proposal tutorial 8 blok 7 fix! bismillah

Upload: retza-prawira-putra

Post on 13-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

awek

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia penyakit infeksi menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian anak dibawah usia lima tahun (balita). Sebagian besar penyakit infeksi pada anak balita telah berhasil dicegah melalui Program Pengembangan Immunisasi (Expanded Program Immunization atau EPI) sehingga angka kejadian penyakit infeksi mulai menurun. Sejalan dengan penurunan tersebut, angka kematian bayi dan anak juga telah mengalami penurunan secara nyata.Penurunan ini sebagian besar adalah kontribusi program imunisasi terhadap penyakit tetanus neonaturum, tuberkulosis, dan campak. Namun demikian sulit dipahami, mengapa pergeseran urutan penyebab kematian dari penyakit infeksi ke penyakit lainnya di Indonesia sangat lambat dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. (Ranuh, 2008)Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak kita terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit.Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh indivindu itusendiri. Contohnya adalah kekebalan pada jenis yang diperoleh dari ibu, atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin, kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah, kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama.Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi). (Ranuh, 2008)Imunisasi adalah proses menginduksi imunitas secara buatan baik dengan vaksinasi (imunisasi aktif) maupun dengan pemberian antibodi (imunisasi pasif). Imunisasi aktif menstimulasi sistem imun untuk membentuk antibody dan respon imunseluler yang melawan agen penginfeksi, sedangkan imunisasi pasif menyediakan proteksi sementara melalui pemberian antibodi yang diproduksi vaksinasi, yang merupakan imunisasi aktif, ialah suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan antigen dari suatu patogen yang akan menstimulasi sistem imun dan menimbulkan kekebalan sehingga nantinya anak yang telah mendapatkan vaksinasi tidak akan sakit jika terpajan oleh antigen serupa. Antigen yang diberikan dalam vaksinasidibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit, namun dapat memproduksi limfosit yang peka, antibodi. Imunisasi pasif dilakukan dengan memberikan imunoglobulin yang berasal dari plasma donor. Pemberian imunisasi pasif hanya memberikan kekebalan sementara karena imunoglobulin yang diberikan akan dimetabolisme oleh tubuh. ( Riska, 2008)Blok VII, Sistem Pertahan Tubuh dan Infeksi merupakan salah satu blok yang harus dijalankan oleh mahasiswa di semester II agar mengetahui dan memahami bagaimana sistem pertahanan tubuh terhadap agen-agen infeksius penyebab penyakit. (Arsyad,K.M.dkk, 2013) Sehubungan dengan itu, maka salah satu kegiatan TPP yang dilaksanakan pada blok ini adalah melakukan pengamatan/observasi teknik imunisasi di Posyandu Puskesmas Seberang Ulu II.1.2 Rumusan Masalah1. Apa saja jenis-jenis vaksin imunisasi di Puskesmas Seberang Ulu II ?2. Apa saja bentuk sediaan vaksin imunisasi di Puskesmas Seberang Ulu II ?3. Apa saja kontra-indikasi dalam pemberian vaksin imunisasi yang sering terjadi di Puskesmas Seberang Ulu II ?4. Apa efek samping dari pemberian vaksin imunisasi yang sering terjadi di Puskesmas Seberang Ulu II ?5. Bagaimana jadwal pemberian imunisasi di Puskesmas Seberang Ulu II ?6. Bagaimana teknik pemberian imunisasi di Puskesmas Seberang Ulu II ?7. Bagaimana teknik penyimpanan vaksin di Puskesmas Seberang Ulu II ?8. Apa saja jenis penyakit infeksi terbanyak yang terjadi di Puskesmas Seberang Ulu II

0. Tujuan0. Tujuan UmumTujuan umum pelaksanaan kegiatan ini yaitu untuk melaksanakan tugas pengenalan profesi blok delapan yaitu Pengamatan/Observasi Teknik Imunisasi di Posyandu Puskesmas Seberang Ulu II

0. Tujuan KhususTujuan khusus pelaksananaan kegiatan ini antara lain agar mahasiswa :1. Untuk mengetahui jenis-jenis sediaan vaksin imunisasi di Puskesmas Seberang Ulu II.2. Untuk mengetahui jenis-jenis dan bentuk sediaan vaksin imunisasi di Puskesmas Seberang Ulu II.3. Untuk mengetahui kontra-indikasi dalam pemberian vaksin imunisasi yang sering terjadi di Puskesmas Seberang Ulu II.4. Untuk mengetahui efek samping dari pemberian vaksin imunisasi yang sering terjadi di Puskesmas Seberang Ulu II.5. Untuk mengetahui jadwal pemberian imunisasi di Puskesmas Seberang Ulu II.6. Untuk mengetahui teknik pemberian imunisasi di Puskesmas Seberang Ulu II.7. Untuk mengetahui teknik penyimpanan vaksin di Puskesmas Seberang Ulu II.8. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit infeksi yang banyak ditemukan di Puskesmas Seberang Ulu II.

