sintanf.note_wajibnya shalat berjamaah

3
1 Wajibnya Shalat Berjama’ah Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dalam artikelnya di ‘Risalah Dakwah Edisi 94/Th.III’, Ustadz Muhammad Umar As-Sewed mengingatkan kita akan suatu perkara yang wajib hukumnya namun sayang justru sering dianggap remeh oleh sebagian muslim. Ya, tidak sedikit laki-laki yang masih sulit menyediakan waktu untuk shalat berjama’ah di masjid hanya karena urusan dunia atau bahkan malas. Padahal, shalat lima waktu  bersama jama’ah di masjid-masjid adalah sebesar- besar ibadah yang mulia. Telah disebutkan dalil- dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang wajibnya shalat berjama’ah tersebut. Di antaranya: 1. Perintah Allah swt. untuk ruku’ bersama orang-orang yang ruku’ ا و ة ا  ا و  ة ا   واﻗﳰﻮا  ا ا    ا  ). ة ا : (  Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-or ang yang ruku’ . (Al- Baqarah (2): 43) Berkata Hafidz Ibnul Jauzi rahimahullah, ketika menafsirkan ayat tersebut: “Yakni shalatlah  bersama o rang-o rang yang shalat.” (Zaa dul Masir, 1 /75). Qadli Al-Baidlawi rahimahullah berkata: “ Yakni bersama jama’ah mereka.” (Tafsir Al- Baridlawi 1/59) Berkata Imam Abu Bakar Al-Kisani rahimahullah: “Ini adalah perintah untuk ruku’ bersama- sama dengan orang-orang yang ruku’, dan ini menunjukkan adanya perintah untuk menegakkan shalat berjama’ah. Sedangkan perintah yang mutlak menunjukkan wajibnya perkara tersebut.” (Bada’iu Ash-Shanai’I fi Tartiibi Asy-Syara’ii 1/155) 2. Perintah untuk shalat berjama’ah dalam keadaan  khauf  Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah saw. dan para sahabatnya untuk shalat berjama’ah walaupun dalam keadaan khauf  ‘genting’, yaitu dalam situasi perang. Hal ini menunjukkan kalau shalat jama’ah merupakan perkara yang penting dan wajib. Allah swt. berfirma n:  و       ة ا      اﻛﻨﺖ ذ وا و    ار و   ا ﯿ  ا و   ا ذ ﻓﺎ  ا وا  ﯿ  تا    ي  ﺧﺮ  ﺋﻔﺔ    ا و   ﯿ و   ا ﯿ و  ا   ن  ﺗﻐ   ا  و    ا  د و  ا و    ا  ا  ن ا   ﻛﻨﱲ  و  ا    ي ذ ا   ن  ن ا ﯿ  ح     وﻻ ة  ا  و   ﯿﲂ  ن  ﯿ   ﻌﺘ   ا  ا          ا   ا ن ا ر  ا  و   و  ).     ا: ٠٢ (  Dan apabila kamu berada di tengah-tenga h mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mend irikan shalat untuk mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadap musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata- senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu . (An-Nisaa’ (4): 102) Berkata Ibnul Mundzir rahimahullah: “Ketika Allah perintahkan untuk shalat berjama’ah dalam keadaan khauf , tentunya dalam keadaan aman lebih diwajibkan.” (Al-Ausath fie Sunani wal

Upload: ifsyahesti

Post on 15-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sintanf.note_Wajibnya Shalat Berjamaah

7/23/2019 Sintanf.note_Wajibnya Shalat Berjamaah

http://slidepdf.com/reader/full/sintanfnotewajibnya-shalat-berjamaah 1/3

1

Wajibnya Shalat Berjama’ah

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Dalam artikelnya di ‘Risalah Dakwah Edisi 94/Th.III’, Ustadz Muhammad Umar As-Sewed

mengingatkan kita akan suatu perkara yang wajib hukumnya namun sayang justru sering dianggap

remeh oleh sebagian muslim. Ya, tidak sedikit laki-laki yang masih sulit menyediakan waktu untuk

shalat berjama’ah di masjid hanya karena urusan dunia atau bahkan malas. Padahal, shalat lima waktu

 bersama jama’ah di masjid-masjid adalah sebesar-besar ibadah yang mulia. Telah disebutkan dalil-

dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang wajibnya shalat berjama’ah tersebut. Di antaranya:

1. 

