revisi 1.docx

Upload: qdhuy-cihuy

Post on 05-Oct-2015

313 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

75

BAB IPENDAHULUAN

I.1. Latar BelakangKinerja perawat sangat penting karena berhubungan dengan standar asuhan keperawatan. Penelitian Muhith & Nursalam (2008) menunjukkan ada pengaruh signifikan standar asuhan keperawatan terhadap standar kinerja profesional perawat terutama pada penerapan asuhan keperawatan dalam pengkajian, diagnosis, perencanaan adalah tinggi (100% dapat dilaksanakan dengan baik), sedangkan untuk implementasi dan evaluasi belum bisa dilaksanakan 100%). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Rivai, Hargono, Pudjirahardjo (2003) yang mengungkapkan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan rendah (58%). Data tersebut menunjukkan bahwa kinerja perawat belum terlaksana secara maksimal sesuai standar asuhan keperawatan.Kinerja perawat sangat penting karena dapat digunakan sebagai evaluasi yang dilakukan supervisor dalam organisasi keperawatan . Hadrianti, Yassir, & Kadir (2012) menunjukkan bahwa peran kepala ruangan dalam penerapan asuhan keperawatan sebagai pengawas di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Daya Makassar adalah sebanyak (62%). Mulyaningsih (2013) menemukan hasil audit dokumentasi asuhan keperawatan di salah satu ruangan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta didapatkan nilai rata-rata 85% (baik), nilai dokumentasi yang paling rendah terdapat pada evaluasi (50%). Analisis ini menunjukkan bahwa kinerja perawat perlu ditingkatkan.Kinerja perawat penting dalam memberikan asuhan keperawatan karena dapat berpengaruh pada hasil kepuasan pasien. Penelitian Rivai, Hargono, Pudjirahardjo (2003) di Rumah Sakit Umum Daerah Surabaya menunjukkan 44,2% pasien kurang puas terhadap pelayanan rawat inap dan 34,5% kurang puas terhadap pelayanan keperawatan. Menurut Pan American Health Organization (2004) di rumah sakit perawat memiliki peran fundamental yang luas selama 24 jam sehari, 365 hari dalam setahun, dan memberikan dampak kualitas, efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan. Data tersebut menunjukkan perawat dapat memberikan kontribusi sangat besar untuk meningkatkan mutu rumah sakit jika dikelola dengan baik dan profesional.Kinerja perawat sangat penting karena berhubungan dengan pemberian pelayanan asuhan keperawatan pada klien di rumah sakit. Penelitian Syah (2004) dalam Mulyaningsih (2012) menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat dalam pemberian pelayanan antara lain umur, pendidikan, status kepegawaian, masa kerja, peralatan, motivasi, kompensasi, dan iklim kerja. Pendapat lain dari Rivai, Hargono, Pudjirahardjo (2003) menjelaskan kinerja perawat dipengaruhi oleh beban kerja, kejenuhan kerja, dan motivasi kerja. Analisis tersebut menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.Timbang terima pasien penting karena sebagai bentuk profesional kinerja perawat dalam berkomunikasi. Angood (2007) mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi merupakan masalah penyebab utama adanya adverse event, near miss dan sentinel event di rumah sakit. Pendapat ini didukung oleh Alvarado, Lee, Christoffersen, Fram, Boblin, Poole., Lucas, & Forsyth (2006) mengungkapkan ketidakakuratan informasi dalam berkomunikasi menyebabkan hampir 70% kejadian sentinel. Analisis ini menunjukkan dalam timbang terima diperlukan informasi yang akurat.Timbang terima pasien penting karena informasi yang relevan dapat mempengaruhi keselamatan pasien. Alvarado, et al (2006) menjelaskan bahwa komunikasi berbagai informasi yang diberikan oleh perawat dalam pertukaran shift sangat membantu dalam perawatan pasien. Penelitian Dewi (2012), menunjukkan di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi terjadi peningkatan penerapan keselamatan pasien sebesar 9.77 (8.14%) sesudah perawat pelaksana mendapatkan pelatihan timbang terima pasien menjadi 108.21 (90.17%). Kajian data-data tersebut menjelaskan bahwa timbang terima dapat menjadi metode komunikasi untuk memberikan informasi yang relevan bagi perawat. Timbang terima penting karena harus dilakukan dengan jelas, singkat, dan komplit serta informasi yang disampaikan harus akurat. Patterson, Emiliy S., & Wears, Robert L. (2010) menyatakan sekitar 20%-30% dari informasi yang disampaikan selama pergantian timbang terima tidak didokumentasikan dalam catatan medis dapat menyebabkan peristiwa buruk seperti keterlambatan dalam diagnosa medis dan perawatan. Landrigan (2007) mengungkapkan hampir 80% kesalahan medis yang serius terjadi disebabkan oleh miskomunikasi. Timbang terima yang dilaksanakan dengan baik dapat membantu mengidentifikasi kesalahan serta memfasilitasi kesinambungan perawatan pasien. Timbang terima perlu terus ditingkatkan baik teknik maupun alurnya karena timbang terima merupakan bagian penting dalam menginformasikan permasalahan klien sehari-hari. Penelitian Mulyaningsih (2013) di RSJD Surakarta menemukan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di ruang Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) dapat mendukung kualitas pelayanan. Hasil penelitian Afandi (2007) menunjukkan bahwa serah terima tugas jaga (operan jaga) diperoleh hasil 96,9%, sedangkan pre-conference diperoleh hasil 80,6%, dan post-conference diperoleh hasil 70,8%. Data tersebut menunjukkan bahwa kegiatan di ruang MPKP sudah cukup efektif. Meskipun pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik namun masih lemah dalam pendokumentasian.Timbang terima merupakan actualiting dari fungsi manajemen keperawatan. Timbang terima berfungsi sebagai komunikasi perawat dalam melakukan pekerjaannya. Timbang terima juga dapat berfungsi sebagai motivasi perawat dalam menjalankan tugas-tugas pokoknya sebagai pemberi asuhan keperawatan. Timbang terima ini juga dapat merupakan bentuk kinerja dari perawat. melibatkan tenaga kesehatan lainnya. Oleh karena itu, timbang terima adalah bagian penting dari manajemen keperawatan yang tidak boleh terlewatkan.Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti menggambarkan bahwa Rumah Sakit Angkatan Laut Marinir Cilandak sudah melakukan timbang terima pasien setiap pergantian shift. Peneliti melakukan observasi pada dua ruang rawat inap sebagai studi pendahuluan. Hasil studi pendahuluan menunjukkan para perawat melakukan timbang terima secara verbal dan bedside handover. Hasil observasi survei pendahuluan saat pelaksanaan timbang terima didapatkan 100% perawat menyebutkan diagnosa medis masing-masing klien, namun tidak menyebutkan diagnosa keperawatan. Selain itu, perawat tidak menanyakan respon klien sebagai evaluasi perkembangan kesehatan klien. Setelah melakukan timbang terima, para perawat tidak melakukan diskusi post timbang terima. Tidak hanya itu, salah seorang perawat juga menyampaikan hal yang tidak ada kaitannya dengan pasien saat pelaksanaan timbang terima. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka pelaksanaan timbang terima pasien juga berpengaruh pada kinerja perawat. Hal ini dikarenakan timbang terima harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan komplit tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Sehingga pelaksanakan timbang terima perlu ditingkatkan lagi agar kinerja perawat dapat terlaksana dengan baik sesuai standar asuhan keperawatan.

I.2. Rumusan MasalahTimbang terima tak bisa diabaikan karena berhubungan dengan keselamatan pasien. Kejadian kesalahan dosis obat dapat terjadi bila pada proses timbang terima tidak disampaikan dengan lengkap dan jelas serta tidak dapat memilah penting tidaknya informasi yang harus disampaikan. Timbang terima perlu pula ditingkatkan baik teknik maupun alurnya karena timbang terima merupakan bagian penting dalam menginformasikan permasalahan klien sehari-hari. Hasil observasi pada dua ruangan di Rumah Sakit Marinir Cilandak menunjukkan pelaksanaan timbang terima telah dilaksanakan (100%), namun informasi tentang diagnosa keperawatan di kedua ruangan tidak disampaikan (100%). Selain itu, perawat juga tidak menanyakan respon klien sebagai evaluasi perkembangan kesehatan klien. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja perawat dalam melakukan timbang terima belum sesuai dengan standar asuhan keperawatan. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dalam proses pelaksanaan timbang terima agar dapat menghasilkan kinerja perawat yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan.Kinerja perawat sangat penting karena berhubungan dengan pelaksanaan standar asuhan keperawatan. Dokumentasi keperawatan merupakan salah satu bagian dari standar asuhan keperawatan yang dapat digunakan sebagi instrumen penilaian kinerja perawat. Selain itu, kelengkapan dokumentasi keperawatan juga dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi, dan laporan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Jadi, jika standar asuhan keperawatan terlaksana dengan baik maka kinerja perawat akan menjadi baik pula.Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui tentang pelaksanaan timbang terima sudah yang dilakukan oleh perawat dan kinerja perawat di ruang rawat inap. Hal ini dikarenakan timbang terima harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan komplit tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Adapun pertanyaan dalam penelitian sebagai berikut :1. Bagaimana gambaran karakteristik responden yang terdiri dari usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan masa kerja pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta ?2. Bagaimana gambaran pelaksanaan timbang terima yang meliputi, persiapan, pelaksanaan, dan post timbang terima di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta ?3. Bagaimana gambaran kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta ?4. Bagaimana hubungan persiapan timbang terima pasien dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta ?5. Bagaimana hubungan pelaksanaan timbang terima pasien dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta ?6. Bagaiman hubungan post timbang terima dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta ?7. Bagaimana hubungan timbang terima pasien dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta ?

