teori gaya kepemimpinan

Upload: dhini-agustina

Post on 18-Oct-2015

86 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bab2 gaya kepemimpinan

TRANSCRIPT

BAB II

35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1Tinjauan Pustaka

2.1.1Kepemimpinan

2.1.1.1Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan lebih dari sekedar seperangkat keterampilan dan keahlian. Kepemimpinan mempunyai kualitas personal halus yang agak sulit dilihat, tetapi sangat berpengaruh. Pengertian kepemimpinan menurut Malayu Hasibuan, 2006:170 adalah :

cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Sedangkan menurut Rost, Joseph C (Triantoro Safaria, 2004:3):

Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya.

Kepemimpinan didefinisikan juga oleh Terry, George R (Kartini Kartono, 2005: 57) yaitu :

kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.

Dari beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang lain dan merubah perilaku untuk mencapai tujuan bersama.

2.1.2.2Tipe Kepemimpinan

Pelaksanaan kepemimpinan cenderung menumbuhkan kepercayaan, partisipasi, loyalitas, dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif, hal ini semua akan diperoleh karena kecakapan, kemampuan, dan perilaku pimpinan tersebut. Menurut Malayu Hasibuan, 2006:169 ada beberapa tipe, di antaranya:

1. Tipe karismatis

Tipe pemimpin ini memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan dapat dipercaya. Memiliki inspirasi, keberanian dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri.

2. Tipe paternalistis dan maternalistis

Tipe paternalitis selalu menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak atau belum dewasa. Terlalu bersikap melindungi dan jarang memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil keputusan sendiri. Sedangkan untuk kepemimpinan tipe maternalitis memiliki ciri yang hampir mirip dengan paternalistis. Namun yang membedakan adalah sikap terlalu melindungi yang lebih menonjol, disertai dengan kasih sayang yang berlebihan.

3. Tipe militeristis

Perlu dipahami bahwa tipe kepemimpinan militeristis itu berbeda dengan kepemimpinan organisasi militer. Sifat dari pemimpin yang militeristis antara lain lebih banyak menggunakan sistem perintah terhadap bawahannya dan seringkali kurang bijaksana. Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan. Menyenangi formalitas, menuntut adanya disiplin keras dan komunikasi yang berlangsung searah juga merupakan sifat dari pemimpin militeristis.

4. Tipe otokratis

Sifat dari pemimpin yang otokratis adalah memberikan perintah-perintah yang dipaksakan dan harus dipatuhi. Tidak pernah memberikan informasi secara detail tentang rencana-rencana yang akan datang. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri.

5. Tipe laisser faireTipe kepemimpinan laisser faire praktis tidak memimpin. Dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri. Pemimpin laisser faire biasanya tidak memiliki keterampilan teknis.

6. Tipe populistis

Kepemimpinan populistis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan luar negeri.

7. Tipe administratif

Tipe ini mampu menyelenggarakan tugas-tugas administratif secara efektif. Sedangkan para pemimpinnya terdiri dari para teknorat dan para administrator yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan.

8. Tipe demokratis

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efesien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada person atau individu pemimpin, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.

2.1.1.3 Perilaku Kepemimpinan

Teori perilaku kepemimpinan merupakan teori teori yang menjelaskan bahwa perilaku khusus membedakan antara satu pemimpin dengan pemimpin lainnya. Pemimpin dalam kepemimpinannya secara khusus harus memiliki kemampuan lebih yang digunakan untuk keputusan yang diambil terhadap bawahannya dalam pencapaian tujuan.

Menurut Robbins, Stephen P dialihbahasakan oleh Benyamin Molan, 2006;434, teori perilaku kepemimpinan berdasarkan penelitian terdahulu adalah:

1. Teori Perilaku Kepemimpinan Ohio

Teori perilaku ini berusaha untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi dari perilaku kepemimpinan. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh dua dimensi yang secara hakiki menjelaskan kebanyakan perilaku kepemimpinan yang digambarkan oleh bawahan. Kedua dimensi tersebut antara lain:a. Struktur Prakarsa (Initiating Structure)

Stuktur prakarsa ini mengacu kepada sejauhmana seorang pemimpin berkemungkinan menetapkan dan menstruktur perannya dan peran bawahannya dalam mengusahakan tercapainya tujuan. Struktur ini mencakup perilaku yang berupaya mengorganisasi kerja, hubungan kerja, dan tujuan. Pemimpin yang dicirikan tinggi dalam struktur prakarsanya dapat digambarkan sebagai seseorang yang menugasi bawahan-bawahannya dengan tugas tertentu, mengharapkan pekerja mempertahankan standar kerja yang pasti, dan menekankan dipenuhinya tenggat-tenggat (deadline).

