referat endomertriosis

Upload: vodvod

Post on 10-Feb-2018

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    1/39

    1

    DAFTAR ISI

    BAB I

    PENDAHULUAN. 1

    BAB II

    II. Anatomi Genitalia Interna2

    II.1 Uterus 2

    II.3 Tuba Falopi ..5

    II.4 Ovarium.5

    BAB IIIIII.1 Definisi Endometrios......8

    III.2 Lokasi Endometriosis..8

    III.3 Etiopatofisiologi ..9

    III.4 Klasifikasi Endometriosis . 12

    III.5 Patologi 15

    III.6 Gambaran Klinik 15

    III.7 Diagnosis .17

    BAB IV

    Penanganan Medikamentosa Pada Endometriosis

    IV.1 NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs 28

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    2/39

    2

    IV.2 Terapi Hormonal ..29

    IV.2.1 Kontrasepsi oral kombinasi .29

    IV.2.2 Progestin ... 30

    IV.2.3 Danazol .. 32

    IV.2.4 GnRH Agonis .35

    IV.2.5 Aromaterase Inhibotor..37

    BAB V

    KESIMPULAN .38

    DAFTAR PISATAKA 39

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    3/39

    3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Endometriosis pertama kali ditemukan di pertengahan abad ke 19.(1) Hingga sekarang

    insiden endometriosis sulit untuk dihitung, sebab sebagian besar wanita dengan penyakit ini

    seringkali tanpa gejala, dan modalitas pencitraan masih memiliki sensitivitas rendah untuk

    diagnosis.(6)

    Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka kejadian

    yang meningkat. 5-15 % dapat ditemukan di antara semua operasi pelvik. Yang menarik

    perhatian ialah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin

    pada umur muda, dan yang tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi ovarium secara

    siklis yang terus menerus tanpa diselingi kehamilan, memegang peranan terjadinya

    endometriosis.(4)

    Wanita dengan endometriosis tidak menunjukkan gejala, subfertile, atau menderita

    berbagai tingkat nyeri panggul. Peneliti telah melaporkan kejadian tahunan pembedahan

    endometriosis didiagnosa menjadi 1,6 kasus per 1.000 perempuan berusia antara 15 dan 49

    tahun. Pada wanita tanpa gejala, prevalensi endometriosis berkisar 2 - 22 %, namun karena

    kaitannya dengan infertilitas dan nyeri pelvis, endometriosis terutama lebih menonjol pada

    sub-populasi perempuan dengan keluhan ini. Pada wanita subur, prevalensi telah dilaporkan

    antara 20 - 50 %, dan pada mereka dengan nyeri panggul 40 - 50 %.(1)

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    4/39

    4

    BAB II

    ANATOMI GENITALIA INTERNA

    II. 1 Uterus(2)

    Uterus terletak dalam rongga panggul di antara kandung kemih dan rektum. Hampir

    seluruh dinding posterior uterus ditutupi oleh serosa, yaitu, peritoneum visceral. Bagian

    bawah peritoneum ini membentuk batas anterior dari kantung-recto-uterus cul de sac atau

    kavum Douglas. Hanya dinding depan bagian atas rahim yang tertutup. Peritoneum di daerah

    ini terlihat lebih maju ke kandung kemih untuk membentuk kantong vesicouterine. Bagian

    bawah dari dinding rahim anterior bersatu ke dinding posterior kandung kemih oleh lapisan

    longgar jaringan ikat. Ini adalah ruang vesicouterine. Saat melahirkan sesar, peritoneum dari

    kantong vesicouterine di insisi dan dapat masuk ke dalam ruang vesicouterine.Rahim digambarkan berbentuk seperti buah pir. Terdiri dari dua bagian utama, bagian atas

    berbentuk segitiga atau korpus, dan yang lebih rendah bagian silinder leher rahim, yang

    terhubung ke dalam vagina. Saluran tuba, juga disebut saluran telur, muncul dari kornu uterus

    pada persimpangan margin superior dan lateral. Fundus adalah segmen atas cembung antara

    titik penyisipan saluran tuba.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    5/39

    5

    Sebagian besar dari tubuh rahim, kecuali leher rahim, terdiri dari otot. Permukaan bagian

    dalam dinding anterior dan posterior terletak hampir di kontak, dan rongga antara dinding

    membentuk celah. Uterus dewasa pada wanita nulipara panjangnya 6 - 8 cm dibandingkan

    dengan pada wanita multipara 9 - 10 cm. Pada wanita yang tidak hamil, beratnya rata-rata 50

    sampai 70 g, sedangkan pada wanita hamil itu rata-rata 80 g atau lebih (Langlois, 1970). Pada

    wanita nulipara, fundus dan serviks memiliki panjang yang sama, tetapi pada wanita

    multipara, leher rahim hanya sedikit lebih panjang sepertiga dari total panjang.

    Dinding rahim sangat tebal dan terdiri dari 3 lapisan: serosa, otot, dan mukosa.

    Lapisan serosa (perimetrium) hanya meliputi peritoneal.

    Lapisan ini tipis dan melekat erat diatas fundus dan sebagian besar korpus, kemudian

    menebal di bagian posterior dan menjadi terpisah dari otot oleh parametrium tersebut.

    Lapisan otot (miometrium) sangat tebal dan berlanjut ke vagina. Lapisan ini juga meluas ke

    ovarium dan ke dalam ligamen kardinal di leher rahim, dan ke ligamen uterosakral. Dua

    lapisan utama dari lapisan otot dapat dibedakan: (1) lapisan luar, yang lemah dan terdiri dari

    serat longitudinal, dan (2) lapisan dalam yang lebih kuat, serat-serat yang saling terjalin dan

    berjalan dalam berbagai arah. Lapisan mukosa (endometrium) yang lembut dan kenyal, yang

    terdiri dari jaringan yang menyerupai jaringan ikat embrio. Permukaan ini terdiri dari satu

    lapisan epitel bersilia kolumnar. Jaringan ini agak rumit dan rapuh dan mengandung banyak

    kelenjar tubular yang terbuka ke dalam rongga rahim.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    6/39

    6

    Kehamilan merangsang pertumbuhan uterus yang luar biasa karena hipertrofi dari

    serat otot. Berat uterine meningkat dari 70 g menjadi sekitar 1100 g pada panjang. Total

    volume rata-rata sekitar 5 L.

    II. 2 Tuba Falopii

    Tuba berfungsi untuk menyalurkan ovum ke rahim. Setiap tabung memiliki panjang

    7-14 cm dan dapat dibagi menjadi 3 bagian: istmus, ampula, dan infundibulum. Istmus ini

    adalah bagian sempit dan langsung berada disebelah rahim. Memiliki program intramural

    agak panjang, dan membuka ke dalam rahim, ostium rahim, adalah sekitar 1 mm. Setelah

    ampula, bagian yang lebih luas dan lebih berliku-liku, berakhir dengan dilatasi saluran yaitu

    infundibulum. Tepi infundibulum ialah fimbriae yang melekat pada ovarium. Berbentuk

    corong dan langsung mengarah ke rongga peritoneal, meskipun mungkin aka melekat erat

    pada permukaan ovarium selama ovulasi.

    II. 3 Ovarium

    Ovarium bervariasi dalam ukuran baik antara ovarium yang satu dengan lainnya,

    maupun antara perempuan. Pada saat memasuki usia subur, ukurannya panjang 2,5 - 5 cm,

    lebar 1,5 - 3 cm, dan tebal 0,6 - 1,5 cm. Posisinya juga bervariasi, tetapi biasanya terletak

    pada bagian atas rongga panggul. Fossa ovarium Waldeyeri berada diantara arteri iliaka

    eksterna dan interna.

