presus final

Upload: woro-nugroho

Post on 23-Feb-2018

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Presus Final

    1/46

    i

    PRESENTASI KASUS

    HIPERTENSI PRIMER GRADE I DAN OSTEOARTHRITIS

    PADA WANITA LANSIA DENGAN STATUS GIZI OVERWEIGHT

    DAN KEKHAWATIRAN AKAN KOMPLIKASI HIPERTENSI

    Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

    Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga

    PUSKESMAS NGAMPILAN YOGYAKARTA

    Disusun oleh

    WORO NUGROHO

    20100310103

    BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

    2016

    LEMBAR PENGESAHAN

  • 7/24/2019 Presus Final

    2/46

    ii

    HIPERTENSI PRIMER GRADE I DAN OSTEOARTHRITIS

    PADA WANITA LANSIA DENGAN STATUS GIZI OVERWEIGHT

    DAN KEKHAWATIRAN AKAN KOMPLIKASI HIPERTENSI

    Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

    Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga

    di Puskesmas Ngampilan Yogyakarta

    Disusun oleh :

    Woro Nugroho

    20100310103

    Dipresentasikan pada

    Hari, Tanggal : Rabu 10 Januari 2016

    Tempat : Puskesmas Ngampilan Yogyakarta

    Dokter Pembimbing Universitas Dokter Pembimbing Puskesmas

    dr. Titik Hidayati, M.Kes. dr. Khairani Fitri

    Mengetahui,

    Kepala Puskesmas Ngampilan

    dr. Dina Kartika Sari

  • 7/24/2019 Presus Final

    3/46

    iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia

    dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus bagian

    Ilmu Kedokteran Keluarga yang berjudul Hipertensi Primer Grade I dan

    Osteoarthritis Pada Wanita Lansia dengan Status Gizi Overweight dan

    Kekhawatiran Akan Komplikasi Hipertensi. Penulis menyadari selesainya

    penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis

    menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

    1. dr. Dina Kartika Sari, selaku Kepala Puskesmas Ngampilan

    2. dr. Khairani Fitri, selaku dokter pembimbing puskesmas

    3. dr. Titiek Hidayati, M.Kes., selaku dosen pembimbing universitas

    4. dr. Nur, dr. Anita, serta seluruh staf dan karyawan Puskesmas Ngampilan

    5. Semua pihak yang telah mendukung penulisan laporan ini

    Dalam penulisan laporan ini penulis masih memiliki banyak kekurangan.

    Kritik dan saran sangat diharapkan untuk menyempurnakan laporan ini.

    Yogyakarta, 10 Februari 2016

    Penyusun

    Woro Nugroho

  • 7/24/2019 Presus Final

    4/46

    iv

    DAFTAR ISI

    PRESENTASI KASUS .......................................................................................... i

    LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

    BAB I ...................................................................................................................... 1

    PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

    A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3

    C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 3

    D. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 3

    BAB II .................................................................................................................... 5

    TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5

    A. Hipertensi .................................................................................................... 5

    B. Oateoarthritis ........................................................................................... 10

    BAB III ................................................................................................................. 21

    PRESENTASI KASUS ....................................................................................... 21

    A. Idenitas Pasien .......................................................................................... 21

    B. Anamnesis ................................................................................................. 21

    C. Pemeriksaan Fisik .................................................................................... 25

    D. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 26

    E. Home Visite ............................................................................................... 27

    F. Diagnosis Klinis ........................................................................................ 31

    G. Diagnosis Holistik ..................................................................................... 33

    H. Penatalaksanaan ....................................................................................... 34

    BAB IV ................................................................................................................. 36

    PEMBAHASAN .................................................................................................. 36

    A. Analisis Kasus ........................................................................................... 36

    B. Penerapan Prinsip Kedokteran Keluarga ............................................. 36

  • 7/24/2019 Presus Final

    5/46

    v

    BAB V ................................................................................................................... 39

    KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 39

    A. Kesimpulan ............................................................................................... 39

    B. Saran ......................................................................................................... 39

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 41

  • 7/24/2019 Presus Final

    6/46

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi

    segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Terjadinya

    transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi serta teknologi di

    Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari

    penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi degeneratif dan

    man made disease yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan

    mortalitas. Terjadinya perubahan social ekonomi, lingkungan dan struktur

    penduduk saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya

    merokok, kurangnya aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori serta

    mengkonsumsi alkohol yang diduga merupakan faktor resiko PTM. Pada abak

    ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insidensi dan pravelensi PTM secara

    cepat, yang merupakan tantangan utama masalah kesehatan di masa yang akan

    datang. WHO memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73%kematian dan 60% kesakitan di seluruh dunia. (Balitbangkes, 2006); (Bonita,

    2001); (Syah, 2002); (WHO/SEARO, 2005)

    Perpindahan pola penyakit tersebut menyebabkan meningkatnya

    populasi masyarakat dengan usia lanjut yaitu masyarakat dengan usia diatas 50

    tahun. Meningkatnya jumlah lansia (lanjut usia) berarti terjadi peningkatan

    jumlah usia harapan hidup, akan tetapi bukan berarti bahwa seseorang dapat

    berusia panjang tetapi dalam kesehariannya dia tidak dapat menikmati hidupnya

    karena dia menderita suatu penyakit. Pada lansia sangat rentan kemungkinan

    terjadi suatu masalah kesehatan karena seiring dengan bertambahnya usia

    sehingga terjadi penurunan fungsi struktur tubuh dan daya tahan tubuh. Salah

    satu jenis penyakit degeneratif yang banyak menyerang yaitu hipertensi dan

    osteoarthritis.

  • 7/24/2019 Presus Final

    7/46

    2

    Hipertensi merupakansilent killeryang pravelensinya terus meningkat

    dari tahun ke tahun. Menurut WHO dan The International Society of

    Hypertension (ISH), saat ini terdapat 60 juta penderita hipertensi di seluruh

    dunia dan 3 juta diantaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari sepuluh

    penderitanya tidak mendapatkan terapi hipertensi yang adekuat. (WHO-ISH

    Hypertension Guideline Committee, 2003)

    Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil survei

    Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3%

    penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004.

