ternak kerbau
TRANSCRIPT
7/23/2019 ternak kerbau
http://slidepdf.com/reader/full/ternak-kerbau 1/7
Lokakarya Nasional Perbibitan Kerbau 2012
89
PERKEMBANGAN PEMBIBITAN TERNAK KERBAU DI
KABUPATEN TANA TORAJA
(Buffalo Livestock Breeding Development in District of Tana Toraja)
R ASALI HAKIM MATONDANG1 dan R. LIMBONG2
1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Pajajaran Kav. E.59, Bogore-mail: [email protected]
2 Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tana Toraja, Jl. Ampera No. 2, Makale
ABSTRACT
In Indonesia, buffalos can be found in a number of areas, however, Toraja buffalo have much larger physically, muscular and fat buffalo compared with buffalo from other regions in Indonesia. In Toraja, buffalo is the most special animals because of their function as dowry, legacy can inheritable, in the “death
ceremony ” and as a qurban animal in the “tuka’ party” and “solo' party”. Toraja buffalos have differentvalues per head that were assessed based on performance of individual bodies ranging from horns to toe.Especially for male buffalo. The assessment criteria can be applied as an assessment of the most expensive
buffalo because it has the highest sales price. Male buffaloes are chosen specifically based on the patterns ofcolors, shapes and patterns of the horn and have the ability to fight. Efforts to maintain the sustainability and
purity native cattle need to be addressed in order to maintain genetic resources native cattle that have highadaptability advantages. Efforts to be made in accordance with the development potential of the region,supported by improved technologies (seeds, management, feed). In order to conserve need a supporting andintervention of government in terms of regulations and policies, the application of appropriate technology,
institutional strengthening and increasing the skills and knowledge of the farmer group. Establishment ofVillage Breeding Centre involving farmer groups is one way to increase the population or the formation of buffalo breeding center mainly inthe are of production.
Key Words: Breeding, Buffalo, Tana Toraja
ABSTRAK
Di Indonesia, kerbau dapat dijumpai di sejumlah daerah. Namun, fisik kerbau asal Toraja jauh lebih besar, kekar dan gemuk dibandingkan dengan kerbau di daerah lain di Indonesia. Di Toraja, kerbau adalahhewan yang paling istimewa karena dapat menjadi alat transaksi dalam perkawinan, warisan, dan pesta
kematian serta menjadi hewan korban pada pesta “rambu tuka” maupun “rambu solo”. Kerbau-kerbau Toraya
mempunyai nilai ekonomi yang berbeda-beda dinilai berdasarkan performan tubuh individual mulai dariujung tanduk sampai ujung kaki. Kerbau-kerbau yang bernilai jual tinggi adalah kerbau jantan. Kriteria penilaian masyarakat ini dapat diaplikasikan sebagai penilaian bibit ternak jantan termahal karena mempunyai
harga jual tertinggi. Kerbau-kerbau jantan dipilih secara khusus berdasarkan pola warna, bentuk dan polatanduk serta memiliki kemampuan bertarung. Upaya untuk mempertahankan kelestarian dan kemurniantemak asli perlu ditangani dalam rangka mempertahankan sumber daya genetik temak asli yang mempunyai
keunggulan adaptasi yang tinggi. Program pengembangan dapat dilakukan sesuai dengan potensi daerah yang
didukung dengan perbaikan teknologi (bibit, manajemen, pakan). Dalam upaya pelestarian perlu adanyadukungan dan campur tangan pemerintah dalam hal regulasi dan kebijakan, penerapan teknologi yang tepat, penguatan kelembagaan serta peningkatan keterampilan dan wawasan para petemak. Pembentukan Village Breeding Centre yang melibatkan kelompok peternak merupakan salah satu cara untuk memperbanyak
populasi atau pembentukan pusat pembibitan kerbau terutama pada wilayah produksi.
