tonsilitis army - refrat

Upload: nanda-cendikia

Post on 10-Feb-2018

257 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    1/28

    REFERAT

    TONSILITIS

    Oleh:

    Pembimbing:

    dr. Susilaningrum, Sp. THT-KL

    DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER

    RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

    JAKARTA 2013

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    2/28

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

    rahmat dan berkat-Nya kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul Tonsilitis.

    Referat ini disusun sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di bagian ilmu

    penyakit telinga hidung tenggorokan kepala dan leher RSPAD Gatot Subroto.

    Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua

    pihak yang telah memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan referat ini.

    Kami menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna oleh karena itu kritik

    dan saran dari pembaca sangat diharapkan agar referat ini menjadi lebih baik lagi.

    Akhir kata penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

    Jakarta, Maret 2013

    Penulis

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    3/28

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan

    penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997

    temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan

    penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu

    penyebab adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi

    sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA.

    Tonsilitis kronik mungkin disebabkan karena seseorang sering menderita

    ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.

    Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi di Indonesia pada

    tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut

    (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.

    Insiden tonsillitis di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di

    antaranya pada usia 6-15 Tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada

    periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsillitis

    atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan.

    Secara klinis pada tonsilitis didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau

    nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan

    menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.

    Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat

    tidur. Gejala yang umum adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah,

    perhatian berkurang dan prestasi belajar yang kurang baik.

    3

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    4/28

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. TONSIL

    Tonsil merupakan massa daging yang terdiri dari kumpulan jaringan

    limfoid yang berada pada rongga faring. Kumpulan jaringan-jaringan limfoid

    yang ada pada rongga faring terdiri dari tonsil palatina (Faucial), tonsil lingual,

    tonsil faringeal (Adenoid), dan tonsil tuba eustachius (lateral band / Gerlachs

    tonsil). Kumpulan dari beberapa jaringan limfoid pada rongga faring ini

    membentuk suatu kompleks yang disebut sebagai Waldeyer Ring.

    Gambar 1. Waldeyer Ring

    Secara umum tonsil termasuk ke dalam sistem limfatik yang berfungsi

    sebagaifilterterhadap bakteri dan material-material asing lainnya yang masuk ke

    dalam tubuh, khususnya yang melalui mulut dan hidung.

    4

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    5/28

    1.1. Anatomi Tonsil

    1.1.1. Jaringan Limfoid pada Nasofaring

    Tonsil faringeal (Adenoid), berada pada rongga nasofaring,

    merupakan massa limfoid yang berlobus, lobus ini tersusun teratur

    seperti suatu segmen dengan selah atau kantung diantaranya.

    Adenoid bertindak sebagai kelenjar limfe yang terletak di

    perifer, yang duktus eferennya menuju kelenjar limfe leher yang

    terdekat. Dilapisi epitel selapis semu bersilia yang merupakan

    kelanjutan epitel pernafasan dari dalam hidung dan mukosa sekitar

    nasofaring. Adenoid mendapat suplai darah dari A. Karotis Interna dan

    sebagian kecil cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan

    sepanjang pleksus faringeus ke dalam Vena Jugularis Interna. Aliran

    limfe kelenjar ini berjalan melalui kelenjar interfaringeal yang

    kemudian masuk ke dalam kelenjar Jugularis. Persarafan sensoris

    melalui N. Nasofaringeal, cabang N IX serta N. Vagus.

    Tonsil tuba eustachius (Gerlachs tonsil) dibentuk terutama oleh

    perluasan nodulus limfatikus faringeal tonsil ke arah anterior mukosa

    dinding lateral nasofaring. Nodulus-nodulus tersebut terutama

    ditemukan pada mukosa tuba eustachius dan fossa Rossenmuler.

    Gambar 2. Tonsil pada nasofaring

    5

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    6/28

    1.1.2. Jaringan Limfoid Orofaring

    1.1.2.1. Tonsila Lingualis

    Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak

    berkapsul dan terdapat pada basis lidah diantara kedua tonsil

    palatina, dan meluas ke arah anteroposterior dari papila

    sirkumvalata ke epiglotis. Pada permukaannya terdapat kripta

    yang dangkal dengan jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini

    sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel

    dan bakteri, yang akhirnya membentukdetritus.

    Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis

    yang merupakan cabang dari A. Karotis Eksterna. Darah vena

    dialirkan sepanjang V. Lingualis ke Vena Jugularis Interna.

    Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda.

    Persarafannya melalui cabang lingual N. IX.

    1.1.2.2. Tonsila Palatina

    Tonsil palatina adalah terletak di dalam fossa tonsil pada

    kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh m. palatoglosus (di

    anterior) dan m. palatofaringeus (di posterior). Adapun

    struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah:

    Anterior : arcus palatoglossus

    Posterior : arcus palatopharyngeus

    Superior : palatum mole

    Inferior : 1/3 posterior lidah

    Medial : ruang orofaring

    Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis

    superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna

    terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsila.

    6

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    7/28

    Gambar 3. Tonsil pada Orofaring

    Gambar 4. Tonsil Palatina

    1.1.3. Vaskularisasi Tonsil

    Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah :

    A.Palatina Asendens, cabang A. Fasialis memperdarahi bagian

    postero inferior

    A.Tonsilaris, cabang A.Fasialis memperdarahi daerah antero

    inferior

    A.Lingualis Dorsalis, cabang A.Maksilaris Interna memperdarahi

    daerah antero media

    7

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    8/28

    A.Faringeal Asendens, cabang A.Karotis Eksterna memperdarahi

    daerah postero superior A.Palatina Desendens dan cabangnya, A.Palatina Mayor dan Minor

    memperdarahi daerah antero superior.

    Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke

    V. Lingualis dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara

    ke V. Jugularis Interna. Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum,

    menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya menembus dinding

    faring.

    Gambar 5. Vaskularisasi Tonsil

    1.1.4. Aliran Limfe Tonsil

    Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe

    dari parenkim tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen

    yang terletak pada trabekula, yang kemudian membentuk pleksus pada

    permukaan luar tonsil dan berjalan menembus m. Konstriktor

    Faringeus Superior, selanjutnya menembus fascia bucofaringeus dan

    akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang

    pembuluh darah besar leher, di belakang dan di bawah arkus

    8

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    9/28

    mandibula. Kemudian aliran limfe dilanjutkan ke nodulus limfatikus

    daerah dada untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus.

    Gambar 6. Aliran Limfe Tonsil

    1.1.5. Inervasi Tonsil

    Terutama melalui N. Palatina Mayor dan Minor (cabang N V)

    dan N. Lingualis (cabang N IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar

    ke telinga, hal ini terjadi karena N IX juga mempersarafi membran

    timpani dan mukosa telinga tengah melalui Jacobsons Nerve.

    Gambar 7. Inervasi Tonsil

    9

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    10/28

    1.2. Histologi Tonsil

    Kapsul tonsil terutama terdiri dari jaringan ikat dan serabut elastin

    yang meliputi dua pertiga bagian permukaan lateral tonsil. Kapsul ini pada

    beberapa tempat masuk menjorok ke dalam tonsil, membentuk kerangka

    penyokong struktur di dalam tonsil yang disebut trabekula.

    Trabekula merupakan tempat lewatnya pembuluh darah, pembuluh

    limfatik eferen, dan saraf. Di dalam kapsul dapat dijumpai serabut-serabut otot

    serta pulau-pulau kartilago hialin, yang merupakan sisa jaringan embrional

    arkus brakialis.

    Membrana mukusa tonsil terdiri dari epitel berlapis gepeng dan pada

    beberapa tempat, lapisan mukosa ini akan mengadakan invaginasi ke dalam

    massa tonsil, membentuk saluran buntu yang disebut kripta. Kripta ini

    berbentuk tidak teratur dan bercabang-cabang. Lapisan epitel mukosa kripta

    lebih tipis bila dibandingkan dengan epitel mukosa tonsil, bahkan pada

    bebrapa tempat, kripta ini tidak dilapisi mukosa sama sekali.

