suku sasak.docx

Upload: hellman1987

Post on 07-Feb-2018

265 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    1/26

    Suku Sasakadalah sukubangsa yang mendiami pulauLombokdan menggunakanbahasa Sasak.

    Sebagian besar suku Sasak beragamaIslam,uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak,

    terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni IslamWetuTelu,namun hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan praktek ibadah seperti itu. Ada pula

    sedikit warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama

    "sasak Boda".

    Asal Nama

    Asal nama sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan. Dalam KitabNegara Kertagama kata Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok. YakniLombok Sasak

    Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata "sa'-saq"

    yang artinya yang satu. Kemudian Lombok berasal dari kataLomboqyang artinya lurus. Maka

    jika digabung kata Sa' Saq Lomboq artinya sesuatu yang lurus. banyak juga yangmenerjemahkannya sebagai jalan yang lurus. Lombo Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan

    dari kakawin Nagarakretagama ( Desawarnana ), sebuah kitab yang mnemuat tentang kekuasaan

    dan kepemerintahaan kerajaan Majapahit, gubanan Mpu Prapanca. kata "lombok" dalam bahasakawi berarti lurus atao jujur, "Mirah" berarti permata, "sasak" berarti kenyataan dan "adi" artinya

    yang baik atau yang utama. Maka Lombok Mirah Sasak Adi berarti kejujuran adalah permata

    kenyataan yang baik atau utama.

    Adat

    Adat istiadat suku sasak dapat anda saksikan pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuanapabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu

    kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan merarikatauselarian.

    Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan kepada pihakkeluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang, ini yang disebut denganmesejatiatau semacam pemberitahuan kepada keluarga perempuan. Setalah selesai makan akan

    diadakan yang disebut dengan nyelabaratau kesepakatan mengenai biaya resepsi.

    Mengenal dan Penelitian Adat Istiadat Suku Sasak - Pulau Lombok adalah sebuah pulau di

    kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di

    sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa.

    Lombok yang terkenal sebagai tempat wisata yang indah ini, dihuni oleh satu suku yang unik

    kebudayaannya untuk diketahui lebih dalam lagi.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Lombokhttp://id.wikipedia.org/wiki/Lombokhttp://id.wikipedia.org/wiki/Lombokhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sasakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sasakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sasakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Wetu_Teluhttp://id.wikipedia.org/wiki/Wetu_Teluhttp://id.wikipedia.org/wiki/Wetu_Teluhttp://id.wikipedia.org/wiki/Wetu_Teluhttp://id.wikipedia.org/wiki/Wetu_Teluhttp://id.wikipedia.org/wiki/Wetu_Teluhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sasakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Lombok
  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    2/26

    Dengan letak geografis antara 116o - 117o

    Bujur Timur dan 8o -9o Lintang Selatan.

    Pulau ini berbentuk menyerupai bentuk bulat dan juga berbentuk semacam ekor di sisi barat

    daya yang panjangnya kurang lebih 70 km.

    Luas pulau ini juga mencapai 5.434 km2. Menurut data dari Kabupaten Lombok Timur, pada

    tahun 2007 jumlah penduduk 1.067.673 jiwa yang terdiri atas 486.645 jiwa (45,63%) laki-lakidan perempuan 581.028 jiwa.

    Nenek moyang Suku Sasak berasal dari campuran penduduk asli Lombok dengan para pendatang

    dari Jawa Tengah yang terkenal dengan julukan Mataram, pada jaman Raja yang bernama RakaiPikatan dan permaisurinya Pramudhawardani. Kata sasak itu sendiri berasal dari kata sak-sakyang artinya sampan. Karena moyang orang Lombok pada jaman dulu berjalan dari daerahbagian barat Lomboq(lurus) sampai kearah timur terus menuju sebuah pelabuhan di ujung timur

    pulau yang sekarang bernama Pelabuhan Lombok. Mereka banyak menikah dengan pendudukasli hingga memiliki anak keturunan yang menjadi raja sebuah kerajaan yang didirikan yang

    bernama Kerajaan Lombok yang berpusat di Pelabuhan Lombok. Setelah beranak pinak, sebagai

    tanda kisah perjalanan dari Jawa memakai sampan (sak-sak), mereka menamai keturunannya

    menjadi suku Sak-sak, yang lama-kelamaan menjadi Sasak.

    http://2.bp.blogspot.com/-Ss8I4lHLSrM/Tqerw0vwXxI/AAAAAAAAAKg/txuXBCla9Rc/s1600/suku_sasak_tribe.jpg
  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    3/26

    RUMAH ADAT SASAK

    Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di Lombok, NTB.

    Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam

    dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut,

    suku Sasak disebut Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi. Jika saat kitab tersebut dikarang suku

    Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis

    sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikantradisinya.

    Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan Sasak adalah bentuk bangunan rumah adatnya.

    Rumah bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya nilai estetika dan

    pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya. Rumah adat

    Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak

    sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah. Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-

    alang, dindingnya dari anyaman bambu, hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada

    jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar

    (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan

    sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.

    Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan

    peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa

    empat persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem

    geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan

    lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami.

    Undak-undak (tangga), digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem.

    Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah pola

    pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan

    keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi

    kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek

    perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduksetempat.

    Bentuk rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan Kerajaan Karang Asem

    (abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan dengan arsitektur Bali. Selain tempat

    berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan kehidupan sederhana para penduduk

    di masa lampau yang mengandalkan sumber daya alam sebagai tambang nafkah harian,

    sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah. Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah,

    getah pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada dalam batu

    http://4.bp.blogspot.com/_3iCQlpv5s6A/R3JP7nWNnyI/AAAAAAAAADY/QefMOzhwAVc/s1600-h/sasak.jpg
  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    4/26

    bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau atau kuda di bagian

    permukaan lantai. Materi membuat lantai rumah itu berfungsi sebagai zat perekat, juga guna

    menghindari lantai tidak lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di Dusun Sade,

    mengingat kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang merupakan

    jenis tanah di dusun itu.

    Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan perspektif Islam. Anak tanggasebanyak tiga buah tadi adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati. Juga

    sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang empat simbol syariat Islam:

    Al Quran, Hadis, Ijma, Qiyas). Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi

    rumahnya. Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak

    bungsu berada di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam

    bersikap dan berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.

    Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna bahwa yang tua lebih dulu

    menerima/menikmati kehangatan matahari pagi ketimbang yang muda yang secara fisik lebih

    kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah, manusia

    berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa

    pintu rumahnya menghadap timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam

    (barat/kiblat). Tamu pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif pendek.

    Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak langsung mengisyaratkan sebuah etika atau

    wujud penghormatan kepada tuan rumah dari sang tamu.

    Kemudian lumbung, kecuali mengajarkan warganya untuk hidup hemat dan tidak boros sebab

    stok logistik yang disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu, misalnya

    sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu tidak boleh dikuras habis, melainkan

    disisakan untuk keperluan mendadak, seperti mengantisipasi gagal panen akibat cuaca dan

    serangan binatang yang merusak tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada

    salah satu anggota keluarga meninggal.

    Berugak yang ada di depan rumah, di samping merupakan penghormatan terhadap rezeki yangdiberikan Tuhan, juga berfungsi sebagai ruang keluarga, menerima tamu, juga menjadi alat

    kontrol bagi warga sekitar. Misalnya, kalau sampai pukul sembilan pagi masih ada yang duduk

    di berugak dan tidak keluar rumah untuk bekerja di sawah, ladang, dan kebun, mungkin dia

    sakit.

    Sejak proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan atau istri diutamakan.

    Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap selebar kepala istri, tinggi penyimpanan alat dapur

    (sempare) harus bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar pintu rumah seukuran tubuh istri.

    Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan secara gotong-royong meski makan-minum,

    berikut bahan bangunan, disediakan tuan rumah.

    Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi)

    secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan

    berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang

    merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk) bale

    (penunggu rumah), dan sebaginya.

    Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor-

    faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    5/26

    perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya

    seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang

    dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.

    Pemilihan Waktu dan Lokasi

    Untuk memulai membangun rumah, dicari waktu yang tepat, berpedoman pada papan warigeyang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Tidak semua orang mempunyai

    kemampuan untuk menentukan hari baik, biasanya orang yang hendak membangun rumah

    bertanya kepada pemimpin adat. Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik

    untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas

    penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang

    menentukan hari baik berdasarkan nama orang yang akan membangun rumah. Sedangkan

    bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan

    Muharram dan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat,

    rumah yang dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit

    rizqi, dan sebagainya.

    Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam

    menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat

    dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan

    membangun tumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur,

    dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan

    membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu

    ada. Menurut mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-

    lenget).

