tugas kunjungan tb kecamatan johar baru
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
1/35
BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS
KUNJUNGAN LAPANGAN KASUS TB KECAMATAN
JOHAR BARU
Kelompok : A-03
Ketua : Adham Rifa Rahadian (1102009007)
Sekertaris : Gwendry Ramadhany (1102010115)
Anggota : Fajrin Utami (1102007110)Atika Qisty D (1102010040)
Dinda Putria A (1102010081)
Fatin Fatira Farhah (1102010098)
Fenia Indah Rainir (1102010099)
Irfan Kurniawan (1102010132)
Ismail Gunawan (1102010133)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
2/35
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Permasalahan TB pada Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
Dari tujuh program kesehatan dasar yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Johar
Baru terdapat tiga program kesehatan dasar Puskesmas Kecamatan Johar Baru yang
dievaluasi, yaitu :
1. Program Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA)
2. Program GIZI
3. Program Pengendalian Penyakit Menular (P2M)
Program-program tersebut dievaluasi karena pencapaian program tersebut tidak mencapai
target atau bahkan melebihi target, dan data-data program tersebut mudah diakses.
Didapatkan 124 masalah pada ketiga program yang dievaluasi seperti yang terdapat pada
identifikasi masalah dan dari 124 masalah tersebut ditetapkan enam prioritas masalah
selama bulan Januari s/d September 2010 dengan menerapkan metode PAHO sehinggadidapatkan prioritas masalah yang harus dipecahkan seperti :
1. Cakupan Kunjungan Neonatus di wilayah Puskesmas Se-Kecamatan Johar Baru
Periode Januari s.d September 2010 di bawah target dengan cakupan sebesar 43,4 %
dari target 69 % dengan hasil 196560
2. Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Wilayah Puskesmas Kelurahan Johar
Baru II periode Januari s.d September 2010 di bawah target dengan cakupan sebesar
42,38 % dari target 67,5 % dengan hasil 188760
3. Cakupan Efektivitas kegiatan pemantauan berat badan balita (N/S) di wilayah
Puskesamas Se-Kecamatan Johar Baru periode Januari s.d September 2010 di bawah
target dengan cakupan sebesar 24,31% dari target 90% dengan hasil 463320
2
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
3/35
4. Cakupan partisipasi masyarakat (D/S) di wilayah puskesmas Se Kecamatan Johar
Baru Periode Januari s.d September 2010 di bawah target sebesar 49,19 % dari target
90 % dengan hasil 309966
5. Incidence Rate DBD di wilayah Puskesmas Se- Kecamatan Johar Baru Periode
Januari s.d September 2010 diatas target sebesar 407,2 per 100.000 penduduk dari
target 50 per 100.000dengan hasil 1512000
6. CDR TB Paru di Wilayah Puskesmas Se-Kecamatan Johar Baru periode Januari s.d
September 2010 di bawah target sebesar 41,93% dari target > 70 % dengan hasil
393120
Dari enam prioritas masalah tersebut, digunakan metode fishbone dari Ishikawa untuk
mencari akar penyebab masalah. Setelah dicari akar penyebab masalah menggunakan
metode fishbone, melalui diskusi, argumentasi dan justifikasi didapatkan akar penyebab
masalah yang dominan. Kemudian akar penyebab masalah yang dominan tersebut di-
scoring dengan menggunakan metode MCUA untuk mendapatkan alternatif pemecahan
masalah yaitu :
Akar penyebab masalah dominan dari Program CDR TB Paru di Wilayah
Puskesmas Se-Kecamatan Johar Baru periode Januari s.d September 2010 di bawah
target sebesar 41,93% dari target > 70 %
Akar penyebab masalah yang paling dominan yaitu
1. Kurangnya pembinaan terhadap Nakes mengenai pelaksanaan penyuluhan
kunjungan neonatus (Method)
2. Perencanaan pembiayaan anggaran program TB tidak optimal (Money)
Sehingga alternatif pemecahan masalah yang akan dilakukan adalah :
1. Meningkatkan pembinaan kepada Nakes dengan mengikuti pelatihan
2. Mengoptimalkan perencanaan anggaran program TB dengan rapat evaluasi
Manajemen sebagai proses pemecahan masalah dapat digunakan untuk melakukan
evaluasi terhadap pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas. Pendekatan sistem juga
3
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
4/35
digunakan dalam lingkaran pemecahan masalah untuk mengetahui lokasi terjadinya
masalah. (Azrul, 1996)
Didapatkan 22 masalah dari program KIA, 31 masalah dari program GIZI dan 71
masalah dari program P2M. Masalah-masalah tersebut kemudian ditetapkan prioritas
masalah dengan menggunakan metode scoring PAHO dengan alasan metode ini dapat
memberikan hasil yang lebih proporsional. Hasil tersebut menjadi lebih proporsional
karena didapatkan dari hasil perkalian antara skor dari tiap parameter suatu masalah
sehingga akan tampak jelas perbedaanya. Hal ini memudahkan dalam menentukan
prioritas masalah.