    Ovarium ini melekat pada ligamentum pada mesovarium tersebut. Ligamentum utero-

    ovarium memanjang dari bagian lateral dan posterior dari rahim, tepat di bawah penyisipan

    tuba, dengan kutub uterus ovarium. Biasanya, ini adalah beberapa sentimeter panjang dan 3

    sampai 4 mm. Hal ini ditutupi oleh peritoneum dan terdiri dari serat otot dan jaringan ikat.

    Ligamentum infundibulopelvic atau suspensori ovarium membentang dari tuba ke dinding

    perut dan didalamnya berjalan pembuluh darah ovarium dan saraf.

    Ovarium terdiri dari korteks dan medula. Pada wanita muda, bagian terluar dari

    korteks halus, memiliki permukaan putih kusam, dan disebut tunika albuginea. Pada

    permukaannya, ada satu lapisan epitel kubus, epitel germina Waldeyeri. Korteks mengandung

    oosit dan folikel berkembang. Medula adalah bagian tengah, yang terdiri dari jaringan ikat

    longgar. Ada sejumlah besar arteri dan vena di medula dan sejumlah kecil serat otot polos.

    Ovarium dipasok dengan kedua saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis

    berasal terutama dari pleksus ovarium yang berjalan bersama dengan arteri ovarium. Lainnya

    berasal dari pleksus yang mengelilingi ovarium cabang dari arteri rahim. Ovarium ini kaya

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    7/39

    7

    disertakan dengan serat saraf non myelin, yang sebagian besar berjalan bersama pembuluh

    darah.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    8/39

    8

    BAB III

    ENDOMETRIOSIS

    III. 1 Definisi

    Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih

    berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Kelainan ini merupakan kelainan jinak yang paling sering

    ditemukan dalam bidang ginekologi dimana kelenjar dan stroma endometrium berada di luar lokasi

    normal.Endometriosis adalah penyakit yang terkait dengan hormonal, karena itu penyakit ini sering

    ditemukan pada wanita usia reproduksi. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar kelenjar dan

    stroma, terdapat di dalam miometrium maupun di luar uterus. Jaringan endometrium yang

    terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis dan yang terdapat di luar uterus

    dinamakan endometriosis. (1,6)

    III. 2 Lokasi Endometriosis

    Endometriosis mungkin berkembang di dalam panggul dan pada permukaan

    peritoneal extrapelvic. Umumnya, endometriosis ditemukan di daerah pelvis. Dapat juga

    ditemukan di daerah peritoneum, ovarium, anterior dan posterior cul-de-sac, ligamen

    uterosakral, septum ureter, dan rektovaginal. Walaupun jarang, bisa juga ditemukan di

    kandung kemih, perikardium, bekas luka bedah, dan pleura. Satu tinjauan patologis

    mengungkapkan bahwa endometriosis telah diidentifikasi pada semua organ kecuali limpa

    (Markham, 1989). Sebagai contoh, wanita dengan endometriosis saluran kemih dapat

    menjelaskan gejala iritasi dan hematuria; jika terdapat di rectosigmoid dapat terjadi

    perdarahan dubur secara siklik, dan lesi pada pleura telah dihubungkan dengan pneumotoraks

    menstruasi atau hemoptysis.(1)

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    9/39

    9

    Bereks and Novaks Gynecologi

    III. 3 Etiopatofisiologi

    Ada berbagai macam teori yang dikemukakan sebagai penyebab atau etiologi

    timbulnya endometriosis. Antara lain :

    1. TeoriRetrograde menstruation(1,2,3)Teori endometriosis paling awal dan paling banyak penganutnya ialah teori

    menstrual retrograde yang diusulkan oleh Sampson pada pertengahan tahun 1920.

    Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa endometriosis disebabkan oleh implantasi

    sel endometrium oleh regurgitasi darah haid (menstruasi retrograde) melalui tuba yang

    selanjutnya akan menyebar ke dalam rongga peritoneum. Temuan klinis dan data

    eksperimen mendukung hipotesis Sampson ini. Teori ini telah mendapat dukungan dari

    Halme (1984) dengan ditemukannya darah dan sel atau jaringan endometrium yang

    masih hidup di pelvis perempuan. Sel sel endometrium yang masih hidup ini yang

    kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    10/39

    10

    Menstruasi retrograde terjadi pada 70% - 90% dari perempuan dan mungkin lebih

    umum pada wanita dengan endometriosis dibanding mereka yang tanpa penyakit.

    Kehadiran sel endometrium dicairan peritoneal, menunjukkan menstruasi retrograd, telah

    dilaporkan pada 59% - 79% dari perempuan selama menstruasi.

    Wanita dengan interval pendek antara haid dan lebih lama mens adalah

    lebih mungkin untuk memiliki menstruasi retrograde dan berada pada risiko tinggi untuk

    endometriosis.

    2. Teori Metaplasia selom (2,3)Teori lain dikemukakan oleh Robert Meyer, yang disebut teori metaplasia selom.

    Transformasi (metaplasia) epitel selom ke dalam jaringan endometrium diusulkan

    sebagai salah satu mekanisme terbentuknya endometriosis. Tetapi, teori ini belum

    didukung oleh data baik klinis atau eksperimen yang kuat. Sebuah penelitian

    menyatakan, ovarium dan cikal bakal endometrium yaitu saluran mullerian, keduanya

    berasal dari epitel selom. Karena rangsangan pada sel epitel tersebut maka akan terjadi

    transformasi metaplastik dan terjadi perkembangan endometriosis ovarium.

    Telah dilakukan sebuah studi evaluasi yang melibatkan induksi genetik

    endometriosis pada tikus menunjukkan bahwa lesi endometriosis ovarium mungkin

    timbul secara langsung dari permukaan epitel ovarium melalui proses metaplastik

    diferensiasi yang disebabkan oleh aktivasi dari alel K-ras onkogenik.

    3. Teori induksi (2,3)Teori induksi ini, pada prinsipnya merupakan perpanjangan dari teori metaplasia

    selom. Teori ini mengusulkan bahwa beberapa faktor hormon atau biologis dapat

    menginduksi diferensiasi sel-sel terdiferensiasi menjadi jaringan endometriosis. Zat-zat

    ini mungkin eksogen atau dikeluarkan langsung dari endometrium. Dalam studi in vitro

    telah menunjukkan potensi epitel permukaan ovarium, dalam menanggapi estrogen,

    untuk mengalami transformasi yang selanjutnya membentuk lesi endometriotik.

    Teori ini telah didukung oleh percobaan pada kelinci tetapi belum dibuktikan pada

    wanita dan primata.

    4. Teori penyebaran limfogen dan hematogen(2,3)Bukti juga mendukung konsep endometriosis yang berasal dari penyebaran

    limfatik atau vaskular menyimpang dari jaringan endometrium. Temuan endometriosis

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    11/39

    11

    di lokasi yang tidak biasa, seperti perineum atau pangkal paha, memperkuat teori ini.

    Wilayah retroperitoneal memiliki sirkulasi limfatik berlimpah. Selain itu, kecenderungan

    adenokarsinoma endometrium untuk menyebarkan melalui jalur limfatik menunjukkan

    kemudahan di mana endometrium dapat diangkut oleh rute ini.

