tugas revisi

24
TUGAS LIBERALISME (Disusun sebagai Tugas pada Mata Kuliah Pemikiran Politik barat ) Dosen : Bpk Ma‘mun Murad Albarbasy Oleh: Tomy Satria Wardhana NPM : 2011130007 Ade Putra NPM 2011130028 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012

Upload: tomy-satria-wardhana

Post on 16-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nj

TRANSCRIPT

TUGASLIBERALISME

(Disusun sebagai Tugas pada Mata Kuliah Pemikiran Politik barat )

Dosen : Bpk Mamun Murad Albarbasy

Oleh:Tomy Satria WardhanaNPM : 2011130007Ade PutraNPM 2011130028

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA2012KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah, serta karunianya Kita berdua dapat menyelesaikan makalah dengan tema ( Liberalisme).Makalah ini Kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pemikiran Politik Barat. Dengan segenap kerendahan hati tidak lupa Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen mata kuliah Pemikiran Politik barat.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempuran, maka dari itu, Kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah dan pembelajaran bagi Kami dan Teman-temans semua. Demikian atas perhatianya saya dan rekan saya ucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amiin.

Penulis

Tomy Satria Wardhana

ABSTRAKLiberal berasal dari kata liberty, yang berarti kebebasan. dalam arti kemerdekaan pribadi, hak untuk mendapatkan perlindungan, dan kebebasan dalam menentukan sikap. Liberalisme adalah suatu aliran pemikiran yang mengharapkan kemajuan dalam berbagai bidang atas dasar kebebasan individu yang dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya sebebas mungkin. Istilah ini baru digunakan pada abad ke-19 dan berasal dari kaum pemberontak Spanyol yang menamakan dirinya liberalisme, kendatipun liberalism sebetulnya telah berkembang pada masa sebelumnya.Liberalisme telah dimulai sejak era Renaissance, yang memperjuangkan kebebasan manusia dari dominasi gereja atau agama, politik dan ekonomi. Kebebasan dalam bidang politik melahirkan konsep tentang negara yang demokratis. Dalam bidang ekonomi, liberalisme menentang campur tangan pemerintah yang terlalu banyak dalam usaha, sebisa mungkin peranan swasta diutamakan.[footnoteRef:2] [2: http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=42:liberalisme-dari-ideologi-menjadi-teologi-&catid=2:hamid-fahmy-zarkasyi (Diakses pada pukul 12:00 AM 20 September 2012)]

Berdasarkan pada keyakinan bahwa semua sumber kemajuan terletak dalam perkembangan pribadi manusia yang bebas. Aliran ini memperjuangkan kedaulatan rakyat dan kebebasan individu terhadap berbagai bentuk kekuasaan mutlak. Langkah pertama perjuangannya telah dilakukan oleh gerakan reformasi. Dalam abad ke-17 dan 18 timbul perlawanan terhadap absolutisme dan perjuangan menuju kebebasan jiwa dan bernegara. Tokoh liberalisme antara lain John Locke, Voltaire, Montequieu, J.J. Rousseau. Sementara itu tokoh-tokoh liberalisme dalam bidang ekonomi adalah Adam Smith, David Ricardo, dan Robert Malthus.Beberapa tokoh yang bisa dianggap sebagai penganut dan yang mengembangkan paham liberalisme, yaitu:(a) John Locke. Menurut pendapatnya, negara terbentuk dari perjanjiann sosial antara individu dengan yang hidup bebas dengan penguasa.(b) Montesquieu. Dalam bukunya spirit the law, terdapat pemisahan kekuasaan dalam pemerintahan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tujuannya agar terdapat pengawasan antar lembaga agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.Pemerintahan Inggris telah menerapkan paham liberalisme, yaitu dalam Magna Chartatahun 1215, tentang penjaminan hak individu oleh hukum. Dalam peristiwa Revolusi Prancis tahun 1789, berhasil menjatuhkan monarki absolut dan digantikan dengan mendirikan negara liberal berdasarkan Konstitusi.Liberalisme memperjuangkan berbagai kebebasan yang hendaknya dijamin dalam undang-undang dasar, di antaranya kebebasan agama, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat. Kebebasan yang diperjuangkan itu hanya terjamin dalam negara hukum yang mengindahkan Trias Politika.Bentuk negara yang diidamkan adalah demokrasi parlemen dengan persamaan hak bagi seluruh rakyat di depan hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Cita-cita liberalisme telah mencetuskan Revolusi Industri di Inggris (1688), Revolusi Amerika (1776), dan Revolusi Prancis (1789).Liberalisme tumbuh dari korterks masyarakat Eropa pada abad pertengahan, ketika itu masyarakat ditandai dengan dua karakteristik berikut, Anggota masyarakat terikat satu sama lain dalam suatau system dominasi kompleks dan kukuh, dan pola hubungan dalam sistem ini bersifat statis dan sukar berubah.Kaum Aristokrat saja yang diperkenankan memiliki tanah, Golongan feudal ini pula yang menguasai proses-proses ekonomi dan politik, Sedangkan para petani berkedudukan sebagai penggarap tanah yang dimiliki oleh pelindungnya (bangsawan). Mereka harus membayar pajak dan menymbangkan pajak bagi si pelindung.Di beberapa tempat di Eropa, para petani malahan tidak diperkenankan pindah ke tempat yang lain yang dikehendaki tanpa persetujuan si pelindung. Akibatnya, mereka tidak lebih sebagai milik pribadi sang pelindung.Industri dikelola dalam bentuk gerakan-gerakan yang mengatur secara ketat bagaimana suatu barang diproduksi, berapa jumlah dan distribusinya, Kegiatan itu dimonopoli oleh kaum aristokrat. Maksudnya, pemilikan tanah oleh kaum bangsawan, hak istimewa gereja, Peranan politik raja dan kamu bangsawan, dan kekuasaan gerakan-gerakan dalam ekonomi merupakan bentuk-bentuk dominasi yang melembaga atas individu.Dalam konteks perkembangan masyarakat itu muncul industri dan perdagangan dalam usaha besar, setelah ditemukan beberapa tekologi baru. Untuk mengelola industri dan perdagangan dalam skala besar-besaran ini, jelas dibutuhkan buruh yang bebas dan dalam jumlah yang banyak, ruang gerak yang leluasa,, mobilitas yang tinggi dan kebebasan berkreasi. Kebutuhan-kebutuhan baru itu terbentur oada aturan-aturan yang diberlakukan secara melembaga oleh golongan feudal. Yang membantu golongan ekonomi baru terlepas dari kerusakan itu ialah munculnya paham Liberal.Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakan oleh keresahan ilmiah ( rasa ingin tahu dan keinginnan untuk mencari pengetahuan yang baru) dan artistik umum pada zaman itu.[footnoteRef:3] [3: Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo. Jakarta. 2010. Hlm 43-45. ]