0. Manfaat KegiatanAdapun manfaat yang akan diperoleh dalam kegiatan ini antara lain :1. Agar mahasiswa mampu mengetahui bahwa imunisasi merupakan salah satu program dalam upaya penanggulangan penyakit infeksi.2. Agar mahasiswa mampu mengetahui jenis-jenis vaksin yang diberikan di posyandu dalam penanggulangan penyakit infeksi.3. Agar mahasiswa mampu mengetahui jadwal pemberian imunisasi.4. Agar mahasiswa mampu mengetahui teknik pemberian imunisasi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Imunisasi2.1.1 Pengertian ImunisasiImunisasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respon memori terhadap pathogen tertentu/ toksin dengan menggunakan preparat antigen non virulen/non toksik. Imunisasi merupakan suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada seseorang secara aktif terhadap penyakit menular melalui vasin dengan memasukkan vaksin dalam tubuh bayi atau anak. (Markum, 2000)Pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu (Soematri, 2005) sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. (Atikah, 2010) Imunisasi biasa dilakukan kepada balita. Terdapat beberapa jenis pemberian imunisasi tehadap bayi atau anak - anak. Pemberian imunisasi ini dinamakan imunisasi dasar lengkap.Yang dimaksud dengan imunisasi dasar lengkap adalah pemberian imunisasi BCG 1x, hepatitis B 3 x DPT 3x, polio 4x dan campak 1x sebelum bayi berusia 1 tahun. (Depkes RI, 2005)

2.1.2 Sejarah Imunisasi di IndonesiaSejarah Imunisasi di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19 yang dilaksanakan untuk pemberantasan penyakit cacar. Program Imunisasi di Indonesia memiliki sejarah panjang dan telah mencapai banyak keberhasilan selama empat dekade terakhir. (Margarina, 2010)Imunisasi berasal dari kata imun yang berasal dari bahasa latin, immunitas yang berarti pembebasan atau kekebalan. Imunisasi adalah salah satu upaya tindakan medis yang paling efektif dan efisien. Imunisasi merupakan teknologi yang sangat berhasil di dunia kedokteran oleh Katz (1999) dikatakan imunisasi adalah sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah diberikan para ilmuwan di dunia ini. (Margarina, 2010) Pada tahun 1974, cakupan imunisasi di Indonesia baru mencapai 5% sehingga pemerintah pada tahun 1977 menyelenggarakan PPI atau Expanded Program on Immunization (EPI). Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen internasional dalam rangka percepatan pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada akhir tahun 1982. (Margarina, 2010)Cakupan imunisasi terus meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga setiap tahun minimal 3 juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 anak terhindar dari kecacatan. Keberhasilan pemerintah dalam mecapai UCI secara nasional dapat dicapai pada tahun 1990 dengan cakupan imunisasi mencapai 90%. (Margarina, 2010) Program imunisasi melalui PPI ini memiliki tujuan akhir (ultimate goal) sesuai dengan komitmen internasional melalui Global Programme for Vaccines and Immunization (GPVI), yaitu : Eradikasi Polio (ERAPO) Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (Maternal and Neonatal Tetanus Elimination/MNTE) Reduksi Campak (RECAM) Peningkatan mutu pelayanan imunisasi Penetapan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection practices) Keamanan pengelolaan limbah tajam (safe waste disposal management)

Keberhasilan Indonesia dalam penyelenggaraan program imunisasi mampu menarik perhatian dunia. Sehingga Indonesia terlibat dalam mewujudkan aksebilitas, keterjangkauan dan akuntabilitas imunisasi di tingkat global. (Margarina, 2010).

2.1.3 Tujuan dan Manfaat ImunisasiProgram imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. (Markum, 2002)Tujuan pemberian imunisasi dengan memberikan vaksin ialah :1. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar. (Depkes RI, 2005)2. Memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu Polio, campak, Difteri, Pertusis, Tetanus, TBC dan Hepatitis B (Depkes RI, 2005)Selain itu, imunisasi juga memiliki manfaat yang besar. Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh: 1. Untuk anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.2. Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang akan dikeluarkan bila anak sakit. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.3. Untuk negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa.(Depkes RI, 2005)

