133222146 rheumatoid arthritis doc

Upload: rhesky-noer-fhadillah

Post on 17-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit kronis,dimana kadang-

    kadang bersifat asimptomatik (tanpa gejala) yang dapat berlangsung selama

    bertahun-tahun. Rheumatoid Arthriritis merupakan penyakit progresif yang

    biasanya memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan sendi dan kecacatan

    fungsional. Penyakit ini telah tersebar luas yang melibatkan berbagai ras dan

    etnis. Rheumatoid Arthritis lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan

    dengan pria dengan perbandingan 3 : 1.

    Penyebab penyakit Rheumatoid Arthritis sampai saat ini belum

    sepenuhnya diketahui. Meskipun agent seperti virus,bakteri dan jamur telah

    lama dicurigai, namun tak satu pun telah terbukti sebagai penyebabnya. Hal ini

    diyakini bahwa kecenderungan untuk terkena penyakit Rheumatoid Arthritis

    dapat diwariskan secara genetik selain itu hormon sex juga merupakan salah satu

    penyebab Rheumatoid Arthritis. Hal ini juga diduga infeksi tertentu atau

    lingkungan yang mungkin memicu pengaktifan sistem kekebalan tubuh pada

    individu yang rentan. Penyakit ini lebih sering menyerang orang diantara umur

    25 sampai 55 tahun. Penyakit ini memungkinkan membuat kelemahan dan

    sangat menyakitkan diantara penyakit arthritis yang lain.

    Gangguan yang terjadi pada pasien Rheumatoid Arthritis lebih besar

    kemungkinannya untuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan

    pasien. Rheumatoid Arthritis dapat mengancam jiwa pasien atau hanya

    menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh

    penyakit Rheumatoid Arthritis tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak

    jelas yang dapat menimbulkan kegagalan organ atau mengakibatkan masalah

    seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta gangguan

    tidur.

    1

  • 1.2. Kata Pengantar

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang

    telah memberikan kesehatan dan kesempatan hingga penulis dapat

    menyelesaikan paper ini mengenai Rheumatoid Arthritis. Penyusunan paper ini

    didasarkan karena keingintahuan dan untuk memenuhi tugas yang telah

    diberikan kepada kami. Paper ini mengenai Rheumatoid Arthritis yang

    merupakan salah satu penyakit autoimun yang sering menyebabkan kerusakan

    pada sendi sehingga pasien sering kaku pada pagi hari (morning stiffness). Kami

    berharap dengan terselesaikannya paper ini dapat bermanfaat utnuk membantu

    mengurangi faktor risiko terhadap penyakit Rheumatoid Arthritis yang lebih

    sering menyerang wanita daripada pria. Akhirnya mengharapkan segala

    masukkan baik berupa kritik maupun saran demi perbaikan paper ini dan

    dengan suatu harapan yang tinggi agar paper yang sederhana ini dapat

    memberikan sumbangan pikiran demi pembangunan bangsa dan negara.

    2

  • BAB II

    ISI

    2.1. Definisi

    Arthritis rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai

    sistem organ. Penyakit ini adalah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat

    difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Pada

    pasien biasanya terjadi destruksi sendi progresif, walaupun episode peradangan

    sendi dapat mengalami masa remisi (suatu periode ketika gejala penyakit

    berkurang atau tidak terdapat).(Robbins,dkk 2005)

    Arthritis rheumatoid biasanya bersifat simetris. Terutama mengenai

    tangan menyebabkan pembengkakan sendi jari tangan proksimal dan deviasi

    ulnar jari-jari tangan juga pergelangan tangan dengan kelemahan otot di sekitar

    sendi yang terkena. Nodul rheumatoid dapat timbul pada ulnar di bawah siku.

    ( John Bradley,dkk 2000)

    Pada penyakit rheumatoid yang telah lama (dan juga penyakit neurologis

    yang melumpuhkan). Ketidakmampuan yang timbul dapat sangat berat dan

    dibagi menjadi empat derajat: 1. Ketidaktergantungan yang komplit-tidak

    diperlukan sokongan; 2. Ketidaktergantungan tetapi memerlukan sokongan, alat

    - alat khusus yang memerlukan penyesuaian pada pekerjaan dan alat alat

    rumah tangga. 3. Ketergantungan parsial,memerlukan bantuan untuk pergerakan

    kompleks seperti mandi dan berpakaian dan ; 4. Ketergantungan total, di atas

    kursi roda atau tempat tidur. (Robbins,dkk 2005)

