kepi ting

4
Kepiting Cangkang Lunak Jadi Tren Bermula dari kreativitas para pembudidaya kepiting di Pekalongan, budidaya kepiting cangkang lunak (soft shell) kini menjadi tren di berbagai daerah di Indonesia. Bagaimana tidak? Para penikmat kuliner kepiting kini tak lagi direpotkan dengan cangkang yang keras. ren ini makin kentara sejak !"I mengeluarkan fat#a halal untuk kepiting, tiga tahun lalu. B"$I$%& % kepiting dalam orientasi agrobisnis kini sedang naik daun. 'alau dulu para  pedagang resto seafood lebih sering memeroleh pasokan dari penangkapan kepiting di  perairan pantai, kini mereka bisa mengandalkan jasa pembudidaya yang marak di  berbagai daerah. alah satu kepiting yang paling disukai adalah yang bercangkang lunak, atau biasa disebut sebagai kepiting soka. ebenarnya bukan jenis atau spesies baru, melainkan hanya rekayasa para pembudidaya dalam memperlakukan moulting atau pergantian cangkang. arga kepiting soka di tingkat pembudidaya sekitar *p + ribu - kg, jauh lebih tinggi daripada kepiting biasa yang ratarata *p /. hingga *p /0. - kg. Permintaan terhadap kepiting soka bukan hanya berasal dari dalam negeri saja. ejumlah negara pun kerap mendatangkan kepiting soka dari Indonesia, terutama 1epang dan %, yang masingmasing memerlukan pasokan sebanyak 23 ton per bulan. !etode ederhana !etode budidaya kepiting soka sebenarnya relatif sederhana. Pertama, membeli bahan baku kepiting bakau berukuran 442 (442 ekor per kg), kemudian diadaptasi selama sehari dalam kolam-tambak. elanjutnya, kedua capit dan keenam kaki  jalannya dipotong. $engan demikian, hanya tersisa satu bagian yang berdekatan dengan kedua kaki renangnya yang tetap dibiarkan utuh. etelah itu, kepiting dipelihara lagi dalam tambak selama 40 hari, sampai mengalami pergantian kulit - cangk ang (molting). 'etika molting, kepiting akan menghasilkan cangkang baru yang lunak dan siap dipanen. "kuran tubuhnya pun bertambah sekitar dua si5e. !engapa capit dan kaki jalannya harus dipotong? ernyata tindakan ini dimaksudkan untuk membuat kepiting stres. ebab, stres bisa mempercepat proses molting. ederhana bukan? !eski sederhana, marjin keuntungannya lebih tinggi daripada  budidaya kepiting biasa di dalam keramba. !etode ini juga tak serumit yang dikembangkan $r Ir &u shinta 6ujaya !i, staf pen gajar 6akultas Ilmu 'elautan dan Perikanan "niversitas asanuddin ("nhas), !akassar. Pemilik ak 'ekayaan Intelektual ('I) budidaya kepiting cangkang lunak ini menyuntikkan ekstrak bayam pada tubuh kepiting untuk melunakkan cangkang kepiting. !etodenya ini mampu mempersingkat periode pelunakan kulit kepiting dari 330 hari menjadi 4+2 hari.

Upload: rima-rizqi-meltahayati

Post on 12-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kepiting Cangkang Lunak Jadi Tren

Kepiting Cangkang Lunak Jadi Tren

Bermula dari kreativitas para pembudidaya kepiting di Pekalongan, budidaya kepiting cangkang lunak (soft shell) kini menjadi tren di berbagai daerah di Indonesia. Bagaimana tidak? Para penikmat kuliner kepiting kini tak lagi direpotkan dengan cangkang yang keras. Tren ini makin kentara sejak MUI mengeluarkan fatwa halal untuk kepiting, tiga tahun lalu.

BUDIDAYA kepiting dalam orientasi agrobisnis kini sedang naik daun. Kalau dulu para pedagang resto seafood lebih sering memeroleh pasokan dari penangkapan kepiting di perairan pantai, kini mereka bisa mengandalkan jasa pembudidaya yang marak di berbagai daerah.

Salah satu kepiting yang paling disukai adalah yang bercangkang lunak, atau biasa disebut sebagai kepiting soka. Sebenarnya bukan jenis atau spesies baru, melainkan hanya rekayasa para pembudidaya dalam memperlakukan moulting atau pergantian cangkang.

Harga kepiting soka di tingkat pembudidaya sekitar Rp 60 ribu / kg, jauh lebih tinggi daripada kepiting biasa yang rata-rata Rp 40.000 hingga Rp 45.000 / kg. Permintaan terhadap kepiting soka bukan hanya berasal dari dalam negeri saja. Sejumlah negara pun kerap mendatangkan kepiting soka dari Indonesia, terutama Jepang dan AS, yang masing-masing memerlukan pasokan sebanyak 20-30 ton per bulan. Metode Sederhana Metode budidaya kepiting soka sebenarnya relatif sederhana. Pertama, membeli bahan baku kepiting bakau berukuran 10-12 (10-12 ekor per kg), kemudian diadaptasi selama sehari dalam kolam/tambak. Selanjutnya, kedua capit dan keenam kaki jalannya dipotong.