Perintah Allah swt. untuk ruku’ bersama orang-orang yang ruku’

):۳البقرة.(  عوا مع الرا  عيواقميوا الصالة و توا الزاكة وا

 Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’. (Al-

Baqarah (2): 43)

Berkata Hafidz Ibnul Jauzi rahimahullah, ketika menafsirkan ayat tersebut: “Yakni shalatlah

 bersama orang-orang yang shalat.” (Zaadul Masir, 1/75).

Qadli Al-Baidlawi rahimahullah berkata: “ Yakni bersama jama’ah mereka.” (Tafsir Al-

Baridlawi 1/59)

Berkata Imam Abu Bakar Al-Kisani rahimahullah: “Ini adalah perintah untuk ruku’ bersama-

sama dengan orang-orang yang ruku’, dan ini menunjukkan adanya perintah untuk menegakkan

shalat berjama’ah. Sedangkan perintah yang mutlak menunjukkan wajibnya perkara tersebut.”

(Bada’iu Ash-Shanai’I fi Tartiibi Asy-Syara’ii 1/155)

2.  Perintah untuk shalat berjama’ah dalam keadaan  khauf  

Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah saw. dan para sahabatnya untuk shalat berjama’ah

walaupun dalam keadaan khauf  ‘genting’, yaitu dalam situasi perang. Hal ini menunjukkan kalau

shalat jama’ah merupakan perkara yang penting dan wajib.

Allah swt. berfirman: 

 مك ولتاواذ اكنت فهيم فا مقت هلم الصالة فلتقم طا ئفة مهنم معك و لیا ذوا اسلحهتم فاذ ا جسد وا فلیكو نوا من ورا

 ذ طا ئفة اخر ي مل یصلوات  مه واسلحهتم ود ا  ن كفر و ا لو تغفلو ن عن اسلحتمك وفلیصلوا معك ولیا ذ وا

 مك اذ ي من مطر ا و كنمت مريض ان تضعو ا اسلحتمك   لیمك ان اك ن  دة وال ج  ا ح  لیمك م  و ا ام  عتمك فميیلو ن

   ذ ا  ن  لاك فر  ذرمك ان ا هللا ا د )٠٢:ال  س .( نيو ذ و ا

 Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan

shalat untuk mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu danmenyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah

menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk

menghadap musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu

shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.

Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu

mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-

senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang

sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan

bagi orang-orang kafir itu. (An-Nisaa’ (4): 102)

Berkata Ibnul Mundzir rahimahullah: “Ketika Allah perintahkan untuk shalat berjama’ah dalam

keadaan khauf , tentunya dalam keadaan aman lebih diwajibkan.” (Al-Ausath fie Sunani wal

Page 2: Sintanf.note_Wajibnya Shalat Berjamaah

7/23/2019 Sintanf.note_Wajibnya Shalat Berjamaah

http://slidepdf.com/reader/full/sintanfnotewajibnya-shalat-berjamaah 2/3

2

Ijtima’I wal Ikhtilafi 4/135). Kalau saja shalat berjama’ah tidak diwajibkan, tentu perang

merupakan udzur yang sangat besar untuk meninggalkan shalat jama’ah.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah: “Sesungguhnya diperintahkannya shalat

khauf bersama jama’ah dengan tata cara khusus yang membolehkan perkara-perkara yang pada

asalnya dilarang tanpa udzur seperti tidak menghadap kiblat dan banyak bergerak –saat perkara- perkara tersebut tidak boleh dilakukan jika tanpa udzur dengan kesepakatan para ulama–, atau

meninggalkan imam sebelum salam menurut jumhur, demikian pula menyelisihi perbuatan imam

seperti tetap berdirinya shaf belakang ketika imam ruku’ bersama shaf depan, jika musuh ada di

hadapannya.