    Sementara material yang dibutuhkan untuk membangun rumah antara lain: kayu-kayupenyangga, bambu, anyaman dari bambu untuk dinding, jerami dan alang-alang digunakanuntuk membuat atap, kotaran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskanlantai, getah pohon kayu banten dan bajur, abu jerami, digunakan sebagai bahan campuranuntuk mengeraskan lantai.(*)

    BeritaPolitikHumanioraEkonomiHiburanOlahragaLifestyleWisataKesehatanTeknoMediaMuda

    GreenLipsusFiksianaFreez

    Home

    Humaniora

    Sosbud

    Artikel

    http://www.kompasiana.com/channel/peristiwahttp://www.kompasiana.com/channel/polhukamhttp://www.kompasiana.com/channel/polhukamhttp://www.kompasiana.com/channel/humaniorahttp://www.kompasiana.com/channel/humaniorahttp://ekonomi.kompasiana.com/http://ekonomi.kompasiana.com/http://hiburan.kompasiana.com/http://hiburan.kompasiana.com/http://olahraga.kompasiana.com/http://olahraga.kompasiana.com/http://lifestyle.kompasiana.com/http://lifestyle.kompasiana.com/http://wisata.kompasiana.com/http://wisata.kompasiana.com/http://kesehatan.kompasiana.com/http://kesehatan.kompasiana.com/http://teknologi.kompasiana.com/http://teknologi.kompasiana.com/http://media.kompasiana.com/http://media.kompasiana.com/http://www.kompasiana.com/channel/mudahttp://www.kompasiana.com/channel/mudahttp://www.kompasiana.com/channel/mudahttp://green.kompasiana.com/http://www.kompasiana.com/specialeventshttp://www.kompasiana.com/specialeventshttp://fiksiana.kompasiana.com/http://fiksiana.kompasiana.com/http://freez.kompasiana.com/http://freez.kompasiana.com/http://freez.kompasiana.com/http://www.kompasiana.com/homehttp://www.kompasiana.com/homehttp://www.kompasiana.com/channel/humaniorahttp://www.kompasiana.com/channel/humaniorahttp://sosbud.kompasiana.com/http://sosbud.kompasiana.com/http://www.kompasiana.com/homehttp://www.kompasiana.com/homehttp://www.kompasiana.com/homehttp://www.kompasiana.com/homehttp://sosbud.kompasiana.com/http://www.kompasiana.com/channel/humaniorahttp://www.kompasiana.com/homehttp://freez.kompasiana.com/http://fiksiana.kompasiana.com/http://www.kompasiana.com/specialeventshttp://green.kompasiana.com/http://www.kompasiana.com/channel/mudahttp://media.kompasiana.com/http://teknologi.kompasiana.com/http://kesehatan.kompasiana.com/http://wisata.kompasiana.com/http://lifestyle.kompasiana.com/http://olahraga.kompasiana.com/http://hiburan.kompasiana.com/http://ekonomi.kompasiana.com/http://www.kompasiana.com/channel/humaniorahttp://www.kompasiana.com/channel/polhukamhttp://www.kompasiana.com/channel/peristiwa
  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    6/26

    Sosbud

    Harja Saputra

    TERVERIFIKASI

    Jadikan Teman|Kirim Pesan

    Profile at http://www.harjasaputra.com

    0inShare

    Budaya Unik Suku Sasak: Menculik Calon Pengantin

    HL| 11 September 2012 | 09:14 Dibaca:932 Komentar: 19 5 menarik

    Pengantin diarak setelah prosesi pernikahan pada suku sasak Lombok (harjasaputra)

    http://www.kompasiana.com/harjasaputrahttp://sosbud.kompasiana.com/2012/09/11/budaya-unik-suku-sasak-menculik-calon-pengantin/http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/11/budaya-unik-suku-sasak-menculik-calon-pengantin/http://www.kompasiana.com/dashboard/message/harjasaputrahttp://www.kompasiana.com/dashboard/message/harjasaputrahttp://www.kompasiana.com/dashboard/message/harjasaputrahttp://www.kompasiana.com/posts/headlines/http://www.kompasiana.com/posts/headlines/http://www.kompasiana.com/harjasaputrahttp://www.kompasiana.com/harjasaputrahttp://www.kompasiana.com/harjasaputrahttp://www.kompasiana.com/harjasaputrahttp://www.kompasiana.com/harjasaputrahttp://www.kompasiana.com/harjasaputrahttp://www.kompasiana.com/harjasaputrahttp://www.kompasiana.com/posts/headlines/http://www.kompasiana.com/dashboard/message/harjasaputrahttp://sosbud.kompasiana.com/2012/09/11/budaya-unik-suku-sasak-menculik-calon-pengantin/http://www.kompasiana.com/harjasaputra
  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    7/26

    Indonesia sungguh kaya budaya, termasuk dalam budaya pernikahan. Setiap suku punya budaya

    khas tersendiri dalam merayakannya, dari mulai pakaian yang harus dikenakan, sampai pada

    prosesi pernikahannya.

    Nusa Tenggara Barat adalah wilayah di timur Indonesia yang dihuni oleh 3 suku besar, yang

    disingkat Sasambo (Sasak, Samawa, Mbojo). Suku Sasak adalah suku yang mendiami wilayahpulau Lombok, suku Samawa adalah suku yang mendiami wilayah Sumbawa, dan suku Mbojo

    yang mendiami wilayah Bima dan Dompu.

    Suku Sasak dari bahasa dan budaya berbeda dengan 2 suku lainnya meskipun wilayahnya

    berdekatan. Tak ketinggalan dalam budaya pernikahannya. Ada yang unik dalam prosesi

    pernikahannya: calon pengantin pria harus menculik calon pengantin wanita tanpasepengetahuan orang tua. Wow, benar-benar unik. Saya berusaha menggali informasi tentang ini

    selengkap mungkin dari hasil wawancara dengan beberapa warga Lombok.

    Hari Sabtu-Minggu kemarin (8-9 September) saya ke Lombok dan berkunjung ke seorang teman.

    Sebut saja namanya Angger. Saya sendiri bukan orang Lombok, sedang ada tugas ke sana.Kebetulan dia berencana mau menikah dan bercerita mengenai pengalamannya menculik calon

    pengantin wanita. Hah, menculik?, tanya saya. Duduk langsung bergeser karena penasaraningin tahu mengenai budaya pernikahan di suku Sasak Lombok.

    Orang tuanya yang lagi berkumpul di rumah Angger lalu menceritakan, bahwa seorang laki-lakidisebut sebagai laki-laki jantan ketika ia sudah bisa menculik calon pengantinnya. Lho,

    bukannya menculik itu tidak boleh? Dijawab, ya memang begitu budayanya.

    Si laki-laki yang berniat menikahi wanita harus menculik calonnya, dan harus tanpa

    sepengetahuan orang tua wanita. Biasanya dilakukan pada malam hari. Si wanita pun tidak boleh

    memberitahu orang tuanya ia pergi ke mana. Lalu si wanita dibawa ke rumah keluarga laki-lakiselama 3 hari atau lebih. Setelah itu, maka pihak kepala dusun dari wilayah laki-laki akan

    menyelesaikan masalah ini. Dengan cara mendatangi rumah orang tua wanita untuk

    memberitahukan bahwa anak wanitanya diculik untuk dinikahi oleh calonnya. Inilah cara yangkalau dalam budaya umum dikenal dengan meminang.

    Kalau keluarga wanita tidak menerima anaknya diculik karena misalnya berbeda status sosialmaka pertikaian muncul. Apalagi jika si laki-laki tak mau mengembalikan wanita yang

    diculiknya. Tapi, menurut keterangan beberapa warga, pertikaian tentang ini jarang terjadi.

    Penolakan memang sering terjadi setelah proses penculikan, tapi bisa diselesaikan dengan damai

    agar tidak muncul huru-hara.

    Kemudian, jika si keluarga wanita menerima alasan anaknya diculik untuk dinikahi, maka

    keluarga wanita lalu meminta sejumlah uang tebusan. Mungkin dalam bahasa umumnya maskawin atau mahar. Dan, si calon laki-laki harus mengusahakan uang tebusan yang diminta oleh

    orang tua si wanita. Jika tidak, maka orang tua tidak merestui anaknya menikah.

    Setelah memenuhi permintaan orang tua wanita maka pernikahan dilakukan. Dari suku sasak

    yang beragama Islam, maka pernikahan dilakukan seperti umumnya budaya Muslim, dan jika

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    8/26

    Hindu dilakukan dengan budaya Hindu. Setelah prosesi pernikahan selesai, si pengantin pria dan

    wanita lalu akan diarak mengelilingi kampung untuk menunjukkan bahwa ia sudah punya

    pasangan. Ia sudah sukses menculik dan menikahi wanita pujaannya. Prosesi mengarakpengantin ini merupakan budaya yang sering dijumpai, karena mengarak pengantin sering

    menggunakan jalan-jalan umum, sehingga tak jarang menimbulkan kemacetan.

    Pengantin diarak dengan musik Gendang Belek (harjasaputra)

    Pengantin diarak mengeliling kampung, dari kampung laki-laki ke kampung istri dengan iringan

    musik gendang Beleq (gamelan dengan gendang khas budaya suku Sasak Lombok). Ada jugayang diarak dengan musik dangdut yang disebut di sana dengan istilah musik kecimol. Budaya

    ini sering menjadi tontonan untuk para turis asing.

