menjadi
faktor risiko berkembangnya penyakit OA. Pekerjaan seperti kuli angkut
barang, memanjat menyebabkan peningkatan OA lutut, hal ini biasanya
terjadi pada laki-laki. Selain itu kebiasaan yang membungkuk terlalu
lama seperti petani, atau tukang cuci meningkatkan risiko terjadinya OA
panggul. Altet olahraga wanita ataupun lelaki menunjukkan faktor risiko
besar terjadinya OA lutut dan panggul (Sambrook et. al, 2005).
-
7/24/2019 Presus Final
26/46
21
BAB III
PRESENTASI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 75 tahun
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Ngampilan RT 04 RW 02
Tanggal Pemeriksaan : 4 Februari 2016
Tanggal Home Visite I : 6 Februari 2016
Tanggal Home Visite II : 7 Februari 2016
B. Anamnesis
1.
Keluhan Utama
Pasien datang ke Puskesmas Ngampilan untuk kontrol rutin hipertensi dan
Osteoarthritis.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan datang seorang diri ke Puskesmas Ngampilan
untuk kontrol rutin hipertensi dan Osteoarthritis. Pasien terdiagnosis
hipertensi sejak 1998 dan Osteoarthritis sejak 2002. Pasien terdiagnosis
hipertensi sejak 18 tahun lalu ketika ada pemeriksaan medis keliling gratis
di desanya dari puskesmas setempat. Pasien mengaku telah diberikan obat
dan edukasi tentang penyakitnya oleh petugas medis yang bertugas kala itu.
Awalnya pasien tidak percaya jika dirinya menderita hipertensi karena
selama ini dirasakan dirinya baik-baik saja tanpa ada keluhan. Pasien tidak
mengindahkan edukasi yang telah diberikan oleh petugas medis dan tidak
kontrol rutin untuk memeriksakan tekanan darahnya ke pusat layanan
primer. Setelah kurang lebih 5 tahun terakhir pasien baru menyadari jika apa
-
7/24/2019 Presus Final
27/46
22
yang dikatakan petugas medis kala itu benar. Pasien sudah mulai merasakan
gejala seperti nyeri pada kepala belakang yang terus-menerus dan semakin
memberat jika pasien sedang dalam masalah dan kelelahan. Pasien juga
merasakan pegal-pegal dan terasa seperti kesemutan pada anggota
geraknya. Sejak saat itu pasien mulai berobat rutin ke puskesmas untuk
memonitor tekanan darahnya karena pasien takut akan komplikasi dari
hipertensi. Kakak ketiga dan suaminya meninggal karena hipertensi yang
tidak terkontrol yang berimplikasi pada stroke dan gagal ginjal kronis. Hal
ini yang membuat pasien sadar untuk berobat rutin ke pusat layanan primer
terdekat.
Pasien terdiagnosis osteoarthritis sejak 13 tahun lalu. Saat ini pasien
merasakan nyeri pada kedua lututnya. Nyeri semakin memberat jika pasien
melipat lututnya dan menggerakkan kakinya dan nyeri sedikit berkurang
dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan bengkak dan kaku pada kedua
lututnya. Kaku ini muncul terutama pada pagi hari setelah pasien bangun
tidur dan menetap sekitar setengah jam.
3.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
Riwayat Penyakit Asma : disangkal
Riwayat Alergi Obat : disangkal
Riwayat Opname : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Diabetus Mellitus : disangkal
Riwayat Hipertensi : (+) kakak ketiga pasien
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Stroke : (+) kakak ketiga pasien
Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
Riwayat Penyakit Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
-
7/24/2019 Presus Final
28/46
23
5. Riwayat Personal Sosial
a. Pendidikan
Pasien merupakan lulusan SD dan tak melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Pasien memiliki tiga orang anak yang
merupakan lulusan SMP.
b. Pekerjaan
Saat ini pasien sudah tidak bekerja dan hanya dirumah mengurusi cucu
dan cicitnya.
c. Sosialisasi
Hubungan pasien dengan anak pertama dan ketiga baik, begitu pula
dengan cucu-cucu dan cicit-cicitnya. Pasien sering bertukar kabar
dengan anak keduanya yang berdomisili di Sumatra. Hubungan dengan
menantu pertama dan ketiga baik serta hubungan dengan tetangga
sekitar juga baik. Pasien cukup dikenal baik oleh tetangga sekitarnya.
d. Gaya Hidup
Sebelum terdiagnosis hipertensi dan osteoarthritis
Pola makan pasien kurang baik dan jarang melakukan aktivitas fisik
semasa sehat.