    Kelompok kerja Serebrokardiovaskular FK UNPAD/RSHS tahun 1999,

    menemukan pravelensi hipertensi sebesar 17,6% dan MONICA Jakarta tahun

    2000 melaporkan pravelensi di daerah urban adlaah 31,7%. Sementara untuk

    daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan pravelensi sebesar 38,7%.hasil

    SKRT tahun 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskular

    merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar

    20-35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian

    epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linier dengan

    morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. (Depkes RI, 2004); (B&B,

    2001); (Setiawan, 2006)

    Osteoartritis (OA) merupakan penyakit persendian yang kasusnya

    paling umum dijumpai secara global. Diketahui bahwa OA diderita oleh 151

    juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara

    (WHO, 2004). Prevalensi OA juga terus meningkat secara dramatis mengikuti

    pertambahan usia penderita. Berdasarkan temuan radiologis, didapati bahwa

    70% dari pasien yang berumur lebih dari 65 tahun menderita OA (Brooks,

    1998). Prevalensi OA lutut pada pasien wanita berumur 75 tahun ke atas dapat

    mencapai 35% dari jumlah kasus yang ada. Diperkirakan juga bahwa satu

    sampai dua juta lanjut usia di Indonesia menjadi cacat karena OA (Soeroso,

    2006).

  • 7/24/2019 Presus Final

    8/46

    3

    Prevalensi Osteoartritis lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi yaitu

    mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Di Kabupaten Malang dan

    Kotamadya Malang ditemukan prevalensi sebesar 10 % dan 13,5%. Sedangkan

    di Poliklinik Sub bagian Reumatologi FKUI/RSCM ditemukan pada 43,82%

    dari seluruh penderita baru penyakit rematik yang berobat selama kurun waktu

    1991-1994 (Isbagio, 2005).

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang dapat dirumuskan

    adalah: Bagaimana pendekatan ilmu kedokteran keluarga dalam menangani

    pasien ini ?

    C. Tujuan Penulisan

    1. Tujuan umum

    Presentasi Kasus ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat

    mengikuti ujian kepaniteraan klinik program pendidikan profesi di bagian

    Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Puskesmas Ngampilan

    Yogyakarta.

    2. Tujuan khusus

    Untuk memahami penyakit hipertensi dan osteoarthritis pada pasien

    serta menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran keluarga dalam

    mengatasi masalah penyakit dalam keluarga.

    D. Manfaat Penulisan

    Berikut adalah beberapa manfaat penulisan laporan kasus

    kepaniteraan klinik ilmu kedokteran keluarga mengenai penyakit hipertensi:

    1. Manfaat untuk puskesmas

    Sebagai sarana kerja sama yang saling menguntungkan untuk dapat

    meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapat

    umpan balik dari hasil evaluasi dokter muda dalam rangka mengoptimalkan

    peran puskesmas.

  • 7/24/2019 Presus Final

    9/46

    4

    2. Manfaat untuk mahasiswa

    Sebagai sarana keterampilan dan pengalaman dalam upaya

    pelayanan kesehatan dengan menerapkan prinsip kedokteran keluarga.

    3. Manfaat untuk pasien

    Pasien menjadi lebih semangat dan peduli dengan kondisi

    kesehatannya karena tenaga kesehatan peduli akan kesehatannya dengan

    mengunjungi rumahnya.

  • 7/24/2019 Presus Final

    10/46

    5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Hipertensi

    1. Definisi

    Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140

    mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995).

    Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi

    dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien

    beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling

    sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau

    minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan

    sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah

    hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang

    sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report

    of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and

    Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada

    orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi

    derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M, 2006).

    2. Epidemiologi

    Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang

    memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk

    otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk

    otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan

    masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di

    dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien

    dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan

    sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang

    tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan

    menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka

    penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawati

  • 7/24/2019 Presus Final

    11/46

    6

    et al, 2007). Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak

    dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita

    yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case

    finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat

    terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.

    Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka

    prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan

    Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6%

    sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8%

    (Wade, 2003).

    3. Etiologi

    Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan

    pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus.

    Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi

    sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti

    kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan

    lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna

    adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung

    pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan

    yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi

    antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor

    yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Yogiantoro M,

    2006).

  • 7/24/2019 Presus Final

    12/46

    7

    4. Klasifikasi

    Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-

    rata dua kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.

    Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

    Normal >120 160 >100

    Sumber: WHO Regional 2005

    5. Patofisiologi

    Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya

    angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme

    (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan

    darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah

    menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I

    diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan

    kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi

    pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa

    haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada

    ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya

    ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis),

    sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk

    mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan

    cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah

    meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

    Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks

    adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan

    penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,

    aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

    mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan

  • 7/24/2019 Presus Final

    13/46

    8

    diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler

    yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

    Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat

    komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap

    perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler,

    volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung,

    elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi

    esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan

    garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan

    gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari

    hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten.

    Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang

    menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di

    aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

    Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur

    10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi

    hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer

    meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan

    akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60

    tahun(Menurut Sharma S et al, 2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).

    6. Komplikasi

    Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit

    jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit

    ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem

    organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.

    Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin

    terjadi akibat hipertensi, yaitu:

  • 7/24/2019 Presus Final

    14/46

    9

    Sistem Organ Komplikasi Komplikasi Hipertensi

    JantungGagal Jantung KongestifAngina Pectoris

    Infark Miokard

    Sistem Saraf Pusat Ensefalopati Hipertensi

    Ginjal Gagal Ginjal Kronis

    Mata Retinopati Hipertensi

    Pembuluh Darah PeriferPenyakit Pembuluh Darah

    PeriferSumber: Hoeymans N, 1999

    Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang

    mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan

    retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung

    merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain

    kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang

    disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakankematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan

    serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA)

    (Anggreini AD et al, 2009).

    7. Penatalaksanaan

    Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

    1. Target tekanan darah yatiu

  • 7/24/2019 Presus Final

    15/46

    10

    1. Terapi Non Farmakologis

    a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.

    Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh

    terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan

    sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.

    b. Meningkatkan aktifitas fisik.

    Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50%

    daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45

    menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari

    hipertensi.

    c. Mengurangi asupan natrium.

    Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian

    obat anti hipertensi oleh dokter.

    d. Menurunkan konsumsi kafein dan alcohol

    Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga

    mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara

    konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan

    risiko hipertensi.

    2. Terapi Farmakologis

    Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC

    VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron

    antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium

    antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI),

    Angiotensin IIReceptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker

    (ARB).

    B. Osteoarthritis

    1. Definisi

    Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang

    melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga

    menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi (CDC, 2014). Dalam

    Perhimpunan Reumatologi Indonesia Osteoartritis secara sederhana

  • 7/24/2019 Presus Final

    16/46

    11

    didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi degeneratif yang terjadi karena

    proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar sendi

    tersebut (Hamijoyo, 2007). Sjamsuhidajat, dkk (2011) mendefinisikan OA

    sebagai kelainan sendi kronik yang disebabkan karena ketidakseimbangan

    sintesis dan degradasi pada sendi, matriks ekstraseluler, kondrosit serta

    tulang subkondral pada usia tua (Sjamsuhidajat et.al, 2011).

