referat endomertriosis
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
1/39
1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN. 1
BAB II
II. Anatomi Genitalia Interna2
II.1 Uterus 2
II.3 Tuba Falopi ..5
II.4 Ovarium.5
BAB IIIIII.1 Definisi Endometrios......8
III.2 Lokasi Endometriosis..8
III.3 Etiopatofisiologi ..9
III.4 Klasifikasi Endometriosis . 12
III.5 Patologi 15
III.6 Gambaran Klinik 15
III.7 Diagnosis .17
BAB IV
Penanganan Medikamentosa Pada Endometriosis
IV.1 NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs 28
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
2/39
2
IV.2 Terapi Hormonal ..29
IV.2.1 Kontrasepsi oral kombinasi .29
IV.2.2 Progestin ... 30
IV.2.3 Danazol .. 32
IV.2.4 GnRH Agonis .35
IV.2.5 Aromaterase Inhibotor..37
BAB V
KESIMPULAN .38
DAFTAR PISATAKA 39
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
3/39
3
BAB I
PENDAHULUAN
Endometriosis pertama kali ditemukan di pertengahan abad ke 19.(1) Hingga sekarang
insiden endometriosis sulit untuk dihitung, sebab sebagian besar wanita dengan penyakit ini
seringkali tanpa gejala, dan modalitas pencitraan masih memiliki sensitivitas rendah untuk
diagnosis.(6)
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka kejadian
yang meningkat. 5-15 % dapat ditemukan di antara semua operasi pelvik. Yang menarik
perhatian ialah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin
pada umur muda, dan yang tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi ovarium secara
siklis yang terus menerus tanpa diselingi kehamilan, memegang peranan terjadinya
endometriosis.(4)
Wanita dengan endometriosis tidak menunjukkan gejala, subfertile, atau menderita
berbagai tingkat nyeri panggul. Peneliti telah melaporkan kejadian tahunan pembedahan
endometriosis didiagnosa menjadi 1,6 kasus per 1.000 perempuan berusia antara 15 dan 49
tahun. Pada wanita tanpa gejala, prevalensi endometriosis berkisar 2 - 22 %, namun karena
kaitannya dengan infertilitas dan nyeri pelvis, endometriosis terutama lebih menonjol pada
sub-populasi perempuan dengan keluhan ini. Pada wanita subur, prevalensi telah dilaporkan
antara 20 - 50 %, dan pada mereka dengan nyeri panggul 40 - 50 %.(1)
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
4/39
4
BAB II
ANATOMI GENITALIA INTERNA
II. 1 Uterus(2)
Uterus terletak dalam rongga panggul di antara kandung kemih dan rektum. Hampir
seluruh dinding posterior uterus ditutupi oleh serosa, yaitu, peritoneum visceral. Bagian
bawah peritoneum ini membentuk batas anterior dari kantung-recto-uterus cul de sac atau
kavum Douglas. Hanya dinding depan bagian atas rahim yang tertutup. Peritoneum di daerah
ini terlihat lebih maju ke kandung kemih untuk membentuk kantong vesicouterine. Bagian
bawah dari dinding rahim anterior bersatu ke dinding posterior kandung kemih oleh lapisan
longgar jaringan ikat. Ini adalah ruang vesicouterine. Saat melahirkan sesar, peritoneum dari
kantong vesicouterine di insisi dan dapat masuk ke dalam ruang vesicouterine.Rahim digambarkan berbentuk seperti buah pir. Terdiri dari dua bagian utama, bagian atas
berbentuk segitiga atau korpus, dan yang lebih rendah bagian silinder leher rahim, yang
terhubung ke dalam vagina. Saluran tuba, juga disebut saluran telur, muncul dari kornu uterus
pada persimpangan margin superior dan lateral. Fundus adalah segmen atas cembung antara
titik penyisipan saluran tuba.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
5/39
5
Sebagian besar dari tubuh rahim, kecuali leher rahim, terdiri dari otot. Permukaan bagian
dalam dinding anterior dan posterior terletak hampir di kontak, dan rongga antara dinding
membentuk celah. Uterus dewasa pada wanita nulipara panjangnya 6 - 8 cm dibandingkan
dengan pada wanita multipara 9 - 10 cm. Pada wanita yang tidak hamil, beratnya rata-rata 50
sampai 70 g, sedangkan pada wanita hamil itu rata-rata 80 g atau lebih (Langlois, 1970). Pada
wanita nulipara, fundus dan serviks memiliki panjang yang sama, tetapi pada wanita
multipara, leher rahim hanya sedikit lebih panjang sepertiga dari total panjang.
Dinding rahim sangat tebal dan terdiri dari 3 lapisan: serosa, otot, dan mukosa.
Lapisan serosa (perimetrium) hanya meliputi peritoneal.
Lapisan ini tipis dan melekat erat diatas fundus dan sebagian besar korpus, kemudian
menebal di bagian posterior dan menjadi terpisah dari otot oleh parametrium tersebut.
Lapisan otot (miometrium) sangat tebal dan berlanjut ke vagina. Lapisan ini juga meluas ke
ovarium dan ke dalam ligamen kardinal di leher rahim, dan ke ligamen uterosakral. Dua
lapisan utama dari lapisan otot dapat dibedakan: (1) lapisan luar, yang lemah dan terdiri dari
serat longitudinal, dan (2) lapisan dalam yang lebih kuat, serat-serat yang saling terjalin dan
berjalan dalam berbagai arah. Lapisan mukosa (endometrium) yang lembut dan kenyal, yang
terdiri dari jaringan yang menyerupai jaringan ikat embrio. Permukaan ini terdiri dari satu
lapisan epitel bersilia kolumnar. Jaringan ini agak rumit dan rapuh dan mengandung banyak
kelenjar tubular yang terbuka ke dalam rongga rahim.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
6/39
6
Kehamilan merangsang pertumbuhan uterus yang luar biasa karena hipertrofi dari
serat otot. Berat uterine meningkat dari 70 g menjadi sekitar 1100 g pada panjang. Total
volume rata-rata sekitar 5 L.
II. 2 Tuba Falopii
Tuba berfungsi untuk menyalurkan ovum ke rahim. Setiap tabung memiliki panjang
7-14 cm dan dapat dibagi menjadi 3 bagian: istmus, ampula, dan infundibulum. Istmus ini
adalah bagian sempit dan langsung berada disebelah rahim. Memiliki program intramural
agak panjang, dan membuka ke dalam rahim, ostium rahim, adalah sekitar 1 mm. Setelah
ampula, bagian yang lebih luas dan lebih berliku-liku, berakhir dengan dilatasi saluran yaitu
infundibulum. Tepi infundibulum ialah fimbriae yang melekat pada ovarium. Berbentuk
corong dan langsung mengarah ke rongga peritoneal, meskipun mungkin aka melekat erat
pada permukaan ovarium selama ovulasi.
II. 3 Ovarium
Ovarium bervariasi dalam ukuran baik antara ovarium yang satu dengan lainnya,
maupun antara perempuan. Pada saat memasuki usia subur, ukurannya panjang 2,5 - 5 cm,
lebar 1,5 - 3 cm, dan tebal 0,6 - 1,5 cm. Posisinya juga bervariasi, tetapi biasanya terletak
pada bagian atas rongga panggul. Fossa ovarium Waldeyeri berada diantara arteri iliaka
eksterna dan interna.