I.3. Tujuan PenelitianI.3.1. Tujuan UmumDidapatkan hubungan pelaksanaan timbang terima pasien dengan kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.I.3.2. Tujuan KhususTujuan khusus penelitian ini adalah didapatkan:a. Gambaran karakteristik responden , yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan masa kerja pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.b. Gambaran pelaksanaan timbang terima yang meliputi, persiapan, pelaksanaan dan post timbang terima di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.c. Gambaran kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.d. Hubungan persiapan timbang terima pasien dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.e. Hubungan pelaksanaan timbang terima pasien dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.f. Hubungan post timbang terima dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.g. Hubungan timbang terima pasien dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.

I.4. Manfaat Penelitian I.4.1. Bagi MasyarakatHasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang manajemen keperawatan serta dapat menambah sumber kepustakaan penelitian selanjutnya terkait tentang timbang terima/operan dinas perawat.I.4.2. Bagi Institusi PendidikanHasil penelitian ini dapat menjadi bahan kuliah pada mata ajar Manajemen Keperawatan.I.4.3. Bagi Profesi KeperawatanDiharapkan dari hasil penelitian ini bisa memberikan masukan bagi profesi untuk menerapkan penatalaksanaan timbang terima dengan baik sehingga informasi dapat diterima dengan baik sehingga kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dapat maksimal.I.4.4. Bagi PenelitiDari data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya dibidang manajemen keperawatan.I.4.5. Bagi Tempat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan meningkatkan nilai promosi bagi rumah sakit.

I.5. Ruang Lingkup PenelitianPenelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan Manajemen Keperawatan Program Studi S-1 Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta untuk mengetahui hubungan pelaksanaan timbang terima dengan kinerja perawat di di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta. Dalam ruang lingkup penelitian ini , penulis hanya membatasi pada proses timbang terima yang meliputi, persiapan, pelaksanaan, dan post timbang terima serta kinerja perawat memuaskan atau tidak dalam memberikan asuhan keperawatan. Adapun waktu yang akan dilakukan penelitian tersebut dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2014

BAB IITINJAUAN TEORI

II.1. Kinerja PerawatII.1.1. Definisi Kinerja merupakan pencapaian prestasi seseorang berkenaan dengan seluruh tugas yang dibebankan kepadanya. Mangkunegara (2009) menjelaskan kinerja merupakan penampilan secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Mardiana (2003) dalam Triwibowo (2013) menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan tujuan akhir dan merupakan cara bagi manajer untuk memastikan bahwa aktivitas karyawan dan output yang dihasilkan kongruen dengan tujuan organisasi. Pernyataan tersebut menjelaskan kinerja merupakan tujuan akhir yang merupakan penampilan secara kualitas dan kuantitas seorang pegawai.Kinerja perawat adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Kurniadi (2013) berpendapat kinerja keperawatan adalah prestasi kerja yang ditunjukkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan keperawatan sehingga menghasilkan output yang baik kepada costumer (organisasi, pasien, perawat sendiri) dalam kurun waktu tertentu. Kinerja perawat pelaksana merupakan komposit dari komponen penerapan asuhan keperawatan yang meliputi melaksanakan tugas pengkajian, penentuan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan tindakan, evaluasi serta pendokumentasian (Warouw, 2010). Kinerja dapat diartikan melalui kepatuhan perawat profesional dalam melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar.

II.1.2. Komponen KinerjaKurniadi (2013) menjelaskan deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting, yaitu tujuan, ukuran, dan penilaian kinerja. Pertama yaitu tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap semua personil. Kedua adalah ukuran yang dibutuhkan untuk mengukur apakah seorang personil telah mencapai kinerja yang diharapkan secara kuantitatif dan kualitatif. Ketiga adalah penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan proses pencapaian tujuan kinerja personil. Tindakan ini membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan yang hendak dicapai.Triwibowo (2013) menjelaskan ada beberapa hal yang penting tentang kinerja perawat. Pertama, kinerja mencerminkan hasil akhir seseorang, yaitu perbandingan antara target dan tingkat pencapaian. Kedua, kinerja berkaitan dengan seluruh tugas-tugas yang diberikan kepada seseorang. Ketiga kinerja diukur dalam waktu tertentu. Ketiga hal tersebut menunjukkan hal-hal penting yang harus diketahui dalam kinerja perawat.Menurut Sedarmayanti (2004) dalam Triwibowo (2013), menjelaskan proses peningkatan kinerja memberi kesempatan terbaik untuk membangun pengalaman yang terus berkembang. Jadi, untuk membuat peningkatan yang berarti dalam kinerja harus terus berusaha mencapai tingkat terbaik. Peningkatan tersebut memerlukan berbagai kebijakan dan program yang dirancang untuk meningkatkan 3R (result, resources, dan ratio) organisasi.

II.1.3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi KinerjaTriwibowo (2013) menjelaskan kinerja dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yakni faktor internal individu dan faktor eksternal individu. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang memungkinkan (enabling factors), faktor-faktor pendorong (reinforcing factors). Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan karakteristik individu. Faktor-faktor yang memungkinkan (enabling factors) terwujud dalam sarana fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas dan sarana prasarana. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) terwujud dalam dukungan organisasi seperti dari lingkungan keluarga, lembaga/institusi dan masyarakat.Penelitian Rivai, Hargono, & Pudjirahardjo (2003) menjelaskan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kinerja perawat, yaitu motivasi kerja, kejenuhan kerja dan beban kerja. Tingkat motivasi kerja perawat di ruang rawat inap rendah (56%), sangat rendah (6%), dan tinggi (38%). Kejenuhan substansial perawat di ruang rawat inap sangat tinggi (33%), tinggi (41%), rendah (26%). Penelitian ini menunjukkan beban kerja perawat pada shift pagi yaitu Beban Kerja 2 (38,30%), shift sore Beban Kerja 1 (35,56%), dan pada shift malam beban kerja terbesar Beban Kerja 3 (42,57%) Hal ini dapat menyebabkan kinerja perawat menurun.

II.1.4. Penilaian Kinerja Perawat1. Pengertian Ilyas (2001), penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Marquis & Huston (2006) menjelaskan penilaian kerja (performance appraisal) adalah proses pengawasan dimana kinerja staf dinilai dan dibandingkan dengan standar pada organisasi. Depkes RI (2002) mengartikan penilaian kerja sebagai suatu cara untuk mengetahui kualitas kerja staf sesuai dengan uraian tugasnya. Jadi, penilaian kinerja adalah suatu proses mengevaluasi kualitas hasil prestasi kerja perawat dalam kurun waktu tertentu

2. Prinsip-prinsip PenilaianMenurut Gilies (1996) dalam Nursalam (2011) menyatakan, manajer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil. Prinsip tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :a. Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja dan orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati. Deskripsi dan standar pelaksanaan kerja diberikan ke pegawai selama orientasi sebagai tujuan yang harus diusahakan. Pelaksanaan kerja sebaiknya dievaluasi berkenaan dengan sasaran-sasaran yang sama.b. Sampel tingkah laku perawat yang cukup representatif sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerja. Perhatian harus diberikan untuk mengevaluasi tingkah laku umum atau tingkah laku konsistennya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.c. Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerja, standar pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi. Dengan demikian, baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang sama.d. Penilaian pelaksanaan kerja pegawai sebaiknya menunjukkan hal-hal yang sudah memuaskan dan menunjukkan hal yang perlu diperbaiki oleh pegawai. Supervisor sebaiknya merujuk pada contoh-contoh kasus mengenai tingkah laku yang memuaskan supaya dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat evaluatif.e. Jika diperlukan, manajer sebaiknya menjelaskan area mana yang akan diprioritaskan seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja.f. Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perawat dan manajer sehingga diskusi evaluasi terjadi dalam waktu yang cukup bagi keduanya.g. Laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun secara terencana, sehingga perawat tidak menyadari bahwa pelaksanaan kerjanya sedang dianalisis (Simpson (1985) dalam Kurniadi (2013)) . Seorang pegawai dapat bertahan dari kecaman seorang manajer yang menunjukkan empati atas perasaanya serta menawarkan bantuan untuk meningkatkan pelaksanaan kerjanya.

3. Standar Instrumen Penilaian Kinerja Pelayanan KeperawatanPenilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada klien mengguanakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses atau hasil yang dapat dinilai (Nursalam, 2013). Menurut Depkes RI (2001) menjelaskan penilaian kinerja perawat berdasarkan standar asuhan keperawatan yang mengacu pada tahapan proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perancanaan, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.

Standar 1 : Pengkajian keperawatanPengkajian adalah tahap awal untuk mendapatkan informasi kesehatan pasien dan menentukan masalah kesehatannya. Tahap pengkajian yaitu mengumpulkan data yang terdiri dari data subjektif dan data objektif. Kemudian data dikelompokkan menjadi data bio, psikologis, sosial, spiritual (Triwibowo, 2013).

Standar 2 : Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan merupakan pernyataan jelas, singkat dan pasti tentang masalah pasien serta pengembangan yang dapat dipecahkan atau diubah melaui tindakan keperawatan. (Depkes RI, (1997) dalam Kurniadi, 2013). Pada tahap ini, perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau gejala (S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE) (Nursalam, 2011).