Setelah terdiagnosis hipertensi dan osteoarthritis
Pola makan sudah mulai teratur 2-3 kali sehari. Sudah mulai
mengurangi makanan berkadar garam dan MSG tinggi serta
mengurangi gorengan. Pasien selalu menyempatkan berjalan-jalan
di sekitar kampung setiap pagi selama 15 menit. Pasien juga
mengikuti kegiatan senam lansia di dusunnya 2 kali seminggu
selama 30-60 menit. Istirahat cukup dengan tidur selama 8 jam
sehari.
e. Pernikahan
Pasien menikah sejak tahun 1958 saat itu pasien berusia 18 tahun.
Selama 57 tahun usia pernikahannya pasien dikarunia 3 orang anak, 5
orang cucu dan 2 orang cicit.
-
7/24/2019 Presus Final
29/46
24
6. Review System
Sistem Neurologi : Tidak ada keluhan
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada keluhan
Sistem Urologi : Tidak ada keluhan.
Sistem Integumentum : Tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan.7. Anamnesis Illnes
a. Perasaan
Setelah terdiagnosis hipertensi dan osteoarthritis pasien menyesali
kehidupan masa mudanya yang kurang memperhatikan kesehatan
dirinya. Pasien juga khawatir dengan komplikasi dari penyakit yang
dideritanya karena suami dan kakak ketiganya meninggal karena
hipertensi yang tidak terkontrol dan berimplikasi pada gagal ginjal
kronik.
b. Ide
Menurut pasien hipertensi dan osteoarthritis muncul karena factor
psikis, depresi dan kelelahan fisik. Pasien juga kurang mengerti jika
penyakitnya ini tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol.
c. Harapan
Pasien berharap penyakitnya dapat segera disembuhkan dan terhindar
dari komplikasi penyakit yang dideritanya.
d. Efek terhadap fungsi social dan ekonomi
Hipertensi dan osteoarthritis sedikt banyak menggangu aktivitasnya
sehari-hari sehingga pasien tidak bebas untuk melakukan aktivitas
kesehariannya.
-
7/24/2019 Presus Final
30/46
25
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 147 cm
IMT : 25,45 (overweight)NHLBI Obesity Education
Initiative
Vital Sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Denyut nadi : 80 kali per menit
Respirasi : 20 kali per menit
Suhu : afebris
Kepala dan Leher
Kepala : Simetris, Mesocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Deformitas (-), Eritem (-), Discharge (-)
Mulut : Bibir tak tampak kering, Lidah Kotor (-)
Telinga : Simetris, Serumen (-)
Leher : JVP tidak meningkat
Thorax
Inspeksi : Simetris, Retraksi (-), Sikatrik(-)
Perkusi : Sonor
Palpasi : Ketinggalan Gerak (-), Vokal Fremitus DBN
Auskultasi : Cor S1-2 reguler, Pulmo: Vesikuler (+/+),
Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Tanggal 19/12/2015 3/1/2016 20/1/2016 4/2/2016
TD
(mmHg)150/90 140/80 160/90 130/80
-
7/24/2019 Presus Final
31/46
26
Abdomen
Inspeksi : Asites (-), Distensi (-)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri Tekan (-), Massa Teraba (-)
Auskultasi : Peristaltik (+)
Ekstrimitas
Superior Dextra
ROM dalam batas normal, tnada inflamasi (-), CRT 2 detik, akral
hangat (+), edema (-)
Superior Sinistra
ROM dalam batas normal, tnada inflamasi (-), CRT 2 detik, akral
hangat (+), edema (-)
Inferior Dextra
ROM terbatas, tanda inflamasi sendi lutut (+), edema sendi lutut (+),
krepitasi (+), nyeri gerak dan tekan (+), akral hangat (+)
Inferior Sinistra
ROM terbatas, tanda inflamasi sendi lutut (+), edema sendi lutut (+),
krepitasi (+), nyeri gerak dan tekan (+), akral hangat (+)
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
-
7/24/2019 Presus Final
32/46
27
E.
