teori belajar konstruktivistik

27
0 TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN IMPLEMENT ASINYA DALAM PEMBELAJARAN IPA KELAS 5 SEKOLAH DASAR ARTIKEL UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Landasan Pendidikan dan Pembelajaran yang dibina oleh Prof. Dr. Ery Tri Djatmika R.W.W Oleh Kuncahyono NIM 132103818601 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR Desember 2013

Upload: a-kang-kuncah

Post on 11-Oct-2015

155 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Teori belajar

TRANSCRIPT

  • 0

    TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN IMPLEMENTASINYA

    DALAM PEMBELAJARAN IPA KELAS 5 SEKOLAH DASAR

    ARTIKEL

    UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

    Landasan Pendidikan dan Pembelajaran

    yang dibina oleh Prof. Dr. Ery Tri Djatmika R.W.W

    Oleh

    Kuncahyono NIM 132103818601

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG

    FAKULTAS PASCASARJANA

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

    Desember 2013

  • 1

    TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN IMPLEMENTASINYA

    DALAM PEMBELAJARAN IPA KELAS 5 SD

    Oleh: Kuncahyono

    Abstrak. Pendekatan pembelajaran merupakan sudut pandang

    terhadap kegiatan pembelajaran didalamnya meliputi metode

    pembelajaran dengan cakupan berbagai teori tertentu. Melalui

    pendekatan pembelajaran siswa diharapkan sudah menguasai fakta,

    keterampilan, konsep dan prinsip yang diperlukan untuk terjadinya

    belajar yang bermakna. Pendekatan kontruktivisme dianggap sesuai

    diterapkan dalam pembelajran IPA kelas 5 SD, karena model ini

    dianggap model pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Artikel ini

    bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik manusia masa depan

    yang diinginkan, konsep dasar teori konstruktivistik, tokoh-tokoh

    dalam teori belajar konstruktivistik, ragam teori konstruktivistik,

    prinsip-prinsip belajar menurut teori konstruktivistik, kelemahan

    dan kelebihan dari teori belajar konstruktivistik, proses belajar

    menurut teori konstruktivistik, dan implementasi teori belajar

    konstruktivistik. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan

    tersebut, guru harus kreatif dan inovatif dalam penyampaian materi

    pembelajaran yang tidak hanya mementingkan hasil, tetapi juga

    proses.

    Kata Kunci: Teori Konstruktivistik, pembelajaran, IPA

    Guru merupakan pemegang peran penting dalam sebuah interaksi

    pembelajaran. Peranan guru tidak hanya sebagai pendidik, tetapi juga sebagai

    pembimbing siswa saat pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan pembelajaran di

    lapangan saat ini belum melahirkan siswa-siswa yang memiliki generasi

    memahami, melainkan sebatas menghafal. Siswa hanya mampu menghafal materi

    dan tidak memahami apa makna sebenarnya yang terkandung di dalamnya.

    Cara yang dapat dilakukan guru agar pembelajaran menjadi bermakna

    salah satunya dengan merubah metode atau pendekatan pembelajaran yang

    digunakan. Pendekatan pembelajaran adalah titik tolak atau sudut pandang

    terhadap kegiatan pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya

    suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya meliputi metode

    pembelajaran dengan cakupan berbagai teori tertentu. Melalui pendekatan

    pembelajaran siswa diharapkan sudah menguasai fakta, keterampilan, konsep dan

    prinsip yang diperlukan untuk terjadinya belajar yang bermakna.

    1

  • 2

    Adapun pendekatan yang bisa digunakan guru dalam pemebelajaran IPA

    untuk membantu menanamkan konsep kepada siswanya di sekolah dasar yaitu

    dengan pendekatan konstruktivistik. Pendekatan kontruktivisme dianggap sesuai

    diterapkan karena model ini dianggap model pembelajaran yang mengaktifkan

    siswa walaupun dalam model pembelajaran ini memiliki beberapa kekurangan

    atau kelemahan.

    Guru dengan menguasai pendekatan konstruktivistik, diharapkan dapat

    lebih percaya diri menyampaikan materi yang bermakna dan variatif dan tidak

    membutuhkan waktu yang lama karena siswa dapat menguasai konsep dan

    mengembangkan konsep wawasannya sendiri melalui interaksi dengan

    lingkungan sekitarnya.

    Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan maka rumusan

    masalah dalam artikel ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana karakteristik manusia masa depan yang diinginkan?

    2. Bagaimana konsep dasar teori konstruktivistik?

    3. Siapa tokoh-tokoh dalam teori belajar konstruktivistik?

    4. Bagaimana ragam teori konstruktivistik?

    5. Bagaimana prinsip-prinsip belajar menurut teori konstruktivistik?

    6. Bagaimana kelemahan dan kelebihan dari teori belajar konstruktivistik?

    7. Bagaimana proses belajar menurut teori konstruktivistik?

    8. Bagaimana implementasi teori belajar konstruktivistik dalam Pembelajaran

    IPA kelas 5 Sekolah Dasar?

    Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dipaparkan sebelunya, maka

    dapat dirumuskan tujuan dalam makalah ini adalah untuk mendeskripsikan:

    1. Karakteristik manusia masa depan yang diinginkan

    2. Konsep dasar teori konstruktivistik

    3. Tokoh-tokoh dalam teori belajar konstruktivistik

    4. Ragam teori konstruktivistik

    5. Prinsip-prinsip belajar menurut teori konstruktivistik

    6. Kelemahan dan kelebihan dari teori belajar konstruktivistik

    7. Proses belajar menurut teori konstruktivistik

  • 3

    8. Implementasi teori belajar konstruktivistik dalam Pembelajaran IPA kelas 5

    Sekolah Dasar

    Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari artikel ini adalah sebagai

    berikut:

    1. Bagi Kepala Sekolah

    Setelah mempelajari dan memahami teori konstruktivistik, maka dapat

    dijadikan bahan rujukan dalam mengimplementasikan pendekatan teori belajar

    konstruktivistik di lingkup sekolah masing-masing.

    2. Bagi Guru

    Guru dapat mengaplikasikan terori pembelajaran kontruktivistik dengan benar

    pada proses kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar.

    3. Bagi Mahasiswa PGSD

    Sebagai bahan acuan dalam mempelajari dan mengaplikasikan teori

    kontruktivistik dalam pembelajaran.