Standar 3 : Perencanaan KeperawatanPada tahap ini, perawat membuat rencana tindakan keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan. Perencanaan atau intervensi keperawatan dilakukan setelah data terkumpul, kemudian tahap berikutnya adalah menentukan prioritas masalah, perumusan tujuan, dan rencana tindakan (Triwibowo, 2013). Aspek dalam rencana keperawatan yaitu memuat tujuan dan kriteria hasil, tindakan observasi keperawatan, terapi yang diberikan, pendidikan kesehatan, tindakan kolaborasi, rencana asuhan keperawatan melibatkan pasien/keluarga (Kurniadi, 2013)

Standar 4 : Implementasi KeperawatanImplementasi keperawatan merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi tindakan yang telah ditentukan agar kebutuhan klien terpenuhi. Langkah-langkah implementasi keperawatan adalah tahap persiapan (terutama alat dan bahan) dan tahap pelaksanaan (mengutamakan keamanan dan kenyamanan pasien) (Kurniadi, 2013). Standar 5 : EvalusiEvaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan. Langkah-langkah evaluasi yaitu mengumpulkan data perkembangan pasien, menafsirkan perkembangan, membandingkan perkembangan pasien dengan standar normalnya. Penafsiran hasil evaluasi antara lain evaluasi adalah diagnosa keperawatan dievaluasi setiap hari sesuai hasil SOAP dan diagnose keperawatan yang telah teratasi terlihat di dokumentasi (Kurniadi, 2013).

Standar 6 : Dokumentasi KeperawatanDokumentasi keperawatan adalah catatan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Triwibowo (2013) menjelaskan dokumentasi keperawatan dapat digunakan sebagi bahan informasi, komunikasi dan laporan, dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan, penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang baku, sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan, setiap pencatatan harus mencantumkan inisial/paraf/nama perawat, yang melaksanankan tindakan dan waktunya.Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas manajemen organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata siapa yang bertanggung jawab mengembangkan satandar bagaimana proses pengembangan tersebut. Standar asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat profesional untuk memberdayakan proses keperawatan. Standar financial juga harus dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi pasien, profesi perawat dan organisasi pelayanan.II.1.5. Peran Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen Terkait Dengan Penilaian KinerjaMarquis dan Huston (2013, edisi 4), menyebutkan peran kepemimpinan dan fungsi manajemen terkait dengan penilaian kinerja antara lain, yaitu peran kepemimpinan dan fungsi manajemen.1. Peran Kepemimpinana. Menggunakan proses penilaian untuk memotivasi pegawai dan meningkatkan pertumbuhanb. Menggunakan teknik untuk mengurangi kecemasan yang ada pada proses penilaianc. Melibatkan pegawai dalam semua aspek penilaian kinerjad. Sadar diri terhadap bias pribadi dan prasangkae. Mendapatkan kepercayaan pegawai dengan cara berlaku jujur dan adil ketika menilai kinerjaf. Mendorong proses peninjauan ulang rekan antar staf profesionalg. Menggunakan wawancara penilaian untuk memfasilitasi komunikasi dua arahh. Memberikan dukungan terus menerus kepada pegawai yang mencoba memperbaiki kinerjai. Menggunakan teknik pelatihan yang meningkatkan pertumbuhan kinerja pegawai.j. Mengindividualisasi tujuan kinerja dan wawancara penilaian guna memenuhi kebutuhan unik dari staf dengan kultur yang berbeda.

2. Fungsi ManajemenFungsi manajemen terkait dengan penilaian kinerja terdapat sembilan hal, yaitu menggunakan sistem penilaian kinerja yang telah disusun, mengumpulkan data secara adil dan objektif untuk penilaian kinerja, menggunakan proses penilaian untuk menentukan pendidikan staf dan kebutuhan akan pelatihan, mendasari penilaian kinerja pada standar yang ada, berusaha seobjektif mungkin dalam penilaian kinerja, melakukan dokumentasi yang tepat menegenai proses penilaian, menindaklanjuti kekurangan kinerja yang teridentifikasi, melakukan wawancara penilaian dengan cara yang meningkatkan hasil akhir positif, sering memberikan umpan balik informal pada kinerja.

II.1.6. Teknik PenilaianBeberapa cara melakukan penilaian kinerja antara lain penilaian sendiri (self assessment) dan penilaian 360 derajat. Penilaian sendiri dilakukan atas dasar teori control dan interaksi simbolik. Kedua teori tersebut mendorong dan memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penilaian sendiri (Asford, 1990 dalam Kurniadi, 2013). Menetapkan teknik penilaian sendiri yang akan dipakai sehingga untuk mengukur gaya kepemimpinan dan penerapan fungsi manajemen keperawatan hanya dilakukan oleh bawahan saja (perawat pelaksana).Unsur pemimpin adalah kepala ruangan sedangkan bawahannya adalah perawat pelaksana, sehingga bila menggunakan penilaian 360 derajattidak memenuhi syarat (tidak ada atasan atau selevel dengan karu). Penilaian sendiri secara teori ada kekurangan dan kelebihannya. Penilaian sendiri dalam penelitian ini didisain dalam bentuk kuesioner. Hasil yang dapat diharapkan bagi manajer adalah adanya umpan balik yang positif tingkat profesionalisme perawat baik kepala ruangan maupun perawat pelaksana. Tindak lanjutnya adalah perencanaan pengembangan sumber daya manusia dan profesionalisme pelayanan keperawatan (Ilyas, 2001).

II.1.7. Manfaat Penilaian KinerjaNursalam (2011) menjelaskan manfaat penilaian kinerja terdiri dari 6 hal. Pertama, meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun kelompok, dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan dari kualitas pelayanan rumah sakit. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara keseluruhannya adalah manfaat yang kedua. Manfaat selanjutnya yaitu merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi, yakni melauli umpan balik terhadap prestasi. Manfaat keempat yaitu membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Rumah sakit akan mempunyai tenaga yang terampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan. Manfaat kelima yaitu, menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja melalui peningkatan gaji atau sistem imbalan yang baik. Manfaat terakhir yaitu memberikan kesempatan kepada pegawai atau staff untuk menyampaikan perasaan tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikai dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

II.1.8. Proses Kegiatan Penilaian KerjaNursalam (2011) menjelaskan proses penilaian kerja terdiri dari beberapa langkah. Pertama merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh staf keperawatan, rumusan tersebut telah disepakati oleh atasannya, sehingga langkah perumusan tersebut dapat memberikan kontribusi berupa hasil. Kedua, menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh karyawan dalam kurun waktu tertentu dengan penempatan standar prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan. Ketiga, melakukan monitoring, koreksi, dan memberikan kesempatan serta bantuan yang diperlukan oleh stafnya. Keempat, menilai prestasi kerja staf melalui perbandingan antara prestasi yang dicapai dengan standar yang telah ditetapkan. Memberikan umpan balik ini, atasan atau bawahan perlu membicarakan cara-cara memperbaiki kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan pada periode berikutnya adalah manfaat yang kelima.

II.1.9. Manajemen KinerjaBeberapa ahli seperti kontinu Coens, Jenkins, Block, Fandray, Nickols menjelaskan dalam manajemen sumber daya manusia menyarankan agar penilaian kinerja tahunan harus diganti dengan manajemen kinerja. Dalam manajemen kinerja, penilaian dihilangkan dan manajer melakukan upaya dalam hal pemanduan, penyusunan tujuan mutual dan pelatihan kepemimpinan bawahan secara terus-menerus. Fokus ini mengharuskan manajer membuat jadwal untuk bertemu dengan bawahan secara lebih teratur (Marquis dan Huston, 2013 edisi 4).Weizmann dalam Marquis dan Huston (2013 edisi 4) juga menyatakan bahwa organisasi yang mengatur kinerja membuat satu rangkaian kompetensi berbasis peran dan membiarkan setiap pegawai mengetahui lima atau enam kualitas kesuksesan bagi setiap anggota organisasi, tanpa memperhatikan deskripsi pekerjaan. Kemudian, pegawai dapat menentukan bagaimana kualitas ini diubah menjadi kinerja dalam pekerjaan spesifik. Namun, harapan adalah bagian peran yang disetujui untuk dilakukan oleh bawahan (Fandray, 2001 dalam Marquis dan Huston, 2013 edisi 4)

II.1.10. Masalah dalam Penilaian Pelaksanaan KerjaMenurut Gilies (1996) dalam Nursalam (2011) menyatakan, dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai permasalahan. Permasalan pengaruh hallo effect adalah tendensi yang terlalu tinggi untuk menilai pelaksanaan kerja bawahannya karena salah satu alasan. Misalnya pegawai yang dekat dengan penilai atau adanya hubungan kekeluargaan akan mendapat nilai yang tinggi, sebaliknya pegawai yang sering bertentangan pendapat dengan penilai akan mendapat nilai yang rendah. Hal ini dapat menimbulkan penilaian secara sepihak. Pengaruh horn atau kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alas an-alasan tertentu. Seorang pegawai cenderung menerima penilaian lebih rendah dari yang semestinya karena telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervise pegawai dalam beberapa hari pelaksanaan kerja tahun tersebut. Ini dapat berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya ketika ia memiliki tingkat pelaksanaan kerja di atas rata-rata.

II.2. Timbang TerimaII.2.1. Definisi Timbang terima memiliki beberapa istilah lain yaitu handover atau overhand dan report nursing. Handover pada bahasa Indonesia dikenal dengan isitilah operan, serah terima, dan timbang terima. Timbang terima merupakan suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Menurut Triwibowo (2013) handover atau timbang terima merupakan pengalihan tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk beberapa atau semua aspek perawatan pasien, atau kelompok pasien, kepada orang lain atau kelompok profesional secara sementara atau permanen.Handover atau timbang terima merupakan komunikasi yang terjadi pada saat perawat melakukan pergantian shift, dan memiliki tujuan yang spesifik yang mengkomunikasikan informasi tentang keadaan pasien pada asuhan keperawatan sebelumnya. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Rushton (2010) dalam Triwibobo (2013) yang menjelaskan timbang terima dirancang sebagai salah satu metode untuk memberikan informasi mengenai kondisi terkini pasien, tujuan pengobatan, rencana perawatan, serta menentukan prioritas pelayanan. Alvarado, Lee, Christoffersen, Fram, Boblin, Poole., Lucas, & Forsyth (2006) mengungkapkan bahwa ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan dampak yang serius pada pasien, hampir 70% kejadian sentinel yaitu kejadian yang mengakibatkan kematian atau cidera yang serius di rumah sakit disebabkan karena buruknya komunikasi. Pernyataan peneliti di atas sejalan dengan pernyataan Angood (2007) yang mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil kajian data terhadap adanya adverse event, near miss dan sentinel event di rumah sakit, masalah yang menjadi penyebab utama adalah komunikasi.

