pergaulan buddhis

Upload: budhist-books

Post on 08-Jul-2018

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    1/152

    S. Tri Saputra Medhacitto

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    2/152

    Tidak diperjualbelikan. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi bukudalam bentuk apapun tanpa seizin penerbit.

    PERGAULAN BUDDHISOleh : S. Tri Saputra Medhacitto

    Proof Reader : Sri Paññavaro Mahāthera

    Sampul & Tata Letak : poise design

    Ukuran Buku Jadi : 130 x 185 mm

    Kertas Cover : Art Cartoon 210 gsm

    Kertas Isi : HVS 70 gsm

    Jumlah Halaman : 152 halaman

    Jenis Font : Segoe UI

      Modern Antigua

    Diterbitkan Oleh :

    Vidyāsenā Production

    Vihāra Vidyāloka

    Jl. Kenari Gg. Tanjung I No. 231

    Telp. 0274 542 919

    Yogyakarta 55165

    Cetakan Pertama, Oktober 2015

    Untuk Kalangan Sendiri

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    3/152

     Karya ini saya dedikasikan untuk:  Mendiang Sutarmi sebagai ibu yang telah

    mencurahkan cinta dan kasih yang tiadataranya 

     Ayah tercinta, yang selalu memberikandorongan untuk dapat berpikir lebih

    bijaksana 

     Guru-guru saya  Saudara-saudara saya Para sahabat dan teman-teman saya yang

    telah banyak memberikan inspirasi Serta semua makhluk hidup yang

    mencintai kedamaian 

    Dedikasi 

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    4/152

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    5/152

    Pergaulan Buddhis v

    Senarai Isi

     Dedikasi iii

    Senarai Isi v

    Prawacana Penerbit viiSekapur Sirih vii

    Kata Pengantar ix

    BAB I Manusia sebagai Makhluk Sosial 1

    a. Hakikat Makhluk Sosial 1b. Relevansi Makhluk Sosial dengan Agama Buddha 3

    BAB II Paradigma Pergaulan Buddhis 13

    a. Definisi Pergaulan 14

    b. Signifikansi Pergaulan 15

    c. Macam Pergaulan 18

    d. Tiga Jenis Orang 19

    BAB III Petuah Pergaulan Buddhis 24

    A) Tidak Bergaul dengan Orang yang Tidak Sesuai 26

    1. Tidak Bergaul dengan Orang yang Dungu 32

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    6/152

    vi Pergaulan Buddhis

    2. Tidak Bergaul dengan Orang yang Tidak

    Pantas Dijadikan Teman Pergaulan 41

    B) Bergaul dengan Orang-Orang yang Sesuai 55

    1. Bergaul dengan Orang yang Bijaksana 57

    2. Bergaul dengan Orang yang Pantas

    Dijadikan Teman Pergaulan 66

    BAB IV Hubungan Timbal Balik Antar Teman 83

    BAB V Persahabatan 90

    1. Macam Persahabatan 92

    2. Analogi Persahabatan 92

    3. Menjalin Persahabatan dengan Orang

    yang Tepat 93

    4. Membangun Suasana Persahabatan 102

    BAB VI Kontribusi Pergaulan dalam Dhamma ` 106

    Penutup 120

    Bibliografi  124Sekilas tentang Penulis 127

    Apa Kata Mereka? 128

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    7/152

    Pergaulan Buddhis vii

    Hari Raya Kathina merupakan hari dimana umatberdana kepada Bikkhu Sangha. Sebelum Hari Kathina,

    para Bhikkhu menjalani masa Vassa. Vassa merupakanwaktu berdiam diri selama 3 bulan (pada musimpenghujan) untuk lebih memperdalam Dhamma sertabermeditasi. Pada masa Vassa inilah umat Buddha seringmengunjungi para bhikkhu yang menetap di vihara-viharauntuk berdana makanan dan kebutuhan para Bhikkhu.

    Para umat juga dapat menambah wawasan Dhammadengan berdiskusi bersama para Bikkhu.

    Seperti yang kita ketahui, manusia adalah makhlukindividu sekaligus makhluk sosial. Itu artinya manusiamemiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaanuntuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusialain. Maka dari itu Free Book  Insight Vidyasena Productionmenerbitkan buku yang berjudul “Pergaulan Buddhis”.Buku ini menjelaskan tentang persahabatan dan bentuk-bentuk persahabatan dalam agama Buddha seperti: orangyang pantas dijadikan sahabat, cara untuk membangunpersahabatan, dan arti persahabatan dalam agamaBuddha

    PrawacanaPenerbit  

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    8/152

    viii Pergaulan Buddhis

    Penerbit menyampaikan terima kasih kepada Penulisyang telah berbagi pengetahuannya tentang pergaulanyang baik. Penerbit juga mengucapkan terima kasih kepada

    YM. Sri Paññavaro Mahāthera yang telah bersedia menjadi proof reader  serta pihak lain yang ikut membantu terbitnyabuku ini. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepadapara donatur karena kebaikan para donaturlah maka bukuini dapat diterbitkan. Kritik, saran, dan masukan sangatkami harapkan dan akan menjadi semangat buat kamiuntuk memberikan yang lebih baik lagi pada penerbitan

    buku selanjutnya. Terima kasih dan selamat membaca.

    Semoga semua makhluk hidup berbahagia

    Selamat Hari Raya Kathina 2559 TB

    Semoga semua mahluk hidup berbahagia.

    Manajer Produksi Buku

    Prayogo Fajarai

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    9/152

    Pergaulan Buddhis ix

    Sekapur Sirih

    Pergaulan berperan penting dalam ikut membentuk

    peri kehidupan kita. Keniscayaan bahwa semua fenomenaadalah saling memengaruhi (interdependensi) tidak bisadipungkiri.

    Bila kehidupan binatang dianggap telah optimal padawaktu dilahirkan karena proses dasarnya telah selesaipada waktu berada di rahim induknya, maka berbedadengan manusia. Kita dibesarkan di dalam dua rahim,di rahim ibu dan di rahim sosial. Bergaul, bersosialisasi,hidup bermasyarakat yang dimulai dari masyarakat kecilyang disebut keluarga, semuanya itu adalah rahim sosialyang berperan sangat penting dalam kehidupan setiapindividu.

    Ajaran Agama Buddha memberikan perhatian besardalam matra pergaulan ini: harus ada acuan, haruspunya integritas dalam bergaul. Bergaul dengan tepat,bermasyarakat dengan bijak, bersahabat baik dengan, dan juga menjadi sahabat baik sebagai kalyāna-mitta (sahabatsejati) akan membawa kehidupan ini berpijak pada jalanyang benar menuju akhir penderitaan.

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    10/152

    x Pergaulan Buddhis

    Sebaliknya, tanpa dilandasi moralitas yang baik,melainkan hanyut dalam arus pergaulan yang berkelindankesenangan indrawi semata, akan membawa kehidupan

    seseorang menuju kehancuran. Kehidupan seperti ituakan berakhir dalam penyesalan!

    Buku ini adalah sedikit dari buku-buku Dhamma yangmengangkat uraian secara utuh tentang pergaulan danutamanya mengangkat detil panduan Buddhis dalambergaul.

    Saya menyampaikan penghargaan kepada S. TriSaputra Medhacitto yang telah memilih bahasan yangkini sangat dibutuhkan. Penghargaan saya juga kepadapenerbit dan semua pihak yang telah membantu terbitnyabuku ini. Semoga bermanfaat bagi masyarakat luas.

    Bhikkhu Sri Paññavaro Mahāthera

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    11/152

    Pergaulan Buddhis xi

    Kata Pengantar

    Dalam kehidupan sehari-hari, pergaulan adalah aspekpenting dari kehidupan. Teman, kawan, dan sahabat

    selalu menjadi warna dalam kehidupan bersosial. Dimana pun seseorang hidup, pergaulan selalu menjadihal yang penting dalam membentukkepribadian dankarakter seseorang. Munculnya hal-hal baik ataupun hal-hal buruk bisa dipengaruhi oleh pergaulan. Bagaimanakualitas pergaulan yang dimiliki orang tersebut, apakahitu pergaulan yang baik ataupun pergaulan yang buruk,

    itulahyangmemengaruhi seseorang untuk menjadi samakualitasnya.

    Signifikansi dari pergaulan tampak jelas dalamkehidupan ini. Sepanjang sejarah dan peradaban manusiayang semakin berkembang, pergaulan tetap menjadi topikyang menarik untuk dibahas. Tidaklah mengherankan

    apabila para pemuka agama mencoba mengorelasikanantara pergaulan dengan ajaran yang dimuat dalam kitabsuci. Namun, sangat disayangkan bahwa di mata umumagama Buddha dipandang rendah sebagai agama yangtidak memiliki tatanan ajaran yang berkaitan denganaktivitas sosial. Banyak orang menganggap agamaBuddha sebagai bukan agama dunia, mencoba lari dari

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    12/152

    xii Pergaulan Buddhis

    kenyataan, agama anti sosial, dan penekanan ajarannyaadalah pengasingan diri, hidup selibat menjadi bhikkhudihutan, dan menolak pergaulan sosial.

    Kesalahpahaman tentang agama Buddha sebagaiagama yang menolak pergaulan adalah anggapan-anggapan yang tidak mendasar, karena dalam banyakkhotbah, Buddha telah menunjukkan panduan praktis dalambergaul, memilih teman, dan sahabat yang nantinya dapatdiarahkan pada tujuan dari ajaran Buddha sendiri. Secara

    bertahap, bergaul dengan orang bijaksana memberikansumbangsih dalam menumbuhkan kebijaksanaan.Tidakbergaul dengan orang dungu merupakan salah satu upayauntuk menyelamatkan diri dari pengaruh yang tidak baik.Tipiṭaka Pāli memuat banyak bukti bahwa tidak bergaul,berteman, dan bersahabat dengan orang-orang dungu,tidak baik, sertapalsu, tetapi senantiasa bergaul, berteman,

    dan bersahabat dengan orang bijaksana, baik, serta sejatiadalah awal untuk memunculkan semua hal-halbaik,serta awal dari proses menuju perealisasian pembebasan.Singkatnya, polarisasi pergaulan yang baik merupakanpengejawantahan dari jalan menuju tujuan akhir.

    Tujuan akhir dari ajaran Buddha adalah perealisasian

    pembebasan (nibbāna). Itu dipahami oleh semua praktisiDhamma sebagai tujuan primer yang di peruntukkankepada siapapun yang mempraktikkan Dhamma. Dalamprosesnya, bhikkhu maupun umat perumah tangga perlumempersiapkan diri untuk mendekat dan mulai menapakdi sebuah jalan yang mengarah menuju tujuan tersebut.Saat menapak menuju arah tersebut, pergaulan, teman,

    dan sahabat yang baik adalah salah satu faktor yang

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    13/152

    Pergaulan Buddhis xiii

    memberikan kontribusi yang sangat signifikan. Baiksebagai perumah tangga maupun sebagai bhikkhu, kitasemua memerlukan pergaulan, teman, dan sahabat yang

    dapat menuntun ke arah itu. Oleh karena itu, esai-esaidalam buku ini mencatat poin-poin penting dari pergaulanBuddhis beserta panduan praktis tentang bagaimanaseseorang hendaknya bergaul menurut Dhamma.

    Esai-esai dalam buku ini menjelajahi berbagai poinpenting tentang bagaimana menyelaraskan pergaulan

    sosial dengan mempertimbangkan aspek pertumbuhanbatin yang tidak menyampingkan segi praktik spiritual.Dengan merujuk pada referensi kitab Tipiṭaka Pāli danberbagai sumber lainnya, penulis mencoba menyelidikibagaimana format pergaulan Buddhis di zaman itu yangmasih relevan untuk dipraktikkan di masa sekarang.

    Di awal bab, kita akan mengetahui bahwa manusiadipahami sebagai makhluk sosial. Ini berarti bahwamanusia tidak mampu mempertahankan hidup mandiritanpa bantuan pihak lain. Oleh karenanya, manusia sangatmemerlukan manusia atau makhluk lain dalam memenuhisegala kebutuhan hidupnya. Dalam bab ini juga dibahastentang relevansi makhluk sosial dengan agama Buddha.

    Esai dalam bab ini mengupas kesalahpahaman masyarakattentang agama Buddha. Anggapan-anggapan agamasebagai agama anti sosial dan agama yang menolakpergaulan diselesaikan secara tuntas dengan penjelasanyang disertai dengan referensi pasti. Tipiṭaka Pāli bersertaargumen para cendekiawan Buddhis diperlukan dalammenambah kekuatan dalam meluruskan kesalahpahaman

    yang telah terjadi. Sebagai hasil akhirnya, dapat dikatakan

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    14/152

    xiv Pergaulan Buddhis

    bahwa agama Buddha menerima hakikat makhluk sosialsebagai sifat manusia, dan agama Buddha tidak menolakpergaulan sosial.