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    9/26

    Masyarakat Hukum Adat Suku Sasak di Pulau Lombok Oleh: Daud Azhari, SH.a . G e o g r a f i s

    d a n K e a d a a n T a n a hPu l au Lombok ada l ah s a l ah s a t u da r i gugus an kepu l auan Nus an t a r a

    yan g terletak di sebelah timur Pulau Bali dan sebelah barat Pulau Sumbawa. Di sebelahutara

    berbat asan dengan Laut Jawa dan Samud ara Hindi a di sebel ah se latan. Di p ul au in it e r dapa t t i ga kabupa t en yakn i , Kabupa t en Lombok Bar a t ,Kabupa t enLombok Tengah , dan Kabupa t en Lombok T i mur , dan s a t u

    Ko ta ma d ya ya it u ;Kotamadya Mataram. Kota Mataram merupakan ibukota

    Provinsi Nusa TenggaraBarat. Penduduk Pulau Lombok mayoritas Suku Sasak, disamping i tu ada SukuBal i , Jawa, Sumbawa, Arab, dan Cina. Lapangan

    p ek e r j aan u t am a ma s ya rak a t Lombok adalah petani, nelayan, kerajinan tangan,

    pertukangan, dan jual-beli.S e j a r a h p e m b e n t u k a n d a e r a h i n i t i d a k l e p a s

    d a r i p o l i t i k d a n s y s t e m p em eri nt ah an ya ng p er na h a da . P ad a t an gg al19 Agus t us 1945 dua ha r i s e t e l ah p r ok l amas i kemeer dekaan Pu l au Ba l i ,

    Pu l au Lombok , Pu l au Sumbawa , Pu l auF l o r es , Pu l au T i mor Ro t e , Pu l au

    Sum ba, dan Pul au Sa wu dig abun g k e d alam Provins i Sunda Kecil denganibukota di Singaraja Bali dan dipimpin oleh seorangGubernur I Gusti Ketut Pudja. Pada

    tanggal 14 Agustus 1958 provinsi ini kemudiandipecah menjadi tiga provinsi yai tu, Bal i,

    Nusa Tenggara Bara t (NTB), dan NusaTenggara Timur (NTT).Di pu lau in i te rdapat dua

    geologi utama yaitu, lingkungan gunung berapi diseb el ah ut ara da n l i ng ku ng anre nd ah tu a di ba gi an se la ta n. Da er ah ya ng pa li ng berpengaruh dengan adanya

    gunung berapi di lapisan atasnya dan bergunung tua dilapisan bawah adalah Gunung

    Rinjani, Gunung Pinikan, dan Gunung Nangi. Dan pegunungan bagian selatan merupakandaerah geologi yang terutama tersusun dari batuan tertier yang gunung terdiri dari Gunung

    Mareje dan Gunung Sasak.Ditilik dari iklimnya Pulau Lombok merupakan daerah yang

    ber iklim tropi s.Ada dua nusim yang mempengaruhi daerah ini sepanjang tahun yaitu musim

    hujan pada bulan November sampai dengan bulan April dan musim kemarau antara bulanMeisampai dengan bulan Oktober. Musim basah berkisar antara bulan April dan bulan

    November.

    Lombok mirah sasak adimerupakan salah satu kutipan dari kitab Negarakertagama,

    sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahaan kerajaan Majapahit. Kata

    Lombokdalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, kata mirahberarti permata, katasasakberarti

    kenyataan, dan kata adiartinya yang baik atau yang utama maka arti keseluruhan yaitu kejujuran

    adalah permata kenyataan yang baik atau utama. Makna filosofi itulah mungkin yang selalu di

    idamkan leluhur penghuni tanah lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan lokal yang harus

    dijaga dan dilestariakan oleh anak cucunya.

    Dalam kitabkitab lama, nama Lombok dijumpai disebut Lombok mirah dan Lombok

    adi beberapa lontar Lombok juga menyebut Lombok dengan gumi selaparang atau selapawis.

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    10/26

    Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat beberapa Versi salah satunya yaitu Kata

    sasak secara etimilogis menurut Dr. Goris. s. berasal dari kata sah yang berarti pergi danshaka

    yang berarti leluhur. Berarti pergi ke tanah leluhur orang sasak( Lombok ). Dari etimologis ini

    diduga leluhur orang sasak adalah orang Jawa, terbukti pula dari tulisan sasak yang oleh

    penduduk Lombok disebut Jejawan, yakni aksara Jawa yang selengkapnya diresepsi oleh

    kesusastraan sasak.

    Bentuk lumbung padi khas Lombok

    Etnis Sasak merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok, suku sasak merupakan

    etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Bukti lain juga menyatakan bahwa

    berdasarkan prasasti tongtong yang ditemukan di Pujungan, Bali, Suku sasak sudah menghuni

    pulau Lombok sejak abad IX sampai XI masehi, Kata sasak pada prasasti tersebut mengacu pada

    tempat suku bangsa atau penduduk seperti kebiasaan orang Bali sampai saat ini sering menyebut

    pulau Lombok dengan gumi sasak yang berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya

    orang sasak.

    Masuknya Jepang (1942) membuat otomatis Lombok berada di bawah kendali

    pemerintah pendudukan Jepang wilayah timur. SeusaiPerang Dunia II Lombok sempat berada di

    bawah Negara Indonesia Timur, sebelum kemudian pada tahun 1950 bergabung dengan

    Republik Indonesia.

    C. Agama

    Sebagian besar penduduk pulau Lombok terutama suku Sasak menganutagama Islam

    (pulau Lombok juga dikenal dengan sebutan pulau seribu masjid). Agama kedua terbesar yang

    dianut di pulau ini adalah agamaHindu,yang dipeluk oleh para penduduk keturunanBali yang

    berjumlah sekitar 15% dari seluruh populasi di sana. Penganut Kristen, Buddha dan agama

    lainnya juga dapat dijumpai, dan terutama dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan

    etnis yang bermukim di pulau ini.

    Organisasi keagamaan terbesar di Lombok adalah Nahdlatul Wathan (NW), organisasi

    ini juga banyak mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan berbagai level dari tingkat

    terendah hingga perguruan tinggi.

    Di Kabupaten Lombok Utara, tepatnya di daerah Bayan, terutama di kalangan mereka

    yang berusia lanjut, masih dapat dijumpai para penganut aliran Islam Wetu Telu (waktu tiga).

    http://id.wikipedia.org/wiki/Jepanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Indonesia_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sasakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Agamahttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hinduhttp://id.wikipedia.org/wiki/Balihttp://id.wikipedia.org/wiki/Kristenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Buddhahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bayanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Wetu_Teluhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Wetu_Teluhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Wetu_Teluhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bayanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Buddhahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kristenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Balihttp://id.wikipedia.org/wiki/Hinduhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Agamahttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sasakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Indonesia_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Jepang
  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    11/26

    Tidak seperti umumnya penganut ajaran Islam yang melakukansalat lima kali dalam sehari, para

    penganut ajaran ini mempraktikansalat wajib hanya pada tiga waktu saja. Konon hal ini terjadi

    karena penyebar Islam saat itu mengajarkan Islam secara bertahap dan karena suatu hal tidak

    sempat menyempurnakan dakwahnya.

    Terdapat juga sebuah kumpulan kecil orang sasak yang disebut Bodha(jumlah: 8000

    orang) yang menduduki kampung Bentek dan di curam Gunung Rinjani.Agama mereka tidak

    mempunyai pengaruh Islam dan amalan utama mereka adalah memuja dewa-dewa animisme.

    Ajaran agamaHindu danBuddhajuga dimasukkan di dalam upacara agama mereka.

    Agama Bodha mempercayai adanya lima tuhan yang besar, yang paling tinggi dikenali

    sebagai Batara Guru. Tuhan yang lain adalah Batara Sakti dan Batara Jeneng bersama isteri

    mereka Idadari Sakti dan Idadari Jeneng. Namun kini, penganut agama Bodha sedang diajarkan

    mengenai agama Buddha yang ortodoks oleh sami-sami yang dihantar oleh persatuan besar

    Buddha terbesar negara Indonesia.

    D. Bahasa

    Disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, penduduk pulau Lombok

    (terutama suku Sasak), menggunakan bahasa Sasak (bahasa asli) sebagai bahasa utama dalam

    percakapan sehari-hari. Di seluruh Lombok sendiri bahasa Sasak dapat dijumpai dalam empat

    macam dialek yang berbeda yakni dialek Lombok utara , tengah, timur laut dan tenggara. Selain

    itu dengan banyaknya penduduk sukuBali yang berdiam di Lombok (sebagian besar berasal dari

    eks Kerajaan Karangasem), di beberapa tempat terutama di Lombok Barat dan Kotamadya

    Mataram dapat dijumpai perkampungan yang menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa

    percakapan sehari-hari.

    E. Mata Pencaharian

    Mata pencaharian penduduk suku Sasak berasal dari sektor pertanian dengan daerah

    tersebur diwilayah kabupaten lombok timur, selain itu juga dalam bidang peternakan dan hanya

    sebagian kecil bermata pencahariannya dari Pariwisata.