Ovarium ini melekat pada ligamentum pada mesovarium tersebut. Ligamentum utero-
ovarium memanjang dari bagian lateral dan posterior dari rahim, tepat di bawah penyisipan
tuba, dengan kutub uterus ovarium. Biasanya, ini adalah beberapa sentimeter panjang dan 3
sampai 4 mm. Hal ini ditutupi oleh peritoneum dan terdiri dari serat otot dan jaringan ikat.
Ligamentum infundibulopelvic atau suspensori ovarium membentang dari tuba ke dinding
perut dan didalamnya berjalan pembuluh darah ovarium dan saraf.
Ovarium terdiri dari korteks dan medula. Pada wanita muda, bagian terluar dari
korteks halus, memiliki permukaan putih kusam, dan disebut tunika albuginea. Pada
permukaannya, ada satu lapisan epitel kubus, epitel germina Waldeyeri. Korteks mengandung
oosit dan folikel berkembang. Medula adalah bagian tengah, yang terdiri dari jaringan ikat
longgar. Ada sejumlah besar arteri dan vena di medula dan sejumlah kecil serat otot polos.
Ovarium dipasok dengan kedua saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis
berasal terutama dari pleksus ovarium yang berjalan bersama dengan arteri ovarium. Lainnya
berasal dari pleksus yang mengelilingi ovarium cabang dari arteri rahim. Ovarium ini kaya
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
7/39
7
disertakan dengan serat saraf non myelin, yang sebagian besar berjalan bersama pembuluh
darah.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
8/39
8
BAB III
ENDOMETRIOSIS
III. 1 Definisi
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Kelainan ini merupakan kelainan jinak yang paling sering
ditemukan dalam bidang ginekologi dimana kelenjar dan stroma endometrium berada di luar lokasi
normal.Endometriosis adalah penyakit yang terkait dengan hormonal, karena itu penyakit ini sering
ditemukan pada wanita usia reproduksi. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar kelenjar dan
stroma, terdapat di dalam miometrium maupun di luar uterus. Jaringan endometrium yang
terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis dan yang terdapat di luar uterus
dinamakan endometriosis. (1,6)
III. 2 Lokasi Endometriosis
Endometriosis mungkin berkembang di dalam panggul dan pada permukaan
peritoneal extrapelvic. Umumnya, endometriosis ditemukan di daerah pelvis. Dapat juga
ditemukan di daerah peritoneum, ovarium, anterior dan posterior cul-de-sac, ligamen
uterosakral, septum ureter, dan rektovaginal. Walaupun jarang, bisa juga ditemukan di
kandung kemih, perikardium, bekas luka bedah, dan pleura. Satu tinjauan patologis
mengungkapkan bahwa endometriosis telah diidentifikasi pada semua organ kecuali limpa
(Markham, 1989). Sebagai contoh, wanita dengan endometriosis saluran kemih dapat
menjelaskan gejala iritasi dan hematuria; jika terdapat di rectosigmoid dapat terjadi
perdarahan dubur secara siklik, dan lesi pada pleura telah dihubungkan dengan pneumotoraks
menstruasi atau hemoptysis.(1)
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
9/39
9
Bereks and Novaks Gynecologi
III. 3 Etiopatofisiologi
Ada berbagai macam teori yang dikemukakan sebagai penyebab atau etiologi
timbulnya endometriosis. Antara lain :
1. TeoriRetrograde menstruation(1,2,3)Teori endometriosis paling awal dan paling banyak penganutnya ialah teori
menstrual retrograde yang diusulkan oleh Sampson pada pertengahan tahun 1920.
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa endometriosis disebabkan oleh implantasi
sel endometrium oleh regurgitasi darah haid (menstruasi retrograde) melalui tuba yang
selanjutnya akan menyebar ke dalam rongga peritoneum. Temuan klinis dan data
eksperimen mendukung hipotesis Sampson ini. Teori ini telah mendapat dukungan dari
Halme (1984) dengan ditemukannya darah dan sel atau jaringan endometrium yang
masih hidup di pelvis perempuan. Sel sel endometrium yang masih hidup ini yang
kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
10/39
10
Menstruasi retrograde terjadi pada 70% - 90% dari perempuan dan mungkin lebih
umum pada wanita dengan endometriosis dibanding mereka yang tanpa penyakit.
Kehadiran sel endometrium dicairan peritoneal, menunjukkan menstruasi retrograd, telah
dilaporkan pada 59% - 79% dari perempuan selama menstruasi.
Wanita dengan interval pendek antara haid dan lebih lama mens adalah
lebih mungkin untuk memiliki menstruasi retrograde dan berada pada risiko tinggi untuk
endometriosis.
2. Teori Metaplasia selom (2,3)Teori lain dikemukakan oleh Robert Meyer, yang disebut teori metaplasia selom.
Transformasi (metaplasia) epitel selom ke dalam jaringan endometrium diusulkan
sebagai salah satu mekanisme terbentuknya endometriosis. Tetapi, teori ini belum
didukung oleh data baik klinis atau eksperimen yang kuat. Sebuah penelitian
menyatakan, ovarium dan cikal bakal endometrium yaitu saluran mullerian, keduanya
berasal dari epitel selom. Karena rangsangan pada sel epitel tersebut maka akan terjadi
transformasi metaplastik dan terjadi perkembangan endometriosis ovarium.
Telah dilakukan sebuah studi evaluasi yang melibatkan induksi genetik
endometriosis pada tikus menunjukkan bahwa lesi endometriosis ovarium mungkin
timbul secara langsung dari permukaan epitel ovarium melalui proses metaplastik
diferensiasi yang disebabkan oleh aktivasi dari alel K-ras onkogenik.
3. Teori induksi (2,3)Teori induksi ini, pada prinsipnya merupakan perpanjangan dari teori metaplasia
selom. Teori ini mengusulkan bahwa beberapa faktor hormon atau biologis dapat
menginduksi diferensiasi sel-sel terdiferensiasi menjadi jaringan endometriosis. Zat-zat
ini mungkin eksogen atau dikeluarkan langsung dari endometrium. Dalam studi in vitro
telah menunjukkan potensi epitel permukaan ovarium, dalam menanggapi estrogen,
untuk mengalami transformasi yang selanjutnya membentuk lesi endometriotik.
Teori ini telah didukung oleh percobaan pada kelinci tetapi belum dibuktikan pada
wanita dan primata.
4. Teori penyebaran limfogen dan hematogen(2,3)Bukti juga mendukung konsep endometriosis yang berasal dari penyebaran
limfatik atau vaskular menyimpang dari jaringan endometrium. Temuan endometriosis
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
11/39
11
di lokasi yang tidak biasa, seperti perineum atau pangkal paha, memperkuat teori ini.
Wilayah retroperitoneal memiliki sirkulasi limfatik berlimpah. Selain itu, kecenderungan
adenokarsinoma endometrium untuk menyebarkan melalui jalur limfatik menunjukkan
kemudahan di mana endometrium dapat diangkut oleh rute ini.
Faktor resiko timbulnya endometriosis antara lain :
1. Faktor genetik (1,3,4)Ada bukti dari pola warisan keluarga untuk endometriosis. Meskipun tidak ada
pola Mendelian yang jelas pada kasus ini, oleh para ahli telah disimpulkan bahwa ini
adalah pola / warisan poligenik multifaktorial (1,3)
Seorang wanita yang memiliki saudara dengan penyakit ini, mengalami
peningkatan resiko sebesar enam kali lipat, dan putri seorang wanita dengan
endometriosis memiliki risiko sepuluh kali lipat dari endometriosis dibandingkan dengan
populasi umum.(4)
Penelitian lebih lanjut telah mengungkapkan bahwa wanita yang saudara
perempuannya menderita endometriosis, lebih cenderung memiliki endometriosis berat
(61%) daripada wanita yang saudaranya tidak menderita penyakit ini (24%). Selain itu,
Stefansson dan rekan-rekannya (2002), dalam analisis mereka dari studi berbasis populasi
besar di Islandia, menunjukkan koefisien kekerabatan yang lebih tinggi pada wanita
dengan endometriosis dibandingkan dengan wanita yang bertindak sebagai kontrol.