    Faktor resiko timbulnya endometriosis antara lain :

    1. Faktor genetik (1,3,4)Ada bukti dari pola warisan keluarga untuk endometriosis. Meskipun tidak ada

    pola Mendelian yang jelas pada kasus ini, oleh para ahli telah disimpulkan bahwa ini

    adalah pola / warisan poligenik multifaktorial (1,3)

    Seorang wanita yang memiliki saudara dengan penyakit ini, mengalami

    peningkatan resiko sebesar enam kali lipat, dan putri seorang wanita dengan

    endometriosis memiliki risiko sepuluh kali lipat dari endometriosis dibandingkan dengan

    populasi umum.(4)

    Penelitian lebih lanjut telah mengungkapkan bahwa wanita yang saudara

    perempuannya menderita endometriosis, lebih cenderung memiliki endometriosis berat

    (61%) daripada wanita yang saudaranya tidak menderita penyakit ini (24%). Selain itu,

    Stefansson dan rekan-rekannya (2002), dalam analisis mereka dari studi berbasis populasi

    besar di Islandia, menunjukkan koefisien kekerabatan yang lebih tinggi pada wanita

    dengan endometriosis dibandingkan dengan wanita yang bertindak sebagai kontrol.

    Dalam studi ini, rasio resiko adalah 5.2 % untuk saudari kandung dan 1,56% untuk

    sepupu. Studi juga menunjukkan keterkaitan endometriosis pada kembar monozigotik. (1)

    2. Mutasi genetik(1,3)Tingkat resiko dalam keluarga seperti yang telah dicatat di atas menunjukkan

    warisan gen poligenik. Dua pendekatan untuk mengidentifikasi gen yang terlibat dengan

    endometriosis termasuk analisis keterkaitan pasangan kakak-adik dan analisis high-

    throughput dalam suatu pola ekspresi gen menggunakan teknologi microarray. Penelitian

    terbesar sampai saat ini, memeriksa lebih dari 1.000 keluarga pasangan kakak beradik

    yang terkena, telah mengidentifikasi pada kromosom 10q26 yang menunjukkan

    keterkaitan yang signifikan dalam pengaruhnya dalam hubungan kakak-beradik dengan

    endometriosis. Penelitian ini juga mengungkapkan hubungan yang lebih kecil pada

    kromosom 20p13. Dua kandidat gen di dalam atau dekat dengan lokus telah

    diidentifikasi. Satu gen tersebut EMX2, faktor transkripsi yang diperlukan untuk

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    12/39

    12

    membentuk saluran reproduksi. Telah terbukti bahwa gen ini berada di dalam

    endometrium wanita dengan endometriosis. Gen kedua adalah PTEN, gen penekan tumor

    terlibat dalam transformasi ganas endometriosis ovarium (Bischoff, 2000). Studi saat ini

    dilakukan untuk lebih menentukan peran gen ini pada endometriosis.

    Teknologi microarray telah digunakan untuk menganalisis perbedaan dalam

    ekspresi gen pada endometrium eutopic dari wanita tanpa endometriosis dibandingkan

    dengan wanita endometriosis. Para peneliti menemukan bahwa beberapa gen diferensial

    diatur dalam endometrium eutopic pada wanita dengan endometriosis. Ini termasuk

    orang-orang yang mengkode interleukin 15, glycodelin, Dickkopf-1, E semaphorin,

    aromatase, reseptor progesteron, dan berbagai faktor angiogenik. Meskipun beberapa dari

    gen ini sebelumnya telah ditunjukkan untuk memainkan peran dalam endometriosis, yang

    lain belum terlibat sampai saat ini, dan peran mereka masih harus dijelaskan. Beberapa

    gen lainnya telah diidentifikasi, melalui mutasi genetik, polimorfisme, atau ekspresi gen

    diferensial, untuk dihubungkan dengan endometriosis. Meskipun penyelidikan telah

    menunjukkan polimorfisme gen ini terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada wanita

    menderita endometriosis, peran mereka dalam hal menyebabkan penyakit belum

    ditentukan.(1)

    3. Defek anatomi(1)Obstruksi saluran reproduksi dapat mempengaruhi perkembangan endometriosis,

    kemungkinan melalui eksaserbasi menstruasi retrograd. Dengan demikian, endometriosis

    telah diidentifikasi pada wanita dengan kelainan uterus, selaput dara imperforata, dan

    septum vagina transversal. Karena itu, laparoskopi diagnostik untuk mengidentifikasi dan

    mengobati endometriosis disarankan pada saat operasi korektif untuk kelainan anatomis

    tersebut. Perbaikan cacat anatomi tersebut diperkirakan untuk mengurangi risiko

    perkembangan endometriosis.

    4. Faktor imunologi dan inflamasiMeskipun menstruasi retrograd tampaknya menjadi peristiwa yang umum pada

    wanita, tetapi tidak semua perempuan yang mengalami menstruasi retrograde menderita

    endometriosis. Telah dihipotesiskan bahwa penyakit ini dapat berkembang sebagai akibat

    dari berkurang kekebalan selsel endometrium di rongga panggul. Endometriosis dapat

    disebabkan oleh penurunan sel-sel endometrium dari cairan peritoneum yang dihasilkan

    dari aktivitas sel pembunuh alami (NK) atau penurunan aktivitas makrofag. Apakah

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    13/39

    13

    aktivitas sel NK lebih rendah pada pasien yang memiliki endometriosis dibanding mereka

    yang tanpa endometriosis adalah kontroversial.

    Beberapa laporan menunjukkan penurunan aktivitas NK sedangkan yang lain

    telah menemukan tidak ada peningkatan aktivitas NK, bahkan pada wanita dengan

    penyakit sedang sampai berat. Ada juga variabilitas yang besar dalam aktivitas sel NK

    antara individu-individu yang normal yang mungkin terkait untuk variabel seperti

    merokok, penggunaan narkoba, dan olahraga. Sebaliknya, endometriosis juga dapat

    dianggap sebagai kondisi toleransi imunologi, sebagai lawan endometrium ektopik, yang

    pada dasarnya adalah jaringan itu sendiri. Hal ini dapat dipertanyakan mengapa sel-sel

    endometrium layak hidup dalam cairan peritoneal menjadi target bagi sel NK atau

    makrofag. Selain itu, tidak ada bukti in vitro bahwa makrofag cairan peritoneum

    sebenarnya serangan dan melakukan fagositosis peritoneal layak cairan endometrium sel.

    Tidak ada bukti klinis, bagaimanapun, bahwa prevalensi endometriosis meningkat pada

    pasien imunosupresi.

    III. 4 Klasifikasi Endometriosis(1,)

    Pada tahun 1997, untuk menyamakan antara penemuan klinis dengan penemuan

    secara pembedahan, maka American Society for Reproductive Medicine (ASRM) merevisisistem klasifikasi endometriosis. Pembagian ini berdasarkan permukaan, ukuran, dan

    kedalaman implantasi ovarium dan peritoneum. Dalam sistem ini, endometriosis dibagi

    menjadi 4 stadium yaitu : stadium I (minimal), stadium II (ringan), stadium III (sedang), dan

    stadium IV (berat).

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    14/39

    14

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    15/39

    15

    III. 5 Patologi(5)

    Lokasi yang paling sering ialah pada ovarium, dan biasanya terdapat pada kedua

    ovarium. Pada ovarium terdapat kista kista biru kecil sampai kista besar (kadang hingga

    sebesar tinju) berisi darah tua menyerupai coklat (kista coklat atau endometrioma).

    Darah tua dapat keluar sedikit sedikit karena luka pada dinding kista, dan dapat

    menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan dinding uterus, sigmoid, dan

    dinding pelvis. Kista coklat kadangkadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam

    rongga peritoneum karena robekan dinding kista, dan menyebabkan akut abdomen. Tuba

    pada endometriosis biasanya normal. Pada salah satu atau kedua ligamentum sakrouterina,

    pada kavum douglasi, dan pada permukaan uterus bagian belakang dapat ditemukan satu atau

    beberapa bintik sampai benjolan kecil yang berwarna kebiruan, juga pada permukaan sigmoid

    atau rectum. Sebagai akibat dari timbulnya perdarahan pada waktu haid dari jaringan

    endometriosis, mudah sekali timbul perlekatan antara alatalat di sekitar kavum douglasi.