Pada metode PAHO juga mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut terletak
pada posisi atau kedudukan paramater yang sama di final skor. Tetapi kenyataannya,
terdapat perbedaan kontribusi objektif dan subjektif di parameter PAHO itu sendiri.
Misalnya pada magnitude dan severity merupakan parameter yang paling objektif dan
vulnerability merupakan parameter yang objektif. Sedangkan untuk community and
political concern dan affordability merupakan parameter yang subjektif.
Parameter kedua tertinggi adalah biaya murah, disebabkan faktor uang adalah faktor yang
mendukung kemudahan terlaksananya program. Parameter ketiga adalah waktu
penerapan yang lebih sedikit dapat memecahkan masalah. Parameter keempat adalah
dapat memecahkan masalah dengan sempurna, parameter ini mendapat bobot yang lebih
rendah karena kurangnya kemampuan dari banyak faktor yang mengakibatkan masalah
ini dapat dipecahkan secara sempurna dan kesempurnaan terlaksananya program belum
tentu dapat menyelesaikan masalah dengan baik tanpa mementingkan faktor yang lain.
Adapun rincian pembahasan dari masing-masing program dibahas seperti di bawah ini.
4
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
5/35
CDR TB Paru di Wilayah Puskesmas Se-Kecamatan Johar Baru periode Januari
s.d September 2010
Dari data yang didapat hasil evaluasi program CDR TB Paru di Wilayah Puskesmas Se-
Kecamatan Johar Baru periode Januari s.d September 2010 di bawah target sebesar
41,93% dari target > 70 %
Akar penyebab masalah pada inputyang pertama adalah dari faktor manusia (man).Akar
penyebab masalah pada faktor manusia yaitu kepala program hanya berfokus pada
pengobatan. Hal ini menyebabkan petugas tidak mendapat arahan dari kepala program,
sehingga petugas kurang mengerti cara menjaring pasien tersangka TB dan petugas
kurang aktif menemukan tersangka TB. Akar penyebab masalah pada inputyang kedua
adalah dari faktor dana (money). Akar penyebab masalah pada dana adalah anggaran
untuk program Tb terbatas. Hal ini menyebabkan penyaluran dana tidak merata untuk
program ini, sehingga tidak ada dana khusus untuk penjaringan tersangka TB.
Akar penyebab masalah dari input yang selanjutnya adalah faktor material. Akar
penyebab masalah yang terdapat pada faktor material adalah tidak adanya dana untuk
pemeliharaan alat dan bahan. Hal ini menyebabkan alat dan bahan laboratorium banyak
yang rusak, sehingga alat dan bahan pemeriksaan penunjang menjadi kurang lengkap.
Akar penyebab masalah dari input yang selanjutnya adalah faktor metoda (methode).
Akar penyebab masalah pada metoda adalah petugas kurang focus kepada program
penyuluhan. Hal ini menyebabkan tidak ada pelatihan khusus oleh petugas tentang materi
penyuluhan kepada kader, sehingga penyampaian materi penyuluhan oleh kader pada
masyarakat menjadi kurang efektif.
Akar penyebab masalah selain inputadalah pada proses. Pada bagian proses didapatkan
akar penyebab masalah pada faktor perencanaan (planning) adalah perencanaan program
penyuluhan dianggap tidak penting dibandingkan pengobatan. Hal ini menyebabkan
perencanaan yang ada dianggap sudah cukup, sehingga tidak ada perencanaan untuk
penyuluhan TB. Akar penyebab masalah pada proses yang kedua adalah
5
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
6/35
pengorganisasian (organizing). Akar penyebab masalah dari pengorganisasian adalah
terdapat ketentuan bahwa tiap puskesmas hanya memiliki satu petugas di program TB.
Hal ini menyebabkan tidak adanya pembagian kerja yang jelas, sehingga struktur
organisasi program TB tidak terorganisir dengan baik.
Akar penyebab masalah pada proses yang ketiga yaitu pelaksanaan kegiatan (actuating)
adalah tidak ada pelatihan khusus untukpenyampaian materi edukasi. Hal ini
menyebabkan materi edukasi menjadi kurang menarik bagi pasien, sehingga edukasi
kepada pasien TB kurang dimengerti.
Akar penyebab masalah pada proses yang keempat yaitu pengawasan (controling) adalah
tidak adanya instruksi tentang cara pembuatan laporan yang benar. Hal ini menyebabkan
sumber laporan yang dibuat menjadi tidak jelas, sehingga evaluasi program penyuluhan
TB tidak dilakukan dengan baik. Akar penyebab masalah pada proses yang kelima yaitu
lingkungan (environment) adalah tingkat pengetahuan pasien masih rendah. Hal ini
menyebabkan kurangnya kesadaran pasien tentang kesembuhan penyakitnya, sehingga
tingkat kepatuhan pasien untuk minum obat secara teratur masih kurang.