b. Pertimbangan (Consideration)

Pertimbangan digambarkan sejauhmana seseorang berkemungkinan memiliki hubungan pekerjaan yang dicirikan oleh saling percaya, menghargai gagasan bawahan, dan memperhatikan perasaan mereka yang menunjukkan tingkat kepedulian yang tinggi terhadap bawahannya. Gaya kepemimpinannya sangat berorientasi pada orang, dengan menekankan keramahan dan pemberdayaan.

Pemimpin yang tinggi dalam struktur prakarsa dan pertimbangan (seorang pemimpin tinggi-tinggi) cenderung lebih sering mencapai kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi daripada pemimpin yang rendah dalam struktur prakarsa dan pertimbangan rendah-rendah. Struktur prakarsa yang tinggi mendorong tingginya tingkat keluhan, kemangkiran, serta keluar masuknya karyawan dan tingkat kepuasan pekerjaan yang lebih rendah dalam penyelesaian pekerjaan, pertimbangan yang tinggi secara negatif dihubungkan dengan penilaian kinerja dari pemimpin itu oleh atasannya. Dapat disimpulkan bahwa teori Ohio ini menyarankan bahwa gaya tinggi-tinggi umumnya membawa hasil yang positif namun sering dijumpai bahwa faktor-faktor situasional perlu dipadukan dalam teori ini.

2. Teori Perilaku Kepemimpinan Michigan

Teori perilaku Michigan ini mempunyai sasaran penelitian yang serupa dengan penelitian Ohio, yaitu mencari karakteristik perilaku pemimpin yang tampaknya dikaitkan dengan ukuran keefektifan kinerja, terdapat dua dimensi dalam teori kepemimpinan Michigan, yaitu:

a. Kepemimpinan Berorientasikan Karyawan

Kepemimpinan tersebut menekankan hubungan antar pribadi pemimpin berminat secara pribadi terhadap kebutuhan bawahan dan menerima perbedaan individual diantara anggota.

b. Kepemimpinan Berorientasikan Produksi

Kepemimpinan tersebut cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan, perhatian utama mereka adalah pada penyelesaian tugas kelompok mereka dan anggota-anggota kelompok adalah suatu alat untuk tujuan akhir.

Dari penelitian Michigan dapat diambil kesimpulan bahwa peneliti Michigan lebih menyukai pemimpin yang beorientasi karyawan dikaitkan dengan produktivitas kelompok yang lebih tinggi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Pemimpin yang beorientasi produksi cenderung dikaitkan dengan produktivitas kelompok yang rendah dan kepuasan kerja yang lebih rendah.

3. Teori Perilaku Kepemimpinan Skandinavia

Penelitian tersebut menilai ulang teori dua dimensi dari perilaku kepemimpinan yang ada dan penelitian memperlihatkan anggapan dasar dalam kepemimpinan ialah bahwa suatu dunia yang berubah, pemimpin akan menampakkan pemimpin yang berorientasikan pengembangan. Pemimpin inilah yang menghargai eksperimentasi, mengusahakan gagasan baru, menimbulkan dan melaksanakan perubahan.

Penelitian Ohio berpendapat bahwa pengembangan gagasan baru dan implementasi perubahan tidak penting. Namun, seiring dengan lingkungan dinamis perlu dimasukan pemimpin berorientasikan pengembangan dalam dimensi ketiga perilaku kepemimpinan. Kedua orientasi pemimpin terdahulu dianggap kurang memadai, karena tidak sejalan dengan perkembangan lingkungan yang dinamis.

2.1.1.4Model Kepemimpinan

Menurut Veithzal, 2003;11, menyatakan beberapa model kepemimpinan yaitu:1. Model Kepemimpinan Kontingensi

Model ini dikembangkan oleh Fiedler, model kontingensi dari efektivitas kepemimpinan memiliki dalil bahwa prestasi kelompok tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dan situasi yang mendukung. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh kekuatan dan pengaruh. Fiedler memberikan perhatian mengenai pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang individu. Ia mengembangkan Least-Preferred Co-Worker (LPC) Scale untuk mengukur dua gaya kepemimpinan :

a. Gaya berorientasi tugas, yang mementingkan tugas atau otoritatif.

b. Gaya berorientasi hubungan, yang mementingkan hubungan kemanusiaan.