Dalam studi ini, rasio resiko adalah 5.2 % untuk saudari kandung dan 1,56% untuk
sepupu. Studi juga menunjukkan keterkaitan endometriosis pada kembar monozigotik. (1)
2. Mutasi genetik(1,3)Tingkat resiko dalam keluarga seperti yang telah dicatat di atas menunjukkan
warisan gen poligenik. Dua pendekatan untuk mengidentifikasi gen yang terlibat dengan
endometriosis termasuk analisis keterkaitan pasangan kakak-adik dan analisis high-
throughput dalam suatu pola ekspresi gen menggunakan teknologi microarray. Penelitian
terbesar sampai saat ini, memeriksa lebih dari 1.000 keluarga pasangan kakak beradik
yang terkena, telah mengidentifikasi pada kromosom 10q26 yang menunjukkan
keterkaitan yang signifikan dalam pengaruhnya dalam hubungan kakak-beradik dengan
endometriosis. Penelitian ini juga mengungkapkan hubungan yang lebih kecil pada
kromosom 20p13. Dua kandidat gen di dalam atau dekat dengan lokus telah
diidentifikasi. Satu gen tersebut EMX2, faktor transkripsi yang diperlukan untuk
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
12/39
12
membentuk saluran reproduksi. Telah terbukti bahwa gen ini berada di dalam
endometrium wanita dengan endometriosis. Gen kedua adalah PTEN, gen penekan tumor
terlibat dalam transformasi ganas endometriosis ovarium (Bischoff, 2000). Studi saat ini
dilakukan untuk lebih menentukan peran gen ini pada endometriosis.
Teknologi microarray telah digunakan untuk menganalisis perbedaan dalam
ekspresi gen pada endometrium eutopic dari wanita tanpa endometriosis dibandingkan
dengan wanita endometriosis. Para peneliti menemukan bahwa beberapa gen diferensial
diatur dalam endometrium eutopic pada wanita dengan endometriosis. Ini termasuk
orang-orang yang mengkode interleukin 15, glycodelin, Dickkopf-1, E semaphorin,
aromatase, reseptor progesteron, dan berbagai faktor angiogenik. Meskipun beberapa dari
gen ini sebelumnya telah ditunjukkan untuk memainkan peran dalam endometriosis, yang
lain belum terlibat sampai saat ini, dan peran mereka masih harus dijelaskan. Beberapa
gen lainnya telah diidentifikasi, melalui mutasi genetik, polimorfisme, atau ekspresi gen
diferensial, untuk dihubungkan dengan endometriosis. Meskipun penyelidikan telah
menunjukkan polimorfisme gen ini terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada wanita
menderita endometriosis, peran mereka dalam hal menyebabkan penyakit belum
ditentukan.(1)
3. Defek anatomi(1)Obstruksi saluran reproduksi dapat mempengaruhi perkembangan endometriosis,
kemungkinan melalui eksaserbasi menstruasi retrograd. Dengan demikian, endometriosis
telah diidentifikasi pada wanita dengan kelainan uterus, selaput dara imperforata, dan
septum vagina transversal. Karena itu, laparoskopi diagnostik untuk mengidentifikasi dan
mengobati endometriosis disarankan pada saat operasi korektif untuk kelainan anatomis
tersebut. Perbaikan cacat anatomi tersebut diperkirakan untuk mengurangi risiko
perkembangan endometriosis.
4. Faktor imunologi dan inflamasiMeskipun menstruasi retrograd tampaknya menjadi peristiwa yang umum pada
wanita, tetapi tidak semua perempuan yang mengalami menstruasi retrograde menderita
endometriosis. Telah dihipotesiskan bahwa penyakit ini dapat berkembang sebagai akibat
dari berkurang kekebalan selsel endometrium di rongga panggul. Endometriosis dapat
disebabkan oleh penurunan sel-sel endometrium dari cairan peritoneum yang dihasilkan
dari aktivitas sel pembunuh alami (NK) atau penurunan aktivitas makrofag. Apakah
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
13/39
13
aktivitas sel NK lebih rendah pada pasien yang memiliki endometriosis dibanding mereka
yang tanpa endometriosis adalah kontroversial.
Beberapa laporan menunjukkan penurunan aktivitas NK sedangkan yang lain
telah menemukan tidak ada peningkatan aktivitas NK, bahkan pada wanita dengan
penyakit sedang sampai berat. Ada juga variabilitas yang besar dalam aktivitas sel NK
antara individu-individu yang normal yang mungkin terkait untuk variabel seperti
merokok, penggunaan narkoba, dan olahraga. Sebaliknya, endometriosis juga dapat
dianggap sebagai kondisi toleransi imunologi, sebagai lawan endometrium ektopik, yang
pada dasarnya adalah jaringan itu sendiri. Hal ini dapat dipertanyakan mengapa sel-sel
endometrium layak hidup dalam cairan peritoneal menjadi target bagi sel NK atau
makrofag. Selain itu, tidak ada bukti in vitro bahwa makrofag cairan peritoneum
sebenarnya serangan dan melakukan fagositosis peritoneal layak cairan endometrium sel.
Tidak ada bukti klinis, bagaimanapun, bahwa prevalensi endometriosis meningkat pada
pasien imunosupresi.
III. 4 Klasifikasi Endometriosis(1,)
Pada tahun 1997, untuk menyamakan antara penemuan klinis dengan penemuan
secara pembedahan, maka American Society for Reproductive Medicine (ASRM) merevisisistem klasifikasi endometriosis. Pembagian ini berdasarkan permukaan, ukuran, dan
kedalaman implantasi ovarium dan peritoneum. Dalam sistem ini, endometriosis dibagi
menjadi 4 stadium yaitu : stadium I (minimal), stadium II (ringan), stadium III (sedang), dan
stadium IV (berat).
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
14/39
14
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
15/39
15
III. 5 Patologi(5)
Lokasi yang paling sering ialah pada ovarium, dan biasanya terdapat pada kedua
ovarium. Pada ovarium terdapat kista kista biru kecil sampai kista besar (kadang hingga
sebesar tinju) berisi darah tua menyerupai coklat (kista coklat atau endometrioma).
Darah tua dapat keluar sedikit sedikit karena luka pada dinding kista, dan dapat
menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan dinding uterus, sigmoid, dan
dinding pelvis. Kista coklat kadangkadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam
rongga peritoneum karena robekan dinding kista, dan menyebabkan akut abdomen. Tuba
pada endometriosis biasanya normal. Pada salah satu atau kedua ligamentum sakrouterina,
pada kavum douglasi, dan pada permukaan uterus bagian belakang dapat ditemukan satu atau
beberapa bintik sampai benjolan kecil yang berwarna kebiruan, juga pada permukaan sigmoid
atau rectum. Sebagai akibat dari timbulnya perdarahan pada waktu haid dari jaringan
endometriosis, mudah sekali timbul perlekatan antara alatalat di sekitar kavum douglasi.