    F. Sistem Kemasyarakatan Suku Sasak

    1. Pelapisan Sosial

    http://id.wikipedia.org/wiki/Salathttp://id.wikipedia.org/wiki/Salathttp://id.wikipedia.org/wiki/Wajibhttp://ms.wikipedia.org/wiki/Gunung_Berapi_Rinjanihttp://ms.wikipedia.org/wiki/Animismehttp://ms.wikipedia.org/wiki/Hinduhttp://ms.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddhahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sasakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Balihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Karangasem&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Lombok_Barathttp://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Mataramhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Mataramhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Balihttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Balihttp://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Mataramhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Mataramhttp://id.wikipedia.org/wiki/Lombok_Barathttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Karangasem&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Balihttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sasakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesiahttp://ms.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddhahttp://ms.wikipedia.org/wiki/Hinduhttp://ms.wikipedia.org/wiki/Animismehttp://ms.wikipedia.org/wiki/Gunung_Berapi_Rinjanihttp://id.wikipedia.org/wiki/Wajibhttp://id.wikipedia.org/wiki/Salathttp://id.wikipedia.org/wiki/Salat
  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    12/26

    Di daerah lombok secara umum terdapat 3 Macam lapisan sosial masyarakat :

    1. Golongan Ningrat

    2. Golongan Pruangse

    3. Golongan Bulu Ketujur ( Masyarakat Biasa )

    Masing -masing lapisan sosial masyarakat di kenal dengan Kasta yang mempunyai criteria

    tersendiri :

    Golongan Ningrat ; Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan

    keningratan ini merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama depan

    keningratan ini adalah lalu untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah. Sedangkan

    apabila merka telah menikah maka nama keningratannya adalah mamiq . Untuk wanita

    ningrat nama depannya adalah lale, bagi mereka yang belum menikah, sedangkan yang telahmenikah disebut mamiq lale.

    Golongan Pruangse ; kriteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan bape ,

    untuk kaum laki-laki pruangse yang telah menikah. Sedangkan untuk kaum pruangse yang belum

    menikah tak memiliki sebutan lain kecuali nama kecil mereka, Misalnya seorang dari golongan

    ini lahir dengan nama si A maka ayah dari golongan pruangse ini disebut/dipanggil Bape A

    , sedangkan ibunya dipanggil Inaq A . Disinilah perbedaan golongan ningrat dan pruangse.

    Golongan Bulu Ketujur ; Golongan ini adalah masyarakat biasa yang konon dahulu adalah

    hulubalang sang raja yang pernah berkuasa di Lombok. Kriteria khusus golongan ini adalah

    sebutan amaq bagi kaum laki-laki yang telah menikah, sedangkan perempuan adalah inaq .

    Di Lombok, nama kecil akan hilang atau tidak dipakai sebagai nama panggilan kalau

    mereka telah berketurunan. Nama mereka selanjutnya adalah tergantung pada anak sulungnya

    mereka. Seperti contoh di atas untuk lebih jelasnya contoh lainnya adalah bila si B lahir sebagai

    cucu, maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil Papuk B. panggilan ini berlaku untuk golongan

    Pruangse dan Bulu Ketujur. Meraka dari golongan Ningrat Mamiq A dan Mamiq lale A akan

    dipanggil Niniq A.

    2. Sistem Kekerabatan

    Sistem kekerabatan di Tolot-tolot khususnya dan lombok selatan pada umumnya adalah

    berdasarkan prinsip Bilateral yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui pria dan wanita.

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    13/26

    Kelompok terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Pada masyarakat

    lombok selatan ada beberapa istilah antara lain :

    Inaq adalah panggilan ego kepada ibu.

    Amaq adalah panggilan ego kepada bapak.

    Ari adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau adik laki-laki.

    Kakak adalah panggilan ego kepada saudara sulung laki-laki ataupun perempuan.

    Oaq adalah panggilan ego kepada kakak perempuan atau laki-laki dari ibu dan ayah.

    Saiq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ayah atau ibu

    Tuaq adalah panggilan ego kepada adik laki-laki dari ayah atau ibi.

    Pisak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ibu.

    Pusak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ayah.Untuk masyarakat kaum kerabat di tolot-tolot pada khususnya dan lombok selatan pada

    umumnya mencakup 10 generasi ke bawah dan 10 generasi ke atas tersebut sebagai berikut :

    Generasi ke atas :

    1. Inaq/amaq

    2. Papuk

    3. Balok

    4. Tate

    5. Toker

    6. Keletuk

    7. Keletak

    8. Embik

    9. Mbak

    10.Gantung Siwur

    Generasi ke bawah :

    1. Anak

    2. Bai

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    14/26

    3. Balok

    4. Tate

    5. Toker

    6. Keletuk

    7. Keletak

    8. Embik

    9. Ebak

    10.Gantung Siwur

    Sumber : Daliem, Mimbarman, Lombok Selatan Dalam Pelukan Adat Istiadat Sasak 1981-

    1982

    G. Kebudayaan

    1. Adat-Istiadat

    Adat istiadat suku sasak dapat di saksikan pada saat resepsi perkawinan, dimana

    perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus

    dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan

    "Merarik" atau "Selarian". Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk

    memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh

    seseorang, ini yang disebut dengan "Mesejati" atau semacam pemberitahuan kepada keluarga

    perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut dengan "Nyelabar" atau

    kesepakatan mengenai biaya resepsi.

    2. Presean Simbol Kejantanan Taruna (Pemuda) Sasak

    Budaya Presean atau bertarung dengan rotan memang sudah dikenal masyarakat

    Lombok sejak lama. Namun budaya yang penuh dengan kekerasan itu berubah menjadi unik

    ketika dipadukan gaya bela diri yang unik dan lucu dari pemainnya.

    Presean adalah salah salah satu kekayaan budaya bumi gogo rancah (lombok). Acara ini

    berupa pertarungan dua lelaki Sasak bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) serta berperisai kulit

    kerbau tebal dan keras (ende). Petarung biasa disebut pepadu. Presean bermula dari luapan emosi

    para prajurit jaman kerajaan taun jebot (dahulu kala) sehabis mengalahkan lawan di medan

    perang. Acara tarung presean ini juga diadakan untuk menguji keberanian/nyali lelaki sasak yang

    wajib jantan dan heroik saat itu.

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    15/26

    Uniknya dari pertarungan presean, pesertanya tidak pernah dipersiapkan secara khusus.

    Pepadu atau petarung dicomot (diambil) dari penonton yang mau adu nyali dan ketangguhan

    mempermainkan tongkat rotan dan perisai yang disediakan. Penonton/calon peserta bisa

    mengajukan diri atau dipilih oleh wasit pinggir (pakembar sedi). Setelah mendapat lawan,

    pertarungan akan dimulai dan dimpimpin oleh wasit tengah (pekembar).

    Duel dua pepadu diadakan dalam lima ronde, pemenangnya ditentukan oleh hasil nilai

    yang diperoleh atau salah satu pepadu bocor kepala, bedarah-darah, atau kibar bendera putih.

    Uniknya, di sela-sela pertarungan para pepadu plus para wasit harus menari jika musik

    dimainkan. Mungkin maksudnya untuk melepas ketegangan selama jalannya pertandingan. Asik

    juga ngeliatnya, sesaat para petarung saling baku hantam, beberapa detik kemudian mereka

    menari sembari tertawa dan mencari-cari celah kelemahan lawan, sedetik kemudian rotan keras

    menghantam perisaiplak!, lalu mereka menari lagi Amazing dan mendebarkan!!!

    Tarian rotan dari Lombok ini sudah dikenal masyarakat Sasak secara turun temurun.

    Awalnya merupakan sebuah bagian dari upacara adat yang menjadi ritual untuk memohon hujan

    ketika kemarau panjang. Sebuah tradisi-yang dalam perkembangan kemudian-sekaligus

    berfungsi sebagai hiburan yang banyak diminati. Sebagai salah satu upaya melestarikan budaya

    daerah, Presean Lombok pun mulai sering dilombakan. Pertandingan diakhir dengan salam dan

    pelukan persahabatan antar petarung. Tanda tiada dendam dan semua hanyalah permainan!

    Benar-benar sportif.

    Adegan seperti ini sering di lakukan masyarakat pulau lombok apa bila ada acara adat,

    tidak heran masyarakat sangat antusias untuk menonton acara seperti ini,selain dapat menarik

    wisatawan mancanegara wisatawan lokal pun berbondong-bondong menyaksikan acara ini.

    Dalam adengan presean tidak jarang salah satu dari orang yang presean mengalami luka yang

    cukup parah tapi mereka tetap senang dan bergembira

    BAB IV

    PENUTUP

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    16/26

    A. Simpulan

    Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah

    kelompok orang (masyarakat) dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sedangkan, kebudayaan

    adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

    Pulau Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara

    yang terpisahkan olehSelat Lombok dari Bali di sebelatbarat dan Selat Alas di sebelah timur

    dariSumbawa.samudra indonesaia di sebelah utara dan samudra hindia disebelah seletan.