Dengan demikian, hanya tersisa satu bagian yang berdekatan dengan kedua kaki renangnya yang tetap dibiarkan utuh. Setelah itu, kepiting dipelihara lagi dalam tambak selama 15 hari, sampai mengalami pergantian kulit / cangkang (molting). Ketika molting, kepiting akan menghasilkan cangkang baru yang lunak dan siap dipanen. Ukuran tubuhnya pun bertambah sekitar dua size.Mengapa capit dan kaki jalannya harus dipotong? Ternyata tindakan ini dimaksudkan untuk membuat kepiting stres. Sebab, stres bisa mempercepat proses molting.

Sederhana bukan? Meski sederhana, marjin keuntungannya lebih tinggi daripada budidaya kepiting biasa di dalam keramba. Metode ini juga tak serumit yang dikembangkan Dr Ir Yushinta Fujaya MSi, staf pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar.

Pemilik Hak Kekayaan Intelektual (HKI) budidaya kepiting cangkang lunak ini menyuntikkan ekstrak bayam pada tubuh kepiting untuk melunakkan cangkang kepiting. Metodenya ini mampu mempersingkat periode pelunakan kulit kepiting dari 30-35 hari menjadi 16-20 hari.

Wanita kelahiran Makassar, 23 Januari 1965, ini mengkritik teknik mutilasi yang digunakan sebagian besar pembudidaya kepiting soka. Sebab, proses regeneratif dengan merangsang fisiologi hormonal dapat menumbuhkan kembali anggota badan yang patah atau rusak.

Naluri body building seperti ini juga ada pada cicak. Cicak tidak perlu risau jika ekornya buntung karena terjepit pintu. Dalam periode tertentu, secara alami akan tumbuh kembali buntut baru, ujarnya.Mortalitas Rendah Terlebih tingkat mortalitas (angka kematian) dalam budidaya kepiting soka maksimal hanya 20 persen. Bandingkan dengan budidaya kepiting di keramba yang mortalitasnya mencapai 40 persen.

Selain itu, rasa kepiting soka yang dipanen dari kolam berlumpur juga lebih manis daripada kepiting yang dipelihara di keramba. Kalau cuaca panas, kepiting dalam keramba tak memiliki tempat berlindung sehingga memengaruhi kondisi tubuhnya dan tak jarang berujung pada kematian.

Sedangkan kepiting soka yang dipelihara dalam kolam/tambak berlumpur akan masuk dan bersembunyi di dalam lumpur ketika panas. Mereka juga akan mengambil nutrisi dari lumpur, sehingga rasanya menjadi manis. Satu hal lagi, biaya produksi kepiting soka dalam tambak lebih irit hingga 30 persen daripada biaya produksi kepiting dalam keramba.

Inilah kegembiraan para pembudidaya setelah sebelumnya mereka pun menerima kabar baik dari Majelis Ulama Indonesa (MUI) yang mengeluarkan fatwa halal bagi umat Islam untuk mengkonsumsi kepiting (2006).

Kini, konsumen tak lagi harus berjuang mendapatkan daging di bawah kulitnya yang keras. Dengan sedikit perlakuan khusus terhadap cangkangnya, sekarang kulit kepiting pun bisa disantap selunak dagingnya. (Amanah-32)

Satu Petak Satu Ekor

JENIS kepiting yang dapat dibudidayakan sebagai kepiting soka (cangkang lunak) antara lain Scylla serrata, Scylla oceanica, dan Scylla transquebarica. Dari ketiga spesies tersebut, Scylla serrata pada umur yang sama umumnya berukuran lebih kecil daripada kedua jenis lainnya. Namun dari segi permintaan, jenis ini justru lebih diminati dan harganya juga lebih tinggi.

Hingga kini, terdapat beragam metode untuk melunakkan cangkang kepiting. Mulai dari metode mutilasi (capit dan kaki jalan) seperti yang dikembangkan para nelayan di pantura Jawa, hingga penyuntikan ekstrak daun bayam seperti yang dilakukan dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, Dr Ir Yushinta Fujaya MSi.

Kepiting soka bisa diusahakan dalam kolam/tambak berlumpur, bisa juga dalam karamba yang diapungkan di permukaan tambak atau kolam. Berbagai pilihan ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun tetap dalam semangat menggairahkan budidaya kepiting soft shell.