2.1.4 Syarat syarat melakukan ImunisasiAda beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, yang pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya dilakukan pada tubuh yang sehat. Berikut ini keadaaan yang tidak boleh memperoleh imunisasi yaitu : anak sakit keras, keadaan fisik lemah, dalam masa tunas suatu penyakit, sedang mendapat pengobatan dengan sediaan kortikosteroid atau obat imunosupresif lainnya (terutama vaksin hidup) karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup banyak. (Baratawidjaja dan Rengganis, 2002)Dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus diperhatikan yaitu: diberikan pada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang diberikan harus baik, disimpan di lemari es dan belum lewat masa berlakunya, pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang akan diberikan, mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu imunisasi serta memberikan informed concent kepada orang tua atau keluarga sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah dijelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi. (Depkes RI, 2005)

2.1.5 Jenis jenis Imunisasi 1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin)Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin hidup yang dilemahkan, diberikan secara intra cutan dengan dosis 0,05 ml pada insertio muskulus deltoideus. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). (Atikah, 2010)Reaksi yang mungkin terjadi :a. Reaksi lokal : 12 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 812 minggu dengan meningkatkan jaringan parut yang disebut scar. Bila tidak ada scar berarti imunisasi BCG tidak jadi, maka bila akan diulang dan bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus dilakukan uji Mantoux (tuberkulin). (Atikah, 2010)b. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa disertai nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 36 bulan. Komplikasi yang mungkin timbul adalah : Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan,bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat. (Atikah, 2010) Limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 26 bulan. (Atikah, 2010)

2. Imunisasi DPT (Difteri Pertusis dan Tetanus)Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. (Markum, 2002)Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot paha secara suub cutan dalam. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II), 4 bulan (DPT III), selang waktu tidak kurang dari 4 minggu dengan dosis 0,5 ml. DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. (Atikah, 2010) Pada kurang dari 1% penyuntikan DPT menyebabkan komplikasi sebagai berikut :a). Demam tinggi (lebih 40,5Celcius )b). Kejangc). Kejang demam (risiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarga)d). Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon) Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT adalah jika anak mempu nyai riwayat kejang. (Atikah, 2010)Pemberian imunisasi yang boleh diberikan adalah DT, yang hanya dapat diperoleh di Puskesmas (kombinasi toksoid difteria dan tetanus (DT) yang mengandung 1012 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis) (Ranuh,dkk, 2005) 12 hari setelah mendapat suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan ditempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerakgerakkan lengan maupun tulang tungkai yang bersangkutan. (Atikah, 2010)

3. Imunisasi PolioImunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan atau tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otototot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes (0,2 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. (Markum, 2002) Kontraindikasi pemberian vaksin polio :a). Diareb).Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejangkejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibody sampai tingkat yang tertinggi. (Atikah, 2010)

4. Imunisasi CampakImunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subcutan sebanyak 0,5 mL. Jika terjadi wabah campak, dan ada bayi yang belum berusia 9 bulan, maka imunisasi campak boleh diberikan. (Atikah, 2010) Kontra indikasi pemberian vaksin campak adalah sebagai berikut :a). Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38Celciusb). Gangguan system kekebalanc). Pemakaian obat imunosupresand). Alergi terhadap protein telure). Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisinf). Wanita hamilEfek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang). (Atikah, 2010)

5. Imunisasi HB (Hepatitis B)Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama (HB 0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah kelahiran. Pada umur 2 bulan, bayi mendapat imunisasi HB I dan 4 minggu kemudian mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan. Vaksin disuntikkan pada otot paha secara subcutan dalam dengan dosis 0,5 ml. Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benarbenar pulih. Efek samping dari vaksin HB adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari. (Atikah, 2010)