    Karakteristik Manusia Masa Depan yang Diinginkan

    Pembangunan sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia

    dan masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan

    yang dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan,

    kemandirian, tanggung jawab terhadap risiko dalam pengambilan keputusan,

    mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus

    untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu sebuah proses learn

    to be. Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan

    kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya (Raka Joni, 1990 dalam

    Budiningsih, 2005:55).

    Kepekaan berarti ketajaman baik dalam arti kemampuan berpikirnya,

    maupun mudah tersentuh hati nuraninya di dalam melihat dan merasakan segala

    sesuatu mulai dari kepentingan orang lain sampai dengan kelestarian lingkungan

    yang merupakan gubahan sang pencipta. Kemandirian merupakan kemampuan

    menilai proses dan hasil berpikir sendiri di samping proses dan hasil berpikir

    orang lain, serta keberanian bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya benar

    dan perlu. Tanggung jawab merupakan kesediaan untuk menerima segala

  • 4

    konsekuensi keputusan serta tindakan sendiri. Kolaborasi berarti mampu bekerja

    sama dengan individu lainnya dalam meningkatkan mutu kehidupan bersama.

    Langkah srategis yang dapat diwujudkan adalah dengan adanya layanan

    ahli kependidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active

    learning atau pendekatan cara belajar siswa aktif di dalam pengelolaan kegiatan

    belajar mengajar yang mengakui sentralisasi peranan siswa di dalam proses

    belajar, adalah landasan yang kokoh bagi terbentuknya manusia-manusia masa

    depan yang diharapkan.

    Penerapan ajaran Ki Hajar Dewantoro yaitu Tut Wuri Handayani

    merupakan wujud nyata yang bermakna bagi manusia masa kini dalam rangka

    menjemput masa depan. Untuk melaksanakannya diperlukan penanganan yang

    memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan yang tepat ketika

    invidu belajar. Pendidikan ditantang untuk memusatkan perhatian pada

    terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik di atas. Untuk itu

    diperlukan pembelajaran yang dapat mengkonstruk pengetahuan siswa.

    Konstruktivistik merupakan landasan filosofi yang meyakini bahwa

    pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

    melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah

    seperangkat fakta konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.

    Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek,

    fenomena, pengalaman dan lingkungan sekitarnya. Suatu pengetahuan dianggap

    benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan

    persoalan atau fenomena yang sesuai.

    Tujuan dari pembelajaran melalui pendekatan teori belajar konstruktivistik

    ini adalah menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan (ketajaman

    baik dalam arti kemampuan berpikirnya), kemandirian (kemampuan menilai

    proses dan hasil berpikir sendiri), tanggung jawab terhadap resiko dalam

    mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses

    belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri yaitu suatu proses

    "Learn To Be" serta mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah

    yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.

  • 5

    Konsep Dasar Teori Konstruktivistik

    Konstruktivistik merupakan istilah yang sangat besar yang digunakan oleh

    berbagai kalangan. Para kalangan tersebut diantaranya filsuf, guru, psikologi

    pendidikan, dan pihak-pihak lain (Philips, 2000 dalam Hitipeuw, 2009:86). Dalam

    pendidikan, secara umum konstruktivistik adalah satu pandangan belajar yang

    menyatakan bahwa pebelajar menggunakan pengalaman-pengalamannya untuk

    membangun pemahamannya secara aktif agar masuk akal baginya dan bukannya

    memperoleh pemahamannya melalui penyajian informasi dalam bentuk yang

    sudah jadi (Eggen & Kauchak, 994 dalam Hitipeuw, 2009:86).

    Teori belajar konstruktivistik ini pada dasarnya lahir dari kolaborasi dua

    pendekatan aliran psikologi yaitu psikologi perkembangan yang dikembangkan

    oleh Piaget dan aliran psikologi sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky. Kedua

    tokoh ini menekankan bahwa perubahan kognitif ke arah perkembangan terjadi

    ketika konsep-konsep yang sebelumnya sudah ada mulai bergeser karena ada

    sebuah informasi baru yang diterima melalui proses ketidakseimbangan

    (disequilibrium).

    Konstruktivistik memandang belajar sebagai proses di mana pembelajar

    secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-

    konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau ada

    pada saat itu. Dengan kata lain, belajar melibatkan konstruksi pengetahuan

    seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri. Dapat dikatakan

    bahwa, belajar menurut konstruktivistik merupakan upaya keras yang sangat

    personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum

    sebagai konsekuensinya seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata.

    Guru bertindak sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa untuk menemukan

    sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi pengetahuan dengan memecahkan

    masalah-masalah yang realistis.

    Konstruktivistik (yang merupakan perkembangan kognitif) merupakan

    suatu aliran yang didasarkan pada gagasan bahwa proses atau interaksi dari

    perkembangan dan pembelajaran melalui konstruksi aktif dari siswa sendiri yang

    difasilitasi dan dipromosikan oleh orang dewasa yaitu tidak lain adalah guru yang

    ada di sekolah.

  • 6

    Teori belajar konstruktivistik pada intinya adalah bahwa pengetahuan yang

    didapat oleh siswa tidak diberikan begitu saja secara tidak bermakna, tetapi siswa

    sendiri yang secara mandiri membangun atau mengonstruksi pengetahuan tersebut

    dari semua informasi yang masuk atau yang ada di lingkuangan belajarnya,

    menjadi sebuah informasi yang tersusun secara utuh. Hal ini menunjukkan bahwa

    pengetahuan tidak begitu saja dipindahkan melainkan harus dikonstruksikan

    sendiri oleh siswa. Menurut Wahyu (2012) Peran guru dalam pembelajaran bukan

    pemindah pengetahuan, tetapi hanya sebagai fasilitator yang menyediakan

    stimulus baik berupa strategi pembelajaran, bimbingan dan bantuan ketika siswa

    kesulitan belajar, sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan akhirnya siswat

    tersebut mampu mengonstruksi sendiri pengetahuannya.

    Konstruktivistik merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran

    konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,

    yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba.

    Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap

    untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan

    memberi makna melalui pengalaman nyata. Konstruktivistik menekankan bahwa

    siswa secara individual harus menemukan dan mentransformasi informasi

    kompleks, mengecek informasi yang baru terhadap aturan-aturan informasi yang

    lama, dan merevisi aturan-aturan yang lama bila sudah tidak sesuai lagi.

    Menurut Santrock (2008) konstruktivistik adalah pendekatan untuk

    pembelajaran yang menekankan bahwa individu akan belajar dengan baik apabila

    mereka secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman. Hal ini dapat

    disimpulkan bahwa teori konstruktivistik secara ideal bahwa pemahaman dalam

    proses belajar dilakukan sendiri oleh siswa secara aktif.