Home Visite
1. Denah rumah
2. Keadaan Rumah
a. Lokasi
Pasien tinggal di sebuah perkampungan yang padat penduduk yang
terletak Ngampilan RT 04 RW 02.
b. Kondisi rumah
Rumah pasien merupakan bangunan permanen dengan atap bangunan
dari asbes tak berlangit-langit.
c. Luas rumah
Ukuran rumah pasien sekitar 3x7 meter dengan jumlah penghuni 3
orang.
d. Lantai rumah
Lantai rumah dilapisi oleh semen tanpa keramik.
e. Pembagian kamar
Terdapat sebuah ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 kamar mandi dan 1 dapur.
f. Pencahayaan
Ruang
TamuKamar
Tidur
Kamar
Mandi
DapurU
-
7/24/2019 Presus Final
33/46
28
Cahaya yang masuk cukup, tidak terdapat jendelatetapi ada 2 pintu yang
selalu terbuka hingga petang, udara yang masuk dirasakan cukup. Pasien
jarang menyalakan lampu pada siang hari. Pencahayaan diukur dengan
cara manual yaitu pemeriksaan kemampuan membaca di dalam ruangan
tanpa menggunakan alat bantu penerangan. Terdapat 2 buah lampu yang
berwarna putih terang.
g. Kebersihan dan tata letak barang dalam ruangan
Ruangan dan kamar mandi nampak kurang bersih dan barang tampak
penuh.
h. Sanitasi dasar
Kebutuhan air sehari-hari terpenuhi dengan air sumur, jamban terletak
di dalam. Secara fisik air tidak berwarna, tidak berasa dan berbau.
3. Kondisi Pasien
Kunjungan ke rumah pasien dilakukan pada hari Sabtu tanggal 6 Februari
2016 sekitar pukul 12.00 WIB. Saat itu pasien sedang bersantai di ruang
tamu. Pasien mengatakan tidak ada keluhan terkait penyakitnya.
-
7/24/2019 Presus Final
34/46
29
4. Food Recall 24 jam
Data food recall pada hari sabtu 6 Februari 2016.
WaktuJenis
MakananBahan
Ukuran
KaloriURT
Berat
(gr)
Pagi
Teh Manis
The - - -
Air Putih - - -
Gula Pasir 2 sdm 26 100
Nasi Putih Nasi 1 gelas 200 350
Tahu
Goreng
Tahu 1 buah 110 75
Minyak 2 sdm - 3
Sayur SopKol - 100 25
wortel - 100 25
Siang
Air Putih - - -
Nasi Putih Nasi 1 gelas 200 350
Ca
Kangkung
Kangkung 2 ptg 100 25
Minyak 2 sdm - 3
Tempe
Goreng
Tempe 2 buah 50 75
Minyak 2 sdm - 3
Pisang Pisang - 300 100
Malam
Air Putih - - -
Nasi Putih Nasi gelas 100 175
Lele
Goreng
1 ikan 1 ptg 40 50
minyak 2 sdm - 3
Total
Kalori1362
Disesuaikan dengan kebutuhan kalori per hari pasien yaitu dengan rumus
BBI = (TB100 x 1 kg x 90%) = (147100 x 1 kg x 90%) = 46,3 BB ideal
pasien, kemudian:
Karena wanita maka BBI x 25 kal = 43,6 x 25 = 1.090
Koreksi karena lansia maka 1.090 x(-10%) = -109
Maka kebutuhan kalori per hari 1.090109 = 981 kal/hari
-
7/24/2019 Presus Final
35/46
30
5. Family Assesment Tools
a. Genogram
Keterangan
1. H : Hipertensi
2. OA : Osteoarthritis
3. CKD : Gagal Ginjal Kronik
4. : Laki-laki5. : Perempuan
6. : Tinggal Serumah
7. : Pasien
-
7/24/2019 Presus Final
36/46
31
b. Family Map
c. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah extended family (keluarga besar) yang
terdiri dari nenek dan cicit.
d. Family life cycle
Menurut Duvall (1967), Siklus keluarga ada pada tahap ke 7 (Parent
alone in a middle years) yaitu semua anak telah meninggalkan keluarga.