    III. 6 Gambaran Klinik(1,3,4,5)

    Gejala gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah :

    1. Nyeri (1)Nyeri panggul kronis adalah gejala paling umum yang terkait dengan endometriosis.

    Pada wanita yang terkena, keluhan dapat sangat bervariasi, dapat siklik atau kronis

    (Mathias, 1996). Sekitar 40 - 60 % wanita dengan nyeri panggul kronis ditemukan

    memiliki endometriosis pada saat laparoskopi. Penyebab nyeri ini tidak jelas, tetapi

    sitokin pro inflamasi dan prostaglandin dirilis oleh endometriosis ke dalam cairan

    peritoneal mungkin menjadi salah satu sumber (Giudice, 2004). Selain itu, ada juga bukti

    yang menunjukkan rasa sakit dari endometriosis berkorelasi dengan kedalaman invasi dan

    lokasi nyeri dan dapat menunjukkan lokasi lesi.

    Fokus sakit kronis dapat bervariasi antara wanita yang satu dengan wanita lainnya.

    Jika septum rektovaginal atau ligamen uterosakral terlibat dengan penyakit, rasa sakit

    dapat menyebar ke rektum atau punggung bawah, atau nyeri menjalar menuruni kaki.

    2. DismenorheaUmumnya pada wanita dengan endometriosis menderita sakit yang siklis. Biasanya,

    dismenore terkait endometriosis mendahului mens dari 24 hingga 48 jam dan kurang

    responsif terhadap obat anti-inflammatory drugs (NSAIDs) dan kontrasepsi oral

    kombinasi (COCs). Nyeri ini dianggap lebih parah dibandingkan dengan dismenore

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    16/39

    16

    primer, dan menunjukkan korelasi positif antara keparahan dismenore dan risiko

    endometriosis. Selain itu, infiltrasi endometriosis yang dalam, yaitu penyakit yang meluas

    >5 mm di bawah permukaan peritoneal, juga tampaknya memiliki korelasi positif

    terhadap tingkat keparahan dysmenorrhea. (1)

    Sebab dari dismenorea ini tidak diketahui, tetapi mungkin ada hubungannya dengan

    vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan

    semasa haid. Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan sudah

    luas, sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang hebat.

    3. Dispareunia(1)Dispareunia karena endometriosis paling sering berkaitan dengan septum rektovaginal

    atau penyakit ligamen uterosakral. Selama coitus, ketegangan pada ligamen uterosakral

    mungkin menjadi pemicu nyeri. Meskipun beberapa wanita dengan endometriosis

    mungkin menceritakan adanya dispareunia sejak coitarche, dispareunia karena

    endometriosis tersebut dicurigai jika sakit berkembang setelah bertahun-tahun bebas rasa

    sakit.

    4. Disuria(1,3)Gejala ini jarang dikeluhkan oleh wanita penderita endometriosis. Keluhannya

    yaitu sakit ketika berkemih, frekuensi kencing siklik, dan tidak dapat menahan untuk

    berkemih dapat ditemukan pada wanita penyakit ini. Endometriosis bisa dicurigai jika

    gejala-gejala ini bersamaan dengan kultur urin negative.

    5. Dischezia(1,4)Nyeri buang air besar juga jarang dikeluhkan dibanding manifestasi lain dari nyeri

    panggul dan biasanya berhubungan dengan terjadinya implan endometriotik pada

    rectosigmoid. Gejala mungkin kronis atau siklik, dan mungkin berhubungan dengan

    sembelit, diare, atau hematochezia siklik. Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada

    waktu haid, disebabkan oleh karena adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid.

    Kadangkadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut.

    6. Infertilitas(1,3,5)Kejadian endometriosis pada wanita dengan subfertility adalah 20 - 30 %. Selain

    itu, dari penelitian, meskipun ada variabilitas yang luas, pasien dengan infertilitas

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    17/39

    17

    tampaknya memiliki insiden lebih besar dari endometriosis dibandingkan kontrol yang

    subur. Selanjutnya, Matorras dan rekan (2001) mencatat peningkatan prevalensi

    keparahan endometriosis pada wanita dengan infertilitas. Hal ini mungkin akibat dari

    adhesi yang disebabkan oleh endometriosis dan mengganggu mekanisme penjemputan

    dan transportasi oosit normal oleh tuba falopi. Selain penurunan mekanisme ovulasi dan

    pembuahan, kelainan yang lebih ringan juga tampak terlibat dalam patogenesis infertilitas

    pada wanita dengan endometriosis. Kelainan tersebut termasuk gangguan fungsi ovarium

    dan kekebalan tubuh.

    III. 7 Diagnosis(1)

    Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan

    dipastikan dengan pemeriksaan laparoskopi dan imaging.

    1. AnamnesisBerdasarkan gejala yang dialami pasien seperti yang tertulis diatas.

    2. Pemeriksaan visualUntuk sebagian besar, endometriosis adalah penyakit yang terbatas pada panggul. Dengan

    demikian, sering tidak ada kelainan pada pemeriksaan visual. Beberapa pengecualian

    termasuk endometriosis dalam bekas luka episiotomi atau bekas luka bedah, paling sering

    dalam sayatan operasi seperti pada gambar di bawah ini.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    18/39

    18

    3. Pemeriksaan Speculum dan BimanualPemeriksaan vagina dan serviks dengan pemeriksaan spekulum sering menunjukkan

    tanda-tanda endometriosis. Kadang-kadang, tampak lesi kebiruan atau merah yang dapat

    dilihat pada leher rahim atau fornix posterior vagina. Lesi ini kenyal dan mudah berdarah

    jika terjadi kontak. Satu studi baru menemukan bahwa pemeriksaan spekulum dapat

    menampilkan lesi endometriosis pada 14 persen pasien yang didiagnosis dengan

    endometriosis.

    Palpasi organ panggul sering menunjukkan kelainan anatomi yang berkaitan dengan

    endometriosis. Meskipun palpasi organ panggul dapat membantu dalam diagnosis,sensitivitas dan spesifisitas kelembutan panggul dalam mendeteksi endometriosis

    menampilkan variasi yang berbeda, berkisar antara 36-90 %.

    4. Pemeriksaan laboratoriumUntuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri panggul, penyelidikan laboratorium

    sering dilakukan. Awalnya, pemeriksaan darah lengkap, kultur urine, kultur sekret vagina,

    dan cairan serviks dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi atau infeksi menular

    seksual yang dapat menyebabkan penyakit radang panggul.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    19/39

    19

    Yang meningkat di sini adalah kadar CA-125 sebagai penanda adanya endometriosis.

    Namun CA-125 memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas yang rendah. CA-125

    juga meningkat dalam berbagai keadaan seperti penyakit pelvis lainnya (neoplasma

    ovarium, leiomioma uteri, dan PID), karena itu spesifisitasnya dalam menegakkan

    diagnosis endometriosis hanyalah sedikit.

    5. Imaging DiagnosticSonography

    Pemeriksaan transabdominal dan Transvaginal (TVS) yang lebih sensitive, merupakan

    pendekatan sonografi yang telah digunakan secara ekstensif dalam diagnosis

    endometriosis. TVS adalah salah satu andalan dalam mengevaluasi gejala yang

    berhubungan dengan endometriosis dan akurat dalam mendeteksi endometrioma.

    Magnetic Resonance Imaging

    Magnetic Resonance Imaging telah semakin digunakan sebagai metode untuk diagnosis

    endometriosis. Tampak gambaran nodul kecil dapat diakui sebagai lesi hyperintense.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    20/39

    20

    Endometrioma akan muncul sebagai massa hyperintense. Sebuah cincin hypointense

    sering terlihat di sekitar endometrioma, yang ditingkatkan setelah pemberian kontras.