    Komposisi terbesar dari jaringan tonsil adalah jaringan limfoid yang

    pada beberapa tempat berkelompok, berbentuk bulat atau oval yang disebut

    folikel, dengan diameter sekitar 1-2 cm. Di dalam folikel, terdapat sel-sel

    limfosit dalam berbagai stadium pertumbuhan, dengan pusat pertumbuhannya

    disebut sentrum germinativum. Kadang-kadang di sepanjang epitel dapat

    ditemukan sel-sel limfosit yang bermigrasi atau mengadakan infiltrasi melalui

    mukosa yang tipis.

    Gambar 8. Histologi Tonsil Palatina

    10

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    11/28

    1.3. Peran Tonsil pada Tubuh Manusia

    1.3.1 Imunologi Tonsil

    Secara mikroskopik tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu

    Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah,

    saraf dan limfa.

    Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid

    muda.

    Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam

    berbagai stadium.Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel

    limfosit, 0,1-0,2 % dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa.

    Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di

    darah 55-57%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks

    yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag, sel dendrit dan

    APCs (antigen precenting cells) yang berperan dalam proses

    transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis

    immunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel

    plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ limfatik

    sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit

    yang sudah disensitisasi.

    Pada dasar dari kripte tonsiler ada microphore cell (sel M)

    dengan sistem tubulovesicular untuk transport antigen. Selain itu, ada

    mikropor yang ditemukan di dinding kripte, yang masih belum

    diketahui apakah fisiologis atau patologis.

    Berdasarkan analogi dengan peristiwa yang terjadi pada MALT

    (The mucosal associated lymphoid tissues), dimana MALT

    mempunyai fungsi utama adalah menghasilkan dan penyebaran dari sel

    B yang telah disensitisasi antigen yang membutuhkan sinyal kedua

    untuk differensiasi terminal menjadi sel plasma yang menghasilkan

    antibodi pada berbagai jaringan sekretorik. Demikian pula, tonsil

    mungkin berfungsi dengan cara yang sama. Di dalam tonsil, antigen

    11

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    12/28

    dibawa pada sel yang memproses antigen, yang merupakan sel yang

    serupa dengan makrofag, yang mempresentasiken ke sel T helper dan

    sel B. Hal ini akan menjadi konstituen utama dari pusat germinal yang

    ada di tonsil.

    Pada kondisi yang tepat sel B tersebut yang memiliki reseptor,

    seperti antibodi, dapat mengkombinasi dengan determinan antigen

    yang akan mengalami stimulasi untuk membelah diri. Mereka

    kemudian migrasi melalui limfa dan darah, menjalani differensiasi

    lebih lanjut untuk differensiasi, untuk mengkolonisasi berbagai

    struktur sekretori, seperti usus, saluran pernafasan, kelenjar saliva, dan

    payudara.

    Mayoritas dari limfosit MALT mensekresikan imunoglobulin

    A (IgA), berbentuk dimer, dengan dua molekul yang digabungkan

    dengan rantai J, juga disekresikan oleh sel plasma. IgA dimer melewati

    sel epitelial untuk mencapai permukaan mukosa, selama proses ini

    kemudian diselubungi dengan sekretorik piece yang melindungi

    molekul dari tercerna enzim (gambar 3). IgA berkombinasi dengan

    pathogen atau molekul lain, untuk mencegah perlekatan, dan absorbsi

    atau membuatnya tidak berdampak, sehingga dapat diserap, kemudian

    ditransport sebagai kompleks imun atau melawan sistem retikulo-

    endothelial.

    Gambar 9. Transport dari IgA Melewati Epitel Mukosa

    12

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    13/28

    Dimer IgA disekresikan oleh sel plasma yang terikat pada

    reseptor membran dan permukaan internal dari sel epithel. Mereka

    diendositosis dan ditransport melewati sel menuju permukaan luminal

    dimana vesikel bergabung dengan membran plasma, melepaskan IgA

    dimer dan komponen sekretorik berasal dari pembelahan reseptor. Hal

    ini mungkin melindungi imunoglobulin dari digesti enzimatik.

    Sekresi Imunoglobulin tonsilar berbeda dari pola MALT biasa.

    Sel yang memproduksi imunoglobulin G pada tonsila palatina dan

    nasoparingeal dengan imunosit IgA menunjukkan sekitar 30-35%.