II.2.2. Tujuan Timbang Terima (Handover)Menurut Australian Healthcare dan Hospital Association (AHHA, 2009) dalam Triwibobo (2013) tujuan National Initiative Handover adalah untuk mengidentifikasi, mengembangkan dan meningkatkan serah terima klinis dalam berbagai pengaturan kesehatan.Nursalam (2011) menjelaskan terdapat tiga tujuan dilaksanakan timbang terima (handover). Pertama yaitu menyampaikan kondisi atau keadaan pasien secara umum. Kedua, menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya. Ketiga, tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya

II.2.3. Manfaat Timbang Terima (Handover)Manfaat timbang terima (handover) menurut Australian Healthcare dan Hospital Association (AHHA) (2009) dalam Triwibobo (2013) adalah :1. Kunci dari handover yaitu kualitas asuhan keperawatan selanjutnya. Misalnya, penyediaan informasi yang tidak akurat atau adanya kesalahan yang dapat membahayakan pasien.2. Selain mentransfer informasi pasien, timbang terima juga merupakan sebuah ritual atau kebiasaan yang dilakukan oleh perawat. Timbang terima (handover) mengandung unsur-unsur kebudayaan, tradisi, dan kebiasaan. Selain itu, timbang terima juga sebagai dukungan terhadap teman sejawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan selanjutnya.3. Timbang terima juga memberikan manfaat katarsis, karena perawat yang mengalami kelelahan emosional akibat asuhan keperawatan yang dilakukan bisa diberikan kepada perawat berikutnya pada pengalihan shift dan tidak dibawa pulang. Dengan kata lain, proses timbang terima dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada perawat.4. Timbang terima juga memiliki dampak yang positif bagi perawat, yaitu memberikan motivasi, mengguanakan pengalaman dan informasi untuk membantu perencanaan pada tahap asuhan keperawatan selanjutnya (Pelaksana asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan), meningkatkan kemempuan komunikasi antar perawat, menjalin suatu hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat, dan perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara komprehensif.5. Selain itu, timbang terima juga memiliki manfaat bagi pasien diantaranya, pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, dan dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap. Bagi rumaha sakit, timbang terima dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan kepada pasien secara komperehensif.

II.2.4. Prinsip Timbang Terima (Handover)Australian Resource Centre for Healthcare Innovation (2009); Frisien; White; & Byers (2009) dalam Triwibobo (2013) memperkenalkan enam standar prinsip serah terima pasien, yaitu :1. Kepemimpinan dalam serah terima pasienSemakin luas proses serah terima (lebih banyak peserta dalam kegiatan serah terima), peran pemimpin menjadi sangat penting untuk mengelola serah terima pasien di klinis. Pemimpin harus memiliki pemahaman yang komprehensif dari proses serah terima pasien dan perannya sebagai pemimpin. Tindakan segera harus dilakukan oleh pemimpin pada eskalasi pasien yang memburuk.2. Pemahaman tentang serah terima pasienMengatur sedemikian rupa agar timbul suatu pemahaman bahwa serah terima pasien harus dilaksanakan dan merupakan bagian penting dari pekerjaan sehari-hari dari perawat dalam merawat pasien. Mamastikan bahwa staf bersedia untuk menghadiri serah terima pasien yang relevan untuk mereka. Meninjau roster dinas staf klinis untuk memastikan mereka hadir dan mendukung kegiatan serah terima pasien. Membuat solusi-solusi inovatif yang diperlukan untuk memperkuat pentingnya kehadiran staf pada saat serah terima pasien.

3. Peserta yang mengikuti serah terima pasienMengidentifikasi dan mengorientasikan peserta, melibatkan mereka dalam tinjauan berkala tentang proses serah terima pasien. Mengidentifikasi staf yang harus hadir, jika memungkinkan pasien dan keluarga harus dilibatkan dan dimasukkan sebagi peserta dalam kegiatan serah terima pasien. Dalam tim multidisiplin, serah terima pasien harus terstruktur dan memungkinkan anggota multiprofesi hadir untuk pasiennya yang relevan.4. Waktu serah terima pasienMengatur waktu yang disepakati, durasi, dan frekuensi untuk serah terima pasien, hal ini sangat direkomendasikan, dimana strategi ini memungkinkan untuk dapat memperkuat ketepatan waktu. 5. Tempat serah terima pasienSebaiknya serah terima pasien terjadi secara tatap muka dan di sisi tempat tidur pasien. Jika serah terima pasien tidak dapat dilakukan secara tatap muka, maka pilihan lain harus dipertimbangkan untuk memastikan serah terima pasien berlangsung efektif dan aman. Untuk komunikasi yang efektif, pastikan bahwa tempat serah terima pasien bebas dari gangguan, missal ; kebisingan di bangsal secara umum atau bunyi alat komunikasi.6. Proses serah terima pasiena. Standar protocol, standar protocol harus jelas mengidentifikasi pasien dan peran peserta, kondisi klinis dari pasien, daftar pengamatan/pencatatan terakhir yang paling penting, latar belakang yang relevan tentang situasi klinis pasien, penilaian dan tindakan yang perlu dilakukan, kerangka waktu dan persyaratan untuk perawatan transisi, memastikan pemahaman dan tanggung jawab bagi pasien oleh perawat yang menerima penyerahan pasien.b. Kondisi pasien memburuk, pada kondisi memburuk, meningkatkan pengelolaan pasien secara cepat dan tepat pada penurunan kondisi yang terdeteksi.c. Informasi kritis lainnya, prioritaskan informasi penting lainnya, misalnya : Tindakan yang luar biasa, rencana pemindahan pasien, kesehatan kerja dan risiko keselamatan kerja atau tekanan yang dialami oleh staf.

II.2.5. Jenis Timbang Terima (Handover)Serah terima pasien terjadi di seluruh kontinum perawatan kesehatan semua jenis pengaturan layanan. Ada berbagai jenis serah terima pasien dari satu penyedia jasa perawatan kesehatan kepada yang lain, seperti transfer pasien dari satu lokasi ke lokasi yang lain dalam satu rumah sakit atau transisi informasi dan tanggung jawab selama serah terima pasien antar shift pada unit yang sama. Serah terima pasien interdisciplinary terjadi antara perawat dan dokter; perawat dengan tenaga kesehatan lainnya, sementara serah terima pasien intradisciplinary terjadi antara sesama perawat atau sesama dokter. Serah terima pasien juga dapat terjadi antar fasilitas kesehatan, seperti ; anatara rumah sakitr dan antara beberapa organisasi penyedia pelayanan lainnya, termasuk pelayanan kesehatan di rumah, tempat penampungan, dan fasilitas perawatan jompo. Serah terima pasien mungkin melibatkan penggunaan teknologi khusus, misalnya : Perekam audio, catatan terkomputerisasi, faximili, dokumen tertulis, dan komunikasi (Triwibobo, 2013).Menurut Hughes (2008); Australian Resource Centre for Healthcare Innovation (2009); Friesen; White; & Byers (2009) dalam Triwibobo (2013) beberapa serah terima yang berhubungan dengan perawat, antara lain :1. Serah terima pasien antar shiftMetode serah terima pasien antar shift dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, antara lain : Secara lisan, catatan tulisan tangan, di samping tempat tidur pasien, melalui telepon, rekaman, nonverbal, menggunakan laporan elektronik, cetakan computer, dan memori. Kekuatan dari metode laporan di samping tempat tidur merupakan upaya untuk focus pada laporan dan kondisi pasien. Kekhawatiran tentang kerahasiaan pasien yang dapat dikompromikan jika tidak hati-hati dalam menanganinya. Sebuah studi kualitatif yang difokuskan pada gambaran persepsi pasien yang terliubat dalam kegiatan serah terima, menemukan beberapa pasien mendukung serah terima di samping tempat tidur, sementara yang lain tidak. Pasien jugan menyatakan keperihatinannya mengenai jargon yang digunakan oleh perawat saat kegiatan serah terima berlangsung.

2. Serah terima pasien antar unit keperawatanPasien mungkin sering ditransfer antar unit keperawatan selama mereka tinggal di rumah sakit. Namun, sejumlah factor telah diidentifikasi berkontribusi terhadap in-efisiensi selama transfer pasien dari satu unit ke unit yang lain, termasuk; ketidaklengkapan catatan medis dan keperawatan, keterlambatan atau waktu yang terbuang disebabkan oleh kemacetan komunikasi, menunggu tanggapan dari manajemen unit keperawatan tempat yang akan ditempati pasien atau masalah ketersediaan tempat tidur.

3. Serah terima pasien antar unit perawatan dengan unit pemeriksaan diagnostikPasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan diagnostic selama rawat inap. Pengiriman dari unit keperawatan ke tempat pemeriksaan diagnostic(misalnya : radiologi, kateterisasi jantung, laboratorium, dll) telah dianggap sebagai kontributoruntuk terjadinya kesalahan. Hal inio penting, ketika perubahan unit tempat keperawatan pasien terutama untuk keamanan pasien, staf pada unit pemeriksaan diagnostic harus memiliki informasi lengkap yang mereka butuhkan dan melakukan komunikasi yang konsisten. Kompleksitas kondisi pasien ke tempat pemeriksaan diagnostik.