    Hakikat pembelajaran konstruktivistik menurut Brooks & Brooks (1993)

    adalah pengetahuan bersifat non-objektif, bersifat temporer, selalu berubah, dan

    tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman

    konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti

    menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna. Atas dasar ini,

    maka siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan

  • 7

    tergantung pada pengalaman dan perspektif yang digunakan dalam

    menginterpretasikannya (Dibyo, 2013).

    Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:

    a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu

    sendiri.

    b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan

    mencari sendiri pertanyaannya.

    c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep

    secara lengkap.

    d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

    e. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

    Tokoh-tokoh dalam teori belajar konstruktivistik

    1. Jean Piaget

    Teori belajar konstruktivistik yang dikembangkan oleh Piaget dikenal

    dengan nama konstruktivistik kognitif (personal constructivism). Teorinya berisi

    konsep-konsep utama di bidang psikologi perkembangan dan berkenaan dengan

    pertumbuhan intelegensi, yang untuk Piaget, berarti kemampuan untuk secara

    lebih akurat merepresentasikan dunia, dan dan mengerjakan operasi-operasi logis

    dari representasi-representasi konsep realitas dunia (Agustina, 2012). Teori ini

    memiliki fokus perhatian pada bangkitnya dan dimilikinya schemata-skema

    bagaimana seseorang mengenal dunia-dalam saat "tingkatan-tingkatan

    perkembangan", ketika anak-anak menerima cara baru bagaimana secara mental

    merepresentasikan informasi.

    Teori ini dapat dianggap "konstruktivis", yang berarti bahwa, tidak seperti

    teori nativis (yang berpendapat bahwa perkembangan kognitif sebagai

    perkembangan dari pengetahuan dan kemampuan bawaan) ataupun teori empiris

    (yang berpendapat bahwa perkembangan kognitif sebagai perolehan gradual dari

    pengetahuan melalui pengalaman), teori ini berpendapat bahwa kita

    mengkonstruksi kemampuan kognitif kita melalui kegiatan motivasi-diri dalam

    dunia nyata.

  • 8

    Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh

    secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan aktif. Dari pandangan

    Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada

    tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda

    berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya adalah

    siswa harus memiliki keterampilan untuk menyesuaikan diri atau adaptasi secara

    tepat.

    Ada empat konsep dasar yang diperkenalkan oleh Piaget, yaitu:

    a) Schemata adalah kumpulan konsep atau kategori yang digunakan individu

    ketika beradaptasi dengan lingkungan baru, konsep ini sendiri terbentuk dalam

    struktur pekiran (Intellectual Scheme) sehingga dengan intelektualnya itu

    manusia dapat menata lingkungan barunya. Dapat dikatakan bahwa skemata

    adalah suatu struktur kognitif yang slalu berkembang dan berubah, karena

    proses asimiliasi dan proses akomodasi aktif serta dinamis.

    b) Asimilasi adalah proses penyesuian informasi yang akan diterima sehingga

    menjadi sesuatu yang dikenal oleh siswa, proses penyesuian yang dilakukan

    dalam asimilasi adalah mengolah informasi yang akan diterima, sehingga

    memilki kesamaan dengan apa yang sudah ada dalam skema.

    c) Akomodasi adalah penempatan informasi yang sudah diubah dalam skemata

    yang sudah ada, untuk penempatan tersebut skema perlu menyesuaikan diri.

    d) Equilibrium (keseimbangan) adalah sebuah proses adaptasi oleh individu

    terhadap lingkungan individu, agar berusaha untuk mencapai struktural mental

    atau skemata yang stabil atau seimbang antara asimilasi dan akomodasi.

    Model konstruktivis Piaget dalam mengajar, hendaknya memperhatikan 8

    hal berikut :

    1. Siapkanlah benda-benda nyata yang digunakan siswa. Misalnya penggunaan

    media yang bersifat riil atau kontekstual sesuai dengan materi.

    2. Pilihlah pedekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Yaitu

    dengan memperhatikan penggunaan pendekatan sesuai dengan jenjang/kelas

    saat mengajar.

    3. Perkenalkan kegiatan yang layak dan menarik. Guru dapat menciptakan

    pembelajaran yang menyenangkan melalui permainan.

  • 9

    4. Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan massalah-masalah serta

    pemecahannya.

    5. Anjurkan para siswa untuk saling berinteraksi

    6. Hindari istlah-istilah teknis dan berpikir

    7. Anjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri

    8. Perkenalkan ulang materi dan kegiatan yang sama dalam beberapa tahun.

    Implikasi teori Piaget dalam pembelajaran, antara lain:

    a) Memusatkan perhatian pada proses berpikir anak, bukan sekedar pada hasil.

    b) Menekankan pada pentingnya peranan siswa dalam berinisiatif sendiri dan

    keterlibatan secara aktif dalam pembelajaran.

    c) Memaklumi adaya perbedaan individual dalam kemajuan perkembangan.

    2. Teori Vigosky

    Teori belajar Vygotsky menekankan pada sosiokultural dan pembelajaran.

    Siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial

    disekitarnya. Pengetahuan, sikap, pemikiran, tata nilai yang dimilki siswa akan

    berkembang melalui proses interaksi. Konsep penting dalam teori Vygosky yaitu

    Zone Of Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding. Zone Of Proximal

    Development adalah jarak antara perkembangan sesungguhnya dengan tingkat

    perkembangan potensial dimana siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan

    dibawah bimbingan orang dewasa (guru). Sedangkan Scaffolding merupakan

    pemberian kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian

    mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih

    tanggung jawab yang makin besar setelah dapat melakukannya sendiri.

    Kostrukstivisme sosial Vygotsky meyakini bahwa interaksi sosial, unsur

    budaya, dan aktivitas yang membentuk pengembangan dan pembelajaran

    individu. Vygotsky menekankan bahwa semua mental tingkat tinggi seperti

    berpikir dan pemecahan masalah dimediasi dengan alat-alat psikologis seperti

    bahasa, lambang dan simbol. Vygotsky dalam penelitiannya membedakan dua

    macam konsep yaitu konsep spontan dan konsep ilmiah. Konsep spontan

    diperoleh dari pengetahuan sehari-hari, sedangkan konsep ilmiah diperoleh dari

    pengetahuan dan pembelajaran yang diperoleh dari sekolah. Konsep ini saling

    berhungan antara satu dengan yang lain.