Dari akar penyebab masalah yang telah disebutkan diatas, setelah dilakukan diskusi dan
justifikasi dengan dasar pemahaman program yang cukup, serta apabila masalah tersebut
dapat dipecahkan maka sebagian besar masalah yang ada dapat terselesaikan sehingga
didapatkan beberapa akar penyebab masalah yang paling dominan pada masalah program
angka konversi TB paru di wilayah Se Kecamatan Johar Baru yaitu kurangnya
pembinaan terhadap Nakes mengenai pelaksanaan penyuluhan, perencanaan pembiayaan
anggaran program TB tidak optimal.
Pertama adalah tenaga kesehatan kurang mendapat pelatihan penyakit TB. Hal ini
menyebabkan tenaga kesehatan kurang mengerti tentang pencegahan TB, penularan TB
dan pengobatan TB. Seharusnya tenaga kesehatan dapat menyampaikan informasi
tersebut ketika pasien berobat ke puskesmas. Tenaga kesehatan wajib memberikan
informasi yang menyangkut penyakit pasien, dalam hal ini penyakit TB paru. Karena
6
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
7/35
dengan adanya informasi dan edukasi kepada pasien akan meningkatkan pengetahuan
pasien tentang TB paru. Maka solusi yang dilakukan adalah dengan melakukan pelatihan
rutin untuk tenaga kesehatan. Sesuai dengan hasil MCUA alternative pemecahan
masalah, melakukan pelatihan rutin untuk tenaga kesehatan merupakan urutan pertama
pada bulan Oktober 2010.
Kedua adalah perencanaan pembiayaan anggaran program TB tidak optimal. Karena jika
anggaran tidak sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebelumnya maka akan
mempengaruhi keberhasilan suatu program. Maka solusi yang dilakukan adalah
mengoptimalkan perencanaan anggaran program TB dengan rapat evaluasi. Sesuai
dengan hasil MCUA alternative pemecahan masalah yaitu mengoptimalkan perencanaan
anggaran program TB dengan rapat evaluasi di puskesmas pada urutan kedua pada bulan
November 2010.
7
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
8/35
II. OBSERVASI
1. Keluarga Tn. Acim Sulaiman
A. Masalah medis
1. Penyakit darah tinggi dalam keluarga2. Penyakit Asam Urat
3. Penyakit TB
4. Kadar kolesterol tinggi
B. Non Medis
1. Pola makan tidak sehat2. Ventilasi
3. Pola makan gizi tidak seimbang
4. Kurannya berolahraga5. Sanitasi kurang baik
6. Perokok aktif didalam dan diluar rumah
2. Keluarga Alm. Rasmun
A. Masalah medis
1. Diare pada balita
2. Adanya Riwayat TB pada keluarga
B. Non medis
1. Sanitasi kurang2. Tidak adaanya jamban keluarga
3. Penempatan dapur dan kamar mandi yang bergabung
4. Kurangnya berolahraga
3.Keluarga Tn. Rusiana
A. Masalah medis
1. Penyakit TB
B. Non medis
1. Pola makan tidak sehat2. Ventilasi
3. Sanitasi
4. Merokok didalam dan diluar rumah
5. Penempatan dapur dan toilet tang bergabung
8
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
9/35
4. Keluarga Tn. Elky
A. Masalah medis
1.Penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
B. Masalah non medis
1. Pola makan tidak sehat atau tidak higenis dan tidak bergizi
2. Ventilasi kurang baik
3. Kurangnya pajanan cahaya matahari
4. Bertempat tinggal dikontrakkan yang padat penghuni
5. Tinggal dipemukiman padat penduduk
6. Tidak tersedianya jamban yang sehat
7. Tidak tersedianya dapur pada rumah tersebut
5. Keluarga Ny. Dewi
A. Masalah medis
1. Penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) disertai limfadenopati postauricular
B. Masalah non medis
1. Ventilasi kurang baik
2. Kurangnya pajanan cahaya matahari
3. Perokok pasif pada lingkungan kerja4. Kurangnya kebiasaan berolahraga
5. Pola makan yang tidak teratur
6. Tinggal dipemukiman padat penduduk
6. Keluarga Ny. Novi
A. Masalah medis
1. Penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
B. Masalah non medis
1. Ventilasi kurang baik
2. Kurangnya pajanan cahaya matahari
3. Tinggal dipemukiman padat penduduk
4. Penempatan dapur yang bergabung dengan kamar mandi
9
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
10/35
III. EKSPEKTASI
1. Keluarga Tn. Acim Sulaiman
Ekspektasi :1. salah satu pencegahan terhadap penyakit yaitu dengan makanan yang baik dan pola
makan yang teratur.2. Ventilasi yang kurang baik menyebabkan mikroorganisme TB terus menerus menetap di
ruangan sehingga risiko penyebarannya terhadap penghuni lain tinggi.
3. Olahraga membuat tubuh sehat serta menjaga berat badan.
4. Sanitasi merupakan pencegahan penting terhadap berbagai macam penyakit.5. Meroko menjadi salah satu sumber berbagai macam penyakit, terutama penyakit
pernafasan.