Di Sidoardjo, misalnya, para pembudidaya cenderung menggunakan karamba yang digantungkan pada jalur tali tambang yang dibuat memanjang, sesuai dengan ukuran tambak. Posisi karamba sejajar dengan permukaan air, semetara kedalaman air tambak sekitar 1 meter. Karamba dibuat dari bambu yang diikat dengan tali tambang, dengan sekatan menggunakan jaring18 Petak Ukuran keranjang adalah panjang 1 meter dan lebar 50 cm, dengan kedalaman 15 cm. Satu keramba disekat menjadi 18 petak, yang mana setiap petak berukuran 15 x 15 x 15 cm3. Satu petakan dapat digunakan untuk memelihara seekor kepiting dengan kedalaman air 10 cm. Pola pemeliharaan sistem sekatan ini cukup efektif, karena kepiting punya sifat kanibalisme yang cukup tinggi.

Dengan ukuran tambak seluas 4.000 m2, misalnya, kelompok pembudidaya kepiting soka di Sidoarjo mampu membuat 750 karamba dengan populasi 13.000 ekor kepiting. Biaya pembuatan sebuah keramba hanya Rp 100 ribu. Kepiting yang dipelihara berukuran 100 gram / ekor atau 1 kg berisi 10-12 ekor.

Bibit kepiting dibeli dari nelayan seharga Rp 15 ribu / kg. Sebelum dipelihara dalam keramba, mereka juga melakukan mutilasi bagian tubuh kepiting, yaitu melepas sepasang capit dan tiga pasang kaki jalan. Rekayasa tersebut dilakukan untuk merangsang terjadinya proses molting. (Amanah-32)

Memilih Cocopeat sebagai Media Tanam

COCOPEAT merupakan salah satu produk olahan dari sabut kelapa, selain cocofiber. Saat ini para penggemar tanaman hias makin tertarik menggunakan cocopeat sebagai media tanam alternatif.

Cocopeat adalah sabut kelapa yang diolah menjadi butiran-butiran gabus sabut kelapa. Sebelum diolah, sabut direndam dalam air untuk menghilangkan zat tanin. Senyawa itu dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Setelah dikeringkan, sabut dimasukkan ke dalam mesin untuk memisahkan serat dan jaringan empulur. Keuntungan Banyak keuntungan menggunakan media tanam cocopeat. Pertama, daya serapnya tinggi karena mempunyai banyak pori-pori yang bersifat kapiler, serta mampu menyimpan udara dan air dengan baik.

Kedua, mampu menghemat air dan pupuk karena frekuensi penyiraman dan pemberian pupuk berkurang. Ketiga, mempercepat pertumbuhan akar karena banyaknya oksigen yang tersimpan dalam pori-pori membuat tanah menjadi gembur.

Keempat, bebas dari penyakit tanah karena berasal dari buah kelapa yang tumbuh di atas pohon. Kelima, ramah lingkungan karena terbuat dari bahan alami, organik, tanpa tambahan bahan kimia.

Selain itu, cocopeat juga mengandung trichoderma molds sejenis enzim dari jamur yang dapat mengurangi penyakit dalam tanah. Ia juga mengandung lignin, yang membuatnya tak mudah lapuk sehingga dapat digunakan selama lima tahun tanpa perubahan sifat.

Tetapi, kelemahannya, cocopeat tak mengandung unsur hara sebagaimana dimiliki tanah. Itu sebabnya, cocopeat memerlukan pupuk sebagai penyubur. Bagi para penggemar tanaman hias, cocopeat bisa dijadikan alternatif media tanam selain tanah. Potensi tanaman terserang hama / penyakit pun bisa ditekan.

Apakah berarti mereka harus mencari sabut kelapa untuk dijadikan cocopeat? Tidak perlu, karena di sejumlah nursery maupun toko tani sudah tersedia cocopeat dalam berbagai bentuk, mulai dari remahan seperti tanah, briket, hingga berbentuk tablet.

Untuk menggunakan briket dan tablet cocopeat, Anda cukup menambahkan air, dan media tanam pun siap digunakan. Cocopeat bisa digunakan secara tunggal, namun dapat pula digunakanbersama tanah.

Berbeda dengan sekam dan serbuk gergaji yang juga bisa menjadi media tanam, cocopeat tidak bersifat panas dan mampu bertahan selama lima tahun. Sekam dan serbuk gergaji hanya bertahan enam bulan.

Dengan menggunakan cocopeat, frekuensi penyiraman tanaman bisa dikurangi. Penyiraman hanya dilakukan apabila media tanam terlihat kering.Pemberian air secara berlebihan harus dihindari, mengingat kemampuan cocopeat menahan air cukup tinggi. Oleh karena itu, untuk beberapa jenis tanaman yang tak menyukai kondisi lembab, cocopeat perlu dicampur bahan lain yang daya ikat airnya tidak begitu tinggi (misalnya pasir atau arang sekam). Disarankan menyiramkan air sedikit demi sedikit, tetapi kontinu, seperti dengan cara irigasi tetes atau pengabutan. (S Mulyani-32)