John Locke dan Hobbes; konsep State of Nature yang berbeda (di buku ramlan subakti)Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang dinamakan konsep negara alamiah" atau yang lebih dikenal dengan konsep State of Nature. Namun dalam perkembangannya, kedua pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak belakang satu sama lainnya. Jika ditinjau dari awal, konsepsi State of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya berbeda. Hobbes (1588 1679) berpandangan bahwa dalam State of Nature, individu itu pada dasarnya jelek (egois) sesuai dengan fitrahnya. Namun, manusia ingin hidup damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa). Sedangkan John Locke (1632 1704) berpendapat bahwa individu pada State of Nature adalah baik, namun karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan oleh penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga tidak seperti membeli kucing dalam karung. Sehingga, mereka memiliki bentuk akhir dari sebuah penguasa/ pihak ketiga (Negara), dimana Hobbes berpendapat akan timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional. Bertolak dari kesemua hal tersebut, kedua pemikir ini sama-sama menyumbangkan pemikiran mereka dalam konsepsi individualisme. Inti dari terbentuknya Negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu) meskipun baik atau tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara. Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan Negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga kekuasaan Negara menjadi terbatas hanya sebagai penjaga malam atau hanya bertindak sebagai penetralisasi konflik.[footnoteRef:4] [4: Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo. Jakarta. 1999. Hlm 34]

BAB IPENDAHULUANLatar BelakangLiberalisme pada awalnya muncul saat dunia barat memasuki enlighment ages atau abad pencerahan ( sekitar abad ke 16 sampai abad awal 19). Pada saat itu mulai muncul Industri dan perdagangan dalam skala besar yang berbasis teknologi baru. Untuk mengelola kedua hal tersebut munculah kebutuhan-kebutuhan baru sepert buruh yang bebas dalam jumlah banyak, ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi, dan kebebasan berkreasi.Namun kebutuhan-kebutuhan ini terbentur oleh peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintahan yang feodal , Maka golongan intelektual yang mengutamakan rasionalitas memunculkan paham liberal. Golongan intelektual itu merasakan keresahan ilmiah (rasa ingin tau dan keinginan untuk mencari pengetahuan yang baru) dan artistik umum pada zaman itu.Selain hal-hal diatas. Liberalisme juga dilatarbelakangi oleh terjadinya Reformasi Gereja yang memuncak pada 31 Oktober 1517. Reformasi Gereja ini membawa dampak pada munculnya paham sekularisme yang akan berujung pada revolusi dalam segala bidang.Termasuk di dalamnya adalah bidang politik. Selain oleh revormasi gereja, paham liberalism juga di latarbelakangi oleh terjadinya revolusi industri dan Glorious Revolution di Inggris.Permasalahan liberalisme klasik membawa pandangan-pandangan baru kepada masyarakat itu sendiri. Liberalisme seolah telah member jawaban pada permasalahan yang ada pada masyarakat pada masa itu, yaitu dibutuhkannya pengakuan atas individu dan kebebasan bagi individu tersebut.[footnoteRef:5] [5: Surbakti Ramlan. Memahami ilmu Politik.Grasindo , Jakarta 1999. Hlm 34]

PermasalahanLiberalisme klasik membawa pandangan-pandangan baru kepada masyarakat tentang bagaimana melihat nilai individu dalam masyarakat serta nilai masyarakat itu sendiri. Liberalisme seolah telah memberi jawaban pada permasalahan yang ada pada masyarakat pada masa itu, yaitu dibutuhkannya pengakuan atas individu dan kebebasan bagi individu tersebut.Peristiwa- peristiwa yang berkaitan dengan hubungan internasional yang selama ini terjadi di dunia tentu memunculkan pemahaman- pemahaman yang berbeda- beda sehingga teori yang akhirnya ada juga sangat bervariasi. Salah satu teori yang ada dalam hubungan internasional adalah liberalisme. Liberalisme memandang manusia secara positif. Kaum liberalisme beranggapan bahwa manusia cenderung memiliki keinginan untuk mengadakan kerjasama dalam penyelesaian masalah dan selalu percaya pada kemajuan individu dan kelompok. Liberalis mengklaim bahwa manusia memiliki akal pikiran, dan ketika mereka memakainya pada masalah- masalah internasional, kerjasama yang lebih besar adalah hasil akhir. Sehingga liberalisme memiliki suatu prinsip yang sangat fundamental yaitu Kompleksitas dn interdependensi. Salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan asumsi dasar yang dimiliki oleh liberalisme adalah proses modernisasi. Proses modernisasi bagaimanapun mengakibatkan peningkatan teknologi dan menemukan cara yang lebih efisien dalam memproduksi barang- barang- barang. Proses modernisasi didorong oleh revolusi intelektual kaum liberal yang memiliki keyakinan besar terhadap perkembangan akal pikiran dan rasionalitas manusia. . Inilah yang menjadi dasar optimism kaum liberal terhadap kemajuan. Kaum liberal umumnya memandang manusia secara positif. Kaum liberal menyatakan bahwa manusia memiliki sifat untuk selalu mengutamakan menyelesaikan masalah dengan akal pikiran dan strategi untuk menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru dan akhirnya mendapatkan kerugian..Mereka memiliki keyakinan besar terhadap akal pikiran manusia dan mereka yakin bahwa rasionalitas dapat diimplementasikan di dalam penyelesaian masalah-masalah internasional. Mereka sependapat dengan kaum realis yang menyatakan bahwa manusia sebagai individu yang mementingkan diri sendiri dan bersaing terhadap suatu hal. Jika realis percaya bahwa untuk memperjuangkan kepentingan itu harus dengan jalan konflik, mana disini kaum liberal percaya bahwa pemenuhan kepentingan bisa dilakukan dengan jalan damai. Jika kita telaah lagi tentang pandangan realis yang beranggapan bahwa tidak ada cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah yang ada selain melaui perang dan negara sebagai aktor utamanya, maka menurut liberalisme hal ini bukanlah suatu penyelesaian masalah. Ketika suatu negara menyelesaikan masalah dengan menghalalkan segala cara demi keperntingannya sendiri, maka yang ada justru pengorbanan dan penghamburan biaya yang besar- besaran terjadi. Seperti karakteristik manusia pada umumnya bhawa tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri. Semua manusia tentu saling membutuhkan satu sama lain karena tidak ada manusia yang dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri. Begitu pula dengan negara- negara yang ada di dunia ini. Menurut liberalis, tidaklah mungkin suatu negara kemudian melakukan apapun yang dseiranya dapat mereka lakukan dengan powernya demi mencapai national interest. Apa yang sesungguhnya negara perlukan adalah kerjasama dari berbagai pihak dan penggunaan strategi yang matang demi kebaikan bersama Artinya bahwa cara-cara kooperatif dan kolaboratif adalah bentuk pemenuhan kepentingan pribadi tersebut. Hal tersebut berimplikasi pada hubungan internasional, dimana kaum liberalis berasumsi bahwa hubungan internasional berada pada titik kooperatif. Dalam Perspektif Liberalisme, aktor negara dipandang tidak terlalu dominan. Paham ini menyatakan bahwa negara justru menjadi instrument yang menjamin hak-hak kebebasan individu. Jadi dapat dipahami bahwa Liberalisme lebih menekankan pada aspek individu. Negara sebagai sebuah institusi yang sah dan memiliki kedaulatan, diharapkan mampu melindungi individu, maupun kelompok-kelompok di dalamnya dalam melakukan interaksi internasional. Bahkan menurut paham liberal institusional, terdapat beberapa peranan yang tidak dapat dijalankan suatu negara, dan hanya dapat dijalankan oleh lembaga-lembaga internasional, rezim maupun MNCS. Ditambah lagi dengan munculnya globalisasi yang menuntut sebuah negara berperan lebih terhadap isu-isu yang sangat luas. Sehingga mau tidak mau, negara harus membagi peranannya dalam bentuk lain, seperti misalnya kerjasama. Jadi, negara bukanlah merupakan satu- satunya aktor hubungan internasional menurut liberalis. Menurut mereka, hubungan internasional dapat berjalan dengan baik dan lancar jika ada keikutsertaan dari aktor-aktor non-negara yang bekerja secara sinergis dengan negara- negara. Peran negara menurut kaum liberal adalah membentuk dan menjalankan aturan hukum yang menghormati hak warga negara untuk hidup, bebas, dan sejahtera. Sehingga tercipta hukum internasional yang dicetuskan Jeremy Bentham. Hukum internasional ini dipercaya dapat mengatur hubungan antar aktor- aktor dunia internasional, sehingga aktor- aktor tersebut dapat menghargai satu sama lain dan terciptanya perdamaian abadi.

