refarat psikiatri julinda tri jayanti

27
BAB I PENDAHULUAN Cemas dalam bahasa latin “anxius” dan dalam bahasa Jerman “angst” kemudian menjadi “anxiety” yang berarti kecemasan, merupakan suatu kata yang dipergunakan oleh Freud untuk menggambarkan suatu efek negatif dan keterangsangan. Cemas mengandung arti pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi dengan sebaik – baiknya. Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affectiv) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability), kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas – batas normal. Ada segi yang disadari dari kecemasan itu sendiri seperti rasa takut, tidak berdaya, terkejut, rasa berdosa atau terancam, selain itu juga segi – segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak dapat menghindari perasaan yang tidak menyenangkan. Cemas atau ansietas merupakan reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam. Keadaan emosi ini biasanya merupakan pengalaman individu yang subyektif yang tidak diketahui secara 1

Upload: julinda

Post on 05-Sep-2015

243 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

KECEMASAN

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Cemas dalam bahasa latin anxius dan dalam bahasa Jerman angst kemudian menjadi anxiety yang berarti kecemasan, merupakan suatu kata yang dipergunakan oleh Freud untuk menggambarkan suatu efek negatif dan keterangsangan. Cemas mengandung arti pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi dengan sebaik baiknya. Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affectiv) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability), kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas batas normal. Ada segi yang disadari dari kecemasan itu sendiri seperti rasa takut, tidak berdaya, terkejut, rasa berdosa atau terancam, selain itu juga segi segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak dapat menghindari perasaan yang tidak menyenangkan.

Cemas atau ansietas merupakan reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam. Keadaan emosi ini biasanya merupakan pengalaman individu yang subyektif yang tidak diketahui secara khusus penyebabnya. Cemas berbeda dengan takut, seseorang yang mengalami kecemasan tidak dapat mengidentifikasikan ancaman. Cemas dapat terjadi tanpa rasa takut namun ketakutan tidak terjadi tanpa kecemasan. Respon kecemasan yang berkepanjangan ini sering diberi istilah gangguan kecemasan, dan ini merupakan penyakit. Dari aspek klinik kecemasan dapat dijumpai pada orang yang menderita stress normal; pada orang yang menderita sakit fisik berat, lama dan kronik; pada orang dengan gangguan psikiatri berat (skizofrenia, gangguan bipolar dan depresi); dan pada segolongan penyakit yang berdiri sendiri yang dinamakan gangguan kecemasan.

Penyebab gangguan cemas multifaktorial, faktor biologis, psikologis, dan sosial. Faktor biologis kecemasan akibat dari reaksi syaraf otonom yang berlebihan dan terjadi pelepasan katekholamine. Dilihat dari aspek psikoanalisis kecemasan dapat terjadi akibat impuls-impuls bawah sadar yang masuk ke alam sadar. Mekanisme pertahanan jiwa yang tidak sepenuhnya berhasil dapat menimbulkan kecemasan yang mengambang, displacement dapat mengakibatkan reaksi fobia, undoing, reaksi formasi, dan dapat mengakibatkan gangguan obsesi kompulsif. Sedangkan ketidak-berhasilan represi mengakibatkan gangguan panik. Dari pendekatan sosial, anxietas dapat disebabkan karena konflik, frustasi, krisis atau tekanan. Gejala-gejala umum dari kecemasan diantaranya gejala psikologik seperti ketegangan, kekuatiran, rasa takut, panik, perasaan tak nyata, takut gila, dan sebagainya. Hal tersebut dapat bermanifestasi sebagai gejala fisik seperti jantung berdebar-debar, berkeringat, pusing, gemetar, ketegangan otot, mual, gelisah, nyeri ulu hati, sulit bernapas, dan lain-lain.

Bentuk-bentuk gangguan cemas diataranya gangguan fobik, gangguan stres pasca trauma, gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan stres akut, gangguan campuran anxietas dan depresi dan gangguan obsesif-kompulsif.