III. 6 Gambaran Klinik(1,3,4,5)
Gejala gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah :
1. Nyeri (1)Nyeri panggul kronis adalah gejala paling umum yang terkait dengan endometriosis.
Pada wanita yang terkena, keluhan dapat sangat bervariasi, dapat siklik atau kronis
(Mathias, 1996). Sekitar 40 - 60 % wanita dengan nyeri panggul kronis ditemukan
memiliki endometriosis pada saat laparoskopi. Penyebab nyeri ini tidak jelas, tetapi
sitokin pro inflamasi dan prostaglandin dirilis oleh endometriosis ke dalam cairan
peritoneal mungkin menjadi salah satu sumber (Giudice, 2004). Selain itu, ada juga bukti
yang menunjukkan rasa sakit dari endometriosis berkorelasi dengan kedalaman invasi dan
lokasi nyeri dan dapat menunjukkan lokasi lesi.
Fokus sakit kronis dapat bervariasi antara wanita yang satu dengan wanita lainnya.
Jika septum rektovaginal atau ligamen uterosakral terlibat dengan penyakit, rasa sakit
dapat menyebar ke rektum atau punggung bawah, atau nyeri menjalar menuruni kaki.
2. DismenorheaUmumnya pada wanita dengan endometriosis menderita sakit yang siklis. Biasanya,
dismenore terkait endometriosis mendahului mens dari 24 hingga 48 jam dan kurang
responsif terhadap obat anti-inflammatory drugs (NSAIDs) dan kontrasepsi oral
kombinasi (COCs). Nyeri ini dianggap lebih parah dibandingkan dengan dismenore
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
16/39
16
primer, dan menunjukkan korelasi positif antara keparahan dismenore dan risiko
endometriosis. Selain itu, infiltrasi endometriosis yang dalam, yaitu penyakit yang meluas
>5 mm di bawah permukaan peritoneal, juga tampaknya memiliki korelasi positif
terhadap tingkat keparahan dysmenorrhea. (1)
Sebab dari dismenorea ini tidak diketahui, tetapi mungkin ada hubungannya dengan
vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan
semasa haid. Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan sudah
luas, sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang hebat.
3. Dispareunia(1)Dispareunia karena endometriosis paling sering berkaitan dengan septum rektovaginal
atau penyakit ligamen uterosakral. Selama coitus, ketegangan pada ligamen uterosakral
mungkin menjadi pemicu nyeri. Meskipun beberapa wanita dengan endometriosis
mungkin menceritakan adanya dispareunia sejak coitarche, dispareunia karena
endometriosis tersebut dicurigai jika sakit berkembang setelah bertahun-tahun bebas rasa
sakit.
4. Disuria(1,3)Gejala ini jarang dikeluhkan oleh wanita penderita endometriosis. Keluhannya
yaitu sakit ketika berkemih, frekuensi kencing siklik, dan tidak dapat menahan untuk
berkemih dapat ditemukan pada wanita penyakit ini. Endometriosis bisa dicurigai jika
gejala-gejala ini bersamaan dengan kultur urin negative.
5. Dischezia(1,4)Nyeri buang air besar juga jarang dikeluhkan dibanding manifestasi lain dari nyeri
panggul dan biasanya berhubungan dengan terjadinya implan endometriotik pada
rectosigmoid. Gejala mungkin kronis atau siklik, dan mungkin berhubungan dengan
sembelit, diare, atau hematochezia siklik. Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada
waktu haid, disebabkan oleh karena adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid.
Kadangkadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut.
6. Infertilitas(1,3,5)Kejadian endometriosis pada wanita dengan subfertility adalah 20 - 30 %. Selain
itu, dari penelitian, meskipun ada variabilitas yang luas, pasien dengan infertilitas
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
17/39
17
tampaknya memiliki insiden lebih besar dari endometriosis dibandingkan kontrol yang
subur. Selanjutnya, Matorras dan rekan (2001) mencatat peningkatan prevalensi
keparahan endometriosis pada wanita dengan infertilitas. Hal ini mungkin akibat dari
adhesi yang disebabkan oleh endometriosis dan mengganggu mekanisme penjemputan
dan transportasi oosit normal oleh tuba falopi. Selain penurunan mekanisme ovulasi dan
pembuahan, kelainan yang lebih ringan juga tampak terlibat dalam patogenesis infertilitas
pada wanita dengan endometriosis. Kelainan tersebut termasuk gangguan fungsi ovarium
dan kekebalan tubuh.
III. 7 Diagnosis(1)
Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
dipastikan dengan pemeriksaan laparoskopi dan imaging.
1. AnamnesisBerdasarkan gejala yang dialami pasien seperti yang tertulis diatas.
2. Pemeriksaan visualUntuk sebagian besar, endometriosis adalah penyakit yang terbatas pada panggul. Dengan
demikian, sering tidak ada kelainan pada pemeriksaan visual. Beberapa pengecualian
termasuk endometriosis dalam bekas luka episiotomi atau bekas luka bedah, paling sering
dalam sayatan operasi seperti pada gambar di bawah ini.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
18/39
18
3. Pemeriksaan Speculum dan BimanualPemeriksaan vagina dan serviks dengan pemeriksaan spekulum sering menunjukkan
tanda-tanda endometriosis. Kadang-kadang, tampak lesi kebiruan atau merah yang dapat
dilihat pada leher rahim atau fornix posterior vagina. Lesi ini kenyal dan mudah berdarah
jika terjadi kontak. Satu studi baru menemukan bahwa pemeriksaan spekulum dapat
menampilkan lesi endometriosis pada 14 persen pasien yang didiagnosis dengan
endometriosis.
Palpasi organ panggul sering menunjukkan kelainan anatomi yang berkaitan dengan
endometriosis. Meskipun palpasi organ panggul dapat membantu dalam diagnosis,sensitivitas dan spesifisitas kelembutan panggul dalam mendeteksi endometriosis
menampilkan variasi yang berbeda, berkisar antara 36-90 %.
4. Pemeriksaan laboratoriumUntuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri panggul, penyelidikan laboratorium
sering dilakukan. Awalnya, pemeriksaan darah lengkap, kultur urine, kultur sekret vagina,
dan cairan serviks dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi atau infeksi menular
seksual yang dapat menyebabkan penyakit radang panggul.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
19/39
19
Yang meningkat di sini adalah kadar CA-125 sebagai penanda adanya endometriosis.
Namun CA-125 memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas yang rendah. CA-125
juga meningkat dalam berbagai keadaan seperti penyakit pelvis lainnya (neoplasma
ovarium, leiomioma uteri, dan PID), karena itu spesifisitasnya dalam menegakkan
diagnosis endometriosis hanyalah sedikit.
5. Imaging DiagnosticSonography
Pemeriksaan transabdominal dan Transvaginal (TVS) yang lebih sensitive, merupakan
pendekatan sonografi yang telah digunakan secara ekstensif dalam diagnosis
endometriosis. TVS adalah salah satu andalan dalam mengevaluasi gejala yang
berhubungan dengan endometriosis dan akurat dalam mendeteksi endometrioma.
Magnetic Resonance Imaging
Magnetic Resonance Imaging telah semakin digunakan sebagai metode untuk diagnosis
endometriosis. Tampak gambaran nodul kecil dapat diakui sebagai lesi hyperintense.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
20/39
20
Endometrioma akan muncul sebagai massa hyperintense. Sebuah cincin hypointense
sering terlihat di sekitar endometrioma, yang ditingkatkan setelah pemberian kontras.