Perbedaan tentang sistem internasional pada realist yang dikemukakan oleh Waltz dan Kegley adalah Waltz melihat bahwa anarki terletak pada level internasional, sehingga anarki tersebut menjadi penyebab timbulnya perang, sedangkan Kegley berpendapat bahwa perang tidak terletak pada level internasional, karena menurutnya perang dapat dihilangkan atau dihindarkan dengan membangun international society (Weber, 2001). Selain itu, kaum liberal menganggap sistem anarki dunia yang dicetuskan kaum realis tidaklah permanen. Kaum liberal juga percaya bahwa sistem pemerintahan dunia dapat menjaga stabilitas dunia karena negara- negara liberal lebih memilih untuk bekerjasama. Namun, kaum realis bersikap secara kritis terhadap pandangan kaum liberal. Menurut realis, jika liberalis ingin mematahkan konsep realisme selama ini, maka liberalis harus mengembangkan konsep security community yang dimilikinya untuk menegaskan bahwa damai lebih penting daripada absennya perang (absence of war) (Jackson & Sorensen, 1999). Sementara itu, liberalisme dan realisme juga memiliki kesamaan pandangan, yaitu sama- sama menganggap bahwa negara tetap memiliki kedaulatan dan tetap tidak ada kekuasaaan yang lebih tinggi diatasnya..[footnoteRef:6] [6: Jackson, Robert & Srensen, 1999. Introduction to International Relations, Oxford, Chap 4, pp. 107-138.]