Sedangkan kondisi situasi terdiri dari tiga faktor utama, yaitu:

a. Hubungan pemimpin-anggota, yaitu derajat baik/buruknya hubungan antara pemimpin dan bawahan.

b. Struktur tugas, yaitu derajat tinggi/rendahnya strukturisasi, standarisasi dan rincian tugas pekerjaan.

Kekuatan posisi, yaitu derajat kuat/lemahnya kewenangan dan pengaruh pemimpin atas variabel-variabel kekuasaan, seperti memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi.2. Model Partisipasi Pemimpin oleh Vroom dan Yetton

Suatu teori kepemimpinan yang memberikan seperangkat aturan untuk menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi-situasi yang berlainan. Vroom dan Yetton berasumsi bahwa pemimpin harus lebih luwes untuk mengubah gaya kepemimpinan agar sesuai dengan situasi dalam mengembangkan modelnya, mereka membuat sejumlah asumsi:

a. Model tersebut harus bermanfaat bagi pemimpin dalam menentukan gaya kepemimpinan yang harus mereka gunakan dalam berbagai situasi.

b. Tidak ada gaya kepemimpinan tunggal dapat diterapkan dalam berbagai situasi.

c. Perhatian utama terletak pada masalah yang harus dipecahkan dan situasi dimana terjadi permasalahan.

d. Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam suatu situasi tidak boleh bertentangan dengan gaya yang digunakan dalam situasi yang lain.

e. Terdapat sejumlah proses sosial yang mempengaruhi kadar keikutsertaan bawahan dalam pemecahan masalah.3. Model Jalur Tujuan (Path Goal Model)

Model kepemimpinan jalurtujuan berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model yang dikembangkan oleh Robert J. House, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teori disebut sebagai jalur-tujuan karena memfokuskan pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk mencapai tujuan.

Gambar 2.1 Model Jalur-Tujuan

Sumber : Veithzal 2003:305

4. Teori Kepemimpinan Situasional Hersey Blanchard

Hersey dan Blanchard mengembangkan model kepemimpinan serta memiliki pengikut yang kuat di kalangan spesialis pengembangan manajemen. Model ini disebut teori kepemimpinan situasional. Penekanan teori kepemimpinan situasional adalah pada pengikut-pengikut dan tingkat kematangan mereka. Para pemimpin harus menilai secara benar atau secara intuitif mengetahui tingkat kematangan pengikut-pengikutnya dan kemudian menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat tersebut. kesiapan didefinisikan sebagai kemampuan dan kemauan dari orang (pengikut) untuk mengambil tanggung jawab bagi pengarahan perilaku mereka sendiri. Hersey dan Blanchard menggunakan studio Ohio state untuk mengembangkan lebih lanjut keempat gaya kepemimpinan yang dimiliki manajer, yaitu: (a) mengatakan/telling, (b) menjual/selling, (c) partisipasi/participating dan (d) delegasi/delegating.Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard adalah didasarkan pada saling berhubungannnya di antara hal-hal berikut ini: (a) jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, (b) jumlah dukungan sosio emosional yang diberikan oleh pimpinan, dan (c) tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu.

Model kepemimpinan ini juga menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif bervariasi dengan kesiapan karyawan yang mendefinisikan sebagai keinginan karyawan untuk berprestasi, kemauan untuk bertanggung jawab, kemauan yang berhubungan dengan tugas, keterampilan, dan pengalaman. Sasaran dan pengetahuan dari pengikut merupakan variabel penting dalam menentukan gaya kepemimpinan yang efektif. 2.1.1.5Indikator Kepemimpinan

Indikator perilaku pemimpin menurut teori Path-Goal, yaitu sebagai berikut:

1. Kepemimpinan Pengarah (Directive Leadership) Pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan / arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.2. Kepemimpinan Pendukung (Supportive Leadership)Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status dan kebutuhan-kebutuhan pribadi sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan. 3. Kepemimpinan Partisipatif (participative leadership)Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.4. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership)

Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus-menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut. 2.1.2Karakteristik Individu

Sumber daya yang terpenting dalam suatu organisasi adalah sumber daya manusia, orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas dan usaha mereka kepada organisasi agar suatu organisasi dapat tetap eksistensinya. Setiap manusia mempunyai karakteristik individu yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Masa depan seorang individu dalam organisasi tidak bergantung pada kinerja saja. Manajer juga menggunakan ukuran subyektif yang bersifat pertimbangan. Apa yang dipersepsikan oleh penilai sebagai karakter/prilaku karyawan yang baik atau buruk akan mempengaruhi penilaian.