  • 10

    Menurut teori Vygotsky untuk dapat menjelaskan bagaimana pengetahuan

    dibentuk, maka dirangkum dalam dua penjelasan yang bertahap. Pertama, realitas

    dan kebenaran dari dunia luar mengarahkan dan menentukan pengetahuan.

    Kedua, faktor eksternal dan internal mengarahkan pembentukan pengetahuan

    yang tumbuh melalui interaksi faktor-faktor eksternal (kognitif) dan internal

    (lingkungan dan sosial).

    Belajar dalam teori Vygotsky berarti terjadi proses perkembangan internal

    untuk membentuk pengetahuan barunya dengan bantuan orang lain yang

    kompeten, dan hal itu terjadi ketika individu berinteraksi dengan lingkungan

    sosialnya. Oleh karena itu, kesiapan individu untuk belajar sangat bergantung

    pada stimulus lingkungan yang sesuai serta bentuk bimbingan dari orang lain

    yang berkompeten secara tepat, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna

    dan terwujud perkembangan potensinya secara tepat.

    Teori Vygotsky juga menekankan pada hakikat sosiokultural dari

    pembelajaran yaitu siswa belajar menangani tugas-tugas yang dipelajari melalui

    interaksi dengan orang dewasa (guru) dan teman dewasa atau teman sebaya.

    Implementasi teori Vygotsky dalam pembelajaran antara lain:

    a) Pembelajaran kooperatif antar siswa tertata dengan baik

    b) Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menerapkan scaffolding yaitu

    pemberian sejumlah besar bantuan pada siswa pada awal bantuan

    pembelajaran, kemudian siswa mengambil alih tanggung jawab yang semakin

    besar setelah ia dapat melakukannya.

    c) Memaklumi adanya perbedaan perbedaan individu dalam hal kemajuan dalam

    tingkat pemahaman.

    Piaget dan Vygotsky merupakan dua tokoh utama konstruktivistik. Kedua

    tokoh ini memandang bahwa peningkatan pengetahuan merupakan hasil

    konstruksi pembelajaran, bukan sesuatu yang disuapkan dari orang lain. Kedua

    tokoh ini juga berpendapat bahwa belajar bukan semata pengaruh dari luar, tetapi

    ada juga kekuatan atau potensi dari dalam individu yang belajar.

    Meskipun memiliki kesamaan pandangan kedua tokoh ini juga memiliki

    perbedaan, yaitu:

    For Piaget, modes of thinking in the child developed from

    autistic to egocentric to socialized thought. Vygotsky accepted

  • 11

    the general stages of development but rejected the underlying

    genetically determined sequence. Succinctly stated, Piaget believed

    that development precedes learning, Vygotsky believed that

    learning precedes development. A second point of defference

    between the theorists is on the nature and function of speech. For

    Piaget egocentric speech, which the child uses when thinking aloud give way to social speech in which the child recognizes the laws of experience and uses speech to communicate. For Vygotsky,

    the child mind is in herently social in nature, and egocentric speech

    is social in purpose: children learn egocentric speech from other

    and use it to communicate with others (Solso, 2004).

    Perbedaan lainnya antara lain, 1) Piaget memandang pentahapan kognitif

    anak berdasarkan umur yang kaku, semestara Vygotsky menyatakan bahwa dalam

    setiap tahapan itu terdapat perbedaan kemampuan anak, 2) Piaget lebih

    menekankan pada perkembangan kognitif anak sebagai manusia individu yang

    mandiri, sementara Vygotsky mementingkan perkembangan kognitif anak sebagai

    makhluk sosial, dan merupakan bagian integral dari masyarakat, dan 3) Piaget

    menamai potensi diri anak sebagai skemata, sementara Vygotsky menyebutnya

    sebagai Zone of Proximal Development.

    Menurut konsep Zone of Proximal Development (ZPD), perkembangan

    psikologi bergantung pada kekuatan sosial luar sekaligus pada kekuatan batin

    (inner resources). Asumsi konsep dasar ini adalah bahwa perkembangan

    psikologis dan pembelajaran tertanam secara sosial, dan untuk memahaminya kita

    harus menganalisis masyarakat sekitar dan hubungan-hubungan sosialnya.

    Vygotsky menyatakan bahwa anak mampu meniru tindakan yang

    melampaui kapasitasnya, namun hanya dalam batas-batas tertentu. Ketika sedang

    meniru, anak sanggup melakukan secara lebih baik bila dibimbing oleh orang

    dewasa daripada dilakukannya sendiri. Kajian lain menurut (Vygotsky, 1978

    dalam wahyu, 2012) mendefinisikan ZPD sebagai jarak antara tingkat

    perkembangan aktual anak sebagaimana ditentukan oleh kemampuan

    memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial

    sebagaimana ditentukan oleh pemecahan masalah di bawah bimbingan orang

    dewasa atau kerjasama dengan sebaya yang mampu. Oleh karena itu ZPD,

    merupakan perangkat analitik yang diperlukan untuk merencanakan pembelajaran

  • 12

    dan pembelajaran yang berhasil harus menciptakan ZPD yang merangsang

    serangkaian proses perkembangan batiniah.

    Konsep sentral lain dalam karya Vygotsky adalah pembicaraan batin

    (inner speech). Konsep ini muncul dari penjelajahan Vygotsky untuk menemukan

    hubungan antara tindakan pikiran yang tidak terlihat dengan bahasa sebagai

    fenomena kebudayaan, yang bisa dijelaskan dengan analisis obyektif.

    3. Teori Jhon Dewey dan Von Graselfeld

    Selain Piaget dan Vygosky tokoh lain teori belajar kontruktivisme adalah

    Jhon Dewey dan Von Graselfeld. Dalam hal ini seperti dikemukakan oleh Robert

    B. Innes (2004:1) dalam Wahyu, 2012 menjelaskan bahwa Constructivist views

    of learning include a range of theories that share the general perspective that

    knowledge is constructed by learners rather than transmitted to learners. Most of

    these theories trace their philosophical roots to John Dewey. Maksudnya adalah

    bahwa pandangan penganut konstruktivistik mengenai belajar meliputi

    serangkaian teori yang membagi perespektif umum bahwa pengetahuan

    dikonstruksi oleh siswa bukan ditransfer ke siswa. Kebanyakan dari teori seperti

    ini berakar dari filsafat Jhon Dewey. Dewey menjelaskan bahwa manusia tidak

    selayaknya dibagi ke dalam dua bagian, satunya emotional dan yang lainnya

    intelektual yang satunya materi nyata, lainnya imajinatif.