    Oleh karena itu, bab dua dari buku ini membahastentang bagaimana paradigma pergaulan Buddhisyang berisikan gagasan pergaulan yang diperuntukkankepada semua orang. Bhikkhu maupun umat perumahtangga memerlukan pergaulan yang mampu menuntunpada tujuan akhir dari ajaran Buddha. Sebagai lanjutan

    dari bab-bab yang sebelumnya, bab tiga dari buku inimenjelaskan tentang nasihat-nasihat Buddhis mengenaikepada siapa seseorang hendaknya bergaul. PetuahBuddhis tentang pergaulan mengupas secara terperincitentang orang-orang yang semestinya di ajak bergauldan orang orang yang semestinya tidak dijadikan temanbergaul. Selanjutnya, pada bab empat, sikap timbal balik

    antar teman juga digunakan sebagai penguat bahwaajaran Buddha memiliki konsep timbal balik yang berisikanasas tugas, tanggung jawab, dan balas jasa secara adil.Hubungan antar teman digambarkan dengan terminologitimbal balik

    Dalam bab lima, uraian tentang persahabatan

    dalam agama Buddha dijelaskan dengan esai-esai yangmemperjelas bentuk persahabatan dalam agama Buddha.Macam, analogi, ciri-ciri orang yang pantas dijadikansahabat, dan cara untuk membangun suasana persahabatandijelaskan guna menambah pengetahuan tentangarti persahabatan dalam agama Buddha. Di akhir daripembahasan buku ini, penulis mencoba menggabungkan

    semua kontribusi dari pergaulan menurut Dhamma.

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    15/152

    Pergaulan Buddhis xv

    Dalam bab enam ini, rujukan Tipiṭaka Pāli memuat banyakbukti bahwa pergaulan memiliki peranan penting dalammelangkah menuju tujuan akhir dari ajaran Buddha.

    Diharapkan setelah membaca buku ini, seseorang dapatmemahami bagaimana konsep dari pergaulan Buddhisdan mampu menempatkan diri di dalam pergaulan yangbaik serta menjadi seseorang yang pantas dijadikan temanpergaulan, yang pada akhirnya menjadi sumbangsih dalammenapak jalan spiritual Buddhis dengan Dhamma sebagai

    penuntunnya.Sebagaimana menurut ajaran Buddha dikatakan bahwa

    segala sesuatu saling mengondisikan dan memengaruhiterhadap munculnya sesuatu, demikian juga denganmunculnya buku ini tidak lepas dari semua pihak yangturut mendukungnya. Banyak faktor yang mengondisikanuntuk munculnya buku ini. Oleh karena itu, sayaselakupenulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semuapihak yang telah membantu dalam proses penerbitanbuku ini. Kepada Bhante Sri Paññavaro Mahāthera yangtelah bersedia menjadi  proof reader  dalam pengoreksianbuku ini sesuai dengan basis ajaran Buddha, BhanteJotidhammo Mahāthera, dan para Bhantelain yang telah

    banyak memberikan dukungan serta bimbingan selamadi Vihara Mendut. Tidak lupa kepada para sāmaṇera diLembaga Pendidikan Saṅgha di Vihara Mendut yangtelah memberikan motivasi dalam proses penulisan bukuini. Khususnya kepada Sāmaṇera Ronald Satya SuryaRatanadhiro sebagai editor yang membantu dalam prosespengoreksian dan penyempurnaan buku ini sehingga lebih

    mudah dipahami para pembaca. Kepada tim Vidyāsenā 

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    16/152

    xvi Pergaulan Buddhis

    dan para donatur yang telah banyak membantu dalampenerbitan buku ini. Ucapan terima kasih juga kepadapara pembaca sekalian, karena tanpa adanya pembaca

    sekalian, buku ini hanyalah sebuah pajangan. Tak henti-hentinya, ucapan terima kasih saya ucapkan kepada ayah,para guru,saudara,dan sahabatku yang telah memberikandukungan sehingga menjadi seperti sekarang ini.

    Tiada gading yang tak retak, tiada sesuatu yang benar-benar sempurna, demikian juga dengan buku ini. Saya

    menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan. Olehkarena itu, masukan, kritik, saran, maupun pujian terhadapkarya tulis ini sangat diharapkan demi penyempurnaankarya tulis yang lebih berkualitas di masa mendatang.Segala kritik dan masukan dapat disampaikam melaluie-mail ke [email protected].

    Akhir kata, semoga buku ini memberikan manfaatsebagai panduan dalam bergaul di masyarakat. Semogadengan berawal dari pergaulan yang sesuai Dhamma,kita semua selaku praktisi Dhamma mampu merealisasipembebasan Nibbāna.

    Sabbe Sattā Bhavantu Sukhitattā

    Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia.

    Mendut, September 2015

    S. Tri Saputra Medhacitto

    Penulis

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    17/152

    Pergaulan Buddhis 1

    BAB I

     Manusia sebagai Makhluk Sosial

    Kehidupan sebagai manusia telah dipahami semua orangsebagai kehidupan yang tidak dapat mempertahankanhidup mandiri secara total. Di dalam kehidupan sehari-hari, usaha menutup diri sebagai bentuk egoistis agartidak terlibat di dalam aktivitas kehidupan bermasyarakattidak mungkin bisa dilakukan secara murni. Hubungan

    dan pertolongan antar individu sangat diperlukan dalammempertahankan kehidupan masing-masing individu.Oleh karena itu, banyak pemikir terkemuka menyebutmanusia sebagai makhluk sosial.

    a. Hakikat Makhluk Sosial

    Seorangfi

    lsuf Yunani terkenal yang bernamaAristoteles menyebut manusia sebagai “ Zoon Politicon”.Sementara Hans Kelsen menyatakan, “Man is a social and political being”.1 Kedua pernyataan tersebut mengandungmakna yang sama, yaitu bahwa manusia adalah makhluksosial. Kedua pernyataan yang dinyatakan oleh para

    1 Harwantiyoko dan Katuuk, Neltje F. Pengantar Sosiologi  dan Ilmu Sosial Dasar.Gunadarma. (Hlm. 25)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    18/152

    2 Pergaulan Buddhis

    tokoh tersebut mengungkapkan bahwa manusia selainbersosial, juga kaitannya erat dengan interaksi sosial sertapergaulan antar sesama. Dalam pendapat ini, Aristoteles

    menerangkan bahwa manusia dikodratkan untuk hidupbermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Sedangkanmenurut Adam Smith, ia menyebut istilah makhluk sosialdengan Homo Homini Socius, yang berarti manusiamenjadi sahabat bagi manusia lainnya.

    Menurut Bimo Walgito dalam buku Psikologi Sosial,

    interaksi sosial merupakan suatu hubungan antar individusatu dengan individu yang lainnya, di mana individu yangsatu dapat memengaruhi individu yang lainnya, sehinggaterdapat hubungan yang saling timbal balik. Sementaramenurut S. Soekanto dalam buku yang berjudul SosiologiSuatu Pengantar   mendefinisikan interaksi sosial sebagaihubungan antar orang per orang atau dengan kelompok

    manusia.2 Interaksi sosial merupakan bagian dari kebutuhan

    manusia sebagai makhluk sosial. Dalam hal ini, manusiamakhluk sosial diartikan sebagai individu yang tidak akanmampu hidup sendiri dalam memenuhi segala kebutuhantanpa hidup bersama dengan individu manusia lainnya.

    Manusia tidak dapat hidup sendirian, tetapi memerlukankehadiran manusia lain yang dapat saling bersumbangsihdalam memenuhi segala kebutuhan hidup.

    Kebergantungan antar sesama merupakankecenderungan alami dari setiap manusia. Di tengah-

    2 Dayakisni, Tri, dan Hudaniah. 2006. Psikologi Sosial. Malang: Universitas MuhammadiyahMalang. (Hlm. 151)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    19/152

    Pergaulan Buddhis 3

    tengah kehidupan bermasyarakat, satu individu denganindividu lainnya saling memerlukan dan membutuhkansatu sama lain. Seseorang akan dapat bertahan hidup

    dengan baik, apabila terdapat hubungan yang baik, yangsaling membantu satu sama lain. Hal ini karena padadasarnya seseorang tidak mungkin dapat bertahan hidupmandiri secara total tanpa bantuan pihak lain. Fakta inimemberikan sebuah kesadaran akan ketidaksempurnaanserta ketidaksanggupan manusia dalam memenuhikebutuhannya sendiri tanpa bantuan pihak lain. Adanya

    kesadaran bahwa manusia sebagai makhluk sosial adalahkontribusi penting dalam membangun persahabatan,persaudaraan, dan kekeluargaan yang tidak mementingkandiri sendiri. Sikap individualis adalah objek sasaran yanghendak dituntaskan bersama pergaulan. Pemahamanini membantu seseorang untuk dapat hidup bersama

    dan menyadari bahwa seseorang sangat memerlukankehadiran orang-orang lain di sekitarnya.

    b. Relevansi Makhluk Sosial dengan AgamaBuddha

    Makhluk sosial yang diartikan bahwa manusia tidakdapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain adalah

    sifat alami dari setiap manusia. Kecenderungan untuksaling membutuhkan pertolongan tidaklah berbatas dayaagama, suku, dan budaya. Semua struktur keagamaanyang terbentuk, baik sebagai umat awam ataupun sebagaitokoh agama, karakteristik sebagai makhluk sosial tetapmereka pakai dan tidak dapat dihindarkan dengan agamaapapun.

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    20/152

    4 Pergaulan Buddhis

    Bahkan di dalam kehidupan religius yang ditempuhdengan meninggalkan kehidupan rumah tangga sepertiyang dijalankan oleh para biarawan, biarawati, menjadi

    seorang bhikkhusekalipun, mereka masih harus bersosialdan tetap sebagai makhluk sosial. Kehidupan monastiktidak terpisah dari sifat sebagai makhluk sosial. Biarbagaimanapun juga, seorang bhikkhu adalah makhluksosial. Timbal balik yang menjadi peran makhluk sosialtidak bisa ditinggalkan, sekalipun seorang bhikkhu tinggaldi sebuah hutan yang jauh dari lingkungan masyarakat.

    Para bhikkhu pun juga tidak bisa hidup mandiri secaratotal di dalam hutan, karena untuk mendapatkan dermamakanan, seorang bhikkhu mesti ke perkampungan untukmendapatkan derma makanan. Ini menunjukkan bahwakehidupan manusia, termasuk kehidupan bhikkhu tidakdapat terpisahkan dari hubungan dan ketergantungan

    satu sama lain. Dengan memahami sifat saling keterkaitandan saling memengaruhi satu sama lain ini, ajaran Buddhatentang Hukum Sebab Musabab Yang Saling Keterkaitan( paṭ iccasamuppāda) dapat dipahami secara lebih mudah.