    Tidak seperti adenoid dimana tidak ada produk tonsilar dari bagian

    sekretorik, jadi IgG dan IgA keluar menuju sekresi faringeal dengan

    merembes diantara sel epithel, dimana meningkat ketika terjadi

    inflamasi.

    Tonsil mengandung 109 sel limfoid, dimana 50% nya adalah sel

    T. Banyak darinya terlibat dalam meregulasi respon antibodi, yang

    akan berperan sebagai promotor (T helper) atau supresor (T supresor).

    Sel T lain bertanggung jawab sebagai reaksi hipersensitivitas tipe

    lambat untuk organisme yang lebih besar, seperti jamur. Tipe lain

    dapat membunuh sel yang terinfeksi virus. Rekognisi pada kedua kasus

    dengan reseptor antigen sel T, yang sama dengan tempat kombinasi

    antigen dari antibodi. Sitokin seperti interferon gamma, dihasilkan oleh

    sel T tonsiler. NK sel juga terlihat di sistem imun, dan dapat

    membunuh sel yang terinfeksi virus dan sel tumor, namun metode dari

    pengenalan sel tersebut masih belum diketahui.

    1.3.2 Natural Killer Cell pada Tonsil dalam Menghmbat Transformasi

    Epstein Barr Virus (EBV)

    EBV membentuk infeksi persisten pada seluruh orang dewasa.

    Hal yang menarik, sel NK dapat mencegah transformasi sel B oleh

    EBV melalui sekresi dari sitokin antiviral IFN-c, dan sel NK dari tonsil

    dan nodus limfatikus menghasilkan sitokin ini 5 kali lipat

    dibandingkan dari pembuluh darah perifer. Data ini menunjukkan

    13

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    14/28

    spesialisasi sel NK dari tonsil, lokasi masuknya EBV dimukosa, dapat

    distimulasi secara efisien oleh sel dendritik yang teraktivasi EBV, dan

    membatasi transformasi sel B diinduksi EBV hingga kontrol imun

    spesifik oleh komponen lain dari sisem imun ditegakkan.

    Virus EBV adalah virus herpes-c limfotropik yang menginfeksi

    lebih dari 90% populasi dewasa. Tanda khas dari virus ini adalah

    kemampuannya yang onkogenik. Kemampuan mentransformasinya

    dapat diperlihatkan secara in vitro dan in vivo di kedua grup yang

    imunokompeten dan sering pada individu yang imunosupresan.

    Selanjutnya, EBV menyebabkan tumor seperti penyaki

    limfoproliferatif post transplantasi dan limfoma imunoblastik,

    sedangkan Ca nasofaring, penyakit Hodgkin dan limfoma burkitt

    adalah malignansi yang paling sering dihubungkan dengan malignansi

    pada individu imunokompeten.

    Sel NK dapat terlibat dalam fase awal respon imun spesifik

    terhadap EBV. Sel NK merupakan limfosit innate yang berperan

    penting dalam mengontrol infeksi dan pengawasan imun terhadap

    tumor. Khususnya, setelah infeksi virus mereka diperkirakan

    menghambat beban virus hingga sel T spesifik virus dapat

    mengeliminasi infeksi atau mengontrol titer viral dalam jumlah yang

    rendah.

    Telah diketahui, sel NK menghasilkan sitokin seperti IFN-c,

    berproliferasi dan meningkatkan sitotoksisitasnya setelah aktivasi dari

    DC myeloid dan plasmasitoid. Selanjutnya, DC mengaktivasi sel NK

    sesaat setelah infeksi dalam rangka menghambat replikasi patogen

    hingga sistem imun adaptif menghasilkan kontrol imun jangka

    panjang.