    Ragam Teori Konstruktivistik

    Terdapat dua ragam dalam teori konstruktivistik yang biasanya disebut

    sebagai konstruktivistik kognitif dan konstruktivistik sosial. Pengertian belajar

    menurut konstruktivistik kognitif adalah proses perubahan dalam struktur kognitif

    seorang individu sebagai hasil konstruksi pengetahuan yang bersifat individual

    dan internal.

    Berbeda dengan konstruktivistik kognitif dimana anak cenderung lebih

    bebas mengkonstruk sendiri pengetahuannya dan peran guru yang akhirnya kabur

    dan tidak jelas sebagai pengajar. Sebaliknya, konstruktivistik sosial yang

    dipelopori Vygotsky mengedepankan pengkonstruksian pengetahuan dalam

    konteks sosial sehingga peran guru menjadi jelas dalam membantu anak mencapai

    kemandirian. Dari Piaget ke Vygotsky ada pergeseran konseptual dari individual

  • 13

    ke kolaborasi, interaksi sosial, dan aktivitas sosiakultural. Pengertian belajar

    menurut konstruktivistik sosial adalah proses perubahan perilaku yang terjadi

    sebagai akibat munculnya pemahaman baru yang dibangun dalam konteks sosial

    sebelum menjadi bagian pribadi individu.

    Menurut Santrock (2008) salah satu asumsi penting dari konstruktivistik

    sosial adalah situated cognition yaitu ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan

    (disituasikan) dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang.

    Konsep situated cognition menyatakan bahwa pengetahuan dilekatkan dan

    dihubungkan pada konteks di mana pengetahuan tersebut dikembangkan. Jadi

    idealnya, situasi pembelajaran diciptakan semirip mungkin dengan situasi dunia

    nyata. Adapun perbedaan secara garis besar antara konstruktivistik kognitif dan

    konstruktivistik sosial sebagai berikut:

    Tabel 1: Perbedaan konstruktivistik kognitif dan konstruktivistik sosial

    Aspek Konstruktivistik Kognitif Konstruktivistik Sosial

    Pengetahuan Dibangun secara individual dan internal. Sistem

    pengetahuan secara aktif dibangun oleh

    pebelajar berdasarkan struktur yang sudah ada

    Dibangun dalam konteks

    sosial sebelum menjadi

    bagian pribadi individu

    Pandangan

    terhadap

    interaksi

    Menimbulkan disequilibration yang mendorong

    individu mengadaptasi skema-skema yang ada

    Meningkatkan

    pemahaman yang telah

    ada sebelumnya dari

    hasil interaksi

    Belajar Proses asimilasi dan akomodasi aktif

    pengetahuan-pengetahuan baru ke dalam

    struktur kognitif yang sudah ada

    Integrasi siswa ke dalam

    komunitas pengetahuan.

    Kolaborasi informasi

    baru untuk meningkatkan

    pemahaman

    Strategi belajar Experience based & discovery oriented Sharing & Cooperative

    learning

    Peran guru Minimal & lebih membiarkan siswa

    menemukan sendiri ide sehingga posisi guru

    sebagai pengajar menjadi kabur

    Penting dalam membantu

    (scaffolding) siswa

    mencapai kemandirian

    melalui interaksi sosial.

    Sumber: diadobsi dari (Dibyo, 2013)

    Prinsip-Prinsip Belajar Menurut Teori Konstruktivistik

    Berkaitan dengan teori konstruktivistik dalam, Vygotsky mengemukakan

    empat prinsip seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000:256 dalam Wahyu, 2012)

    yaitu:

  • 14

    a) Pembelajaran Sosial (social leaning).

    Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran

    kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama

    dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap.

    b) ZPD (Zone of Proximal Development)

    Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika

    berada dalam ZPD (zona perkembangan maksimal). Siswa bekerja dalam ZPD

    jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan

    masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya. Bantuan atau

    support dimaksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-

    soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan

    kognitif si anak.

    c) Masa Magang Kognitif (Cognitif Apprenticeship)

    Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh

    kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang

    dewasa, atau teman yang lebih pandai.

    d) Pembelajaran Termediasi (mediated learning)

    Pada prinsip ini Vygostky menekankan pada scaffolding yaitu siswa diberi

    masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan

    secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.

    Kelemahan dan Kelebihan Dari Teori Belajar Konstruktivistik

    a) Kelebihan

    Dalam proses membina pengetahuan baru, siswa berpikir untuk dapat

    menyelesaikan masalah, mengembangkan ide dan membuat keputusan.

    Siswa terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka menjadi

    lebih paham dan dapat mengapliksikannya dalam setiap situasi di lingkungan.

    Oleh kerana siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih

    lama terhadap semua konsep. Melalui pendekatan ini siswa akan membina sendiri

    kepahaman mereka. Justru mereka lebih yakin dalam menghadapi dan

    menyelesaikan masalah dalam setiap situasi baru. Oleh kerena mereka terlibat

    secara terus, mereka paham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sehat.

    Teori belajar konstuktivisme memiliki beberapa kelebihan atau keunggulan yaitu:

  • 15

    Dalam aspek berpikir yakni pada proses membina pengetahuan baru, siswa

    berpikir untuk menyelesaikan masalah, menggali ide dan membuat keputusan.

    Dalam aspek kepahaman seorang siswa terlibat secara langsung dalam mebina

    pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu mengaplikasikannya

    dalam semua situasi.

    Dalam aspek mengingat yakni siswa terlibat secara langsung dengan aktif,

    mereka akan mengingat lebih lama tentang konsep. Melalui pendekatan ini

    siswa dapat meningkatkan kepahaman mereka.

    Dalam aspek kemahiran sosial yakni kemahiran sosial diperoleh apabila

    seorang siswa berinteraksi dengan teman, kelompok kerja maupun dengan guru

    dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan maupun wawasan baru.

    Pembelajaran konstruktivistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk

    mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa

    sendiri.

    Pembelajaran konstruktivistik memberi pengalaman yang berhubungan dengan

    gagasan yang telah dimiliki siswa sehingga siswa terdorong untuk

    membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang

    siswa.

    Pembelajaran konstruktivistik memberi siswa kesempatan untuk berpikir

    tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif,

    mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan

    pada saat yang tepat.

    Pembelajaran konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuk

    mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan

    diri dengan menggunakan berbagai konteks.