Selain psikofarmaka, terapi kecemasan diantaranya juga dengan psikoterapi. Saat ini sudah banyak teori-teori yang mendukung keberhasilan psikoterapi dalam menangani kecemasan. Dari penelitian-penelitian juga banyak tersimpulkan bahwa kombinasi antara psikofarmaka dengan psikoterapi menunjukkan angka keberhasilan yang tinggi dalam menangani pasien-pasien dengan gangguan cemas dibandingkan dengan penanganan tunggal seperti psikofarmaka saja.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dua jenis pengobatan yang paling umum untuk gangguan cemas adalah psikofarmaka (obat-obat) dan psikoterapi (konseling psikologis). Kedua pendekatan ini menunjukkan hasil akhir yang baik dalam terapi pasien dengan gangguan cemas.

Psikoterapi adalah cara cara atau pendekatan yang menggunakan teknik teknik psikologik untuk menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental. Psikoterapi menggarap hal hal yang dasar dan rasional, serta nirsadar dan irasional. Gejala gejala yang tampak secara klinis pada pasien, menggambarkan perilakunya menghadapi hidup. Apabila ingin menyembuhkan jiwa atau mencari jalan untuk kesembuhan jiwa, kita harus memahami hal-hal yang mempengaruhi seseorang sejak masa dini hingga kini.

Psikoterapi (psychotherapy) adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis. Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran dan emosinya, sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikisnya. Menurut Carl Jung, psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi merupakan suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini juga digunakan untuk orang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak atas kesehatan psikis yang penderitaannya menyiksa kita semua. Menurut pendapat Jung ini, bangunan psikoterapi selain digunakan untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga berfungsi preventif (pencegahan), dan konstruktif (pemeliharan dan pengembangan jiwa yang sehat). Psikoterapi melibatkan berbicara dengan kesehatan mental yang terlatih dan profesional, seperti psikiater, psikolog, pekerja sosial atau konselor, untuk menemukan apa yang menjadi penyebab gangguan cemas dan bagaimana menangani gejala yang muncul akibat hal tersebut.

Psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara (interview). Dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik dan penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengandung kedua aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan interpersonal dengan pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam usaha menegakkan diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih mengutamakan aspek terapeutiknya, data yang diperlukan akan berangsur terkumpul dengan kian membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter dengan pasiennya, sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan terapis dengan pasiennya tersebut. Dalam melakukan psikoterapi, hendaknya kita mengoptimalkan fungsi mendengar dengan seksama (theraupeutic or empathic listening) dan mengoptimalkan hubungan terapeutik (theraupetic alliance). Kita jangan berpreokupasi pada tujuan yang ingin dicapai (misanya harus memberikan saran apa bagi pasien). Semakin kita mendengar, kian jelas apa yang harus kita lakukan.

Ciri-ciri psikoterapi :

1. Proses : Interaksi 2 pihak, formal, profesional, legal, etis.

2. Tujuan : perubahan kondisi psikologis menjadi pribadi yang positif / optimal (afektif, kognitif, individu, perilaku / kebiasaan).

3. Tindakan berdasarkan pada : ilmu (teori-teori), teknik, skill yang formal assesment (data yang diperoleh melalui proses assessment seperti wawancara, observasi, tes, dll).

Berikut akan dibahas teknik-teknik psikoterapi yang sering diterapkan untuk menangani gangguan cemas.

Cognitive-Behavior therapy (CBT)

Cognitive-behavior therapy atau terapi kognitif-perilaku merupakan suatu bentuk psikoterapi yang menekankan pada pentingnya berpikir tentang perasaan manusia dan apa yang dilakukan manusia. CBT dikembangkan dari perpaduan antara terapi kognitif (cognitive therapy) dan terapi perilaku (behavior therapy). Cognitive therapy merupakan sejenis psikoterapi yang dikembangkan oleh psikiater Amerika, yang bertujuan untuk membantu pasien mengatasi kesulitan-kesulitannya dengan mengidentifikasi dan mengubah disfungsi pikir, perilaku dan respon emosi. Terapi didasarkan pada kolaborasi antara pasien dan terapis, dan pasa pengujian keyakinan (belief). Behavior therapy merupakan sebuah pendekatan psikoterapi yang didasarkan pada teori pembelajaran yang bertujuan untuk menyembuhkan sakit kejiwaan (psikopatologi) dengan teknik-teknik yang dirancang untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dan menyingkirkan perilaku yang tidak diinginkan.