Kata Kunci: Pembibitan, Kerbau, Tana Toraja
PENDAHULUAN
Kabupaten Tana Toraja adalah salah satukabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan
(Sulsel) sejak tahun 1957. Walaupun demikian
dengan adanya peraturan pemerintah tentangotonomi daerah dan peluang pemekaran bagi
kabupaten-kabupaten baru maka pada tahun
7/23/2019 ternak kerbau
http://slidepdf.com/reader/full/ternak-kerbau 2/7
Lokakarya Nasional Perbibitan Kerbau 2012
90
2008 Kabupaten Tana Toraja mekar menjadi
dua kabupaten yaitu Kabupaten Tana Toraja
dengan Ibu Kota Makale dan Kabupaten TorajaUtara dengan Ibu Kota Rante Pao (PEMKAB,
2012). Tulisan ini hanya memfokuskan pada
Kabupaten Tana Toraja.
Sektor utama yang paling diandalkan
kabupaten tersebut untuk pengembangan
daerah ke depan adalah pariwisata yang telah
terkenal sampai ke Manca Negara yang baik
secara langsung maupun tidak langsung ikut
menghela sektor pariwisata di Indonesia
umumnya dan Sulawesi Selatan khususnya.
Hal tersebut disebabkan karena untuk
mencapai Tana Toraja baik melalui udara,
darat dan laut harus melalui beberapa
kabupaten di Sulawesi Selatan. Pariwisata yang
paling diandalkan adalah terkait dengan
kehidupan sosial-budaya masyarakat yaitu
berbagai ritual kepercayaan Toraja terutama
berhubungan dengan ritual kematian yangdikenal dengan sebutan Rambu Solo. Upacara
tersebut dapat berlangsung berhari-hari dan
dirayakan secara bersama oleh keluarga terkait
dengan melibatkan seluruh masyarakat di desa
dimana tadinya jenazah berdiam sewaktu
hidup. Semua peserta yang hadir disediakan
makan dan minum selama upacara berlangsung
sehingga membutuhkan pasokan makananyang banyak, dimana sumber lauk paling
utama adalah berasal dari ternak kerbau dan
babi yang disembelih selama upacara berlangsung. Oleh karena itu, pengembangan
ternak kerbau dan babi telah menjadi prioritas
komoditas utama di Tana Toraja (PEMKAB,
2012). Sayangnya kabupaten ini selalu
kekurangan pasokan ternak terutama kerbau
sehingga harus didatangkan dari kawasan laindi Indonesia yaitu dari kabupaten lain di Sulsel
seperti Maros, Jeneponto dan lainnya, serta
dari Provinsi NTB (Pulau Sumbawa) dan NTT
(Pulau Sumba).Berdasarkan hasil sensus ternak tahun2011 populasi kerbau di Indonesia sejak tahun
2003 sampai tahun 2011 jumlahnya relatif
konstan yaitu sebesar 1,3 juta ekor (TALIB dan
NAIM, 2013). Seementara itu, populasi ternak
besar lainnya mengalami peningkatan,
terutama sapi mengalami peningkatan yang
signifikan menjadi 14,8 juta ekor pada tahun
2011. Di Kabupaten Tana Toraja populasi
ternak besar sapi, kerbau dan kuda masing-masing tercatat 5.935 ekor, 26.665 ekor dan
4.167 ekor pada tahun 2009. Selanjutnya,
untuk populasi ternak kecil khususnya babi dan
kambing masing-masing berjumlah 236.577ekor dan 6.701 ekor pada tahun 2009, dan
dikatakan mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya
(PEMKAB, 2012).