    2. Etiologi

    Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA

    primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang manapenyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit

    sistemik, inflamasi ataupun perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA

    sekunder merupakan OA yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti

    penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat,

    adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. OA primer lebih

    banyak ditemukan daripada OA sekunder (Davey, 2006).

    3.

    Epidemiologi

    Osteoartritis merupakan penyebab ketidakmampuan pada orang

    Amerika dewasa. Prevalensi osteoartritis di Eropa dan America lebih besar

    dari pada prevalensi di negara lainnya. The National Arthritis Data

    Workgroup (NADW) memperkirakan penderita osteoartritis di Amerika

    pada tahun 2005 sebanyak 27 juta yang terjadi pada usia 18 tahun keatas.

    Data tahun 2007 hingga 2009 prevalensi naik sekitar 1 dari 5 atau 50 juta

    jiwa yang didiagnosis dokter menderita osteoartritis (Murphy dan Helmick,2012). Estimasi insiden osteoartritis di Australia lebih besar pada wanita

    dibandingkan pada laki-laki dari semua kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000

    populasi dibanding 1,71 tiap 1000 populasi (Woolf dan Pfleger, 2003). Di

    Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara dengan

    epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa

    yang menderita osteoartritis lutut (Fransen et. al, 2011). Data Riset

    Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia

  • 7/24/2019 Presus Final

    17/46

    12

    15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%.

    Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan

    prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi

    terendah adalah Riau yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka

    prevalensinya cukup tinggi yaitu sekitar 27% (Riskesdas, 2013). Sekitar

    32,99% lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit degeneratif seperti asam

    urat, rematik/radang sendi, darah tinggi, darah rendah, dan diabetes (Pusat

    Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2013). 56, 7% pasien di

    poliklinik rheumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

    didiagnosis menderita osteoartritis (Soenarto, 2010). Gejala OA lutut lebih

    tinggi terjadi pada wanita dibanding pada laki-laki yaitu 13% pada wanita

    dan 10% pada laki-laki. Murphy, et.al mengestimasikan risiko

    perkembangan OA lutut sekitar 40% pada laki-laki dan 47% pada wanita.

    Oliveria melaporkan rata-rata insiden OA panggul, lutut dan tangan sekitar

    88, 240, 100/100.000 disetiap tahunnya. Insiden tersebut akan meningkat

    pada usia 50 tahun keatas dan menurun pada usia 70 tahun (Zhang dan

    Jordan, 2010). Studi kohort di Framingham, 6,8% orang berusia 26 tahun

    ke atas memiliki gejala osteoartritis pada tangan dengan rata-rata laki-laki

    3,8% dan wanita 9,2%. NADW memperkirakan 13 juta populasi di Amerika

    yang berusia 26 tahun keatas memiliki gejala OA pada tangan, OA pada

    lutut diperkirakan sebanyak 9,3 juta (4,9%) dan OA pada panggul sebanyak

    6,7%. Johnston Country Osteoarthritis (JoCo OA) Project, sebuah studi

    tentang OA pada lutut dan panggul 43,3% pasien mengeluhkan rasa nyeri

    dan kekakuan pada sendi. Hal ini disebabkan penebalan pada kapsul sendi

    dan perubahan bentuk pada osteofit (Murphy dan Helmick, 2012).

    4. Patogenesis

    OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang,

    dan inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan

    osteoarthritis:

  • 7/24/2019 Presus Final

    18/46

    13

    a. Fase inisiasi

    Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya

    melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi

    dan memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor

    pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan

    membantu komunikasi antar sel, faktor tersebut seperti Insulin-like

    growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor b

    (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor-faktor ini

    menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo nukleat

    (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang

    peran penting dalam perbaikan rawan sendi.

    b. Fase inflamasi

    Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1 sehingga

    meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang

    mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-

    (TNF-) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan

    gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada osteoartritis. Produk

    inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya pada

    kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.

    c. Fase nyeri

    Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan

    penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan

    trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga

    menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini

    mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan

    interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga

    berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat

    menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri

    juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan

    radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan

  • 7/24/2019 Presus Final

    19/46

    14

    vena intramedular akibat stasis vena pada pada proses remodelling

    trabekula dan subkondrial.

    d. Fase degradasi

    IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu meningkatkan

    sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag didalam

    cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis,

    material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi

    sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang

    khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga mempercepat

    resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan sitokin

    membawa pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA.

    Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan

    sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis (Sudoyo et.

    al, 2007).

    5. Manifestasi Klinis

    OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA

    dapat mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.

    a. Nyeri

    Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada

    sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit,

    distensi, instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen.

    Nyeri terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih

    parah hanya dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan

    sakit, hal ini bisa berkurang dengan istirahat.

    b. Kekakuan sendi

    Kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketika setelah

    duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.

    c. Krepitasi

    Sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang sendi

    rawan.

  • 7/24/2019 Presus Final

    20/46

    15

    d. Pembengkakan pada tulang

    Biasa ditemukan terutama pada tangan sebagai nodus Heberden (karena

    adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau nodus

    Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal

    (PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan

    kemampuan pergerakan sendi yang progresif.

    e. Deformitas sendi

    Pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan mengalami

    pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut (Davey,

    2006).

    6. Pemeriksaan Penunjang

    Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui pemeriksaan fisik

    juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan pemeriksaan

    laboratorium. Foto polos dapat digunakan untuk membantu penegakan

    diagnosis OA walaupun sensivitasnya rendah terutama pada OA tahap awal.

    USG juga menjadi pilihan untuk menegakkan diagnosis OA karena selain

    murah, mudah diakses serta lebih aman dibanding sinar-X, CT-scan atau

    MRI (Amoako dan Pujalte, 2014).

    Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena

    osteoartritis, seperti panggul, lutut, selain itu bahu, tangan, pergelangan

    tangan, dan tulang belakang juga sering terkena. Gambaran radiologi OA

    sebagai berikut:

    a. Pembentukan osteofitPertumbuhan tulang baru (semacam taji) yang terbentuk di tepi sendi.

    b. Penyempitan rongga sendi

    Hilangnya kartilago akan menyebabkan penyempitan rongga sendi yang

    tidak sama.

    c. Badan yang longgar

    Badan yang longgar terjadi akibat terpisahnya kartilago dengan osteofit.

  • 7/24/2019 Presus Final

    21/46

    16

    d. Kista subkondral dan sclerosis

    Peningkatan densitas tulang di sekitar sendi yang terkena dengan

    pembentukan kista degeneratif.

    Bagian yang sering terkena OA:

    a. Lutut

    Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga

    sendi.

    Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang

    utama, tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan

    penyempitan paling dini.

    b. Tulang belakang

    Terjadi penyempitan rongga diskus.

    Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara

    vertebra yang berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan

    pada akar syaraf atau kompresi medula spinalis.

    Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal.

    c. Panggul

    Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan

    yang terlalu berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral

    dan asetabular.

    Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.

    Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA panggul yang

    sudah berat.

    d. Tangan

    Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.

    Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).

    Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden ) (Patel, 2007).

  • 7/24/2019 Presus Final

    22/46

    17

    7. Klasifikasi

    Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan

    radiologis diklasifikasikan sebagai berikut:

    a. Grade 0

    Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada radiologis.

    b. Grade 1

    Ragu-ragu, tanpa osteofit.

    c. Grade 2

    Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.

    d. Grade 3

    Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup besar.

    e. Grade 4

    Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang lebar

    dengan sklerosis pada tulang subkondral.

    American College of Rheumatology (1987) mendeskripsikan

    kesehatan seseorang berdasarkan derajat keparahan. Antara lain sebagai

    berikut:

    a. Derajat 0

    Tidak merasakan tanda dan gejala.

    b. Derajat 1

    Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat,

    tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang

    terkena osteoartritis.

    c. Derajat 2

    Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri hampir

    selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan

    bantuan dalam menaiki tangga, tidak mampu berjalanjauh, memerlukan

    tenaga asisten dalam menyelesaikan pekerjaan rumah.

    d. Derajat 3-4

    Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi, kemungkinan terjadi

    perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku sendi pada pagi

  • 7/24/2019 Presus Final

    23/46

    18

    hari, krepitus pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang

    signifikan dalam beraktivitas (Woolf dan Pfleger, 2003).

    8. Penatalaksanaan

    Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan

    gejala OA, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam

    pergerakan sendi, serta memperlambat progresi osteoartritis. Spektrum

    terapi yang diberikan meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi,

    farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.

    a. Terapi konservatif

    Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien,

    pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus

    mengurangi berat badan, jika memungkinkan tetap berolah raga (pilihan

    olah raga yang ringan seperti bersepeda, berenang).

    b. Fisioterapi

    Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur,

    transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA),latihan stimulasi otot, elektroterapi.

    c. Pertolongan ortopedi

    Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu

    yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga

    digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi

    (Michael et. al, 2010).

    d. Farmakoterapi

    Analgesik / anti-inflammatory agents.

    COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan

    kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar

    tidak menyebabkan toksisitas.

    Glucocorticoids

    Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan efusi

    sendi akibat inflamasi.

  • 7/24/2019 Presus Final

    24/46

    19

    e. Pembedahan

    Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan

    rata infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke

    dalam kelompok 1 debridemen artroskopi, kelompok 2 lavage

    artroskopi, kelompok 3 merupakan kelompok plasebo hanya

    dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan melakukan prosedur tersebut

    didapatkan hasil yang signifikan pada kelompok 3 dari pada

    kelompok 1 dan 2.

    Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini

    digunakan untuk mengurangi gejala osteofit pada kerusakan

    meniskus.

    Autologous chondrocyte transplatation (ACT)

    Autologous osteochondral transplantation (OCT)

    9. Faktor Resiko

    a. Perbedaan ras

    Perbedaan ras menunjukkan distribusi sendi OA yang terkena, misalnya

    rata-rata wanita dengan Ras Afrika-Amerika terkena OA lutut lebih

    tinggi daripada wanita ber ras Kaukasia. Ras Afrika hitam, China, dan

    Asia-Hindia menunjukkan prevalensi OA panggul dari pada ras Eropa-

    Kaukasia.

    b. Usia

    Gejala dan tanda pada radiologi OA lutut sangat banyak dideteksi

    sebelum usia 40 tahun. Bertambahnya usia, insiden OA juga semakin

    meningkat. Insiden meningkat tajam pada usia sekitar 55 tahun.

    c. Faktor genetic

    Faktor genetik merupakann faktor penting. Anak perempuan dengan ibu

    yang memiliki OA berisiko lebih tinggi dari pada anak laki-laki karena

    OA diwariskan diwariskan kepada anak perempuan secara dominan

    sedangkan pada laki-laki diwariskan secara resesif. Selain itu genetik

    menyumbang terjadinya OA pada tangan sebanyak 65%, OA panggul

  • 7/24/2019 Presus Final

    25/46

    20

    sebanyak 50%, OA lutut sebanyak 45%, dan 70% OA pada cervical dan

    spina lumbar.

    d. Obesitas

    Obesitas merupakan faktor penting terkait perkembangan OA pada lutut

    tetapi hubungan ini lebih kuat pada wanita. Risiko terjadinya OA dua

    kali lebih besar pada orang dengan berat badan berlebih dari pada

    kelompok orang dengan berat badan normal. Selain itu dilihat dari

    perubahan radiologis, obesitas merupakan prediktor ketidakmampuan

    yang progresif. Tetapi hubungan ini tidak jelas pada OA panggul dan

    OA tangan.

    e. Riwayat bedah lutut atau trauma

    Trauma pada sendi merupakan faktor risiko berkembangnya penyakit

    OA. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya kerusakan pada mayor

    ligamen, tulang pada sekitar sendi tersebut. Trauma merupakan faktor

    risiko pada OA lutut karena kerusakannya bisa menyebabkan perubahan

    pada meniskus, atau ketidakseimbangan pada anterior ligamen krusial

    dan ligamen kolateral.

    f. Aktivitas berat yang berlangsung lama

    Penggunaan sendi dalam aktivitas berat yang berlangsung lama menjadi

    faktor risiko berkembangnya penyakit OA. Pekerjaan seperti kuli angkut

    barang, memanjat menyebabkan peningkatan OA lutut, hal ini biasanya

    terjadi pada laki-laki. Selain itu kebiasaan yang membungkuk terlalu

    lama seperti petani, atau tukang cuci meningkatkan risiko terjadinya OA

    panggul. Altet olahraga wanita ataupun lelaki menunjukkan faktor risiko

    besar terjadinya OA lutut dan panggul (Sambrook et. al, 2005).

  • 7/24/2019 Presus Final

    26/46

    21

    BAB III

    PRESENTASI KASUS

    A. Identitas Pasien

    Nama : Ny. N

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 75 tahun

    Pendidikan : SD

    Agama : Islam

    Status : Menikah

    Alamat : Ngampilan RT 04 RW 02

    Tanggal Pemeriksaan : 4 Februari 2016

    Tanggal Home Visite I : 6 Februari 2016

    Tanggal Home Visite II : 7 Februari 2016

    B. Anamnesis

    1.

    Keluhan Utama

    Pasien datang ke Puskesmas Ngampilan untuk kontrol rutin hipertensi dan

    Osteoarthritis.