CBT dapat digunakan untuk seorang klien ataupun sekelompok klien, dan teknik CBT biasanya diadaptasi sehingga bisa diterapkan oleh klien untuk menolong dirinya sendiri.

Pendekatan cognitive-behavior therapy memiliki karakteristik sebagai berikut (NACBT, 2011) :

1. CBT didasarkan pada gagasan pikiran bahwa manusialah yang menyebabkan perasan dan perilaku manusia, bukan faktor eksternal seperti keberadaan orang, situasi atau peristiwa. Manfaat dari model ini, manusia bisa mengubah cara berpikir sehingga dapat memiliki perasaan yang lebih baik dengan melakukan sesuatu yang lebih baik, meskipun situasinya sendiri tidak berubah.

2. CBT berlangsung singkat dalam jumlah sesi tertentu.

CBT merupakan sebuah psikoterapi yang hasilnya dapat dirasakan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan psikoterapi lainnya. Rata-rata jumlah sesi yang diterima klien hanya 16 sesi. Bentuk terapi lainnya misalnya psikoanalisis, bisa membutuhkan bertahun-tahun untuk merasakan hasilnya. Waktu yang singkat dimungkinkan karena sifat CBT instruktif dan menggunakan sejumlah tugas pekerjaan rumah. Dengan sejumlah sesi CBT tertentu dimaksudkan, sejak awal proses terapi, terapis membantu klien untuk memeahami bahwa ada saatnya terapi dihentikan. Akhir dari terapi itu diputuskan bersama oleh terapis dan klien. Dengan kata lain, proses CBT tidak open-ended tanpa batasan waktu, melainkan close-ended.

3. CBT merupakan kolaborasi klien-terapis

Terapis CBT berusaha untuk memahami keinginan dan tujuan hidup klien, lalu membantu klien mencapai tujuan itu. Peran terapis adalah mendengarkan, mengajarkan, dan memberi semangat kepada klien. Sedang para klien adalah mengekspresikan masalah dan mengimplementasikan pembelajaran itu.

4. Hubungan baik terapis-klien dalam proses terapi diperlukan tetapi tidak mencukupi.

Para terapis CBT percaya bahwa hubungan yang baik dan saling percaya adalah hal yang sangat penting, tetapi tidak cukup untuk keberhasilan terapi. Para terapis percaya perubahan pada klien bisa terjadi jika mereka belajar bagaimana berpikir secara berbeda dan melakukan tindakan berdasarkan pembelajaran itu. Karena itu, terapis CBT memfokuskan kepada mengajarkan kepada klien agar memiliki keterampilan melakukan konseling bagi diri sendiri secara rasional (rational self-counseling skills).

5. CBT didasarkan pada aspek filosofi tegar (stoic philosophy)

Stoic philosophy adalah faham tentang perlunya belajar untuk bersikap tegar. Pendekatan yang menekankan ketegaran memberikan pelajaran tentang manfaat yang dirasakan jika klien tetap tenang ketika berhadapan dengan situasi yang tidak menyenangkan. CBT juga menekankan fakta bahwa jika seseorang menghadapi situasi (masalah) yang tidak menyenangkan maka dia bisa marah atau tidak marah. Jika seseorang marah terhadap masalah itu, maka sesungguhnya tengah menghadapi dua masalah, masalah itu sendiri dan kemarahan terhadap masalah itu. Intinya manusia ingin menghadapi sedikit mungkin masalah. Jadi jika seseorang belajar untuk bersikap tenang menerima suatu masalah pribadi, maka tidak hanya perasaannya akan menjadi lebih baik tetapi juga dia bisa memanfaatkan kecerdasan, pengetahuan, energi dan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah tersebut.