    Sel NK secara signifikan menghambat transformasi sel B oleh

    EBV. Sel NK tonsiler lebih efisien dalam menghambat transformasi

    sel B yang diinduksi EBV secara in vitro dibandingkan dari sel NK

    perifer dan mensekresikan IFN-c dalam jumlah besar, yang terbukti

    14

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    15/28

    cukup untuk membatasi transformasi sel B oleh EBV yang disebabkan

    sekresi IFN-c oleh sel NK teraktivasi sel DC, yang mengalami

    maturasi ketika terpapar EBV, yang juga dapat menimbulkan sekresi

    oleh sel NK untuk melindungi terhadap transformasi. Hal yang

    berlawanan pada hipotesis jika sel NK mengontrol patogen melalui

    sitotoksisitas spontan yang merupakan ide penamaan subset limfosit

    innate ini, menunjukkan jika respon sel NK membutuhkan aktivasi

    oleh DC dan dimediasi oleh sitokin. Data memberikan bukti untuk

    fungsi efektor antiviral langsung oleh sel NK pada jaringan limfoid

    sekunder, yang menghambat infeksi EBV hingga sistem imun adaptif

    secara efisien mengontrolnya.

    2. TONSILITIS

    Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan

    tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati,

    dan bakteri pathogen dalam kripta.

    2.1. Tonsilitis Akut

    2.1.1. Etiologi

    Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan

    oleh Grup A Streptococcus beta hemolitikus. Meskipun pneumokokus,

    stafilokokus dan Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat

    dilibatkan. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus atau

    streptokokus viridans, ditemukan pada biakan, biasanya pada kasus-

    kasus berat.

    2.1.2. Patofisiologi

    Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan

    menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear

    sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit,

    bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini

    mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Perbedaan

    strain atau virulensi dari penyebab tonsilitis dapat menimbulkan

    15

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    16/28

    variasi dalam fase patologi sebagai berikut:

    1. Peradangan biasa pada area tonsil saja

    2. Pembentukan eksudat

    3. Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya

    4. Pembentukan abses peritonsilar

    5. Nekrosis jaringan

    Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut

    tonsillitis folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,

    membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak

    detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu

    (pseudomembran) yang menutupi tonsil.

    Gambar 10. Tonsilitis Akut

    2.1.3. Gejala dan Tanda

    Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri

    tenggorokan, nyeri waktu menelan dan pada kasus berat penderita

    menolak makan dan minum melalui mulut. Biasanya disertai demam

    dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak

    nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena

    nyeri alih melalui n Glosofaringeus. Seringkali disertai adenopati

    servikalis disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil

    membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel,

    lakuna, atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula

    16

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    17/28

    membengkak dan nyeri tekan.

    2.1.4. Penatalaksanaan

    Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam

    sebaiknya tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan.

    Analgetik oral efektif untuk mengurangi nyeri. Terapi antibiotik

    dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin masih

    merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat resistensi atau penderita

    sensitive terhadap penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau

    antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya

    digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai

    sepuluh hari. Jika hasil biakan didapatkan streptokokus beta

    hemolitikus terapi yang adekuat dipertahankan selama sepuluh hari

    untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supurativa seperti

    nefritis dan jantung rematik.

    Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah

    cairan dapat berkontak dengan dinding faring, karena dalam beberapa

    hal cairan ini tidak mengenai lebih dari tonsila palatina. Akan tetapi

    pengalaman klinis menunjukkan bahwa dengan berkumur yang

    dilakukan secara rutin menambah rasa nyaman pada penderita dan

    mungkin mempengaruhi beberapa tingkat perjalanan penyakit.

    2.2. Tonsilitis Kronis

    Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan

    akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang

    terutama terjadi pada anak-anak dan di antara serangan tidak jarang tonsil

    tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil di luar serangan terlihat

    membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan

    apabila tonsil ditekan keluar detritus. Penyakit ini yang paling sering terjadi

    dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi

    timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok,

    beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,

    kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat. Radang pada

    17

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    18/28

    tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta hemolitikus,

    Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes.

    Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada

    infeksi.

    2.2.1. Gambaran Klinis

    Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri

    tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa

    kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut, demam dengan suhu

    tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu

    makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini

    dikarenakan nyeri alih (referred pain) melalui n. Glossopharingeus

    (n.IX).

    Gambaran klinis pada tonsilitis kronis bervariasi, dan diagnosis

    pada umunya bergantung pada inspeksi. Pada umumnya terdapat dua

    gambaran yang termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu:

    1. Tonsilitis kronis hipertrofikans,

    Ditandai adanya pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan

    jaringan parut. Kripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan

    eksudat, seringnya purulen keluar dari kripta tersebut.