Menurut Miftah Thoha, 2007 :34 berkaitan dengan karakteristik individu, bahwa individu membawa kedalam tatanan organisasi, kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Ini semua adalah karakteristik yang dimiliki individu dan karakteristik ini akan memasuki suatu lingkungan baru, yakni organisasi.

Sementara itu Bashaw & Grant (Almalifah Mahmodha Siti, 2005:33) mengemukakan beberapa ciri-ciri pribadi meliputi: jenis kelamin, status perkawinan, usia, pendidikan, pendapatan keluarga, dan masa jabatan. Sedangkan menurut Nimran (Sopiah, 2008:13) bahwa karakteristik individu adalah ciri-ciri biografis, kepribadian, persepsi dan sikap.

Menurut Mathis (Almalifah Mahmodha Siti, 2005:33) ada empat karakteristik Individu yang mempengaruhi bagaimana orang-orang dapat berprestasi.

a. Minat, orang cenderung mengejar karir yang mereka yakini cocok dengan minat mereka.

b. Jati diri, karir merupakan perpanjangan dari jati diri seseorang juga hal yang membentuk jati diri.

c. Kepribadian, faktor ini mencakup orientasi pribadi karyawan (sebagai contoh karyawan bersifat realistis, menyenangkan dan artistik) dan kebutuhan individual, latihan, kekuasaan dan kebutuhan prestis.

d. Latar belakang sosial, status sosial ekonomi dan tujuan pendidikan pekerjaan orang tua karyawan merupakan faktor yang berfungsi dalam kategori.

Selain itu, menurut Gibson, James L yang dialih bahasakan oleh Nunuk Ardiani (1996:123) bahwa yang dimaksud dengan karakteristik individu adalah kemampuan dan kecakapan, latar belakang dan demografi. Klasifikasi dari demografi adalah jenis kelamin dan ras. Perilaku pekerja menentukan hasil. Mereka dapat menghasilkan prestasi jangka panjang yang positif dan pertumbuhan diri atau sebaliknya, prestasi jangka panjang yang jelek atau kurang berkembang. Sedangkan menurut Robbins, Stephen.P & Judge, Timothy.A yang dialihbahasakan oleh Diana Angelica (2008: 56) bahwa karakteristik individu adalah kemampuan, karakteristik-karakteristik biografis, pembelajaran, sikap, kepribadian, persepsi, dan nilai.

Dari beberapa pendapat di atas, karakteristik individu dalam penelitian ini dilihat dari kemampuan, karakteristik-karakteristik biografis, pembelajaran, sikap, kepribadian, persepsi, dan nilai.2.1.2.1Indikator Karakteristik Individu

Indikator karakteristik individu menurut teori Path-Goal, yaitu sebagai berikut:

1. Letak Kendali (Locus of Control)Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.

2. Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)

Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.3. Kemampuan (Abilities)

Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement-oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive. 2.1.3Prestasi Kerja

2.1.3.1Pengertian Prestasi Kerja

Tujuan yang terpenting manajemen adalah untuk mencapai hasil yang maksimal mungkin secara berdaya guna dan tepat guna. Dengan demikian setiap pemimpin dalam setiap unit organisasi menginginkan setiap pegawainya dapat melaksanakan dan menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya sesuai dengan yang telah ditentukan adalah prestasi kerja pegawai tersebut, karena hasil kerja yang telah dicapai dengan memenuhi syarat tertentu umumnya diukur dengan konsep prestasi kerja.

Untuk memenuhi lebih jelas serta sejauhmana prestasi kerja ini, akan dikemukakan beberapa definisi prestasi kerja, diantaranya adalah sebagai berikut:

Menurut Malayu S.P Hasibuan, 2006:94 adalah:

Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

Menurut A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2005: 9 adalah:

Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Sedangkan menurut Marihot Tua Effendi Hariandja, 2002:194 mengemukakan definisi mengenai prestasi kerja, bahwa :

Prestasi kerja adalah unjuk kerja yang merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan peranya dalam organisasi.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang secara kualitas dan kuantitas dalam melaksanakan tugasnya yang telah dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

2.1.3.2 Indikator Prestasi Kerja

Unsur prestasi kerja yang akan dinilai oleh setiap perusahaan tidak selalu sama, tetapi pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai itu mencakup hal-hal seperti yang diungkapkan oleh Malayu Hasibuan, 2006:96 dibawah ini:1. Kesetiaan

Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya, dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab. 2. Hasil Kerja

Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaanya.3. Kejujuran

Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada para bawahannya.4. Kedisiplinan

Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.5. Kreativitas

Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.6. Kerja sama

Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertikal atau horizontal di dalam maupun di luar pekerjaan sehingga pekerjaan akan semakin baik.