Cicit ke-1
Anak
ke-1
Cicit ke-2Pasien
Anak ke-3
Keterangan
: Fungsional
-
7/24/2019 Presus Final
37/46
32
e. Family APGAR
Kriteria PertanyaanHampir
Selalu
(2)
Kadang-
kadang
(1)
Tidak
Ada
(0)
Adaptation
Saya puas dengan keluarga saya
karena masing-masing anggota
keluarga sudah menjalankan
kewajuban sesuai dengan yang
seharusnya.
Partnership
Saya puas dengan keluarga saya
karena dapat membantu
memberikan solusi terhadap
permasalahan yang saya hadapi.
Growth
Saya puas dengan kebebasan
yang diberikan keluarga saya
untuk mengembangkan
kemampuan yang saya miliki.
Affection
Saya puas dengan kehangatan
atau kasih sayang yang
diberikan keluarga saya.
Resolve
Saya puas dengan waktu yangdisediakan keluarga untuk
menjalin kebersamaan.
TOTAL 10
Skor klasifikasi APGAR :
8-10 : Fungsi keluarga baik
4-7 : Disfungsi keluarga sedang
0-3 : Disfungsi keluarga berat
Dari tabel APGAR keluarga diatas total nilai skoringnya adalah 10, ini
menunjukan fungsi keluarga baik.
f. Family Life Line
Tahun Usia Life event Severity of Illness
1991 51 Suami Meninggal Stress Psikologis
1998 58 Terdiagnosis HT Stress Psikologis
2002 62 Terdiagnosis OA Stress Psikologis
-
7/24/2019 Presus Final
38/46
33
g. Family SCREEM
Aspek Sumber Daya Patologis
Social
Interaksi antar pasien
dengan ketiga anakn,
cucu, cicit dan tetangga
sekitar baik.
Sedikit waktu untuk
berkomunikasi dengan
anak-anaknya karena
kesibukan bekerja
Cultural
Pasien tidak percaya
mitos dan pasien berobat
rutin ke dokter.
Religious
Paien beragama Islam
dan pasien rajin pergi ke
masjid untuk
melaksanakan ibadah
solat serta pasien rutin
mengikuti pengajian.
Economy
Kebutuhan hidup pasien
dipenuhi oleh anak-
anaknya.
Education
Kesadaran pasien untuk
berobat baik
Pengetahuan pasien
mengenai penyakit yang
dideritanya masihkurang.
Medical
Akses ke pelayanan
kesehatan (PKM) cukup
dekat dan pasien sudah
memiliki jaminan
kesehatan.
F. Diagnosis Klinis
Hipertensi primer stage I
Osteoarthritis
G. Diagnosis Holistik
Hipertensi primer grade I dan osteoarthritis pada wanita lansia dengan status
gizi overweightkekhawatiran akan komplikasi hipertensi.
-
7/24/2019 Presus Final
39/46
34
H. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
R/ Amlodipin mg 5 No. X
S 1 dd tab 1
R/ Paracetamol mg 500 No. XV
S 3 dd tab 1
R/ Bioneuron No. V
S 1 dd tab 1
2. Non Farmakologis
Edukasi
a. Memberikan pemahaman kepada pasien bahwa hipertensi tidak dapat
disembuhkan namun dapat dikontrol.
b. Modifikasi gaya hidup sehat serta memberikan daftar diet makanan yang
perlu dihindari dan menerapkan pola makan prinsip DABH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension).
c. Mempertahankan aktivitas fisik dan istirahat cukup yang sudah
dilakukan selama ini serta memakan elastic verban.
d. Pengawasan tekanan darah dengan berat badan dengan control tiap 2
minggu sekali.
e. Konseling CEA untuk mengawasi kepatuhan berobat dan pengetahuan
yang kurang tentang penyakit hipertensi dan osteoarthritis.
Terapi Fisik
a. Dianjurkan bagi pasien untuk mempertahankan senam lansia yang
sudah dijalani dan menghidari aktivitas atau olahraga yang memperberatkerja sendi lutut seperti jalan-jalan disekitar kampung dan jogging.
b. Dianjurkan untuk pasien melakukan latihan peregangan otot paha
seperti melakukan senam lantai 3 kali dalam seminggu dimana pasien
mengambil posisi telentang sambil meregangkan lututnya yang
diharapkan dapat membantu dalam peningkatan fungsi sendi secara
keseluruhan dan mengurangi rasa nyeri.
