tulisan dr prakarsa 05 06-2011-01

5
Buruknya Parlakuan Kita terhadap Hutan Oleh: David Rajagukguk Masih segar diingatan kita semua, April yang lalu kita baru memperingati “Hari Bumi” dan pada 5 Juni yang lalu kita kembali memperingati “Hari Lingkungan Hidup sedunia”. Dua peristiwa ini selalu diperingati secara besar-besaran diseluruh dunia dan setiap tahunnya semakin gencar diselenggarakan perayaannya oleh berbagai kelompok (pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, NGO dan lain-lain) yang ada di berbagai belahan bumi ini. Hal ini terkait dengan isu pemanasan global dan perubahan iklim. Yang menjadi pertanyaan bagi kita semua apakah kegiatan ini hanya sebagai kegiatan seremonial saja, artinya juga sekedar ikut-ikutan dengan isu yang saat ini berkembang? Atau kegiatan ini benar- benar kita lakukan untuk melakukan penyelamatan terhadap bumi kita ini? Pertanyaan ini, tidak perlu dijawab saat ini, sebaiknya kita jawab bersama didalam hati dan dengan perbuatan. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaiakan burukanya perlakuan kita terhadap hutan baik pemerintah melalui kebijakan pembangunannya, perusahaan-perusahaan dengan serakahnya menggunakan uang untuk mengeksploitas Hutan dan Tanah agar mendapat perizininan, petani yang sudah sangat tergantung mengggunakan pupuk serta pestisida kimia untuk pertaniannya. Masih banyak lagi hal-hal yang dilakukan oleh manusia merusak lingkungan ini. Jika kita bicara kebijakan pemerintah tentang pembangunan, dapat kita lihat sendiri dampaknya bagi masyarakat. Ada ratusan kelompok masyarakat (termasuk kelompok Masyarakat adat) yang kehilangan atas haknya dan tanah kehidupannya karena kebijakan pembangunan yang lebih pro-investor, selain itu banyaknya alih fungsi hutan menjadi area perkebunan dan juga daerah pertambangan. Sedangkan petani akibat dari revolusi hijau dengan mengandalkan bibit unggul, ternyata tidak memberikan keunggulan ekonomi terhadap petani, tetapi ketergantunganlah yang tercipta. Petani tidak lagi mampu mengasilkan produk pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan ekonominya karena biaya produksi yang dikeluarkan sudah lebih

Upload: david-rajagukguk

Post on 07-Apr-2017

327 views

Category:

Investor Relations


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tulisan dr prakarsa 05 06-2011-01

Buruknya Parlakuan Kita terhadap Hutan

Oleh: David Rajagukguk

Masih segar diingatan kita semua, April yang lalu kita baru memperingati “Hari Bumi” dan pada 5 Juni yang lalu kita kembali memperingati “Hari Lingkungan Hidup sedunia”. Dua peristiwa ini selalu diperingati secara besar-besaran diseluruh dunia dan setiap tahunnya semakin gencar diselenggarakan perayaannya oleh berbagai kelompok (pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, NGO dan lain-lain) yang ada di berbagai belahan bumi ini. Hal ini terkait dengan isu pemanasan global dan perubahan iklim. Yang menjadi pertanyaan bagi kita semua apakah kegiatan ini hanya sebagai kegiatan seremonial saja, artinya juga sekedar ikut-ikutan dengan isu yang saat ini berkembang? Atau kegiatan ini benar-benar kita lakukan untuk melakukan penyelamatan terhadap bumi kita ini? Pertanyaan ini, tidak perlu dijawab saat ini, sebaiknya kita jawab bersama didalam hati dan dengan perbuatan.

Pada kesempatan ini saya ingin menyampaiakan burukanya perlakuan kita terhadap hutan baik pemerintah melalui kebijakan pembangunannya, perusahaan-perusahaan dengan serakahnya menggunakan uang untuk mengeksploitas Hutan dan Tanah agar mendapat perizininan, petani yang sudah sangat tergantung mengggunakan pupuk serta pestisida kimia untuk pertaniannya. Masih banyak lagi hal-hal yang dilakukan oleh manusia merusak lingkungan ini.