2. Keluarga Alm. Rasmun
Ekspektasi :1. Sanitasi merupakan pencegahan penting terhadap berbagai macam penyakit.2. Jamban umum yang kurang baik dapat menjadi sumber berbagai macam penyakit
3. Dapur yang berdekatan dengan kamar mandi dapat menyebabkan bahan yang ada di
dapur mengkontaminasi air yang dikamar mandi sehingga menyebabkan airnya kurang
bersih.4. Olahraga membuat tubuh sehat serta menjaga berat badan.
3.Keluarga Tn. Rusiana
Ekspektasi :
1. salah satu pencegahan terhadap penyakit yaitu dengan makanan yang baik dan pola
makan yang teratur.2. Ventilasi yang kurang baik menyebabkan mikroorganisme TB terus menerus menetap di
ruangan sehingga risiko penyebarannya terhadap penghuni lain tinggi.
3. Sanitasi merupakan pencegahan penting terhadap berbagai macam penyakit.
4. Meroko menjadi salah satu sumber berbagai macam penyakit, terutama penyakitpenafasan.
5. Dapur yang berdekatan dengan kamar mandi dapat menyebabkan bahan yang ada di
dapur mengkontaminasi air yang dikamar mandi sehingga menyebabkan airnya kurangbersih.
4. Keluarga Tn. Elky
Ekspektasi :1. salah satu pencegahan terhadap penyakit yaitu dengan makanan yang baik dan pola
makan yang teratur.2. Ventilasi yang kurang baik menyebabkan mikroorganisme TB terus menerus menetap di
ruangan sehingga risiko penyebarannya terhadap penghuni lain tinggi.
3. Mikroorganisme TB tidak tahan lama terhadap pajanan matahari.
4. Kepadatan penduduk menjadi faktor cepatnya penyabaran penyakit menular, termasukTB.
10
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
11/35
5. Keluarga Ny. Dewi
Ekspektasi :1. Ventilasi yang kurang baik menyebabkan mikroorganisme TB terus menerus menetap di
ruangan sehingga risiko penyebarannya terhadap penghuni lain tinggi.
2. Mikroorganisme TB tidak tahan lama terhadap pajanan matahari3. Meroko menjadi salah satu sumber berbagai macam penyakit, terutama penyakit
penafasan.
4. salah satu pencegahan terhadap penyakit yaitu dengan makanan yang baik dan polamakan yang teratur.
5. Kepadatan penduduk menjadi faktor cepatnya penyabaran penyakit menular, termasuk
TB.
6. Keluarga Ny. Novi
Ekspektasi :
1. Ventilasi yang kurang baik menyebabkan mikroorganisme TB terus menerus menetap di
ruangan sehingga risiko penyebarannya terhadap penghuni lain tinggi
2. Mikroorganisme TB tidak tahan lama terhadap pajanan matahari
3. Kepadatan penduduk menjadi faktor cepatnya penyabaran penyakit menular, termasukTB.
4. Dapur yang berdekatan dengan kamar mandi dapat menyebabkan bahan yang ada di
dapur mengkontaminasi air yang dikamar mandi sehingga menyebabkan airnya kurang
bersih.
11
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
12/35
IV. RUMUSAN MASALAH
Usulan Area Masalah
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang telah kami lakukan kepada masing masing
keluarga binaan, didapatkan berbagai macam permasalahan, yaitu :
1. Ventilasi kurang baik
2. Kurangnya pajanan cahaya matahari
3. Sanitasi kamar mandi yang buruk
4. Kurangnya kebiasaan berolahraga
5. Tempat tinggal yang padat penghuni
6. Pemukiman sekitar rumah penderita padat dan kumuh
7. Kamar mandi berdekatan dengan dapur
8. Pola makan tidak sehat atau tidak higienis dan tidak bergizi
9. Merokok di dalam dan di luar rumah
10. Adanya riwayat TB pada keluarga
11. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
12. Tidak tersedianya jamban yang sehat
Penetapan Area Masalah
Dalam pengambilan sebuah masalah kelompok kami menggunakan metode scoring PAHO
dengan alasan metode ini dapat memberikan hasil yang lebih proporsional. Hasil tersebut
menjadi lebih proporsional karena didapatkan dari hasil perkalian antara skor dari tiap parameter
suatu masalah sehingga akan tampak jelas perbedaanya. Hal ini memudahkan dalam menentukan
prioritas masalah. (Harold, et all, 1975 : 40-45)
12
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
13/35
Metode PAHO dikembangkan oleh Pan American Health Organization Center for
Development Studies. Rumus metode tersebut adalah :
Priority =
Magnitude x Importancy x Vulnerability
Cost
Magnitude (M) : Besarnya masalah
Importancy (I) : Pentingnya masalahVulnerability (V) : Kerentanannya terhadap cara inervensi
Cost (C) : Besarnya biaya.