    6. Diagnostik LaparoskopiDiagnostik laparoskopi adalah metode utama yang digunakan untuk mendiagnosa

    endometriosis. Organ panggul dan peritoneum pelvis adalah lokasi khas untuk

    endometriosis. Munculnya lesi oleh laparoskopi bervariasi dan warna mungkin termasuk

    merah (merah, merah-pink), putih (putih atau kuning-coklat), dan hitam (hitam atau

    hitam-biru).

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    21/39

    21

    III. 8 Diagnosis Banding

    Gejala-gejala dari endometriosis bersifat non-spesifik dan mungkin memiliki

    kesamaan dengan penyakit yang lain. Karena endometriosis adalah diagnosis bedah,

    diagnosis beberapa lainnya dapat dianggap sebelum eksplorasi bedah.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    22/39

    22

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    23/39

    23

    III. 9 Penanganan(1,3,5,6)

    1. Expectant Management(5,6)Pada pasien tanpa gejala, mereka dengan rasa tidak nyaman ringan, atau wanita

    infertil dengan endometriosis minimal atau ringan, manajemen hamil mungkin sesuai.

    Meskipun endometriosis umumnya diyakini menjadi penyakit progresif, tidak ada bukti

    menunjukkan bahwa mengobati pasien tanpa gejala akan mencegah atau memperbaiki

    timbulnya gejala nanti. Banyak laporan telah menemukan manajemen hamil wanita

    infertil dengan endometriosis minimal atau ringan dapat berhasil seperti terapi medis atau

    bedah.

    Menurut Meigs, kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk

    endometriosis. Gejala gejala endometriosis akan berkurang, bahkan menghilang pada

    waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang sarang

    endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    24/39

    24

    sesudah perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapat anak-anak yang diinginkan

    dalam waktu yang tidak terlalu lama.Selain itu, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan

    yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid karena dapat menyebabkan

    mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.

    Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila

    kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang

    endometriosis dan membaiknya keadaan. Pengaruh baik dari kehamilan inilah yang

    menjadi dasar pengobatan endometriosis dengan hormone yang dinamakan kehamilan

    semu (pseudopregnancy).

    2. MedikamentosaPenanganan medikamentosa pada endometriosis dapat digunakan untuk terapi

    simptomatik maupun terapi penyebabnya. Seperti pemberian analgetik untuk mengurangi

    gejala yang dialami pasien, dan pemberian obat obatan hormonal yang akan dijelaskan

    secara lebih lengkap di Bab VI.

    3. Pembedahan(1,3,5)Pada sebagian besar wanita dengan endometriosis, yang diinginkan adalah menjaga

    fungsi reproduksi. Oleh karena itu, pendekatan paling tidak invasif, paling murah, dan

    efektif harus digunakan. Tujuan operasi adalah untuk mengeluarkan semua lesi

    endometriotik yang terlihat, merilis perlengketan, kista indung telur, endometriosis

    rektovaginal, dan untuk mengembalikan anatomi normal.

    Pada wanita dengan keluhan infertilitas yang memiliki penyakit berat atau adhesi atau

    yang berumur lebih tua, terapi bedah konservatif adalah pilihan. Pembedahan ini berusaha

    untuk mengeluarkan atau menghancurkan semua jaringan endometriosis, menghapus

    semua adhesi, dan mengembalikan anatomi panggul pada kondisi terbaik. Pembedahan

    konservatif dengan pendekatan laparoskopi lebih dianjurkan, karena pasien dapat dirawat

    dengan jangka waktu yang lebih singkat, morbiditas berkurang, dan mungkin biaya yang

    dikeluarkan lebih sedikit.

    a. Pengangkatan Lesi dan Adhesiolisis.Metode utama untuk diagnosis endometriosis adalah laparoskopi, sehingga

    pengobatan bedah endometriosis pada saat diagnosa adalah pilihan yang menarik.

    Ada banyak penelitian tentang pengangkatan lesi endometriosis, baik melalui eksisi

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    25/39

    25

    atau ablasi. Sayangnya, banyak dari studi ini tidak terkendali atau bersifat retrospektif.

    Namun, uji coba terkontrol secara acak membandingkan ablasi tunggal laparoskopi

    lesi endometriotik dan laparoskopi ablasi saraf rahim dengan bantuan laparoskopi

    diagnostik yang dilakukan menunjukkan gejala yang signifikan pada 63% perempuan

    dalam kelompok ablasi, dibandingkan dengan 23% pada kelompok manajemen hamil.

    Sayangnya, kekambuhan setelah dilakukan prosedur eksisi bedah ini masih tinggi.

    Jones (2001) menunjukkan kekambuhan pada 74% pasien setelah mengikuti operasi

    73 bulan. Waktu rata-rata untuk kekambuhan adalah 20 bulan.

    Sebuah uji coba terkontrol secara acak membandingkan ablasi dengan eksisi

    lesi endometriosis pada wanita dengan endometriosis stadium I atau II

    mengungkapkan pengurangan tingkat nyeri dalam waktu 6 bulan (Wright, 2005).

    Untuk endometriosis yang sangat infiltratif, beberapa penulis menganjurkan eksisi

    bedah radikal, meskipun percobaan yang dirancang dengan baik masih kurang

    (Chapron, 2004).

    Adhesiolysis efektif mengobati gejala nyeri pada wanita endometriosis dengan

    mengembalikan anatomi normal. Sayangnya, kebanyakan penelitian masih belum

    dirancang dengan baik. Akibatnya, hubungan antara adhesi dan nyeri panggul tidak

    jelas (Hammoud, 2004). Misalnya, salah satu uji coba terkontrol secara acak

    menunjukkan tidak ada rasa sakit secara keseluruhan dari adhesiolysis dibandingkan

    dengan manajemen hamil (Peters, 1992). Namun, dalam studi ini, seorang wanita

    dengan endometriosis berat dan perlengketan, nyerinya akan berkurang seteah

    dilakukan adhesiolisis.

    b. Presakral NeurectomyBagi beberapa wanita, transeksi saraf presacral yang berada dalam segitiga interiliac

    dapat menghilangkan nyeri panggul kronis. Hasil dari uji coba terkontrol secara acak

    baru-baru ini mengungkapkan rasa sakit secara signifikan akan lebih berkurang pada

    12 bulan pasca operasi pada wanita yang diterapi dengan neurectomy presacral (PSN)

    dan eksisi endometriosis dibandingkan dengan eksisi endometriosis saja (86 % vs 57

    %). Namun, semua wanita yang mengalami nyeri akan menunjukkan penurunan nyeri

    panggul yang signifikan setelah dilakukan PSN dibandingkan dengan prosedur yang

    lebih konservatif, tetapi hanya pada mereka dengan nyeri pada garis tengah tubuh

    (Wilson, 2000). Neurectomy dapat dilakukan secara laparoskopi, namun secara teknis

    masih merupakan tantangan. Untuk alasan ini, PSN masih digunakan secara terbatas

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    26/39

    26

    dan tidak direkomendasikan secara rutin untuk pengelolaan nyeri terkait

    endometriosis.

    c. Laparotomi dan LaparoskopiSemua prosedur bedah yang telah disebut di atas dapat dilakukan dengan

    pendekatan laparotomi atau laparoskopi. Laparoscopy operatif telah digunakan untuk

    pengobatan endometrioma ovarium selama lebih dari 20 tahun, dan bukti-bukti yang

    kuat mendukung laparoscopy dibanding laparotomi dalam mengelola massa ovarium

    jinak.(Mais, 1995; Reich, 1986; Yuen, 1997). Sayangnya, sejumlah besar

    endometrioma masih ditangani dengan prosedur laparotomi, dengan 50 persen dari

    dokter yang disurvei di Inggris masih menangani endometrioma dengan cara ini

    (Jones, 2002). Walaupun pengobatan laparoskopi endometrioma mengandung resiko

    5% untuk dikonversi ke laparotomi, tapi karena keberhasilan dan morbiditas pasca

    operasi yang rendah, laparoskopi harus menjadi prosedur utama pilihan (Canis, 2003).