    Dalam buku yang berjudul Indian HistoricalQuartely , Gokhale mendefinisikan bahwa pergerakanmasyarakat Buddhis dipengaruhi oleh tiga tahap, yaitutahap isolasi (the phase of isolation), tahap pergaulan(the phase of association), dan tahap transformasi (the phase of transformation). Menurut Gokhale, pergerakanmasyarakat Buddhis pada tahap pergaulan itu termasukpada terbentuknya komunitas para bhikkhu (saṅ gha) danpergaulannya serta hubungan dengan orang-orang luar

    yang merupakan masyarakat umat awam. Berdasarkanpendapatnya, mengapa Buddha menolak lima usulan

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    21/152

    Pergaulan Buddhis 5

    Bhikkhu Devadatta karena didasarkan bahwa usulan-usulan tersebut akan membuat Saṅgha menjadi terisolasiatau terasingkan dari urusan yang menyangkut hal-hal

    duniawi.3

     Lima usulan Bhikkhu Devadatta itu antara lain:

    a. Bhikkhu seumur hidupnya harus tinggal di hutan.

    b. Bhikkhu seumur hidupnya harus mencari makanannyahanya dengan berpiṇḍapāta.

    c. Bhikkhu seumur hidupnya harus menggunakan jubahdari kain usang.

    d. Bhikkhu seumur hidupnya harus tinggal di bawahpohon.

    e. Bhikkhu seumur hidupnya harus tidak makan dagingatau ikan.4 

    Dari lima pernyataan yang diajukan oleh BhikkhuDevadatta bersama rekan-rekannya pada kenyataannyaditolak oleh Buddha. Di sini, Buddha memberikankebebasan bagi mereka yang menginginkan praktikdemikian dipersilakan untuk mempraktikkannya, namunbagi mereka yang tidak ingin, biarkan mereka berjalansebagaimana biasanya. Buddha juga memberikan izin

    bagi muridnya untuk tinggal di bawah pohon, tetapihanya selama delapan bulan. Mengenai makan daging,Buddha memberikan izin, dengan catatan tidak melihat,mendengar, atau menaruh curiga makhluk itu dibunuh

    3 Indr, B, Siddhi. 1979. The Social Philosophy of Buddhism. Bangkok: Mahamakut BuddhistUniversity. (Hlm. 12-13)

    4 Horner, I.B. 1949. The Book of the Discipline(Vol. I). London: Pāli Text Society. (Hlm.297)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    22/152

    6 Pergaulan Buddhis

    untuknya.5 

    Buddha mengizinkan mereka yang memang mauhidup di hutan, tetapi bukanlah suatu keharusan. Meskipun

    ini dipraktikkan, seorang bhikkhu pun tetap masihbergantung pada penduduk masyarakat, utamanya dalampemenuhan empat kebutuhan pokok. Selain itu, sekalipunseorang bhikkhu menyatakan diri hidup di dalam hutan,bukan berarti bebas dari perkumpulan bhikkhu lainnya.Mereka pun harus berkumpul pada waktu-waktu tertentu

    kepada para bhikkhu lainnya, khususnya dalam hal-halyang berkaitan dengan tata aturan kehidupan monastik.Di samping itu, seorang bhikkhu juga memerlukanteman sesama bhikkhu ataupun guru yang mampumembimbingnya dalam pelatihan, sehingga kehidupansebagai bhikkhu hutan pun tidaklah bebas dengan sesukahati hanya untuk penyendirian yang melarikan diri dari

    kehidupan sosial. Kebergantungan terhadap yang lainmasih diperlukan. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan dariagama Buddha memang masih erat kaitannya denganpergaulan dan hubungan masyarakat secara luas. Di manahubungan antara sesama bhikkhu atau bhikkhu denganumat awam masih berjalan sebagai makhluk sosial.

    Walaupun demikian, ada beberapa cendekiawanyangmemberikan interpretasi kontras dengan kenyataanya.Interpretasi tersebut yang kadang-kadang membuatpenilaian masyarakat bahwa agama Buddha adalahagama yang egois, yang melarikan diri dari dunia, danagama antisosial. Seperti dalam sebuah buku yang

    5 Ibid. (Hlm. 298)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    23/152

    Pergaulan Buddhis 7

    berjudul The Religion of India yang ditulis oleh Max Webermengungkapkan bahwa, “Keselamatan adalah tindakanperorangan secara mutlak dari individu yang tergantung

    pada dirinya sendiri. Tidak seorang pun dan komunitassosial yang mampu menolongnya. Karakter anti sosialkhusus dari mistis yang murni adalah yang ditekankandi sini.”6  Selain itu, ketika Heinz Bechert memberikankata pengantar di dalam buku The World of Buddhism juga memberikan argumen bahwa, “Ajaran Buddhadiperuntukkan oleh semua umat manusia, tetapi maksud

    aslinya bukan berbentuk kehidupan dunia, melainkanuntuk ajaran pembebasan yang melepaskan dunia.”7 

    Pada kenyataannya, penyataan tersebut bertolakberlakang dengan apa yang dinyatakan Jayatilleke. Dalam Aspects of Buddhist Social Philosophy , K. N. Jayatillekemengatakan, “Buddha tidak mengatakan bahwa

    kehidupan kontemplatif (vita contemplativa) yang tinggalterpisah dari aktivitas sosial adalah esensial, bahkanuntuk mencapai tujuan Nibbāna dalam kehidupan itusendiri, meskipun tidak ada keraguan bahwa kehidupankontemplatif menganjurkan maksud lebih baik kesempatanyang menyediakan individu. Kehidupan kontemplatifsebagai biarawan Buddhis tidak sama dengan petapayang mengundurkan diri dari dunia. Dia tinggal jauh darimasyarakat, namun kehidupan monastik sebagai bhikkhumemberikan teladan, tuntunan moral, dan ajaran spiritual

    6 Weber, Max. 2000. The Religions of India: The Sociology of Hinduism and Buddhism .New Delhi: Munshiram Manoharlal. (Hlm. 213)

    7 Heinz dan Richard Gombrich (editor). 1984. The World of Buddhism. London: Thamesand Hudson Ltd. (Hlm. 7)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    24/152

    8 Pergaulan Buddhis

    kepada umat awam di dalam masyarakat.”8 

    Sebuah argumen yang sama juga diberikan oleh PeterHarvey dalam buku  An Introduction To Buddhist Ethics 

    bahwa seorang bhikkhu juga bertindak sebagai ‘temanyang baik’ untuk umat perumah tangga melalui teladan,ajaran, nasihat informal, melakukan pemberkahan untukmereka, dan menjadi ladang untuk menanam kebajikanbagi mereka.9 

    Pernyataan tersebut tentunya dibuat bukan karena

    spekulasi sendiri yang tidak berdasar pada ajaran Buddha,tetapi itu dibuat dengan asas pertimbangan dengan melihatapa yang dikatakan Buddha pada kesempatan yang lain.Dalam Itivuttaka dikatakan bahwa kehidupan bhikkhu tidaklepas dari umat perumah tangga yang sangat membantu,utamanya dalam pemenuhan empat kebutuhan pokok.Demikian pula kehidupan bhikkhu juga banyak membantuumat perumah tangga untuk mengajarkan Dhamma. Yangperlu ditekankan adalah Buddha mengatakan bahwakehidupan suci ini dijalani secara saling menopang,dengan tujuan untuk menyeberangi banjir, dan mengakhiripenderitaan sepenuhnya.10  Sehingga dapat dikatakanbahwa hubungan antara bhikkhu dengan umat perumah

    tangga saling memberikan kontribusi dalam prosesmengakhiri penderitaan dan tujuan Nibbāna bukan berartimelarikan diri dari pergaulan sosial.

    8 Jayatilleke, K. N. 2008. Aspects of Buddhist Social Philosophy .Kandy: Buddhist PublicationSociety. (Hlm. 11-12)

    9 Harvey, Peter. 2000. An Introduction To Buddhist Ethics: Foundations, Values and Issues. Cambridge: Cambridge University Press. (Hlm. 97)

    10 Hartley Moore, Justin.1908. Sayings of Buddha the Itivuttaka: A Pāli Work of the BuddhistCanon. New York:The Columbia University Press. (Hlm. 125)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    25/152

    Pergaulan Buddhis 9

    Peran para bhikkhu sekarang ini, selain praktisiDhamma sebagai petapa, juga berfungsi sebagai penjagamoral dan nilai spiritual masyarakat; menjadi pemimpin

    spiritual, penasihat spiritual, pendidik masyarakat dalamkehidupannya. Awal dari misionaris Buddhis terlihat ketikaBuddha mengutus para bhikkhu untuk membabarkanDhamma demi kesejahteraan dan kebahagiaan semuamakhluk atas dasar belas kasih kepada dunia untukpara dewa dan manusia.11  Namun, selain membabarkanDhamma, para bhikkhu juga mesti melatih diri untuk dapat

    mengembangkan kebijaksanaan, karena seseorang tidakakan mungkin dapat menolong orang lain yang terjeratlumpur sementara dirinya sendiri juga dalam kondisi yangsama terjerat lumpur.12 

    Di sisi yang lain, dalam Sigālovāda Sutta dijelaskanbahwa hubungan bhikkhu dengan umat awam berbasis

    timbal balik. Hubungan yang bersifat mutualisme dapatdiketahui di sini. Sebagai umat awam memperlakukanbhikkhu dengan perilaku yang baik, perkataan yangbaik, pikiran yang baik, membuka pintu rumah untukmereka, dan menunjang kebutuhan hidup mereka. Disisi lain, seorang bhikkhu juga menunjukkan belas kasihkepada mereka dengan mencegahnya berbuat jahat,mendorongnya berbuat baik, memiliki kasih sayangterhadapnya, mengajarkannya apa yang belum pernahdidengar, menjelaskannya apa yang pernah didengar,

    11 Bodhi, Bhikkhu. 2000. The Connected Discourses of the Buddha: A Translation of theSaṁ yutta Nik ā ya. Boston: Wisdom Publications.(Hlm. 198)

    12 Ñāṇamoli, Bhikkhu, dan Bodhi, Bhikkhu. 2009. The Middle Length Discourses of the

    Buddha: A Translation of the Majjhima Nik ā ya. Boston: Wisdom Publications. (Hlm.130)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    26/152

    10 Pergaulan Buddhis

    menunjukkannya jalan ke alam bahagia.13 Maka dari itu,kehidupan bhikkhu dan umat awam saling bergantungdan menopang.

    Dengan merujuk penyataan Buddha kepada Ānanda,keseluruhan dari kehidupan suci adalah pertemanan yangbaik, kawan-kawan yang baik, persahabatan yang baik.Karena dari teman, kawan, dan sahabat yang baik, seseorangakan dapat melangkah untuk mempraktikkan Jalan MuliaBerunsur Delapan.14 Dalam buku yang berjudul Buddhist

    Ethics, Saddhatissa memberikan pandangan bahwabergaul dengan orang bijak dan bermoral baik secarakonstan adalah yang dimaksud sebagai perkembanganmenuju Nibbāna.15 Meskipun ini hanyalah suatu pendapat,namun kalau dilihat dari kontribusi dari pergaulan Buddhis,pergaulan adalah landasan untuk melangkah menujutujuan akhir pembebasan yang bermula dari sumbangsih

    teman pergaulan. (Lihat Bab VI).Memiliki teman yang baik merupakan suatu

    kebutuhan setiap insan untuk mengembangkan potensibaik yang telah ada maupun yang belum ada. Temanyang baik diperlukan untuk meraih kesuksesan materialdan juga spiritual. Sebagian besar orang-orang sukses

    dalam material karena mereka bergaul dengan teman-teman yang dapat bersumbangsih untuk menjadi sukses.Demikian pula kesuksesan dalam pencapaian spiritual,

    13 Walshe, Maurice. 1995. The Long Discourses of the Buddha: A Translation of the D ī  ghaNik ā ya. Boston: Wisdom Publications. (Hlm. 468)

    14 Bodhi, Bhikkhu. 2000. The Connected Discourses of the Buddha: A Translation of theSaṁ yutta Nik ā ya. Boston: Wisdom Publications. (Hlm. 180)

    15 Saddhatissa, Hammalawa. 1987. Buddhist Ethics: The Path to Nirvana. London: WisdomPublications. (Hlm. 155)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    27/152

    Pergaulan Buddhis 11

    teman yang baik merupakan salah satu faktornya. Olehkarena itu, dalam latihan pengembangan spiritual meditasi,teman yang baik berfungsi sebagai faktor ekternal dalam

    persiapan latihan meditasi.16

     Memang benar bahwa tujuan pembebasan Nibbāna

    direalisasi secara individu, namun secara sosial, kehidupanumat Buddha tidaklah stagnan pada sikap individualisyang hanya menekankan kepentingan pribadi. Di dalamkehidupan bermasyarakat, umat Buddha masih harus

    bersosial, bergaul, dan berinteraksi satu sama lain.Secara fundamental, agama Buddha mengajarkan

    tentang Sebab Musabab Yang Saling Keterkaitan. Prinsipkausalitas ini memberikan arti bahwa kehidupan tidaklepas dari hubungan, kerja sama, dan saling memengaruhisatu sama lain. Para pengikut ajaran Buddha, baik sebagaiumat awam maupun bhikkhu tetaplah merupakan makhluksosial. Namun seringkali agama Buddha disalahartikansebagai agama yang terlepas dari sifat dunia, termasukmencoba melepaskan diri dari pergaulan sosial. Adabeberapa pandangan yang menganggap bahwa agamaBuddha hanya bersangkut-paut dengan pembebasanpribadi melalui kehidupan spiritual, yang basis ajarannya

    tidak memiliki doktrin yang menggarap tentang kehidupanduniawi, dan yang dapat dilakukan hanyalah melepaskandiri dari keterlibatan duniawi dengan menjalankankehidupan monastik dan pengasingan diri.

    Agama Buddha seharusnya tidak dipandang demikian.

    16 Shaw, Sarah. 2006. Buddhist Meditation: An Anthology of Texts from the Pāli Canon. New York: Routledge.(Hlm. 28-31)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    28/152

    12 Pergaulan Buddhis

    Dalam khotbahnya kepada para bhikkhu atau umatperumah tangga, Buddha selalu menunjukkan bahwapergaulan dengan orang-orang yang tepat adalah dasar

    dalam membentuk kepribadian yang baik. Dari dasarinilah, interaksi sosial dapat diarahkan dalam perealisasiandari tujuan ajaran Buddha. Memang adakala seseorangharus berlatih mengembangkan kebijaksanaan dalampengasingan, tetapi ada saat-saat seseorang juga harusbergaul, berkumpul, dan saling berinteraksi dengan yanglainnya.