6. CBT menggunaka metode Socrates

Metode Socrates (debat Socrates) merupakan sebuah bentuk tanya-jawab dan debat antar-individu yang memiliki pandangan-pandangan berbeda, saling melancarkan pertanyaan dan menjawab pertanyaan untuk merangsang pemikiran kritis (critical thinking) dan memperjelas gagasan. Metode ini pertama kali digunakan oleh filsuf yunani klasik Socrates ketika berdebat dengan murid-muridnya (Wikipedia 2001d). Terapis CBT menggunakan metode Socrates untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang masalah yang dihadapi klien. Terapis CBT banyak mengajukan pertanyaan kepada klien, tetapi terapis juga mendorong klien untuk mengajukan pertanyaan sendiri tentang masalah yang dihadapi.

7. CBT terstruktur dan terarah

Terapis CBT memiliki agenda, konsep, dan tekhnik spesifik untuk setiap sesi. CBT memfokuskan kepada tujuan klien. Terapis CBT tidak menasihati klien tentang tujuan apa yang harus diraih atau apa yang harus ditoleransi. Tetapi terapis CBT mengarhkan klien dalam arti memberitahu klien tentang bagaimana seharusnya cara berpikir dan bersikap untuk mendapatkan apa yang diinginkan klien. Jadi terapis tidak memberitahu kepada klien tentang apa yang harus dilakukan, melainkan mengajarkan klien tentang bagaimana (cara) melakukannya.

8. CBT didasarkan pada model edukasi

CBT didasarkan pada asumsi yang didukung secara ilmiah bahwa sebagian besar reaksi emosi dan perilaku diperoleh melalui pembelajaran. Karena itu tujuan terapi adalah membantu klien untuk tidak mempelajari cara bereaksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan, melainkan mempelajari cara baru untuk bereaksi terhadap tujuan yang diinginkan. Jadi CBT memiliki manfaat edukatif yang memberikan hasil jangka panjang. Jika seseorang memahami tentang bagaimana cara dan mengapa dia melakukan sesuatu hal dengan benar, maka dia bias meneruskan cara yang benar tersebut sepanjang masa.

9. Teori dan teknik CBT mengandalkam metode induktif

Sebuah aspek sentral dalam berpikir rasional adalah berpikir berdasarkan fakta. Tidak jarang seseorang marah terhdap suatu hal yang sesunggunya situasinya tidak seperti itu. Jika seorang mengetahui bahea faktanya tidak demikian, maka dia tidak perlu membuang waktu untuk bersikap marah. Metode induktif mendorong klien untuk memandang apa yang dipikirkannya sebagai sebuah hipotesis. Hipotesis itu dapat dipertanyakan dan diuji kebenarannya. Jika klien mengetahui bahwa hipotesisnya salah (dengan adanya informasi baru), maka dia dapat mengubah pemikirannya agar sesuai dengan situasi yang sebenarnya.

10. Pekerjaan rumah sebagai karakteristik utama CBT

Teknik CBT dapat ditransfer kepada klien agar klien memiliki keterampilan untuk melakukan konseling sendiri dengan rasional. Terapis CBT memberikan pekerjaan rumag kepada klien agar klien dapat mempelajari dan mempraktikkan teknik-teknik CBT dengan lebih substansial di rumah.

Teknik CBT bukan tanpa kritik. Beberapa praktik CBT menunjukkan, meskipun pasien menganali dan menyadari bahwa pikiran yang ada dibenaknya irasional dan tidak sehat, tidak dengan sendirinya klien mudah untuk menghentikan pikiran itu. Karena itu Cherry (2011) mengingatkan, CBT tidak hanya meliputi langkah-langkah identifikasi pola pikiran. Hakikatnya CBT terbuka untuk menggunakan aneka strategi yang dapat membantu klien mengatasi pikiran-pikiran yang tidak sehat. Strategi itu berupa pewartaan (journaling), permainan eran (role-playing), teknik relaksasi dan pengalihan perhatian kejiwaan (mental distraction).

