refarat nhs copy 2.doc

Upload: arham-jaya

Post on 15-Oct-2015

68 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia. Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di Amerika setiap tahunnya adalah 50 100 dari 100.000 orang penderita.(1,2)Di negara-negara ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah kesehatan utama yang menyebabkan kematian. Dari data South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroke terbesar terjadi di Indonesia yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Dari seluruh penderita stroke di Indonesia, stroke ischemic merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu sebesar 52,9%, diikuti secara berurutan oleh perdarahan intraserebral, emboli dan perdarahan subaraknoid dengan angka kejadian masing-masingnya sebesar 38,5%, 7,2%, dan 1,4% (1)

Stroke disebabkan oleh keadaan ischemic atau proses hemorrhagic yang seringkali diawali oleh adanya lesi atau perlukaan pada pembuluh darah arteri. Dari seluruh kejadian stroke, duapertiganya adalah ischemic dan sepertiganya adalah hemorrhagic. Disebut stroke ischemic karena adanya sumbatan pembuluh darah oleh thromboembolic yang mengakibatkan daerah di bawah sumbatan tersebut mengalami ischemic. Hal ini sangat berbeda dengan stroke hemorrhagic yang terjadi akibat adanya mycroaneurisme yang pecah (3,4)B. INSIDEN

Strok mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun sebagian besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia diatas 40. Walaupun demikian jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia dibawah 45 tahun terus meningkat. Pada konferensi ahli saraf internasional di Inggris dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 1000 penderita stroke berusia kurang dari 30 tahun. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030(5)C. EPIDEMIOLOGI

Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak, karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak di Asia. Jumlah penderita stroke dengan rata-rata berusia 60 tahun ke atas berada di urutan kedua terbanyak di Asia, sedangkan usia 15-59 tahun berada di urutan ke lima terbanyak di Asia (6) Jumlah penderita stroke mencapai 8,3 per 100 populasi di Indonesia dengan populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1,7 juta penderita stroke di Indonesia (7). Menurut laporan P2PL Pemberantasan penyakit tidak menular rawat inap berbasis puskesmas tahun 2012 di sulawesi selatan penyebab kematian tertinggi yaitu kecelakaan lalu lintas 99 kasus, hipertensi 58 kasus, asma 32 , stroke 18 kasus dan DM 14 kasus, dan kematian penyakit tidak menular berbasis puskesmas rawat jalan hipertensi 606 kasus, strok 389 kasus, asma 352 kasus, DM 218 dan kecelakaan lalu lintas 193 kasus.Pada tahun 2012 laporan P2PL terdapat lima penyakit tidak menular berbasis Rumah Sakit sentinel yaitu Kardiovaskuler (43,62), Diabetes Militus (27,64%), Gakece (16,25.%),PKD(9,41%) dan Kanker (3,09%), sedangkan penyebab kematian tertinggi penyakit tidak menular berbasis rumah sakit rawat inap yaitu Strokedi urutan pertama (135 kasus), Kecelakaan lalu lintas(77 kasus), Hypertensi Esensial primer (65kasus), PPOK (33 kasus) dan Penyakit Ginjal Kronik (32%) dan kematian tertinggi penyakit tidak menular berbasis rumah sakit rawat jalan yaitu Jantung Hypertensi ( 67 kasus), Hypewrtensi esensial (52 kasus), Stroke (36 kasus), Kecelakaan lalu lintas 22 kasus, Diabetes Militus Tipe lainnya (20 kasus) (8)BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISIDefinisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (9)B. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAKOtak memperoleh darah melalaui dua sistem, yakni sistem karotis (a.karotis interna kanan dan kiri), dan sistem vertebral. A.karotis interna, setelah memisahkan diri dari a.karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan a.oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: a. Serebri anterior dan a.serebri media. Untuk otak sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. (12)

Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di a.subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang a.serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, a.basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: a.serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. (12)Ke 3 pasang arteri serebri ini barcabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu dengan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral, yaitu : (12) Sirkulus willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a. serebri media kanan-kiri, a.komunikans anterior (yang menghubungkan kedua a.serebri anterior), sepasang a.serebri posterior, dan a.komunikans posterior (yang menghubungkan a.serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak

Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui a.oftalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna.