Alasan Pemilihan Diagnosis Komunitas
Area Masalah Sebagai Diagnosis KomunitasDari sekian masalah yang ada pada keluarga binaan, kami memutuskan untuk mengangkat
permasalahan :
Kasus TB pada Kecamatan Johar Baru
Alasan Pemilihan Diagnosis
Pemilihan area masalah kesehatan ini didasarkan atas berbagai pertimbangan yaitu :
1. Dari survey yang dilakukan dengan wawancara terhadap keluarga di Kecamatan Johar
Baru didapatkan bahwa tinggi nya kasus TB di daerah tersebut.
2. Kurangnya sosialisasi mengenai gaya hidup yang tidak sehat dan kesadaran kebersihan
lingkungan.
13
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
14/35
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS
Definisi:
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Mycobacterium Tuberculosis:
Bakteri ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam padapewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), bakteri ini cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap
dan lembab. Di dalam jaringan tubuh bakteri ini dapat Dormant, tertidur lama selamabeberapatahun.
Cara Penularan:
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderitamenyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masukkedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderitaditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan
seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirupudara tersebut.
Resiko Penularan:
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia
dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %,
berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar
dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksiyang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa
daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus)penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang
rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.
14
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
15/35
Berikut beberapa faktor resiko tuberkulosis paru :
1. Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin,
ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York
pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapatinfeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi
tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75%
penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah
penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru padawanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita
TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada
wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita
karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkanterjangkitnya TB paru.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya
mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehinggadengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku
hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis
pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja
bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akanmempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang
tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan
dan umumnya TB Paru. Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatankeluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi
makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan
rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan
mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiapanggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk
terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan
mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syaratkesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan
kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung
kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada
tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih
15
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
16/35
rendah dengan 430 batang/ orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan
760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua
Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita p, 2005).Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki
dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan
mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.
6. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantaibangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak
menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi
oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanyadinyatakan dalam m 2 /orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m 2 /orang.
Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m 2 /orang. Untuk mencegah penularan
penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak
di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langitminimum tingginya 2,75 m.
7. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20%
luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng
kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam
rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahayayang cukup.Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60
lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat
mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiapjenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh
kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman
TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumahserta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udaradidalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya
oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembabanudara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-
bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB. Fungsi kedua dari ventilasi ituadalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena
di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan
selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di
dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling
16
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
17/35
sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal
5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara
segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan.Umumnya temperatur kamar 22 30C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%
9. Kondisi rumahKondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding
dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit
dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yangbaik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.
10. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang
optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C. Kuman TB Paru akan cepat matibila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat
yang gelap dan lembab.
11. Status GiziHasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali
untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih.Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan
respon immunologik terhadap penyakit.
12. Keadaan Sosial
Ekonomi Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat
menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan 55sehinggaakan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
13. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang
kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikapdan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang
disekelilingnya.
Riwayat terjadinya Tuberkulosis
Infeksi Primer:
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yangterhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus,
dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman
TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkanperadangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar
hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.
17
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
18/35
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnyarespon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut
dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan
menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidakmampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB):
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yangburuk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis:Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematiankarena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. Kolaps dari lobus akibat retraksi
bronkial. Bronkiektasis dan Fibrosis pada paru. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjaldan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). Penderita yang
mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit. Penderita TB paru dengan
kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah.
Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatandengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan
berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati :
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan
sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetapmenular (WHO 1996).
Pengaruh Infeksi HIV :
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity),sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan
menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV
meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB dimasyarakat akan meningkat pula.
18
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
19/35
Gejala - gejala Tuberkulosis
Gejala Umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :
Dahak bercampur darah. Batuk darah. Sesak napas dan rasa nyeri dada.Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Penemuan pederita Tuberkulosis (TB)
Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Penemuan penderita TB dilakukan
secara Pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang
berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung denganpenyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan Passive
Promotive Case Finding .
Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa
dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedinimungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan
kematian.Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari
berturut-turut, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Anak.Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar diagnosis
tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.
19
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
20/35
Diagnosis Tuberkulosis (TB)
Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat
ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasilpemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen
dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, makapenderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung
TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat
dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan
antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bilatidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak
SPS. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
20
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
21/35
Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung
diagnosis TB.
- Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif.- Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difoto rontgen dada.
ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA
Di Indonesia, pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TBpada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium
Tuberculosis Karena tingginya prevalensi TB. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan
bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium Tuberkulosis. Dilain pihak,
hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis. Misalnya padapenderita HIV / AIDS, malnutrisi berat, TB milier dan Morbili.
Pembunuh massal
Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa bakteri mycobacterium tuberculosis yangmenyebabkan TBC adalah bekteri pembunuh massal. WHO memperkirakan bakteri ini
membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya. Antara tahun 2002-2020 diperkirakan sekitar 1miliar manusia akan terinfeksi. Dengan kata lain pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta
tiap tahunnya. Biasanya 5-10 persen di antara infeksi berkembang menjadi penyakit, dan 40
persen di antara yang berkembang menjadi penyakit berakhir dengan kematian.Jika dihitung, pertambahan jumlah pasien TBC akan bertambah sekitar 2,8-5,6 juta setiap tahun,
dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun karena TBC. Perkiraan WHO, yakni 2 juta jiwa
meninggal tiap tahun, adalah berdasarkan perhitungan ini. Angka ini adalah angka yang besar,
karena 2-4 orang terinfeksi setiap detik, dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TBCini. Kecepatan penyebaran TBC bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan penyebaran
HIV/AIDS dan munculnya bakteri TBC yang resisten terhadap obat.