    Buddha telah menunjukkan bagaimana panduanpraktis kepada para pengikutnya untuk senantiasa bergaul,berteman, dan bersahabat dengan orang-orang yangtepat, yang dapat membawa manfaat, utamanya dalamaspek pertumbuhan batin yang pada akhirnya berperansebagai pengondisi untuk menempuh jalan menuju

    pembebasan, Nibbāna.

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    29/152

    Pergaulan Buddhis 13

    BAB II

    ParadigmaPergaulan

    BuddhisAjaran Buddha seharusnya tidak boleh diartikan

    sebagai ajaran yang hanya khusus diperuntukkan parabhikkhu dan bhikkhuni belaka. Struktur keagamaan

    yang dibentuk dalam agama Buddha terdiri dari empatkelompok (catt āro parisā), yaitu biarawan (bhikkhu),biarawati (bhikkhuni), umat awam laki-laki (upāsaka), danumat awam perempuan (upāsik ā).17 Mereka semua sama-sama berjuang untuk merealisasi tujuan akhir pembebasan(nibbāna). Dalam proses menujunya, seseorang harushidup bersama dengan segala bentuk sifat kehidupan,termasuk harus hidup dengan orang lain yang sama-samamemberikan sumbangsih dalam menempuh jalan menujuperealisasian tujuan tersebut. Oleh karena itu, relevansimanusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkandengan proses menempuh jalan untuk merealisasi tujuan

    17 Bodhi, Bhikkhu. 2012. The Numerical Discourses of the Buddha: A Translation of the Aṅ guttara Nik ā ya. Boston: Wisdom Publication.(Hlm. 513)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    30/152

    14 Pergaulan Buddhis

    pembebasan. Dapat pula dikatakan bahwa cita-cita menujuNibbāna tidak menyampingkan aktivitas sosial yang baik.

    Terbentuknya komunitas Saṅgha yang dipimpin

    oleh Buddha juga bermaksud agar para bhikkhu hidupbersama, berdampingan secara rukun, dan sama-samamenjalani kehidupan suci yang tidak lepas dari hubunganserta sumbangsih satu sama lain. Perkumpulan komunitasbhikkhu yang membentuk pergaulan yang baik adalahkontribusi positif untuk mewujudkan perealisasian tujuan

    pembebasan. Oleh karena itu, entah sebagai umat perumahtangga maupun sebagai bhikkhu, kita semua memerlukanpergaulan yang mampu memberikan kontribusi positif didalam menapaki jalan spiritual Buddhis.

    a. Definisi Pergaulan

    Pergaulan merupakan aktivitas sosial yang membentuk

    suatu hubungan. Teman, kawan, atau sahabat merupakanobjek dari aktivitas sosial yang berlangsung. Terjadinyahubungan yang erat membentuk suatu pergaulan. Disana, antar kawan, teman, ataupun sahabat dapat salingmemberikan dorongan dan pengaruh satu sama lain.

    Secara harafiah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

    pergaulan berasal dari kata dasar “gaul” yang berarticampur. Pergaulan adalah perihal bergaul; kehidupanbermasyarakat. Bergaul sendiri adalah hidup bertemanatau bersahabat.18  Sedangkan dalam literatur agamaBuddha, ada beberapa kata Pāli yang merujuk pada artipergaulan. Kata-kata yang sepadan dengan pergaulan

    18 Sugono, Dendy (pemimpin redaksi).2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat BahasaEdisi Keempat .Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. (Hlm.421).

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    31/152

    Pergaulan Buddhis 15

    antara lain: (nt.)sevana; bhajana; payirupāsana. (m.)saṃsagga; santhava; saṅ gama; saṃsada. (f.) sabhā ; samiti.saṅ gama; saṁsada. samā j ā yatta.19  Sementara kata-kata

    yang sepadan dengan kata teman antara lain: (n.) Mitta;sakha; sahā ya; suhada, (m.) samma.20

    Secara garis besarnya, ada beberapa tindakan yangmerupakan manifestasi dari sikap bergaul. Tindakan-tindakan tersebut yaitu menghampiri atau mendekati(upasaṅkamana), bersahabat akrab ( payirupāsana),

    menyukai (sampiya), setia terhadapnya (bhatti),bertukar pikiran dan pandangan (sandiṭṭ ha), bertinggalserta bersantap bersama (sambhatta), meneladani(diṭṭ hanugati).21 Dari semua manisfestasi definisi pergaulan,mengambil teladan adalah hal yang paling penting.

    b. Signifikansi Pergaulan

    Dunia masyarakat modern yang memberikan kebebasanserta keleluasaan seseorang dalam bergaul, seringkalidisalahgunakan dalam bentuk pergaulan yang tidak baik.Kebebasan dalam bergaul di luar batas susilaadalah halyang sudah umum dijumpai di dalam kehidupan sekarangini. Merosotnya moral manusia modern tidak lain karena

    berawal dari pergaulan yang kurang baik. Mengingat halini terjadi di masyarakat, sangat penting untuk dimengertidan dipahami bahwa seseorang hendaknya memiliki temandan sahabat dalam suatu pergaulan yang baik. Pergaulanyang baik berarti sebuah pergaulan yang terdapat banyak

    19 Buddhadatta.1989.English-Pāli Dictionary .Delhi:Mortilal Banarsidass. (Hlm.29)

    20 Ibid. (Hlm. 213)21 Sañjivaputta, Jan.1991.Maṅ gala Berkah Utama.Lembaga Pelestari Dhamma. (Hlm. 7)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    32/152

    16 Pergaulan Buddhis

    teman yang mendukung dan saling memengaruhi kedalam perkembangan yang lebih baik. Pergaulan baikdapat mendukung dalam kemajuan pola pikir serta

    kemajuan lainnya. Melalui teman atau sahabat yang baik,seseorang akan dapat mencoba mendewasakan pola pikiryang mengarah pada kebijaksanaan.

    Signifikansi dari pergaulan adalah sebagai langkahawal untuk bersandar dalam menemukan inspirasi,gagasan, pandangan, karakter, pengertian, dan motivasi.

    Salah satu faktor yang menentukan karakter seseorangadalah pergaulan. Seperti apa pergaulan yang dimilikiseseorang, itu akan memberikan gambaran kualitas hidupseseorang. Kualitas hidup seseorang sangat bergantungpada kualitas hubungan seseorang dengan orang-orangdi sekitarnya. Sebagaimana dalam Itivuttaka dikatakanbahwa orang macam apa yang dijadikannya teman, siapa

    yang diajaknya bergaul, kualitasnya akan menjadi samaseperti temannya tersebut.22 

    Di sisi yang lain, Buddha juga memberikan penegasanbahwa Beliau sendiri tidak melihat satu hal sekalipun(ekadhamma) yang membantu memunculkan hal-halbaik(kusaladhamma) yang belum muncul menjadi muncul

    dan hal-hal buruk(akusaladhamma) yang telahmunculmenjadi berkurang selain dari pertemanan yang baik(kaly āṇamittat ā). Tetapi secara kontras, pergaulan denganteman-teman yang buruk memberikan dampak yangsebaliknya. Apabila bergaul dengan teman-teman yangburuk, hal-hal buruk yang belum muncul akan menjadi

    22 Hartley Moore, Justin.1908. Sayings of Buddha the Itivuttaka: A Pāli Work of the BuddhistCanon. New York:The Columbia University Press. (Hlm. 87)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    33/152

    Pergaulan Buddhis 17

    muncul, dan hal-hal baik yang sudah muncul akan menjadiberkurang. Pernyataan tersebut kembali dipertegas bahwadi antara faktor-faktor eksternal, Buddha sendiri tidak

    melihat satu pun faktor yang mengarah pada bahayayang begitu besar selain dari pertemanan yang buruk.Demikian juga tidak satu pun faktor yang mengarah padamanfaat besar selain dari pertemanan yang baik.23 

    Jika kembali pada kitab Itivuttaka, dapat diketahuibahwa Buddha memberikan nasihat untuk tidak mengikuti

    orang yang tidak baik, hal ini dikarenakan bergaul denganorang-orang yang tidak baik akan membawa seseorangke alam Neraka. Namun, Buddha juga memberikan saranuntuk senantiasa bergaul dengan orang yang mulia, karenadengan pergaulan ini akan membawa seseorang ke alambahagia.24 Ini dapat diartikan bahwa dengan pergaulan yangbaik akan mendorong seseorang untuk berpikir, berucap,

    dan bertindak baik, sehingga akan menjadi suatu kondisidi mana seseorang akan menjadi bahagia di kehidupanini maupun di kehidupan selanjutnya. Sebaliknya, apabilaseseorang berada dalam posisi pergaulan yang tidak baik,ini akan menyebabkannya untuk melakukan hal-hal yangtidak baik, sehingga muara dari perbuatan-perbuatanyang tidak baik ini adalah penderitaan, baik di kehidupansekarang ini maupun di kehidupan selanjutnya.

    Sebuah kisah yang dimuat dalam cerita Mahā SutasomaJātaka juga memberikan inspirasi bahwa persahabatanyang baik adalah amat penting. Dikatakan bahwa tidak

    23 Bodhi, Bhikkhu. 2012. The Numerical Discourses of the Buddha: A Translation of the Aṅ guttara Nik ā ya. Boston: Wisdom Publication. (Hlm. 101-104)

    24 Hartley Moore, Justin.1908. Sayings of Buddha the Itivuttaka: A Pāli Work of the BuddhistCanon. New York:The Columbia University Press. (Hlm. 87)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    34/152

    18 Pergaulan Buddhis

    ada hal lain yang lebih baik daripada bersahabat denganseorang teman yang baik, dan juga tidak ada hal lain yanglebih buruk daripada bersahabat dengan seorang teman

    yang buruk.25

     Maka dari itu, seseorang yang mengetahuisemestinya berteman dengan orang-orang yang bijaksana,dengan orang-orang demikian, orang bijaksana dapatmempelajari pengetahuan, sehinggasemakin hari akandapat bertumbuh semakin baik.26 

    c. Macam Pergaulan

    Secara umum, pergaulan dapat diklasifikasikanmenjadi dua macam, yaitu pergaulan yang baik danpergaulan yang tidak baik. Pergaulan yang baik adalahpergaulan di mana banyak teman yang selalu mendukungpada pertumbuhan hal-hal yang positif, yang bersifatmutualisme. Aṅguttara Nikāya menyebutkan apa yang

    disebut pertemanan yang baik. Dikatakan bahwa di desaatau di kota mana pun seseorang tinggal, ia berteman,bercakap-cakap, dan terlibat dalam diskusi dengan paraperumah tangga dan putra-putranya, baik muda ataupuntua, yang penuh dengan keyakinan, tingkah laku yangbermoral, dermawan, bijaksana. Ia bercakap-cakap denganmereka dan berdiskusi dengan mereka, ia meniru mereka

    sehubungan dengan pencapaian mereka dalam halkeyakinan, kemoralan, kedermawanan, dan kebijaksanaan,ini yang disebut pertemanan yang baik.27 

    25 Cowell, E. B. (editor). 1973. The J ātaka: or Stories of Buddha’s Former Births (Vol.V).Cambridge: The Cambridge University Press.(Hlm. 277)

    26 Ibid. (Hlm. 264)

    27 Bodhi, Bhikkhu. 2012. The Numerical Discourses of the Buddha: A Translation of the Aṅ guttara Nik ā ya. Boston: Wisdom Publication.(Hlm. 1194)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    35/152

    Pergaulan Buddhis 19

    Sedangkan pergaulan yang tidak baik adalah pergaulandi mana banyak teman yang menjadi penghambat dalamkemajuan hal-hal yang positif, tetapi malah membuat hal-

    hal negatif menjadi berkembang. Seorang figur temanatau sahabat yang merupakan media pergaulan sangatpenting untuk dipertimbangkan, karena kepada siapapunseseorang bergaul adalah manifestasi dari terbentuknyakarakter seseorang.Oleh karena itu, seseorang perluselektif dan pandai dalam menempatkan diri di dalampergaulan yang baik.