6. Diagnostik LaparoskopiDiagnostik laparoskopi adalah metode utama yang digunakan untuk mendiagnosa
endometriosis. Organ panggul dan peritoneum pelvis adalah lokasi khas untuk
endometriosis. Munculnya lesi oleh laparoskopi bervariasi dan warna mungkin termasuk
merah (merah, merah-pink), putih (putih atau kuning-coklat), dan hitam (hitam atau
hitam-biru).
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
21/39
21
III. 8 Diagnosis Banding
Gejala-gejala dari endometriosis bersifat non-spesifik dan mungkin memiliki
kesamaan dengan penyakit yang lain. Karena endometriosis adalah diagnosis bedah,
diagnosis beberapa lainnya dapat dianggap sebelum eksplorasi bedah.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
22/39
22
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
23/39
23
III. 9 Penanganan(1,3,5,6)
1. Expectant Management(5,6)Pada pasien tanpa gejala, mereka dengan rasa tidak nyaman ringan, atau wanita
infertil dengan endometriosis minimal atau ringan, manajemen hamil mungkin sesuai.
Meskipun endometriosis umumnya diyakini menjadi penyakit progresif, tidak ada bukti
menunjukkan bahwa mengobati pasien tanpa gejala akan mencegah atau memperbaiki
timbulnya gejala nanti. Banyak laporan telah menemukan manajemen hamil wanita
infertil dengan endometriosis minimal atau ringan dapat berhasil seperti terapi medis atau
bedah.
Menurut Meigs, kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk
endometriosis. Gejala gejala endometriosis akan berkurang, bahkan menghilang pada
waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang sarang
endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
24/39
24
sesudah perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapat anak-anak yang diinginkan
dalam waktu yang tidak terlalu lama.Selain itu, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid karena dapat menyebabkan
mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila
kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang
endometriosis dan membaiknya keadaan. Pengaruh baik dari kehamilan inilah yang
menjadi dasar pengobatan endometriosis dengan hormone yang dinamakan kehamilan
semu (pseudopregnancy).
2. MedikamentosaPenanganan medikamentosa pada endometriosis dapat digunakan untuk terapi
simptomatik maupun terapi penyebabnya. Seperti pemberian analgetik untuk mengurangi
gejala yang dialami pasien, dan pemberian obat obatan hormonal yang akan dijelaskan
secara lebih lengkap di Bab VI.
3. Pembedahan(1,3,5)Pada sebagian besar wanita dengan endometriosis, yang diinginkan adalah menjaga
fungsi reproduksi. Oleh karena itu, pendekatan paling tidak invasif, paling murah, dan
efektif harus digunakan. Tujuan operasi adalah untuk mengeluarkan semua lesi
endometriotik yang terlihat, merilis perlengketan, kista indung telur, endometriosis
rektovaginal, dan untuk mengembalikan anatomi normal.
Pada wanita dengan keluhan infertilitas yang memiliki penyakit berat atau adhesi atau
yang berumur lebih tua, terapi bedah konservatif adalah pilihan. Pembedahan ini berusaha
untuk mengeluarkan atau menghancurkan semua jaringan endometriosis, menghapus
semua adhesi, dan mengembalikan anatomi panggul pada kondisi terbaik. Pembedahan
konservatif dengan pendekatan laparoskopi lebih dianjurkan, karena pasien dapat dirawat
dengan jangka waktu yang lebih singkat, morbiditas berkurang, dan mungkin biaya yang
dikeluarkan lebih sedikit.
a. Pengangkatan Lesi dan Adhesiolisis.Metode utama untuk diagnosis endometriosis adalah laparoskopi, sehingga
pengobatan bedah endometriosis pada saat diagnosa adalah pilihan yang menarik.
Ada banyak penelitian tentang pengangkatan lesi endometriosis, baik melalui eksisi
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
25/39
25
atau ablasi. Sayangnya, banyak dari studi ini tidak terkendali atau bersifat retrospektif.
Namun, uji coba terkontrol secara acak membandingkan ablasi tunggal laparoskopi
lesi endometriotik dan laparoskopi ablasi saraf rahim dengan bantuan laparoskopi
diagnostik yang dilakukan menunjukkan gejala yang signifikan pada 63% perempuan
dalam kelompok ablasi, dibandingkan dengan 23% pada kelompok manajemen hamil.
Sayangnya, kekambuhan setelah dilakukan prosedur eksisi bedah ini masih tinggi.
Jones (2001) menunjukkan kekambuhan pada 74% pasien setelah mengikuti operasi
73 bulan. Waktu rata-rata untuk kekambuhan adalah 20 bulan.
Sebuah uji coba terkontrol secara acak membandingkan ablasi dengan eksisi
lesi endometriosis pada wanita dengan endometriosis stadium I atau II
mengungkapkan pengurangan tingkat nyeri dalam waktu 6 bulan (Wright, 2005).
Untuk endometriosis yang sangat infiltratif, beberapa penulis menganjurkan eksisi
bedah radikal, meskipun percobaan yang dirancang dengan baik masih kurang
(Chapron, 2004).
Adhesiolysis efektif mengobati gejala nyeri pada wanita endometriosis dengan
mengembalikan anatomi normal. Sayangnya, kebanyakan penelitian masih belum
dirancang dengan baik. Akibatnya, hubungan antara adhesi dan nyeri panggul tidak
jelas (Hammoud, 2004). Misalnya, salah satu uji coba terkontrol secara acak
menunjukkan tidak ada rasa sakit secara keseluruhan dari adhesiolysis dibandingkan
dengan manajemen hamil (Peters, 1992). Namun, dalam studi ini, seorang wanita
dengan endometriosis berat dan perlengketan, nyerinya akan berkurang seteah
dilakukan adhesiolisis.
b. Presakral NeurectomyBagi beberapa wanita, transeksi saraf presacral yang berada dalam segitiga interiliac
dapat menghilangkan nyeri panggul kronis. Hasil dari uji coba terkontrol secara acak
baru-baru ini mengungkapkan rasa sakit secara signifikan akan lebih berkurang pada
12 bulan pasca operasi pada wanita yang diterapi dengan neurectomy presacral (PSN)
dan eksisi endometriosis dibandingkan dengan eksisi endometriosis saja (86 % vs 57
%). Namun, semua wanita yang mengalami nyeri akan menunjukkan penurunan nyeri
panggul yang signifikan setelah dilakukan PSN dibandingkan dengan prosedur yang
lebih konservatif, tetapi hanya pada mereka dengan nyeri pada garis tengah tubuh
(Wilson, 2000). Neurectomy dapat dilakukan secara laparoskopi, namun secara teknis
masih merupakan tantangan. Untuk alasan ini, PSN masih digunakan secara terbatas
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
26/39
26
dan tidak direkomendasikan secara rutin untuk pengelolaan nyeri terkait
endometriosis.
c. Laparotomi dan LaparoskopiSemua prosedur bedah yang telah disebut di atas dapat dilakukan dengan
pendekatan laparotomi atau laparoskopi. Laparoscopy operatif telah digunakan untuk
pengobatan endometrioma ovarium selama lebih dari 20 tahun, dan bukti-bukti yang
kuat mendukung laparoscopy dibanding laparotomi dalam mengelola massa ovarium
jinak.(Mais, 1995; Reich, 1986; Yuen, 1997). Sayangnya, sejumlah besar
endometrioma masih ditangani dengan prosedur laparotomi, dengan 50 persen dari
dokter yang disurvei di Inggris masih menangani endometrioma dengan cara ini
(Jones, 2002). Walaupun pengobatan laparoskopi endometrioma mengandung resiko
5% untuk dikonversi ke laparotomi, tapi karena keberhasilan dan morbiditas pasca
operasi yang rendah, laparoskopi harus menjadi prosedur utama pilihan (Canis, 2003).