    Berbagai studi juga menunjukkan efektivitas dan tingkat morbiditas yang

    rendah pada eksisi laparoskopi implan endometriotik, dan neurectomy presacral

    laparoskopi tampaknya seefektif laparotomi (Nezhat, 1992a; redwine, 1991). Selain

    itu, adhesiolysis harus dilakukan dengan laparoskopi, dan laparoskopi menyebabkan

    kurang pembentukan adhesi dari laparotomi (Gutt, 2004).

    d. Pendekatan Histerektomi dan OoforektomiHisterektomi dengan ooforektomi bilateral adalah terapi definitif dan paling

    efektif untuk wanita dengan endometriosis yang tidak ingin mempertahankan fungsi

    reproduksi mereka. Wanita yang tidak menjalani ooforektomi bilateral selama

    histerektomi untuk endometriosis memiliki risiko enam kali lipat lebih besar dari

    nyeri panggul kronis berulang (CPP) dan risiko delapan kali lipat lebih besar

    membutuhkan operasi tambahan dibandingkan dengan wanita yang menjalani

    ooforektomi bilateral bersamaan (Namnoum, 1995). Untuk alasan ini, histerektomi

    sendiri tidak memiliki peran dalam pengobatan CPP sekunder untuk endometriosis.

    Terlepas dari efektivitasnya dalam pengobatan endometriosis, histerektomi

    dengan ooforektomi bilateral mempunyai keterbatasan termasuk risiko bedah,

    kekambuhan sakit, dan efek hipoestrogenism. Perempuan yang menjalani

    histerektomi ooforektomi dan bilateral untuk CPP, 10% memiliki gejala berulang dan

    3,7% memerlukan operasi panggul tambahan. Oleh karena itu, konferensi konsensus

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    27/39

    27

    rekomendasi dari sebuah panel ahli ginekolog di Amerika Serikat menyatakan bahwa

    histerektomi dengan ooforektomi bilateral harus disediakan bagi wanita dengan

    endometriosis simtomatis yang telah melahirkan anak dan mengenali resiko

    hypoestrogenism dini, termasuk osteoporosis dan menurunnya libido.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    28/39

    28

    BAB IV

    PENANGANAN MEDIKAMENTOSA PADA ENDOMETRIOSIS

    VI. 1 NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs

    Pemberian terapi ini secara nonselektif menghambat siklooksigenase isoenzim

    1 dan 2 (COX-1 dan COX-2), dan dalam kelompok ini, COX-2 inhibitor secara selektif

    menghambat COX-2. 28nzi mini bertanggung jawab untuk sintesis prostaglandin yang

    terlibat dalam rasa sakit dan peradangan yang terkait dengan endometriosis. Sebagai

    contoh, jaringan endometriosis telah ditunjukkan untuk mengekspresikan COX-2 di

    tingkat lebih besar dari endometrium eutopic. Oleh karena itu, terapi ditujukan untuk

    menurunkan tingkat prostaglandin dan memainkan peran dalam mengurangi rasa sakit

    yang berkaitan dengan endometriosis.

    Obat anti-inflamasi nonsteroid sering menjadi terapi lini pertama pada wanita

    dengan dismenorea primer atau nyeri panggul sebelum konfirmasi laparoskopi, dan pada

    wanita dengan gejala rasa sakit yang minimal atau ringan yang berhubungan dengan

    endometriosis. Karena resiko kardiovaskular dengan penggunaan jangka panjang dari

    COX-2 inhibitor, obat-obat ini harus digunakan dengan dosis serendah mungkin dan

    untuk jangka waktu terpendek yang diperlukan.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    29/39

    29

    IV. 2 Terapi Hormonal(1,3,4,5)

    1. Kontrasepsi oral kombinasi (1,3)Pil kontrasepsi oral (OCP) adalah pilihan yang baik bagi pasien dengan gejala

    minimal atau ringan. Secara umum, produk diresepkan baik siklis atau terus

    menerus selama 6-12 bulan.

    Pemaparan terus menerus kombinasi OCP menghasilkan perubahan desidual

    dalam kelenjar endometrium. Penggunaan secara terus menerus dari OCP telah

    terbukti efektif dalam mengurangi dismenore dan mungkin menghambat

    perkembangan endometriosis.

    Obat ini tampaknya bekerja dengan menghambat pelepasan gonadotropin,

    mengurangi aliran menstruasi, dan decidualizing implant. Selain itu, COCs

    mendapatkan manfaat tambahan kontrasepsi, penekanan ovulasi, dan manfaat

    lainnya, seperti pada tabel.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    30/39

    30

    2. ProgestinProgestin merupakan agen Progestational telah lama digunakan dalam

    pengobatan endometriosis. Progestin bekerja melalui mekanisme yang serupa

    dengan yang ada pada OCP, menyebabkan desidualisasi dalam jaringan

    endometriosis. Progestin dapat menghasilkan efek anti-endometriotic dengan

    menyebabkan decidualisasi awal jaringan endometrium diikuti atrofi. Mereka

    dapat dianggap sebagai pilihan pertama untuk pengobatan endometriosis karena

    sama efektifnya dengan danazol atau GnRH analog dan memiliki biaya yang

    lebih rendah dan efek samping yang lebih ringan.

    Progestin telah diberikan untuk pengobatan endometriosis dengan

    berbagai cara dan mencakup progestin oral, asetat depot medroksiprogesteron

    (DMPA), sebuah alat kontrasepsi levonorgestrel-releasing (IUD), dan selektif

    lebih baru progesteron-reseptor modulator (SPRMs).

    Meskipun terapi progestin berbasis umum digunakan untuk secara

    efektif mengobati gejala, ada satu yang dirancang dengan baik, secara acak dan

    terkendali membandingkan efek plasebo dengan medroksiprogesteron asetat

    (MPA), 100 mg oral sehari, diberikan selama 6 bulan. Pada pemeriksaan

    laparoskopi berikutnya, sebagian atau seluruh implan peritoneum dalam 60

    persen wanita telah dicatat, dibandingkan dengan 18 persen pada kelompok

    plasebo. Selain itu, nyeri panggul dan nyeri defekasi secara signifikan berkurang.

    Dosis efektif beberapa progestin diringkas dalam tabel di bawah ini.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    31/39

    31

    Asetat medroksiprogesteron oral dapat diresepkan sebagai 10 30 mg

    untuk dosis harian. Asetat medroxyprogesteron (150 mg) intramuskular diberikan

    setiap 3 bulan juga efektif untuk pengobatan rasa sakit yang terkait dengan

    endometriosis, tetapi tidak ditunjukkan pada wanita subur karena menyebabkan

    amenore dan anovulasi, dan memerlukan waktu yang lama dan bervariasi untuk

    ovulasi setelah penghentian terapi.

    Efek samping dari dosis tinggi MPA termasuk jerawat, edema, berat

    badan bertambah, dan perdarahan menstruasi yang tidak teratur. Dalam

    prakteknya, MPA ditentukan dalam dosis antara 20 sampai 100 mg sehari. Atau,

    MPA dapat diberikan intramuskular dalam bentuk depot dalam dosis 150 mg

    setiap 3 bulan. Dalam kebanyakan studi, efek dari terapi akan dievaluasi setelah 3

    sampai 6 bulan terapi. MPA telah menjadi agen yang paling banyak dipelajari.