    Selektif dalam memilih pergaulan tidak bisa dipandangsecara sepintas atau dengan penilaian di waktu itu juga, tetapiperlu melalui proses untuk dapat mengetahui watak dankarakter sesungguhnya dari orang yang hendak dijadikanteman pergaulan. Sebagai solusinya, Aṅguttara Nikāyamemberikan cara yang dapat digunakan untuk menilai

    watak seseorang. Keluhuran orang yang bijaksana dapatdiketahui setelah lama tinggal dengannya. Integritasnyadapat diketahui setelah banyak berurusan dengannya.Ketegarannya dapat diketahui dengan mengamati ketikadalam menghadapi masalah. Kebijaksanaannya dapatdiketahui dengan segi pembicaraan dalam kurun waktuyang cukup lama.28 Dengan cara itu, seseorang tidak akanmemandang secara sepintas tentang watak dan karakterorang lain.

    d. Tiga Jenis Orang

    Kaitannya dengan selektif dalam memilih pergaulan,

    28 Ibid. (Hlm. 563-566)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    36/152

    20 Pergaulan Buddhis

    Aṅguttara Nikāya29  menyebutkan bahwa ada tiga jenisorang yang terdapat dalam dunia ini. Berdasarkan rincianyang dibuat oleh Buddha, tiga jenis orang tersebut antara

    lain:  Orang yang tidak boleh dijadikan teman, tidak

    boleh diikuti, dan tidak boleh dilayani.

    Jenis orang ini adalah orang yang lebih rendah dalamhal perilaku moral, rendah dalam konsentrasi, dan rendahdalam kebijaksanaan daripada kita. Orang demikianlah

    yang hendaknya tidak diikuti sebagai tolok ukur atauteladan, tidak boleh di jadikan teman kecuali demi rasabelas kasihan dan simpati kita kepada mereka.

      Orang yang harus dijadikan teman, harus diikuti,

    dan harus dilayani.

    Jenis orang ini adalah ia yang setara dalam hal perilakumoral, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Orang yang sepertidemikian yang hendaknya diikuti. Alasannya adalah:

    - Karena setara dalam hal perilaku moral, maka ketikaseseorang berdiskusi tentang perilaku bermoral,diskusi tersebut dapat diikuti dengan lancar.

    - Karena setara dalam hal konsentrasi, maka ketikaseseorang berdiskusi tentang konsentrasi, diskusiitu akan berjalan dengan lancar.

    - Karena setara dalam hal kebijaksanaan, makaketika seseorang berdiskusi tentang kebijaksanaan,diskusi itu akan berjalan dengan lancar.

    29 Ibid.(Hlm. 220-223)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    37/152

    Pergaulan Buddhis 21

      Orang yang harus dijadikan teman, harus diikuti,

    dan harus dilayani dengan penghormatan dan

    penghargaan.

    Jenis orang ini adalah mereka yang lebih tinggi dari kitadalam hal perilaku moral, konsentrasi, dan kebijaksanaan.Orang ini seharusnya dijadikan teman, harus diikuti, harusdilayani dengan rasa hormat dan penghargaan. Alasannyaadalah untuk membantu menutup kekurangan seseorangdalam hal perilaku moral, konsentrasi, dan kebijaksanaan.Dengan adanya teman seperti ini, seseorang akanmudah untuk dapat menjadi lebih baik dalam hal moral,konsentrasi, dan kebijaksanaan.

    Di akhir khotbah tersebut, Buddha memberikanpesan bahwa seorang yang bergaul dengan orangrendah akan mengalami kemunduran;seorang yangbergaul dengan orang yang setara tidak akan mengalami

    kemunduran;dengan melayani seorang yang luhur, makaseseorang akan berkembang dengan mudah. Oleh karenaitu, Buddha sangat menitikberatkan untuk senantiasabergaul dengan orang yang akan memudahkan seseoranguntuk menutup kekurangan dengan mudah.

    Secara lebih lanjut, dalam pembahasan mengenai hal

    yang dipandang sebagai mengenggankan, di sutta ini juga mencatat bahwa ada tiga jenis orang di dunia. Tiga jenis itu, antara lain:

      Orang yang harus dilihat dengan keenganan, tidak

    boleh dijadikan teman, tidak boleh diikuti, dan

    tidak boleh dilayani.

    Jenis orang ini adalah mereka yang tidak bermoral,

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    38/152

    22 Pergaulan Buddhis

    berkarakter buruk, tidak murni, mencurigakan,merahasiakan perbuatannya, bukan seorang petapawalaupun mengaku sebagai petapa, tidak hidup

    selibat walaupun mengaku hidup selibat, busukbatinnya, jahat, dan rusak. Buddha memberikanpenegasan untuk tidak menjadikan mereka sebagaiteman karena ini akan membawa nama buruk. Di sini,Buddha memberikan analogi tentang seekor ular yangmenyeberangi kotoran tinja. Meskipun ular tersebuttidak mengginggit ataupun memakannya, tetapi tetap

    saja, tubuhnya akan berlumuran tinja. Demikian puladengan orang yang bergaul dengan jenis orang ini,nama buruk akan tersebar meskipun seseorang tidakmengikuti teladan mereka.

      Orang yang harus dilihat dengan keseimbangan,

    tidak boleh dijadikan teman, tidak boleh diikuti,

    dan tidak boleh dilayani.

    Orang jenis ini adalah mereka yang mudahmarahdan mudah gusar. Bahkan jika merekadiberikan masukan dalam bentuk kritik, maka merekaakankehilangan kesabarannya, menjadi jengkel,

    melawan, dan keraskepala; ia memperlihatkankemarahan, kebencian, dan kekesalan.Seperti halnyasebuah luka bernanah, apabila ditusuk dengan sebuahtongkat, akan mengeluarkan lebih banyak cairanlagi,demikian pula dengan orang yang mudah marahdan mudah gusar. Seperti halnya sebuah lubang kotoranyang apabila ditusukdengan tongkat, akan menjadi

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    39/152

    Pergaulan Buddhis 23

    berbau lebihbusuk, demikian pula, seseorang di sinimudah marah dan mudah gusar yang memperlihatkankemarahan, kebencian, dan kekesalan ketika diberikan

    masukan. Alasannya adalah ia akan menghina kita,memaki kita, atau membahayakan kita.

      Orang yang harus dijadikan teman, harus diikuti,

    dan harus dilayani.

    Orang jenis ini adalah mereka yang bermoral danberkarakter baik. Alasan mengapa seseorang perlu

    menjadikannya sebagai teman adalah karena bersamamereka seseorang akan mendapatkan nama baik.Meskipun seseorang tidak mengambil teladan darinya,nama baik akan diperolehnya.

    Hal yang sama juga dikatakan dalam Itivuttakabahwa dengan mengikuti bhikkhu yang baik dalam

    hal moral, konsentrasi, kebijaksanaan, pelepasan,pengetahuan, dan juga merupakan penasihat, pengajar,menjadi teladan, mampu memberikan motivasi daninspirasi, juga sebagai guru yang berkompeten, denganbergaul dengan mereka serta melayani mereka, unsurmoral, konsentrasi, kebijaksanaan, serta pengetahuanyang tadinya belum lengkap menjadi lengkap dan

    berkembang.30

    30 Hartley Moore, Justin.1908. Sayings of Buddha the Itivuttaka: A Pāli Work of the BuddhistCanon. New York:The Columbia University Press. (Hlm. 122)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    40/152

    24 Pergaulan Buddhis

    BAB III

    PetuahPergaulan

    Buddhis

    Tentang bagaimana memilih pergaulan, Buddhamemberikan penegasan untuk tidak bergaul dengan orangyang tidak baik dan senantiasa bergaul dengan orang yangbaik. Ada orang yang hendaknya tidak didekati dan ada juga orang yang seyogianya didekati. Aṅguttara Nikāyamemberikan gambaran tentang bagaimana cara seseorangdapat melihat kualitas pergaulan tersebut. Seseoranghendaknya merenungkan, jika seseorang bergaul denganorang tersebut, kualitas-kualitas buruk bertambah dan

    kualitas-kualitas baik malah berkurang, maka hendaknyaseseorang tidak mendekati orang yang demikian. 31Tetapiketika bergaul dengan seseorang, kualitas-kualitas baikbertambah dan kualitas-kualitas buruk berkurang, makahendaknya seseorang mendekati orang yang demikian.Oleh karena itu, binalah hubungan dengan orang yang

    31 Bodhi, Bhikkhu. 2012. The Numerical Discourses of the Buddha: A Translation of the Aṅ guttara Nik ā ya. Boston: Wisdom Publication. (Hlm. 1407)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    41/152

    Pergaulan Buddhis 25

    baik, jangan membina hubungan dengan orang-orangyang tidak baik, maka kedamaian akan mendatangimu.32 

    Maṅgala Sutta33  menunjukkan bahwa tidak bergaul

    dengan orang-orang dungu, bergaul dengan orang-orang yang bijaksana, menghormat mereka yang patutmenerima penghormatan merupakan berkah utama(maṅ gala).

    Untuk melihat lebih lanjut lagi, Dhammapadamengungkap sebuah pesan yang disampaikan Buddha

    tentang bagaimana pergaulan yang ideal. Buddhamengatakan, “Seseorang seharusnya tidak bergaul denganorang jahat atauorang yang keji. Seseorang seharusnyamengembangkan pertemanan dengan teman yang baikdan bergaul dengan orang-orang yang mulia”.34 

    Sehingga dapat dikatakan bahwa petuah atau nasihat

    mengenai pergaulan Buddhis yaitu:A) Tidak bergaul dengan orang yang tidak sesuai

    1. Tidak bergaul dengan orang yang dungu

    2. Tidak bergaul dengan Orang yang tidak pantasdijadikan teman pergaulan

    B) Bergaul dengan orang yang sesuai

    1. Bergaul dengan orang yang bijak

    32 Cowell, E. B. (editor). 1973. The J ātaka: or Stories of Buddha’s Former Births  (Vol.V).Cambridge: The Cambridge University Press.(Hlm. 264)

    33 Ñānamoli, Bhikkhu.1978. The Minor Readings (Khuddakapāṭ ha). London: The Pāli TextSociety. (Hlm.3) atau Maha Maṅgala Sutta -Jayawickrama, N. A. 2001. Suttanipāta: Textand Translation. Sri Lanka: Post-graduate Institute of Pali & Buddhist Studies Universityof Kelaniya. (Hlm. 104)

    34 Kalupahana, David J. 2008. A Path of Morals: Dhammapada. Sri Lanka: Buddhist CulturalCentre. (Hlm. 117)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    42/152

    26 Pergaulan Buddhis

    2. Bergaul dengan Orang yang pantas dijadikanteman pergaulan

    A ) Tidak Bergaul dengan Orang yang TidakSesuai

    Bergaul dengan orang-orang yang tidak baik niscayamembawa pengaruh negatif bagi seseorang. Dampaknegatif dari pergaulan yang salah dapat berupa hilangnyakesadaran moral bagi setiap manusia. Salah satu upayauntuk menghindarkan dan menyelamatkan diri dari

    merosotnya moral serta pola pikir yang tidak baik adalahdengan menghindari pergaulan yang tidak baik. Dengankata lain, menghindari bergaul dekat, berteman dekat,atau bersahabat dekat dengan orang-orang yang tidakbaik, yang mana orang-orang tersebut memiliki moralburuk, pemikiran buruk, serta pandangan buruk.

    Alasan seseorang perlu menghindari bergaul dekatdengan orang-orang yang buruk, karena bergaul denganorang-orang yang buruk akan menjadikan seseorangterlibat dalam hal buruk pula. Sebagaimana sebuahcermin kaca selalu memantulkan gambar yang sama dariwujud yang aslinya, demikian pula gambar yang diperolehdengan pergaulan yang buruk akan membawa hal yang

    buruk pula. Dalam pergaulan yang tidak baik inilah yangmembawa bibit-bibit serta peluang untuk melakukan halyang sama.