Berbagai studi juga menunjukkan efektivitas dan tingkat morbiditas yang
rendah pada eksisi laparoskopi implan endometriotik, dan neurectomy presacral
laparoskopi tampaknya seefektif laparotomi (Nezhat, 1992a; redwine, 1991). Selain
itu, adhesiolysis harus dilakukan dengan laparoskopi, dan laparoskopi menyebabkan
kurang pembentukan adhesi dari laparotomi (Gutt, 2004).
d. Pendekatan Histerektomi dan OoforektomiHisterektomi dengan ooforektomi bilateral adalah terapi definitif dan paling
efektif untuk wanita dengan endometriosis yang tidak ingin mempertahankan fungsi
reproduksi mereka. Wanita yang tidak menjalani ooforektomi bilateral selama
histerektomi untuk endometriosis memiliki risiko enam kali lipat lebih besar dari
nyeri panggul kronis berulang (CPP) dan risiko delapan kali lipat lebih besar
membutuhkan operasi tambahan dibandingkan dengan wanita yang menjalani
ooforektomi bilateral bersamaan (Namnoum, 1995). Untuk alasan ini, histerektomi
sendiri tidak memiliki peran dalam pengobatan CPP sekunder untuk endometriosis.
Terlepas dari efektivitasnya dalam pengobatan endometriosis, histerektomi
dengan ooforektomi bilateral mempunyai keterbatasan termasuk risiko bedah,
kekambuhan sakit, dan efek hipoestrogenism. Perempuan yang menjalani
histerektomi ooforektomi dan bilateral untuk CPP, 10% memiliki gejala berulang dan
3,7% memerlukan operasi panggul tambahan. Oleh karena itu, konferensi konsensus
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
27/39
27
rekomendasi dari sebuah panel ahli ginekolog di Amerika Serikat menyatakan bahwa
histerektomi dengan ooforektomi bilateral harus disediakan bagi wanita dengan
endometriosis simtomatis yang telah melahirkan anak dan mengenali resiko
hypoestrogenism dini, termasuk osteoporosis dan menurunnya libido.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
28/39
28
BAB IV
PENANGANAN MEDIKAMENTOSA PADA ENDOMETRIOSIS
VI. 1 NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs
Pemberian terapi ini secara nonselektif menghambat siklooksigenase isoenzim
1 dan 2 (COX-1 dan COX-2), dan dalam kelompok ini, COX-2 inhibitor secara selektif
menghambat COX-2. 28nzi mini bertanggung jawab untuk sintesis prostaglandin yang
terlibat dalam rasa sakit dan peradangan yang terkait dengan endometriosis. Sebagai
contoh, jaringan endometriosis telah ditunjukkan untuk mengekspresikan COX-2 di
tingkat lebih besar dari endometrium eutopic. Oleh karena itu, terapi ditujukan untuk
menurunkan tingkat prostaglandin dan memainkan peran dalam mengurangi rasa sakit
yang berkaitan dengan endometriosis.
Obat anti-inflamasi nonsteroid sering menjadi terapi lini pertama pada wanita
dengan dismenorea primer atau nyeri panggul sebelum konfirmasi laparoskopi, dan pada
wanita dengan gejala rasa sakit yang minimal atau ringan yang berhubungan dengan
endometriosis. Karena resiko kardiovaskular dengan penggunaan jangka panjang dari
COX-2 inhibitor, obat-obat ini harus digunakan dengan dosis serendah mungkin dan
untuk jangka waktu terpendek yang diperlukan.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
29/39
29
IV. 2 Terapi Hormonal(1,3,4,5)
1. Kontrasepsi oral kombinasi (1,3)Pil kontrasepsi oral (OCP) adalah pilihan yang baik bagi pasien dengan gejala
minimal atau ringan. Secara umum, produk diresepkan baik siklis atau terus
menerus selama 6-12 bulan.
Pemaparan terus menerus kombinasi OCP menghasilkan perubahan desidual
dalam kelenjar endometrium. Penggunaan secara terus menerus dari OCP telah
terbukti efektif dalam mengurangi dismenore dan mungkin menghambat
perkembangan endometriosis.
Obat ini tampaknya bekerja dengan menghambat pelepasan gonadotropin,
mengurangi aliran menstruasi, dan decidualizing implant. Selain itu, COCs
mendapatkan manfaat tambahan kontrasepsi, penekanan ovulasi, dan manfaat
lainnya, seperti pada tabel.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
30/39
30
2. ProgestinProgestin merupakan agen Progestational telah lama digunakan dalam
pengobatan endometriosis. Progestin bekerja melalui mekanisme yang serupa
dengan yang ada pada OCP, menyebabkan desidualisasi dalam jaringan
endometriosis. Progestin dapat menghasilkan efek anti-endometriotic dengan
menyebabkan decidualisasi awal jaringan endometrium diikuti atrofi. Mereka
dapat dianggap sebagai pilihan pertama untuk pengobatan endometriosis karena
sama efektifnya dengan danazol atau GnRH analog dan memiliki biaya yang
lebih rendah dan efek samping yang lebih ringan.
Progestin telah diberikan untuk pengobatan endometriosis dengan
berbagai cara dan mencakup progestin oral, asetat depot medroksiprogesteron
(DMPA), sebuah alat kontrasepsi levonorgestrel-releasing (IUD), dan selektif
lebih baru progesteron-reseptor modulator (SPRMs).
Meskipun terapi progestin berbasis umum digunakan untuk secara
efektif mengobati gejala, ada satu yang dirancang dengan baik, secara acak dan
terkendali membandingkan efek plasebo dengan medroksiprogesteron asetat
(MPA), 100 mg oral sehari, diberikan selama 6 bulan. Pada pemeriksaan
laparoskopi berikutnya, sebagian atau seluruh implan peritoneum dalam 60
persen wanita telah dicatat, dibandingkan dengan 18 persen pada kelompok
plasebo. Selain itu, nyeri panggul dan nyeri defekasi secara signifikan berkurang.
Dosis efektif beberapa progestin diringkas dalam tabel di bawah ini.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
31/39
31
Asetat medroksiprogesteron oral dapat diresepkan sebagai 10 30 mg
untuk dosis harian. Asetat medroxyprogesteron (150 mg) intramuskular diberikan
setiap 3 bulan juga efektif untuk pengobatan rasa sakit yang terkait dengan
endometriosis, tetapi tidak ditunjukkan pada wanita subur karena menyebabkan
amenore dan anovulasi, dan memerlukan waktu yang lama dan bervariasi untuk
ovulasi setelah penghentian terapi.
Efek samping dari dosis tinggi MPA termasuk jerawat, edema, berat
badan bertambah, dan perdarahan menstruasi yang tidak teratur. Dalam
prakteknya, MPA ditentukan dalam dosis antara 20 sampai 100 mg sehari. Atau,
MPA dapat diberikan intramuskular dalam bentuk depot dalam dosis 150 mg
setiap 3 bulan. Dalam kebanyakan studi, efek dari terapi akan dievaluasi setelah 3
sampai 6 bulan terapi. MPA telah menjadi agen yang paling banyak dipelajari.
Hal ini efektif dalam mengurangi nyeri dimulai pada dosis 30 mg / hari dan dosis
akan meningkat berdasarkan respon klinis pasien dan pola perdarahan. Dalam
bentuk depot, MPA mungkin menunda kembalinya menstruasi normal dan
ovulasi dan tidak boleh digunakan pada wanita hamil.