BAB IIPEMBAHASANLiberalisme adalah paham yang menempatkan kebebasan individu pada level tertinggi diatas segalanya. Agenda utama liberalisme adalah pembentukan kepentingan bersama dari setiap individu dan dapat dikatakan bahwa fokus utama dari paham liberal terletak pada manusia secara individual. Liberalis memfokuskan agenda utamanya pada perdamaian, demokrasi, dan Human Rights. Liberalisme pada intinya berkonsentrasi pada kebahagiaan dari setiap manusia, sedangkan tugas negara adalah memastikan kebebasan dari penduduknya serta memungkinkan mereka untuk hidup dan mengejar harapan tanpa gangguan dari pihak lain ( Jackson & Sorensen, 1999). Menurut kaum liberalisme, konflik dan perang bukanlah satu- satunya solusi untuk memecahkan masalah, ketika orang- orang bisa memberikan dan mempersuasi pihak lain dengan alasannya, mereka dapat saling bekerjasama untuk sama- sama mendapatkan keuntungan. Bukan hanya dengan negara, tapi juga dengan seluruh aktor non- negara dalam hubungan internasional (Smith, 1992 : 204). Negara saling berperang dan beronflik karena adanya miskomunikasi atau kesalahan kalkulasi, info yang tak lengkap, dan spekulasi sehingga dibutuhkan adanya komunikasi yang terkoodinir dan keterbukaan melalui sebuah institusi. Liberalis percaya bahwa komunitas internasional, dalam bentuk formal maupun informal antarnegara, bisa menjadi sebuah alternatif bagi pemerintahan dunia dan anarki internasional (Weber, 2001: 38). Kestabilan internasional dapat diciptakan dengan menegakkan human right, free trade, tidak adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan negara, dan pentingnya aktor- aktor non- state. Kaum liberalis juga percaya bahwa cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah adalah dengan menyelenggarakan kerjasama yang berdasarkan keuntungan bersama akan berhasil. Mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini dikarenakan liberalisme beranggapan bahwa proses modernisasi yang terjadi di dunia akan meningkatkan ruang lingkup dan keperluan atau permintaan untuk menyelenggarakan kerjasama (Zacher and Matthew, 1995 : 119). Terdapat beberapa dimensi dalam liberalisme, antara lain : sociological liberalism, interdependence liberalism, institutional liberalism, dan republican liberalism. Dari beberapa dimensi tersebut, perdamaian dan kestabilan dunia juga dijelaskan dengan beragam pebdapat, namun tetap mengarah kepada kecendrungan untuk mengadakan kerjasama antarnegara dan aktor- aktor negara lainnya. Seperti misalnya pendapat dalam dimensi sociological liberalism bahwa Hubungan Internasional bukanlah studi yang hanya mempelajari tentang hunbungan antara pemerintahan nasional saja, tapi juga hubungan antara individu, kelompok, dan masyarakat. Sehingga saling keterkaitan ini akan menghasilkan suatu jaringan transnasional yang akan menjaga kestabilan dan perdamaian dunia dalam suasana yang kooperatif dan kondusif. Lalu interdependence liberalism bahwa dalam suatu sistem internasional pasti ada ketergantungan karena tidak mungkin semua negara dapat memenuhi kebutuhannya masing- masing. Sehingga ketergantungan inilah yang akan memicu terjadinya kerjasama yang akhirnya akan mengurangi kecendrungan konflik dan kekerasan antarnegara. Lalu dalam dimensi institutional liberalism, mereka berpendapat bahwa suatu institusi internasional seperti rezim dapat menjaga kestabilan perdamaian dunia. Karena melalui rezim pula, kerjasama dapat terpromosikan untuk diselenggarakan. Bahkan institusi internasional memiliki pengaruh yang lebih kuat dibandingkan kekuatan suatu negara yang dianggap paling kuat sekalipun. Kemudian menurut republican liberalism, perdamaian dan kestabilan dunia dapat tercipta jika adanya demokrasi. Argumen tersebut bukannya mengarah pada anggapan bahwa demokrasi tidak pernah mengakibatkan perang, tapi mereka berpendapat bahwa demokrasi tidak pernah saling perang. Demokrasi menurut Immanuel Kant justru akan memberikan resolusi untuk menyelesaikan masalah tanpa perang dan pemecahan masalah tanpa melalui kekerasan serta perang tentu saja jauh lebih baik secara moral dan demokrasi lah jawaban dari semua masalah tersebut. Perdamaian antara demokrasi makin diperkokoh melalui kerjasama ekonomi dan ketergantungan antar pihak dalam hubungan internasional. Liberalis menekankan bahwa perdamaian juga memiliki tingkatan tersendiri. Pertama adalah warm peace yaitu ketika adanya suasana yang kondusif dalam komunitas demokrasi liberal. Kedua adalah cold peace yaitu perdamaian yang tidak sepenuhnya damai, misal : Keadaan antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet saat perang dingin (Jackson & Sorensen, 1999). Jadi, dapat disimpulkan bahwa liberalisme mengutamakan kebaikan bersama melalui cara yang kooperatif dalam menyelesaikan masalah. Liberalis juga menekankan bahwa negara bukanlah satu- satunya aktor dalam hubungan internasional. Hubungan internasional digambarkan sebagai jarring- jaring yang sangat luas dan rumit. Semua pihak yang saling berkaitan dapat saling berkaitan dan memperkokoh satu sama lain melalui kerjasama dan menghindari konflik yang ada. Karena menurut liberalis, konflik hanya akan makin mengusutkan benang, bukan meluruskan.[footnoteRef:7] [7: Mises,Ludwig & Spadaro, Louis. 1985. Liberalism. Cobden Press and The Foundation of Economic Education, Inc. ]

Secara politis liberalisme adalah ideologi politik yang berpusat pada individu, dianggap sebagai memiliki hak dalam pemerintahan, termasuk persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak serta bebas dari ikatan-ikatan agama dan ideologi (Simon Blackburn, Oxford Dictionary of Philosophy). Dalam konteks sosial liberalisme diartikan sebagai adalah suatu etika sosial yang membela kebebasan (liberty) dan persamaan (equality) secara umum (Coady, C. A. J. Distributive Justice). Menurut Alonzo L. Hamby, PhD, Profesor Sejarah di Universitas Ohio, liberalisme adalah paham ekonomi dan politik yang menekankan pada kebebasan (freedom), persamaan (equality), dan kesempatan (opportunity) (Brinkley, Alan. Liberalism and Its Discontents). Sejarahnya paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen terpenting peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar tahun 1215, ketika Raja John di Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja kepada bangsawan bawahan. Charta ini secara otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John sendiri dan dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (early liberalism).Perkembangan liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang terjadi pada tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious Revolution of 1688. Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan Ireland (James VII) dari Scotland) serta mengangkat William II dan Mary II sebagai raja. Setahun setelah revolusi ini, parlemen Inggris menyetujui sebuah undang-undang hak rakyat (Bill of Right) yang memuat penghapusan beberapa kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan masyarakat Inggris. Pada saat bersamaan, seorang filosof Inggris, John Locke, mengajarkan bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural right) yang tidak boleh dirampas. Hak-hak dasar itu meliputi hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini, beragama, dan berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John Locke menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut, dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi. Singkatnya pada abad ke 20 setelah berakhirnya perang dunia pertama pada tahun 1918, beberapa negara Eropa menerapkan prinsip pemerintahan demokrasi. Hak kaum perempuan untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi di dalam pemerintahan diberikan. Menjelang tahun 1930-an, liberalisme mulai berkembang tidak hanya meliputi kebebasan berpolitik saja, tetapi juga mencakup kebebasan-kebebasan di bidang lainnya; misalnya ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Tahun 1941, Presiden Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan empat kebebasan, yakni kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan beragama (freedom of religion), kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan kebebasan dari ketakutan (freedom from fear). Pada tahun 1948, PBB mengeluarkan Universal Declaration of Human Rights yang menetapkan sejumlah hak ekonomi dan sosial, di samping hak politik. Jika ditilik dari perkembangannya liberalisme secara umum memiliki dua aliran utama yang saling bersaing dalam menggunakan sebutan liberal. Yang pertama adalah liberal klasik atau early liberalism yang kemudian menjadi liberal ekonomi yang menekankan pada kebebasan dalam usaha individu, dalam hak memiliki kekayaan, dalam kebijakan ekonomi dan kebebasan melakukan kontrak serta menentang sistim welfare state. Yang kedua adalah liberal sosial. Aliran ini menekankan peran negara yang lebih besar untuk membela hak-hak individu (dalam pengertian yang luas), seringkali dalam bentuk hukum anti-diskriminasi.Selain kedua tren liberalisme diatas yang menekankan pada hak-hak ekonomi dan politik dan sosial terdapat liberalisme dalam bidang pemikiran termasuk pemikiran keagamaan. Liberal dalam konteks kebebasan intelektual berarti independen secara intelektual, berfikiran luas, terus terang, dan terbuka. Kebebasan intelektual adalah aspek yang paling mendasar dari liberalisme sosial dan politik atau dapat pula disebut sisi lain dari liberalisme sosial dan politik. Kelahiran dan perkembangannya di Barat terjadi pada akhir abad ke 18, namun akar-akarnya dapat dilacak seabad sebelumnya (abad ke 17). Di saat itu dunia Barat terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam bidang intelektual, keagamaan, politik dan ekonomi dari tatanan moral, supernatural dan bahkan Tuhan.Pada saat terjadi Revolusi Perancis tahun (1789) kebebasan mutlak dalam pemikiran, agama, etika, kepecayaan, berbicara, pers dan politik sudah dicanangkan. Prinsip-prinsip Revolusi Perancis itu bahkan dianggap sebagai Magna Charta liberalisme. Konsekuensinya adalah penghapusan Hak-hak Tuhan dan segala otoritas yang diperoleh dari Tuhan; penyingkiran agama dari kehidupan publik dan menjadinya bersifat individual. Selain itu agama Kristen dan Gereja harus dihindarkan agar tidak menjadi lembaga hukum ataupun sosial. Ciri liberalisme pemikiran dan keagamaan yang paling menonjol adalah pengingkaran terhadap semua otoritas yang sesungguhnya, sebab otoritas dalam pandangan liberal menunjukkan adanya kekuatan diluar dan diatas manusia yang mengikatnya secara moral. Ini sejalan dengan doktrin nihilisme yang merupakan ciri khas pandangan hidup Barat postmodern yang telah disebutkan diatas.