    Pergaulan yang tidak baikhendaknya dihindarkan. Risikonama baik akan mudah lenyap, berbalik arah menjadi tidakbaik, ketika seseorang sedang terkontaminasi dampak

    perilaku buruk dari teman yang tidak baik. Seseorang bisa

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    43/152

    Pergaulan Buddhis 27

    saja terkena dampak negatif yang dilakukan temannya.Walaupun seseorang tidak terlibat dalam perbuatanburuk itu, nama buruk akan menimpanya. Sebagaimana

    yang dikatakan Buddha dalam Itivuttaka bahwa jikaseseorang tidak melakukan kejahatan bergaul denganorang yang melakukan kejahatan, dia akan dicurigaimelakukan perbuatan yang buruk, dan sebagai akibatnyanama buruknya akan tersebar.35  Analogi yang lain jugadiilustrasikan sebagaimana seekor ular yang menyeberangikotoran tinja niscaya tubunya berlumuran tinja.36 

    Di lain sisi, bergaul dengan orang-orang yang buruk akanmenumbuhkan kecurigaan tentang dirinya. Hal ini tidakmenutup kemungkinan bahwa orang lain akan menaruhcuriga kepadanya ketika ia banyak bergaul dengan orangyang tidak baik. Dalam kehidupan luhur sebagai bhikkhuyang meninggalkan kehidupan rumah tangga juga akan

    menimbulkan kecurigaan dari teman-teman sekehidupanluhur sehubungan dengan pergaulannya dengan orang-orang yang buruk. Di dalam sebuah penjelasan dariSabbāsava Sutta, Majjhima Nikāya,37  tentang noda-nodayang harus ditinggalkan oleh seorang bhikkhu lewatpenghindaran, Buddha mencantumkan bergaul denganteman yang buruk sebagai hal yang hendaknya dihindari,karena akan menimbulkan kecurigaan dari teman-temansekehidupan luhur atas pergaulan itu. Selain itu, hal ini

    35 Hartley Moore, Justin.1908. Sayings of Buddha the Itivuttaka: A Pāli Work of the BuddhistCanon. New York:The Columbia University Press (Hlm.87)

    36 Bodhi, Bhikkhu. 2012. The Numerical Discourses of the Buddha: A Translation of the Aṅ guttara Nik ā ya. Boston: Wisdom Publication.(Hlm. 220-223)

    37 Ñāṇamoli, Bhikkhu, dan Bodhi, Bhikkhu. 2009. The Middle Length Discourses of the

    Buddha: A Translation of the Majjhima Nik ā ya. Boston: Wisdom Publications. (Hlm.95)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    44/152

    28 Pergaulan Buddhis

    akan menjadi perintang dalam merealisasi tujuan.

    Di lain kesempatan, Parabhava Sutta memberikansebuah ilustrasi menarik tentang kisah ketika Buddha

    ditanya oleh sesosok dewa mengenai hal-hal yang menjadipenyebab keruntuhan spiritual.38 Salah satu di antaranyaBuddha menyebutkan bahwa orang yang suka bertemandengan orang yang jahat, dan tidak menyukai bergauldengan orang yang baik, lebih menyetujui ajaran orangyang jahat, merupakan faktor yang menjadi penyebab

    keruntuhan spiritual. Orang bijak semestinya tidak bergauldengan orang yang pendendam, pemarah, penuh iri hati,gembira atas kemalangan yang menimpa orang lain;bergaul dengan orang yang buruk adalah kejahatan.39 Halini karena bersama mereka yang bersifat demikian akanmembawa seseorang untuk melakukan tindak kejahatanyang lebih lanjut sebagai wujud dari sifat buruk itu.

    Penghindaran pergaulan yang tidak baik sangatlahpenting untuk digarisbawahi. Buddha sendirimengilustrasikan bahwa pergaulan yang burukbagaikanseseorang yang mengikat ikan busuk denganbeberapa helai rumput kusa. Secara cepat atau lambat,rumput kusa tersebut pun akan menjadi berbau busuk

    pula. Sama halnya dengan orang yang bergaul denganorang dungu, tentu akan menjadi tidak jauh bedadengannya, sehingga sulit untuk maju. Tetapi sebaliknya,orang yang mengikuti yang bijaksana adalah seperti orangyang membungkus bubuk tagara dengan dedaunan,

    38 Jayawickrama, N. A. 2001. Suttanipāta: Text and Translation. Sri Lanka: Post-graduate

    Institute of Pali & Buddhist Studies University of Kelaniya. (Hlm. 44)39 Norman, K. R. 1969.The Elder Verses 1 Theragāthā.London: Pāli Text Society. (Hlm. 94)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    45/152

    Pergaulan Buddhis 29

    sehingga dengan demikian daun itu akan berbau harum.40 Entah dikehendaki atau tidak, kualitas pergaulan niscayamembawa peran yang dapat memengaruhi seseorang

    untuk menjadi serupa.Sebuah analogi lain yang menggambarkan tentang

    pentingnya teman bagi seseorang dapat terlihat ketikaBuddha mengatakan bahwa pengikut ataupun orangyang diikuti, yang berhubungan ataupun yang dihubungibagaikan anak panah berlapis racun yang mencemari

    sebuah pembungkusnya.41

      Analogi yang sama jugaterdapat dalam sebuah cerita yang dimuat dalam kitabJātaka. Diibaratkan dengan menaruh racun di sebuah anakpanah, tempatnya pun akan menjadi beracun. Demikianhalnya dengan orang bijak menjauhi diri dari kumpulanorang yang jahat yang dikarenakan takut dengan sentuhanyang bernoda. Apabila seseorang membungkus ikan

    busuk dengan rumput, maka rumput akan menjadi samabusuknya dengan ikan tersebut. Demikian juga orang-orang yang berteman dengan kumpulan orang-orangyang jahat, tidak menutup kemungkinan akan segeramenjadi jahat. Sebuah bubuk kemenyan yang dibungkusdengan daun, maka daun tersebut akan menjadi samaharumnya. Demikianlah mereka yang mengikuti orangbijak. Dengan perumpamaan ini, orang bijak seharusnyamengetahui untuk manfaat bagi dirinya sendiri, membuatdirinya menghindari bergaul dengan orang-orang yang jahat dan senantiasa berteman dengan orang yang baik,Karena Surga menanti orang yang baik, sedangkan orang

    40 Hartley Moore, Justin.1908. Sayings of Buddha the Itivuttaka: A Pāli Work of the Buddhist

    Canon. New York:The Columbia University Press (Hlm. 87)41 Ibid. (Hlm. 87)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    46/152

    30 Pergaulan Buddhis

    yang jahat akan berakhir di alam Neraka.42 

    Di dalam percakapan antara Buddha Kassapa denganpetapa Tissa tentang ‘bau busuk’, Buddha Kassapa

    mencantumkan menjalin hubungan dengan orang yang jahat yang merupakan salah satu yang disebut sebagaibau busuk.43  Dapat diketahui bersama bahwa, bergauldengan orang yang tidak bermoral dipandang sebagaibau busuk. Oleh karena itu, menghindari pergaulan buruk,dan beralih ke pergaulan yang baik adalah sangat dipuji

    oleh para Buddha, tidak hanya pada masa Buddha Gotamasaja, tetapi di zaman Buddha Kassapa juga demikian.

    Pergaulan buruk yang dimaksud adalah pergaulandengan orang-orang atau teman-teman yang berperilakuburuk, yang tidak bermoral, serta bodoh dalammempertimbangkan antara hal yang baik dengan halyang buruk. Ketidaktahuan dalam mempertimbangkanantara baik dan buruk adalah dasar yang mengawaliuntuk munculnya pengertian salah atau pandangan keliru.Sebagai akibatnya, hal buruk dianggap baik, karena dasardari penilaiannya adalah apa yang disukainya, bukankarena pengertian yang benar. Dengan kata lain, semuayang membuat senang, itulah yang dilakukan, itulah yang

    dianggapnya baik, tidak peduli pihak lain, yang pentingdiri sendiri senang.

    Umumnya mereka dan kita semua memandang bahwahal-hal yang dilarang oleh aturan moral malah sebagai

    42 Cowell, E. B. (editor). 1973. The J ātaka: or Stories of Buddha’s Former Births (Vol. IV).Cambridge: The Cambridge University Press. (Hlm. 270-271)

    43 Jayawickrama, N. A. 2001. Suttanipāta: Text and Translation. Sri Lanka: Post-graduateInstitute of Pali & Buddhist Studies University of Kelaniya. (Hlm. 96-97)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    47/152

    Pergaulan Buddhis 31

    yang menyenangkan, dan apa yang disebut perbuatanyang baik, bahkan sulit untuk dilakukan. Kadang-kadangkita malah beranggapan bahwa perbuatan baik malah

    merugikan - misalnya berdana. Sering kali perbuatanmemberi dianggapnya sebagai pemborosan. Contohlain adalah menjalankan sila. Seseorang yang tidakmemiliki pemahaman benar, praktik sila dianggap sebagaiperintang kebebasan, membuat orang menjadi semakinribet, menjadi tertekan, dan sebagainya. Karena dasarinilah seseorang malah menjauh dari pengertian benar,

    dan terjerumus dalam pandangan keliru. Pandangan keliruini yang membuat seseorang bertindak seenaknya yangmelampaui batas moral dan menolak perbuatan baik.Siapapun yang tidak berhati-hati, berpandangan keliru,menghina pesan yang menuntun pada kehidupan bermoraldari orang mulia, perbuatannya tersebut akan menuntun

    seseorang menghancurkan dirinya sendiri seperti pohonbuah di antara alang-alang bambu.44 Bagaikan kusir yangmeninggalkan jalan raya, sebuah jalan yang permukaannyarata, dan memasuki jalan yang permukaanya kasarmenjadi sedih dengan as roda yang patah. Demikian puladengan orang dungu yang meninggalkan Dhamma untukmengikuti jalan yang bertentangan dengan Dhamma,

    ketika ia terjatuh ke dalam lubang kematian terhempasbagaikan si kusir dengan as roda yang patah.45  Olehkarena itu, menghindari atau tidak bergaul dekat denganorang-orang yang tidak baik sangatlah diperlukan sebagai

    44 Kalupahana, David J. 2008. A Path of Morals: Dhammapada. Sri Lanka: Buddhist CulturalCentre. (Hlm. 138)

    45 Bodhi, Bhikkhu. 2000. The Connected Discourses of the Buddha: A Translation of theSaṁ yutta Nik ā ya. Boston: Wisdom Publications. (Hlm. 154)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    48/152

    32 Pergaulan Buddhis

    kunci agar tidak terjebak pada pandangan keliru. Denganmenghilangkan pandangan keliru dan beralih menjadipandangan benar adalah awal untuk menjalankan praktik

    Dhamma yang akan membawa pada pembebasan.

    1. Tidak Bergaul dengan Orang yang Dungu

    Salah satu bentuk sikap selektif dalam memilihpergaulan adalah dengan tidak bergaul dekat denganorang yang tidak baik, dungu, dan bukan teman yangsejati. Ada banyak bahaya yang diakibatkan dari pergaulan

    dengan orang yang tidak baik. Salah satu contoh klasik dizaman Buddha adalah pangeran Ajātasattu yang bergauldengan Devadatta. Karena salah dalam menempatkanpergaulan ini, pangeran Ajātasattu menjadi terhasut danberhasil membunuh ayahnya sendiri yang bernama rajaBimbisara. Di katakan bahwa jika pangeran Ajātasattu

    tidak membunuh ayahnya, ia dapat menjadi seorangPemenang-Arus yang telah membuka Mata-Dhamma.46 Karena melihat banyak bahaya dari pergaulan yang tidakbaik, Dhammapada memberikan sebuah ungkapan yangmenunjukkan bahwa betapa menderitanya seseorangyang bergaul dengan orang yang tidak baik, secarakhususnya orang yang dungu. Dikatakan bahwa seseorang

    yang sering bergaul dengan orang yang dungu pasti akanbersedih lama sekali, karena bergaul dengan orang dungumerupakan penderitaan, seperti tinggal bersama denganmusuh.47  Ini memang benar, kedunguan yang ditularkan

    46 Walshe, Maurice. 1995. The Long Discourses of the Buddha: A Translation of the D ī  ghaNik ā ya. Boston: Wisdom Publications. (Hlm.108-109)

    47 Kalupahana, David J. 2008. A Path of Morals: Dhammapada. Sri Lanka: Buddhist CulturalCentre. (Hlm. 148)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    49/152

    Pergaulan Buddhis 33

    kepadanya akan membuatnya berperang agar bisa berbuathal-hal yang baik, karena memang orang dungu menjadiperintang seseorang untuk praktik kebaikan.