    Rheumatoid Arthritis kira kira 21/2 kali lebih sering menyerang

    perempuan daripada laki laki. Insidens meningkat dengan bertambahnya usia,

    terutama pada perempuan. Insidens puncak adalah antara usia 40 hingga 60

    tahun. Penyakit ini menyerang orang- orang di seluruh dunia dari berbagai suku

    bangsa. Sekitar 1 % orang dewasa menderita arthritis rheumatoid. (Robbins,dkk

    2005)

    3

  • 2.2. Epidemiologi

    Pada kebanyakan populasi di bumi, prevalensi Rheumatoid Arthritis

    relative konstan yaitu berkisar antara 0,5-1%.

    Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian,

    masing-masing sekitar 5,3% - 6,8%. Prevalensi Rheumatoid Arthritis di Indian

    dan di Negara Barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%.

    Sedangkan di China, Indonesia, Filipina, prevalensinya kurang dari 0,4%

    ,baik di daerah urban maupun Rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa

    Tengah mendapatkan prevalensi Rheumatoid Arthritis sebesar 0,2% di daerah

    Rural dan 0,3% di daerah Urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di

    Malang pada penduduk berusia di atas 40 tahun mendapatkan prevalensi

    Rheumatoid Arthritis sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah

    Kabupaten. Di poliklinik rheumatologi RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta,

    kasus baru AR merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada

    periode Januari sampai dengan Juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus dari

    jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1346 orang. Prevalensi Rheumatoid

    Arthritis lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-

    laki dengan rasio 3 : 1 dan dapat terjadi pada semua kelompok, umur, dengan

    angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima.(Sudoyo

    2010).

    2.3. Etiologi

    1.Faktor Genetik

    Etiologi dari Rheumatoid Arthritis tidak diketahui secara pasti. Terdapat

    interaksi yang kompleks antara faktor genetik lingkungan. Faktor genetik

    berperan penting terhadap kejadian Rheumatoid Arthritis, dengan angka

    kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRB1

    dengan kejadian Rheumatoid Arthritis telah diketahui dengan baik, walaupun

    beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan Rheumatoid Arthritis seperti

    4

  • daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear

    faktor kappa B (NF-kB). Gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada

    Rheumatoid Arthritis. Faktor genetik juga berperanan penting dalam terapi

    Rheumatoid Arthritis karena aktivitas enzim seperti methylen eletrahydrofolate

    reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolism methotrexate dan

    azathioprine ditentukan oleh factor genetic. Pada kembar monozigot mempunyai

    angka keseuaian untuk berkembangnya Rheumatoid Arthritis lebih dari 30% dan

    pada orang kulit putih dengan Rheumatoid Arthritis yang mengekspresikan

    HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sebesar 80%.(Sudoyo 2010).

    2.Hormon Sex

    Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-

    laki, sehingga diduga hormone seks berperanan dalam perkembangan penyakit

    ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala AR selama

    kehamilan, Perbaikan ini diduga karena : 1. Adanya aloantibody dalam sirkulasi

    maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan fungsi epitop

    HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit. Adanya perubahan profil

    hormone secara langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron, yang

    merupakan androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel

    adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun seluler dan

    humoral. DHEA merupakan substrat penting dakam sintesis estrogen plasenta.

    Estrogen dan progesterone menstimulasi respon imun humoral dan menghambat

    respon imun selular. Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga

    estrogen dan progesterone mempunyai efek yang berlawanan terhadap

    perkembangan AR. Pemberian kontrasepsi oral dilaporkan mencegah

    perkembangan AR atau berhubungan dengan penurunan insiden AR yang lebih

    berat. (Sudoyo 2010).

    3.Faktor Infeksi

    Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit.

    Organisme ini diduga menginfeksi sel induk semang. Dan merubah reaktivitas

    atau respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum

    5

  • ditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyebab penyakit.

    (Sudoyo 2010).