Kronologi Liberalisasi dalam TeologiDi Barat yang mula-mula muncul adalah liberalisme intelektual yang mencoba untuk bebas dari agama dan dari Tuhan, namun dari situ lahir dan tumbuh liberalisme pemikiran keagamaan yang disebut juga theological liberalism. Perkembangan liberalisme pemikiran kaagamaan ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga fase perkembangan:a. Fase pertama dari abad ke 17 yang dimotori oleh filosof Perancis Rene Descartes yang mempromosikan doktrin rasionalisme atau Enlightenment yang berakhir pada pertengahan abad ke 18. Doktrin utamanya adalah a) percaya pada akal manusia b) keutamaan individu c) imanensi Tuhan dan d) meliorisme (percaya bahwa manusia itu berkembang dan dapat dikembangkan). b. Fase kedua bermula pada akhir abad ke 18 dengan doktrin Romantisisme yang menekankan pada individualisme, artinya individu dapat menjadi sumber nilai. Kesadaran-diri (self-consciousness) itu dalam pengertian religious dapat menjadi Kesadaran-Tuhan (god-consciousness). Tokohnya adalah Jean-Jacques, Immanuel Kant, dan Friedrich Schleiermacher dsb. c. Fase terakhir bermula pada pertengahan abad ke 19 hingga abad ke 20 ditandai dengan semangat modernisme dan postmodernisme yang menekankan pada ide tentang perkembangan (notion of progress). Agama kemudian diletakkan sebagai sesuatu yang berkembang progressif dan disesuaikan dengan ilmu pengetahuan modern serta di harapkan dapat merespon isu-isu yang diangkat oleh kultur modern. Itulah sebabnya maka kajian mengenai doktrin-doktrin Kristen kemudian berubah bentuk menjadi kajian psikologis pengalaman keagamaan (psychological study of religious experience), kajian sosiologis lembaga-lembaga dan tradisi keagamaan (sociological study of religious institution), kajian filosofis tentang pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan (philosophical inquiry into religious knowledge and values).[footnoteRef:8] [8: http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=42:liberalisme-dari-ideologi-menjadi-teologi-&catid=2:hamid-fahmy-zarkasyi]