4. Serah terima pasien antar fasilitas kesehatanPengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas yang lain sering terjadi antara pengaturan layanan yang berbeda. Pengiriman berlangsung antar rumah sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan yang berbeda. Pengiriman pasien antar fasilitas, meliputi : Antar rumah sakit, pusat rehabilitasi, lembaga kesehatan di rumah, dan organisasi pelayanan kesehatan lainnya. Factor yang cenderung membuat pengiriman pasien tidak efektif adalah kesenjangan dan hambatan komunikasi antar fasilitas kesehatan tersebut dan juga dipengaruhi oleh perbedaan budaya organisasi.

5. Serah terima pasien dan obat-obatanKesalahan pengobatan dianggap peristiwa yang dapat dicegah, masalah tentang obat-obatan sering terjadi, misalnya saat mentransfer pasien, pergantian shift, dan cara pemberitahuan minum obat sebagai factor yang berkontribusi terhadap kesalahan pengobatan dalam organisasi perawatan kesehatan. Menyampaikan informasi lengkap tentang obat, diakui memiliki kontribusi paling besar untuk masalah keselamatan pasien. Suatu penelitian melaporkan, pasien yang menerima informasi tentang obat dan konseling secara lengkap menunjukkan kepatuhan yang lebih tinggi tentang pengobatan dibandingkan pasien yang tidak menerima informasi secara lengkap.

II.2.6. Macam-Macam Timbang Terima (Handover)Triwibowo (2013) menjelaskan terdapat empat jenis timbang terima atau handover diantaranya adalah :1. Secara terima secara verbalLaporan serah terima secara lisan cukup fleksibel untuk mengakomodasi pengalaman dan kemampuan perawat yang hadir. Meisner (2007) dalam Scovell (2010) mencatat bahwa perawat lebih cenderung untuk membahas aspek psikososial keperawatan selama laporan lisan. Lamanya waktu handover secara lisan mungkit dapat menjadi masalah ketika sejumlah staf menghabiskan waktu 15 hingga 90 menit untuk melakukan perpindahan dari ruang perawatan pasien ke tempat berlangsungnya handover.Clemow (2006) dalam Scovell (2010) menemukan bahwa pada umumnya, saat shift dimulai setidaknya ada satu perawat dari shift sebelumnya yang akan melakukan handover secara lisan. Hal ini bisa dianggap sebagai kurang maksimalnya pemanfaatan sumber daya terampil yang ada, tetapi diharapkan laporan handover berguna untuk kesejahteraan pasien. handover yang lama dapat menyebabkan kebosanan dan dapat mengurangi waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas penting lainnya. Masalah perpindahan staf dari ruangan diperburuk jika shift mencatat adanya keterlambatan perawat yang hadir hingga tujuh menit atau jika adanya kegiatan lain yang dilakukan. Perawat harus segera bereaksi jika ada keadaan darurat terjadi selama atau sebelum handover dilakukan. Kelalaian dari staf yang akan pulang dalam mempersiapkan diri untuk handovre, atau keterlambatan dari staf yang akan masuk, dapat menyebabkan kejenuhan bagi perawat yang menunggu untuk menerima penyerahan laporan keperaatan.

2. Tape handover (rekaman)Metode handover dengan menggunakan rekaman digunakan untuk mengurangi pergantian waktu shift yang tumpang tindih dan mengurangi beban keuangan. Kualitas isi dari isi rekaman handover mengasah kemampuan perawat untuk memberikan informasi secara ringkas dan relevan. Rekaman handover juga menghindari waktu yang tertunda, jika rekaman harus berhenti untuk alasan tertentu, informasi dengan mudahnya dapat diulang kembali pada waktu ayng lain, meskipun biasanya terdapat keengganan untuk menghentikan rekaman dengan alasan apapaun.Rekaman handover, memiliki kekurangan yaitu tidak adanya interaksi secara langsung antara perawat dengan perawat dan dengan demikian tidak memenuhi kohesifitas sosial (daya tarik) atau fungsi katarsis emosional (peluapan emosional secara tiba-tiba). Hopkinson (2002) mengungkapkan bahwa rekaman handover dapat merusak pentingnya dukungan emosional. Hal ini diungkapkan oleh Kerr (2002) dalam scovell (2010) bahwa rekaman handover membuat rendahnya tingkat fungsi pendukung. Setiap pertanyaan yang diajukan dalam handover mungkin tidak dapat terjawab.Perawat biasanya datang untuk mengkonsultasikan dokumentasi pasien dan membutuhkan jawabannya., namun hal ini tidak dapat dilakukan pada rekaman handover. Rekaman handover tidak memperbaiki masalah yang terkait dengan staf yang tidak siap melakukan handover saat pergantian shift. Seperti adanya perawat lain yang secara tiba-tiba masuk dan mengganggu proses penerimaaan handover.

3. Bedside handovera. Tahapan bedside handoverMenurut Rush (2012) tahapan bedside handover diantaranya yaitu persiapan (pasien dan informasi), kemudian serah terima berupa pelaporan, pengenalan staf masuk, pengamatan, dan penjelasan kepada pasien, dan tahapan yang terakhir adalah setelah serah terima selesai (tulis di buku catatan pasien).

b. Manfaat bedside handoverAdapun manfaat pelaksanaan bedside handover adalah :1) Ada bukti dari bangsal rumah sakit, evaluasi dan studi observasional dari serah terima samping tempat tidur.2) Dukungan komunikasi antara perawat dan profesional kesehatan lainnya tentang kesehatan pasien, rencana perawatan dan kemajuan.3) Membantu perawat untuk menginformasikan pasien tentang perawatan mereka dan siapa yang merawat mereka.4) Memberikan kesempatan bagi keterlibatan pasien dalam keputusan perawat.5) Memungkinkan perawat untuk mengamati keadaan pasien dan mendengarkan keluhan pasien.6) Meningkatkan keamanan perawatan dalam pengobatan dalam pengobatan (informasi tentang obat).7) Memberikan kesempatan ketua ruangan sebagai role model dalam berprileku dan berbagi keahlian dengan sta baru.8) Membantu mengorientasikan staf baru atau sementara.

c. Pandangan staf tentang bedside handoverAdapun menurut beberapa pandangan staf tentang bedside handover, yaitu meningkatkan keamanan dan efisiensi perawatan karena staf berinteraksi dan berkomunikasi dalam cara yang terstruktur, meningkatkan kualitas informasi tentang keadaan pasien, perawat merasa menjadi bagian dari lingkungan kerja yang lebih efektif, perawat merasalebih didukung oleh anggota staf senior.d. Pandangan pasien tentang bedside handoverPasien umumnya melihat serah terima disamping tempat tidur dapat berdampak positif, dan mengatakan bahwa pasien mengetahui informasi dan berinteraksi dengan staf, pasien merasa staf terfokus pada mereka dan kebutuhan spesiffik mereka, staf berkerja sama dengan baik dan melibatkan pasien dalam mengambil sebuah keputusan, staf menghabiskan jumlah waktu yang tepat dengan membantu pasien untuk memahami kondisi kesehatan pribadi mereka.

e. Menurut Caldwell (2012) ada dua yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan bedside handover. Pertama menghindari informasi yang hilang dan memungkinkan staf yang tidak hadir pada serah terima untuk mengakses informasi. Perawat mengetahui situasi pasien dan apa saja yang perlu disampaikan, bagaimana melibatkan pasien, peran penjaga dan anggota keluarga, bagaimana untuk berbagi informasi sensitif, apa yang tidak dibahas di depan pasien. Kedua adalah pasien dan keluarga mereka dapat menjadi cemas jika mereka tidak diberitahu, tidak mengerti bahasa profesional, atau tidak merasa mampu untuk berpartisipasi ddalam serah terima samping tempat tidur.

4. Serah terima secara tertulisMenurut McKenna (1997) dalam Scovell (2010) handover tertulis diperkirakan dapat mendorong pendekatan yang lebih formal. Namun, seperti rekaman handover, ada potensi akan kurangnya kesempatan untuk mengklarifikasi pertanyaan tertentu. Handover tergantung pada tulisan tangan atau akses komputer, dan jumlah informasi yang diberikan oleh perawat sulit untuk meringkas informasi kedalam format yang telah ditentukan (Triwibowo, 2013). Informasi ditulis oleh masing-masing perawat pada kertas atau catatan kecil yang dibawa perawat selama shift. Perawat memiliki kode masing-masing untuk menggambarkan atau menjelaskan pekerjaan yang perlu diselesaikan untuk shift yang akan datang. Format handover tertulis atau rekaman belum tentu sesuai dengan format yang disukai oleh perawat. Namun, format tersebut dapat menghemat waktu, meskipun McKenna (1997) dalam Scovell (2010) mengungkapkan sebaliknya, dan mungkin format tertulis atau rekaman dapat mencegah hilangnya informasi pasien. Pembacaan dokumentasi perawatan sebagai bentuk handover, kadang bermasalah ketika shift selanjutnya diminta untuk membaca dokumentasi tersebut. Karena masing-masing orang membaca dengan kecepatan berbeda-beda, dengan tulisan tangan yang berbeda-beda dan fakta penting lainnya. Sexton (2004) dalam Scovel (2010) menyatakan bahwa jika dokumentasi keperawatan disampaikan dalam beberapa menit, jumlah waktu yang digunakan tidak mencukupi untuk melakukan handover pada satu pasien (Triwibowo, 2013).