    Etnis Sasak merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok, suku sasak merupakan

    etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Pemeluk agama islam yang taat, dengan

    bahsa sasak sebagai bahasa utama dalam berkomonikasi kehidupan sehari-hari. Bermata

    pencaharian sebagai petani.

    Di daerah lombok secara umum terdapat 3 Macam lapisan sosial masyarakat, yaitu

    Golongan Ningrat, Golongan Pruangse, dan Golongan Bulu Ketujur ( Masyarakat Biasa ).

    Adat istiadat suku sasak dapat di saksikan pada saat resepsi perkawinan, yang dikenal

    dengan sebutan "Merarik" atau "Selarian".

    Budaya Presean atau bertarung dengan rotan salah satu kekayaan budaya gumi (bumi)

    gogo rancah (lombok). Berupa pertarungan dua lelaki Sasak bersenjatakan tongkat rotan

    (penjalin) serta berperisai kulit kerbau tebal dan keras (ende). Petarung disebut pepadu. Acara

    tarung presean ini juga diadakan untuk menguji keberanian/nyali lelaki sasak yang wajib jantan

    dan heroik saat itu. Awalnya merupakan sebuah bagian dari upacara adat yang menjadi ritual

    untuk memohon hujan ketika kemarau panjang.

    Tari Gandrung, Simbolisasi Budaya Masyarakat Sasak di Lombok

    Tari Gandrung

    1. Asal-usul

    Tari Gandrung merupakan sebuah tarian yang kini berkembang di tiga daerah, yaitu Banyuwangi, Bali,

    dan Lombok. Meskipun memiliki kemiripan, Tari Gandrung ketiga daerah ini memiliki ciri khas tersendiri

    yang tidak dimiliki di daerah yang lain. Demikian pula dengan yang terjadi pada Tari Gandrung yang ada

    di Lombok. Meskipun Lombok dan Bali memiliki kemiripan budaya, tetapi Tari Gandrung di Lombok

    memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan Tari Gandrung yang ada di Bali. Inilah ciri khas dari

    Lombok yang tidak dimiliki di Pulau Bali. Lombok sering digambarkan oleh orang luar sebagai versi kecil

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Sunda_Kecilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Lombokhttp://id.wikipedia.org/wiki/Balihttp://id.wikipedia.org/wiki/Barathttp://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Alashttp://id.wikipedia.org/wiki/Sumbawahttp://id.wikipedia.org/wiki/Sumbawahttp://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Alashttp://id.wikipedia.org/wiki/Barathttp://id.wikipedia.org/wiki/Balihttp://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Lombokhttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Sunda_Kecil
  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    17/26

    Bali. Tetapi penduduk Lombok sendiri akan mengatakan bahwa, `Anda akan melihat Bali di Lombok,

    tetapi tidak akan melihat Lombok di Bali`. (Sepora Nawadi, 1995:14). Tulisan berikut ini secara khusus

    akan berbicara tentang Tari Gandrung yang berada di Lombok, Nusa Tenggara Barat beserta unsur

    simbolis yang tersaji dalam sebuah pertunjukkan Tari Gandrung.

    Gandrung dalam pemahaman masyarakat Lombok, khususnya masyarakat Sasak adalah nama sebuah

    pertunjukan yang dilakukan seorang penari wanita yang diiringi seperangkat gamelan (sabarungan

    dalam istilah suku Sasak), puisi, dan nyanyian (dalam bahasa suku Sasak disebut lelakaq, sandaran) (R.

    Diyah Larasati, 1996:16). Pertunjukan Gandrung ini dilakukan dalam perayaan desa setelah masa panen

    padi. Gandrung menunjukkan suka cita dan harapan bersama masyarakat Sasak. Gandrung sekaligus

    juga merupakan ekspresi simbolis masyarakat Sasak di Lombok (R. Diyah Larasati, 1996:16).

    Ekspresi simbolis lewat Gandrung bagi masyarakat Sasak diwujudkan melalui dunia makna yang secara

    signifikan berada dalam sistem ideasional yang juga terefleksikan dalam interaksi sosial. Ditambah lagi

    adanya artefak yang melegitimasi keberadaan pertunjukan itu di tengah-tengah para penikmatnya (R.

    Diyah Larasati, 1996:17). Menurut R. Diyah Larasati, sistem ideasional yang dimaksud adalah konteks

    berfikir serta gagasan-gagasan para pelaku pertunjukan Gandrung. Dalam perspektif ini, Gandrung

    dipakai sebagai media untuk melepaskan harapan dan suka cita. Alam yang terefleksi melalui harapan

    akan melimpahnya panen padi, berusaha untuk dapat dikuasai dengan sebuah keharmonisasian melalui

    ungkapan suka cita dalam seni pertunjukan ini. Dalam pemikiran ini, alam dan manusia sebagai elemen

    kebudayaan mampu membentuk suatu harmoni (R. Diyah Larasati, 1996:17).

    Dilihat dari asal-usul, Tari Gandrung yang terdapat di Lombok kemungkinan bukan berasal dari

    kebudayaan asli Lombok (masyarakat Sasak). Hal ini bisa dilihat dari adanya Tari Gandrung yang juga

    terdapat di beberapa daerah lainnya, misalnya saja di Banyuwangi dan Bali. Beberapa budayawan atau

    peneliti akhirnya mencoba menelusuri dan menafsirkan asal-usul Tari Gandrung sehingga menjadi

    sebuah kebudayaan yang cukup sakral bagi masyarakat Sasak di Lombok.

    Seperti tertulis dalam Tari Gandrung Lombok (1993/1994), I Wayan Kartawirya menyatakan bahwa Tari

    Gandrung berasal dari Banyuwangi, kemudian menyebar lewat Bali dan akhirnya sampai di Lombok.

    Alasannya didasarkan pada Indische Staatsbald, Nomor: 123 tahun 1852 yang mengatur tentang

    Pemerintahan Hindia Belanda. Dalam Staatsblad tersebut disebutkan bahwa Pulau Lombok, termasuk ke

    dalam Keresidenan Bali dan Lombok dengan ibukota mula-mula Banyuwangi, kemudian pindah ke

    Singaraja di Bali. Asal-usul Tari Gandrung di Lombok juga terdapat dalam buku Monografi Daerah Nusa

    Tenggara Barat Jilid I (1977:133).

    Di dalam buku tersebut dituliskan bahwa Tari Gandrung berasal dari Banyuwangi (Jawa Timur) kemudian

    berkembang di Lombok melalui Bali, pada masa Bali dan Lombok Barat (Karangasem) merupakan

    kesatuan daerah kultural. Dari pendapat ini jelas tergambar bahwa Tari Gandrung mulai masuk dan

    berkembang di Lombok sebelum Kerajaan Lombok (Karangasem) terakhir jatuh pada 1894. Pendapat

    berikutnya datang dari David Harnish dalam Thesisnya yang berjudul Musical Traditions of the Lombok

    Balinese (1985:105). Disebutkan dalam tulisan beliau bahwa bentuk Tari Gandrung di Lombok

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    18/26

    diperkirakan sebagai suatu adaptasi dari model Banyuwangi yang berkembang lewat Bali. Akan tetapi

    pada perkembangan selanjutnya di Lombok, Tari Gandrung ini menyerap pula bentuk-bentuk atau

    karakter lokal (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:14-15).

    Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Tari Gandrung yang ada di Lombok awalnya

    berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Sejak kapan dan bagaimana sehingga Tari Gandrung bisa masuk ke

    Lombok, secara spesifik belum diketahui secara pasti. Hanya saja terdapat beberapa pendapat yang bisa

    dijadikan keterangan tentang kapan Tari Gandrung tersebut masuk ke Lombok. Misalnya saja pendapat

    dari I Wayan Kartawirya yang mendasarkan pendapatnya dari Indische Staatsbald, Nomor: 123 tahun

    1852. Dari pendapat ini setidaknya terdapat sedikit keterangan bahwa Tari Gandrung telah masuk ke

    Lombok setelah tahun 1852. Ukuran waktu juga dapat dilihat dari pendapat yang tertulis dalam buku

    Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat Jilid I (1977).

    Pendapat yang mendasarkan tentang kesatuan kultural yang terjadi antara Bali dan Lombok Barat

    (Karangasem), menyisakan sedikit keterangan bahwa peristiwa kesatuan kultural tersebut terjadi

    sebelum Kerajaan Lombok (Karangasem) terakhir jatuh pada 1894. Agak berbeda dengan dua pendapat

    di atas, I Wayan Kartawirya berpendapat bahwa Tari Gandrung mulai masuk ke Lombok seiring dengan

    diangkatnya I Gusti Putu Geria sebagai Pepatih untuk mengepalai orang-orang suku Bali di Lombok

    sebagai pengganti kedudukan raja Lombok (Raja Agung Ngurah) yang ditaklukan oleh Belanda pada 18

    November 1894 (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:13).