TOKOH LIBERALISMETokoh-tokoh liberalisme selain Adam Smith diantaranya adalah John Locke, Montesquieu, Thomas Jefferson, John Stuart Mill, Lord Acton, T. H. Green, John Dewey dan pemikir kontemporernya seperti Isaiah Berlin dan John Rawls. Pandangan mereka terhadap liberalisme sering dikmaksudkan bahwa kepercayaannya akan kebebasan individu maupun institusi adalah nilai tertinggi dalam politiknya. Maka kemudian, terjadi pembabakan leberaliisme ke dalam dua bagian, yaitu kebebasan individu dan kebebasan institusi serta praktik politik. Keduanya dilakukan dengan tujuan untuk mendukung kebebasan-kebebasan individu itu sendiri. Sehingga untuk membela nilai tersebut, harus dilakukan upaya perlindungan terhadap tiga hal yang pada saat ini lebih dikenal dengan tiga hak dasar (kehidupan, kebebasan, dan hak milik).Adam Smith seorang tokoh yang paling dikenal dalam liberalisme dan dijuluki bapak ekonomi. Menurut pandangannya, individu itu harus dibebaskan dalam melakukan kegiatan aktifitasnya, baik ekonomi maupun politik. Hal ini diperkuat dengan sebuah kata sakti yang sangat terkenal di dalam pemikiran liberalisme, yaitu Liasez-faire atau biarkan saja segala sesuatunya terjadi, bahkan dalam hal ini, posisi negara sangat minimal (minimal state) dan harus membiarkan kebebasan individu tersebut. Lebih bekembang lagi, dalam kegiatan ekonomi, individu menempati posisinya yang istimewa menurut Adam Smith. Setiap individu dianggap memiliki self interestmasing-masing. Keuntungan pribadi tersebut yang diperoleh ketika aktifitas ekonomi dilakukan tanpa peran dominan dari Negara bisa diperoleh oleh siapa pun. Hal ini bukan berarti bahwa individu-individu yang lain (yang berhasil dalam kegiatan ekonominya) merasa kasihan dengan individu yang lain sehingga biasa sama-sama merasakan dan mendapatkan keuntungan. Tapi aktivitas ekonomi yang terjadi melalui mekanisme pasar telah menciptakan sebuah keteraturan ajaib tanpa ada yang menggerakannya sama sekali dan terjadi begitu saja. Inilah yang disebut dengan konsepinvicible hand (mekanisme dan keteraturan pasar tersebut terjadi karena adanya permintaan dan penawaran). Seorang sosiolog, bernama Herbert Spencer membenarkan dan mendukung pandangan Adam Smith tentang individu dalam aktivitas ekonomi dan benegara. Dia memperkenalkan sebuah konsep yang disebut dengan negative libertyhal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh negara terhadap individusebagai lawan dari positive liberty yang menganggap bahwa negara perlu berperan aktif dalam mengatur individunya. Contoh negative liberty yang dikemukakan Spencer misalnya peraturan dalam berlalu lintas yang mewajibkan para pengguna kendaraan bermototr roda dua untuk menggunakan helm. Hal tersebut diberlakukan bukanlah untuk mengekang dan megatur individu, namun semata-mata dalam rangka untuk melindungi hak hidup individu.Kedua tokoh yang telah disebutkan diatas itulah yang kemudian dikenal teori-teorinya sebagai liberalisme klasik yang menjadikan individu sebagai perhatian utama pembahasannya, dan mengecilkan peran negara karena dianggap peraturan yang akan dibuatnya nantiterhadap individuhanya akan mengakibatkan perubahan yang besar dan tidak menguntungkan lagi bagi individu. Meskipun dalam liberalisme klasik ini individu sangat diutamakan dan menjadi pusat kajiannya, Adam Smith dan Herbert Spencer juga membicarakan bagaimana posisi negara yang seharusnya di dalam sistem liberalisme. Smith mengatakan bahwa negara memiliki fungsi atau peran diantaranya adalah melindungi warga negaranya dari intervensi atau agresi kelompok atau pun bangsa asing, dan merawat institusi publik (bendungan, jalan, maupun jembatan). Sedangkan menurutnagtive libertynya Spencer, fungsi dan tugas negara diantaranya tidak boleh mengurusi masalah agama, negara juga tidak boleh mengatur mekanisme pasar, tidak boleh mendukung kolonialisasi, dan ngara tidak boleh membantu orang miskin.Pasca liberalisme klasik, pada tahun 1930an, terjadi peristiwa besar yang melanda sistem ideologi liberalisme dengan kapitalisme sebagai paham yang dianut di bidang ekonomi. Di negara-negara besar dan yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis tersebut mengalami depresi besar atau disebut krisis Malaise. Kegiatan eonomi runtuh dan fondasi ekononomi yang berlandaskan pada kebebasan individu yang telah dibangun sekian lama tersebut tidak mampu menanggulangi pengangguran, kemiskinan, dan kompetisi yang lemah di dalam pasar. Di sinilah kegagalan laissez-faire dalam memberikan keuntungan pada setiap individu, rupanya sistem yang ada tidak mampu melakukan pembinaan pada kehancuran ekonomi masyarakat, ekonomi dalam keadaan genting, dan solusi harus segera dicari. Paham liberalisme ternyata bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia pada krisis ekonomi 1930an, setidaknya meliputi liberalisme dalam ekonomi (kapitalisme) dengan memahami proses panjang pertumbuhan, dan kritikan yang dialami oleh liberalisme sampai akhirnya terjadi koreksi besar pascakrisis kejadian tersebut. Liberalisme telah mengabaikan peran negaranya sendiri, pasar mengalami kebingungan pada saat pertumbuhan penduduk sulit dikendalikan dan pengangguran menunjukan tren yang terus meningkat. Seorang pemikir yang yang juga mendukung paham tersebtu seperti John Locke pun mengalami kontradiksi saat ia berbicara tentang tujuan dibentuknya negara dan kenapa manusia hidup bermasyarakat untuk tunduk pada suatu peraturan yang disepakati dan dengan rela sebelumnya menyerahkan seagaian kedaulatan yang dimiliki. Sampi di sini Locke dibenturkan bahwa negara ternyata harus tetap punya peran dan tidak bisa lagi menganggapnya sebagai penjaga malam.Dari penjelasan sebelumnya dapat diasumsikan sekarang bahwa meskipun pasar sampai saat ini merupakan salah satu elemen yang penting dalam pembangunan ekonomi, namun tidak boleh mengabaikan posisi negara. Sebab yang terjadi nanti adalah semakin banyaknya tercipta pengangguran dan kemiskinan sebabagi akibat proses pembiaran kepada individu yang kalah dalam bersaing dalam kerimbaan sebuah pasar. Disinilah posisi pasar yang sudah tidak rerlevan lagi sebagi aktor tunggal kegiatan ekonomi, bahwa ternyata pada kenyataannya pasar tidak bisa sepenuhnya self regulated (mengatur dirinya sendiri dan mengakomodasi setiap individu, bahkan yang tidak memiliki modal). Akhirnya, di tengah fase kegentingan ekonomi tersebut munculah seorang yang bernama John M. Keynes. Seorang tokoh ekonomi yang juga masih terpengaruh oleh marxisme, namun sesungguhnya adalah pendukung tetap liberalisme itu sendiri. Dia menawarkan perlunya welfare state dalam pengelolaan sebuah negara yang baik, yaitu negara kesejahteraan yang dapat menjamin keadilan sosial dan peran negara lebih diatifkan lagi dalam rangka mengontrol jalannya kegiatan ekonomi yang dapat menguntungkan individu. Dia juga menilai bahwa persoalan ekonomi yang terjadi pada saat itu disebabkan oleh sistem pasar yang tidak mampu melakukan efisiensi, hal ini dikarenakan tidak adanya otoritas yang mengatur jalannya pasar dan sistem ekonomi tersebut.Menurut Keynes faktor lain ketidakefisiensian pasar adalah tidak terjadinya keadilan sosial, dan terakhir disebabkan oleh keadaan bebas itu sendiri yang menghinggapi setiap individu. Maka menurut asumsi Keynes, negara sebenarnya dibolehkan untuk melakkan ikut campur dalam rangka menunjang kebaikan individu. Setidaknya untuk menanggulangi kerugian yang dialami oleh individu dalam aktivitas ekonominya, negara perlu melakukan kontrol terhadap kredit dan kurs mata uang (perlu adanya insitusi terpusat). Skala investasi juga perlu ditentukan oleh negara, dan selanjutnya, negara perlu ikut terlibat mengotrol pertumbuhan jumlah penduduk. Fase ekonomi pascamalaise tersebut dengan tokoh terkenalnya yang bernama John M. Keynes inilah yang kemudian dikenal dengan liberalisme baru. Rupanya kritik terhadap liberalisme belum berhenti sampai dengan munculnya konsep negara kesejahteraan. Marxisme yang memiliki cita-cita agar tidak terjadinya kelas sosial di dalam masyarakat, sedikit juga dalam hal ekonomi terpengaruh oleh pandangan-pandangan Smith dan David Ricardo. Pemikirnya, Karl Marx terang-terangan menentang sistem liberalisasi. Hubungan antar base dan superstruktur yang sering dimaknai dengan cara produksi yang dilakukan oleh masyarakat, terjadi pada lapisan bawah (base) akan menentukan bagian di atasnya seperti masalah politik, budaya, dan ideologi (superstruktur). Hubungan struktural seperti inilah yang menurut karl Marx hanya akan menciptakan terjadinya proses akumulasi modal oleh kelas-kelas berkuasa dalam ekonomi, dan dampaknya para buruh atau kelas pekerja akan semakin teralienasi dari hasil-hasil produksinya sendiri. Maka keadaan seperti ini pulayang terjadi di dalam masyarakatperlu dirubah secara mendasar dan hanya melalui revolusilah perubahan tersebut dapat tercipta, guna merubah keadaan hubungan anatarabase dan superstruktur tersebut, yang pada akhirnya pada akhirnya tidak ada lagi pembagaian kelas dalam masyarakat. Individu, pasar, dan negara akan selalu bergelut sampai saat ini dan nanti. Gelombang arus neoliberalisme yang mulai bertiup di dekade tahun 1980an yang dimotori oleh Margareth Thatcher dan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan telah menjadi wacana yang saat ini sedang hangat berlangsung. Kekhawatiran timbul dimana-mana, tidak terkecuali di Indonesia, sebab salah satu paham yang diusungnya adalah ingin mengembalikan leberalisme ekonomi seperti dahulu, yang kalsik dan menjadikan individu sebagai fokus utamanya dengan meminimalkan peran negara (menolak konsepwelfare state dari Keynes). Bagi negara kita yang sedang masa reformasi ini, jelas-jelas tidak hanya mencuatkan kekhawatiran akan para kaum pemiliki modal yang kemudian sepak terjangnya kembali lebih dominan ketimbang pasa birokrat di jajaran pemerintahan (menguasai aset negara dan sebagian besar modal ekonomi), namu juga mencederai konstitusi negara. Dalam UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 dikatakan jelas bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, dan di Ayat ke-2 ditambahkan jika negara itu mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Dari dua pasal tersebut dengan jelas dapat dilihat bahwa seharusnya sistem ekonomi dan pemerintahan negara adalah sitem yang dapat menjamin kesejahteraan dan keadilan masyarakatnya, bukan membiarkan individu dan masyarakat tersebut masuk dalam hukum rimba ekonomi yang sangat bersifat homo homini lupus.[footnoteRef:9] [9: Surbakti, Ramlan. 2007.Memahami ilmu politik(cet. ke-6). Jakarta: Grasindo]