-
7/24/2019 Presus Final
40/46
35
Diet
a. Disarankan untuk mengurangi berat badan dan mengatur diet rendah
kalori sampai mendekati berat badan ideal yang prinsipnya mengurangi
kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan.
-
7/24/2019 Presus Final
41/46
36
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analis Kasus
Diagnosis klinis pada pasien adalah hipertensi primer grade I dan
osteoarthritis. Diagnosis tersebut didapatkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang mengarah pada hipertensi primer grade I dan
osteoarthritis. Berdasarkan anamnesis pasien terdiagnosis hipertensi sejak tahun
1998 dan osteoarthritis sejak tahun 2002. Pasien selalu datang dua minggu
sekali ke puskesmas untuk kontrol hipertensi dan osteoarthritis dan mengaku
meminum obat dengan rutin dan teratur.
B. Penerapan Prinsip Kedokteran Keluarga
1. Primary Care
Prinsip ini sudah diterapkan pada pasien ini, dimana pasien datang periksa
ke pelayanan primer terlebih dahulu yaitu ke puskesmas untuk
memeriksakan dan kontrol rutin hipertensi dan osteoarthritis.
2. Personal Care
Pelayanan yang diberikan memberikan kenyamanan kepada pasien,
sehingga pasien menceritakan masalah dan kekhawatirannya untuk
penanganan lebih lanjut.
3. Holistik Care
Saat menegakkan diagnosis, pasien pada kasus ini dilihat tidak hanya dari
segi klinisnya saja tetapi juga menanyakan dari segi psikis, adakah masalah
atau beban pikiran yang mempengaruhi perjalanan penyakit pasien dengan
anamnesis pasien dan keluarganya serta melihat langsung ke kediaman
pasien (home visite) untuk menggali faktor-faktor lain yang mempengaruhi
penyakitnya termasuk lingkungan tempat tinggalnya.
-
7/24/2019 Presus Final
42/46
37
4. Comprehensive care
Dalam menangani kasus pada pasien ini, dilakukan penatalaksanaan secara
menyeluruh, yaitu :
Promotif
a. Edukasi bahwa hipertensi dan osteoarthritis adalah penyakit kronis
yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan dengan
kontrol rutin ke puskesmas.
b. Edukasi tentang pentingnya modifikasi gaya hidup untuk
mempertahankan atau meningkatkan kegiatan fisik yang sudah
dilakukan agar penyakitnya tidak menjadi lebih buruk.
c. Edukasi untuk menerapkan pola makan prinsip DABH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension)dan memberikan daftar makanan
yang perlu dihindari.
d. Edukasi untuk bercerita tentang masalah yang dihadapai kepada
keluarga karena tingkat stressor yang tinggi dapat memicu
peningkatan tekanan darah.
Preventif
a. Kontrol tekanan darah minimal dua minggu sekali serta minum obat
dengan teratur.
b. Diit rendah garam dengan mengurangi pemakaian garam dalam
memasak.
c. Mempertahankan intensitas senam lansia yang sudah dilakukan.
Kuratif
a. Kombinasi dari golongan ACE Inhibitor, Diuretik Thiazid atau
Calsium Canal Bloker (CCB).
b. Diit rendah garam.
c. Datang ke pusat pelayanan kesehatan terdekat jika dirasakan
keluhan.
d. Minum obat secara teratur.
Rehabilitatif
Belum diperlukan
-
7/24/2019 Presus Final
43/46
38
Paliatif
Belum diperlukan
Continuing care
Memonitor keadaan pasien secara berkala di puskesmas, dengan
mengecek kepatuhan minum obat dan tanda-tanda munculnya
komplikasi.
5. Emphasis on Preventive Medicine
Penekanan pada usaha pencegahan penyakit berkembang menjadi lebih baik
dengan edukasi pemahaman penyakit dan modifikasi gaya hidup pada
pasien.
6. Patient-centered Care, Family Focused and Community-oriented Care
Pada kasus ini telah dilakukan eksplorasi mengenai aspek disease dan
illness dari pasien ini, yaitu Hipertensi Primer Grade I dan Osteoarthtritis.
Tetapi pemahaman pasien mengenai penyakit tersebut masih kurang
sehinga pasien merasakan kecemasan akan penyakitnya.