    2. Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien perempuan datang seorang diri ke Puskesmas Ngampilan

    untuk kontrol rutin hipertensi dan Osteoarthritis. Pasien terdiagnosis

    hipertensi sejak 1998 dan Osteoarthritis sejak 2002. Pasien terdiagnosis

    hipertensi sejak 18 tahun lalu ketika ada pemeriksaan medis keliling gratis

    di desanya dari puskesmas setempat. Pasien mengaku telah diberikan obat

    dan edukasi tentang penyakitnya oleh petugas medis yang bertugas kala itu.

    Awalnya pasien tidak percaya jika dirinya menderita hipertensi karena

    selama ini dirasakan dirinya baik-baik saja tanpa ada keluhan. Pasien tidak

    mengindahkan edukasi yang telah diberikan oleh petugas medis dan tidak

    kontrol rutin untuk memeriksakan tekanan darahnya ke pusat layanan

    primer. Setelah kurang lebih 5 tahun terakhir pasien baru menyadari jika apa

  • 7/24/2019 Presus Final

    27/46

    22

    yang dikatakan petugas medis kala itu benar. Pasien sudah mulai merasakan

    gejala seperti nyeri pada kepala belakang yang terus-menerus dan semakin

    memberat jika pasien sedang dalam masalah dan kelelahan. Pasien juga

    merasakan pegal-pegal dan terasa seperti kesemutan pada anggota

    geraknya. Sejak saat itu pasien mulai berobat rutin ke puskesmas untuk

    memonitor tekanan darahnya karena pasien takut akan komplikasi dari

    hipertensi. Kakak ketiga dan suaminya meninggal karena hipertensi yang

    tidak terkontrol yang berimplikasi pada stroke dan gagal ginjal kronis. Hal

    ini yang membuat pasien sadar untuk berobat rutin ke pusat layanan primer

    terdekat.

    Pasien terdiagnosis osteoarthritis sejak 13 tahun lalu. Saat ini pasien

    merasakan nyeri pada kedua lututnya. Nyeri semakin memberat jika pasien

    melipat lututnya dan menggerakkan kakinya dan nyeri sedikit berkurang

    dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan bengkak dan kaku pada kedua

    lututnya. Kaku ini muncul terutama pada pagi hari setelah pasien bangun

    tidur dan menetap sekitar setengah jam.

    3.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

    Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal

    Riwayat Penyakit Asma : disangkal

    Riwayat Alergi Obat : disangkal

    Riwayat Opname : disangkal

    4. Riwayat Penyakit Keluarga

    Riwayat Diabetus Mellitus : disangkal

    Riwayat Hipertensi : (+) kakak ketiga pasien

    Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

    Riwayat Stroke : (+) kakak ketiga pasien

    Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal

    Riwayat Penyakit Asma : disangkal

    Riwayat Alergi : disangkal

  • 7/24/2019 Presus Final

    28/46

    23

    5. Riwayat Personal Sosial

    a. Pendidikan

    Pasien merupakan lulusan SD dan tak melanjutkan ke jenjang

    pendidikan yang lebih tinggi. Pasien memiliki tiga orang anak yang

    merupakan lulusan SMP.

    b. Pekerjaan

    Saat ini pasien sudah tidak bekerja dan hanya dirumah mengurusi cucu

    dan cicitnya.

    c. Sosialisasi

    Hubungan pasien dengan anak pertama dan ketiga baik, begitu pula

    dengan cucu-cucu dan cicit-cicitnya. Pasien sering bertukar kabar

    dengan anak keduanya yang berdomisili di Sumatra. Hubungan dengan

    menantu pertama dan ketiga baik serta hubungan dengan tetangga

    sekitar juga baik. Pasien cukup dikenal baik oleh tetangga sekitarnya.

    d. Gaya Hidup

    Sebelum terdiagnosis hipertensi dan osteoarthritis

    Pola makan pasien kurang baik dan jarang melakukan aktivitas fisik

    semasa sehat.

    Setelah terdiagnosis hipertensi dan osteoarthritis

    Pola makan sudah mulai teratur 2-3 kali sehari. Sudah mulai

    mengurangi makanan berkadar garam dan MSG tinggi serta

    mengurangi gorengan. Pasien selalu menyempatkan berjalan-jalan

    di sekitar kampung setiap pagi selama 15 menit. Pasien juga

    mengikuti kegiatan senam lansia di dusunnya 2 kali seminggu

    selama 30-60 menit. Istirahat cukup dengan tidur selama 8 jam

    sehari.

    e. Pernikahan

    Pasien menikah sejak tahun 1958 saat itu pasien berusia 18 tahun.

    Selama 57 tahun usia pernikahannya pasien dikarunia 3 orang anak, 5

    orang cucu dan 2 orang cicit.

  • 7/24/2019 Presus Final

    29/46

    24

    6. Review System

    Sistem Neurologi : Tidak ada keluhan

    Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan

    Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan

    Sistem Gastrointestinal : Tidak ada keluhan

    Sistem Urologi : Tidak ada keluhan.

    Sistem Integumentum : Tidak ada keluhan

    Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan.7. Anamnesis Illnes

    a. Perasaan

    Setelah terdiagnosis hipertensi dan osteoarthritis pasien menyesali

    kehidupan masa mudanya yang kurang memperhatikan kesehatan

    dirinya. Pasien juga khawatir dengan komplikasi dari penyakit yang

    dideritanya karena suami dan kakak ketiganya meninggal karena

    hipertensi yang tidak terkontrol dan berimplikasi pada gagal ginjal

    kronik.

    b. Ide

    Menurut pasien hipertensi dan osteoarthritis muncul karena factor

    psikis, depresi dan kelelahan fisik. Pasien juga kurang mengerti jika

    penyakitnya ini tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol.

    c. Harapan

    Pasien berharap penyakitnya dapat segera disembuhkan dan terhindar

    dari komplikasi penyakit yang dideritanya.

    d. Efek terhadap fungsi social dan ekonomi

    Hipertensi dan osteoarthritis sedikt banyak menggangu aktivitasnya

    sehari-hari sehingga pasien tidak bebas untuk melakukan aktivitas

    kesehariannya.