    2.4. Morfologi dari Rheumatoid Arthritis

    Arthritis rematoid menyebabkan perubahan morfologis yang luas,

    perubahan terberat terjadi pada persendian. RA secara khas muncul sebagai

    arthritis simetris,yang menyerang sendi kecil pada tangan dan kaki,pergelangan

    kaki,pergelangan tangan,siku,dan bahu.Secara klasik,sendi interfalang proksimal

    dan metakarpofalang akan terserang,tetapi sendi interfalang distal tidak terserang

    .Jika terjadi pada aksial,serangan pada sendi panggul sangat jarang terjadi.Secara

    histologist,sendi yang terserang menunjukkan sinovitis kronis,yang ditandai

    dengan (1)hyperplasia dan proliferasi sel sinovial (2)inflitrat sel peradangan

    perivaskuler padat(sering kali membentuk folikel limfoid)dalam sinovium yang

    tersusun atas sel CD4+,sel plasma,dan makrofag,(3)Peningkatan vaskularitas

    akibat angiogenesis,(4)neutrofil dan agregat fibrin yang mengalami organisasi

    pada permukaan synovial dan dalam ruang sendi,serta(5)Peningkatan aktivitas

    osteoklas pada tulang dibawahnya sehingga terjadi penetrasi synovial dan erosi

    tulang.Gambaran klasik adalah terdapatnya panus,yang dibentuk oleh sel epitel

    synovial yang berproliferasi dan bercampur dengan sel radang,jaringan

    granulasi,dan jaringan ikat fibrosa,pertumbuhan jaringan ini sangat berlebihan

    sehingga membran synovial yang biasanya tipis dan halus berubah menjadi

    tonjolan yang banyak sekali,edematosa,dan menyerupai daun pakis(vilosa).Pada

    peradangan sendisempurna(full blown),biasanya akan muncul edema jaringan

    lunak periartikular,yang secara klasik pertama kali tampak sebagai

    pembengkakan fusiformis pada sendi interfalang proksimal. Dengan

    berkembangnya penyakit,tulang rawan sendi yang berdekatan dengan panus

    mengalami erosi dan pada saatnya akan dihancurkan.Tulang subartikular dapat

    pula diserang dan mengalami erosi.pada akhirnya,panus akan meengisi rongga

    sendiri,dan Fibrosis dan kalsifikasi selanjutnya dapat mengakibatkan Ankilosis

    permanen pda gambaran radiografi terlihat efusi sendi serta osteopenia juksta-

    arikular yang disertai erosi dengan penyempitan rongga sendi serta hilangnya

    6

  • tulang rawan sendi.Perusakan tendo,ligamentum,dan kapsul sendi menimbulkan

    deformitas yang khas, yaitu defiasi radial, pergelangan tangan, dan kelainan

    fleksi, hiperekstensi pada jari tangan(deformitasleher

    angsa/swan/neck),deformitas boutenniere.Nodulus subkutan rematoid terjadi

    pada kira-kira seperempat dari para pasien, yang terjadi di sepanjang permukaan

    ekstensor lengan bawah atau pada tempat yang mudah terkena tekanan

    mekanisme,nodulus ini jarang terbentuk dalam paru,limfa,jantung,aorta,dan

    organ visera lainnnya.Nodulus remahtoid adalah massa yang kenyal,tidak nyeri

    tekan,oval atau bulat diameter mencapai 2cm.secara makroskopis nodulus ini

    ditandai dengan suatu focus sentral nekrosis fibrinoid yang ipagari oleh suatu

    falisade makrofag,yang kemudian akan dikelilingi oleh jaringan granulasi.Pasien

    dengan penyakit erosif berat nodulus rheumatoid,secara titer faktor rheumatoid

    yang tinggi (igM dalam sirkulasi yang mengikat igG) berisiko mengalami

    sindrom vaskulitis.Vaskulitis nekrotikans akut dapat menyerang arteri kecil atau

    besar.Serangan pada serosa dapat muncul sebagai pleuritis fibrinosa atau

    perikarditis atau keduanya sekaligus.Parenkim paru dapat dirusak oleh fibrosis

    intertisial progesif.

    Pada beberapa kasus, perubahan pada mata, misalnya uveitis dan

    keratokonjutivitis(mirip dengan yang terjadi pada syndrome sjorgen)dapat

    timbul mencolok. (Sylvia A.Price,dkk 2005).

    2.5. Faktor Risiko

    Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya

    Rheumatoid Arthritis antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga

    yang menderita Rheumatoid Arthritis, umur lebih tua, paparan salisilat dan

    perokok. Konsumsi kopi lebih dari tiga kali sehari, khususnya kopi

    decaffcinated mungkin juga berisiko. Makanan tinggi vitamin D, konsumsi the,

    dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan penurunan risiko. Tiga

    dari empat perempuan dengan Rheumatoid Arthritis mengalami perbaikan gejala

    7

  • yang bermakna selama kehamilan dan biasanya akan kambuh lagi setelah

    melahirkan.(Sudoyo 2010)

    2.6. Patogenesis

    Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan

    fibroblast sinovial setelah adanya faktor pencetus berupa autoimun dan infeksi.

    Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskuler dan terjadi proliferasi sel-sel endotel

    yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang

    terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil dan sel inflamasi. Terjadi

    pertumbuhan yang irregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi

    sehingga membentuk jaringan panus. Panus menginvasi dan merusak rawan

    sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase, dan factor

    pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan

    komplikasi sistemik.(Sudoyo 2010).

    Peran sel T

    Induksi respon sel T pada arthritis rheumatoid diawali oleh interaksi

    antara reseptor sel T dengan sel share epitope dari major histocompability

    complex class II (MHCII-SE) dan peptida pada antigen presenting cell(APC)

    sinovium atau sistemik . Molekul tambahan (accessory) yang diekspresikan oleh

    APC antara lain ICAM-1 (intracellular adhesion molecule-1) (CD5A4),

    OX40L(CD252), inducible costimulator (ICOS) ligand (CD275), B7-1(CD80)

    dan B7-2(CD86) berpartisipasi dalam aktivasi sel T melalui ikatan dengan

    lymphocyte function-associated antigen (LFA)-1 (CD11a/CD18),

    OX40(CD134),ICOS(CD278), dan CD28.

    Fibroblast-like synoviocytes(FLS) yang aktif mungkin juga

    berpartisipasi dalam presentasi antigen dan mempunyai molekul tambahan

    seperti LFA-3(CD58), dan ALCAM (activated leukocyte cell adhesion

    molecule) (CD116) yang berinteraksi dengan sel T yang mengekspresikan CD2

    dan CD6.

    Interleukin(IL-6) dan transforming growth factor-beta (TGF-) kebanyakan

    berasal dari APC aktif, signal pada sel Th-17 menginduksi pengeluaran II-17

    8

  • IL-17 mempunyai efek independen dan sinergistik dengan sitokin proinflamasi

    lainnya (TNF- dan IL-) pada sinovium, yang menginduksi pelepasan sitokin,

    produksi metalloproteinase, ekspresi ligan RANK/RANK (CD265/CD254), dan

    osteoklastogenesis. Interaksi CD40L(CD154)dengan CD40 juga mengakibatkan

    aktivasi monosit/makrofag(Mo/Mac)synovial,FLS,dan sel B. Walaupun pada

    kebanyakan penderita AR didapatkan adanya sel T regulator CD4+CD25hi pada

    sinovium, tetapi tidak efektif dalam mengontrol inflamasi dan mungkin

    dinonaktifkan oleh TNF synovial. IL-10 banyak didapatkan pada cairan

    sinovial, tetapi efeknya pada regulasi Th-17 yang belum diketahui. Ekspresi

    molekul tambhan pada sel Th-17 yang tampak adalah perkiraan berdasarkan

    ekspresi yang ditemukan pada populasi sel T hewan coba. Perlu dilakukan

    penelitian lebih lanjut untuk menentukan struktur tersebut pada subset sel Th-17

    pada sinovium manusia. (Sudoyo 2010).

    Peran sel B

    Peran sel B dalam immunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti,

    meskipun sejumlah peneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari

    keterlibatan sel B.

    Keterlibatan sel B dalam pathogenesis AR diduga melalui mekanisme

    sebagai berikut :

    1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal kostimulator yang

    penting untuk clonal expansion dan fungsi efektor dari sel T CD4+.

    2. Sel B dalam membrane synovial AR juga memproduksi sitokin

    proinflamasi seperti TNF- dan kemokin.

    3. Membran synovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi

    faktor Rheumatoid (RF). AR dengan RF positif(seropositif) berhubungan

    dengan penyakit artikular yang lebih agresif, mempunyai prevalensi,

    manifestasi, ekstraartikular yang lebih tinggi dan angka morbiditas dan

    mortalitas yang lebih tinggi. RF juga bisa mencetuskan stimulus diri

    9

  • sendiri untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen

    kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga akan memproduksi

    RF. Selain itu kompleks imun RF juga memperantarai aktivasi

    komplemen, kemudian secara bersama-sama bergabung dengan reseptor

    Fcg, sehingga mencetuskan kaskade inflamasi.

    Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam pathogenesis

    AR. Bukti terbaru menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat bergantung kepada

    adanya sel B. Berdasarkan mekanisme di atas mengindikasikan bahwa sel B

    berperan penting dalam penyakit AR sehingga layak dijadikan target dalam

    terapi AR. (Sudoyo 2010).

    2.7. Manifestasi Klinis

    1.Awitan(onset)

    Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, arthritis

    simetris terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan

    penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih

    cepat yaitu antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Sebanyak 10-15%

    penderita mempunyai awitan fulminami berupa arthritis poliartikular, sehingga

    diagnosis AR lebih mudah di tegakkan . pada 8-15% penderita, gejala muncul

    beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Artritis sering kali diikuti oleh

    kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama 1 jam atau lebih.

    Beberapa penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa kelemahan,

    kelelahan, anoreksia dan demam rinagan.(Sudoyo 2010)

    2.Manifestasi artikular

    Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku

    pada banyak sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal

    pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda cardinal

    inflamasi(nyeri,bengkek, kemerahan dan teraba hangat) mungkin ditemukan

    10

  • pada awal penyakit atau selama kekambuhan (flare), namun kemerahan dan

    perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik.

    Penyebab arthritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada

    membrane sinovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena

    adalah persendian tangan, kaki dan vertebra servikal, tetapi persendian besar

    seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang terlibat pada umumnya

    simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan

    menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan

    fungsi. Ankilosis tulang (destruksi sendi disertai kolaps dan pertumbuhan tulang

    yang berlebihan) bisa terjadi pada beberapa sendi khususnya pada pergelangan

    tangan dan kaki. Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, demikian

    jugasendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal. Sendi interfalang distal

    dan sakroiliaka tidak pernah terlibat. (Sudoyo 2010)

    3.Manisfestasi ekstraartikular

    Walaupun arthritis merupakan menifestasi klinis utama, tetapi AR

    merupakan penyakit sistemik sehingga banyak penderita juga mempunyai

    manifestasi ekastraartikular. Manifestasi ekastraartikular pada umumnya

    didapatkan pada penderita yang mempunyai titer faktotr rheumatoid (RF) serum

    tinggi. Nodul rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering

    dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul reumatoid

    umumnya ditemukan didarerah ulna, olekranon, jari tangan , tendon Achilles

    atau bursa olekranon. Nodul rheumatoid hanya ditemukan pada penderita AR

    dengan dengan faktor rheumatoid positif (sering titernya tinggi) dan mungkin

    dikelirukan dengan tofus gout , kista ganglion, tendon xanthoma atau nodul yang

    berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD,atau multicentric

    reticulohistiocytosis . manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa

    perubahan patologik hanya di temukan saat otopsi. Beberapa manifestasi

    ekstraartikuler seperti memerlukan terapi spesifik.(Sudoyo 2010)

    Kriteria dari American Rheumatism Association (ARA) yang direvisi

    tahun 1987 adalah:

    11

  • 1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada

    persendian dan disekitarnya sejaka bangun tidur sampai sekurang-

    kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.

    2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau

    persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran

    tulang (hiperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara

    bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang

    memenuhi kriteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang,

    pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan

    kanan.

    3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi

    pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas.

    4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak

    bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical

    polyarthritis simultaneously).

    5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau

    permukaan ekstensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang

    dokter.

    6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor

    rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil

    positif kurang dari 5% kelompok kontrol.

    7. Terdapat perubahan gamabaran radiologis yang khas pada pemeriksaan

    sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus

    menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi

    pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.

    Diagnosis Reuamtoid Arthritis ditegakkan sekurang-kurangnya terpenuhi

    4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6

    minngu.(Arif Mansjoer,dkk 2000)

    12

  • 2.8. Komplikasi

    Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita artritis reumatoid.