7. Collaborative Care
Pada pasien ini dapat dilakukan kolaborasi dengan bidang lain seperti ahli
gizi untuk mengatur pola makan dan juga psikolog untuk membantu
mengobati kecemasan pasien.
-
7/24/2019 Presus Final
44/46
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil laporan kasus, analisis catatan medis, dan kunjungan
rumah dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosis pasien yaitu Hipertensi primer
grade I dan Osteoarthritis pada wanita lansia dengan kekhawatiran akan
komplikasi hipertensi.
1. Penyakit hipertensi dan osteoarthritis yang dialami oleh pasien dapat
mengganggu aktivitas pasien.
2. Hipertensi pada pasien ini kemungkinan didapatkan dari faktor genetik
dan pola hidup yang kurang sehat dimasa lalu.
3. Dokter keluarga melalui puskesmas dapat menjadi salah satu bagian yang
berperan dalam menangani kasus diabetes secara holistik, mulai dari
promotif, preventif dan kuratif serta dalam memantau hasil terapi.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
a.Berusaha lebih memperdalam dan menerapkan ilmu-ilmu kedokteran
keluarga dalam menganalisis pasien maupun keluarga pasien.
b.Meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan tugas sebagai
pengalaman sebelum terjun secara langsung ke dalam masyarakat.
2. Bagi puskesmas
a. Terus melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara
menyeluruh dengan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
b. Terus melakukan kerjasama dalam bidang pendidikan ilmu kesehatan
dengan instansi-instansi pendidikan agar terdapat kerja sama yang
saling menguntungkan kedua belah pihak.
3. Bagi pasien
a. Menjalankan protap makanan keluarga seperti menjalankan daftar diit
makanan yang perlu dihindari dan menerapkan pola makan seperti
mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran dan makanan rendah lemak.
-
7/24/2019 Presus Final
45/46
40
b. Diit rendah garam.
c. Mempertahankan intensitas senam lansia yang sudah dijalani.
-
7/24/2019 Presus Final
46/46
DAFTAR PUSTAKA
American Geriatric Society. (2001). Exercise Prescription for Older Adult with
Osteoarthritis Pain: Consencus Practice Recommendation. JAGS; 49:808-
23.
Arif, M. (2001).Nefrologi dan Hipertensi dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
B, B. (2001). Age, Body Posture, Daily Working Load Past Antihypertensive
Drugs and Risk of Hypertension. Med J Indon, 10(1): 29-33.
Balibangkes. (2006). Operational Study an Integrated Community-Based
Communicable Disease in Depok-Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. (2004). Survei Kesehatan Nasional.Laporan Depkes
RI.
Deyle, G.D., Handerson, N.E., & Matakel, R.L. (2000). Effectiveness of Manual
Physical Therapy and Exercise in Osteoarthritis of the Knee. A Randomize
Controlled Trial. Ann Intern Med, 132:178-81.
DiNubile, N.A. (1997). Osteoarthritis: How to make Exercise Part of Your
Treatment Plan. The Physician and Sportmedicine, Vol. 25 No. 7:1-10.
Felson, D.T., Zhang, Y., & Hannan, M.T. (1995). The Incidence and Natural
History of Knee Osteoarthtritis in the elderly: the Framingham
Osteoarthtritis Study. Arthtritis Reum; 38:1500-5.
Fitzgerald, G.K. (2004). Role of Physician Therapy in Management of Knee
Osteoarthritis. Cuur Opin Rheumatol; 16:143-7.
Kelley, M.T. (2006). Nonsurgical Management of Osteoarthtritis of the Knee.
JAAPA; 19,1;26-33.
Setiawan, Z. (2006). Karakteristik Sosiodemografi Sebagai Faktor Resiko
Hipertensi Studi Ekologi di Pulau Jawa Tahun 2004. Studi EpidemiologiFKM-UI.
Syah, B. (2002). Non-Communicable Disease Surveillance and Prevention in
South-East Asia Region. New Delhi: WHO-SEARO.
WHO/SEARO. (2005).Surveillance of Major Non-Communicable in South-East
Asia Regiont. Geneva: WHO.
WHO-ISH Hypertension Guideline Committee . (2003). Guideline of Management
of Hypertension. J Hypertension, 289;(19):2560-72.