tulisan dr prakarsa 03 04-2011-02

5
Bumi “Memanas” Menjadi Komoditas dan Petani Meringis Oleh: David Rajagukguk Tulisan ini terinspirasi dari diskusi dengan anggota kelompok dampingan KSPPM pada berbagai kesempatan baik Samosir, Tapanuli Utara dan di Humbang Hasundutan serta merupakan cacatan kritis terhadap proses carbon trade (perdagangan karbon) dalam rangka pelestarian lingkungan untuk menghambat kerusakan bumi ini. Berbicara tentang pemanasan global saat ini bukanlah sekedar isu yang hanya hangat diperbincangkan di tingkat pejabat antar negara tetapi juga petani kecil yang menggantungkan pola tanamnya berdasarkan musim dan sudah menjadi pengetahuan turun temurun. Perbincangan tentang pemanasan Global sudah berkali-kali dilakukan diberbagai negara dalam rangka penyelamatan bumi ini dari kehancuran. Tetapi setiap harinya perusakan lingkungan terus terjadi dibelahan dunia manapun di bumi ini. Hampir setiap hari, perusahan tambang yang ada di berbagai belahan dunia ini menambah luas konsesi wilayah pertambangannya. Berbagai barang tambang dieksploitasi dari berbagai perut bumi, belum lagi hutan yang juga sudah menjadi komoditas perdagangan. Setiap harinya ada saja hutan yang kehilangan fungsinya karena alih fungsi menjadi area perkebunan khususnya di Asia, terkhusus Indonesia. Selain itu huta beralih fungsi juga menjadi lahan Hutan Tanaman Industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kertas. Hal diatas masih merupakan usaha yang legal, belum lagi kegiatan ilegal yang merusak lingkungan. Selain kegiatan pertambangan dan penggundulan hutan untuk Hutan tanaman Industri serta perkebunan, banyaknya pabrik yang bertumbuh juga menjadi salah satu penyebab utama terjadinya pemanasan global. Jumlah kendaraan bermotor yang semakin hari semakin banyak dan juga menimbulkan masalah baru diperkotaan, yaitu menimbulkan kemacetan. Emisi CO2 dari kendaraan bermotor juga menjadi faktor yang mendorong terjadinya pemanasan global. Tidak terlepas dengan bidang pertanian dan peternakan. Pemakaian Pupuk kimia yang semakin hari semakin meningkat oleh petani di berbagai belahan bumi ini turut serta menyumbang

Upload: david-rajagukguk

Post on 07-Apr-2017

348 views

Category:

News & Politics


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tulisan dr prakarsa 03 04-2011-02

Bumi “Memanas” Menjadi Komoditas dan Petani MeringisOleh: David Rajagukguk

Tulisan ini terinspirasi dari diskusi dengan anggota kelompok dampingan KSPPM pada berbagai kesempatan baik Samosir, Tapanuli Utara dan di Humbang Hasundutan serta merupakan cacatan kritis terhadap proses carbon trade (perdagangan karbon) dalam rangka pelestarian lingkungan untuk menghambat kerusakan bumi ini. Berbicara tentang pemanasan global saat ini bukanlah sekedar isu yang hanya hangat diperbincangkan di tingkat pejabat antar negara tetapi juga petani kecil yang menggantungkan pola tanamnya berdasarkan musim dan sudah menjadi pengetahuan turun temurun. Perbincangan tentang pemanasan Global sudah berkali-kali dilakukan diberbagai negara dalam rangka penyelamatan bumi ini dari kehancuran. Tetapi setiap harinya perusakan lingkungan terus terjadi dibelahan dunia manapun di bumi ini. Hampir setiap hari, perusahan tambang yang ada di berbagai belahan dunia ini menambah luas konsesi wilayah pertambangannya. Berbagai barang tambang dieksploitasi dari berbagai perut bumi, belum lagi hutan yang juga sudah menjadi komoditas perdagangan. Setiap harinya ada saja hutan yang kehilangan fungsinya karena alih fungsi menjadi area perkebunan khususnya di Asia, terkhusus Indonesia. Selain itu huta beralih fungsi juga menjadi lahan Hutan Tanaman Industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kertas. Hal diatas masih merupakan usaha yang legal, belum lagi kegiatan ilegal yang merusak lingkungan.