  • 7/24/2019 Presus Final

    30/46

    25

    C. Pemeriksaan Fisik

    Keadaan umum : Baik

    Kesadaran : Compos Mentis

    Berat Badan : 55 kg

    Tinggi Badan : 147 cm

    IMT : 25,45 (overweight)NHLBI Obesity Education

    Initiative

    Vital Sign

    Tekanan darah : 130/80 mmHg

    Denyut nadi : 80 kali per menit

    Respirasi : 20 kali per menit

    Suhu : afebris

    Kepala dan Leher

    Kepala : Simetris, Mesocephal

    Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

    Hidung : Deformitas (-), Eritem (-), Discharge (-)

    Mulut : Bibir tak tampak kering, Lidah Kotor (-)

    Telinga : Simetris, Serumen (-)

    Leher : JVP tidak meningkat

    Thorax

    Inspeksi : Simetris, Retraksi (-), Sikatrik(-)

    Perkusi : Sonor

    Palpasi : Ketinggalan Gerak (-), Vokal Fremitus DBN

    Auskultasi : Cor S1-2 reguler, Pulmo: Vesikuler (+/+),

    Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

    Tanggal 19/12/2015 3/1/2016 20/1/2016 4/2/2016

    TD

    (mmHg)150/90 140/80 160/90 130/80

  • 7/24/2019 Presus Final

    31/46

    26

    Abdomen

    Inspeksi : Asites (-), Distensi (-)

    Perkusi : Timpani

    Palpasi : Nyeri Tekan (-), Massa Teraba (-)

    Auskultasi : Peristaltik (+)

    Ekstrimitas

    Superior Dextra

    ROM dalam batas normal, tnada inflamasi (-), CRT 2 detik, akral

    hangat (+), edema (-)

    Superior Sinistra

    ROM dalam batas normal, tnada inflamasi (-), CRT 2 detik, akral

    hangat (+), edema (-)

    Inferior Dextra

    ROM terbatas, tanda inflamasi sendi lutut (+), edema sendi lutut (+),

    krepitasi (+), nyeri gerak dan tekan (+), akral hangat (+)

    Inferior Sinistra

    ROM terbatas, tanda inflamasi sendi lutut (+), edema sendi lutut (+),

    krepitasi (+), nyeri gerak dan tekan (+), akral hangat (+)

    D. Pemeriksaan Penunjang

    Tidak dilakukan

  • 7/24/2019 Presus Final

    32/46

    27

    E.

    Home Visite

    1. Denah rumah

    2. Keadaan Rumah

    a. Lokasi

    Pasien tinggal di sebuah perkampungan yang padat penduduk yang

    terletak Ngampilan RT 04 RW 02.

    b. Kondisi rumah

    Rumah pasien merupakan bangunan permanen dengan atap bangunan

    dari asbes tak berlangit-langit.

    c. Luas rumah

    Ukuran rumah pasien sekitar 3x7 meter dengan jumlah penghuni 3

    orang.

    d. Lantai rumah

    Lantai rumah dilapisi oleh semen tanpa keramik.

    e. Pembagian kamar

    Terdapat sebuah ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 kamar mandi dan 1 dapur.

    f. Pencahayaan

    Ruang

    TamuKamar

    Tidur

    Kamar

    Mandi

    DapurU

  • 7/24/2019 Presus Final

    33/46

    28

    Cahaya yang masuk cukup, tidak terdapat jendelatetapi ada 2 pintu yang

    selalu terbuka hingga petang, udara yang masuk dirasakan cukup. Pasien

    jarang menyalakan lampu pada siang hari. Pencahayaan diukur dengan

    cara manual yaitu pemeriksaan kemampuan membaca di dalam ruangan

    tanpa menggunakan alat bantu penerangan. Terdapat 2 buah lampu yang

    berwarna putih terang.

    g. Kebersihan dan tata letak barang dalam ruangan

    Ruangan dan kamar mandi nampak kurang bersih dan barang tampak

    penuh.

    h. Sanitasi dasar

    Kebutuhan air sehari-hari terpenuhi dengan air sumur, jamban terletak

    di dalam. Secara fisik air tidak berwarna, tidak berasa dan berbau.

    3. Kondisi Pasien

    Kunjungan ke rumah pasien dilakukan pada hari Sabtu tanggal 6 Februari

    2016 sekitar pukul 12.00 WIB. Saat itu pasien sedang bersantai di ruang

    tamu. Pasien mengatakan tidak ada keluhan terkait penyakitnya.

  • 7/24/2019 Presus Final

    34/46

    29

    4. Food Recall 24 jam

    Data food recall pada hari sabtu 6 Februari 2016.

    WaktuJenis

    MakananBahan

    Ukuran

    KaloriURT

    Berat

    (gr)

    Pagi

    Teh Manis

    The - - -

    Air Putih - - -

    Gula Pasir 2 sdm 26 100

    Nasi Putih Nasi 1 gelas 200 350

    Tahu

    Goreng

    Tahu 1 buah 110 75

    Minyak 2 sdm - 3

    Sayur SopKol - 100 25

    wortel - 100 25

    Siang

    Air Putih - - -

    Nasi Putih Nasi 1 gelas 200 350

    Ca

    Kangkung

    Kangkung 2 ptg 100 25

    Minyak 2 sdm - 3

    Tempe

    Goreng

    Tempe 2 buah 50 75

    Minyak 2 sdm - 3

    Pisang Pisang - 300 100

    Malam

    Air Putih - - -

    Nasi Putih Nasi gelas 100 175

    Lele

    Goreng

    1 ikan 1 ptg 40 50

    minyak 2 sdm - 3

    Total

    Kalori1362

    Disesuaikan dengan kebutuhan kalori per hari pasien yaitu dengan rumus

    BBI = (TB100 x 1 kg x 90%) = (147100 x 1 kg x 90%) = 46,3 BB ideal

    pasien, kemudian:

    Karena wanita maka BBI x 25 kal = 43,6 x 25 = 1.090

    Koreksi karena lansia maka 1.090 x(-10%) = -109

    Maka kebutuhan kalori per hari 1.090109 = 981 kal/hari

  • 7/24/2019 Presus Final

    35/46

    30

    5. Family Assesment Tools

    a. Genogram

    Keterangan

    1. H : Hipertensi

    2. OA : Osteoarthritis

    3. CKD : Gagal Ginjal Kronik

    4. : Laki-laki5. : Perempuan

    6. : Tinggal Serumah

    7. : Pasien

  • 7/24/2019 Presus Final

    36/46

    31

    b. Family Map

    c. Bentuk Keluarga

    Bentuk keluarga ini adalah extended family (keluarga besar) yang

    terdiri dari nenek dan cicit.

    d. Family life cycle

    Menurut Duvall (1967), Siklus keluarga ada pada tahap ke 7 (Parent

    alone in a middle years) yaitu semua anak telah meninggalkan keluarga.

    Cicit ke-1

    Anak

    ke-1

    Cicit ke-2Pasien

    Anak ke-3

    Keterangan

    : Fungsional

  • 7/24/2019 Presus Final

    37/46

    32

    e. Family APGAR

    Kriteria PertanyaanHampir

    Selalu

    (2)

    Kadang-

    kadang

    (1)

    Tidak

    Ada

    (0)

    Adaptation

    Saya puas dengan keluarga saya

    karena masing-masing anggota

    keluarga sudah menjalankan

    kewajuban sesuai dengan yang

    seharusnya.