Hubungan antara sistem vertebral dengan a.karotis eksterna (pembuluh darah ekstrakranial)

Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskirk tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eskterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugulares, dicurahkan menuju ke jantung. (12)C. FISIOLOGIa. Fisiologi Otak

Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan dinyatakan dalamsatuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak/cerebralperfusion pressure (CPP) dan resistensi serebrovaskular/cerebrovascular resistance(CVR) (14,16). Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100gram otak/menit. Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut: (14,15) CPP MABP - ICP

CBF ==

CVR CVRKomponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure (ICP), sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak (14,16) Ambang batas aliran darah otak ada tiga, yaitu (16)a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh

b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi.c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah 15 cc/100 gram/menit.Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain : (14,17)a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh trombus/embolus.

b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat akanmenyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkanoksigenasi otak menurun.

c. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.Autoregulasi Otak

Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata rata adalah 50 150 mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan (18).

Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan. Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 200 mmHg dan tekanandiastolik 60 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf otonom (16)Metabolisme Otak Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 25 ml/100 gram otak/ menit maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan (16)Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama oleh 3 faktor. Dua yang paling penting adalah, tekanan untuk memompakan darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku) (12)Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga diantaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokontriksi. (12)Viskositas/ kekentalan datah yang tinggi mengurangi ADO, sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, dan aliran darah lambat, akibat ADO yang menurun. (12)I. PATOFISIOLOGI STROK a. patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat TrombusStroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior)(19) Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna (15) Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal(20,21)Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Nadan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi.(19) Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel,tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.(20)Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebralyang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi(15) Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik (21)

b. Patofisiologi strok Non Hemoragik akibat EmboliStrok embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat(misalnya, stroke arteria vertebralis) atau asala embolus. Asal strok embolik dapat suatu arteri distal atau jantung yang merupakan sumber tersering: infark miokardium, fibrilasi atrium,penyakit katup jantung,katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik (Smith,Hauser,Easton,2000). Dari hal-hal ini, fibrilasi atrium sejauh ini merupakan penyebab tersering. Penyebab penting selanjutnya adalah tromboemboli yang berasal dari arteri terutama plak ateromatosa di arteri karotis.(23)Strok yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologis mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut dibagian pembulih yang mengalami stenosis. Strok kardioembolik, yaitu jenis strok embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru saja mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombolitik yang terbentuk didinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteria karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergatung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. (23)Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbulkan gejal-gejala fokal. Sayangnya pasien dengan strok kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita strok hemiragik di kemuadian hari, saat terjadi perdarahan peteki atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin beberapa hari setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahan tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat meyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh darah tersebut.(23)

D. KLASIFIKASI STROKStroke diklasifikasikan sebagai berikut : (9,10,12)1. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

1) Stroke akibat trombosis serebri

2) Emboli serebri

2. Berdasarkan waktu terjadinya 1. Serangan iskemik sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA);

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam wwaktu 24jam

2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/ Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) : gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam. Tetapi tidak lebih dari seminggu.

3. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) : gejala neurologik makin lama makin berat.

4. Stroke Komplet ( Completed Stroke / permanen strok) ; gejala klinis sudah menetapE. FAKTOR RISIKO STROKa. Yang dapat dimodifikasi :

1. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko GPDO (gangguan pembuluh darah otak) yang potensial. Hipertensi mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbul perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian. Dari berbagai penelitian diperoleh bukti yang jelas bahwa pengendalian hipertensi, baik yang diastolik, sistol maupun keduanya menurunkan angka kejadian GPOD. Pengendalian hipertensi tidak cukup dengan minum obat secara teratur, faktor-faktor lain yang sekiranya berkaitan dengan hipertensi harus diperhatikan pula. Penurunan berat badan yang berlebihan, pencegahan minum obat-obatan yang dapat menaikkan tekanan darah, diet rendah garam, dan olahraga secara teratur akan menambah tingkat keberhasilan pengendalian hipertensi. (11)2. Diabetes melitus

Diabetes melitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran darah ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel-sel otak. Kadar glukosa darah yang tinggi pada GPDO akut akan memperberat kerusakan sel-sel otak. (11)3. Penyakit jantung

Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan GPDO di kemudian hari. Penyakit jantung rematika, penyakit jantung koroner dengan infark otot jantung, dan gangguan irama denyut jantung merupakan faktor risiko GPDO yang cukup potensial. Faktor risiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel/ jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah. Peristiwa ini disebut emboli. Apabila penyakit jantung yang ada diberi obat-obat anti-penggumpalan darah dengan dosis yang tak terkontrol dan/atau tidak dilakukan kontrol terhadap waktu penjendalan darah maka dapat muncul komplikasi yang serius, ialah perdarahan otak. Munculnya penyakit jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, dan hiperkolestrolemia. (11)4. Gangguan aliran darah otak sepintas

Oleh karena berbagai faktor risiko GPOD yang ada pada seseorang maka orang tersebut dapat mengalami gangguan aliran darah sepintas, yang gejala-gejalanya akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu kurang dari 24 jam. Gejala yang muncul dapat bervariasi, bergantung pada daerah otak yang terganggu aliran darahnya, dapat bersifat tunggal ataupun kombinasi. Pada umumya bentuk-bentuk gejalanya sebagai berikut : hemiparesis, disartri, kelumpuhan otot-otot mulut/pipi, kebutaan mendadak, hemiparestesi, afasia. Sementara itu, gangguan keseimbangan vertigo, diplopia, disfagia, atau disartri, apabila tidak disertai gejala yang lain maka tidak dipertimbangkan sebagai suatu gejala gangguan aliran darah otak sepintas; perlu dipikirkan kemungkinan penyebab lain. (11)Gangguan aliran darah otak sepintas ini dapat terjadi beberapa kali dalam 24 jam, atau terjadi berkali-kali dalam satu minggu. Makin sering seseorang mengalami gangguan aluran darah otak sepintas ini maka kemungkinan untuk mengalami GPOD makin besar. (11)5. Hiperkolestrolemi

Meningginya kadar kolesterol dalam darah disebut hiperkolesterolemi. Meningginya kadar kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL). Merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya aterosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastilitas pembuluh darah). Peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL (high density lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya jantung koroner, dan penyakit jantung seperti ini merupakan faktor risiko GPDO. (11)6. Infeksi

Di Indonesia, infeksi masih merupakan penyakit yang sangat mengganggu kesehatan masyarakat. Diantara sekian banyak penyakit infeksi maka yang mampu berperan sebagai faktor risiko GPDO adalah Tuberkulosis, maralia, leptospirosis dan infeksi cacing. (11)7. Merokok

Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen; peningkatan ini akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan viskositas darah. (11) b. Yang tidak dapt dimodifikasi : (13)1. Umur2. Jenis kelamin

3. Herediter

4. Ras dan etnis.J. MANIFESTASI KLINIKGejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. (12)Gejala utama GPDO iskemik akibat trombosis serebri ialah, timbulnya defisit neurologik secara mendadak/sub akut, didahului gejala prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih 50 tahun. Pada pungsi lumbal, liquor serebrospinalis jernih, tekanan darah normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pada pemeriksaan scan tomografik dapat disaksikan adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik dan edema. (12)Gejala utama GPDO akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai tempat yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran dapat menurun bila embolus cukup besar. Liquor serebrospinalis normal.a. Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis : (11,12)1. Gejala penyumbatan arteri karotis interna :

Buta mendadak (amaurosis fugaks)

Disfasia bila gangguan terletak pada sisi dominan

Hemiparesis kontra lateral dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan

2. Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (arteri serebri media) dapat terjadi gejala-gejala berikut :

Gangguan rasa didaerah muka/wajah sesisi atau disertai gangguan rasa dilengan dan tungkai sesisi.

Dapat terjadi gangguan gerak/kelumpuhan dari tingkat ringan sampai kelumpuhan total pada lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)

Gangguan utuk berbicara baik berupa sulit untuk mengeluarkan kata-kata atau sulit mengerti pembicaraan orang lain (afasia)

Gangguan penglihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan pandang (hemianopsia)

Mata selalu melirik ke arah satu sisi (deviation conjugate)

Kesadaran menurun

Tidak menegenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya (prosopagnosia)

Pelo (disartri)

Merasa anggota badan sesisi tak ada.