Selain itu migrasi manusia juga mempercepat penyebaran TBC. Di Amerika Serikat, hampir 40persen dari penderita TBC adalah orang yang lahir di luar negeri. Mereka imigrasi ke Amerika
dan menjadi sumber penyebaran TBC. Begitu juga dengan meningkatnya jumlah pengungsi
akibat perang dengan lingkungan yang tidak sehat sehingga memudahkan penyebaran TBC.Diperkirakan sebanyak 50 persen dari pengungsi di dunia berpeluang terinfeksi TBC.
Di kawasan Asia Tenggara, data WHO (http:www.whosea.org) menunjukan bahwa TBC
membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus TBC di dunia beradadi kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara dengan jumlah penderita TBC terbesar di
dunia, yaitu India dan Indonesia, berada di wilayah ini. Indonesia berada di bawah India, dengan
jumlah penderita terbanyak di dunia, diikuti Cina di peringkat kedua.Dibandingkan dengan penyakit menular lainnya, TBC juga menjadi pembunuh nomor satu di
kawasan ini, di mana jumlahnya 2-3 kali jumlah kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS yang
berada di peringkat kedua. Sementara itu, penyakit tropis seperti demam berdarah dengue (DBD)tidak sampai sepersepuluhnya. Kita bisa membayangkan betapa seriusnya masalah TBC ini.
Karena itu, perlu kita sadari kembali bahwa TBC adalah penyakit yang sangat perlu mendapat
perhatian untuk ditanggulangi. Karena bakteri mycobacterium tuberculosis sangat mudah
21
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
22/35
menular melalui udara pada saat pasien TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan
berbicara. Satu penderita bisa menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun.
Berdasarkan data Rumah Sakit "Prof DR Sulianti Saroso" (http:www.infeksi.com), di Indonesiatiap tahun terdapat 583 ribu kasus dan 140 ribu di antaranya meninggal dunia. Jika dihitung,
setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kalau 1 orang pasien bisa menularkan
ke 10 orang, pada tahun berikutnya jumlah yang tertular adalah 5,8 juta orang. Karena itu,jelaslah bahwa TBC adalah pembunuh massal yang harus diberantas.
Terapi TBC
Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan
efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untukmengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO
merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung
atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy).
Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, danmelakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien
yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya.
Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian
harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini,diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang
spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum
bisa diterapkan. Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat
dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yangbiasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol.
Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri
dari kombinasi 3-4 macam obat ini.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan
pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karenagejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu
2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk
mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum
obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kumantersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkatkesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta
pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada
tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angkaini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus
baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi
hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus
baru perlu lebih ditingkatkan lagi.
22
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
23/35
Tata Cara Pengobatan TBC
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC)
dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberianINH 510 mg/kgbb/hari.
1. Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan walaupun
uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-)
atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o
Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin danKanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan
manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO.
Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia WHO joint Evaluation dan National
23
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
24/35
Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan
pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai
penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program inidilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase
awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatanmasyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses
pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan
obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat,
karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator
program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan
pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih
banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyakpasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan
mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasistrategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan
infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB
dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon sepertisiprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak
dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
Pengobatan TBC pada orang dewasa
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o
Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
24
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
25/35
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH
+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimalperhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
ImunisasiPengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif
terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M
tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi,tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis
yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa
25
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
26/35
mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh.
Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup.
Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan. Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya
melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen.
Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBCini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang
imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah
satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketatterhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka.
Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang
menjadi kunci pengontrolan TBC di AS.
Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen,
sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang
adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk
melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tesyang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman
TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin.
Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC,
sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan.Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah
penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi BCG ini. Dengan
melaksanakan vaksinasi ini, jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan berkurang,
sehingga memudahkan kita untuk mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapiDOTS untuk pasien yang terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu
dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia.
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis
Menurut teori Hendrik L. Blum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik
kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat yaitu keturunan, lingkungan, perilaku, dan
pelayanan kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2007 : 166).
26
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
27/35
A. Lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan,
pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoatmodjo, 2011). Lingkungan
rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah.Lingkungan rumah terdiri darilingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu
kepadatan penghuni. Rumah yang ruangan terlalu sempit atau terlalu banyak penghuninya akan
kekurangan oksigen menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh yang memudahkan terjadinyapenyakit sehingga penularan penyakit saluran pernapasan seperti TB paru akan mudah terjadi di
antara penghuni rumah (Notoatmodjo, 2003).
Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya
untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan
yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan
sosial yang baik untuk keluarga dan individu, oleh karena itu lingkungan rumah merupakan suatuhal yang sangat penting bagi kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Dan lingkungan
rumah yang kurang baik merupakan salah satu tempat yang baik dalam menularkan penyakit
seperti penyakit TB paru (Soemirat, 2009).
1. Kepadatan Penghuni Rumah
Cepat lambatnya penularan penyakit salah satunya ditentukan oleh faktor kepadatan yangditentukan oleh jumlah dan distribusi penduduk. Dalam hal ini kepadatan hunian yang
apabila tidak dapat suplai rumah sehat yang memadai dan terjangkau, dapat
menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit TB paru (Soemirat, 2009).
Kepadatan adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga
dalam satu rumah tinggal. Persyaratan untuk kepadatan hunian untuk seluruh perumahan
biasa dinyatakan dalam m2 per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantungdari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana minimum
9 m2 per orang. Untuk kamar tidur di perlukan minimum 3 m2 per orang. Kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni 2 orang kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun.
27
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
28/35
Jarak antara tempat tidur satu dengan lainnya adalah 90 cm. Apabila ada anggota
keluarga yang menderita penyakit TB paru sebaiknya tidak tidur dengan anggota
keluarga lainnya (Kepmenkes, 1999).
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi
penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akanmenyababkan overcrowded. Hal ini tidak sehat karena di samping menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga menderita suatu
penyakit infeksi terutama TB paru akan mudah menular kepada anggota keluarga yanglain, karena seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada dua sampai tiga orang
di dalam rumahnya (Notoatmodjo, 2003).
Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit, semakin padatmaka perpindahan penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan
cepat. Oleh sebab itu kepadatan hunian dalam rumah merupakan variabel yang berperan
dalam kejadian penyakit TB paru (Supriyono, 2002).
2. Lantai Rumah
Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, konstruksi lantai rumah harusrapat air dan selalu kering agar mudah di bersihkan dari kotoran dan debu. Selain itu
dapat menghindari meningkatnya kelembaban dalam ruangan. Untuk mencegah
masuknya air ke dalam rumah, maka lantai rumah sebaiknya di naikkan 20 cm daripermukaan tanah. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air
sehingga lantai tidak menjadi lembab dan selalu basah seperti tegel, semen dan keramik
(Suyono, 2005).
Lantai rumah jenis tanah memiliki peran terhadap proses kejadian penyakit TB paru,
melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban,
dengan demikian viabilitas bakteri Mycobacterium tuberculosis di lingkungan jugasangat mempengaruhi (Achmadi, 2008).
Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan perkembang biakanbakteri terutama bakteri Mycobacterium tuberculosis. Menjadikan udara dalam ruangan
lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga menimbulkan debu yang
berbahaya bagi penghuninya (Suyono, 2005).
3. Ventilasi
Menurut Sarudji (2010), rumah harus memiliki sistem pertukaran udara yang baik, karena
penghuni memerlukan udara yang segar. Setiap ruang/ kamar memerlukan ventilasi yangcukup untuk menjamin kesegaran dan menyehatkan penghuninya.
Ventilasi bermanfaat sebagai pergantian udara dalam rumah serta mengurangikelembaban. Keringat manusia juga di kenal mempengaruhi kelembaban. Semakin
banyak manusia dalam satu ruangan, kelembaban semakin tinggi khususnya karena uap
air baik dari pernapasan maupun keringat. Kelembaban dalam ruangan tertutup di mana
28
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
29/35
banyak terdapat manusia di dalamnya lebih tinggi di banding di luar ruangan (Sarudji,
2010).
Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas
ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan meteran. Menurut indikator
penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luaslantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
30/35
4. Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak(Achmadi, 2008). Menurut Notoatmodjo (2003), kurangnya cahaya yang masuk ke dalam
ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan
media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya
dapat merusakan mata. Menurut Sarudji (2010), cahaya dapat dibedakan menjadi 2,
yakni:a. Cahaya alamiah
Cahaya alamiah yakni matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil Mycobacterium tuberculosis.
Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yangcukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya
15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Perlu
diperhatikan dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat
langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsijendela disini, disamping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk
cahaya.Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan agarsinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya
jendela itu harus di tengah-tengah tinggi dinding (tembok). Jalan masuknya
cahaya ilmiah juga diusahakan dengan genteng kaca.
b. Cahaya buatan,
Cahaya buatan yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti
lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya. Kualitas dari cahaya buatantergantung dari terangnya sumber cahaya (brighness of thesource).
Rumah dengan pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadianpenyakit TB paru. Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup pada
tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari bertahun-tahun
lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, lisol, sabun, karbon dan kapas api,bakteri ini akan mati dalam waktu dua jam. Rumah yang tidak masuk sinar
matahari mempunyai risiko menderita TB paru 3-7 kali di bandingkan dengan
rumah yang dimasuki sinar matahari (Fatimah, 2008).