    Partnership

    Saya puas dengan keluarga saya

    karena dapat membantu

    memberikan solusi terhadap

    permasalahan yang saya hadapi.

    Growth

    Saya puas dengan kebebasan

    yang diberikan keluarga saya

    untuk mengembangkan

    kemampuan yang saya miliki.

    Affection

    Saya puas dengan kehangatan

    atau kasih sayang yang

    diberikan keluarga saya.

    Resolve

    Saya puas dengan waktu yangdisediakan keluarga untuk

    menjalin kebersamaan.

    TOTAL 10

    Skor klasifikasi APGAR :

    8-10 : Fungsi keluarga baik

    4-7 : Disfungsi keluarga sedang

    0-3 : Disfungsi keluarga berat

    Dari tabel APGAR keluarga diatas total nilai skoringnya adalah 10, ini

    menunjukan fungsi keluarga baik.

    f. Family Life Line

    Tahun Usia Life event Severity of Illness

    1991 51 Suami Meninggal Stress Psikologis

    1998 58 Terdiagnosis HT Stress Psikologis

    2002 62 Terdiagnosis OA Stress Psikologis

  • 7/24/2019 Presus Final

    38/46

    33

    g. Family SCREEM

    Aspek Sumber Daya Patologis

    Social

    Interaksi antar pasien

    dengan ketiga anakn,

    cucu, cicit dan tetangga

    sekitar baik.

    Sedikit waktu untuk

    berkomunikasi dengan

    anak-anaknya karena

    kesibukan bekerja

    Cultural

    Pasien tidak percaya

    mitos dan pasien berobat

    rutin ke dokter.

    Religious

    Paien beragama Islam

    dan pasien rajin pergi ke

    masjid untuk

    melaksanakan ibadah

    solat serta pasien rutin

    mengikuti pengajian.

    Economy

    Kebutuhan hidup pasien

    dipenuhi oleh anak-

    anaknya.

    Education

    Kesadaran pasien untuk

    berobat baik

    Pengetahuan pasien

    mengenai penyakit yang

    dideritanya masihkurang.

    Medical

    Akses ke pelayanan

    kesehatan (PKM) cukup

    dekat dan pasien sudah

    memiliki jaminan

    kesehatan.

    F. Diagnosis Klinis

    Hipertensi primer stage I

    Osteoarthritis

    G. Diagnosis Holistik

    Hipertensi primer grade I dan osteoarthritis pada wanita lansia dengan status

    gizi overweightkekhawatiran akan komplikasi hipertensi.

  • 7/24/2019 Presus Final

    39/46

    34

    H. Penatalaksanaan

    1. Farmakologis

    R/ Amlodipin mg 5 No. X

    S 1 dd tab 1

    R/ Paracetamol mg 500 No. XV

    S 3 dd tab 1

    R/ Bioneuron No. V

    S 1 dd tab 1

    2. Non Farmakologis

    Edukasi

    a. Memberikan pemahaman kepada pasien bahwa hipertensi tidak dapat

    disembuhkan namun dapat dikontrol.

    b. Modifikasi gaya hidup sehat serta memberikan daftar diet makanan yang

    perlu dihindari dan menerapkan pola makan prinsip DABH (Dietary

    Approaches to Stop Hypertension).

    c. Mempertahankan aktivitas fisik dan istirahat cukup yang sudah

    dilakukan selama ini serta memakan elastic verban.

    d. Pengawasan tekanan darah dengan berat badan dengan control tiap 2

    minggu sekali.

    e. Konseling CEA untuk mengawasi kepatuhan berobat dan pengetahuan

    yang kurang tentang penyakit hipertensi dan osteoarthritis.

    Terapi Fisik

    a. Dianjurkan bagi pasien untuk mempertahankan senam lansia yang

    sudah dijalani dan menghidari aktivitas atau olahraga yang memperberatkerja sendi lutut seperti jalan-jalan disekitar kampung dan jogging.

    b. Dianjurkan untuk pasien melakukan latihan peregangan otot paha

    seperti melakukan senam lantai 3 kali dalam seminggu dimana pasien

    mengambil posisi telentang sambil meregangkan lututnya yang

    diharapkan dapat membantu dalam peningkatan fungsi sendi secara

    keseluruhan dan mengurangi rasa nyeri.

  • 7/24/2019 Presus Final

    40/46

    35

    Diet

    a. Disarankan untuk mengurangi berat badan dan mengatur diet rendah

    kalori sampai mendekati berat badan ideal yang prinsipnya mengurangi

    kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan.

  • 7/24/2019 Presus Final

    41/46

    36

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    A. Analis Kasus

    Diagnosis klinis pada pasien adalah hipertensi primer grade I dan

    osteoarthritis. Diagnosis tersebut didapatkan berdasarkan anamnesis dan

    pemeriksaan fisik yang mengarah pada hipertensi primer grade I dan

    osteoarthritis. Berdasarkan anamnesis pasien terdiagnosis hipertensi sejak tahun

    1998 dan osteoarthritis sejak tahun 2002. Pasien selalu datang dua minggu

    sekali ke puskesmas untuk kontrol hipertensi dan osteoarthritis dan mengaku

    meminum obat dengan rutin dan teratur.

    B. Penerapan Prinsip Kedokteran Keluarga

    1. Primary Care

    Prinsip ini sudah diterapkan pada pasien ini, dimana pasien datang periksa

    ke pelayanan primer terlebih dahulu yaitu ke puskesmas untuk

    memeriksakan dan kontrol rutin hipertensi dan osteoarthritis.

    2. Personal Care

    Pelayanan yang diberikan memberikan kenyamanan kepada pasien,

    sehingga pasien menceritakan masalah dan kekhawatirannya untuk

    penanganan lebih lanjut.

    3. Holistik Care

    Saat menegakkan diagnosis, pasien pada kasus ini dilihat tidak hanya dari

    segi klinisnya saja tetapi juga menanyakan dari segi psikis, adakah masalah

    atau beban pikiran yang mempengaruhi perjalanan penyakit pasien dengan

    anamnesis pasien dan keluarganya serta melihat langsung ke kediaman

    pasien (home visite) untuk menggali faktor-faktor lain yang mempengaruhi

    penyakitnya termasuk lingkungan tempat tinggalnya.