Sebuah regimen alternatif adalah norethindrone asetat 5 mg per hari atau
megestrol asetat dengan dosis harian 40 mg. Dalam beberapa penelitian, alat
kontrasepsi levonorgestrel telah terbukti untuk menghilangkan dismenore dan
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
32/39
32
rasa sakit pada panggul. Delapan puluh persen wanita yang diobati dengan
progestin, rasa nyerinya dapat berkurang atau bahkan hilang. Perdarahan,
biasanya dikoreksi dalam jangka pendek (7 hari) pemberian estrogen. Depresi
dan gangguan mood lainnya adalah masalah yang dialamin sekitar 1% dari
perempuan yang mengkonsumsi obatobatan ini.
Asetat Norethindrone (NETA) adalah progestin sintetis 19-
nortestosterone yang telah digunakan dalam pengobatan endometriosis. Dalam
satu studi, peneliti memberikan suatu dosis oral awal Neta, 5 mg sehari, dengan
kenaikan 2,5 mg sehari sampai amenore atau dosis maksimal 20 mg / hari
tercapai. Mereka menemukan pengurangan sekitar 90% pada dismenore dan
nyeri panggul. Selain itu, NETA telah terbukti efektif dalam hubungannya jangka
panjang dengan gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis untuk terapi
endometriosis. Dengan cara ini, NETA, 5 mg diberikan secara oral setiap hari,
dalam hubungannya dengan terapi agonis GnRH.
Sistem levonorgestrel-releasing intrauterine /LNG-IU (Mirena, Berlex,
Montville, NJ), secara tradisional telah digunakan untuk kontrasepsi dan
perdarahan uterus disfungsional, dan baru-baru ini, LNG-IU, telah digunakan
untuk pengobatan endometriosis. IUD ini memberikan levonorgestrel langsung
ke endometrium dan efektif hingga 5 tahun. Sebuah penelitian observasional
mengungkapkan perbaikan gejala pada pasien dengan endometriosis
menggunakan LNG-IU, dan gejala akan membaik hingga 30 bulan. Tingkat
kelanjutan pada 3 tahun, tetapi hanya 56%, sebagian besar karena perdarahan,
rasa sakit terus-menerus, dan berat badan meningkat. Sebuah uji coba terkontrol
secara acak membandingkan LNG-IU dengan terapi agonis GnRH menunjukkan
peningkatan setara dalam gejala sakit, tanpa hypoestrogenism bersamaan yang
menyertai pengobatan agonis GnRH. Oleh karena itu, temuan yang baru ini
membuat LNG-IU menjadi pilihan yang menarik dalam mengobati wanita
dengan endometriosis.
3. DanazolDanazol adalah turunan testosteron etinil 17-alpha dengan efek
progestinlike. Danazol bekerja melalui beberapa mekanisme untuk mengobati
endometriosis. Ia bekerja pada tingkat hipotalamus, seperti halnya progesteron
alamiah, maka danazol juga memiliki efek sentral dengan menghambat pelepasan
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
33/39
33
gonadotropin, menghambat lonjakan siklus hormon luteinizing dan follicle-
stimulating hormone.
Di hati, danazol mengurangi sintesis sex hormon binding globulin
(SHBG), sehingga terjadi peningkatan kadar serum testoteron bebas. Kadar
testoteron yang tinggi ini menyebabkan jaringan endometrium dan lesi
endometriosis menjadi atrofi.
Danazol juga menghambat enzim steroidogenik di ovarium yang
bertanggung jawab untuk memproduksi estrogen. Ini menghasilkan lingkungan
tinggi androgen, rendah estrogen yang tidak mendukung pertumbuhan
endometriosis.
Salah satu keunggulan juga dari danazol adalah kemampuannya menekan
aktivitas fagositosis dari makrofag. Makrofag dapat mengeluarkan zat
interleukin-1 (IL-1) yang merupakan penyebab timbulnya rasa nyeri. 90% dari
pasien yang memakai danazol akan berkurang rasa nyerinya.
Danazol diberikan pada awal siklus haid dan berlangsung selama 3-6
bulan. Dosis danazol adalah 400 - 800 mg / hari dalam dosis terbagi selama 6
bulan.Karena Danazol termasuk gestagen turunan testoteron, maka efek samping
yang terjadi mirip dengan efek samping yang disebabkan oleh testoteron. Efek
samping yang paling sering adalah hirsutisme, akne, kulit berminyak,
penambahan berat badan, payudara mengecil, edema, dan gangguan libido.
Selain itu, pemberian danazol mengakibatkan gangguan metabolisme
lipid, dimana terjadi peningkatan LDL-kolesterol, dan penurunan HDL-
kolesterol. Tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap sistem hemostasis
darah. Efek samping androgenik dapat dikontrol dengan melakukan olahraga
teratur. Namun perlu diperhatikan adalah efek samping berupa perubahan pada
suara (seperti suara laki-laki), sehingga danazol jangan diberikan pada penyanyi,
guru mengaji, dan penyiar radio/televisi. Perubahan suara yang terjadi tersebut
kadang-kadang menetap, meskipun pengobatan telah dihentikan. Kejadian
abortus lebih rendah pada pengobatan dengan danazol, dibandingkan dengan
pegobatan jenis lain.
4. GnRH AgonisGonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis adalah analog dari GnRH
peptida 10-asam amino-peptida. Dengan kerja analog GnRH secara kontinu,
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
34/39
34
penekanan sekresi gonadotropin terjadi, sehingga terjadi penghambatan
steroidogenesis ovarium dan menekan implan endometrium. Nyeri yang
berhubungan dengan endometriosis dapat berkurang dalam kebanyakan kasus
pada bulan kedua atau ketiga terapi. Agonis GnRH dapat diberikan intramuskular
sebagai leuprolid asetat 3,75 mg sekali per bulan, intranasal sebagai nafarelin 400
- 800 mg sehari, atau subkutan sebagai goserelin 3,6 mg sekali per bulan.
Penggunaan agen ini umumnya terbatas pada 6 bulan karena efek buruk yang
terkait dengan keadaan hypoestrogenic, terutama hilangnya densitas mineral
tulang. Efek samping lainnya termasuk gejala vasomotor, kekeringan vagina, dan
perubahan mood.
a. Pain ImprovementGnRH agonis dapat digunakan sebelum laparoskopi pada wanita dengan
nyeri panggul kronis dan kecurigaan klinis endometriosis. Setelah 3 bulan
pengobatan agonis GnRH (leuprolid depot asetat; Lupron Depot, TAP Produk
Farmasi, Lake Forest, IL), skor nyeri berkurang secara signifikan
dibandingkan dengan plasebo (Ling, 1999). laparoskopi selanjutnya
mengungkapkan bahwa 93 persen perempuan ini telah didiagnosis
endometriosis secara bedah. Dengan demikian, pada banyak pasien yang
sama, depot leuprolid asetat dapat digunakan secara empiris sebagai
pengganti laparoskopi, untuk perbaikan gejala.