2.1.6 Jadwal ImunisasiJadwal Pemberian Imunisasi di Indonesia

(Depkes RI, 2005)2.2 Vaksin2.2.1 PengertianVaksinasiVaksin berasal dari bahasa inggris yaitu vaccine dan bahasa latin yaitu vaccinum, yang artinya suspensi bibit penyakit yang hidup, tetapi telah dilemahkan atau dimatikan untuk menimbulkan kekebalan. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. (Depkes RI, 2005) WHO mengatakan bahwa penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui vaksinasi akan dapat diatasi bilamana sasaran imunisasi global tercapai. Dalam hal ini bisa tercapai bila lebih dari 90% populasi telah mendapatkan vaksinasi terhadap penyakit tersebut. Akan tetapi sasaran tersebut belum sepenuhnya tercapai. (Depkes RI, 2005)2.2.2 Jenis jenis VaksinBerbagai jenis vaksin telah dikembangkan untuk mencegah berbagai macam penyakit infeksi. Tidak ada cara efektif dalam menangkal penyakit kecuali dapat dicegah melalui vaksinasi, harus diakui bahwa tidak semua penyakit dapat dicegah melalui vaksinasi, namun sebagian penyakit infeksi dapat dicegah melalui vaksinasi. (Markum, 2002) Berikut ini beberapa jenis vaksin dibuat berdasarkan proses produksinya , yaitu :a. Vaksin hidup (Live attenuated vaccine)Vaksin yang terdiri dari kuman atau virus yang dilemahkan, masih antigenik namun tidak patogenik. Contohnya adalah virus polio oral. Oleh karena itu, vaksin diberikan sesuai infeksi alamiah (oral), virus dalam vaksin akan hidup dan berkembang biak di epitel saluran pencernaan, sehingga akan memberikan kekebalan lokal. Sekresi antibodi lgA lokal yang ditinggatkan akan mencegah virus liar yang masuk ke dalam sel tubuh. (Atikah, 2010)b. Vaksin mati (Killed vaccine / Inactivated vaccine)Vaksin mati jelas tidak patogenik dan tidak berkembang biak dalam tubuh. oleh karena itu diperlukan pemberian beberapa kali. (Atikah, 2010)c. RekombinanSusunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gena epitop bagi sel penerima vaksin. (Atikah, 2010)d. ToksoidBahan yang bersifat imunogenik dibuat dari toksin kuman. Pemanasan dan penambahan formalin biasanya digunakan dalam proses pembuatannya. Hasil dari pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid, dan merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakterial toksoid efektif selama satu tahun. Bahan adjuvan digunakan untuk memperlambat rangsangan antigenik dan meningkatkan imunogensitasnya. (Atikah, 2010)e. Vaksin Plasma DNA (Plasmid DNA vaccines)Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigen yang patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil akhir penelitian pada binatang percobaan menunjukan bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang cukup kuat, sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan. (Atikah, 2010)Tidak semua negara menerapkan kebijakan vaksinasi yang sama pada masyarakatnya. Namun biasanya rekomendasi vaksinasi lebih diprioritaskan bagi bayi dan anak-anak, karena kelompok usia ini dianggap belum mempunyai sistem kekebalan tubuh yang sempurna. Di Indonesia, pemerintah mengambil kebijakan dalam pemberian vaksinasi menjadi dua, yaitu vaksin wajib (sebagai program imunisasi nasional), khususnya ditujukan bagi bayi dan anak serta vaksin yang dianjurkan (bukan program imunisasi nasional) diperuntukan bagi kelompok dewasa. Vaksinasi wajib diberikan pada anak secara gratis karena menjadi program nasional, sedangkan vaksin yang dianjurkan belum menjadi vaksin wajib mengingat pendanaan yang harus dikeluarkan pemerintah sangat besar. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008) Berikut adalah tabel penggolongan vaksinasi :Vaksin sesuai dengan programVaksin bukan program imunisasi

imunisasi nasional (Vaksinasi wajib)nasional (Vaksin yang dianjurkan)

TuberkulosisMMR (campak, gondong, rubella)

Hepatitis BHaemophilus influenza tipe B (HiB)

DFT (diftri, tetanus, pertusis)Demam tifoid

PoliomielitisVarisela

CampakHepatitis A

Rabies

Influenza

Pneumokokus

Rotavirus

Kolera + ETEC

Yellow Fever

Japannese encephalitis

Meningokokus

Human Papiloma Virus (HPV)

(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008)2.2.3 Penyimpanan dan tranportasi vaksinSecara umum vaksin terdiri dari vaksin hidup dan vaksin mati yang mempunyai ketahanan dan stabilitas yang berbeda terhadap perbedaan suhu. Syarat-syarat penyimpanan dan transportasi vaksin harus diperhatikan untuk menjamin potensinya ketika diberikan kepada seorang anak. (Kemenkes RI, 2011)a. Rantai vaksin Adalah rangkaian proses penyimpanan dan transportasi vaksin dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai prosedur untuk menjamin kualitas vaksin sejak dari pabrik sampai diberikan kepada pasien. Rantai vaksin terdiri dari proses penyimpanan vaksin di kamar dingin atau kamar beku, di lemari pendingin, di dalam alat pembawa vaksin, pentingnya alat-alat untuk mengukur dan mempertahankan suhu. Dampak perubahan suhu pada vaksin hidup dan mati berbeda. Untuk itu harus diketahui suhu optimum untuk setiap vaksin sesuai petunjuk penyimpanan dari pabrik masing-masing. (Atikah, 2010)

b. Suhu optimum untuk vaksin hidup Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +2C sampai dengan +8C, diatas suhu +8C vaksin hidup akan cepat mati, vaksin polio hanya bertahan dua hari, vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan mati dalam tujuh hari. Vaksin hidup potensinya masih tetap baik pada suhu kurang dari 2C sampai dengan beku. Vaksin oral polio yang belum dibuka lebih bertahan lama (2 tahun) bila disimpan pada suhu -25C sampai dengan -15C, namun hanya bertahan enam bulan pada suhu +2C sampai dengan +8C. Vaksin BCG dan campak berbeda, walaupun disimpan pada suhu -25C sampai dengan - 15C, umur vaksin tidak lebih lama dari suhu +2C sampai dengan +8C, yaitu BCG tetap satu tahun dan campak tetap dua tahun. Oleh karena itu vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan tidak perlu disimpan di suhu -25C sampai dengan -15C atau didalam freezer. (Atikah, 2010)