    Pada waktu I Gusti Putu Geria ini memerintah, beliau sempat mendatangkan rombongan kesenian dari

    Bali Utara (Singaraja) ke Mataram. Di antara rombongan kesenian tersebut, salah satunya adalah Tari

    Gandrung. I Wayan Kartawirya tidak menyebutkan secara pasti kapan peristiwa itu terjadi. Beliau hanya

    memperkirakan bahwa kejadian itu berlangsung antara 1907-1910. Menurut beliau, sejak I Gusti Putu

    Geria mengundang rombongan kesenian dari Bali Utara ini, maka mulai berdatanganlah berbagai jenis

    tari lainnya dari Bali Utara ke Lombok (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:13-14).

    Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemungkinan, Tari Gandrung mulai masuk ke

    Lombok setelah tahun 1852 sampai 1910. Setelah tahun 1910 Tari Gandrung telah berkembang di

    Lombok. Jadi kemungkinan terdapat interval 58 tahun proses masuknya Tari Gandrung ke Lombok.

    2. Penyebaran dan Perkembangan Tari Gandrung di Lombok

    Penyebaran dan perkembangan Tari Gandrung dipengaruhi pula oleh akulturasi budaya, khususnya

    antara kebudayaan Bali dan Lombok. Faktor yang memungkinkan terjadinya akulturasi antara lain

    karena semakin terbukanya sistem kekerabatan masyarakat Sasak dalam menerima anggota keluarga

    dari etnis lain dan semakin banyaknya terjadi mobilitas penduduk (R. Diyah Larasati, 1996:15). Faktor ini

    bertambah dengan adanya hubungan yang erat antara penduduk Lombok, khususnya masyarakat Sasak

    dengan penduduk di Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan. Dalam

    praktek keseharian, orang-orang yang tinggal di Lombok Barat mempunyai hubungan kekeluargaan yang

    erat dengan orang-orang yang bermukim di Bali, khususnya Bali bagian Timur. Kekeluargaan inilah yang

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    19/26

    kini dikenal dengan istilah sidikara (Ahmad Amin et.al., 1977/1978:22). Melalui ikatan kekeluargaan

    yang erat inilah, maka tidak jarang beberapa unsur kebudayaan turut serta terbawa, misalnya dalam

    bentuk bahasa, kesenian, dan kerajinan.

    Dari sini dapat dilihat bahwa metode penyebaran Tari Gandrung dimungkinkan terjadi karena adanya

    ikatan kekeluargaan yang kuat antara masyarakat Sasak dan Bali. Ikatan kekeluargaan ini yang kemudian

    memungkinkan terjadinya proses akulturasi. Jika dilihat dari asal-usul masuknya Tari Gandrung ke

    Lombok, maka hanya pendapat dari I Wayan Kartawirya yang secara langsung menunjukkan tentang

    siapa orang yang berjasa di balik terjadinya akulturasi sehingga membawa kebudayaan Tari Gandrung ke

    Lombok. Dalam perspektif ini orang yang berjasa untuk memperkenalkan Tari Gandrung ke Lombok

    adalah I Putu Geria sewaktu beliau menjabat sebagai Pepatih di Mataram (Lombok). Bagai gayung

    bersambut, inisiatif dari I Putu Geria mendapat dukungan dari seorang kaya raya di Cakranegara,

    Mataram, bernama I Gde Ketur (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:14).

    I Gde Ketur merupakan seorang hartawan yang sangat menyukai Tari Gandrung. Kesenangan beliau

    diwujudkan dengan mendukung perkembangan Tari Gandrung di Lombok dengan menyediakan

    gamelan dan rumahnya sebagai tempat latihan bagi para penari Gandrung. I Gde Ketur ini pula yang

    kemudian mengubah tradisi Tari Gandrung yang semula dimainkan oleh penari pria, kemudian diubah

    menjadi dimainkan oleh penari wanita (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:16). Pada awalnya proses

    pengubahan ini mengalami sejumlah kendala. Salah satunya adalah sulitnya mencari penari wanita yang

    berasal dari Bali. Kesulitan ini kemudian berhasil diatasi dengan cara menggantikan penari Gandrung

    yang berasal dari Bali dengan menjadikan seorang wanita dari suku Sasak bernama Tinggen untuk

    menjadi penari Gandrung wanita (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:16).

    Mulai dari sinilah terjadi perubahan ciri Tari Gandrung dibandingkan dengan daerah asalnya, baik

    Banyuwangi maupun Bali. Perubahan tersebut meliputi penari, yaitu pergantian antara penari pria yang

    digantikan dengan wanita. Kedua, penari tidak lagi berasal dari Bali melainkan dari suku Sasak.

    Perubahan ini menimbulkan ciri khas tersendiri dari Tari Gandrung Lombok yang mulai mendapat

    pengaruh dari masyarakat Sasak.

    Di Lombok sendiri penyebaran Tari Gandrung tercatat di beberapa tempat, seperti di Suweta, Bertais,

    Batuaya, Narmada, kemudian ke arah Lombok bagian Timur seperti Sukadana, Kilang, Suradadi,

    Kutaraja, Lendang Nangka, Sukarara, sebagian Mantang, Rarang, dan sebagian Sakra (Sri Yaningsih et.al.,

    1993/1994:16-21).

    Seperti ditulis dalam buku Tari Gandrung Lombok (1993/1994), lewat penyebaran ini kemudian timbul

    organisasi-organisasi dan berbagai tokoh kebudayaan tari yang berusaha melestarikan eksistensi Tari

    Gandrung di Lombok. Organisasi-organisasi dan para tokoh tersebut misalnya Organisasi Panti Karya

    Tari pada 1963 di Batuaya yang dipimpin oleh I Dewa Kompyang dengan penari utama seorang wanita

    Bali bernama Ni Tengah Tengkuk. Organisasi ini kemudian bersulih nama menjadi Sad Guna Gita pada

    1971; Amaq Banun seorang penari pria yang bernama asli Ratnadi yang aktif di Dasan Tereng,

    Kecamatan Narada (meninggal pada 1957); Inaq Bilin, seorang penari wanita dari suku Sasak yang

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    20/26

    merupakan keponakan dari Amaq Banun; Sahari, ketua dari Organisasi Gandrung Sekar Wangi di

    Dasan Tereng, Kecamatan Narada; Organisasi Dana Bakti di Dasan Palung, Desa Suwangi, Kecamatan

    Sakra, yang dipimpin oleh Amaq Sinalam dengan penari Gandrung wanita bernama Inaq Semi, istri dari

    Amaq Sinalam; Dane Rahil, seorang tokoh Tari Gandrung yang berasal dari Desa Lenek, Kecamatan

    Aikmel, Kabupaten Lombok Timur (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:16-22).

    Dari penyebaran Tari Gandrung ini pula akhirnya dikenal berbagai aliran dalam Tari Gandrung, seperti

    Gandrung Bertais dari daerah Bertais; kemudian di Dasan Tereng yang masih mempertahankan keaslian

    tradisi Tari Gandrung dengan bagian yang dinamakan Tangis (semacam intro sebelum Bapangan,

    dibawakan sambil menari dan menyanyi), dan Rereng Manis (merupakan bagian dari Bapangan yang

    dibawakan dengan cara duduk sambil menari dan menyanyi (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:16-18).

    Bapangan adalah sebuah babak dalam Tari Gandrung di mana penari memperkenalkan diri kepada para

    penonton (http://64.203.71.11/kompas-cetak/).

    Penyebaran dan perkembangan Tari Gandrung di Lombok kini dinilai telah mulai mengalami pergeseran.

    Maraknya dunia hiburan di abad ke-20 menjadikan terjadinya pergeseran makna yang mulai

    menepiskan esensi sebuah ritus (R. Diyah Larasati, 1996:21). Dari sinilah mulai bermunculan kelompok-

    kelompok di luar dunia tradisi yang mengambil Tari Gandrung sebagai indentitasnya. Kini Tari Gandrung

    tidak semata-mata dilakukan sebagai ucapan syukur maupun harapan yang diwujudkan dengan

    beragam makna simbolisasi. Tari Gandrung telah mengalami beberapa pergeseran bentuk, seperti tidak

    harus dimainkan setelah panen saja, tetapi dimainkan pula dalam berbagai acara. Penari wanita sebagai

    sentral Tari Gandrung menjadi penarik kaum Adam untuk maju ke gelanggang dan mengibing bersama.

    Acara kesakralan kini telah bergeser menjadi sekadar hiburan. Di sinilah mulai tergambar pendapat

    Bakker, Perkembangan perikehidupan seni menunjukkan aspek lain lagi pada pergulatan antara tradisi

    dan inovasi (Bakker, J.W.M., 1979:23).

    Inovasi terkadang memang meminggirkan tradisi. Berbagai tuntutan dan kepentingan yang harus

    terpenuhi, tampaknya menjadikan sisi tradisi menempati urutan nomor dua. Hiburan, kebutuhan dapur

    bagi para penari, dan dalih pelestarian kebudayaan, ternyata menjadikan Tari Gandrung yang kini

    banyak ditampilkan di Lombok mulai keluar dari pakem yang telah digariskan. Inovasi memang

    membawa konsekuensi, dalam hal ini terjadi pergeseran tradisi.