II.2.7. Langkah-langkah Pelaksanaan Timbang Terima (Handover)Menurut Nursalam (2011) dalam Triwibowo (2013) langkah-langkah pelaksanaan handover adalah : 1. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.2. Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu mempersiapkan hal-hal yang akan disampaikan.3. Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab shift yang selanjutnya meliputi :a. Kondisi atau keadaan pasien secara umum.b. Tindak lanjut unutk dinas yang menerima operan.c. Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan.d. Penyampaian operan harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-buru.e. Perawat primer dan anggota kedua shift dinas bersama-sama secara langsung melihat keadaan pasien.

II.2.8. Pelaksanaan Handover yang Baik dan BenarMenurut Australian Medical Association atau AMA (2006) pelaksanaan hadover yang baik dan benar diantaranya:1. Handover dilakukan pada setiap pergantian shift dengan waktu yang cukup panjang agar tidak terburu-buru.2. Pelaksanaan hadover harus dihadiri oleh semua perawat, kecuali dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan pasien.3. Perawat yang terlibat dalam pergantian shift harus dikoordinasikan untuk mengetahui informasi ke, dari, dan shift selanutnya.4. Serah terima umumnya diadakan di pagi hari, namun serah terima juga diperlukan pada setiap pergantian shift.5. Serah terima pada shift pagi memungkinkan tim untuk membahas penerimaan pasien rawat inap dan merencanakan apa yang akan dikerjakan.6. Serah terima antar shift, harus dilakukan secara menyeluruh, agar peralihan ini menjamin perawatan pasien sehingga dapat dipertahankan jika perawat absen untuk waktu yang lama, misalnya saat akhir pekan atau ketika mereka pergi berlibur (Triwibowo, 2013)

II.2.9. Pemilihan Tempat Untuk Pelaksanaan Timbang TerimaAustralian Medical Association (AMA) (2006) dalam Triwibobo (2013) menjelaskan tempat yang tepat pada saat akan dilakukan handover. Pertama yaitu idealnya dilakukan di ruang perawat atau nurse station. Kedua, tempatnya luas dan besar sehingga memberikan kenyamanan dan memungkinkan semua staf menghadiri dalam pelaksanaan handover. Ketiga, bebas dari gangguan (Gangguan yang dapat mengganggu proses serah terima misalnya : pager, telpon, handphone, suara peralatan, alarm dan berbicara) sehinga berkontribusi dalam meningkatkan kesulitan untuk mendengar laporan dan dapat menakibatkan penerimaan informasi yang tidak tepat. Terakhir yaitu terdapat hasil lab, x-ray, dan informasi klinis lainnya

II.2.10. Proses Timbang Terima (Handover)Menurut Triwibowo (2013) dan Nursalam (2011) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur ini meliputi :1. Persiapan :a. Kedua kelompok sudah dalam keadaan siap.b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.2. Pelaksanaan :Penerapan sistem modifikasi asuhan keperawatan primer yang mengganti jaga pada shift berikutnya :a. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift.b. Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan dengan masalah keperawatan pasien, rencana yang sudah ada belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu dibicarakan.c. Hal-hal yang bersifat khusus dan memerlukan perincian yang lengkap sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diberikan kepada perawat berikutnya.d. Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah:1) Identitas pasien dan diagnosa medis.2) Masalah keperawatan yang mungkin masih muncul.3) Tindakan keperawatan yang belum dan sudah dilaksanakan.4) Intervensi kolaboratif dan independensi.5) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan selanutnya, diantaranya operasi, pemeriksaan laboratorium, atau pemeriksaan penunang lainnya, persiapan untuk konsultasi atau prosedurlainnya yang tidak dilakukan secara rutin.6) Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang dilakukan pada saat timbang terima dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang kurang elas.7) Penyampaian pada saat timbang terima secara singkat dan jelas.8) Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi khusus yang memerlukan penjelasan lengkap dan rinci.9) Pelaporan timbang terima dituliskan secara langsung pada buku laporan ruangan oleh perawat primer.3. Post timbang terima 1) DiskusiSetelah melakukan timbang terima selesai, perawat kembali ke nurse station untuk berdiskusi.2) Pelaporan untuk overan dituliskan secara langsung pada format overan yang ditandatangani oleh PP yang jaga saat itu dan PP yang jaga berikutnya diketahui oleh Kepala Ruang3) Ditutup oleh Karu.

II.2.11. Alur Timbang Terima (Handover)

PersiapanPasien

Diagnosa Medis Masalah KolaboratifRencana TindakanMasalah :Teratasi Belum teratasiMuncul Masalah BaruYang telah dilakukanDiagnosa KeperawatanPerkembangan Keadaan PasienYang akan dilakukan

Pelaksanaan

Post timbang terima

Skema 2.1. Alur HandoverSumber : Nursalam (2011), Rush (2012)

II.2.12. Hal-Hal Yang Perlu DiperhatikanMenurut Nursalam (2011), hal-hal yang perlu diperhatikan dalm timbang terima adalah :1. Dilakukan tepat pada waktu pergantian shift2. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (PP)3. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas 4. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis, dan menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien5. Overan harus berorientasi pada permasalahan pasien6. Pada saat overran di kamar pasien, menggunakan volume suara yang cukup sehingga pasien disebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi klien. Sesuatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara langsung di dekat pasien7. Sesuatu yang mungkin membuat klien terkejut dan syok sebaiknya dibicarakan di nurse station.

II.2.13. Hambatan Pelaksanaan Timbang Terima (Handover)Engesmo & Tjora (2006); Scovell (2010) dan Sexton et al (2004) dalam Triwibowo (2013) menyatakan faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan timbang terima atau handover, yaitu perawat tidak hadir pada serah terima, perawat tidak peduli dengan serah terima, misalnya perawat yang keluar masuk pada saat serah terima, perawat yang tidak mengikuti serah terima maka mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien saat ini.Hughes (2008) dalam Triwibobo (2013) membuat sebuah ringkasan tentang masalah dan hambatan faktor individu, kelompok dan organisasi dalam proses serah terima pasien menurut hasil kajian literature berbasis bukti, sebagai berikut :

1. Faktor eksternal dan internal individu atau kelompoka. KomunikasiMasalah : bahasa dapat menyebabkan masalah dalam beberapa cara serah terima pasien. Dalek yang berbeda aksen dan nuansa dapat disalahpahami atau dditafsirkan oleh perawat menerima laporan. Singkatan dan akronim yang unuk untuk pengaturan pelayanan keperawatan tertentu memungkinkan membingungkan bagi seorang perawat yang bekera di lingkungan berbeda atau khusus. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :1) Serah terima pasien face-to-face lebih disukai untuk memungkinkan pertukaran informasi ferbal dan nonverbal yang interaktif.2) Standarisasi bentuk, datar, atau alat sehingga semua pengguna akan memahami informasi dari konteks yang sama.3) Memungkinkan peluang untuk mengaukan pertanyaandan klarifikasi selama serah terima pasien.4) Gunakan kebiasaan membaca kembali dan mengulang kembali untuk mengurangi kesalahan komunikasi.5) Gunakan klariikasi fonetik dan angka.6) Berbicara sederhana, langsung, jelas dan spesifik dalam deskripsi pasien dan situasi terkini.7) Hindari penggunaan singkatan istilah atau argon yang tidak dapat dipahami secara bersama.8) Memberikan deinisi pada istilah yang ambigu.9) Memungkinkan penerima untuk meninau ringkasan yang relevan dan informasi saat ini.

b. GangguanMasalah: faktor-faktor situasional selama serah terima pasien yang dpaat berkontribusi sebagai gangguan. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan: melakukan serah terima pasien dilokasi/lingkungan yang dapat meminimalkan gangguan.c. InterupsiMasalah: interupsi dilaporkan sering terjadi dalam pengaturan peraawtan kesehatan. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan : membatasi dan mencegah interupsi dan menyediakan cakupan tugas selama serah terima pasien untuk mendukung transisi informasi yang terfokus.d. KebisinganMasalah : latarbelakang suara seperti : pager, telepon, telepon selelular, suara peralatan, alarm, berbicara, berkontribusi dalam meningkatkan kesulitan untuk mendengar laporandan dapat mengakibatkan tafsiran informasi yang tidak tepat. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan ada tiga.1) Menyediakan lokasi/lingkungan serah terima pasien yang memungkinkan mereka jelas dalam mendengar inormasi.2) Gunakan kebiasaan membaca kembali dan mengulang kembali untuk mengurangi kesalahan komunikasi.3) Gunakan klarifikasi fonetik dan angka.

e. KelelahanMasalah : peningkatan kesalahan dapat teradi oleh perawat yang bekerja pada shift yang berkepanangan. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan : batasi jumlah jam kerja untuk mengurangi kelelahan dan kesalahan.

f. MemoriMasalah : memori angka pendek dan daya penyimpanan yang terbatas teradi ketika seumlah besar infomasi yang dikonmunikasikan selama serah terima pasien. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan ada tiga. Petama, desain system untuk mengurangi ketergantungan pada memori. Kedua, gunakan formulir para cetak informasi pasien utnuk akurasi dan kelengkapan informasi dalam kegiatan serah terima. Ketiga, menyediakan layanan kesehatan dengan akses data yang baik untuk mengurangi ketergantungan pada memori saat serah terima pasien.

g. Pengetahuan / pengalamanAdapun masalah yang biasa ditemui oleh perawat pemula saat serah terima pasien adalah perawat pemula dan perawat ahli memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda, perawat pemula mungkin menghadapi masalah dengan serah terima pasien, perawat pemula mungkin memerlukan informasi tambahan yang lebih selama serah terima pasien.Terdapat empat strategi yang digunakan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan. Pertama, dukung perawat pemula dengan orientasi dan pembimbing. Kedua, menyediakan program pendidikan berkelanutan pada strategi serah terima pasien yang efektif. Ketiga, menyediakan konsultan pengalaman untuk perawat yang kurang pengalaman karena mereka mungkin belum memiliki keahlian untuk pemecahan masalah. Keempat, memberikan informasi tekait yang keomprehensif, tetapi menghindari overload selama serah terima pasien.

h. Komunikasi tertulisMasalah: mencoba menafsirkan catatan yang tidak terbaca, mungkin akan membuat kesalahan dalam komunikasi. Strategi unutk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan, yaitu menggunakan strategi elektronik untuk emngurangi masalah pada catatan pasien, yang tidak terbaca dan menggunakan standar proses untuk memastikan informasi penting yang akan dan telah dikomunikasikan dalam serah terima pasien.

i. Variasi dalam prosesMasalah : mungkin ada varians yang luas dalam melakukan cara serah terima pasien yang dapat menyebabkan kelalaian dari informasi penting dan berkontribusi untuk kesalahan dalam tindakan dan obat-obatan. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan, yaitu mengadopsi pendekatan standar yang konsisten untuk emngurangi kesalahan serah terima pasien, mengkomunikasikan informasi penting tentang proses perawatan pasien, mengembangkan dan menerapkan proses yang sistematis unutk manajemen obat pasien (Triwibowo, 2013).