PERANAN KERBAU BAGI
MASYARAKAT TANA TORAJA
Kerbau lokal di Tana Toraja telah dikenal
sebagai kerbau Toraya, dimana nama ini telah
ditetapkan sebagai ternak plasma nutfah asli
Indonesia (DITJEN PKH, 2011). Kerbau ini
termasuk dalam Bubalus bubalis yang dikenal juga sebagai kerbau lumpur atau kerbau rawa( swamp buffalo) yang di Tana Toraja disebut
dengan tedong yang artinya kerbau. Kerbau
adalah hewan yang mempunyai kedudukan
mulia dalam pandangan masyarakat dan
disebut sebagai Tedong Garonto Eanan
(Kerbau Pokok Harta Benda Masyarakat
Toraja) karena kemanfaatannya yang banyak
dalam kehidupan masyarakat mulai dari ritual
kematian, dapat digunakan sebagai harta
warisan sampai pada penentu derajat
kedudukan keluarga dalam masyarakat (NINO,
2012).Kerbau-kerbau Toraya mempunyai nilai
yang berbeda-beda per ekor yang dinilai
berdasarkan performan tubuh individual mulai
dari ujung tanduk sampai ujung kaki yang
langsung dapat dihubungkan dengan harga jual
kerbau tersebut kalau akan dijual, atau harta
warisan jika diwariskan ataupun untuk
menentukan tingginya kedudukan keluarga
pemilik. Kerbau-kerbau yang bernilai jual
tinggi adalah kerbau jantan. Kriteria penilaian
masyarakat ini merupakan traditional
knowledge yang dapat diaplikasikan sebagai
penilaian bibit ternak jantan termahal karenamempunyai harga jual tertinggi. Kerbau-
kerbau jantan yang dipilih secara khusus
berdasarkan pola warna, bentuk dan polatanduk serta memiliki tipe fighter yaitu
kemampuan bertarung.
Kemudian kerbau terpilih dipelihara
dengan manajemen yang spesial dari mulai
bangun tidur dimandikan, diberi pakan khusus
dengan menu telur dan susu sebagai tambahan
sejak pedet sampai dewasa, tidak dikawinkan,
7/23/2019 ternak kerbau
http://slidepdf.com/reader/full/ternak-kerbau 3/7
Lokakarya Nasional Perbibitan Kerbau 2012
91
sampai waktu tidur diasapin agar tidak digigit
nyamuk. Tentu saja dengan imbalan yang
signifikan yaitu harga jual yang mulai dariRp. 30 juta sampai Rp. 500 juta dengan bobot
hidup yang lebih besar dari 550 kg per ekor.
Perbedaan harga didasarkan pada perbedaan
warna bulu, umur, panjang dan bentuk tanduk,
bentuk badan, letak pusar, panjang ekor dan
raut kaki serta nilai kerbau berdasarkan
kemampuan dalam aduan kerbau. Kerbau
Toraya mahal karena menurut kepercayaan
masyarakat Tana Toraja, kerbau “tedong”
dipercaya akan menjadi tunggangan/kendaraan
oleh arwah-arwah orang yang sudah meninggal
menuju ke Nirwana (surga).
Perlakuan istimewa pada kerbau di Tana
Toraja untuk mendapatkan harga tertinggi
tersebut mirip dengan perlakuan masyarakat
Jepang pada sapi Wagyu untuk mendapatkan
harga jual daging sapi dengan harga tertinggi.
Perlakuan terbaik yang juga dengan imbalanharga jual yang signifikan. Di Jepang, daging
Wagyu dengan bobot 100 gram berharga setara
Rp. 300 ribu. Jika seekor sapi Wagyu di Jepang
dapat menghasilkan daging super mahal
sebesar 125 kg per ekor maka harga per ekor
sapi tersebut seimbang dengan harga jual satu
ekor kerbau Toraya Kelas I.
PEMILIHAN BERDASARKAN POLA
WARNA (BONGA)
Kerbau Toraya ada yang berwarna hitam
seperti kerbau lumpur umumnya di Indonesia,
tapi ada juga dengan warna belang yang unik
sampai pada kerbau albino yang putih seluruh
warna tubuhnya. Dari diskusi dengan peternak
kerbau di kelompok peternak pembibit ternak
kerbau di Toraja Utara, dijelaskan bahwa perlu
hati-hati dalam mengawinkan antara duakerbau belang karena sering yang terlahir
adalah kerbau albino dengan cacat padamatanya yaitu terlahir dalam keadaan buta.