    3. Peralatan dan Pemain

    A. Peralatan

    Peralatan dalam Tari Gandrung disebut dengan gamelan. Ragam gamelan yang dimainkan dalam Tari

    Gandrung ternyata telah mengalami perubahan dari masa ke masa. Pada saat sekarang Tari Gandrung

    dimainkan dengan Gamelan Oncer. Sebelum dimainkan dengan Gamelan Oncer, pertunjukan Tari

    Gandrung diiringi dengan Gamelan Tawaq-Tawaq (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:20). Harnis, David

    (1998:130-131) dalam Tari Gandrung Lombok (1993/1994), membuat semacam periodisasi hasil

    penelitian tentang gamelan di Lombok, yaitu:

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    21/26

    1. Periode I, awal tahun 1700

    Gamelan yang termasuk ke dalam periode ini adalah Gamelan Oncer, Gamelan Tawaq-tawaq, Gamelan

    Barong Tengkong, Gamelan Grantang, dan ensambel Gamelan Wayang .

    2. Periode II yang disebut dengan Periode atau Masa Pertengahan antara tahun 1700-1900

    Gamelan yang termasuk ke dalam periode ini adalah Gamelan Pereret, Gamelan Kamput, Gamelan

    Rebana, dan Gamelan Klentang.

    3. Periode III yang disebut Periode atau Masa Modern, yaitu sesudah tahun 1900

    Gamelan yang termasuk ke dalam periode ini adalah Kecimol, Silokan, Gamelan Gong Sasak, dan Burdah

    (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:20-21).

    Dari kiri ke kanan: Barungan Gamelan Gandrung Desa Dasan Tereng, Barungan Gamelan Gandrung Desa

    Lenek (memakai cungklik dan suling belo), dan Barungan Gamelan Gandrung Desa Suwangi

    Pada dasarnya dalam mengiringi Tari Gandrung, ensambel tradisional yang utama adalah Gamelan

    Oncer. Akan tetapi pada perkembangannya terjadi perubahan ensambel pengiring Tari Gandrung.

    Sebagaimana ditulis dalam buku Tari Gandrung Lombok (1993/1994),

    Peralatan/ensambel gamelan yang dipakai sekarang adalah pemugih, saron, kantil, calung, jegogan,

    suling biasa, pereret, dan rincik. Sedang peralatan yang dipakai dulu adalah ensambel gamelan yang

    terdiri dari, cungklik (dengan dilengkapi alat musik gesek yang disebut redep atau rebab),

    gender/calung, gong, gendang, petuk, rincik, pereret, suling biasa, dan ketipuk (Sri Yaningsih et.al.,

    1993/1994: 21).

    Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa perubahan gamelan pengiring dalam Tari Gandrung tempo

    dulu dan sekarang terdapat pada penambahan saron, kantil, calung, dan jegogan.

    B. Pemain

    Pada awal dipentaskan, Tari Gandrung dimainkan oleh penari pria. Tetapi pada perkembangan

    kemudian, Tari Gandrung dimainkan oleh penari wanita. Perubahan yang terjadi sehubungan

    penggantian peran penari pria dengan penari wanita dalam Tari Gandrung di Lombok, tidak bisa

    dipisahkan dari peran I Gde Ketur. Beliau merupakan pemerhati Tari Gandrung di Lombok yang berperan

    besar dalam mengubah tradisi Tari Gandrung yang semula dimainkan oleh penari pria, kemudian diubah

    menjadi dimainkan oleh penari wanita (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:16).

    Menurut buku Tari Gandrung Lombok (1993/1994), peran penari wanita sebagai pengganti penari pria di

    Banyuwangi telah dikenal pada 1895. Di Lombok sendiri, penggantian peran penari pria dengan wanita

    bisa dilihat ketika I Gde Ketur mulai mengubah tradisi tersebut. Minimal ada dua pendapat tentang

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    22/26

    perubahan peran penari ini. Pertama, perubahan ini terjadi kira-kira pada 1935. Alasan pengambilan

    tahun 1935 berdasarkan penuturan seorang masyarakat dari Suku Sasak bernama Mamiq Rumita. Beliau

    menyatakan bahwa ketika beliau berumur 10 tahun, Tari Gandrung di Lombok sudah ditarikan oleh

    wanita. Mamiq Rumita merupakan seseorang dari suku Sasak yang lahir pada 1925.

    Ketika beliau berumur 10 tahun, beliau telah melihat bahwa Tari Gandrung telah ditarikan oleh penari

    wanita. Dari penuturan ini, dapat diartikan bahwa kisaran waktu penggantian penari pria ke wanita

    dalam Tari Gandrung diperkirakan terjadi pada 1935. Kedua, dilihat dari mulai tampilnya Inaq Bilin sejak

    1920 atau 1922. Inaq Bilin merupakan penari Gandrung wanita yang merupakan keponakan dari Amaq

    Banun, seorang penari Gandrung pria. Dilihat dari angka tahun ini, kemungkinan perubahan penari pria

    ke penari wanita terjadi antara 1920-1935. Sehingga di Lombok sendiri membutuhkan waktu sekitar 25-

    40 tahun untuk membuat sebuah perubahan dari penari Gandrung pria ke penari wanita (Sri Yaningsih

    et.al., 1993/1994:17 dan 22-23).

    C. Pertunjukan Tari Gandrung

    Pertunjukan Tari gandrung dilakukan oleh satu atau dua orang wanita. Biasanya digelar pada malam hari

    yang bertepatan dengan pasca panen padi (R. Diyah Larasati, 1996:16). Dalam setiap pertunjukan, para

    penari Gandrung memakai busana atau pakaian khas penari. Busana penari Gandrung terdiri dari

    beberapa unsur, yaitu:

    1. Gelung/Gegelung, yaitu hiasan penutup kepala yang seluruh permukaan luar bagian belakang dihiasi

    dengan bunga Kamboja yang diikatkan/disangkutkan pada permukaan gelung.

    2. Gempolan, hiasan di atas telinga yang terbuat dari rangkaian bunga Kamboja.

    3. Bapang, yaitu hiasan yang melingkar di sekitar leher, yang menutupi pundak, dada bagian atas dan

    punggung bagian atas

    4. Stagen dan Seret, Stagen merupakan kain yang melilit dipinggang yang berfungsi sebagai sabuk (ikat

    pinggang). Sedang Seret adalah tali kecil yang terbuat dari kain yang dililitkan di Stagen putih.

    5. Elaq-elaq, yaitu lidah-lidah yang tergantung pada Bapang sampai ke perut, terbuat dari kain.

    6. Gonjer/Gegonjer, yaitu sejenis selendang warni-warni sebagai hiasan pinggang.

    7. Ampok-ampok depan, yaitu hiasan pinggul bagian depan

    8. Ampok-ampok belakang, yaitu hiasan pinggul bagian belakang.

    9. Kain panjang

    10. Properti yang dibawa seorang penari Gandrung adalah kipas (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:48-49).

    Busana penari Gandrung

    Keterangan:

    1. Gegelung

    2. Gempolan

    3. Bapang

    4. Stagen dan Seret

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    23/26

    5. Elaq-elaq

    6. Gonjer/Gegonjer

    Seperti ditulis dalam Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan (1996), R. Diyah Larasati dalam artikel berjudul

    Gandrung di Lombok Barat: Ekspresi Simbolis Komunitas Sasak, menjelaskan bahwa sebelum digelar

    pertunjukan Tari Gandrung, terlebih dahulu diadakan prosesi andang-andang, yaitu berupa sesaji yang

    terdiri dari beras, uang logam (244 keping), benang satu ikat, sirih pinang, serta sebutir kepala. Sesaji ini

    digunakan sebagai awalan sebelum pertunjukan Tari Gandrung. Prosesi ini disebut dengan pemeras pati.

    Upacara pemeras pati ditujukan untuk menghilangkan gangguan selama pertunjukan. Pemeras pati

    dilakukan dengan urutan sebagai berikut :

    1. Seorang pemimpin pertunjukan bersama para pemain instrumen, tetua desa, pemilik tempat

    (halaman rumah-rumah Sasak) membakar kemenyan.

    2. Asap kemenyan didekatkan dengan beras dan peralatan lain (mengasapi).

    3. Mengusap mata gong dengan benang sebanyak tiga kali.

    4. Memukul gong tiga kali dengan selang pukul selama satu kali bernafas.

    5. Menebarkan beras bersama uang logam ke seluruh peralatan.

    6. Memukul instrumen dengan bebas bersamaan dengan jatuhnya uang dan beras (lindur) (R. Diyah

    Larasati, 1996:20-21).

    Setelah prosesi pemeras pati selesai dilakukan, maka pertunjukan Tari Gandrung siap untuk dimulai.