    Dikatakan dalam Indasamānagotta Jātakabahwaseseorang yang baik semestinyamenjauhkan diridari pergaulan dengan orang-orang yang jahat; orangyang baik mengetahui kewajiban apa yang seharusnyadilakukan: orang yang jahat cepat atau lambat akanmelakukan kejahatan, seperti gajah yang membunuh

    majikannya. Akan tetapi, jika seseorang bertemu denganseseorang yang baik dalam moral, kebijaksanaan, danpengetahuan, maka semestinya memilih orang yangdemikian sebagai teman baik; Teman baik dan berkahakan berjalan beriringan.48 Tetapi sebaliknya, penderitaanakan menghampirinya bilamana seseorang berada dalampergaulan orang dungu. Oleh karenanya, janganlah

    bergaul dengan orang dungu, persahabatan denganorang dungu merupakan mangsa bagi penderitaan.49 

    Dengan menghindari pergaulan yang buruk telahdinyatakan oleh Buddha sendiri sebagai langkah awalmemperoleh berkah. Sebagaimana yang diutarakanBuddha dalam Maṅgala Sutta50 bahwa seseorang yang tidak

    bergaul dengan orang yang dungu (asevanā ca bālānaṁ)merupakan berkah utama. Dalam hal ini, Buddha sangatmemuji seseorang yang tidak bergaul dengan orang yang

    48 Cowell, E. B. (editor). 1973. The J ātaka: or Stories of Buddha’s Former Births  (Vol. II).Cambridge: The Cambridge University Press. (Hlm. 29)

    49 Cowell, E. B. (editor). 1973. The J ātaka: or Stories of Buddha’s Former Births  (Vol. III).Cambridge: The Cambridge University Press.(Hlm. 313)

    50 Ñānamoli, Bhikkhu.1978.The Minor Readings (Khuddakapāṭ ha).London:The Pāli TextSociety. (Hlm.3)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    50/152

    34 Pergaulan Buddhis

    dungu atau orang yang tidak baik. Awal dari semua jalan,pergaulan menjadi peranan penting dalam menapak jalantersebut.Pergaulan juga dapat dikatakan sebagai pijakan

    pertama sebelum seseorang melangkah lebih lanjutke langkah berikutnya. Oleh karena itu, signifikansi daripergaulan sangat penting untuk diperhatikan.

    Dasar dari gagasan tidak bergaul adalah tidakmengikuti atau menjadikan orang yang dungu sebagaitolok ukur atau patokan perilaku maupun pandangan.

    Sehingga, kualitas orang yang diajak bergaul hendaknyamenjadi pertimbangan dalam memilih teman dalampergaulan. Dalam hal memilih teman bukan berarti kitamendiskriminasi mereka. Dengan kata lain, kita tidakmembuat sekatan-sekatan di antara mereka. MemangBuddha menekankan untuk tidak bergaul dengan merekayang tidak baik dan mereka yang dungu, tetapi bukan

    berarti Buddha mengajarkan untuk membenci sertamenjadikan mereka sebagai musuh. Buddha tidak pernahmengajarkan penganutnya untuk membenci siapapun,termasuk mereka yang sebagai orang dungu.

    Idealnya seseorang bergaul dengan orang yangbijaksana, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang

    yang sebaliknya justru malah yang paling dominan. Dengankata lain, orang yang dungu serta tidak baik lebih banyakdaripada yang bijaksana. Hal ini tidak bisa dipungkiri dantidak bisa dielakkan. Seseorang tidak bisa menjauhi mereka.Sebagai solusinya adalah seseorang perlu menjadi bungateratai yang tumbuh di kolam berlumpur. Meskipun bungateratai tumbuh di lahan berlumpur, bunga teratai dapat

    dengan bijak tidak terkotori oleh lumpur. Demikian pula,

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    51/152

    Pergaulan Buddhis 35

    di lingkungan yang tidak memungkinkan, sebisa mungkinseseorang hendaknya tidak terpengaruh dengannya. Halini bisa terjadi apabila seseorang tidak mengambil teladan

    dari orang-orang yang tidak baik. Di sini pula, seseorangperlu memiliki mentalitas, prinsip, dan konsistensi yangkuat sebagai pagar dalam menghadapi realitas.

    Penekanannya terletak pada pengambilan teladanatau contoh yang dapat memengaruhi seseorang untukmelakukan hal yang serupa. Apabila seseorang mantap

    dalam prinsip yang konsisten untuk tidak terpengaruhdengannya, seseorang boleh melakukan sesuatu untukmenyelamatkan mereka secara bertahap agar mau kembalipada sebuah jalan yang sesuai dan memiliki pengertianyang lebih baik. Dengan catatan selalu diimbangi dengankewaspadaan dan disertai dengan cinta kasih.

    Dikatakan bahwa meskipun jasmaninya melangkahbersama dengan mereka, pikirannya harus melampauipengaruh mereka. Apabila seseorang tidak yakin denganprinsipnya sendiri, ia seharusnya menghindari temannya.Seseorang boleh berasosiasi dengan mereka hanya ketikaia yakin bahwa pengaruh baiknya mengalir dengan mereka,bukan pengaruh jahat mereka yang memengaruhi dirinya.

    Nasihat dari Buddha adalah sebaiknya seseorang tidakmenjadi terikat dengan orang-orang dungu, yang manaitu akan membuatnya tidak bisa lepas dari mereka.51 

    Karakteristik dari Orang yang Dungu

    Orang dungu dalam istilah Buddhis disebut bāla.

    51 Soni, R. L. 1987. Life’s Highest Blessings: The Maha Maṅ gala Sutta. Kandy: BuddhistPublication Society. (Hlm. 21)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    52/152

    36 Pergaulan Buddhis

    Bāla  pada awalnya berarti “anak-anak,” sehingga dapatdiartikan sebagai orang-orang lemah, orang-orang yangdungu dan bodoh, kebalikan dari merekayang bijaksana,

    orang-orang yang belum bisa berpikir dewasa,merekayang tingkah lakunya tidak sopan dan kasar, pembuat-pembuat masalah, yang cenderung memberi nasihatyang tidak bermanfaat dan jahat. Mereka tidak bisamembedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dantidak memedulikan Dhamma, gegabah dalam bertindak,dan tidak menghiraukankonsekuensi-konsekuensinya.52 

    Istilah dungu yang digunakan di sini bukan mengacupada tingkat intelektual yang dimiliki sesesorang.Bahkan sekalipun seseorang pandai secara intelektual,menguasai berbagi ilmu pengetahuan, namun tidakmemiliki konsiderasi moral yang benar adalah dungu.Dungu dalam istilah bāla disebut anak-anak juga bukan

    karena faktor usia, melainkan pola pikir dan perilakuyang bersifat kekanak-kanakan, yang tidak tahu tentangbagaimana sifat perbuatan dan konsekuensi dari apa yangdilakukannya. Pada umumnya, sifat kekanak-kanakanselalu bertindak sesuai dengan apa yang disukai tanpamemedulikan apakah itu perbuatan baik atau perbuatanburuk. Sementara dalam Kitab Paramatthajotika,Buddhaghosa mendefinisikan bāla  sebagai orang yangmenjalani kehidupan hanya sekadar bernapas tanpamenjalani kehidupan dengan kebijaksanaan.53  Dalampenjelasan ini, Buddhaghosa merujuk pada enam gurusesat (cha sattharo) yang mengajarkan ajaran keliru

    52 Ibid. (Hlm. 20)

    53 Sañjivaputta, Jan. 1991. Maṅ gala Berkah Utama. Lembaga Pelestari Dhamma. (Hlm.1.1 – 1.2)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    53/152

    Pergaulan Buddhis 37

    beserta para pengikutnya sebagaimana yang ditunjukkandalam Sāmaññaphala Sutta.54 

    Enam guru sesat (cha sattharo) yang hidup di zaman

    Buddha:

    1. Purāna Kassapa adalah seorang amoral. Ia menganggapbahwa setiap perbuatan tidak ada konsekuensinya. Iamenolak validitas tentang Hukum Kamma, atau hukumyang menyatakan bahwa setiap tindakan niscayamembawa konsekuensi.

    2. Makkhali Gosāla adalah seorang fatalis ataudeterministik. Ia menyatakan bahwa nasib seseorangtidak mungkin dapat diubah, karena kehidupanmanusia secara kodratnya sudah digariskan dalamlingkaran tumimbal lahir. Seseorang akan menembuspembebasan setelah mengembara secara alami tanpa

    perlu berusaha.3. Ajita Kesakambal ī disebut sebagai seorang materialis.Ia menganut paham nihilisme, yang berpandanganbahwa baik orang dungu maupun orang bijaksana,ketika badan jasmaninya hancur setelah kematian tidakakan terlahirkan kembali. Dengan kata lain, tidak adakehidupan lagi setelah kehidupan ini berakhir. Oleh

    sebab itu, semasa kehidupannya hanya diisi denganpemuasan nafsu indrawi tanpa memedulikan moral.

    4. Pakudha Kaccāyana adalah seorang kategorialis.Ia meyakini adanya tujuh hal yang kekal, yaitu:empat unsur, kebahagiaan, penderitaan, dan prinsip

    54 Walshe, Maurice. 1995. The Long Discourses of the Buddha: A Translation of the D ī  ghaNik ā ya. Boston: Wisdom Publications.(Hlm. 91)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    54/152

    38 Pergaulan Buddhis

    kehidupan. Semua hal ini tidak dapat diciptakan dandimusnahkan, sehingga berlangsung kekal adanya.

    5. Nigantha Nātaputta adalah seorang relativis. Ia

    mengajarkan ajaran yang menganggap bahwa apapunyang terjadi hanya karena disebabkan masa lampaubelaka. Jadi, apapun yang terjadi saat ini, sepenuhnyatelah diatur karma masa lampau.

    6. Sañjaya Belaṭṭhaputta adalah seorang agnostik skeptik.Ia menolak dan juga membenarkan suatu ajaran

    sebagai hal yang positif atau negatif. Jawaban yangdiberikan rancu, kacau, berbelit-belit, dan tidak relevandengan pertanyaannya. Ini lebih dikenal dengan istilahgeliat belut.

    Untuk dapat melihat bagaimana orang yang dikatakandungu secara lebih lanjut, Bālapaṇḍita Sutta, MajjhimaNikāya55  memuat uraian terperinci tentang karakteristik

    dari orang yang dungu. Ada tiga karakteristik dariseorang dungu, yaitu seorang dungu adalah seorangyang memiliki kecenderungan memikirkan pikiran-pikiranburuk, mengucapkan kata-kata buruk, dan melakukanperbuatan-perbuatan buruk.

    I. Selalu berpikiran buruk

    Pikiran buruk, secara garis besarnya terbagi menjadi tigahal. Yang pertama adalah kecenderungan ketamakan dalamwujud ingin menguasai dan melampaui batas kewajaran.Kedua adalah, kecenderungan dalam membenci, inginmenyakiti, bermain api, penuh kejengkelan, dan ini dapat

    55 Ñāṇamoli, Bhikkhu, dan Bodhi, Bhikkhu. 2009. The Middle Length Discourses of the

    Buddha: A Translation of the Majjhima Nik ā ya. Boston: Wisdom Publications. (Hlm.1016)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    55/152

    Pergaulan Buddhis 39

    berwujud kemarahan, dendam, dan tidak dapat berpikirsecara dewasa. Yang terakhir adalah kecenderungankedunguan atau ketidaktahuan dalam mempertimbangan

    mana yang baik dan mana yang buruk. Salah satu wujuddari ini adalah ego yang membara, memilki pandangankeliru.

    II. Selalu berucap buruk

    Ucapan buruk secara garis besarnya dapat dijelaskandengan empat macam ucapan buruk, antara lain

    berbohong, ucapan yang dapat menimbulkan permusuhan,kata-kata kasar, dan pembicaraan tentang hal-hal yangtidak berguna dan tidak bertujuan.

    III. Selalu bertindak buruk

    Tindakan buruk lewat pintu jasmani dapat dijabarkanseperti membunuh atau menganiaya makhluk hidup,

    mengambil barang bukan hak milik atau mencuri, danperbuatan asusila.

    Orang yang memiliki kecenderungan sifat dungu, baikmelalui pintu jasmani, ucapan, maupun pikiran, hendaknyatidak dijadikan teman dekat dalam pergaulan. Sebuahidentifikasi karakteristik orang dungu yang disebutkan

    dalam Aṅguttara Nikāya juga tidak jauh berbeda denganapa yang telah disebutkan di atas. Dikatakan bahwaseorang yang memiliki tiga kualitas ini harus dikenalisebagai seorang dungu. Tiga kualitas tersebut yaituperbuatan buruk melalui jasmani, perbuatan buruk melaluiucapan, dan perbuatan burukmelalui pikiran.56 Singkatnya,

    56 Bodhi, Bhikkhu. 2012. The Numerical Discourses of the Buddha: A Translation of the Aṅ guttara Nik ā ya. Boston: Wisdom Publication. (Hlm. 202)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    56/152

    40 Pergaulan Buddhis

    orang yang tidak memiliki tatanan moral yang baik ialahyang cocok disebut sebagai dungu. Sebagaimana dalamEncyclopaedia of Buddhism,57  pengertian Bāla  lebih

    merujuk pada orang yang tidak bermoral.Di lain sisi, dalam Aṅguttara Nikāya, Buddha juga

    menyebutkan bagaimana ciri-ciri orang yang dungu,yaitu:

      Seorang yang tidak melihat pelanggaran sebagaipelanggaran, tidak sesuai Dhamma, dan tidak

    menerima pelanggaran orang lain yang mengakui.58   Seorang yang menerima tanggung jawab atas apa yang

    tidak menimpanya dan seorang yang tidak mengembantanggung jawab atas apa yang menimpanya.