c. Suhu optimum untuk vaksin mati Vaksin mati (inaktif) sebaiknya disimpan dalam suhu +2C sampai dengan +8C juga, pada suhu dibawah +2C (beku) vaksin mati (inaktif) akan cepat rusak. Bila beku dalam suhu -0.5C vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B (kombo) akan rusak dalam jam, tetapi dalam suhu diatas 8C vaksin hepatitis B bias bertahan sampai tiga puluh hari, DPT-hepatitis B kombinasi sampai empat belas hari. Dibekukan dalam suhu -5C sampai dengan -10C vaksin DPT, DT dan TT akan rusak dalam 1,5 sampai dengan dua jam, tetapi bisa bertahan sampai empat belas hari dalam suhu di atas 8C. (Atikah, 2010)

d. Kamar dingin dan kamar beku Kamar dingin (cold room) dan kamar beku (freeze room) umumya berada dipabrik, distributor pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, berupa ruang yang besar dengan kapasitas 5-100 m, untuk menyimpan vaksin dalam jumlah yang besar. Suhu kamar dingin berkisar +2C sampai dengan +8C, terutama untuk menyimpan vaksin-vaksin yang tidak boleh beku. Suhu kamar beku berkisar antara -25C sampai dengan -15C, untuk menyimpan vaksin yang boleh beku, terutama vaksin polio. Kamar dingin dan kamar beku harus beroperasi terus menerus, menggunakan dua alat pendingin yang bekerja bergantian. Aliran listrik tidak boleh terputus sehingga harus dihubungkan dengan pembangkit listrik yang secara otomatis akan berfungsi bila listrik mati. Suhu ruangan harus dikontrol setiap hari dari data suhu yang tercatat secara otomatis. Pintu tidak boleh sering dibuka tutup. (Atikah, 2010)

e. Lemari es dan freezerSetiap lemari es sebaiknya mempunyai satu stop kontak tersendiri. Jarak lemari es dengan dinding belakang 10-15 cm, kanan kiri 15 cm, sirkulasi udara disekitarnya harus baik. Lemari es tidak boleh terkena sinar matahari langsung.Suhu didalam lemari es harus berkisar +2C sampai dengan +8C, digunakan untuk menyimpan vaksin-vaksin hidup maupun mati, dan untuk membuat cool pack (kotak dingin cair). Sedangkan suhu di dalam freezer berkisar antara -25C sampai dengan -15C, khusus untuk menyimpan vaksin polio dan pembuatan cold pack (kotak es beku). Termostat di dalam lemari es harus diatur sedemikian rupa sehingga suhunya berkisar antara +2 sampai dengan +8C dan suhu freezer berkisar -15C sampai dengan -25C. Di dalam lemari es lebih baik bila dilengkapi freeze watch atau freeze tag pada rak ke-3, untuk memantau apakah suhunya pernah mencapai di bawah 0 derajat. Sebaiknya pintu lemari es hanya dibuka dua kali sehari, yaitu ketika mengambil vaksin dan mengmbalikan sisa vaksin, sambil mencatat suhu lemari es. (Atikah, 2010)Lemari es dengan pintu membuka ke atas lebih dianjurkan untuk penyimpanan vaksin. Karet-karet pintu harus diperiksa kerapatannya, untuk menghindari keluarnya udara dingin. Bila pada dinding lemari es telah terdapat bunga es, atau di freezer telah mencapai tebal 2-3 cm harus segera dilakukan pencairan (defrost). Sebelum melakukan pencairan, pindahkan vaksin ke cool box atau lemari es yang lain. Cabut kontak listrik lemari es, biarkan pintu lemari es dan freezer terbuka selama 24 jam, kemudian dibersihkan. Setelah bersih, pasang kembali kontak listerik, tunggu sampai suhu stabil. Setelah suhu lemari sedikitnya mencapai +8C dan suhu freezer-15C, masukkan vaksin sesuai tempa tnya. (Depkes RI, 2005)