Selain kegiatan pertambangan dan penggundulan hutan untuk Hutan tanaman Industri serta perkebunan, banyaknya pabrik yang bertumbuh juga menjadi salah satu penyebab utama terjadinya pemanasan global. Jumlah kendaraan bermotor yang semakin hari semakin banyak dan juga menimbulkan masalah baru diperkotaan, yaitu menimbulkan kemacetan. Emisi CO2 dari kendaraan bermotor juga menjadi faktor yang mendorong terjadinya pemanasan global. Tidak terlepas dengan bidang pertanian dan peternakan. Pemakaian Pupuk kimia yang semakin hari semakin meningkat oleh petani di berbagai belahan bumi ini turut serta menyumbang pemanasan global. Akan tetapi pada dasarnya, penyebab pemanasan global adalah kerakusan manusia itu sendiri terhadap bumi ini. Kebijakan pembangunan dan ekonomi lebih kepada berbicara modal saja, tidak memperhatikan bagaimana keberlangsungan bumi ini. Pada masa sekarang ini kita bersama bisa melihat bagaimana banyaknya program-program yang didanai berbagai lembaga dari negara-negara maju kepada negara-negara berkembang seperti Indonesia agar dilakukannya program perlindungan terhadap hutan. Tetapi hal ini masih menjadi perdebatan yang panjang, dimana negara maju dengan modal yang dimilikinya memberikan dana hibah baik pinjaman kepada negara berkembang untuk melestarikan Hutan. Tetapi dilain sisi dengan modal yang mereka miliki, banyak pemodal dari negara-negara maju yang menanamkan modal dinegara berkembang untuk Perkebunan, Hutan Tanaman Industri dan juga Pertambangan.

Melihat hal diatas, seolah-olah negara-negara berkembang dengan hutan yang dimilikinya menjadi sapi perahan untuk melestarikan hutan sebagai penyangga kebutuhan oksigen/udara di dunia ini. Ketika negara-negara berkembang yang memiliki hutan luas, hutannya terbakar dan proses pelestarian hutannya didanai oleh negara maju, apa yang terjadi? Negara-negara maju akan berusaha melakukan penekanan terhadap negara tersebut. Dilain pihak pengusaha mereka terus melakukan pengerukan hasil bumi dari negara-negara berkembang dan hampir

Page 2: Tulisan dr prakarsa 03 04-2011-02

tiap tahun selalu ada perusahan baru dengan izin baru melakukan pengerukan hasil bumi di negara berkembang. Dengan kata lain, negara maju seolah memiliki hak mutlak terhadap bumi ini dengan modal yang mereka miliki. Dan ada seorang teman yang mengandaikan proses penyelamatan bumi ini dari kehancuran seperti seorang Bapak yang dukung anaknya untuk maju tetapi harus sesuai dengan apa yang diinginkannya, bukan apa yang diinginkan serta talenta yang dimiliki anak tersebut.

Dampak bagi PetaniSemua kita merasakan dampak dari pemanasan global ini, tidak satupun tnapa terkucuali yang masih hidup di bumi ini. Dari kota sampai desa, kita bisa lihat dampaknya, mulai dari longsor, banjir bandang, banjir diperkotaan, dan lain sebagainya yang menimbulkan kerugian dan banyak korban jiwa.

Bagi petani musim merupakan guru terbaik dalam bertani dan menentukan pola tanam sendiri. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini (kurang lebih 10 tahun terakhir), petani seakan kehilangan pengetahuannya. Biasanya Januari-Juli dikategorikan musim kemarau dan Agustus menjadi musim awal hujan sampai dengan Desamber. Tetapi hal itu tidak lagi terjadi sekarang ini. Musim yang tidak jelas lagi membuat petani sering melakukan perubahan pola tanam dan ini sangat erat pengaruhnya terhadap produksi yang diperoleh dan termasuk terhadap ekonomi petani itu sendiri. Akibatnya pendapatan petani menurun dan ketergantungan petani terhadap renternir semakin tinggi. Menurut pengakuan petani dampingan KSPPM yang ada di Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara, semakin tahun petani tidak lagi dapat memenuhi kebutuhanya. Hasl pertanian mereka menurun drastis. Mereka menduga, cuaca yang tidak jelas menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya hasil pertaniannya. Selain cuaca yang tidak menentu, asupan pupuk kimia juga dikhawatirkan menjadi salah satu penyebab menurunnya hasil pertanian. Peningkatan kebutuhan akan penggunaan pupuk menyebabkan petani harus berusaha mencari pinjaman modal untuk memenuhi pupuk dan pestisida untuk lahan dan tanaman pertniannya.