    2. Tonsilitis kronis atrofikans,

    Ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi), di sekelilingnya hiperemis

    dan pada kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang

    tipis.

    Dari hasil biakan tonsil, pada tonsilitis kronis didapatkan

    bakteri dengan virulensi rendah dan jarang ditemukan Streptococcus

    beta hemolitikus.

    18

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    19/28

    Gambar 11. Tonsilitis Kronis Hipertrofikans

    2.2.2. Penatalaksanaan

    Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang

    mengandung desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering

    timbul dan pasien merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah

    pengangkatan tonsil (tonsilektomi).

    2.2.3. Komplikasi

    Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah

    sekitarnya berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara

    perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau

    limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis,

    uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

    2.3. Tonsilofaringitis Difterika

    Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi

    pada bayi dan anak. Penyebab tonsillitis difteri adalah Corynebacterium

    diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan hidup di saluran nafas

    bagian atas yaitu hidung faring dan laring.

    Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10

    tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang

    dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

    Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala

    19

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    20/28

    lokal, dan gejala akibat eksotoksin.

    Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh

    biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi

    lambat, serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil

    membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan

    bersatu membentuk membran semu (pseudomembran). Membran ini dapat

    meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,laring, trakea, dan bronkus yang

    dat menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya,

    sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini

    bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak

    sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau

    disebut juga Burgemeesters hals. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan

    oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu

    pada jantung dapat terjadi miokarditis samapi decompensasio cordis,

    mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot

    pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.

    Diagnosa tonsillitis difteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik

    dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan

    bawah membrane semu dan didapatkan kuman Corynebacterium diphteriae.

    Meskipun dengan perawatan semua gejala klinis telah hilang, tetapi kuman

    difteri masih dapat tinggal dalam tonsil (dan faring) bahkan kadang-kadang

    didapat karier difteri yang tidak pernah mengalami gejala penyakitnya. Pada

    karier yang ditemukan sebaiknya diterapi secepatnya, disusul tindakan

    tonsilektomi maupun adenoidektomi.

    2.4. Scarlet Fever

    Adalah infeksi yang disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus

    yang gejalanya mirip tonsilitis folikularis akut. Penyakit ini disertai demam,

    nyeri tengorok dan ruam yang menyeluruh pada kulit di seluruh tubuh. Pada

    tonsil yang terkena nampak edematus, hiperemis dan terdapat eksudat

    mukopurulen yang nampak sebagai membran tipis. Pda mukosa mulut dan

    faring nampak eritema yang hebat dan pada lidah nampak gambaran khas

    20

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    21/28

    strawberry tongue.

    2.5. Vincents Angina

    Disebabkan oleh basilus fusiforme, penyakit ini sering terjadi pada

    orang-orang dengan higine mulut yang buruk. Pada tonsil terbentuk bercak-

    bercak pseudomembran nekrotik yang berwarna putih keabuan dikelilingi

    areola yang hiperemis dapat menutup salah satu tonsil ataupun keduanya.

    Lesi dapat menyebar ke palatum molle, faring dan rongga mulut. Lesi yang

    terjadi disebabkan oleh bakteri yang terdapat pada membran mukosa yang

    menyebabkan nekrosis membran mukosa tersebut. Dapat juga terbentuk

    pseudomembran pada laring dan trakehea yang bila dilepas akan bedarah.

    Infeksi dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening submaksilar atau

    servikalis.

    2.6. Abses Peritonsilar (Quinsy)

    Adalah pus yang tertampung antara kapsul tonsil. Dapat timbul

    sebagai komplikasi dari tonsilitis akut atau dapat timbul tanpa didahului oleh

    tonsilitis akut. Pasien mengeluhkan adanya nyeri faring unilateral, odinofagi,

    disfagi, trismus, malaise, dan demam. Dari pemeriksaan fisik didapat adanya

    dehidrasi, trismus, deviasi uvula, pembengkakan tonsil dan palatum. Secara

    bakteriologis, abses peritonsilar ditandai dengan infeksi bakteri campuran

    yang melibatkan bakteri aerob seperti Streptococcus pyogenes dan

    Staphylococcus aureus maupun bakteri anaerob seperti Bacteroidaceae. Bila

    tidak lekas ditangani abses peritonsilar dapat menyebar menjadi abses

    parafaringeal yang nantinya dapat menyebar lebih jauh ke mediastinum dan

    menyebabkan mediastinitis.