2. Faktor organisasia. Budaya organisasiMasalah : budaya organisasi yang tidak memiliki cukup perhatian pada keselamatan pasien, staf mungkin enggan untuk melaporkan masalah atau mungkin tidak merasa nyaman mengajukan pertanyaan bila ada hal yang jelas saat serah terima pasien. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan : 1) Mendukung pengembangan budaya dalam menaga keselamatan pasien, dimana pelaporan kesalahan dan masalah terkait budaya dapat didorong dan diterima sebagai keunikan.2) Mendorong pengembangan learning culture dan a just culture

b. HirarkiMasalah : struktur hirarkis dapat menghambat komunikasi terbuka. Perawat mungkin merasa tidak nyaman mengajukan pertanyaan untuk mengklarifikasi informasi atau mungkin merasa terintimidasi. Strategi untuk mengurangi masalah dan meningkatkan keselamatan :1) Mempromosikan budaya keamanan pelayanan dalam mendukung komunikasi terbuka.2) Mengembangkan protokol atau kebijakan yang/endukung budaya salaing menghargai, kolaborasi kolegalitas, dan antara semua perawat serta penyediaan layanan kesehatan lain dengan prinsip multidisipliner.3) Memberikan pendidikan untuk semua tingkat hirarki penyedia layanan kesehatan pada strategi komunikasi yang efektif.c. Sistem dukunganMasalah : kurangnya waktu untuk mengakses informasi dan laporan lengkap akan mengurangi waktu untuk mengajukan pertanyaan dan jawaban pada saat serah terima pasien. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan, pertama adalah yakinkan bahwa ada waktu untuk menyelesaikan laporan serah terima pasien. Kedua, mengakui bahwa serah terima pasien membutuhkan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan interaktif dan awaban. Ketiga, mengembangkan system yang mendukung operasional yang efisien dalam pengambilan data pada waktu yang tepat degnan inormasi akurat yang akan disampaikan kepada perawat penerima shift berikutnya.

d. Infra strukturMasalah : mungkin ada infrastruktur yang tidak memadai untuk kegiatan serah terima pasien yang efektif. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan, yaitu pemimpin perlu mempromosikan desain dan implementasi sistem dalam suatu lingkungan untuk memberikan perawatan pasien yang aman, menyediakan sumberdaya manusia yang memadai, peralatan, teknologi, dan kesempatan pendidikan untuk mempromosikan serah terima pasien yang optimal, libatkan perawat dalam desain kerja

e. Pengiriman pasien (dalam organisasi perawatan kesehatan)Masalah: peningkatan jumlah pengiriman pasien akan meningkatkan kebutuhan untuk serah terima pasien yang mungkin akan berdampak pada keselamatan pasien. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan, yaitu pertimbangkan model perawatan kesehatan dengan desain yang meminimalkan mengiriman pasien dan setarakan perawat dalam desain proses serah terima pasien.f. Keterbatasan tuang untuk serah terima pasienMasalah: lingkungan mungkin tidak kondusi untuk melakukan serah terima paseien. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan : sertakan penyedia layanan kesehatan dalam desain lingkungan kerja sehingga kebutuhan ruang yang memadai dan konfigurasinya dapat teridentifikasi.

g. Keterbatasan teknologi dan penggunaan catatan dan laporan manual/kesulitan mengakses informasi penting.Masalah : kurangnya inormasi dapat membuat catatan dalam bentuk kertas menadi tebal, ditambah dengan laporan yang harus diruuk untuk serah terima ke unit atau fasilitas kesehatan lain. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan, yakni desain system elektronik yang mendukung dalam kemudahan pengambilan data yang akurat dan tepat waktu serta menyediakan proses perencanaan yang memadai, infrastruktur, sumber daya manusia dan pendidikan untuk keberhasilan mengimplementasikan serah terima pasien berbasis dukungan perangkat elektronik.

h. Budaya organisasi yang berbedaMasalah: masing-masing organisasi mungkin mendapatkan tujuan fokus, dan sumberdaya yang berbeda. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan : mengembangkan proses antara organisasi pengirim dan penerima pasien untuk menamin kedua organisasi sadar akan persyaratan utnuk serah terima pasien.

i. Intra atau ekstra sistem pengirim pasienMasalah : pengiriman pasien ke asilitas dalam suatu system pelayanan kesehatan dapat menciptakan masalah lebih sedikit daripada pengiriman pasien ke penyedia laanan kesehatan yang lain, kemungkinan terdapat penggunaan bentuk pengaturan dan teknologi yang berbeda. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan adalah berusaha untuk merancang sistem, proses, dan kebiakan yang memungkinkan untuk kolaborasi efisiensi inormasi penting antara organisasi dalam serah terima pengiriman pasien, proses serah terima obat-obatan harus selesai dan dituntaskan saat serah terima, menghilangkan hambatan komunikasi, menjamin komunikasi dua arah antar kedua penyedia layanan kesehatan, melibatkan komunikasi lisan, tertulis dan elektronik, memantau proses serah terima pasien untuk pelung perbaikan kearah yang lebih baik.

j. Keterbatasan tenagaMasalah pada keterbatasan tenaga adalah kekurangan tenaga dapat berkontribusi untuk kesenangan dalam penyampaian informasi saat serah terima pasien.Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan adalah mengalokasikan sumberdaya manusia yang memadai untuk mendukung dan memenuhi kebutuhan perawatan pasien, memantau proses serah terima pasien untuk pelung perbaikan kearah yang lebih baik.

k. Kegagalan peralatan Masalah pada kegagalan peralatan yang timbul adalah sejumlah perangkat yang digunakan dalam serah terima pasien dapat saja gagal berfungsi. Informasi penting tidak dapat disampaikan jika terjadi kegagalan pada perangkat elektronik.Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan, yaitu menindaklanjuti informasi penting utnuk menjamin sudah tersampaikan dan diterima, monitor, mengganti peralatan, dan perlengkapan untuk mengurangi kegagalan komunikasi, upgrade peralatan untuk meningkatkan proses komunikasil. Garis tanggung jawabMasalah : saat situasi serah terima pasien, mungkin ada staf yang tidak jelas tanggung jawabnya kepada pasien atau situasi yang berlangsung. Jika tanggung jawab untuk perawatan pasien dan tindak lanjut tidak jelas digambarkan, maka menyebabkan staf tersebut meraba-raba tentang tanggung jawabnya.Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan adalah bila perlu gunakan pemaksaan untuk menunjukan tanggung jawab staf dalam proses serah terima pasien, ambigu dalam transfer tanggung jawab, jelas mengidentifikasi tanggungjawab pada saat transisi pergantian shift.

m. Batasan waktu yang ketatMasalah batasan waktu yang ketat yaitu kendala pada saat serah terima pasien dapat menyebabkan pembuatan laporan yang terburu-buru dan tidak lengkap.Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan adalah yakinkan pada waktu untuk berinteraksi dan tanya jawab selama serah terima pasien dan memungkinkan penerima informasi menunjukan informasi untuk meninjau informasi yang relevan.

n. Situasi darurat / kegiatan kritisSerah terima pasien dalam situasi kritis menimbulkan sejumlah maslah. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan adalah tetap untuk menelesaikan serah terima pasien sampai jelas bahwa informasi kritis telah diterima dan transfer tanggung jawab telah terjadi, mungkin perlu menunda serah terima pasien dalam situasi kritis untuk memastikan masalah penting yang perlu dibahas dan ditangani terlebih dahulu, hati-hati dalam situasi darurat, harus dipastikan semua informasi yang dikirim dan dterima akurat atau menjamin kelangsungan perawatan keselamatan pasien.o. Kode statusKode status dapat tidak tercantum dalam laporan serah terima pasien dan tidak didokumentasikan dalam catatan medis, sehingga informasi tidak dapat diakses. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan, yaitu kode status pasien sangat perlu didokumentasikan dan dikomunikasikan dan mengkomunikasikan kode status saat serah terima pasien.p. Pasien kronis atau labilMasalah : perawat yang akan menyelesaikan dan akan melaksanakan shift. Mungkin dapat memandang situasi pasien secara berbeda, dan situasi pasien dapat terus berubah selama trasnsisi pergantian shift. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan : laporan di samping tempat tidur pasien, memberi kesempatan untunk mengamati pasien secara bersama, memecahkan masalah bersama,, mengklarifikasi isu, dan menamin kesinambungan perawatan dan upaya untuk mengurangi kesalahan / meningkatkan keselamatan kegiatan serah terima pasien dalam pelayanan keperawatan dapat mencegah kerugian bagi pasien ang disebabkan oleh kesalahan/hambatan karena faktor individu, kelompok, dan organisasi. Indikator pelayanan keperawatan berkualitas dapat dicapai dengan salah satu cara dari berbagai upaya yang tersedia, antara lain: melaksanakan serah teria pasien oleh perawat, tenaga kesehatan lain, maupun organisasi secara bertanggung jawab dan bertanggung gugat.

q. Variabel sumber daya, setelah selesai shiftPengiriman atau serah terima pasien setelah jam kerja/shift sering terjadi ketika sumberdaya kurang tersedia, hal ini dapat meningkatkan kemungkinan kehilangan informasi. Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan adalah yakinkan informasi penting terdokumentasi dan terkirim, yakinkan bahwa semua informasi tentang obat-obatan di dokumentasikan dan diterima, koordinasi cakupan staf ang memadai untuk mendukung pengiriman dan serah terima perawatan pasien, berkomunikasi dan menginformasi pernerimaan pasien dan memungkinkan pertukaran informasi penting (Triwibowo, 2013).