    Pertama kali dimainkan Gending Kabor, kemudian disusul dengan Gending Bapangan (Sri Yaningsih

    et.al., 1993/1994:31). Seperi dikutip dalam artikel Khaerul Anwar yang berjudul Semangat Seni Tradisi

    Bangkit di Lombok, Tari Gandrung terdiri dari tiga babak, yaitu babak Bapangan (memperkenalkan diri),

    kemudian menari sambil menyanyi (besandaran atau bedede). Selajutnya adalah babak Gandrungan,

    yaitu mengibas-ngibas kipas dan menari mengitari arena. Pada saat tertentu, penari menyentuhkan

    kipas (tepekan)pada penonton yang serta-merta maju ke arena untuk menari (mengibing) atau disebut

    babak Parianom. Penonton diberikan waktu untuk mengibing sekitar 10 menit, dan sebelum

    meninggalkan arena ia harus menyerahkan uang (http://melayuonline.com/).

    Pengibingan

    Lalu Ma`as dalam makalahnya berjudul Ngibing Bersama Gandrung dan Jangger (1977:12) menyatakan

    bahwa uang yang ditinggalkan para pengibing sebelum meninggalkan arena tidak dimaknai sebagai upah

    bagi para wanita penari Gandrung. Uang tersebut biasa disebut dengan salaran. Esensi salaran dalam

    pertunjukan Gandrung di Lombok adalah ucapan terimakasih bahwa sang pengibing diberikan

    kesempatan untuk turut bersuka cita dengan menari bersama sang Gandrung. Kesempatan ini bagi

    masyarakat Sasak dinilai sebagai sebuah penghargaan (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:33).

    Masih dalam makalah Lalu Ma`as yang berjudul Ngibing Bersama Gandrung dan Jangger (1977:13),

    disebutkan pula aturan yang harus dipatuhi bagi para pengibing ketika menari bersama sang Gandrung

    (penari wanita). Pengibing harus bertindak sopan dan mematuhi norma kesusilaan yang berlaku di

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    24/26

    dalam masyarakat Sasak. Pengibing yang mencoba berbuat tidak senonoh atau asusila terhadap penari

    Gandrung, maka akan mendapatkan hukuman yang dilaksanakan sendiri oleh sang penari Gandrung.

    Jalannya hukuman tersebut adalah:

    Untuk sang Gandrung dilengkapi dengan alat penghukum khusus, yaitu rambun/tangkai sesumping

    yang terbuat dari bambu yang tajam/runcing, mencuat ke arah belakang kepala atas dari pangkal telinga

    di kiri dan kanan gelung. Kalau ada pengibing yang bertindak asusila, maka dengan sekali memutar

    badan disertai dengan lenggokan kepala saja sudah cukup membuat muka pengibing luka-luka, yang

    dengan sendirinya memaksanya untuk mundur teratur, membawa luka serta malu yang sangat (Sri

    Yaningsih et.al., 1993/1994:33).

    Denah tempat menari

    Keterangan:

    * 1. Petak tempat peralatan (gamelan)

    * 2. dan 3. Petak tempat penari Gandrung

    * 3. Petak tempat pengibing

    * L. Lampu

    Pengibing tidak boleh melewati garis batas GLH. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut akan

    dihukum:

    1. Berupa teguran

    2. Peringatan keras

    3. Pengusiran dari tempat arena/pertunjukan (Sri Yaningsih et.al., 1993/1994:32).

    Secara spesifik, dijelaskan dalam buku Tari Gandrung Lombok (1993/1994), bahwa dari ketiga babak di

    atas (Bapangan, Gandrungan, dan Parianom), terdapat juga detail lain dalam sebuah pertunjukan Tari

    Gandung. Adegan pertama adalah Tangis, kemudian disusul dengan adegan Bapangan. Dalam adegan

    Bapangan ini terdapat beberapa gerakan seperti: Gerah, Gabor Seriak, Nyatang, Bedeser, Ngindang,

    Jelek Gendang, Nyede Duduk, Surut Udang, Ngembat, Tindak Baring kiri Ngeluhluh kiri-kanan,

    Betetenggaq, Belemesan, dan Ngecok. Adegan ketiga adalah Rereng Manis, kemudian adegan keempat

    adalah Penepekan. Dalam adegan Penepekan ini terdapat sebuah gerak yang disebut Keleangnginte.

    Terakhir adalah adegan Pengibingan dengan gerakan antara lain: Narung (Sri Yaningsih et.al.,

    1993/1994:83-92).

    Nyede

    4. Nilai Budaya

    Tari Gandrung bagi masyarakat Sasak memuat berbagai makna, seperti ungkapan syukur, suka cita,

    harapan, sampai dengan kesakralan yang tercermin lewat berbagai sesaji sebelum pertunjukan Tari

    Gandrung ditampilkan. Lewat Tari Gandrung inilah, simbolisasi tentang harmonisasi antara alam dan

    manusia dicoba utuk digambarkan oleh para penarinya. Ajaran untuk memanusiakan alam memang

    akrab bagi masyarakat Sasak di Lombok. Ajaran untuk memanusiakan alam inilah yang mengiringi

    kehidupan sehingga membentuk kebudayaan Sasak. Mengutip pendapat Bakker, Kebudayaan adalah

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    25/26

    alam kodrat sendiri sebagai milik manusia, sebagai ruang lingkup realisasi diri. Dalam kebudayaan

    manusia memanusiakan alam, termasuk dirinya sendiri (Bakker, J.W.M., 1979:4).

    Simbolisasi yang sangat erat dalam Tari Gandrung dapat dipahami pula sebagai sebuah nilai

    kebudayaan. Karena dengan melestarikan nilai simbolis ini, berarti pula telah melestarikan tradisi yang

    merupakan bagian penting dari sebuah kebudayaan. Beragam nilai simbolis yang berada dalam Tari

    Gandrung antara lain: penari utama dan pengibing. Sebagai sebuah dunia simbolis tentang kesuburan

    (dimainkan pasca panen padi), pelaku utama dalam Tari Gandrung adalah wanita yang sekaligus

    merupakan jalinan penyusun makna yang secara inderawi hanya bisa tertangkap visualnya, tetapi dari

    sisi ini pelaku yang dalam hal ini penari Gandrung adalah makna itu sendiri yang disimbolkan dengan

    penari (R. Diyah Larasati, 1996:17).

    Wanita dalam hal ini lebih dimaknai sebagai media pengucapan syukur atas panen padi kepada dewi

    kesuburan. Wanita dalam konteks ini pula berperan sebagai tokoh sentral dalam sebuah tarian yang

    memegang peran penting dan sangat dihormati. Kehormatan untuk bisa mengibing dengan penari

    Gandrung merupakan penghargaan bagi masyarakat Sasak. Demikian pula dengan beberapa aturan yang

    harus dipatuhi dalam prosesi mengibing. Hal ini secara tersirat menggambarkan bahwa di lingkungan

    masyarakat Sasak, sosok wanita mendapat kedudukan yang tidak rendah. Kaum wanita dihormati

    karena memiliki nilai tersendiri yang tidak dimiliki oleh kaum pria.

    Makna simbolis lainnya tergambar dalam penepekan, yaitu gerak menyentuhkan kipas antara penari

    Gandrung kepada salah satu penonton (R. Diyah Larasati, 1996:20). Makna simbolis yang tersirat dalam

    bagian ini adalah penyatuan gerak dua dunia, yaitu penari dan penonton dalam satu adegan dan arena

    yang dikenal dengan adegan pengibingan (R. Diyah Larasati, 1996:20). Dari adegan pengibingan ini pula

    terkandung makna susila yang diwujudkan dengan rambun/tangkai sesumping yang terbuat dari bambu

    yang tajam/runcing. Fungsi dari rambun ini sebagai pengendali apabila pengibing melakukan tindakan

    asusila. Di sini tergambar adanya norma kebebasan tetapi tetap menjaga kewaspadaan dan saling

    menghormati antara pelaku pertunjukan. Hal ini merupakan refleksi sistem sosial (kebudayaan) yang

    melingkupi komunitas Sasak (R. Diyah Larasati, 1996:20).

    Selain makna simbolis di atas, dalam tradisi masyarakat Sasak, seorang penari Gandrung merupakan

    seorang perempuan yang masih gadis atau remaja. Seperti ditulis dalam artikel R. Diyah Larasati,

    Gandrung di Lombok Barat: Ekspresi Simbolis Komunitas Sasak, penari yang dipilih biasanya masih

    memiliki hubungan darah dengan penari sebelumnya. Para penari ini terus bergantian melakukan proses

    transmisi (pewarisan) kepada para gadis yang lebih muda. Biasanya pergantian ini terjadi karena seorang

    penari menikah atau pergi ke luar desa. Apabila sampai pada suatu saat tidak ada seorang gadispun

    yang bisa menggantikan kedudukan penari sebelumnya, maka penari tersebut akan memilih melajang

    (tidak kawin) dan memenuhi tugas simbolis masyarakat pendukungnya (R. Diyah Larasati, 1996 :22-23).

    Di sinilah pengorbanan menjadi sebuah konsekuensi bagi para wanita penari Gandrung. Pengorban yang

    harus dilakukan demi melestarikan nilai-nilai simbolisasi budaya yang terdapat pada masyarakat Sasak di

    Lombok.

  • 7/21/2019 Suku Sasak.docx

    26/26