    Pembelajaran konstruktivistik mendorong siswa untuk memikirkan perubahan

    gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan

    siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

    Pembelajaran konstruktivistik memberikan lingkungan belajar yang kondusif

    yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan

    menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

  • 16

    b) Kelemahan

    Teori belajar konstuktivisme memiliki kekurangan atau kelemahan yakni:

    Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil

    konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah

    ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.

    Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri,

    hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan

    penanganan yang berbeda-beda.

    Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah

    memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas

    siswa.

    Meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses

    belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus

    memiliki perilaku yang elegan sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan

    pengajaran yang sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan.

    Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya

    kurang begitu mendukung, siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya.

    Proses belajar kontruktivistik secara konseptual adalah proses belajar yang

    bukan merupakan perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar

    kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan

    akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan

    belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan

    pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.

    Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik

    Proses belajar konstruktivistik dipandang sebagai pemberian makna oleh

    siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan skomodasi yang

    bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya (Budiningsih, 2005:58).

    Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya daripada segi perolehan

    pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Pemberian makna terhadap

    objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan sendiri-sendiri oleh

    siswa, melainkan melalui interaksi dalam kehidupan sosial yang beragam dan

  • 17

    unik. Interaksi sosial tersebut bisa terjadi di dalam kelas atau di luar kelas. Dapat

    dikatakan bahwa dalam mengkonstruk pengetahuan siswa, hendaknya

    mengutamakan pada pengelolaan proses informasi daripada hasil belajarnya,

    seperti ijasah, penghargaan bahkan nilai.

    Adapun aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam proses belajar

    menurut teori konstruktivistik adalah:

    a. Peranan siswa

    Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses

    pembentukan pengetahuan (Budiningsih, 2005:58). Siswa dipandang memiliki

    kemampuan atau pengetahuan awal tersebut menjadi dasar dalam

    mengkonstruki pengetahuan yang baru. Pembentukan pengetahuan aktif

    dilakukan oleh siswa itu sendiri. siswa sudah memiliki kemampuan awal

    sebelum mempelajari sesuatu. Siswa aktif dalam menggali beragam informasi,

    melakukan kegiatan, aktif dalam berpikir, menyusun konsep dan memaknai

    konsep tersebut sesuai dengan arahan dan bimbingan dari guru.

    b. Peranan guru

    Dalam belajar konstruktivistik, peran guru adalah membantu dan membimbing

    siswa agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan dengan

    lancar atau sesuai tujuan. Ada yang perlu ditekankan bahwa guru tidak

    menstransfer pengetahuan yang dimilikinya ke siswa, melainkan membantu

    siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

    Menurut Budiningsih (2005:59) peranan kunci guru dalam interaksi

    pendidikan adalah pengendalian yang meliputi: (1) menumbuhkan kemandirian

    dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak, (2)

    menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan

    meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa, dan (3) menyediakan sistem

    dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang

    optimal untuk berlatih.

    Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa peran pokok guru

    dalam interaksi pendidikan haruslah dapat menumbuhkan kemandirian,

    kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dan menyediakan sistem

    dukungan yang memberikan kemudahan belajar bagi siswa.

  • 18

    c. Sarana belajar

    Pandangan teori konstruktivistik menekankan bahwa sarana belajar juga

    memiliki peranan yang besar dalam membantu siswa untuk mengkonstruk

    pengetahuannya. Sarana belajar tersebut dapat berupa media, peralatan,

    lingkungan sekitar, dan bahan-bahan lainnya yang dapat menunjang

    pelaksanaan pembelajaran.

    d. Evaluasi belajar

    Berbagai bentuk evaluasi belajar yang dapat dilakukan adalah dengan

    mengarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruki pengetahuan yang

    menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi seperti tingkat penemuan

    pada taksonomi Merrill, atau strategi kognitif dari Gagne, serta sintesis pada

    taksonomi bloom (Budiningsih, 2005:61).

    Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Pembelajaran IPA Kelas

    5 SD

    a. Tahapan Konstruktivistik dalam pembelajaran IPA

    Dalam paradigma absolutisme, siswa dianggap tidak memiliki

    pengetahuan apa pun ketika berada di awal proses pembelajaran. Ibarat sebuah

    botol kosong. Sebaliknya, dalam paradigma konstruktivistik, siswa diakui telah

    memiliki pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki sebelum mengikuti proses

    kegiatan pembelajaran yang sesungguhnya sering diberi label pengetahun awal

    siswa. Pengetahuan awal ini diperolehnya dari sumber-sumber belajar yang

    tersedia di luar lingkungan sekolah atau dari pembelajaran sebelumnya.

    Konsepsi yang dibangun siswa sebelum mengikuti pembelajaran dapat

    dikatakan sebagai pengetahuan awal para siswa tentang fenomena atau kejadian

    yang akan dipelajari. Pengetahuan yang telah dimiliki siswa mengarahkan

    perhatiannya pada satu atau dua hal tertentu dari seluruh materi yang sedang

    dipelajari. Hal ini dapat dikatakan bahwa, pengetahuan siswa ini menjadi

    semacam penyaring tentang hal-hal yang harus dipelajari.

    Demikian juga, proses mengajar dalam paradigma konstruktivistik, siswa,

    seperti anak yang sedang belajar menaikkan layang-layang, aktif mencari

    pengetahuan (IPA) didampingi guru sebagai fasilitator yang juga aktif. Mereka

  • 19

    secara bersama-sama terlibat aktif dalam dialog mencari kebenaran IPA.

    Mengajar berarti memberdayakan, mengajar untuk belajar.

    Walaupun penerapan tradisi konstruktivis itu berbeda-beda, namun ada hal-hal

    yang sama.