Jika mengalami kejadian seperti ini pedet
kerbau putih tersebut akan disembelih.Bonga memiliki beberapa variasi dari segi
kombinasi warna dan tanda-tandanya, yaitu:
a. Tedong Bonga Saleko atau Bonga Doti
adalah jenis yang berwarna belang hitam
dan putih hampir seimbang dan menyebar
di seluruh tubuhnya, dan ditandai dengan
taburan bintik-bintik di sekujur tubuhnya.
Kerbau ini memiliki nilai tertinggi yaitu
termasuk Kelas I.
b. Tedong Pudu’, yaitu kerbau hitam pekatyang sering disebut Tedong Pasuruâluk.
Kerbau jenis ini termasuk kerbau kelas II
setelah Tedong Bonga Saleko. Kerbau ini
paling banyak populasinya di Toraja.
Harganya bisa mencapai setengah harga
Bonga Saleko. Kerbau Pudu’, yang dikebiri
serta bertanduk panjang disebut kerbau
Belian, semakin panjang tanduknya
semakin tinggi harganya.
c. Bonga Ulu adalah jenis yang warna putih
hanya di kepalanya, sedang bagian leher
dan badan berwarna hitam. Kerbau seperti
ini termasuk jenis kerbau kelas III.
d.
Tedong Bonga Sori, yaitu kerbau yang
hanya berwarna putih belang pada bagian
sekitar matanya saja dan termasuk kerbau
kelas IV.
e. Tedong Todi’/Todik, yaitu kerbau yanghanya berbintik putih atau bintang pada
dahinya,dan kerbau ini termasuk kelas V.
f. Tedong Sambao’,yaitu kerbau yang
bulunya pada seluruh tubuhnya kemerah-
merahan, keputih-putihan, kehitam-
hitaman, atau keabu-abuan dan kerbau ini
termasuk kerbau kelas VI. Variasi dari
kerbau yang termasuk kelas IV sampaikelas VI adalah Bonga Sanga’daran adalah
jenis yang di bagian mulutnya dinominasi
warna hitam; Bonga Randan Dali’ adalah jenis bonga yang alis matanya berwarna
hitam, Bonga Takinan Gayang, adalah jenis
yang di punggungnya ada warna hitam
menyerupai parang panjang dan Bonga
Lotong Boko’ adalah jenis Bonga yang
terdapat warna hitam di punggung.g. Tedong Bonga Bulan, yaitu kerbau yang
berbulu putih seluruh tubuhnya dan
termasuk kerbau kelas VII. Kerbau ini
diharamkan dikurbankan untuk upacaraapapun di Tana Toraja.
h. Balian adalah kerbau hitam yang dikeluarkan
buah pelernya untuk membentuk tanduk
yang modelnya proporsional serta semakin
panjang. Makin baik dan panjang
tanduknya semakin mahal. Balian yang
bagus bisa dihargai 50 jutaan rupiah.i. Todik adalah kerbau hitam dengan bintang
putih di atas kepalanya.
7/23/2019 ternak kerbau
http://slidepdf.com/reader/full/ternak-kerbau 4/7
Lokakarya Nasional Perbibitan Kerbau 2012
92
Penilaian berdasarkan bentuk dan ukuran
tanduk, yaitu:
a. Tedong Sanglengo, yaitu kerbau yang panjang tanduknya sampai pergelangan
tangan dengan umur minimal satu tahun
sampai dua tahun, dan merupakan ukuran
kerbau yang paling rendah (kecil/ukuran
dasar).
b. Tedong Sangpala’, yaitu kerbau yang
panjang tanduknya satu tapak tangan orang
dewasa di atas pergelangan tangan dengan
umur minimal dua tahun sampai tiga tahun.
c. Tedong Alla’ tarin, yaitu kerbau yang
panjang tanduknya satu atau dua jari di atas
Tedong Sangpala’ (pertengahan siku dan
pergelanan tangan yang berumur minimal 3
sampai 4,5 tahun.
d. Tedong Inanna, yaitu kerbau betina yang
sudah beranak dan menghasilkan keturunan.
e. Tedong Penuka’, kerbau ini penilaiannya
tidak ditentukan nilainya karena adakalanya dua kerbau yang sama besarnya
serta panjang tanduk yang sama tetapi nilai
tukarnya berbeda-beda karena ditentukan
oleh persyaratan lainnya.
Nilai Tedong Penuka’ dinilai dengan beberapa syarat sebagai berikut:
1. Jenis warna bulu, sebagai penentu tingkatan
kerbau dan nilai kerbau.2. Umur kerbau.
3. Panjang tanduk dan bentuk tanduk.
4. Bentuk badan.5. Letak pusar seperti persyaratan kerbau pada
umumya.
6. Panjang ekor dan raut kaki.
7. Nilai kerbau berdasarkan status kerbau
dalam kerbau aduan.
PERKEMBANGAN PEMBIBITAN
KERBAU
Pada tahun 2006, kegiatan program aksi
perbibitan dilaksanakan di Tana Toraja oleh
kelompok Penanian di Ratte Kecamatan
Masanda dan kelompok Siporanmu di BauKecamatan Bittuang sebanyak 43 ekor betina
dan 7 ekor jantan. Pada tahun 2007 di 10
kelompok sebanyak 100 ekor kerbau masing-
masing kelompok mendapat 10 ekor kerbau
terdiri dari 9 ekor betina dan 1 ekor jantan.
Dari 43 ekor betina bibit yang disebar padatahun 2006 telah lahir 25 ekor anak dan 50%
dalam keadaan bunting sehingga diharapkan
dalam tahun 2009 sudah melahirkan anak yang
kedua, 3 ekor diantaranya adalah kerbau belang yang mempunyai nilai sosial yang lebih
tinggi dan harga lebih mahal. Disamping itu,
untuk mendukung aksi perbibitan juga
dilakukan pembukaan areal tanaman pakan
ternak (TPT) seluas 45 ha dan konservasi lahan
5 ha di 19 desa (ALLOSOMBA, 2008).
Paket penyebaran kerbau tahun 2007 akhir
belum ada kelahiran akan tetapi 70% sudah
dalam keadaan bunting dan pada tahun 2008
direncanakan penyebaran kerbau sebanyak 119
ekor. Sementara itu, penyebaran kerbau tahun
2002 dan 2003 sebanyak 70 ekor telah beranak
102 ekor diantanya terdapat kerbau belang
(ALLOSOMBA, 2008). Pada tahun 2010 kerbau
disebarkan di Kabupaten Tana Toraja,
kemudian tahun 2012 disebarkan di Kabupaten
Tana Toraja Utara dan di Kabupaten Jene
Ponto. Kerbau termasuk hewan yang lambatdalam mencapai dewasa kelamin (SUBIYANTO,
2010). Pada umumnya kerbau mencapai
pubertas pada usia yang lebih tua, sehingga
kerbau mencapai dewasa kelamin pada usia
minimal 3 tahun (LENDHANIE, 2005).
MURTI (2006) menyatakan bahwa
reproduksi yang jelek dari kerbau rawa dan
sungai adalah faktor utama yang membatasikinerja kerbau dan pencapaian perbaikan.
Kerbau (rawa dan sungai) mempunyai umur
beranak pertamakali sangat tinggi dan intervalkelahiran yang panjang akibat perkawinan
yang tergantung pada musim. Kadangkala
siklus estrus yang tidak tampak juga
menyulitkan dokter hewan dan ahli ternak di
pedesaan dalam upaya pengaturan
reproduksinya. Kerbau jantan akan mengalamidewasa kelamin pada umur 2 tahun, sedangkan
kerbau dara mulai mengalami estrus pada umur
2 – 2,5 tahun.
Hasil survei di Indonesia menunjukkan bahwa di Propinsi NAD, Propinsi Jawa Barat,
Propinsi Jawa Tengah, Propinsi Jawa Timur,
Propinsi NTB dan Propinsi Sulawesi Selatan,
umur pertama kali beranak masing-masing
45,0 bulan; 49,6 bulan; 47,7 bulan; 49,1 bulan;
45,6 bulan dan 49,2 bulan dengan rata-rata
47,7 bulan, sementara itu di Brebes, Pemalang,Semarang dan Pati rata-rata umur pertama kali
beranak, berturut-turut adalah 44 bulan, 40
bulan, 44 bulan, dan 42 bulan (K EMAN, 2006).
Pada kerbau kerja jarak beranak bervariasi dari
7/23/2019 ternak kerbau
http://slidepdf.com/reader/full/ternak-kerbau 5/7
Lokakarya Nasional Perbibitan Kerbau 2012
93
Tabel 1. Perkembangan jumlah kerbau bibit pada kelompok peternak tahun 2010 – 2012 di Sulawesi Selatan
Jumlah awal
(Dewasa)
Lahir Mati Jumlah akhir
Tindaklanjut
Jt Bt Tot Jt Bt TotDewasa Pedet Dewasa Pedet
Jt Bt Jt Bt Jt Bt Jt Bt Tot
3 23 26 1 2 3 0 4 0 1 3 19 1 1 24 TT
2 26 28 1 0 0 0 0 1 0 2 26 0 0 28 TU
2 24 26 3 0 3 0 0 0 0 2 24 3 0 29 JP
Keterangan: TT = Tana Toraja, TU = Toraja Utara, JP = Jene Ponto
350 – 800 hari dengan rata-rata 553 hari
(K EMAN, 2006). Menurut LADHANIE (2005)
jarak beranak pada kerbau rawa antara 18 – 24
bulan.Pada Tabel 1 terlihat bahwa populasi
kerbau dari 26 ekor pada tahun 2010 menjadi
24 ekor pada tahun 2012, penurunan populasi
tersebut disebabkan adanya kematian 4 ekor
kerbau betina dewasa dan satu ekor pedet
betina dari kelahiran anak sebanyak 3 ekor
terdiri dari 1 ekor jantan dan 2 ekor betina.
Menurut ALLOSOMBA (2008) bahwa belum
ditemukannya cara yang efektif dalam
penanganan penyakit kerbau, yang berasal dari
Nusa Tenggara. Beberapa ekor kerbau dari
Nusa Tenggara memiliki gejala yang diawalidemam tinggi, nafsu makan menurun, kadang
disertai keluarnya penis dan akhirnya mati.
Penurunan populasi juga diduga berkaitan
dengan sistem pengusahaannya yang masih
secara tradisional. Penyebab lainnya adalah
tingginya jumlah pemotongan, terbatasnya pakan dan padang penggembalaan alami akibat
alih fungsi/konversi ke penggunaan lain
(seperti perumahan dan industri). Selain itu,
peran kerbau pada sistem usaha tani belum
berorientasi agribisnis serta ketersediaan bibitunggul yang masih sangat terbatas.