      Seorang yang memahami apa yang tidak diizinkansebagai yang diizinkan dan seorang yang memahami

    apa yang diizinkan sebagai yang dilarang.  Seorang yang memahami apa yang bukan pelanggaran

    sebagai pelanggaran dan seorang yang memahamiapa yang merupakan pelanggaran sebagai bukanpelanggaran.

      Seorang yang memahami apa yang bukan Dhamma

    sebagai Dhamma dan seorang yang memahami apayang merupakan Dhamma sebagai bukan Dhamma.

      Seorang yang memahami apa yang bukan peraturansebagai peraturan dan seorang yang memahamiapa yang merupakan peraturan sebagai bukan

    57 Malalasekera, G. P (editor). 1966. Encyclopaedia of Buddhism  (Vol. II). Ceylon: TheGoverment of Ceylon. (Hlm. 514)

    58 Bodhi, Bhikkhu. 2012. The Numerical Discourses of the Buddha: A Translation of the Aṅ guttara Nik ā ya. Boston: Wisdom Publication. (Hlm. 150-151)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    57/152

    Pergaulan Buddhis 41

    peraturan.59 

    2. Tidak Bergaul dengan Orang yang TidakPantas Dijadikan Teman Pergaulan

    Dalam lingkup apapun, ada beberapa teman yanghendaknya tidak dijadikan patokan dalam bergaul. Temanyang hendaknya dihindari adalah teman palsu. LiteraturBuddhis mengetegorikan teman palsu sebagai orangyang hendaknya tidak dijadikan teman pergaulan dekat.Sebagaimana dalam Sigālovāda Sutta,60  Digha Nikāya,61 

    tercatat sebuah kisah di mana pada suatu ketika Buddhamemberikan nasihat kepada pemuda yang bernamaSigālaka, yang mana dalam sutta ini terdapat sebuahpenjelasan tentang teman yang hendaknya dihindari.

    Teman yang harus dihindari adalah teman yang palsu(amitt āmittapaṭ ir ū pak ā), yaitu sebagai berikut:

    a. Teman yang tamak atau bersifat parasit(aññadatthuharo)

    Teman yang tamak, memiliki ciri-ciri sebagaiberikut:

    • Ia selalu mengambil lebih banyak atau tamak

    • Ia memberi sedikit meminta banyak

    • Ia melakukan sesuatu karena takut

    • Ia mencari demi keuntungan dirinya sendiri

    b. Teman yang banyak bicara tetapi tidak berbuat

    59 Ibid. (Hal. 212-214)60 Sigālovāda Sutta juga dikenal dengan sebutan Sigalāka Sutta

    61 Walshe, Maurice. 1995. The Long Discourses of the Buddha: A Translation of the D ī  ghaNik ā ya. Boston: Wisdom Publications.(Hlm. 464)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    58/152

    42 Pergaulan Buddhis

    sesuatu (vac ī  paramo)

    Teman yang banyak bicara tetapi tidak berbuatsesuatu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    • Ia suka membicarakan masa lampau

    • Ia suka membicarakan masa depan

    • Ia mengucapkan omong kosong untuk belaskasihan

    • Ketika ada sesuatu yang harus dikerjakan, iamenghindar dengan alasan karena tidak mampuatau sehubungan dengan alasan tertentu

    c. Teman penjilat(anuppiyabhānī )

    Teman penjilat memiliki ciri-ciri sebagaiberikut:

    • Ia menyetujui untuk perbuatan jahat

    • Ia menolak untuk perbuatan baik• Ia memuji kita di hadapan kita

    • Ia mencela kita di belakang

    d. Teman dalam berfoya-foya yang menyebabkan

    kerugian dan kehancuran(apā yasahā yo)

    Teman dalam berfoya-foya yang menyebabkan

    kerugian dan kehancuranmemiliki ciri-ciri sebagaiberikut:

    • Ia menjadi kawanmu ketika engkau sedangminum minuman keras

    • Ia menjadi kawanmu ketika engkau sedangberkeliaran di jalan pada waktu yang tidak

    tepat

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    59/152

    Pergaulan Buddhis 43

    • Ia menjadi kawanmu ketika engkau mengunjungitempat-tempat hiburan

    • Ia menjadi kawanmu ketika engkau sedang

    berjudi

    Penjelasan

    Teman yang Tamak atau Bersifat Parasit(aññadatthuharo)

    Seorang teman yang tamak, bersifat parasit, dan

    selalu menginginkan banyak dari seorang temannyamerupakan salah satu ciri teman yang semestinya tidakdidekati. Disebut parasit karena hubungan antar temanmenimbulkan simbiosis parasitisme, atau hubungan yanghanya menguntungkan di salah satu pihak saja. Temanyang parasit, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

      Ia selalu mengambil lebih banyak atau tamak Ciri orang seperti ini adalah sifat yang sering

    dijumpai. Mereka menginginkan banyak dari apayang teman miliki. Misalnya, ketika temannya memilikisesuatu, ia berharap agar temannya mau memberikanbarang tersebut kepadanya. Ciri dari teman jenis ini

    adalah sering meminta atau menginginkan sesuatuyang dimiliki oleh temannya. Maka, pantaslah bilateman seperti itu disebut sebagai teman yang tamak.

      Ia memberi sedikit meminta banyak 

    Ia yang hanya memberi sedikit tetapi memintabanyak dari apa yang telah diberikan adalah teman yang

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    60/152

    44 Pergaulan Buddhis

    bersifat cari untung. Misalnya ketika ia memberikansesuatu kepada temannya, kemudian beberapahari kemudian ia meminta sesuatu yang lebih besar

    dengan mengungkit balik bahwa ia kemarin telahmembantunya, sehingga dengan sangat terpaksatemannya tersebut mau memberikan sesuatu yanglebih banyak.

      Ia melakukan sesuatu karena takut

    Rasa takut juga mendasari seseorang untuk berbuat.

    Termasuk perbuatan memberikan bantuan juga dapatdidasari oleh rasa takut. Dalam sebuah penjelasanmengenai motivasi berdana, Buddha mencantumkanrasa takut sebagai dorongan yang membuat seseorangmelakukan dana (bhaya d ānaṁ deti).62 Seorang temanyang melakukan sesuatu karena atas dasar rasa takutmenunjukkan bahwa ia tidak memiliki ketulusan yang

    besar, oleh karena itu, teman yang merupakan tipe iniharus diwaspadai.

      Ia mencari demi keuntungan dirinya sendiri

    Banyak orang hanya berteman dan berhubungandemi keuntungan diri sendiri. Sebagaimana dalamKhaggavisāṇa Sutta menunjukkan betapa sulitnya

    untuk menemukan teman yang benar-benar tulus.Dikatakan bahwa dewasa ini sulit mencari temanyang bebas dari motivasi tersembunyi.63 Oleh karenaitu, seseorang perlu waspada dalam berteman. Ia

    62 Bodhi, Bhikkhu. 2012. The Numerical Discourses of the Buddha: A Translation of the Aṅ guttara Nik ā ya. Boston: Wisdom Publication.(Hlm.1166)

    63 Jayawickrama, N. A. 2001. Suttanipāta: Text and Translation. Sri Lanka: Post-graduateInstitute of Pali & Buddhist Studies University of Kelaniya. (Hlm. 25)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    61/152

    Pergaulan Buddhis 45

    yang berteman hanya untuk keuntungannya sendiri,misalnya seseorang berteman dengan seseorangdengan tujuan untuk mendapatkan sesuatu dari

    temannya.

    Teman yang Banyak Bicara tetapi Tidak BerbuatSesuatu (vac ī  paramo)

    Syair Dhammapada memberikan gambaran betapatidak berharganya ucapan yang bersifat omongkosong tanpa disertai dengan tindakan nyata. Buddhamengatakan bahwa bagaikan sekuntum bunga yangcantik tetapi tidak berbau harum, demikian pula sia-siakata-kata baik yang diucapkan oleh orang yang tidakmelaksanakannya.64  Sehingga teman yang banyakbicara tetapi tidak berbuat sesuatu hanyalah orangyang sia-sia. Orang Jawa menyebut orang seperti itu

    sebagai “ Jarkoni: isoh ujar nanging ora isoh nglakoni”,atau bisa berbicara tetapi tidak bisa melaksanakan.Teman yang banyak bicara tetapi tidak berbuat sesuatuadalah ia yang memiliki ciri sebagai berikut:

      Ia suka membicarakan masa lampau

    Tipe orang yang suka membicarakan masa lampau

    yang telah terjadi dengan tujuan mengungkit-ungkitkembali agar apa yang telah dilakukannya diketahui olehtemannya adalah yang dimaksud sebagai orang yangsuka membicarakan masa lampau. Pembicaraannyaterdorong untuk menunjukkan bahwa ia telah berjasaatau telah memberikan sesuatu di waktu lampau.

    64 Kalupahana, David J. 2008. A Path of Morals: Dhammapada. Sri Lanka: Buddhist CulturalCentre. (Hlm. 111)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    62/152

    46 Pergaulan Buddhis

      Ia suka membicarakan masa depan

    Suka membicarakan masa depan berarti sukamemberikan janji-janji yang pada kenyataannya

    mungkin hanyalah kosong. Ia yang merupakan teman jenis ini biasanya membuat rencana-rencana yangsesungguhnya hanya pembicaraan kosong. Misalnyasaja menjanjikan bahwa kelak kalau sudah sukses,teman tersebut akan memberikan sesuatu untuknya,tetapi itu pun hanya ucapan belaka.

      Ia mengucapkan omong kosong untuk belaskasihan

    Suatu bentuk licik seorang teman palsu adalahsering mengucapkan omong kosong yang dibungkusdengan rayuan dengan tujuan agar mendapatkanbelas kasihan ataupun sesuatu dari orang lain. Misalnyasaja, ia merayu dengan pujian-pujian dengan motivasitersembunyi agar diberikan sesuatu untuknya.

      Ketika ada suatu yang harus dikerjakan, ia

    menghindar dengan alasan karena tidak mampu

    sehubungan dengan alasan tertentu

    Tipe dari seorang teman palsu yang lain adalahia yang selalu berusaha menghindar atas apa yangmenjadi tugasnya dengan alasan-alasan tertentu. Iniadalah bentuk dari tidak adanya loyalitas, tetapi lebihmengedepankan kepentingan individu. Suatu contoh,temannya memerlukan bantuan kepadanya, namun iamencoba menghindar berpura-pura sedang pergi keluar kota, sehingga tidak dapat membantunya, padahal

    kenyataannya ia mencoba menghindar dari tugas itu.

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    63/152

    Pergaulan Buddhis 47

    Secara lebih lanjut lagi, kitab Jātaka memberikanilustrasi yang sangat menarik untuk diketahui.Dikatakan bahwa bunga yang tidak berbau harum,

    meskipun cantik, hanyalah sebuahtanaman liar.Menjanjikan sesuatu tanpa bertindak, orang akanmemusuhi temannya, tidak pernah memberi, selalumenerima. Persahabatan seperti ini pastilah runtuh.Seseorang seharusnya berbicara di saat ia akan berbuat,bukan berjanji atas hal yang tidak dapat dilakukannya.Jika ia hanya bicara tanpa berbuat, orang bijak akan

    menganggapnya berbohong.65 

    Teman Penjilat (anuppiyabhānī )

    Teman penjilat atau teman yang suka memberikansanjungan dengan tujuan-tujuan tersembunyidibalik sanjungan tersebut merupakan tipe teman

    yang dikategorikan sebagai teman yang hendaknyadihindari. Teman penjilat memiliki ciri-ciri sebagaiberikut:

      Ia menyetujui untuk perbuatan jahat

    Ini yang disebut sebagai penjahat teman, karenaia menyetujui bahkan mendorong temannya untuk

    melakukan kejahatan. Teman seperti ini yang hendaknyatidak dijadikan teman pergaulan, karena seseorangakan menuai beberapa bahaya yang akan muncul daripertemanan dengan orang yang menyetujui perbuatan jahat. Padangan keliru akan mengakar kuat, sehinggaperbuatan jahat dianggap baik.

    65 Cowell, E. B. (editor). 1973. The J ātaka: or Stories of Buddha’s Former Births  (Vol. III).Cambridge: The Cambridge University Press.(Hlm. 163)

  • 8/19/2019 Pergaulan Buddhis

    64/152

    48 Pergaulan Buddhis

      Ia menolak untuk perbuatan baik

    Tipe teman seperti ini adalah yang sering dijumpai,terutama di kalangan remaja. Misalnya saja, ketika

    temannya melakukan kebajikan, perg