Para ulama berkata: “Perkara-perkara tersebut akan membatalkan shalat jika dilakukan tanpa

udzur. Kalau saja shalat jama’ah tidak diwajibkan namun hanya merupakan anjuran, niscaya

 perbuatan-perbuatan di atas membatalkan shalat, karena meninggalkan sesuatu yang wajib hanya

karena sesuatu yang sunnah. Padahal, sangat mungkin shalat dilakukan oleh mereka secara

sempurna jika mereka masing-masing shalat sendirian (bergantian). Maka jelaslah shalat

 berjama’ah merupakan perkara yang wajib.”

3. 

Perintah Nabi saw. untuk mendirikan shalat berjama’ahDiriwayatkan dari Malik Ibnul Huwairits ra., dia berkata: “Aku mendatangi Nabi saw. bersama

 beberapa orang dari kaumku. Kami tinggal di sisi beliau 20 hari. Sungguh beliau adalah seorang

yang sangat lembut dan penyayang. Ketika beliau melihat bahwa kami sudah rindu dengan

keluarga-keluarga kami, beliau berkata:

ه الب  ا.(ار جعو ا فكو نو ا فهيم و لمومه وصلو ا فاذ ا حرض ت الصال ة فلیؤ ذ ن لمك ا دمك ولیؤ ممك ا كربمك ر و ا 

 عاب ا ال ذ ا ن )ر ي يف

Kembalilah kalian, tinggallah di tengah mereka, ajarilah mereka dan shalatlah. Jika telah

datang waktu shalat, adzanlah salah seorang dari kalian dan hendaklah orang yang paling tua

di antara kalian mengimami kalian! (HR. Bukhari dalam Kitab Al-Adzan).”

Dalam riwayat lain, bahkan beliau saw. memerintahkan untuk shalat berjama’ah walaupun jumlah mereka hanya tiga orang.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri ra., dia berkata: “Berkata Rasulullah saw.:

المامة اقر مه  م ا دمه و احقهم ه مسمل يف لكتاب املسا د ومو اضع الصال.(اذ ا اك نو ا ثالثة فلیؤ )ر و ا 

 Jika mereka bertiga, maka hendaklah mengimami mereka salah seorang dari mereka. Dan yang

 paling berhak menjadi imam adalah yang paling pandai membaca Al-Qur’an. (HR. Muslim

dalam kitab Al-Masajid wa mawadhi’us shalah).”

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah: “Sisi pendalilan hadits ini adalah perintah untuk

 berjama’ah. Dan perintah beliau saw. menunjukkan wajib hukumnya.”

Yang lebih menunjukkan wajibnya shalat jama’ah adalah ketika Rasulullah saw. menyuruh

orang yang safar untuk shalat berjama’ah sekalipun hanya berdua. ق ا مث  ه البخر ي يف كتا ب ا ال ذ ا .(مث لیؤمكام اكربكاماذ ا لن  خر ج  فا ذ )ر و ا 

 Jika kalian berdua bepergian, maka adzanlah salah seorang kalian kemudian dirikanlah shalat.

 Hendaklah mengimami kalian orang yang lebih tua di antara kalian! (HR. Bukhari dalam Kitab

Al-Adzan)

4.  Larangan keluar dari masjid setelah adzan

Di antara dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjama’ah adalah diharamkannya seseorang

yang keluar dari masjid setelah adzan dikumandangkan, kecuali setelah menunaikan shalat shalat

 jama’ah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. dia berkata: “Telah memerintahkan kepada kami Rasulullah

saw.:

Page 3: Sintanf.note_Wajibnya Shalat Berjamaah

7/23/2019 Sintanf.note_Wajibnya Shalat Berjamaah

http://slidepdf.com/reader/full/sintanfnotewajibnya-shalat-berjamaah 3/3

3

لصال ة فال خير ج ا دمك حيت یصيل ه امح.(اذ ا كنمت يف املس  د ف  ود ي )ر و ا 

 Jika kalian berada di masjid, kemudia diseru untuk shalat (adzan), maka janganlah salah

seorang kalian keluar hingga selesai shalat . (HR. Ahmad)