f. Susunan vaksin di dalam lemari esKarena vaksin hidup dan vaksin inaktif mempunyai daya tahan berbeda terhadap suhu dingin, maka kita harus mengenali bagian yang paling dingin dari lemari es. Letakkan vaksin hidup dekat dengan bagian yang paling dingin, sedangkan vaksin mati jauh dari bagian yang paling dingin. Di antara kotak-kotak vaksin beri jarak selebar jari tangan (sekitar 2 cm) agar udara dingin bias menyebar merata ke semua kotak vaksin. (Atikah, 2010)Bagian paling bawah tidak untuk menyimpan vaksin tetapi khusus untuk meletakkan cool pack, untuk mempertahankan suhu bila listerik mati. Pelarut vaksin jangan disimpan di dalam lemari es atau freezer, karena akan mengurangi ruang untuk vaksin, dan akan pecah bila beku. Penetes (dropper) vaksin polio juga tidak boleh di letakkan di lemari es atau freezer karena akan menjadi rapuh, mudah pecah. (Atikah, 2010)Tidak boleh menyimpan makanan, minuman, obat-obatan atau benda-benda lain di dalam lemari es vaksin, karena mengganggu stabilitas suhu karena sering di buka. (Atikah, 2010)

g. Lemari es dengan pintu membuka ke depanBagian yang paling dingin lemari es ini adalah di bagian paling atas (freezer). Di dalam freezer disimpan cold pack, sedangkan rak tepat di bawah freezer untuk meletakkan vaksin-vaksin hidup, karena tidak mati pada suhu rendah. Rak yang lebih jauh dari freezer (rak ke 2 dan 3) untuk meletakkan vaksin-vaksin mati (inaktif), agar tidak terlalu dekat freezer, untuk menghindari rusak karena beku. Thermometer Dial atau Muller diletakkan pada rak ke-2, freeze watch atau freeze tag pada rak ke 3. (Depkes RI, 2005)

h. Lemari es dengan pintu membuka ke atasBagian yang paling dingin dalam lemari es ini adalah bagian tengah (evaporator) yang membujur dari depan ke belakang. Oleh karena itu vaksin hidup diletakkan di kanan-kiri bagian yang paling dingin (evaporator). Vaksin mati diletakkan dipinggir, jauh dari evaporator. Beri jarak antara kotak-kotak vaksin selebar jari tangan (sekitar 2 cm). Letakkan termometer Dial atau Muller atau freeze watch/freeze tag dekat vaksin mati. (Depkes RI, 2005)

i. Wadah pembawa vaksin Untuk membawa vaksin dalam jumlah sedikit dan jarak tidak terlalu jauh dapat menggunakan cold box (kotak dingin) atau vaccine carrier (termos). Cold box berukuran lebih besar, dengan ukuran 40-70 liter, dengan penyekat suhu dari poliuretan, selain untuk transportasi dapat pula untuk menyimpan vaksin sementara. Untuk mempertahankan suhu vaksin di dalam kotak dingin atau termos dimasukkan cold pack atau cool pack. (Depkes RI, 2005)

j. Menilai kualitas vaksinVaksin hidup akan mati pada suhu di atas batas tertentu, dan vaksin mati akan rusak di bawah suhu tertentu. (Atikah, 2010)1.) Kualitas rantai vaksin dan tanggal kadaluwarsaUntuk mempertahankan kualitas vaksin maka penyimpanan dan transportasi vaksin harus memenuhi syarat rantai vaksin yang baik, antara lain : disimpan di dalam lemari es atau freezer dalam suhu tertentu, transportasi vaksin di dalam kotak dingin atau termos yang tertutup rapat, tidak terendam air, terlindung dari sinar matahari langsung, belum melewati tanggal kadaluarsa, indikator suhu berupa VVM (vaccine vial monitor) atau freeze watch/tag belum melampaui batas suhu tertentu. (Atikah, 2010)2.) VVM (vaccine vial monitor)Untuk menilai apakah vaksin sudah pernah terpapar suhu di atas batas yang dibolehkan, dengan membandingkan warna kotak segi empat dengan warna lingkaran di sekitarnya. Bila waran kotak segi empat lebih muda daripada lingkaran dan sekitarnya (disebut kondisi VVM A atau B) maka vaksin belum terpapar suhu di atas batas yang diperkenankan. Vaksin dengan kondisi VVM B harus segera dipergunakan. Bila warna kotak segi empat sama atau lebih gelap daripada lingkaran dan sekitarnya (disebut kondisi VVM C atau D) maka vaksin sudah terpapar suhu di atas batas yang diperkenankan, tidak boleh diberikan pada pasien. (Atikah, 2010)3.) Freeze watch dan freeze tagAlat ini untuk mengetahui apakah vaksin pernah terpapar suhu dibawah 0C. Bila dalam freeze watch terdapat warna biru yang melebar ke sekitarnya atau dalam freeze tag ada tanda silang (X), bearti vaksin pernah terpapar suhu di bawah 0C yang dapat merusak vaksin mati. Vaksin-vaksin tersebut tidak boleh diberikan kepada pasien. (Atikah, 2010)4.) Warna dan kejernihan vaksinWarna dan kejernihan beberapa vaksin dapat menjadi indikator praktis untuk menilai stabilitas vaksin. Vaksin polio harus berwarna kuning oranye. Bila warnanya berubah menjadi pucat atau kemerahan berarti pHnya telah berubah, sehingga tidak stabil dan tidak boleh diberikan kepada pasien. (Atikah, 2010)Vaksin toksoid, rekombinan dan polisakarida umumnya berwarna putih jernih sedikit berkabut. Bila menggumpal atau banyak endapan berarti sudah pernah beku, tidak boleh digunakan karena sudah rusak. Untuk meyakinkan dapat dilakukan uji kocok seperti dibawah ini. Bila vaksin setelah dikocok tetap menggumpal atau mengendap maka vaksin tidak boleh digunakan karena sudah rusak. (Atikah, 2010)5.) Pemilihan vaksinVaksin yang harus segera dipergunakan adalah : vaksin yang belum dibuka tetapi telah dibawa ke lapangan, sisa vaksin telah dibuka (dipergunakan), vaksin dengan VVM B, vaksin dengan tanggal kadaluarsa sudah dekat (EEFO = Early Expire First Out), vaksin yang sudah lama tersimpan dikeluarkan segera (FIFO = First In First Out). (Atikah, 2010)2.2.4 Teknik Pemberian vaksinSebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular atau subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu polio diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan suntikan intradermal. (Markum, 2002)a. Arah Sudut Jarum pada Suntikan IntramuskularJarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 45o sampai 60o ke dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid (lengan atas). Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke arah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 90o. pada suntikan dengan sudut jarum 45o sampai 60o akan mengalami hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot. (Markum, 2002)