II.2.14. Evaluasi1. Struktur (Input)Pada overran, sarana dan prasarana yang menunjang telah tersedia, yaitu catatan overan, status klien dan kelompok shift overran. Kepala ruangan selalu memimpin kegiatan overan yang dilaksanakan pada pergantian shift yaitu malam ke pagi, pagi ke sore. Kegiatan overan pada shift sore ke malam dipimpin oleh perawat primer yang bertugas saat itu. 2. Proses Proses overan dipimpin oleh kepala ruang dan dilaksanakan oleh seluruh perawat yang bertugas maupun yang akan mengganti shift. Perawat primer menoperkan ke perawat primer berikutnya yang akan mengganti shift. Overan pertama dilakukan di nurse station kemudian ke ruang perawatan pasien dan kembali lagi ke nurse station. Isi overan mencakup jumlah pasien, diagnose keperawatan, intervensi yang belum/sudah dilakukan. Setiap pasien tidak lebih dari lima menit saat klarifikasi ke pasien.3. HasilOveran dapat dilaksanakan setiap pergantian shift. Setiap perawat dapat mengetahui perkembangan pasien. Komunikasi antar perawat berjalan dengan baik (Nursalam, 2011).

II.3. Karakteristik Perawat II.3.1. UmurDefinisi umur nenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Lamanya waktu hidup atau ada sejak dilahirkan. Umur berkaitan dengan kedewasaan atau maturitas seseorang. Kedewasaan adalah tehnis dalam melaksanakan tugas-tugas maupun kedewasaan psikologis. Menurut Siagian (2001) dalam Kurniadi (2013) menyatakan, semakin lanjut usia seseorang semakin meningkat pula kedewasaan tehnis maupun psikologisnya, serta menunjukkan kematangan jiwa. Umur semakin meningkat akan meningkat pula kebijakan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan., berpikir rasional, mengendalikan emosi dan bertoleransi terhadap pandangan orang lain.Menurut Hasibuan (1995) dalam Kurniadi (2013) karyawan yang masih muda tuntutan kepuasan kerjanya tinggi, sedangkan karyawan yang tua tuntutabn kepuasan kerja dapat tercipta karena adanya persepsi yang positif terhadap sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaannya. Kurniadi (2013) menyatakan pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2004) yang menyatakan bahwa ada kecenderungan karyawan yang tua merasa puas daripada karyawan yang berumur relative muda.Umur seseorang dalam bekerja berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kepuasan kerja. Rendahnya kepuasan kerja timbul pada karyawan berusia 20 sampai 30 tahun (Gilmer, 1996 dalam Asad 2003). Hal ini berbeda dengan pendapat Artiselli dan Brown (1995 dalam Asad, 2003) yang menyatakan usia 25 sampai 30 tahun antara 45 hingga 54 tahun sering timbul ketidakpuasan terhadap pekerjaannya. Wahab (2001) yang meneliti hubungan antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat Labuan Baji Makasar tahun 2001 didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara usia perawat dan kepuasan kerja (Kurniadi, 2013). Penelitian Mulyaningsih (2012) menyatakan sebagian besar perawat di RSJD Surakarta berusia 0,20 s.d 0,40Agak reliabel

>0,40 s.d 0,60Cukup reliabel

>0,60 s.d 0,80Reliabel

>0,80 s.d 1,00Sangat reliabel

IV.8. Pengolahan DataMenurut Setiadi (2007), pengolahan data dapat digolongkan menjadi:1. EditingEditing adalah memeriksa setiap lembar kuisioner dieperiksa untuk memastikan bahwa setiap pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner telah terisi semua.2. CodingCoding adalah mengklasifikasikan jawaban dari responden ke dalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara member tanda atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.3. ScoringScoring adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data).4. Entry DataEntry data merupakan jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan dalam table dengan cara manual atau melalui pengolahan computer.5. CleaningCleaning yaitu proses yang dilakukan setelah data masuk ke dalam computer. Data akan diperiksa apakah ada keselahan atau tidak, jika terdapat data yang salah, oleh proses cleaning ini.

6. Tabulasi LangsungSistem pengolahan data langsung yang ditabulasi oleh kuisioner. Metode ini juga merupakan metode paling sederhana bila dibandingkan dengan metode yang lain. Tabulasi ini dilakukan dengan memasukkan data dari kuisioner ke dalam kerangka table yang telah disipakan, tanpa proses perantara yang lain. Tabulasi langsung biasanya dilakukan dengan system tally yaitu cara menghitung data menurut klasifikasi yang telah ditentukan. Cara lain adalah kuisioner dikelompokkan menurut jawaban yang diberikan, kemudian dihitung jumlahnya, lalu dimasukkan ke dalam tabel yang telah dipersiapkan. Dengan cara ini kemungkinan salah karena lupa dapat diatasi. Kelemahannya adalah pengaturannya menjadi rumit bila jumlah klasifikasi dan sampelnya besar.7. KomputerMengolah data dengan komputer peneliti terlebih dahulu perlu menggunakan program tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang sudah dipersiapkan secara khusus dapat ditambahkan bahwa dalam ilmu-ilmu social banyak sekali digunakan program SPSS (Statitical Program For Sosial Sciences). Dengan mengguanakan program tersebut dapat dilakukan tabulasi sederhana, tabulasi silang, regresi, korelasi, analisa faktor dan berbagai tes statisitik.

IV.9. Analisa DataNotoatmodjo (2012) menjelaskan analisa data suatu penelitian, biasanya melalui prosedur bertahap, antara lain :1. Analisis univariate (analisis deskriptif)Analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.

Tabel 4.5 Analisa UnivariatNo.VariabelSub VariabelJenis DataCara Analisa

1. Karakteristik perawatUmurOrdinal Frekuensi dan presentase

2. Jenis KelaminNominalFrekuensi dan presentase

3. Tingkat PendidikanOrdinal Frekuensi dan presentase

4. Masa KerjaOrdinal Frekuensi dan presentase

5. Independen (bebas)Timbang terimaOrdinal Frekuensi dan presentase

6. Dependen (terikat)Kinerja perawatOrdinal Frekuensi dan presentase

2. Analisa Bivariat Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variable dependen melalui uji Chi Square. Uji ini digunakan untuk melihat hubungan antara variable independen yaitu timbang terima dengan variabel dependen yaitu kinerja perawat.Tingkat kemaknaan dan derajat kebebasan yaitu P= 0,05. Nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil uji, kemudian dibandingkandengan nilai alpha. Apabila P = alpha, maka H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan hubungan antara variable tersebut.

Keterangan := penjumlahanX= nilai Chi SquareO = frekuensi pengamatan untuk tiap kategoriE = frekuensi yang diharapkan untuk tiap kategori

Setelah didapatkan nilai dari X2 maka dibandingkan dengan nilai dari X2 tabel maka akan di dapat criteria pengujian sebagai berikut:HO diterima (H1 ditolak) apabila X2 X2 tabelHO ditolak (H1 diterima ) apabila X2 X2 tabelDapat juga dengan membandingkan nilai P value dengan nilai alpha (0,05)HO diterima (H1 ditolak) apabila P-value nilai alpha (0,05)HO ditolak (H1 diterima) apabila P-value nilai alpha (0,05)Tabel 4.6 Analisa BivariatVariabel IndependenVariabel DependenJenis DataAnalisa Data

Persiapan Timbang TerimaKinerja PerawatKategorik Uji Chi Square

Pelaksanaan Timbang TerimaKinerja PerawatKategorik Uji Chi Square

Post OveranKinerja PerawatKategorik Uji Chi Square

Timbang TerimaKinerja PerawatKategorik Uji Chi Square

3. Oods Ratio (OR)Untuk mengetahui derajat hubungan dua variabel digunakan perhitungan Odds Ratio. Nilai Odds merupakan nilai estimasi terjadinya outcome sebagai pengaruh adanya variabel independen, dimana perubahan suatu unit variabel independen akan menyebabkan perubahan sebesar nilai OR pada variabel independen. Estimasi confidence interval OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%.Interpretasi odds ratio adalah sebagai berikut :OR = 1 ; artinya tidak ada hubunganOR < 1; artinya ada efek proteksi atau perlindunganOR < 1; artinya sebagai factor resiko

Analisis bivariat dalam penelitian ini meliputi variabel :1. Hubungan persiapan timbang terima dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.2. Hubungan pelaksanaan timbang terima dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.3. Hubungan post timbang terima dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.4. Hubungan timbang terima dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta.