tinjauan pustaka (dbd)

Upload: ovirizki

Post on 15-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Dengue fever

TRANSCRIPT

I. DEFINISIDemam dengue merupakan penyakit yang dapat menyerang anak-anak ataupun dewasa. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes, terutama Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Nyamuk ini banyak ditemukan di daerah beriklim tropis maupun subtropis diseluruh dunia. Tanda-tanda klinis dari penyakit ini diantaranya adalah demam yang sifatnya bifasik, nyeri otot dan/atau nyeri sendi, sakit kepala hebat, yang disertai degan leukopenia, dengan/tanpa ruam, ptekie spontan, dan trombositopenia. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik maka akan berlanjut menjadi demam dengue berat, yang biasanya disebut dengan demam berdarah dengue (dengue hemorrhagic fever), yang ditandai dengan adanya hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) karena adanya perembesan plasma. Selanjutnya apabila DBD tidak ditangani dengan baik, dan mulai tampak adanya tanda-tanda syok pada penderita, maka penyakit itu disebut sebagai sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome).

II. ETIOLOGIa. VirusVirus dengue termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Dari keempat serotipe, di daerah asia DEN-2 dan DEN-3 paling sering menunjukan manifestasi klinis yang berat. Keempat serotipe dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, tetapi DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.b. VektorVirus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk genus Aedes (paling sering Ae. Aegypti dan Ae. Albopictus). Nyamuk jenis ini sering ditemukan di daerah subtropis maupun tropis. Nyamuk ini biasanya muncul pada saat cuaca yang hangat atau saat musim penghujan, hal tersebut disebabkan karena nyamuk tidak bisa hidup pada suhu rendah dan pada ketinggian di atas 1000 meter. Nyamuk ini biasanya berkembang biak di tempat penampungan air bersih, seperti bak mandi, tempat penampung air dispenser, air hujan yang tertampung, dan lain-lain, dan telurnya dapat bertahan selama berbulan-bulan tanpa adanya air. Nyamuk betina tumbuh dan dewasa di dalam ataupun disekitar rumah. III. EPIDEMIOLOGISelama 50 tahun terakhir penyebaran virus dengue miningkat 30 kali lipat, dan daerah yang terpapar semakin meluas ke bebeapa negara baru, baik di daerah perkotaannya maupun pedesaan. Sekitar 50 juta infeksi dengue muncul tiap tahunnya. Demam dengue endemik pada daerah Asia Tenggara, Pasifik Barat, Karibia, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Afrika Tropis, dan Mediterania Barat. Pendatang yang mengunjungi daerah endemik dengue, sering sekali terjadi infeksi dengue, sedangkan pada kalangan dewasa yang tinggal di daerah endemik, terkadang menjadi imun, maka dari itu, anak-anak dan para pendatanglah yang paling rentan terinfeksi virus ini.Gambar 1.1 Negara/Area yang Berisiko Dengue

Gambar 1.2 Kisaran Angka Kajadian DD dan DHF Tiap Tahun Periode 1955-2007

Pada tahun 2007 di Amerika terdapat lebih dari 890.000 kasus dengue yang dilaporkan dimana 26.000 kasus diantaranya tergolong dalam demam berdarah dengue (DBD). Seluruh wilayah Indonesia memiliki risiko untuk terjangkit penyakit DBD, karena virus penyebab dan vektor penularnya tersebar luas baik di rumah maupun di tempat-tempat umum, kecuali daerah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Ditjen P2PL Depkes RI, 1999). Selama tahun 2003-2007, angka kasus DBD menunjukan kenaikan yang cukup signifikan. Selama tahun 2003 tercatat 51.516 kasus, tahun 2004 tercatat 79.462 kasus, 2005 tercatat 95.279 kasus, tahun 2006 tercatat 114.656 kasus, dan tahun 2007 tercatat 158.115 kasus. Pada tahun 2008, angka kasus DBD di Indonesia tercatat sebanyak 135.871 kasus.WHO memperkirakan tiap tahunnya sebanyak 500.000 pasien DBD membutuhkan perawatan di rumah sakit dimana sebagian besar pasiennya adalah anak-anak. Sekitar 2,5% diantara pasien anak tersebut diperkirakan meninggal dunia. Adanya akses yang lebih baik untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan dan penanganan yang tepat baik sejak gejala awal maupun perawatan lanjutan serta peningkatan pengetahuan tentang DBD dapat menurunkan tingkat kematiannya hingga di bawah 1% (WHO, 2009). WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya.Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu panas (28-32oC) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus menerus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahunnya.

IV. PATOGENESISPatogenesis demam berdarah dengue saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang cukup kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue.Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terlihat dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.Gambar 1 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Gambar 2 Patogenesis Perdarahan Pada DBD

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

V. GAMBARAN KLINISGambar 1.5 Pola Penyakit Demam Berdarah

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom syok dengue.Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase itu pasien sudah tidak demam, akan tetapi memiliki risiko untuk terjadi renjatan apa bila pengobatan tidak adekuat.1. Demam DengueGejala klasik dari demam dengue ialah demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri retro-orbital, nyeri otot, nyeri tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbul ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang biasa timbul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas, dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki, dan tangan. Selain itu dapat juga ditemukan ptekie. Hasil pemeriksaan darah menunjukan leukopeni, kadang-kadang dapat juga ditemui trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai lesu yang berkepanjangan, terutama pada orang dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai degan perdarahan seperti: epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuria, dan menoragi. Demam dengue yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan demam berdarah dengue. Pada penderita demam berdarah dengue dijumpai kebocoran plasma yang dapat diketahui dengan adanya hemokonsentrasi, efusi pleura, dan asites, sedangkan pada demam dengue tdak ditemukan tanda tersebut.

2. Demam Berdarah DengueDisebut sebagai DBD apabila terdapat satu atau lebih dari tanda-tanda berikut: (i) kebocoran plasma yang dapat menyebabkan terjadinya syok (syok dengue) dan/ atau adanya akumulasi cairan, dengan atau tanpa gangguan system pernafasan, dan/ atau (ii) perdarahan hebat, dan/atau (iii) kerusakan organ.Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Pada beberapa penderita diketahui memiliki keluhan nyeri saat menelan, dan pada pemeriksaan ditemukan bahwa faring hiperemis, namun jarang ditemukan adanya batuk dan pilek. Nyeri perut pada daerah epigastrium dan dibawah tulang iga terkadang dapat ditemukan. Demam tinggi dapat menyebabkan kejang demam, terutama pada bayi.Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Lead) positif, kulit mudah memar, dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, ptekie halus sering ditemukan tersebar pada daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, sedangkan perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Terdapat pembesaran hati dengan ukuran yang bervariasi, dari just palpable hingga 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit, namun pembesaran hati umumnya lebih sering ditemuan pada penderita dengan syok.Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dala berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.Menurut pedoman WHO 2009 diagnosisi DBD ditegakan apabila pasien yang tinggal di daerah berisiko dengue mengalami demam selama 2-7 hari, disertai gejala lain dibawah ini: Terbukti adanya kebocoran plasma, seperti: Hematokrit meningkat sangat tinggi Efusi pleura atau asites Circulatory compromise atau syok ( takikardi, ekstremitas dingin dan lembab, crt lebih dari 3 detik, nadi lemah atau tidak teraba, tekanan darah rendah, tekanan darah tidak terbaca) Perdarahan yang nyata (uji bending positif, ptekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa, hematemesis atau melena) Trombositopenia (trombosit