5. Kelembaban
Kelembaban udara berpengaruh terhadap konsentrasi pencemar di udara. Kelembaban
berhubungan negatif (terbalik) dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu udara, makakelembaban udaranya akan semakin rendah (Suryanto 2003). Kelembaban yang standar
apabila kelembaban udaranya akan semakin rendah. Kelembaban merupakan sarana baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme terutama Mycobacterium tuberculosis. Kelembabanrumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan
meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Kelembaban dianggap
baik jika memenuhi 40%-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70%
30
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
31/35
(Sarudji, 2010).Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang
tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga
kelembaban udaranya tinggi (Achmadi, 2008).
Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan
mambawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah merupakan media yang baik bagipertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Seperti yang telah
diuraikan oleh (Gould, 2003, dalam Ayunah, 2008), bakteri Mycobacterium tuberculosisseperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan
kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan
merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.
6. Suhu
Salah satu faktor yang menentukan kualitas udara dalam rumah adalah suhu. Di katakan
nyaman apabila suhu udara berkisar antara 18oC-30oC dan suhu tersebut di pengaruhi
oleh suhu udara luar, pergerakan udara dan kelembaban udara. Bakteri Mycobacteriumtuberculosis hidup dan tumbuh baik pada kisaran suhu 30 oC-37oC. Suhu dalam rumah
akan mempengaruhi kesehatan dalam rumah, dimana suhu yang panas tentu akanberpengaruh pada aktivitas (Depkes, 1999, dalam Ayunah, 2008).
B. Perilaku
Perilaku penderita merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan timbulya masalah
penyebaran bakteri Mycobacterium tuberculosis. Seorang penderita rata-rata dapat menularkan
2-3 orang anggota keluarganya. Namun demikian pengetahuan dan perilaku penderita dalam
mencegah agar anggota keluarga tidak tertular berpengaruh besar dalam kesembuhan danpencegahan penyakit TB paru (Sukana, 1999 dalam Putra, 2011).
Perilaku manusia sangat berpengaruh dalam menularkan penyakit menular terutama perilakuyang tidak positif, sehingga lingkungan dapat berubah sedemikian rupa menjadi tempat yang
ideal sebagai tempat penularan penyakit. Perilaku penderita TB paru BTA positif yang tidur
bersama-sama dalam satu tempat tidur/ kamar dengan istri, suami anak dan anggota keluargalainnya dapat menularkan penyakit TB paru sebanyak 68%. Selama sakitnya penderita TB paru
dengan sputum BTA positif bisa menularkan berpuluh-puluh orang sampai beratus-ratus orang
tetapi bisa juga hanya 1-2 orang saja atau nihil. Untuk mempertahankan keadaan seimbang atau
prevalensi tetap sama. Seorang penderita TB paru dengan BTA positif hanya perlu menulari 20orang sehat, dan kemudian di antaranya satu orang akan menjadi pengganti sebagai sumber
penularan baru setelah lama menjadi sembuh atau mati (Sukana, 1999 dalam Putra, 2011).
31
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
32/35
C. Pelayanan Kesehatan
Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat merupakan sub pelayanan kesehatan yang tujuan
utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), danpelayanan kuratif (pengobatan) untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan sasaran
masyarakat (Soekidjo Notoatmodjo, 2007 : 101).
Ada 3 bentuk pelayanan kesehatan, yaitu :
- Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health Care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakatyang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan
yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health services),
atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care). Bentuk
pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, danbalkesmas.
-Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondery Health Care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukanperawatan menginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan tingkat
pertama. Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit tipe C dan D, dan memerlukan tenagaspesialis.
- Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiery Health Care)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak
dapat ditangani pelayanan kesehatan tingkat kedua. Pelayanan sudah komplek dan memerlukan
tenaga super spesialis, misalnya rumah sakit tipe A dan B.
D. Keturunan
Menurut Yuli Kusumawati (2003:16), genetik adalah faktor-faktor yang diturunkan secara
alamiah orang tua pada anaknya. Keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untukperkembangan perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Selama ini belum pernah ada
penelitian yang spesifik meneliti tentang faktor penyakit chikungunya yang disebabkan oleh
keturunan.
32
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
33/35
II. KERANGKA TEORI
33
KERANGKA TEORI
Lingkungan atau tempat tinggal yang gelap,lembab, dan tidak memenuhi syarat kesehatan
Daya tahan tubuh rendah
Gizi buruk
Perilaku tidak bersih dan sehat penderita TB
Kondisi rumah yang sulit dibersihkan dan debu
menumpuk
Ventilasi kurang
Pencahayaan kurang
Kepadatan hunian kamar tidur
Pekerjaan yang terpapar debu
Rendahnya pendidikan dan pengetahuan
Kebiasaan merokok
Usia (15-50 tahun)
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
34/35
III. KERANGKA KONSEP
34
KERANGKA
KONSEP
Daya tahan tubuh rendah
Gizi buruk
Perilaku tidak bersih dan
sehat penderita TB
Rendahnya pendidikan
dan pengetahuan
Kebiasaan merokok
-
7/23/2019 Tugas Kunjungan TB Kecamatan Johar Baru
35/35
DAFTAR PUSTAKA