Dengan kerangka pemikiran bahwa pelayanan medis perlu dikembalikan kepada pendekatan holistic, maka manfaat cognitive behavior theraphy perlu dieksplorasi dan diteliti lebih lanjut. Secara teoritis apapun penyakitnya, akut atau kronis, somatic maupu psikis, CBT menawarkan teknik-teknik yang dibutuhkan untuk memberdayakan pasien agar menyikapi masalah-masalah psikis maupun somatis dengan cara yang tepat. Dengan memberdayakan pasien untuk menyikapi keadaan sakit pasien dengan tepat, sehingga pasien mampu mengeksploitasi kecerdasan sumberdaya yang ada untuk mengurangi masalah yang dihadapi, ,maka CBT dapat mengurangi symptom dan keluhan yang tidak nyaman yang dirasakan pasien, dengan demikian membantu menyembuhkan pasien dengan lebih cepat dan berjangka panjang.

Metode hipnosis pada gangguan cemas

Walaupun masih banyak pro dan kontra untuk metode ini, tetapi banyak penelitian yang membahas tentang psikoterapi ini. Teknik ini banyak digunakan oleh para psikiater di Perancis, dengan cara menghilangkan ingatan-ingatan pasien yang mengandung simptom-simptom kemudian psikiater memberikan ingatan baru berupa sugesti-sugesti yang kuat sehingga dapat memulihkan keadaan pasien. Freud kurang tertarik dengan teknik ini, sebab terkadang tingkat keampuhannya masih diragukan. Tentunya teknik ini tidak bisa dibandingkan dengan teknik CBT, karena teknik tersebut telah terbukti berkhasiat menangani masalah kecemasan. Menurut Lynn, Rue dan Schoenberger hipnosis dapat di integrasikan dengan mudah menjadi arus kognitif dan intervensi perilaku dalam praktek klinis. Teknik hipnosis telah banyak digunakan dalam berbagai varietas masalah medis seperti operasi, manajemen nyeri kronis, kedokteran gigi, dll). Beberapa penelitian melaporkan kemanjuran metode ini dalam pengobatan gangguan cemas. Sebuah tinjauan sistematis terbaru dalam uji coba terkontrol secara acak menyimpulkan saat ini tidak cukup mendukung penggunaan hipnosis sebagai satu-satunya pengobatan kegelisahan. Namun dalam meta-analisis, Kirsch, Montgomery dan Sapirstein mengemukakan bahwa penambahan hipnosis untuk CBT, substansial meningkatkan hasil pengobatan untuk beberapa masalah termasuk kecemasan.

Terapi Humanistik

Terapi humanistik adalah memperlancar pengkajian dan perasaan seseorang dan membantunya menyelesaikan masalahnya sendiri. Metode yang digunakan pada jenis terapi ini adalah terapi yang berpusat pada klien (client centered therapy) yang dikembangkan oleh Carl Rogers. Menurut beliau, dalam proses terapi ini, pakar terapi hanya bertindak sebagai fasilitator dan klien merupakan pakar yang paling baik bagi dirinya sendiri dan mampu memecahkan masalah mereka sendiri. Dalam hal ini, pakar terapi hanya bertugas mempermudah proses pemecahan masalah, tidak mengajukan serangkaian tindakan. Sikap yang paling penting bagi pakar terapi adalah empati (memahami perasaan klien), kehangatan (menerima individu dengan tulus apa adanya) dan keikhlasan (terbuka, jujur dan tanpa pura-pura). Psikoterapi ini juga berfokus untuk mengenali kemampuan manusia dalam bidang-bidang kreatifitas, pertumbuhan pribadi dan pilihan. Tujuannya adalah untuk mencari tahu bagaimana individu memandang diri mereka sendiri dan untuk mengenali pekembangan, pergerakan diri sendiri dan tanggung jawab. Metode ini membantu klien dalam upaya untuk mengenali kekuatan mereka dengan pengalaman dan pemahaman.