Permasalahan lain yang umum dihadapi di
beberapa daerah adalah kelangkaan kerbau
jantan sebagai pemacek, sehingga diperkirakan
terjadi inbreeding yang tinggi, tingginya
inbreeding dapat menurunkan mutu bibit.DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN (2006)
menyampaikan alternatif program pemuliaan
yang dapat diterapkan di kawasan sumber bibit
adalah program pemuliaan inti terbuka (Open
Nucleus Breeding System). Dalam program ini,
instansi pemerintah (UPT/UPT Daerah Dinas
Peternakan) atau pihak swasta dapat bertindak
sebagai inti yang memelihara ternak bibit
dasar. Bibit dasar diperoleh dengan
penjaringan ternak yang mempunyai kualitasterbaik dalam hal daya reproduksi,
pertumbuhan, tidak mempunyai cacat fisik atau
turunan, dan bebas dari segala penyakit
berbahaya. Sementara itu, UPT Daerah atau
swasta lainnya dapat bertindak sebagai
pemelihara ternak bibit induk dan selanjutnya
peternak memelihara.
Menurut ARJUNA (2006) ada beberapa
faktor yang harus dilakukan dalam rangka
meningkatkan populasi dan kualitas kerbau,
yaitu:
a.
Komitmen yang berkelanjutan. Penurunan populasi kerbau di daerah-daerah tertentu
sudah lama terjadi, namun sampai sejauh
ini dorongan pemerintah, terutama
pemerintah daerah belum nyata mendorong
perkembangan populasi di daerahnya
masing-masing. Tidak sedikit peternakkerbau berlokasi jauh dari pusat
pemerintahan sehingga banyak yang tidak
tersentuh oleh laju pembangunan. Fasilitas
untuk peningkatan populasi baik software
maupun hardware belum sampai ke tangan peternak kerbau. Peternak kerbau seolah
berjalan sendiri tanpa tahu kemana
tujuannya.
b. Pembentukan kelompok ternak. Dalam
kelompok para peternak bisa merencanakan
usaha yang akan dilakukan sehubungandengan peningkatan populasi, termasuk
terbentuknya kandang kelompok. Kandang
kelompok bila dikelola dengan baik dengan
kesadaran yang tinggi dapat memecahkan
masalah ketiadaan jantan dan
keterlambatan perkawinan;
7/23/2019 ternak kerbau
http://slidepdf.com/reader/full/ternak-kerbau 6/7
Lokakarya Nasional Perbibitan Kerbau 2012
94
c. Melakukan seleksi, baik pada kerbau betina
maupun pada kerbau jantan, terutama pada
kerbau jantan. Mengingat satu ekor jantandalam 1 tahun mampu mengawini 50 ekor
betina dan bila semua berhasil bunting
maka akan lahir anak kerbau yang kualitas
genetiknya baik. Pada saat ini justru kerbau
betina atau jantan yang tampilannya lebih
besar adalah yang paling cepat masuk
rumah potong. Peran pemerintah disini
melakukan penjaringan agar fenomena
yang sudah lama terjadi ini bisa dihentikan
minimal dikurangi.
KESIMPULAN
Pembibitan kerbau di Tana Torajadilakukan dalam skala usaha yang relatif kecil,
menyebar, serta dilakukan di kawasan yang
baru tidak tersedia pakan, atau pakan (rumput)
harus dibeli dengan harga mahal. Masalah
dalam pengembangan kerbau disebabkan
karena tingkat reproduksi kerbau yang rendah,
masa kebuntingan kerbau yang relatif lebih
lama, angka kelahiran kerbau rendah, dewasa
kelamin dan selang beranak relatif panjang dankerbau memiliki persentase karkas lebih
rendah 3 – 5% dari karkas sapi karena ukuran
kaki dan kepala yang lebih besar serta kulit
yang lebih tebal. Selain itu kerbau dikenal
sebagai ternak silent heat yaitu sulit untuk
mendeteksi ternak betina yang estrus karena
tidak menunjukkan tanda-tanda birahi.
Produktifitas kerbau dalam beberapa hal lebih
rendah dibandingkan dengan sapi terkait
dengan sifat-sifat biologis yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
ARJUNA, D. 2006. Manajemen pembibitan ternak :
Problematika perkembangan ternak kerbau diIndonesia. http://warna-warnipeternakan.
blogspot.com/2012/06/problematika- perkembangan-ternak-kerbau.html. Diunduh
tanggal 6 Pebruari 2013.