Jika kita bicara kebijakan pemerintah tentang pembangunan, dapat kita lihat sendiri dampaknya bagi masyarakat. Ada ratusan kelompok masyarakat (termasuk kelompok Masyarakat adat) yang kehilangan atas haknya dan tanah kehidupannya karena kebijakan pembangunan yang lebih pro-investor, selain itu banyaknya alih fungsi hutan menjadi area perkebunan dan juga daerah pertambangan. Sedangkan petani akibat dari revolusi hijau dengan mengandalkan bibit unggul, ternyata tidak memberikan keunggulan ekonomi terhadap petani, tetapi ketergantunganlah yang tercipta. Petani tidak lagi mampu mengasilkan produk pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan ekonominya karena biaya produksi yang dikeluarkan sudah lebih besar pasak dari tiang. Kembali mengenai hutan, pada dasarnya hutan telah memiliki fungsi yang sangat erat dengan proses keberlanjutan hidup manusia.

Peralihan Fungsi HutanPeralihan fungsi hutan menjadi lebih bernilai ekonomis dan mendatangkan investasi bagi negara sudah dimulai sejak Indonesia belum merdeka dan semakin berkembang setelah merdeka. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan banyak lembaga yang meneliti tentang hutan di Indonesia. Jika telisik proses peralihan fungsi hutan di Indonesia, hutan memang sudah menjadi satu tujuan investasi yang sangat berkembang di Indonesia. Kurun waktu 1950-1975. kegiatan penebangan hutan terutama di pulau Jawa, sekitar 500.000 hektar lahan (sekitar 17% dari total luas wilayah hutan) mengalami deforestasi.Kurun Waktu 1975-1990, Departemen Kehutanan mengeluarkan semakin banyak ijin alih fungsi kawasan hutan untuk perkebunan, kurang lebih seluas 6,7 juta hektar sampai dengan tahun 1997 terutama perkebunan sawit. (Kartodihardjo dan Supriono, 2000)

Kurun waktu 1997 Hingga Usai Reformasi, 1997-1998, terjadi kebakaran hutan kedua yang merusak sekitar 9,8 juta hektar lahan termasuk wilayah hutan seluas 5,4 juta hektar yang sebagian besar terdapat di Perubahan paling siginifikan dari reformasi adalah berlakunya kebijakan otonomi daerah. Pada akhir 1998. Berbagai kebijakan membuka peluang bagi masyarakat untuk ikut terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan. Salah satu kebijakan

Page 2: Tulisan dr prakarsa 05 06-2011-01

tersebut memberikan ijin hak pemanfaatan hutan seluas 100 hektar kepada kelompok masyarakat pulau Kalimantan dan Sumatera. (Praminto Moehayat)

Selain peralihan fungsi hutan menjadi perkebunan sawit, kawasan hutan di Indonesia banyak juga yang menjadi HPHTI perusahan Pulp, misalnya di Sumatera Utara. Hutan di daerah Tapanuli kurang lebih 260.0000 ha telah menjadi konsesi PT. TPL untuk penanaman eucaliptus sebagai bahan baku pembuatan pulp. Tidak sedikit akibat dari peralihan fungsi ini termasuk terhadap masyarakat adat yang ada disekitar pinggiran hutan yang memanfaatkan dan melestarikan hutan dalam pemenuhan ekonomi mereka. Misalnya masyarakat Pandumaan dan Sipituhuta yang telah lima belas generasi mengelola hutan adanya dengan kemenyan dan sekaligus menjadi mata pencaharian utama mereka. Tidak hanya di Sumatera Utara, di Riau dan seiktarnya banyak hutan yang telah menjadi HPHTI.

Luas hutan di Indonesia menyusut setiap tahun. Kementrian Kehutanan mencatat kerusakan hutan hingga 2009 mencapai lebih dari 1,08 juta hektar per tahun. Menurun dari data kerusakan hutan tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 2 juta hektar pertahun.

Laju kerusakan hutan menimbulkan dampak yang luas terhadap perekonomian. Seperti yang dilaporkan Wartawan BBC Sri Lestari di Kalimantan Barat, kerusakan hutan terjadi akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit.Dari atas udara lebatnya hutan di Kalimantan Barat memang masih bisa kita lihat, tetapi diantara hutan tropis yang lebat itu, kita juga bisa melihat lokasi seperti tanah lapang yang hanya ditumbuhi rerumputan tanpa pohon besar.