b. Tempat Suntikan yang DianjurkanRegio Femoris anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa. (Markum, 2002)Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica (nervus ischiadicus). Risiko kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengan tidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat. (Markum, 2002)Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus disuntik pada kulit di atas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak pundak memberi risiko terjadinya keloid. (Markum, 2002)

c. Posisi Anak dan Lokasi SuntikanVaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan risiko kerusakan saraf, pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting bahwa bayi dan anak jangan bergerak saat disuntik, walaupun demikian cara memegang bayi dan anak yang berlebihan akan menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot. Perlu diyakinkan kepada orang tua atau pengasuh untuk membantu memegang anak atau bayi, dan harus diberitahu agar mereka memahami apa yang sedang dikerjakan.Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah : Menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica pada suntikan daerah gluteal. Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat. Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B berkurang bila disuntikkan di daerah gluteal. Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan di tempat suntikan yang menahun. Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior. (Markum, 2002)d. Posisi Anak dan Lokasi Suntikan Vastus Lateralis,Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 45o-60o terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari di atas (ke arah proksimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot. (Markum, 2002)Anak atau bayi diletakkan di atas meja periksa, dapat dipegang oleh orang tua/pengasuh atau posisi setengah tidur pada pangkuan orang tua atau pengasuhnya. Celana (popok) bayi harus dibuka bila menutupi otot vastus lateralis sebagai lokasi suntikan, bila tidak demikian vaksin akan disuntikkan terlalu bawah di daerah paha. Kedua tangan dipegang menyilang pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan antara jempol dan jari-jari. Posisi ini akan mengurangi hambatan dalam proses penyuntikan dan membuatnya lebih lancar. (Markum, 2002)Lokasi suntikan pada vastus lateralis : Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang. Tungkai bawah sedikit ditekuk dengan fleksi pada lutut. Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian distal lebih jelas). Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara sepertiga bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari di atas batas tersebut. (Markum, 2002)

Deltoid Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah deltoid ialah duduk di atas pangkuan ibu atau pengasuhnya. Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara lengan lainnya diletakkan di belakang tubuh orang tua atau pengasuh. Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan berhasil. Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan meningkatkan risiko penetrasi saraf. Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik membuka lengan atas dari pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara akromnion dari insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45o-60o mengarah pada akromnion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada risiko trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep. (Markum, 2002)

e. Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial)Untuk vaksin yang diambil menembus tutup karet atau yang telah dilarutkan, harus memakai jarum baru. Apabila vaksin telah diambil dari vial yang terbuka, dapat dipakai jarum yang sama. Jarum atau semprit yang telah digunakan menyuntik seseorang tidak boleh digunakan untuk mengambil vaksin dari botol vaksin karena risiko kontaminasi silang, vaksin dalam botol yang berisi dosis ganda (multidosis) jangan digunakan kecuali tidak ada alternatif lain. (Markum, 2002)

f. Penyuntikan SubkutanPerhatian untuk suntikan subkutan : Arah jarum 45o terhadap kulit. Cubit tebal untuk suntikan subkutan. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda. (Markum, 2002)