    2.7. Abses Tonsil (Phlegmonous tonsilitis)

    Terjadi pengumpulan pus di dalam jaringan tonsil. Dapat terjadi

    setelah tonsilitis akut folikularis dengan adanya obstruksi kripta atau ruptur

    spontan dari abses peritonsiler. Gejala yang timbul tidak begitu berat dan

    setelah gejala peradangan teratasi sebaiknya dilakukan tonsilektomi.

    2.8. Tonsilitis Akut Sifilis Parenkimatosus (Luetika)

    21

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    22/28

    Adalah suatu infeksi akut pada tonsil yang terjadi karena lesi sekunder

    dari penyakit sifilis, disebabkan Treponema pallidum. Biasanya terjadi 4 6

    minggu setelah terjadinya lesi primer.

    2.9. Mononukleosis infekiosa

    Adalah infeksi yang disebabkan oleh virus mononukleosis infeksiosa

    yang penyebarannya terjadi melalui droplet. Dengan ditemukannya antibodi

    VEB melalui tes diagnostikPaul Bunnel merupakan bukti bahwa terdapat

    hubungan antara virus Epstein-Barr dengan mononukleosis infeksiosa. Pada

    pemeriksaan klinik didapat tonsilofaringitis membranosa dengan

    limfadenopati servikalis, bercak-bercak urtikaria pada rongga mulut, kadang-

    kadang ditemukan hepatomegali atau splenomegali dan setelah minggu

    pertama hitung jenis leukosit mencapai 10.000 15.000/mm3 dengan 50%

    diantaranya adalah limfosit. Tonsilektomi dilakukan pada kasus berat dengan

    gejala lokal seperti obstruksi jalan nafas, disfagia dan demam yang menetap.

    2.10. Tonsilitis Tuberkulosa

    Terjadi sekunder setelah penyakit tuberkulosa aktif dalam paru-paru,

    menyebar ke tonsil melalui:

    Kontak langsung dengan sputum

    Inhalasi

    Hematogenik

    Pada mukosa faring dan tonsil akan terdapat ulserasi irregular yang

    dangkal dan mengandung jaringan granulasi yang pucat serta mengandung

    BTA tuberkel. Juga akan nampak pembesaran kelenjar getah bening.

    2.11. Aktinomikosis Tonsil

    Disebabkan oleh jamur aktinomikosis. Tonsil yang terkena nampak

    membesar pada kriptanya terdapat granula-granula sulfur disertai pembesaran

    kelenjar getah bening leher, yang selanjutnya dapat menembus keluar

    sehingga terjadi fistel disertai pengeluaran pus yang mengandung granula

    sulfur.

    3. TONSILEKTOMI

    22

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    23/28

    Merupakan tindakan pembedahaan mengangkat tonsil palatina seutuhnya

    bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa

    meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan

    pilar.

    Gambar 12. Klasifikasi Ukuran Tonsil

    3.1. Indikasi Tonsilektomi

    3.1.1. Indikasi absolut:

    Pembesaran tonsil yang mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan

    napas, disfagia yang sangat mengganggu, gangguan tidur, atau

    adanya komplikasi terhadap kardiopulmonal.

    Abses peritonsilar yang tidak berespon terhadap antibiotik dan

    tindakan drainase.

    Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.

    Tonsil yang diperlukan untuk dilakukan biopsi untuk menilai

    keadaan patologinya.

    3.1.2. Indikasi relatif:

    Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi tiga kali atau lebih

    dalam setahun dan telah diberi penatalaksanaan medis yang

    adekuat).

    Tonsilitis yang berulang atau kronik dengan infeksi streptokokkus

    yang telah resisten terhadap antibiotik golongan beta laktam.

    23

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    24/28

    Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan merupakan suatu

    neoplasma.