Tak dapat membedakan antara kiri dan kanan (misalnya pakaian)

Sudah tampak tanda-tanda kelainan namun tak sadar kalau dirinya mengalami kelainan (misalnya : jalan sudah tabrak-tabrak)

Kehilangan kemampuan musik yang dulu dipunyainya (amusia)

Bila sumbatan dipangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila tidak dipangkal maka lengan lebuh menonjol

Hemihipestesia

b. Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan ( arteri serebri anterior), dapat terjadi gejala-gejala sebagai berikut :

Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh

Hemiparesis kontra lateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol

Gangguan mental (bila lesi di frontal)

Inkontinensia

Bisa kejang-kejang

Gangguan pengungkapan maksudc. Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (arteri serebri posterior), akan memberikan gejala-gejala antara lain : Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapang pandang pada kedua mata, bila bilateral disebut blindness Rasa nyeri spontan atau hilangnya rasa nyeri dan rasa getar pada separuh sisi tubuh

Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat dimengerti jika meraba atau mendengar suaranya.

Kehilangan kemampuan mengenal warna.d. Gangguan pada kedua sisiKerana adanya sklerosis pda banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada kedua sisi. Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya pada vaskular dengan gejala-gejala:

Hemiplegi dupleks

Sukar menelan

Gangguan emosional mudah menangis

e. Gejala-gejala pada pembuluh darah vertebrobasilaris : Ganguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia jalan menjadi sempoyongan Kehilangan keseimbangan

Kedua kaki lemah/hipotoni, tak dapat berdiri (paraparesis inferior)

Vertigo atau dizziness

Nistagmus

Muntah

Gangguan menelan (disfagia)

Disartri

Tuli mendadakK. PENATALAKSANAANTerapi Dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut,

Fase akut(hari ke 0-14 sesudah onset penyakit) (12)Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati; dan agar proses patologis lainnya yang menyertai tak terganggua/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal :

Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar

Jantung : harus berfungsi dengan baik, bila perlu pantau EKG

Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak

Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih pada penderita dengan diabetes melitus lama. Bila gawat atau koma, balans cairan, elektrolit dan asam basa harus dipantau. Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita. Didaerah iskemik (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan pendapat obat-obat itu antara lain :

1. Anti edema otak

Gliserol 10% per infus, 1 gr/Kg BB/hari dalam 6 jam

Kortikosteroid ; yang banyak digunakan, deksametason dengan bolus 10-20 mg.iv, diikuti 4-5 mg/6jam selama beberapa hari, lalu diturunkan pelan-pelan (tapering off) dan dihentikan setelah fase akut berlalu

2. Anti agregasi trombosit:

Yang umum dipakai : asam asetil salisilat (ASA), seperti aspirin,aspilet dll dengan dosis rendah : 80-300 mg/hari

3. Antikoagulansia : misalnya heparin

4. Lain-lain :

Trombolisin (trombokinase) masih dalam uji coba

Obat-obat (baru) seperti pentoksifin,sitikolin,piracetam, dan akhir-akhir ini calcium-entry-bloker selektif; telah digunakan pada stroke nonhemoragik dan masih sedang dan terus dalam penelitian dan pengkajian.Fase pasca akutSetelah akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita dan pencegahan terulangnya stoke

Rehabilitasi

GDPO merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, upaya membatasi kecacatan penderita, fisik dan mental dengan fisioterapi terapi wicara dan psikoterapi

Terapi preventif

Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru, dengan menghindari faktor-faktor risiko stroke : pengendalian hipertensi dan DM, menghindari rokok, obesitas, stress, berolah raga secara teratur.

Penatalaksanaan Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.221. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragika. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset 120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusie. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis3) Stroke dalam evolusi4) Diseksi arteri5) Trombosis sinus duraHeparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.h. Pemeriksaan penunjang neurovascular diutamakan yang inovasif. Pemeriksaan berikut ini dianjurkan pada pasien infark serebri bila alat tersedia dan biaya terjangkau.

1) ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung.

2) ultrasonografi Doppler karotis diperlukan untuk menyingkirkan stenosis karotis yang simptomatis serta lebih dari 70%, yang merupakan indikasi untuk enarterektomi karotis.