    Hal ini efektif dalam mengurangi nyeri dimulai pada dosis 30 mg / hari dan dosis

    akan meningkat berdasarkan respon klinis pasien dan pola perdarahan. Dalam

    bentuk depot, MPA mungkin menunda kembalinya menstruasi normal dan

    ovulasi dan tidak boleh digunakan pada wanita hamil.

    Sebuah regimen alternatif adalah norethindrone asetat 5 mg per hari atau

    megestrol asetat dengan dosis harian 40 mg. Dalam beberapa penelitian, alat

    kontrasepsi levonorgestrel telah terbukti untuk menghilangkan dismenore dan

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    32/39

    32

    rasa sakit pada panggul. Delapan puluh persen wanita yang diobati dengan

    progestin, rasa nyerinya dapat berkurang atau bahkan hilang. Perdarahan,

    biasanya dikoreksi dalam jangka pendek (7 hari) pemberian estrogen. Depresi

    dan gangguan mood lainnya adalah masalah yang dialamin sekitar 1% dari

    perempuan yang mengkonsumsi obatobatan ini.

    Asetat Norethindrone (NETA) adalah progestin sintetis 19-

    nortestosterone yang telah digunakan dalam pengobatan endometriosis. Dalam

    satu studi, peneliti memberikan suatu dosis oral awal Neta, 5 mg sehari, dengan

    kenaikan 2,5 mg sehari sampai amenore atau dosis maksimal 20 mg / hari

    tercapai. Mereka menemukan pengurangan sekitar 90% pada dismenore dan

    nyeri panggul. Selain itu, NETA telah terbukti efektif dalam hubungannya jangka

    panjang dengan gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis untuk terapi

    endometriosis. Dengan cara ini, NETA, 5 mg diberikan secara oral setiap hari,

    dalam hubungannya dengan terapi agonis GnRH.

    Sistem levonorgestrel-releasing intrauterine /LNG-IU (Mirena, Berlex,

    Montville, NJ), secara tradisional telah digunakan untuk kontrasepsi dan

    perdarahan uterus disfungsional, dan baru-baru ini, LNG-IU, telah digunakan

    untuk pengobatan endometriosis. IUD ini memberikan levonorgestrel langsung

    ke endometrium dan efektif hingga 5 tahun. Sebuah penelitian observasional

    mengungkapkan perbaikan gejala pada pasien dengan endometriosis

    menggunakan LNG-IU, dan gejala akan membaik hingga 30 bulan. Tingkat

    kelanjutan pada 3 tahun, tetapi hanya 56%, sebagian besar karena perdarahan,

    rasa sakit terus-menerus, dan berat badan meningkat. Sebuah uji coba terkontrol

    secara acak membandingkan LNG-IU dengan terapi agonis GnRH menunjukkan

    peningkatan setara dalam gejala sakit, tanpa hypoestrogenism bersamaan yang

    menyertai pengobatan agonis GnRH. Oleh karena itu, temuan yang baru ini

    membuat LNG-IU menjadi pilihan yang menarik dalam mengobati wanita

    dengan endometriosis.

    3. DanazolDanazol adalah turunan testosteron etinil 17-alpha dengan efek

    progestinlike. Danazol bekerja melalui beberapa mekanisme untuk mengobati

    endometriosis. Ia bekerja pada tingkat hipotalamus, seperti halnya progesteron

    alamiah, maka danazol juga memiliki efek sentral dengan menghambat pelepasan

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    33/39

    33

    gonadotropin, menghambat lonjakan siklus hormon luteinizing dan follicle-

    stimulating hormone.

    Di hati, danazol mengurangi sintesis sex hormon binding globulin

    (SHBG), sehingga terjadi peningkatan kadar serum testoteron bebas. Kadar

    testoteron yang tinggi ini menyebabkan jaringan endometrium dan lesi

    endometriosis menjadi atrofi.

    Danazol juga menghambat enzim steroidogenik di ovarium yang

    bertanggung jawab untuk memproduksi estrogen. Ini menghasilkan lingkungan

    tinggi androgen, rendah estrogen yang tidak mendukung pertumbuhan

    endometriosis.

    Salah satu keunggulan juga dari danazol adalah kemampuannya menekan

    aktivitas fagositosis dari makrofag. Makrofag dapat mengeluarkan zat

    interleukin-1 (IL-1) yang merupakan penyebab timbulnya rasa nyeri. 90% dari

    pasien yang memakai danazol akan berkurang rasa nyerinya.

    Danazol diberikan pada awal siklus haid dan berlangsung selama 3-6

    bulan. Dosis danazol adalah 400 - 800 mg / hari dalam dosis terbagi selama 6

    bulan.Karena Danazol termasuk gestagen turunan testoteron, maka efek samping

    yang terjadi mirip dengan efek samping yang disebabkan oleh testoteron. Efek

    samping yang paling sering adalah hirsutisme, akne, kulit berminyak,

    penambahan berat badan, payudara mengecil, edema, dan gangguan libido.

    Selain itu, pemberian danazol mengakibatkan gangguan metabolisme

    lipid, dimana terjadi peningkatan LDL-kolesterol, dan penurunan HDL-

    kolesterol. Tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap sistem hemostasis

    darah. Efek samping androgenik dapat dikontrol dengan melakukan olahraga

    teratur. Namun perlu diperhatikan adalah efek samping berupa perubahan pada

    suara (seperti suara laki-laki), sehingga danazol jangan diberikan pada penyanyi,

    guru mengaji, dan penyiar radio/televisi. Perubahan suara yang terjadi tersebut

    kadang-kadang menetap, meskipun pengobatan telah dihentikan. Kejadian

    abortus lebih rendah pada pengobatan dengan danazol, dibandingkan dengan

    pegobatan jenis lain.

    4. GnRH AgonisGonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis adalah analog dari GnRH

    peptida 10-asam amino-peptida. Dengan kerja analog GnRH secara kontinu,

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    34/39

    34

    penekanan sekresi gonadotropin terjadi, sehingga terjadi penghambatan

    steroidogenesis ovarium dan menekan implan endometrium. Nyeri yang

    berhubungan dengan endometriosis dapat berkurang dalam kebanyakan kasus

    pada bulan kedua atau ketiga terapi. Agonis GnRH dapat diberikan intramuskular

    sebagai leuprolid asetat 3,75 mg sekali per bulan, intranasal sebagai nafarelin 400

    - 800 mg sehari, atau subkutan sebagai goserelin 3,6 mg sekali per bulan.

    Penggunaan agen ini umumnya terbatas pada 6 bulan karena efek buruk yang

    terkait dengan keadaan hypoestrogenic, terutama hilangnya densitas mineral

    tulang. Efek samping lainnya termasuk gejala vasomotor, kekeringan vagina, dan

    perubahan mood.

    a. Pain ImprovementGnRH agonis dapat digunakan sebelum laparoskopi pada wanita dengan

    nyeri panggul kronis dan kecurigaan klinis endometriosis. Setelah 3 bulan

    pengobatan agonis GnRH (leuprolid depot asetat; Lupron Depot, TAP Produk

    Farmasi, Lake Forest, IL), skor nyeri berkurang secara signifikan

    dibandingkan dengan plasebo (Ling, 1999). laparoskopi selanjutnya

    mengungkapkan bahwa 93 persen perempuan ini telah didiagnosis

    endometriosis secara bedah. Dengan demikian, pada banyak pasien yang

    sama, depot leuprolid asetat dapat digunakan secara empiris sebagai

    pengganti laparoskopi, untuk perbaikan gejala.