    Ishii (2003) menawarkan five guiding principles of constructivism yang

    dapat diterapkan di kelas.

    a) Posing problems of emerging relevance to students

    Dengan fokus pada minat siswa dan pengetahuan awal sebagai titik awal, siswa

    menjadi mudah terlibat dan termotivasi untuk belajar. Pertanyaan-pertanyan

    yang relevan diberikan kepada siswa untuk mendorong mereka berpikir dan

    mempertanyakan apa yang dipikirkan itu.

    b) Structuring learning around primary concepts

    Ini merujuk pada perancangan pelajaran di sekeliling ide atau konsep utama,

    daripada menyajikan berbagai topik yang terpisah-pisah satu dengan yang

    lainnya. Menggunakan konsep yang lebar memungkinkn siswa terlibat dari

    berbagai perspektif dan kemampuannya.

    c) Seeking and valuing students' points of view

    Prinsip ini memberi kesempatan mengakses penalaran siswa dan proses

    berpikirnya. Dengan cara itu, guru dapat menyusup lebih dalam agar belajar

    menjadi lebih bearti bagi siswa. Tentu saja Anda sebagai guru harus siap

    menjadi pendengar yang baik terlebih dahulu.

    d) Adapting curriculum to address students suppositions

    Adapatasi kurikulum untuk menghargai gagasan siswa merupakan fungsi dari

    kebutuhan kognitif pada tugas-tugas spesifik dan hakikat pertanyaan siswa

    yang terlibat pada tugas tersebut.

    e) Assessing student learning in the context of teaching

    Dalam pengajaran tradisional, konteks belajar sering tidak berhubungan

    dengan assessment (penilaian). Assessmentyang autentik mestinya dapat

    dicapai melalui pengajaran, interaksi antara guru dan siswa siswa dengan

    siswa, serta pengamatan tentang tugas-tugas yang dilaksanakan siswa.

    Ciri pembelajaran yang bersifat konstruktif ini dapat dibedakan dengan

    pembelajaran yang bersifat tradisional dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) lebih

  • 20

    memahami dan merespon minat, kekuatan, pengalaman dan keperluan siswa

    secara individual; (2) senantiasa menyeleksi dan mengadaptasi kurikulum; (3)

    berfokus pada pemahaman siswa dan menggunakan pengetahuan sains, ide, serta

    proses inkuiri; (4) membimbing siswa dalam mengembangkan saintifik inkuiri;

    (5) menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dan berdebat dengan

    siswa lain; (6) secara berkesinambungan melakukan asesmen terhadap

    pemahaman siswa; (7) memberikan bimbingan pada siswa untuk berbagi

    tanggung jawab dengan siswa lain; dan (8) mensuport pembelajaran kooperatif

    (cooperative learning), mendorong siswa untuk bekerja sama dengan guru lain

    dalam mengembangkan proses inkuiri.

    Adapun implementasi pendekatan pembelajaran konstruktivistik yang

    bertujuan meningkatkan pemahaman, aktivitas, dan hasil belajar menurut Karli

    dan Yuliariatiningsih (2003:5) antara lain meliputi 4 tahapan yaitu sebagai

    berikut: (1) tahap apersepsi/mengungkapkan konsepsi awal, (2) tahap eksplorasi,

    (3) tahap diskusi dan penjelasan konsep, dan (4) tahap pengembangan dan aplikasi

    konsep.

    Secara rinci tahapan kegiatan pembelajaran tersebut adalah sebagai

    berikut:

    1) Tahap pertama, yaitu dengan mengaitkan pengetahuan awal siswa dengan

    mengajukan pertanyaan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan masalah-

    masalah yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan

    dengan konsep yang akan dipelajari.

    2) Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan

    konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data

    dalam suatu kegiatan yang dirancang oleh guru. Pada pelaksanaannya siswa

    berkelompok untuk berdiskusi, baik dalam diskusi kelompok itu sendiri

    maupun antarkelompok memecahkan masalah yang disajikan oleh guru. Secara

    keseluruhan tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa.

    3) Tahap ketiga, siswa berperan secara aktif dalam menginterpretasikan dan

    memahami konsep yang baru dalam diskusi kelas, pada saat siswa memberikan

    penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah

  • 21

    dengan penguatan guru maka siswa membangun pemahaman baru tentang

    konsep yang dipelajari.

    4) Tahap keempat, memberi dorongan kepada siswa untuk mengaplikasikan atau

    menerapkan konsep yang dipelajarinya dalam berbagai aspek

    kegiatan/kehidupan sehari-hari di lingkungannya.Guru menciptakan iklim

    pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman

    konseptual, melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah-

    masalah yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya.

    Dalam pembelajaran agar dapat melaksanakan keempat tahapan tersebut

    dilakukan dengan menggunakan metode discovery dalam kerja kelompok. Hal ini

    sesuai dengan pendapat Undang dan Komara, (1996:21), bahwa penggunaan kerja

    kelompok dalam belajar mengajar bertujuan agar para peserta didik mampu

    bekerja sama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan bersama.

    b. Pembelajaran konsep perubahan benda dengan pendekatan pembelajaran

    konstruktivistik

    Materi pembelajaran perubahan benda di kelas V Sekolah Dasar

    merupakan bagian dari ruang lingkup perubahan sifat benda baik sementara

    maupun tetap yang terdapat dalam kurikulum KTSP 2006 IPA SD. Berdasarkan

    hal tersebut, maka pembelajaran perubahan benda di kelas V Sekolah Dasar

    direncanakan sesuai dengan tuntutan pembelajaran IPA di SD yaitu pengenalan

    masalah yang sesuai dengan situasi, meningkatkan keefektifan dalam

    pembelajaran, dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi masa kini.

    Dalam pembelajaran konsep perubahan benda di kelas V Sekolah Dasar

    dengan menggunakan pendekatan konstruktivis dapat dipaparkan dalam

    penjelasan berikut:

    1) Tahap Apersepsi

    Pada tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan

    pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, serta menjelaskan

    fenomena yang mereka alami sesuai dengan konsep yang akan dipelajari yaitu

    pembelajaran konsep perubahan benda. Siswa mengemukakan pengalaman

    konkretnya misalnya, buah membusuk, nasi menjadi basi, pembuatan tape, dan

    kayu menjadi lapuk, dsb.

  • 22

    2) Tahap Eksplorasi

    Dalam tahap eksplorasi, hal ini dapat dilakukan dengan menghubungkan

    antara pengetahuan awal siswa dengan materi yang baru dengan memberi

    kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui

    pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu

    kegiatan yang dirancang oleh guru. Pada tahap ini peran guru sedikit lebih

    dominan dimana guru membantu siswa dalam mengidentifikasi konsep dari

    pengalaman siswa. Untuk menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya maka

    dipandu dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dapat membantu pemahaman

    siswa secara konseptual maupun prosedural.