Daftar Pustaka1. Permatasari, Dwita. 2011. Kejadian Hiperkolesterolemia Disertai Hipertensi dan Diabetes Mellitus pada Penderita Stroke Trombotik Akut. Bulletin Penelitian RSUD Dr Soetomo, 13(3), 112-120. Dalam : Cintya Agreayu Dinata.dkk, 2012. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, diuduh : http://jurnal.fk.unand.ac.id, tanggal 3 februari 2014

2. A, Basjiruddin ; darwin Amir (ed.). 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi) edisi 1. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

3. Guyton, Arthur C; John E Hall. 2007. Textbook of Medical Physiology edisi 11. Terjemahan; Dian Ramadhani; Fara Indriyani; Frans Dany; Imam Nuryanto; Srie Sisca Prima Rianti; Titiek Resmisari; Joko Suryono. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC. Dalam : Cintya Agreayu Dinata.dkk, 2012. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, diuduh : http://jurnal.fk.unand.ac.id, tanggal 2 februari 2014

4. Hananta, I Putu Yuda; Harry Freitag L.M. 2011. Deteksi Dini dan Pencegahan Hipertensi dan Stroke. Yogyakarta: Media Pressindo Dalam : Cintya Agreayu Dinata.dkk, 2012. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, diuduh : http://jurnal.fk.unand.ac.id, tanggal 2 februari 20145. American Heart Association. 2010. Stroke Risk Factor. (http://ww.strokeassociation.org/presenter.jhtml?identifier). Diakses tanggal 8 oktober 2012. Dalam Mutmainnah dkk,. 2012, Faktor Risiko kejadian strok pada dewasa awal (18-20 tahun) di Makassar. 6. Yayasan Stroke Indonesia. 2010. www.yastroki.or.id. Diunduh: tanggal 3 februari 2014

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar

8. Dinas Kesehatan Provinsi Sul-Sel. 2012. Profil Kesehatan Sulawesi Selatan Tahun 2012. Diunduh : www.depkes.go.id tanggal 2 februari 20149. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007. Dalam : Yayan A. 2008. Strok. FK Universitas Riau10. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.11. Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Penerbit: Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 60-65.12. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Penerbit : gajah mada University Press. Yogyakarta. Hal: 82-8413. Cohen SN.2000. The subacute stroke patient; preventing recurent stroke. In Cohen SN. Management of ischemic stroke. Mc Graw Hill pp 89-109. Dalam :Ismail S. Stroke; Gejala dan Penatalaksanaan..FK UGM. Diunduh : www.kalbemed.com tanggal 2 februari 2014

14. Ngoerah, IGNG. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga University Press.Surabaya. Hlm: 238-258 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar15. Trent MW, John T, Sung CT, Christopher GS, Sthepen MT. 2011.Pathophysiology,treatment, animal and cellular models of human ischemic stroke. Molecular Neurodegeneration.; 6:11 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar16. Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan MetabolismeOtak. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hlm: 801-808 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar17. ThirumaVArumugam Biswas, M. Sen, S. Simmons, J. Etiology and Risk Factors of Ischemic Stroke in Indian-American Patients from a Hospital-based Registry in New Jersey, USA. Neurology Asie. 2009; 14(2): 81-86 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar18. Hadjiev, DI. Mineva, PP. Vukov, MI. Multiple Modifiable Risk Factors for First Ischemic Stroke: a Population-based Epidemiological Study. European Journal of Neurology. 2003; 10: 577-582 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar19. Whisman, JP. Classification of Cerebrovascular Disease III. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Stroke. 1990: 657-659 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar20. Hinkle, JL. Guanci, MM. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39(5): 285-293, 310 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar21. Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of Localization. Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1): 2-16 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

22. Jan, S. Trombosis of Cerebral Vein and Sinuses. N Engl J Med. 2005; 352:1791-8 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

21. Bruce F, Barbara CF. Mechanisms of Thrombus Formation. New England Journal Medical. 2008;359:938-49 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar22. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 19-22.23. Sylvia A. Price & Lorraine M.Wilson. 2006. Patofisiologi. EGC; Jakarta