g. Penyuntikan IntramuscularPerhatian untuk penyuntikan intramuskular : Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot. Suntik dengan arah jarum 45o-60o, lakukan dengan cepat. Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukkan. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena. Apabila terdapat darah, buang dan ulangi dengan suntikan baru. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.(Markum, 2002)

h. Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boleh diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup, khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio. (Markum, 2002) Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yang diberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda. (Markum, 2002)

i. Teknik dan Ukuran JarumPara petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena risiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis (karena tidak ada laternatif vaksin dalam sediaan lain) maka jarum suntik yang telah digunakan menyuntikkan tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.(Markum, 2002)Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup yang diberi tanda (label) tidak mudah robek dan bocor, untuk menghindari luka tusukan atau pemakaian ulang. Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak. (Markum, 2002)Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot. Penggunaan jarum yang pendek meningkatkan risiko terjadi suntikan subkutan yang kurang dalam. (Markum, 2002)Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :a. Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm.b. Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dapakai jarum ukuran 25 dengan panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm.c. Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran 25-27 dengan panjang 10 mm.(Markum, 2002)

2.3 Posyandu2.3.1 Pengertian PosyanduPosyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. (Kemenkes RI, 2011)Pengintegrasian layanan sosial dasar di Posyandu adalah suatu upaya mensinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat meliputi perbaikan kesehatan dan gizi, pendidikan dan perkembangan anak, peningkatan ekonomi keluarga, ketahanan pangan keluarga dan kesejahteraan sosial. UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. (Kemenkes RI, 2011)

2.3.2. Tujuan PosyanduTujuan penyelenggaraan posyandu adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan bayi, balita, ibu dan pasangan usia subur. Posyandu direncanakan dan dikembangkan oleh kader bersama Kepala Desa dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) serta penyelenggaraannya dilakukan oleh kader yang terlatih dibidang KB-Kes, berasal dari PKK, tokoh masyarakat, pemuda dengan bimbingan tim pembina LKMD tingkat kecamatan. Kader adalah anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat setempat yang disetujui oleh LKMD dengan syarat; mau dan mampu bekerja secara sukarela, dapat membaca dan menulis huruf latin dan mempunyai cukup waktu untuk bekerja bagi masyarakat. (Depkes RI, 2005)Posyandu dapat melayani semua anggota masyarakat, terutama ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta Pasangan Usia Subur (PUS). Biasanya dilaksanakan satu kali sebulan ditempat yang mudah didatangi oleh masyarakat dan ditentukan masyarakat sendiri. (Depkes RI, 2005)2.3.3 Kedudukan PosyanduMenurut lokasinya Posyandu dapat berlokasi di setiap desa atau kelurahan atau nagari. Bila diperlukan dan memiliki kemampuan, dapat berlokasi di tiap RW, dusun, atau sebutan lain yang sesuai. (Depkes RI, 2005)

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi PelaksanaanTugas Pengenalan profesi akan dilaksanakan di Puskesmas Seberang Ilir,

3.2 Waktu PelaksanaanTugas Pengenalan Profesi telah dilaksanakan pada:Tanggal: Disesuaikan Pukul: Disesuaikan

3.3 Objek Tugas MandiriSubjek tugas mandiri pada pelaksanaan TPP ini adalah petugas imunisasi dan anak-anak yang diberikan imunisasi di Puskesmas Seberang Ulu II Palembang.

3.4 Alat dan BahanAlat dan bahan yang digunakan pada Tugas Pengenalan profesi kali ini 1. Panduan,2. Alat tulis3. Alat perekam (jika diperlukan).

3.5 Langkah-Langkah KerjaLangkah kerja yang dilakukan adalah:1. Membuat proposal Tugas Pengenalan Profesi.2. Menyiapkan daftar tilikan dalam melakukan observasi teknik imunisasi di posyandu3. Konsultasi kepada pembimbing.4. Menyiapkan surat permohonan izin melakukan kegiatan Tugas Pengenalan Profesi ke Posyandu.5. Membuat janji dengan pihak Posyandu.6. Melakukan observasi teknik imunisasi di Posyandu.7. Mencatat kembali hasil observasi.8. Membuat laporan hasil Tugas Pengenalan Profesi.9. Membuat kesimpulan dan saran hasil observasi.10. Melampirkan foto bukti dan data pendukung pelaksanaan dari kegiatan Tugas Pengenalan Profesi.

DAFTAR PUSTAKAArsyad,K.M. dkk. 2013. Modul Pembelajaran Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Palembang : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.Atikah, P. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Offset.Baratawidjaja, K dan Rengganis, I. 2012. Imunologi Dasar Edisi VII. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Operasional Pelayanan Imunisasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Departemen Kesehatan RI. 2005. Buku Pegangan Kader Posyandu. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi.Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Markum, AH. 2002. Imunisasi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Soemantri . 2005. Survei Kesehatan Nasional. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

25