    Strategi pembelajaran yang digunakan adalah bertanya, diskusi kelompok,

    inquiry, dan penggunaan media yang dirancang untuk memperdalam pemahaman

    siswa dan juga untuk guru itu sendiri. Dalam kerja kelompok dengan

    menggunakan metode discovery, dibentuk kelompok dengan anggota antara 4-5

    orang, hal ini sesuai dengan pendapat Lie (2005:47) bahwa, jumlah anggota

    dalam satu kelompok bervariasi mulai dari 2 sampai 5, menurut kesukaan guru

    dan kepentingan tugas. Anggota kelompok dibuat secara heterogen berdasarkan

    beberapa alasan. Menurut Lie (2005:45), yaitu: (a) kelompok heterogen

    memberikan kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling

    mendukung,(b) kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama,

    etnik, dan gender; dan (c) kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas

    karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru

    mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang.

    3) Tahap Diskusi dan Penjelasan Konsep

    Pada tahap ini, siswa berperan secara aktif dalam menginterpretasikan dan

    memahami konsep yang baru dalam diskusi kelas, pada saat siswa memberikan

    penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan

    penguatan guru, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang

    dipelajari. Pada bagian ini guru membimbing dan memfasilitasi siswa agar dapat

    membangun suatu konsep tentang perubahan benda baik yang bersifat

    sementara/tetap dan membantu pemahaman serta pengkomunikasian pengalaman

    kongkrit siswa.

  • 23

    4) Tahap Pengembangan dan Aplikasi Konsep

    Guru membantu siswa untuk dapat menginterpretasikan dan

    menggeneralisasikan hasil dari pengalaman konkretnya serta hasil analisis

    bersama guru. Pada tahap ini siswa mencoba memecahkan masalah-masalah baru

    yang masih berhubungan dengan perubahan pada benda. Misalnya, faktor-faktor

    penyebab, macam-macam perubahan benda, dsb. Siswa juga mencoba untuk

    memperlakukan benda-benda (manipulatif material) misalnya melakukan

    percobaan atau mendemonstrasikan di depan kelas.

    Pembelajaran IPA sangat ditunjang terutama dalam proses pelaksanaan

    pembelajarannya. Hal ini dikarenakan bahwa, sangat penting bagi para siswa

    dengan adanya model pembelajaran yang tepat maka hasil belajar siswa akan

    sangatlah baik. Semua belajar tergantung pada pengalaman, baik pengalaman

    langsung maupun tidak langsung, disinilah pembelajaran konstruktivis sangat

    cocok digunakan sebagai model belajar IPA.

    Dalam pembelajaran IPA khususnya pembelajaran konsep perubahan

    benda, siswa akan belajar melalui pendekatan pembelajaran konstruktivis.

    Diantaranya dengan menggali materi, menemukan permasalahan, berdiskusi

    kelompok, memperagakan model secara langsung dalam konsep sifat dan

    perubahan wujud benda. Setelah pembelajaran berakhir, guru dapat memberikan

    refleksi, konfirmasi, dan evaluasi terhadap hasil belajar siswa.

  • 24

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Berdasarkan hasil paparan pembahasan materi, maka dapat disimpulkan

    bahwa: Tujuan dari pembelajaran melalui pendekatan teori belajar konstruktivistik

    ini adalah menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan (ketajaman

    baik dalam arti kemampuan berpikirnya), kemandirian (kemampuan menilai

    proses dan hasil berpikir sendiri), tanggung jawab terhadap resiko dalam

    mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses

    belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri. Tokoh-tokoh dalam

    teori belajar konstruktivistik diantaranya adalah Jean Piaget, Vygotsky, dan Jhon

    Dewey dan Von Graselfeld. Implementasi pendekatan pembelajaran

    konstruktivistik antara lain meliputi 4 tahapan yaitu sebagai berikut: (1) tahap

    apersepsi/mengungkapkan konsepsi awal, (2) tahap eksplorasi, (3) tahap diskusi

    dan penjelasan konsep, dan (4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep.

    Saran

    Guru hendaknya dapat menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif

    sesuai dengan karakteristik siswa, materi, metode dan strategi pembelajaran agar

    pembelajaran menjadi bermakna. Dalam pendekatan konstruktivistik, guru

    dituntut untuk kreatif, dan inovatif dalam mengemas pembelajaran. Peran guru

    dalam pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivistik diharapkan

    dapat menjadikan siswa lebih paham tentang suatu konsep materi, karena siswa

    sendiri secara aktif yang membangun pemahamannya. Untuk itu guru perlu

    meningkatkan fungsi kredibilitasnya tidak hanya sebagai pendidik, tetapi juga

    sebagai mediator, fasilitator dan pembimbing yang baik.

    24

  • 25

    DAFTAR RUJUKAN

    Agustina, Ridha. 2012. Memilih dan Memilah Prinsip Pembelajaran IPA SD yang

    Berprinsip pada Pendekatan Konstruktivistik, (online),

    (http://ridhaagustinapgsdipab.blogspot.com/2012/10/memilih-dan-

    memilah-prinsip.html), diakses 23 November 2013.

    Brooks, Jacqueline Grennon and Brooks, Martin G. 1993. The case for

    constructivist classrooms. Alexandria, VA: ASCD, pdf (online).

    Budiningsih, C Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Rineka Cipta.

    Dibyo Wiyono, Bambang. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran Konstruktivistik

    dan Implikasinya dalam Setting Bimbingan Konseling, (online),

    (http://bambangdibyo.wordpress.com/2013/03/16/teori-belajar-dan-

    pembelajaran-konstruktivistik-dan-implikasinya-dalam-setting-bimbingan-

    konseling/), diakses 10 September 2013.

    Hitipeuw, Imanuel. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri

    Malang.

    Ishii, Drew K. 2003. Learning in Science and Mathematics ERIC Clearinghouse

    for Science Mathematics and Environmental Education ERIC Identifier:

    ED482722, pdf (online)

    Karli, H., dan Yuliariatiningsih, S.M. 2003. Implementasi KBK (edisi2). Bandung:

    Bina Media Informasi.

    Lie, A. 2005. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

    Santrock, J. W. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua (terjemahan). Jakarta:

    Kencana.

    Slavin, Robert E. 1997. Educational Psychology-Theory and Practice. Fourth

    Edition. Boston: Allyn and Bacon.

    Solso, Robert L. 2004. Cognitive Psychology. New York: Pearson Educational.

    Undang, G., Komara, C., dan Suhendar D. 1996. Peningkatan Mutu Proses

    Belajar Mengajar Sekolah Dasar. Bandung: Siger Tengah.

    25

  • 26

    Wahyu. 2012. Teori Belajar Menurut Konstruktivistik dan Landasan Filosofinya,

    (online), (http://wahyushine.blogspot.com/2012/06/v-

    behaviorurldefaultvmlo.html), diakses 23 November 2013.