Akibat perubahan cuaca yang tidak lagi dapat diprediksi petani, mengakibatkan tidak jarang petani mengalami gagal panen. Serangan hama yang semakin bervariasi, bahkan sebelumnya hama tersebut tidak ada. Hama-hama baru ini membuat petani harus beruji coba terhadap pestida-pestisida baru dengan harga yang sangat mahal. Hal ini dilakukan hanya untuk satu harapan, hasil pertanian mereka dapat memberikan mereka kehidupan. Harga-harga pestisida dan pupuk kimia yang sangat mahal ini membuat timbulnya ketergantungan baru terhadap toke-tike dari toko pupuk. Harapan hasil pertanian dapat memberinya kehidupan akhirnya berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan petani.

Kerusakan tanaman yang dirasakan oleh Petani di daerah Samosir sesuai dengan apa yang diceritakan petani kelompok dampingan KSPPM kepada saya misalnya, untuk tanaman kopi. Permasalahan utama tanaman kopi di Samosir saat ini adalah banyaknya penggerek buah, bunga kopi beguguran, batang kopi menghitam dan berlumut. Jenis hama dan penyakit tanaman kopi ini sebelumnya tidaklah seperti sekarnag ini mewabah. selain itu hujan yang tidak menentu datang (tidak sesuai musimnya) menyebabkan bunga kopi berguguran. Akibatnya, petani sangat merasakan penurunan produksi kopi secara drastis. Penurunan hasil ini menyebabkan perekonomian mereka semakin terpuruk dan berpengaruh sekali terhadap kehidupan keseharian mereka.

Page 3: Tulisan dr prakarsa 03 04-2011-02

Apa yang dialami oleh petani di Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan tidak jauh berbeda dengan yang dialami oleh petani di Samosir. Berbagai penyakit tanaman yang sebelumnya ada. Hal ini menyebabkan petani semakin terlilit dengan hutang terhadap rentenir. Banyak tanaman padi yang mengalami penurunan hasil akibat cuaca yang tidak jelas dan juga asupan pupuk serta pestisida kimia yang setiap tahunnya meningkat termasuk harganya. Hal ini secara langsung mempengaruhi kehidupan petani.

Apa yang harus dilakukan?Apa yang harus dilakukan oleh Petani itu sendri terhadap kondisi ini? Pertanian organik/ Pertanian Selaras Alam (PSA) dapat menjadi sebuah solusi yang dapat membantu petani dalam mengatasi pemanasan global ini dan juga dalam mengembalikan kesuburan tanah. Persoalannya petani kita melihat pertanian Organik adalah sebuah usaha yang membuang banyak waktu dan tenaga. Hal ini disebabkan petani saat ini hanya menanam komoditas yang menjadi kebutuhan pasar yang artinya hanya untuk tujuan ekonomi saja. Petani tidak lagi memikirkan hasil pertaniannya yang utamanya adalah untuk dikonsumsi. Ketika berbicara pertanian organik petani juga hanya memikirkan pasar yang berbeda dengan hasil pertanian konvensional. Seharusnya petani saat ini mulai memikirkan bagaimana menghargai tanah sebagai berkah yang memberikan mereka hidup bukan sebagai wadah yang dieksploitasi secara terus menerus untuk memenuhi kehidupan. Konsep keselarasan manusia dengan alam/ciptaa Tuhan harus menjadi pegangan yang mendasar dalam setiap kehidupan kita termasuk petani.

Bagaimana dengan pemerintah? Sudah saatnya pemerintah tidak berpikir praktis dalam melakukan pengembangan pembangunan termasuk dalam pelestarian lingkungan. Pemerintah tidak hanya berpikir bahwa ada anggaran/dana yang tersedia bari berbagai negera donor dalam pelestarian lingkungan yang bertujuan untuk mengurangi peningkatan emisi karbon. Berbagai program yang ada dari pemerintah dan juga negara donor seharusnya dilakukan sebagai sebuah program yang mendidik dan membantu proses kemandirian petani secara ekonomi dan juga pembangunan mulai tingkat desa samai tingkat nasional. Pemikiran program pelestarian lingkungan dalam rangka pengurangan emisi karbon adalah sekedar sebuah proyek adalah pemikiran yang sangat dangkal. Tetapi seharusnya program itu harus terintegrasi terhadap masyarakat dengan tidak mengabaikan hak-hak dasar dari masyarakat itu sendiri. Program yang ada juga harus terintegrasi dengan sumber daya alam yang ada. Adanya pemahaman yang sama antara Pemerintah dengan masyarakat menjadi kekuatan penting dalam pelaksanaan pembangunan sehingga tidak ada yang harus terpinggirkan.