ALLOSOMBA, I.M. 2008. Perkembangan ProgramAksi Perbibitan Kerbau di Kabupaten Tana
Toraja. Seminar dan Lokakarya NasionalUsaha Ternak Kerbau. Tana Toraja, 24 – 26
Oktober 2008. Dinas Peternakan PropinsiSulawesi Selatan, Dinas Pertanian dan Pangan
Kabupaten Tana Toraja, Direktorat PerbibitanDirektorat Jenderal Peternakan dan PusatPenelitian dan Pengembangan Peternakan.Bogor. hlm. 155 – 158.
DIWYANTO, K. dan E. HANDIWIRAWAN. 2006.Strategi pengembangan ternak kerbau: Aspek penjaringan dan distribusi. Pros. Lokakarya
Nasional Usaha Ternak Kerbau MendukungProgram Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa,4 − 5 Agustus 2006. Pusat Penelitian danPengembangan Peternakan bekerja sama
dengan Direktorat Perbibitan DirektoratJenderal Peternakan, Dinas PeternakanProvinsi Nusa Tenggara Barat, dan PemerintahKabupaten Sumbawa. Bogor. hlm. 3 − 12.
DITJEN PKH. 2011. Penetapan rumpun/galur ternakIndonesia Tahun 2010 – 2011. Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.Jakarta.
GUBERNUR SULSEL. 2012. Penguatan Kelembagaan
Masyarakat dan Pemerintah Kabupaten TanaToraja http://www.tanatorajakab.go.id/en/content/gubernur-sulawesi-selatan-penguatan-
kelembagaan-masyarakat-dan-pemerintah-kabupaten-tana. Diunduh tanggal 6 Febuari2013.
K EMAN. S. 2006. Reproduksi ternak kerbau.
Menyongsong rencana kecukupan dagingtahun 2010. Pros. Orasi dan SeminarPelepasan Dosen Purna Tugas 2006. FakultasPeternakan UGM. Yogyakarta.
LENDHANIE, U.U. 2005. Karakteristik reproduksikerbau rawa dalam kondisi lingkungan
peternakan rakyat. J. Bioscientiae 2(1): 43 – 48. http://bioscientiae.tripod.com.
MURTI, T.W. 2006. Ilmu Ternak Kerbau. Kanisius.Yogyakarta.
NOORASTUTI, P.T. dan L.D.P. ASTUTI. 2010. Wagyu,daging sapi cantik dengan harga supermahal.http://life.viva.co.id/news/read/146027-
wagyu__daging_sapi__cantik_. Diunduh
tanggal 6 Feb 2013.
NINO, N.R. 2012. Tedong Garonto’ Eanan (Kerbau pokok harta benda masyarakat Toraja).
http://nino-ninerante.blogspot.com/2012/02/
tedong-garonto-eanan-kerbau-pokok-harta.
html. Diunduh tanggal 6 Februari 2013.
PEMKAB TANA TORAJA. 2012. Sejarah singkat
Kabupaten Tana Toraja. Pemerintah
Kabupaten Tana Torajahttp://www.tanatorajakab.go.id/en/content/sejarah-singkat. Diunduh tanggal 6 Februari 2013.
SUBIYANTO. 1010. Populasi kerbau semakinmenurun.http:/www.dijennak.go.id/bulletin.artikel3.pdf.
7/23/2019 ternak kerbau
http://slidepdf.com/reader/full/ternak-kerbau 7/7
Lokakarya Nasional Perbibitan Kerbau 2012
95
TALIB, C. dan M. NAIM. 2013. Grand design pembibitan kerbau nasional. Makalahdisampaikan pada Seminar dan Lokakarya
Usahaternak Kerbau pada tanggal 13 – 15September 2012 di Bukit Tinggi, SumateraBarat.