    Gambar 13. Obstruktif Tonsillar Hiperplasia

    3.2. Kontraindikasi Tonsilektomi

    Gangguan pembekuan darah

    Memiliki risiko yang buruk pada tindakan anestesi atau memiliki

    penyakit yang tidak terkontrol obat-obatan

    Anemia

    Infeksi akut

    3.3. Metode Tonsilektomi

    1. Tonsilektomi metodeDissection - Snare

    2. Tonsilektomi metode Sluder Ballenger

    3. Tonsilektomi metode Kriogenik

    4. Tonsilektomi metode elektrokoagulasi

    5. Tonsilektomi menggunakan sinar laser

    3.4. Komplikasi

    3.4.1. Perdarahan

    Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung

    atau segera setelah penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam

    pertama post operasi) bahkan meskipun jarang pada hari ke 5 -7 pasca

    24

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    25/28

    operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran

    jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena

    infeksi di fossa tonsilaris atau trauma makanan keras. Untuk

    mengatasi perdarahan, dapat dilakukan ligasi ulang, kompresi dengan

    gas ke dalam fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan anastesi

    lokal atau umum.

    3.4.2. Infeksi

    Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port dentre bagi

    mikroorganisme, sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi

    faringitis, servikal adenitis dan trombosis vena jugularis interna, otitis

    media atau secara sistematik dapat terjadi endokarditis, nefritis dan

    poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi meningitis

    dan abses otak serta terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi

    pada paru-paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya

    terjadi karena aspirasi waktu operasi. Abses parafaring dapat timbul

    sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal. Pengobatan

    komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada

    abses parafaring dilakukan insisi drainase.

    3.4.3. Nyeri pasca bedah

    Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga

    akibat iritasi ujung saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme

    faring. Sementara dapat diberikan analgetik dan selanjutnya penderita

    segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme faring.

    3.4.4. Trauma jaringan sekitar tonsil

    Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan

    kerusakan yang mengenai pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah,

    saraf dan pembuluh darah. Udem palatum molle dan uvula adalah

    komplikasi yang paling sering terjadi.

    3.4.5. Perubahan suara

    25

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    26/28

    Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus,

    tetapi bagian medial serabut otot ini berhubungan dengan ujung

    epligotis. Kerusakan otot ini dengan sendirinya menimbulkan

    gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer

    dan dapat kembali lagi dalam tempo 3 4 minggu.

    3.4.6. Komplikasi lain

    Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau

    copotnya gigi, luka bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi

    pada lidah karena mouth gag.

    26

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    27/28

    BAB III

    PENUTUP

    Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam

    fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot

    palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain:

    fosa tonsil, kapsul tonsil, plika triangularis.

    Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang

    berbahaya. Bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus

    tersebut maka akan timbul tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau

    peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri.

    Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut

    yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama

    terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat.

    Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai

    dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan

    keluar detritus.

    Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri

    tenggorok atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk,

    nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.

    Pengobatan definitif untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan

    pengangkatan tonsil (tonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus

    dimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk

    meringankan gejala-gejala. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika

    sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak

    nyaman.

    27

  • 7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat

    28/28

    Daftar Pustaka

    1. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan Saluran Nafas

    Bagian Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok,

    kepala dan leher. Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara;

    1994 : 194-224.

    2. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah

    dan pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-

    KL, Palembang, 2001: 8-12.

    3. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP Dr.

    Kariadi Semarang, Kumpulan naskah ilmiah KONAS VI PERHATI, Medan,

    1980: 249-55.

    4. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus tonsil

    dan jaringan tonsil pada tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi.

    Kumpulan naskah ilmiah KONAS XII PERHATI, Semarang:BP Undip;1999:

    193-205.

    5. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed..

    Philadelphia: WB Saunders Co; 1959: 239-57.

    6. Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome

    :http://www.emedicine.com/ped/topic 1630.htm.2002.

    7. Franco RA, Rosenfeld RM. Quality of life for children with obstructive sleep

    apnea. Otolaryngol. Head and Neck Surgery. 2000; 123:9-16.

    8. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology.

    6th Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368.

    9. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

    Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 20011; 221-225.