Berkata Al-Hafidz Al-Haitsami: “Rawi-rawi Imam Ahmad adalah rawi-rawi yang dipakai dalam

kitab Shahih (yakni shahih Bukhari dan Muslim –pent.) (Majma’ az-Zawaid 2/5)

Oleh karenanya Abu Hurairah menganggap orang yang keluar dari masjid setelah adzan adalah

orang yang bermaksiat. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abu Sya’tsa:

 ر ة  ر ة برصه حيتكنا قعو د ا يف املس  د مع ايب هر  ل من املس  د مييش فاتبعه ابو هر فا ذ ن املؤ ذ ن فقام ر

 لیه وسمل   ر ة اما هذ ا فقد عيص ا القا مس صيل ا لهم خر ج من املس  د فقا ل ابو هر

).ه مسمل يف كتا ب ر و ا 

 د ومو اضع الصال ة )املسا

Kami duduk-duduk di masjid bersama Abu Hurairah. Kemudian dikumandangkanlah adzan.

Tiba-tiba ada seseorang yang berdiri dan berjalan keluar dari masjid, maka Abu Hurairah

mengikuti dengan pandangannya, seraya berkata: “Adapun orang ini telah bermaksiat kepada

 Abu Qasim (yakni Rasulullah saw.)”  (HR. Muslim dalam kitab Al-Masajid wa mawadhi’usshalah)

Bahkan Rasulullah saw. menyebut orang yang keluar dari masjid setelah adzan –tanpa adanya

keperluan– sebagai munafik sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Rasulullah saw.

 bersabda:

 يف مس  د ي  ر جع الیه ا ال م  ا فقال  سمع الند ا  ة مث ال ه الطرب ا.(هذ ا مث خير ج م  ه ا ال حلا )ر و ا 

Tidaklah seorang mendengarkan adzan di masjidku ini, kemudian dia keluar dari sana –kecuali

ada keperluan–, kemudian tidak kembali lagi, kecuali dia munafiq. (HR. Thabrani)

Berkata Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid 2/5: “Diriwayatkan oleh Thabrani dalam

Mu’jamul Ausath dan rawi-rawinya adalah rawi-rawi yang dipakai dalam kitab Shahih)

Berkata Imam Ibnul Mundzir rahimahullah mengomentari hadits Abu Hurairah di atas: “Kalausaja seseorang diberi kebebasan untuk meninggalkan shalat berjama’ah atau mendatanginya,

maka orang yang meninggalkan sesuatu yang tidak wajib baginya tidak mungkin dihukumi

demikian.” (Al-Ausath fie Sunan wal Ijma’ wal Ikhtilaf 4/135)

Dikisahkan dalam Sunan Darimi, dari Abdurrahman Ibnu Harmalah, bahwa dia menceritakan:

kepada Sa’id Ibnul Musayyib, untuk pamit pergi menunaikan haji atau umrah. Sa’id Ibnu

Musayyib berkata: “Janganlah engkau beragkat, sampai engkau shalat berjama’ah! Karena Nabi

saw. menyatakan: “Tidaklah keluar dari masjid setelah adzan, kecuali munafiq; kecuali orang

yang keluar untuk keperluannya kemudian kembali lagi ke masjid”. Orang-orang itu menjawab:

“Tapi teman-temanku menunggu di Harrah (padang batu di pinggir kota –pent.)”. Maka orang itu

memaksa keluar. Sedangkan Sa’id Ibnul Musayyib terus menyesalkan orang itu dan terus

menyebut-nyebutnya dengan kekesalan. Hingga sampailah berita, bahwa orang tersebut jatuhdari untanya dan patah tulang pahanya (dalam Sunan Darimi, Kitabus Shalah, bab Ta’jilul

‘Uqubah Man Balaghahu minan Nabi falam yu’adzimhu; lihat pula Mushannaf Abdul Razaq,

 bab Ar-Rajulu Yahruju minal masjid).

Sumber  Ringkasan kitab Ahammiyyatus Shalatul Jama’ah, karya Dr. Fadl Ilahi hal. 42–46

Penulis  Ustadz Muhammad Umar As-Sewed