Kritik Kami terhadap LiberalismeKita dapat mengambil pelajaran dari perjalanan liberalisme itu sendiri pada saat menemui ajalnya di pertengahan tahun 1930an sebelum diselamatkan kembali oleh sistem ekonomi welfare state dari Keynes. Keterjamiann individu tetap jadi yang diperioritaskan, namun paradigmanya saat ini harus berubah, bahwa mereka (individu) bukanlah sosok yang resisten terhadap perubahan, dan pasar sebagai arena yang katanya dapat dikontrol oleh tangan yang tidak terlihat, rupanya tidak benar-benar dapat mengatur dirinya sendiri. Dari sini dapat disimpulkan bahwa liberalisme dan kapitaslisme walaupun sebagai pemenang dalam pertarungan ideologi saat ini seperti yang dikatakn oleh Francis Fukyama, tetaplah memiliki kelemahan dan kekurangan. Ada sisi-sisi yang ternayata perlu mendapatkan perhatian dari negara dan tidak bisa dilakukan oleh pikah swasta dan individu (pasar). Maka jawaban terhadap hak-hak individu yang selama ini terabaikan di dalam sistem liberalisme adalah tetap pula menjadikan negara bagian dari kegiatan dan kehidupan ekonomi. Negara tidak lagi diposisikan bernegasi dengan pasar, negara juga arus ada di pasar dan mengontrol jalannya aktifitas transaksi, meski individulah yang menjalankannya. Dengan regulasi dan proteksi yan dlakukan maka akan jelas kenapa manusia berhimpun bersama memberikan kedaulatannya kepada sebagian orang guna diatur dan dapat hidup secara teratur.Demokrasi yang mengagungkan liberalisasi politik yang dihembuskan oleh negara-negara maju ke berbagai belahan dunia, terutama ke negara-negara berkembang atau non demokrasi, bermimpi akan melahirkan kesejahteraan bersama (collective wellfare), melahirkan tatanan politik yang demokratis bagi kesejahteraan dan kemajuan suatu bangsa sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju. Namun kenyataanya yang terjadi jusru pemeliharaan kemiskinan, pengangguran, kerusakan lingkungan, konflik-perpecahan, sosial-politik, dan bahkan melahirkan semangat dan kesadaran politik separatisme di berbagai negara (misalnya; Indonesia). Selain itu Sosialisme memandang bahwa kompetisi bebas seperti yang dibayangkan oleh kaum liberal memang tidak terjadi, hal ini disebabkan karena ketidak adilan basis material dan struktur, yang akhirnya pasti menghasilkan yang kalah dan yang menang, bahkan sebelum berkompetisi yang menang sudah bisa ditebak karena mereka yang memegang kekuasaan.

Jadi menurut saya ciri-ciri ideologi liberal ialah sebagai berikut :Pertama,demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik dalam.Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama, dan kebebasan pers.Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas.Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat bisa belajar membuat keputusan untuk dirinya sendiri.Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah.pendek kata kekuasaan dicurigai sebagai cenderung disalahgunakan, dan oleh karena itu sejauh mungkin dibatasi.Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar individu berbahagia. Kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal.Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari beberapa tinggi indiviu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Paham ini dianut Inggris dan koloni-koloninya, termasuk Amerika serikat.Dapat disimpulkan dari pandangan itu bahwa locke membenarkan tirani mayoritas walaupun tindakan mayoritas mungkin saja melanggar hak-hak individu kalangan minoritas.Pada dasarnya manusia adalah makluk yang bebas tidak mau diikat, adapun pilihan untuk mengikatkan diri karena dorongan nilai dan kebutuhan untuk dipenuhi, pilihan tersebut didasari oleh pilihan yang rasional atas dasar pertimbangan yang matang/sudah difikirkan sebelumnya bukan atas paksaan. Sehingga manuisa memiliki kebebasan untuk memilih apa yang terbaik untuknya agar mencapai kebahagiaan yang optimal.