Data Kementrian Kehutanan menyebut, selain Sumatera, hutan Kalimantan memiliki laju kerusakan yang besar, dari total kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia sebesar 1,08 juta hektar per tahun menurut. Kerusakan hutan ini diakui Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan menyebabkan kondisi hutan Indonesia kritis. ''Memang saya kategorikan hutan Indonesia dalam keadaan kritis, karena puluhan tahun menjadi andalan untuk pendapatan bagi negara. Dari 130 juta hanya 43 juta yang masuk dalam kategori hutan perawan''.(Sri Lestari - Wartawan BBC Indonesia)

laju kerusakan hutan IndonesiaTahun Laju kerusakan ( juta ha per tahun )

1985 – 1998 1,62000 3,82004 2,42005 2,82006 1,9

Sumber data : harian media Indonesia/ sabtu, 17 november 2007

Pulau Daratan ( Ha ) Hutan ( Ha )% hutan terhadap daratan

% terhadap total hutan Indonesia

Sumatera 48.179.300 22.736.106 47,2 18,4Jawa 12.749.900 3.039.979 23,8 2,5Bali-Nusa Tenggara

7.313.500 2.692.351 36,8 2,2

Page 3: Tulisan dr prakarsa 05 06-2011-01

Kalimantan 54.792.100 36.217.838 66,1 29,3Sulawesi 19.180.000 11.738.280 61,2 9,5Maluku 7.787.100 7.146.109 91,8 5,8Papua 42.198.100 40.546.360 96,1 32,8Indonesia 192.200.000 123.459.514 64,2 100,0

Sumber data: Litbang Media Group, ww w.dephut.go.id

Pemanfaatan kawasan hutan menjadi aeral HPHTI dan perkebunan tidak berhenti sampai disitu, perusahaan tambang juga tidak ikut kalah dalam pemanfaatan hutan untuk menggali jutaan metrik ton mineral dari perut bumi Indonesia ini.

Banyak tempat di Indonesia daerah yang mengalami ketandusan dan kerusakan eksosistem yang sangat parah akibat pertambangan dan memerlukan banyak anggaran untuk mengembalikan kondisi alamnya. Hal ini juga menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat yang tinggal disekitar daerah pertambangan.

Dampak Kerusakan Hutan akibat pemanfaatan hutan untuk pertambangan di Indonesia sudah sangat banyak. Kita ketahui bersama di Kalimantan saat ini banyak tempat yang dulunya hutan kini menjadi daerah tandus dan banyak lubang besar yang lama-lama menjadi kubangan besar yang tidak bermafaat akibat penggalian barang tambang terutama Batubara. Hal ini mengakibatkan banyaknya jenis tumbuhan yang punah dan binatang yang dulunya tinggal disana harus bermigrasi ke tempat lain atau bahkan telah punah. Selain di Kalimantan, di Papua oleh PT Freeport, Sumatera Selatan dan dibanyak tempat lagi di Indonesia ini.

Saya pikir kita dapat melihat kondisi selama ini dan masalah yang ada. Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah saat ini? Menurut saya sudah saatnya pemerintah baik Pusat maupun daerah membuat kebijakan yang pro kelestarian lingkungan dan keutuhan ciptaan. Selain itu kebijakan yang dibuat harus melihat dan memperhatikan kondisi masyarakat yang ada. Pemerintah kita sudah seharusnya mandiri tanpa tergantung dengan kebijakan dari negara lain terutama pemodal yang selama ini memberikan tekanan secara ekonomi dan kebijakan lainnya kepada pemerintah. Pelestarian lingkungan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah tidak dalam rangka adanya proyek (dana hibah dan pinjaman) dari luar negeri terkait dengan penguranagan pemanasan global.

Peran rakyat tidak bisa diabaikan oleh pemerintah dalam proses pelestarian lingkungan, dan sudah seharusnya ada perubahan paradigma dalam membuat kebijakan terkait dengan pembangunan. Pemenuhan dan perlindungan hak masyarakat harus mutlak dilakukan oleh pemerintah dalam setiap pembuatan kebiajakan pembangunan yang berperspektif lingkungan.