Daftar agonis GnRH digunakan secara klinis ditemukan pada Tabel
Dosages of Gonadotropin-Releasing Hormone Agonists
Brand Name Generic Name Dosage
Decapeptyl Triptorelin 3,75 mg depot IM monthly
Lupron Leuprolide acetate 3,75 mg depot IM monthly
Zoladaex Goserelin 3,6 mg depot SC monthly
Syarel Nararelin 200 mg taken twice daily as one
spray into one nostril in the morning
and one spray inti the other nostril
in the evening
From : Williams Gynecologi
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
35/39
35
Sejumlah penelitian telah menunjukkan efektivitas terapi agonis GnRH untuk
perbaikan gejala nyeri pada wanita dengan endometriosis yang dikonfirmasi
dengan pembedahan. Sebagai contoh, dalam percobaan acak terkendali, Dlugi
dan rekan (1990) membandingkan asetat depot leuprolid dengan plasebo dan
menemukan penurunan signifikan dalam tingkat keparahan nyeri panggul.
Temuan serupa diperoleh dengan membandingkan buserelin, agonis GnRH
yang lain, dengan manajemen hamil selama periode 6 bulan (Fedele, 1993).
Agonis GnRH tampaknya memberikan bantuan yang lebih besar bila
diberikan selama 6 bulan dibandingkan dengan 3 bulan (Hornstein, 1995).
b. Add Back TherapyKekhawatiran tentang efek jangka panjang dari hypoestrogenism
berkepanjangan menghalangi diperpanjangnya pengobatan dengan GnRH
agonis. Gejala Hypoestrogenic meliputi muka memerah, insomnia, libido
berkurang, kekeringan vagina, dan sakit kepala. Yang dikhawatirkan adalah
efek dari keadaan hypoestrogenic terhadap kepadatan mineral tulang (BMD).
Bukti menunjukkan bahwa ada penurunan BMD tulang belakang dan pinggul
pada 3 dan 6 bulan terapi agonis GnRH, dengan pemulihan yang parsial pada
12 sampai 15 bulan setelah pengobatan (Orwoll, 1994). Karena meningkatnya
risiko osteoporosis, terapi biasanya terbatas pada durasi sesingkat mungkin
(biasanya tidak lebih dari 6 bulan). Selain itu, estrogen dalam bentuk COCs
dapat ditambahkan ke terapi GnRH agonis untuk menangkal keroposnya
tulang dan disebutAdd back therapy.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
36/39
36
Dari gambar diatas, dilihat perubahan densitas mineral tulang di tulang
belakang, radius, dan leher pada wanita yang diterapi selama 6 bulan dengan
pil kontrasepsi oral (kuning), gonadotropin-releasing hormon agonist (biru),
atau gonadotropin-releasing hormon agonist ditambah pil kontrasepsi oral
(hijau).
Kadang-kadang suatu agonis GnRH dapat digunakan untuk waktu yang
lebih lama, dengan add back therapy dalam bentuk asetat norethindrone, 5 mg
oral diberikan setiap hari, dengan atau tanpa estrogen terkonjugasi. (Premarin,
Wyeth, Madison, NJ) 0,625 mg per hari selama 12 bulan. Rejimen ini telah
terbukti memberikan penghilang rasa sakit melampaui durasi pengobatan dan
memelihara kepadatan tulang (Surrey, 2002).
5. Aromatase InhibitorSeperti yang disebutkan sebelumnya, jaringan endometrium lokal menghasilkan
aromatase, yaitu enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis estrogen. Dalam
jaringan endometriosis, estrogen dapat diproduksi secara lokal melalui
aromatisasi dari androgen yang beredar. Penghambat aromatase pertama kali
digunakan untuk pengobatan endometriosis pada seorang wanita dengan
endometriosis postmenopause setelah histerektomi total dan salpingo
ooforektomi-bilateral (Takayama, 1998). Pasien mengalami berkurangnya nyeri
yang signifikan, pengurangan ukuran lesi endometriotik, dan penurunan 6 persen
BMD di lumbal setelah 9 bulan pengobatan. Selanjutnya, studi lebih lanjut telah
diperiksa aromatase inhibitor dengan dosis rendah, dilanjutkan COC add-back
terapi selama 6 bulan. Ini uji coba ini mengungkapkan pengurangan nyeri yang
signifikan pada 14 dari 15 wanita dengan rasa sakit yang sebelumnya hebat dari
endometriosis (Amsterdam, 2005).
Anastrozole 1 mg per hari atau letrozole 2,5 mg per hari adalah aromatase
inhibitor yang paling umum digunakan. Mereka bekerja dengan menghambat
enzim aromatase, yang akan mengubah androgen ke estrogen. Lesi
Endometriosis mungkin berisi aromatase dan kekurangan enzim yang
mendegradasi estrogen, yang mendorong pertumbuhan mereka sendiri dengan
menciptakan lingkungan yang kaya mikro estrogen. Hal ini mungkin
menjelaskan mengapa beberapa pasien terus memiliki gejala padahal sudah
diberikan terapi yang menurunkan kadar estrogen sistemik. Aromatase inhibitor
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
37/39
37
belum dipelajari secara ekstensif pada endometriosis, mereka dapat digunakan
secara tunggal atau sebagai terapi tambahan. Dampak buruk pada kepadatan
tulang membatasi penggunaan terapi ini.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
38/39
38
BAB V
KESIMPULAN
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Kelainan ini merupakan kelainan jinak yang paling
sering ditemukan dalam bidang ginekologi dimana kelenjar dan stroma endometrium berada
di luar lokasi normal.
Lokasi tersering dari kelainan ini terdapat pada ovarium, peritoneum, anterior dan
posterior ruang kavum Douglasi.
Ada berbagai macam teori yang dikemukakan sebagai penyebab atau etiologi timbulnya
endometriosis, antara lain teori Retrograde menstruation, yang merupakan teori yang paling
diterima oleh banyak pihak. Ada juga teori metaplasia selom, teori induksi, dan teori
penyebaran limfogen dan hematogen.
Gejala gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah nyeri panggul,
dismenorhea, dispareunia, disuria, dischezia, dan infertilitas.
Untuk menegakkan diagnosis endometriosis, baku emasnya adalah laparoskopi, dapat
dilihat munculnya lesi bervariasi dan warna mungkin termasuk merah (merah, merah-pink),
putih (putih atau kuning-coklat), dan hitam (hitam atau hitam-biru).
Penanganan efektif pada endometriosis adalah dengan medikamentosa dan
pembedahan. Dimana dari segi medikamentosa dapat kita berikan OAINS untuk mengobati
nyeri yang dialami pasien dan memberikan terapi hormonal yang bias berpengaruh pada
jaringan endometrium.
Dengan pembedahan dapat dilakukan adhesiolisis dan bahkan histerektomi.
-
7/22/2019 REFERAT Endomertriosis
39/39
DAFTAR PUSTAKA
1. Carr,Bruce. William's Gynecology; Benign General Gynecology : Endometriosis. 22ndEdition. McGraw-Hill Companies. Dallas. 2008
2. Cunningham, G. Leveno, K. Bloom, S. Hauth, J. Rouse, D. Spong, C. WilliamsObstetry : Maternal Anatomy. 23rdEdition. McGraw-Hill Companies. Dallas. 2010
3. DHooghe, T. Hill, J. Berek & Novaks Gynecology; Reproductive Endocrinology :Endometriosis. 14thEdition. Lippincott Williams & Wilkins. Baltimore. 2007.
4. Curtis, M. Overholt, S. Hopkins, M. Glass Office Gynecology : Endometriosis. 6thEdition. Lippincott Williams & Wilkins. Baltimore. 2006.
5. Muse, K. Sarajari, S. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. 10thEdition. McGraw-Hill Companies. Dallas. 2007
6. Prabowo, R.P. Ilmu Kandungan : Endmetriosis. Edisi 2. Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo. Jakarta. 2008.