  • 7/24/2019 Presus Final

    42/46

    37

    4. Comprehensive care

    Dalam menangani kasus pada pasien ini, dilakukan penatalaksanaan secara

    menyeluruh, yaitu :

    Promotif

    a. Edukasi bahwa hipertensi dan osteoarthritis adalah penyakit kronis

    yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan dengan

    kontrol rutin ke puskesmas.

    b. Edukasi tentang pentingnya modifikasi gaya hidup untuk

    mempertahankan atau meningkatkan kegiatan fisik yang sudah

    dilakukan agar penyakitnya tidak menjadi lebih buruk.

    c. Edukasi untuk menerapkan pola makan prinsip DABH (Dietary

    Approaches to Stop Hypertension)dan memberikan daftar makanan

    yang perlu dihindari.

    d. Edukasi untuk bercerita tentang masalah yang dihadapai kepada

    keluarga karena tingkat stressor yang tinggi dapat memicu

    peningkatan tekanan darah.

    Preventif

    a. Kontrol tekanan darah minimal dua minggu sekali serta minum obat

    dengan teratur.

    b. Diit rendah garam dengan mengurangi pemakaian garam dalam

    memasak.

    c. Mempertahankan intensitas senam lansia yang sudah dilakukan.

    Kuratif

    a. Kombinasi dari golongan ACE Inhibitor, Diuretik Thiazid atau

    Calsium Canal Bloker (CCB).

    b. Diit rendah garam.

    c. Datang ke pusat pelayanan kesehatan terdekat jika dirasakan

    keluhan.

    d. Minum obat secara teratur.

    Rehabilitatif

    Belum diperlukan

  • 7/24/2019 Presus Final

    43/46

    38

    Paliatif

    Belum diperlukan

    Continuing care

    Memonitor keadaan pasien secara berkala di puskesmas, dengan

    mengecek kepatuhan minum obat dan tanda-tanda munculnya

    komplikasi.

    5. Emphasis on Preventive Medicine

    Penekanan pada usaha pencegahan penyakit berkembang menjadi lebih baik

    dengan edukasi pemahaman penyakit dan modifikasi gaya hidup pada

    pasien.

    6. Patient-centered Care, Family Focused and Community-oriented Care

    Pada kasus ini telah dilakukan eksplorasi mengenai aspek disease dan

    illness dari pasien ini, yaitu Hipertensi Primer Grade I dan Osteoarthtritis.

    Tetapi pemahaman pasien mengenai penyakit tersebut masih kurang

    sehinga pasien merasakan kecemasan akan penyakitnya.

    7. Collaborative Care

    Pada pasien ini dapat dilakukan kolaborasi dengan bidang lain seperti ahli

    gizi untuk mengatur pola makan dan juga psikolog untuk membantu

    mengobati kecemasan pasien.

  • 7/24/2019 Presus Final

    44/46

    39

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil laporan kasus, analisis catatan medis, dan kunjungan

    rumah dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosis pasien yaitu Hipertensi primer

    grade I dan Osteoarthritis pada wanita lansia dengan kekhawatiran akan

    komplikasi hipertensi.

    1. Penyakit hipertensi dan osteoarthritis yang dialami oleh pasien dapat

    mengganggu aktivitas pasien.

    2. Hipertensi pada pasien ini kemungkinan didapatkan dari faktor genetik

    dan pola hidup yang kurang sehat dimasa lalu.

    3. Dokter keluarga melalui puskesmas dapat menjadi salah satu bagian yang

    berperan dalam menangani kasus diabetes secara holistik, mulai dari

    promotif, preventif dan kuratif serta dalam memantau hasil terapi.

    B. Saran

    1. Bagi Mahasiswa

    a.Berusaha lebih memperdalam dan menerapkan ilmu-ilmu kedokteran

    keluarga dalam menganalisis pasien maupun keluarga pasien.

    b.Meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan tugas sebagai

    pengalaman sebelum terjun secara langsung ke dalam masyarakat.

    2. Bagi puskesmas

    a. Terus melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara

    menyeluruh dengan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

    b. Terus melakukan kerjasama dalam bidang pendidikan ilmu kesehatan

    dengan instansi-instansi pendidikan agar terdapat kerja sama yang

    saling menguntungkan kedua belah pihak.

    3. Bagi pasien

    a. Menjalankan protap makanan keluarga seperti menjalankan daftar diit

    makanan yang perlu dihindari dan menerapkan pola makan seperti

    mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran dan makanan rendah lemak.

  • 7/24/2019 Presus Final

    45/46

    40

    b. Diit rendah garam.

    c. Mempertahankan intensitas senam lansia yang sudah dijalani.

  • 7/24/2019 Presus Final

    46/46

    DAFTAR PUSTAKA

    American Geriatric Society. (2001). Exercise Prescription for Older Adult with

    Osteoarthritis Pain: Consencus Practice Recommendation. JAGS; 49:808-

    23.

    Arif, M. (2001).Nefrologi dan Hipertensi dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.

    Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

    B, B. (2001). Age, Body Posture, Daily Working Load Past Antihypertensive

    Drugs and Risk of Hypertension. Med J Indon, 10(1): 29-33.

    Balibangkes. (2006). Operational Study an Integrated Community-Based

    Communicable Disease in Depok-Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

    Departemen Kesehatan RI. (2004). Survei Kesehatan Nasional.Laporan Depkes

    RI.

    Deyle, G.D., Handerson, N.E., & Matakel, R.L. (2000). Effectiveness of Manual

    Physical Therapy and Exercise in Osteoarthritis of the Knee. A Randomize

    Controlled Trial. Ann Intern Med, 132:178-81.

    DiNubile, N.A. (1997). Osteoarthritis: How to make Exercise Part of Your

    Treatment Plan. The Physician and Sportmedicine, Vol. 25 No. 7:1-10.

    Felson, D.T., Zhang, Y., & Hannan, M.T. (1995). The Incidence and Natural

    History of Knee Osteoarthtritis in the elderly: the Framingham

    Osteoarthtritis Study. Arthtritis Reum; 38:1500-5.

    Fitzgerald, G.K. (2004). Role of Physician Therapy in Management of Knee

    Osteoarthritis. Cuur Opin Rheumatol; 16:143-7.

    Kelley, M.T. (2006). Nonsurgical Management of Osteoarthtritis of the Knee.

    JAAPA; 19,1;26-33.

    Setiawan, Z. (2006). Karakteristik Sosiodemografi Sebagai Faktor Resiko

    Hipertensi Studi Ekologi di Pulau Jawa Tahun 2004. Studi EpidemiologiFKM-UI.

    Syah, B. (2002). Non-Communicable Disease Surveillance and Prevention in

    South-East Asia Region. New Delhi: WHO-SEARO.

    WHO/SEARO. (2005).Surveillance of Major Non-Communicable in South-East

    Asia Regiont. Geneva: WHO.

    WHO-ISH Hypertension Guideline Committee . (2003). Guideline of Management

    of Hypertension. J Hypertension, 289;(19):2560-72.