Terapi Kelompok

Terapi kelompok memberikan kesempatan bagi para klien untuk memecahkan masalahnya dengan kehadiran orang lain. Untuk mengamati bagaimana reaksi orang atas perilaku mereka, memberi tanggapan apabila metode lama terbukti tidak berfungsi. Pakar terapi biasanya hanya berada di latar belakang, memberikan kesempatan bagi para anggota untuk saling bertukar mengomentari perilaku orang lain dan mendiskusikan masalah mereka sendiri dan masalah para anggota lainnya dari kelompok itu. Keuntungan dari terapi kelompok adalah dapat menghemat waktu karena satu pakar terapi dapat menolong beberapa orang sekaligus, orang-orang mendapatkan perasaan aman dan dukungan apabila melihat orang lain memiliki masalah yang serupa, orang-orang dapat belajar mengamati bagaiman orang berperilaku dan mereka dapat mengkaji sikap serta reaksi melalui interaksi dengan berbagai macam orang.

Interpersonal Psikoterapi

Pengembangan metode psikoterapi ini berawal dari penelitian-penelitian sejak masa lalu. Awalnya terapi ini banyak diterapkan untuk penanganan paasien dengan gangguan depresi, namun masa sekarang ini setelah melalui pengembangan-pengembangan baik dalam dunia penelitian maupun dalam praktek klinis, terapi ini juga ternyata bermanfaat untuk pasien dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda dengan diagnosis yang berbeda-beda pula seperti pasien dengan gangguan kecemasan sosial, PTSD (post-traumatic stres disorders), dan pasien dengan gangguan kepribadian lainnya. Psikoterapi ini bersifat time-limited (12-16 minggu), dan terdiri dari tiga fase. Fase permulaan (1-3 sesi), pertengahan dan fase akhir (3 sesi). Interpersonal psikoterapi bertujuan untuk membantu klien untuk memahami bagaimana masalah yang dihadapinya dan membantu klien untuk mengetahui bagaimana memperkuat hubungan antar sesama dan menemukan bagaimana cara yang paling baik untuk menghadapi suatu masalah.

Psikodinamik (psikoanalitik) Psikoterapi

Metode ini adalah metode dimana seorang terapis psikoanalisis akan mendorong klien untuk mengatakan apapun yang terjadi melalui pikirannya. Hal ini akan membantu klien untuk menyadari makna tersembunyi atau pola dalam apa yang klien lakukan atau katakan yang mungkin berkontribusi terhadap masalahnya. Klien akan diberikan waktu untuk berpikir dan berbicara tentang perasaannya tentang diri sendiri maupun tentang orang lain (terutama keluarga dan orang-orang terdekat). Biasanya klien akan membahas apa yang terjadi dalam hidup klien saat ini, apa yang telah terjadi di masa lalu dan bagaimana masa lalu dapat mempengaruhi apa yang klien rasakan, pikirkan dan bagaimana dampaknya terhadap perilaku klien saat ini.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi terbagi atas tiga yaitu : psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif dan psikoterapi rekonstruktif.

Psikoterapi Rekonstruktif

Psikoterapi suportif berfokus pada penggunaan langkah-langkah langsung untuk memperbaiki gejala, mengembangkan, dan meningkatkan harga diri, dan dukungan fungsi ego dan mekanisme pertahanan adaptif. Bentuk terapi ini bertujuan untuk membantu pasien supaya lebih baik dalam mengatasi gejala dan memecahkan masalah, bukan untuk mencapai perubahan perilaku yang mendasar. Sementara teknik yang mendukung dapat digunakan sebagai bagian dari modalitas lainnya, faktor-faktor pasien seperti krisis yang parah, kecemasan, miskin, dan toleransi frustrasi, kurangnya pikiran psikologis dan kapasitas untuk pengamatan-diri, pikiran dan perilaku tidak teratur, kecerdasan terbatas, gangguan realitas, afektif miskin dan kontrol impuls, dan gangguan kemampuan relasional menghalangi terapi lebih ekspresif. Psikoterapi suportif adalah bentuk yang paling banyak dipraktekkan dari psikoterapi individu. Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, terapi kelompok.