7. Kepemimpinan

Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.

8. Kepribadian

Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai, memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar.

9. Prakarsa

Penilai menilai kemampuan berfikir yang orisinil dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya.10. Kecakapan

Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen.11. Tanggung jawab dalam pekerjaan

Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan, hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.2.1.3.3 Pengukuran Prestasi Kerja Menurut Wirawan, 2009:69 bahwa setiap indikator prestasi kerja diukur berdasarkan kriteria standar tertentu. Ukuran tersebut adalah sebagai berikut:1. Kuantitatif (seberapa banyak)

Ukuran kuantitatif merupakan ukuran paling mudah untuk disusun dan diukurnya, yaitu hanya dengan menghitung seberapa banyak unit keluaran kinerja harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.

2. Kualitatif (seberapa baik)

Melukiskan seberapa baik atau seberapa lengkap hasil harus dicapai. Kriteria ini antara lain mengemukakan akurasi, presisi, penampilan (kecantikan dan ketampanan), kemanfaatan atau efektivitas.3. Ketepatan waktu pelaksanaan tugas atau penyelesaian produk

Kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi suatu produk, membuat sesuatu atau melayani sesuatu.4. Efektivitas penggunaan sumber organisasi

Efektivitas penggunaan sumber dijadikan indikator jika untuk mengerjakan suatu pekerjaan disyaratkan menggunakan jumlah sumber tertentu, seperti uang dan bahan baku.5. Cara melakukan pekerjaan

Standar kinerja yang digunakan jika kontak personal, sikap personal, atau perilaku karyawan merupakan faktor penentu keberhasilan melaksanakan pekerjaan.

6. Efek atas suatu upaya

Pengukuran yang diekspresikan akibat akhir yang diharapkan akan diperoleh dengan bekerja. Standar jenis ini menggunakan kata-kata sehingga dan agar supaya yang digunakan jika hasilnya tidak dapat dikualifikasikan.7. Metode melaksanakan tugas

Standar yang digunakan jika ada undang-undang, kebijakan, prosedur, standar, metode, dan peraturan untuk menyelesaikan tugas atau jika cara pengecualian ditentukan tidakdapat diterima.

8. Standar sejarah

Standar yang menyatakan hubungan antara standar masa lalu dengan standar sekarang. Standar masa sekarang dinyatakan lebih tinggi atau lebih rendah daripada standar masa lalu dalam pengertian kuantitas dan kualitas. 9. Standar nol atau absolut

Standar yang menyatakan tidak akan terjadi sesuatu. Standar ini dipakai jika tidak ada alternatif lain. Selain itu menurut teori Heidjrahman dan Suad Husnan (1990:126), faktor-faktor prestasi kerja yang perlu dinilai adalah sebagai berikut :

1. Kuantitas Kerja

Banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja yang ada, yang perlu diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pekerjaan dapat diselesaikan.

2. Kualitas kerja

Mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan. Biasanya diukur melalui ketepatan, ketelitian, ketrampilan, kebersihan hasil kerja.

3. KeandalanDapat atau tidaknya karyawan diandalkan adalah kemampuan memenuhi atau mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan dan kerjasama

4. InisiatifKemampuan mengenali masalah dan mengambil tindakan korektif, memberikan saran-saran untuk peningkatan dan menerima tanggung jawab menyelesaikan.