Manusia bebas memilih alternatif yang menurutnya baik bagi dirinya sehingga manusia ketika telah menentukan pilihannya maka setiap pilihan itu menuntut adanya sebuah identitas bersama dan akhirnya membentuk komunitas, setiap pilihan tersebut pasti ada dampak positif dan negatifnya pada kelompok masyarakat lain selama dampak negatif tersebut tidak mengganggu kepentingan umum/kelompok masyarakat yang lain tidak jadi maslah; yang dibutuhkan adalah sebuah kesadaran toleransi antar kelompok/komunitas satu dengan yang lain sebab aktifitas setiap komunitas pasti ada dampak positif dan negatifnya. Contoh: menjadi pelacur di doli adalah sebuah pilihan yang terbaik sehingga dampak negatif dari komunitas doli harus ditoleransi oleh kelompok masyarakat diluarnya selama aktifitas tersebut tidak mengganggu kepentingan umum begitu juga sebaliknya kelompok yang ada tidak mengganggu komunitas yang ada di doli.Kesimpulannya, bahwa setiap manusia bebas memilih hal yang terbaik didalam hidupnya terlepas pilihan itu menurut masyarakat baik atau tidak yang terpenting pilihan tersebut atas dasar pertimbangan yang rasional sebab tanpa pertimbangan yang rasional maka pilihan tersebut tidak berdasarkan kesadaran tetapi paksaan sehingga pilihan tersebut tidak akan membawa kebahagiaan yang optimal menurut individu tersebut. Selama pilihan tersebut tidak mengganggu kepentingan umum kelompok lain didalam masyarakat dan saling menghargai antar kelompok dimasyarakat hal tersebut tidak menjadi masalah.

BAB IIIPENUTUPKesimpulan Kata-kata liberal diambil dari bahasa Latin liber artinya bebas dan bukan budak atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Makna bebas kemudian menjadi sebuah sikap kelas masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir (The old Liberalism). Dari makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang sehingga mempunyai berbagai makna. Secara politis liberalisme adalah ideologi politik yang berpusat pada individu, dianggap sebagai memiliki hak dalam pemerintahan, termasuk persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak serta bebas dari ikatan-ikatan agama dan ideologi (Simon Blackburn, Oxford Dictionary of Philosophy). Dalam konteks sosial liberalisme diartikan sebagai adalah suatu etika sosial yang membela kebebasan (liberty) dan persamaan (equality) secara umum (Coady, C. A. J. Distributive Justice). Menurut Alonzo L. Hamby, PhD, Profesor Sejarah di Universitas Ohio, liberalisme adalah paham ekonomi dan politik yang menekankan pada kebebasan (freedom), persamaan (equality), dan kesempatan (opportunity) (Brinkley, Alan. Liberalism and Its Discontents).Sejarahnya paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen terpenting peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar tahun 1215, ketika Raja John di Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja kepada bangsawan bawahan. Charta ini secara otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John sendiri dan dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (early liberalism).

Perkembangan liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang terjadi pada tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious Revolution of 1688. Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan Ireland (James VII) dari Scotland) serta mengangkat William II dan Mary II sebagai raja. Setahun setelah revolusi ini, parlemen Inggris menyetujui sebuah undang-undang hak rakyat (Bill of Right) yang memuat penghapusan beberapa kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan masyarakat Inggris. Pada saat bersamaan, seorang filosof Inggris, John Locke, mengajarkan bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural right) yang tidak boleh dirampas. Hak-hak dasar itu meliputi hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini, beragama, dan berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John Locke menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut, dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi.Kelemahan liberalisme terletak pada konsepnya yang ternyata diinterpretasikan secaraberbeda oleh individu yang berbeda dalam kelompok yang memiliki kekuatan yang berbedapula. Hal ini akhirnya menyebabkan ketidakadilan dan kemerosotan moral karena tidak adakekuatan negara untuk mencegah ketidakadilan. Liberalisme menjadi tidak humanis, dari yangawalnya bertujuan untuk membawa kemajuan bagi masyarakat, tapi ternyata kemajuan ituberlangsung secara tidak seimbang dan ini menyebabkan kemerosotan moral dan eksploitasikelas bawah oleh kelas yang berkuasa.Individu dianggap perlu untuk mengembangkan potensi semaksimal mungkin sehinggapaham individualisme dianggap sebagai hal yang terpenting karena akan menjamin kemerdekaanindividu untuk melakukan pengembangan potensi dalam rangka menghadapi proses seleksi. Tapiternyata proses seleksi berlangsung tidak seimbang karena tidak setiap individu memiliki aksesuntuk dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Akses ini masih hanya dinilikioleh sebagian kecil golongan yang berkuasa dalam masyarakat. Proses seleksi ini pada akhirnyaberubah menjadi ketidakadilan saat negara tidak memiliki kekuatan apapun untuk mengintervensi jika terjadi hal-hal yang merugikan salah satu atau beberapa pihak yang ikutserta dalam proses seleksi tersebut. Ketidakadilan ini akhirnya menjadi sumber masalah dalammasyarakat yang ditimbulkan oleh kelemahan konsep liberalisme klasik.Jadi, dapat disimpulkan bahwa liberalisme mengutamakan kebaikan bersama melalui cara yang kooperatif dalam menyelesaikan masalah. Liberalis juga menekankan bahwa negara bukanlah satu- satunya aktor dalam hubungan internasional. Hubungan internasional digambarkan sebagai jarring- jaring yang sangat luas dan rumit. Semua pihak yang saling berkaitan dapat saling berkaitan dan memperkokoh satu sama lain melalui kerjasama dan menghindari konflik yang ada. Karena menurut liberalis, konflik hanya akan makin mengusutkan benang, bukan meluruskan.

DAFTAR PUSTAKABukuSurbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo. Jakarta. 1999Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo. Jakarta. 2010Ebenstein, William dan Edwin Fogelman. Isme-isme Dewasa Ini. Swada. Jakarta. 1963.Ebenstein, William. Great Political Thinkers (Third Edition). USA. 1960Jackson, Robert & Srensen, 1999. Introduction to International Relations, Oxford, Chap 4, pp. 107-138.Mises,Ludwig & Spadaro, Louis. 1985. Liberalism. Cobden Press and The Foundation of Economic Education, Inc.

Honer, Stanley M. dan Thomas C. Hunt, 2003, Metode dalam Mencari Pengetahuan: Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan, dalam Jujun S. Suriasumantri (penyunting), Ilmu dalam Perspektif: SebuahKumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu, Yayasan obor Indonesia,Jakarta

Internet http://zetira_kania-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-43173-Teori%20Hubungan%20Internasional-Liberalisme%20(Group).html (diakses pada pukul 12:21 AM 20 Oktober 2012) http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=42:liberalisme-dari-ideologi-menjadi-teologi-&catid=2:hamid-fahmy-zarkasyi (Diakses pada pukul 12:00 AM 20 Oktober 2012) http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=42:liberalisme-dari-ideologi-menjadi-teologi-&catid=2:hamid-fahmy-zarkasyi (Diakses pada pukul 12:49 AM 23 Oktober 2012) http://sitemaker.umich.edu/daphna.oyserman/files/sorensen_oyserman_2009_individualism_1_.pdf http://www.laissezfaire.com/ http://yamaco.wordpress.com/2008/11/26/enam-tokoh-pemikiran-politik-klasik/