    Daftar agonis GnRH digunakan secara klinis ditemukan pada Tabel

    Dosages of Gonadotropin-Releasing Hormone Agonists

    Brand Name Generic Name Dosage

    Decapeptyl Triptorelin 3,75 mg depot IM monthly

    Lupron Leuprolide acetate 3,75 mg depot IM monthly

    Zoladaex Goserelin 3,6 mg depot SC monthly

    Syarel Nararelin 200 mg taken twice daily as one

    spray into one nostril in the morning

    and one spray inti the other nostril

    in the evening

    From : Williams Gynecologi

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    35/39

    35

    Sejumlah penelitian telah menunjukkan efektivitas terapi agonis GnRH untuk

    perbaikan gejala nyeri pada wanita dengan endometriosis yang dikonfirmasi

    dengan pembedahan. Sebagai contoh, dalam percobaan acak terkendali, Dlugi

    dan rekan (1990) membandingkan asetat depot leuprolid dengan plasebo dan

    menemukan penurunan signifikan dalam tingkat keparahan nyeri panggul.

    Temuan serupa diperoleh dengan membandingkan buserelin, agonis GnRH

    yang lain, dengan manajemen hamil selama periode 6 bulan (Fedele, 1993).

    Agonis GnRH tampaknya memberikan bantuan yang lebih besar bila

    diberikan selama 6 bulan dibandingkan dengan 3 bulan (Hornstein, 1995).

    b. Add Back TherapyKekhawatiran tentang efek jangka panjang dari hypoestrogenism

    berkepanjangan menghalangi diperpanjangnya pengobatan dengan GnRH

    agonis. Gejala Hypoestrogenic meliputi muka memerah, insomnia, libido

    berkurang, kekeringan vagina, dan sakit kepala. Yang dikhawatirkan adalah

    efek dari keadaan hypoestrogenic terhadap kepadatan mineral tulang (BMD).

    Bukti menunjukkan bahwa ada penurunan BMD tulang belakang dan pinggul

    pada 3 dan 6 bulan terapi agonis GnRH, dengan pemulihan yang parsial pada

    12 sampai 15 bulan setelah pengobatan (Orwoll, 1994). Karena meningkatnya

    risiko osteoporosis, terapi biasanya terbatas pada durasi sesingkat mungkin

    (biasanya tidak lebih dari 6 bulan). Selain itu, estrogen dalam bentuk COCs

    dapat ditambahkan ke terapi GnRH agonis untuk menangkal keroposnya

    tulang dan disebutAdd back therapy.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    36/39

    36

    Dari gambar diatas, dilihat perubahan densitas mineral tulang di tulang

    belakang, radius, dan leher pada wanita yang diterapi selama 6 bulan dengan

    pil kontrasepsi oral (kuning), gonadotropin-releasing hormon agonist (biru),

    atau gonadotropin-releasing hormon agonist ditambah pil kontrasepsi oral

    (hijau).

    Kadang-kadang suatu agonis GnRH dapat digunakan untuk waktu yang

    lebih lama, dengan add back therapy dalam bentuk asetat norethindrone, 5 mg

    oral diberikan setiap hari, dengan atau tanpa estrogen terkonjugasi. (Premarin,

    Wyeth, Madison, NJ) 0,625 mg per hari selama 12 bulan. Rejimen ini telah

    terbukti memberikan penghilang rasa sakit melampaui durasi pengobatan dan

    memelihara kepadatan tulang (Surrey, 2002).

    5. Aromatase InhibitorSeperti yang disebutkan sebelumnya, jaringan endometrium lokal menghasilkan

    aromatase, yaitu enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis estrogen. Dalam

    jaringan endometriosis, estrogen dapat diproduksi secara lokal melalui

    aromatisasi dari androgen yang beredar. Penghambat aromatase pertama kali

    digunakan untuk pengobatan endometriosis pada seorang wanita dengan

    endometriosis postmenopause setelah histerektomi total dan salpingo

    ooforektomi-bilateral (Takayama, 1998). Pasien mengalami berkurangnya nyeri

    yang signifikan, pengurangan ukuran lesi endometriotik, dan penurunan 6 persen

    BMD di lumbal setelah 9 bulan pengobatan. Selanjutnya, studi lebih lanjut telah

    diperiksa aromatase inhibitor dengan dosis rendah, dilanjutkan COC add-back

    terapi selama 6 bulan. Ini uji coba ini mengungkapkan pengurangan nyeri yang

    signifikan pada 14 dari 15 wanita dengan rasa sakit yang sebelumnya hebat dari

    endometriosis (Amsterdam, 2005).

    Anastrozole 1 mg per hari atau letrozole 2,5 mg per hari adalah aromatase

    inhibitor yang paling umum digunakan. Mereka bekerja dengan menghambat

    enzim aromatase, yang akan mengubah androgen ke estrogen. Lesi

    Endometriosis mungkin berisi aromatase dan kekurangan enzim yang

    mendegradasi estrogen, yang mendorong pertumbuhan mereka sendiri dengan

    menciptakan lingkungan yang kaya mikro estrogen. Hal ini mungkin

    menjelaskan mengapa beberapa pasien terus memiliki gejala padahal sudah

    diberikan terapi yang menurunkan kadar estrogen sistemik. Aromatase inhibitor

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    37/39

    37

    belum dipelajari secara ekstensif pada endometriosis, mereka dapat digunakan

    secara tunggal atau sebagai terapi tambahan. Dampak buruk pada kepadatan

    tulang membatasi penggunaan terapi ini.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    38/39

    38

    BAB V

    KESIMPULAN

    Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih

    berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Kelainan ini merupakan kelainan jinak yang paling

    sering ditemukan dalam bidang ginekologi dimana kelenjar dan stroma endometrium berada

    di luar lokasi normal.

    Lokasi tersering dari kelainan ini terdapat pada ovarium, peritoneum, anterior dan

    posterior ruang kavum Douglasi.

    Ada berbagai macam teori yang dikemukakan sebagai penyebab atau etiologi timbulnya

    endometriosis, antara lain teori Retrograde menstruation, yang merupakan teori yang paling

    diterima oleh banyak pihak. Ada juga teori metaplasia selom, teori induksi, dan teori

    penyebaran limfogen dan hematogen.

    Gejala gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah nyeri panggul,

    dismenorhea, dispareunia, disuria, dischezia, dan infertilitas.

    Untuk menegakkan diagnosis endometriosis, baku emasnya adalah laparoskopi, dapat

    dilihat munculnya lesi bervariasi dan warna mungkin termasuk merah (merah, merah-pink),

    putih (putih atau kuning-coklat), dan hitam (hitam atau hitam-biru).

    Penanganan efektif pada endometriosis adalah dengan medikamentosa dan

    pembedahan. Dimana dari segi medikamentosa dapat kita berikan OAINS untuk mengobati

    nyeri yang dialami pasien dan memberikan terapi hormonal yang bias berpengaruh pada

    jaringan endometrium.

    Dengan pembedahan dapat dilakukan adhesiolisis dan bahkan histerektomi.

  • 7/22/2019 REFERAT Endomertriosis

    39/39

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Carr,Bruce. William's Gynecology; Benign General Gynecology : Endometriosis. 22ndEdition. McGraw-Hill Companies. Dallas. 2008

    2. Cunningham, G. Leveno, K. Bloom, S. Hauth, J. Rouse, D. Spong, C. WilliamsObstetry : Maternal Anatomy. 23rdEdition. McGraw-Hill Companies. Dallas. 2010

    3. DHooghe, T. Hill, J. Berek & Novaks Gynecology; Reproductive Endocrinology :Endometriosis. 14thEdition. Lippincott Williams & Wilkins. Baltimore. 2007.

    4. Curtis, M. Overholt, S. Hopkins, M. Glass Office Gynecology : Endometriosis. 6thEdition. Lippincott Williams & Wilkins. Baltimore. 2006.

    5. Muse, K. Sarajari, S. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. 10thEdition. McGraw-Hill Companies. Dallas. 2007

    6. Prabowo, R.P. Ilmu Kandungan : Endmetriosis. Edisi 2. Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo. Jakarta. 2008.