5. KerajinanKesediaan melakukan tugas tanpa adanya paksaan dan juga yang bersifat rutin.

6. SikapPerilaku karyawan terhadap perusahaan atau atasan atau teman kerja

7. KehadiranKeberadaan karyawan di tempat kerja untuk bekerja sesuai dengan waktu/jam kerja yang telah ditentukan.2.2Kerangka Pemikiran

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam setiap organisasi dalam usahanya mencapai tujuan organisasi, akan tetapi semua itu tidak akan selalu berjalan dengan lancar, sering kali setiap organisasi mengalami masalah yang menyangkut sumber daya manusia yang diantaranya tentang menurunnya prestasi kerja karyawan. Prestasi kerja karyawan merupakan salah satu faktor penentu prestasi perusahaan. Terdapat hubungan yang erat antara prestasi perseorangan dengan prestasi perusahaan, dengan kata lain bila prestasi karyawan baik maka kemungkinan besar prestasi perusahaan juga baik. Salah satu penyebab dari menurunnya prestasi kerja karyawan diakibatkan oleh pengaruh perilaku pemimpin dan karakteristik individu.

Perilaku pemimpin yang sesuai akan tercipta lingkungan kerja yang nyaman untuk para karyawan. Perilaku kepemimpinan menunjukkan tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, perilaku kepemimpinan adalah perilaku strategi sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Sehingga perilaku pemimpin yang paling tepat adalah suatu perilaku yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi (Veithzal 2003:64).

Seorang pemimpin memiliki perilaku yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena tidaklah mungkin satu gaya kepemimpinan digunakan oleh seluruh perusahaan yang ada sedangkan jenis usaha mereka berbeda-beda. Seorang pemimpin harus mengetahui kapan menggunakan salah satu gaya kepemimpinan dalam menghadapi permasalahan atau menangani bawahannya. Suatu penelitian tentang pengaruh kepemimpinan terhadap prestasi kerja bahwa ada pengaruh yang berarti dan signifikan antara kepemimpinan dan prestasi kerja.

Setiap manusia mempunyai karakteristik individu yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan 2.1.2 karakteristik individu hlm 24 oleh Gibson, James L bahwa karakteristik individu menentukan hasil yaitu prestasi jangka panjang yang positif atau sebaliknya, prestasi jangka panjang yang jelek. Selain itu, hasil penelitian dari Setiono dan Benny Agus mengatakan bahwa karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan karakteristik organisasi mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap prestasi kerja karyawan.Hubungan antara perilaku pemimpin dan karakteristik individu terhadap prestasi kerja karyawan dijelaskan melalui pendekatan yang dikembangkan oleh Robert House yang dikutip oleh Stephen P. Robbins (2003:305). Hakikat dari jalurtujuan adalah bahwa tugas pemimpin untuk membantu pengikutnya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberikan mereka pengarahan yang perlu dan atau dukungan guna memastikan tujuan mereka sesuai dengan sasaran keseluruhan dari kelompok atau organisasi.

Teori jalur-tujuan menjelaskan bahwa faktor Perilaku pemimpin dan karakteristik individu serta faktor lingkungan akan membentuk suatu persepsi dan motivasi pada individu dan menghasilkan kepuasan dan prestasi. Faktor perilaku pemimpin adalah direktif, suportif, partisipatif, berorientasi prestasi. Sedangkan karakteristik pribadi bawahan adalah tempat pengendalian, pengalaman dan kemampuan pemahaman, dan lingkungan yang berada diluar kendali bawahan adalah struktur tugas, wewenang formal, kelompok kerja. Maka dapat terlihat bahwa perilaku pemimpin dan karakteristik individu adalah dua faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Penelitian ini akan menghubungkan faktor perilaku pemimpin dan karakteristik individu secara simultan terhadap prestasi kerja karyawan, dengan paradigma sebagai berikut:Veithzal 2003:64

Setiono dan Benny Agus 2001

Gambar 2.3Paradigma Penelitian2.3 Hipotesis

Berdasarkan pada kerangka pemikiran di atas, maka penulis mengemukakan hipotesis yaitu :

a Hipotesis Simultan

Adanya pengaruh perilaku pemimpin dan karakteristik individu terhadap prestasi kerja karyawan.

b Hipotesis Parsial

1. Terdapat pengaruh perilaku pemimpin terhadap prestasi kerja karyawan.

2. Terdapat pengaruh karakteristik individu terhadap prestasi kerja karyawan.

Faktor lingkungan:

Tugas

Sistem wewenang formal

Kelompok kerja

Faktor perilaku pemimpin:

Direktif

Suportif

Partisipatif

Berorientasi prestasi

Karakteristik pribadi bawahan:

Lost of Control

Pengalaman

Kemampuan

Pengikut/ bawahan:

Persepsi

Motivasi

Perolehan :

Kepuasan

Prestasi

Perilaku Kepemimpinan

Prestasi Kerja Karyawan

Karakteristik Individu

Veithzal 2003:305

10