Psikoterapi Reedukatif

Bertujuan untuk mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan. Prinsipnya adalah dengan belajar. Cara atau pendekatan yaitu dengan terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama. Pasien yang diterapi dengan cara ini memiliki gangguan jiwa yang dianggap berasal dari pengalaman belajar yang salah (ex: tempat tinggi menakutkan, kucing berbahaya, dll), sehingga perlu diajarkan kembali bahwa semua itu tidak berbahaya.

Psikoterapi Rekonstruktif

Bertujuan untuk tercapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang. Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik, psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik. Terapis menggunakan pendekatan psikoanalitik (cara Freud dan non-Freud) sehingga memerlukan waktu yang panjang. Terapis akan membantu pasien untuk mengenal proses nirsdar yang mendasari gejalanya, melalui analisis yang sistematik terhadap kata-kata pasien, mekanisme defensifnya, analisis mimpi, serta simbolisasi dari suatu hal yang buruk di masa lalu. Contoh: pada pasien dengan gejala takut gelap, terapis membantu pasien untuk berpikir, merenung dan menggali apa sebenarnya yang ia takutkan (bisa jadi gelap tersebut adalah simbolisasi dari suatu hal buruk di masa lalu).

Berdasarkan teknik yang digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik perubahan yang digunakan antara lain :

Ventilasi

Psikoterapi ini memebrikan kebebasan kepada klien untuk mengemukakan isi hatinya. Dengan demikian klien merasa lega dan keluhannya berkurang. Sikap terapis yaitu menjadi pendengar yang baik dan penuh perhatian.

Persuasi

Dilakukan dengan cara menerangkan secara masuk akal tentang gejala-gejala penyakit klien yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya. Terapis berusaha membangun, mengubah, dan menguatkan impuls tertentu serta membebaskannya dari impuls yang menganggu secara masuk akal dan sesuai isi nurani, serta berusaha meyakinkan klien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang.

Reassurance

Psikoterapi jenis ini berusaha meyakinkan kembali kemapuan klien untuk menghadapi masalahnya. Sikap terapis ialah meyakinkan secara tegas dengan menunjukkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh klien. Topik pembicaraan ialah pengalaman klien yang berhasil nyata.

Sugestif

Psikoterapi ini menanamkan kepercayaan pada klien bahwa gangguannya akan hilang. Sikap terapis adalah meyakinkan dengan tegas bahwa gejala klien akan hilang. Topik pembicaraan, gejala gejala bukan karena kerusakan oraganik/fisik dan timbulnya gejala gejala tersebut tidak logis.

Bimbingan

Psikoterapi diberikan dengan penuh wibawa dan pengertian. Caranya dengan memberi nasihat kepada klien.

Penyuluhan

Penyuluhan akan membantu klien untuk memahami dirinya secara lebih baik. Sikap terapis adalah menyampaikan secara halus dan dengan penuh kearifan.

Penerapan

Psikoterapi dapat diterapkan pada gangguan psikotik, gangguan somatik, gangguan cemas dan gangguan psikologik lainnya.

BAB III

KESIMPULAN

Cemas atau anxietas merupakan reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam. Keadaan emosi ini biasanya merupakan pengalaman individu yang subyektif yang tidak diketahui secara khusus penyebabnya. Penyebab gangguan cemas multifaktorial, faktor biologis, psikologis, dan sosial.

Bentuk-bentuk gangguan cemas diataranya gangguan fobik, gangguan stres pasca trauma, gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan stres akut, gangguan campuran anxietas dan depresi dan gangguan obsesif-kompulsif.

Dua jenis pengobatan yang paling umum untuk gangguan cemas adalah psikofarmaka (obat-obat) dan psikoterapi (konseling psikologis). Kedua pendekatan ini menunjukkan hasil akhir yang baik dalam terapi pasien dengan gangguan cemas.

Psikoterapi (psychotherapy) adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis.

Psikoterapi melibatkan berbicara dengan kesehatan mental yang terlatih dan profesional, seperti psikiater, psikolog, pekerja sosial atau konselor, untuk menemukan apa yang menjadi penyebab gangguan cemas dan bagaimana menangani gejala yang muncul akibat hal tersebut.

Beberapa jenis psikoterapi yang diterapkan pada gangguan cemas seperti yang sudah dijelaskan diatas diantaranya cognitive-behavior therapy dengan berbagai macam karakteristiknya, metode hipnosis, terapi humanistik dan terapi kelompok. Serta berbagai macam teknik dalam psikoterapi diataranya ventilasi, persuasi, reassurance, sugestif, bimbingan, penyuluhan dan penerapan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Murthy Bisma. Pelayanan Kesehatan Terfragmentasi, Pendekatan Holistik dan Cognitive-Behavior Therapy. Jurnal Kedokteran Indonesia Vol 1/No 2/Juli 2009. Diunduh dari http://fk.uns.ac.id/static/file/jki.1_.2_.editorial_.pdf.

2. Catherine R. Ayers, John T. Sorrell, Steven R. Thorp, and Julie Loebach Wetherell. Evidence-Based Psychological Treatments for Late-Life Anxiety. American Psychological Association, 2007. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17385978.

3. Bandelow Borwin, Boerner J Reinhard et al. The Diagnosis and Treatment of Generalized Anxiety Disorder. Deutsches Arzteblatt International, 20013. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3651952/.

4. Craske G. Michelle, Rose P. Raphael, et al. Computer-Assisted Delivery of Cognitive Bahavioral Therapy for Anxiety Disorders in Primary Care Setting. Depress Anxiety 2009; 26(3); 235-242. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2906395/.

5. Andreescu Carmen, Lenze J. Eric. Anxiety-Depression Comorbidity. Br J Psychiatry, march 2012. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3619974/.

6. Cujipers P, Sijbrandi M, et al. The Efficacy of Psychotherapy and Pharmacotherapy in Treating Depressive and Anxiety Disorders : A Meta-Analysis of Direct Comparisons. World Psychiatry, June 2013. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23737423.

7. Norton J. Pieter, Klenck C. Suzanne, et al. Sudden Gains During Cognitive Behavioral Group Therapy for Anxiety Disorders. J Anxiety Disord, December 2010. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2956855/.

8. Butler C. Andrew, Chapman E. Jason, et al. The Empirical Status of Cognitive-Behavioral Therapy ; A Review of Meta-Analyses. Clinical Psychology Review, 2006. Diunduh dari http://johnjayresearch.org/cje/files/2012/08/Empirical-Status-of-CBT.pdf.

9. Hofman G. Stevan, Asnaani Anu, et al. The Efficacy of Cognitive Behavioral Therapy : A Review of Metha-Analyses. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3584580/.

10. Ang Wee Kiat Anthony. Psychotherapy. Diunduh dari http://www.med.nus.edu.sg/pcm/book/39.pdf.

11. Lita Hadiati Wulandari. Efektifitas Modifikasi Perilaku-Kognitif Untuk Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. e-USU Repository, 2004. Diunduh dari http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-lita.pdf.

12. Susan Lee Bady, LCSW, BCD. Hypnosis for Anxiety. New York City Voices, Jan-March 2001. Diunduh dari http://susanleebady.com/publications/Hypnosis-for-anxiety.html.

13. Markowitz JC, Weissman MM. Interpersonal Pychotherapy : Past Present And Future. Clin Psychol Psychoter, Mar-Apr 2012. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22331561.

14. Markowitz JC, Weissman MM. Interpersonal Psychotherapy : Principles and Application. World Psychiatry, Oct 2004. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1414693/.

15. Busch FN, Milrod BL, Sandberg LS. A Study Demonstrating Efficacy of a Psychoanalytic Psychotherapy for Panic Disorder : Implications for Psychoanalytic Research, Theory and Practice. J Am Psychoanal Assoc, Feb 2009. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19270248.

16. Setiawan, Tanjung MS. Efek Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di RS Haji Adam Malik Medan. Mei 2005.

17. Subandi MA. Integrasi Psikoterapi Dalam Dunia Medis. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Mei 2003.

18. I Gede Trisna. Efektifitas Konseling Behavioral Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis Untuk Mereduksi Kecemasan Menghadapi Ujian. ISSN 1412-565X. 2011.

17