    KOMPLIKASI KETERANGANAnemia Berkorelasi dengan LED dan aktivitas penyakit ;

    75 % penderita AR mengalami anemia karena

    penyakit kronik dan 25% penderita tersebut

    memberikan respon terhadap terapi besi.Kanker Mungkin akibat sekunder dari terapi yang

    diberikan; kejadian limfoma dan leukemia 2-3

    kali lebih seringterjadi pada penderita AR

    ;peningkatan resiko terjadinya berbagai tumor

    solid;penurunan resiko terjadinya kanker

    genitourinaria,diperkirakan karena penggunaan

    OAINS.Komplikasi kardiak 1/3 penderita AR mungkin mengalami efusi

    perikardial asimptomatik saat diagnosis

    ditegakkan ;miokarditis bisa terjadi ,baik dengan

    atau tanpa gejala ;blok atriventrikular jarang

    ditemukan.Penyakit tulang belakang

    leher (cervical spine

    disease)

    Tenosinovitis pada ligamentum transversum bisa

    menyebabkan instabilitas sumbu atlas ,hati-hati

    bila melakukan intubasi endotrakeal ;mungkin

    ditemukan hilangnya lordosis servikal dan

    berkurangnya lingkup gerak leher ,subluksasi

    C4-C5 dan C5-C6,Penyempitan celah sendi pada

    foto servical lateral .Myelopati bisa terjadi yang

    ditandai oleh kelemahan bertahap pada

    ekstremitas atas dan parestesia. Gangguan mata Episkleritis jarang terjadi.

    Pembentukan fistula Terbentuknya sinus kutaneus dekat sendi yang

    terkena ,terhubungnya bursa dengan kulit.Peningkatan infeksi Umumnya merupakan efek dari terapi AR.

    13

  • Deformitas sendi tangan Deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal

    ;deformitas boutonniere (fleksi PIP dan

    hiperekstensi DIP);deformitas swan neck

    (kebalikan dari deformitas

    boutonniere);hiperekstensi dari ibu jari

    ;peningkatan risiko ruptur tendon.Deformitas sendi lainnya Beberapa kelainan yang bisa ditemukan antara

    lain :frozen shoulder ,kista poplitel,sindrom

    terowongan karpal dan tarsal.Komplikasi pernafasan Nodul paru bisa bersama-sama dengan kanker

    dan pembentukan lesi kavitas ;bisa ditemukan

    inflamasi pada sendi cricoarytenoid dengan

    gejala suara serak dan nyeri pada laring :pleuritis

    ditemukan pada 20% penderita ;fibrosis

    interstitial bisa ditandai dengan adanya ronki

    pada pemeriksaan fisik Nodul rheumatoid Ditemukan pada 20-35 % penderita AR,biasanya

    ditemukan pada permukaan ekstensor

    ekstremitas atau daerah penekanan lainnya

    ,tetapi bisa juga ditemukan pada daerah sklera

    ,pita suara ,sakrum atau vertebra.Vaskulitis Bentuk kelainannya antara lain : arteritis

    distal,perikarditis,neuropati perifer,lesi

    kutaneus ,arteritis organ viscera dan artritis

    koroner ;terjadi peningkatan resiko

    pada:penderita perempuan ,titer RF ysng

    tinggi ,mendapat terapi steroid dan mendapat

    beberapa macam DMARD;berhubungan dengan

    peningkatan risiko terjadinya infark miokard.

    14

  • Komplikasi pleuroparenkimal primer dan sekunder dari artritis

    rheumatoid:

    Pleural disease

    Pleural effusions ,pleural fibrosi

    Interstitial lung disease

    Usual interstial pneumonia ,nonspesific interstial pneumonia ,organizing

    pneumonia,lymphocytic interstial pneumonia ,diffuse alveolar

    damage,acute eosinophilic pneumonia ,apical fibrobullous

    disease,amyloid,rheumatoid nodules

    Pulmonary vascular disease

    Pulmonary hypertension,vasculitis,diffuse alveolar homorrhage with

    capillaritis

    Secondary pulmonary complications

    Oppurtunististic infections

    Pulmonary tuberculosis ,atypical mycobacterial infections,nocardiosis

    ,aspergillosis,pneumocystis jerovecl pneumonia,cytomegalovirus

    pneumonitis

    Drug toxicity

    Methotrexate ,gold ,D-penicillamin,sufasalazin.(Sudoyo 2010)

    2.9. Diagnosa Banding

    Rheumatoid Arthritis harus dibedakan dengan sejumlah penyakit lainnya

    seperti atropati reaktif yang berhubungan dengan infeksi, spondiloatropati

    seronegatif dan penyakit jaringan ikat lainnya seperti Lupus Eritematosus

    Sistemik(LES), yang mungin mempunyai gejala menyerupai Rheumatoid

    15

  • Arthritis, adanya kelainan endokrin juga harus disingkirkan. Arthritis Gout juga

    bersama sama dengan Rheumatoid Arthritis, bila dicurigai ada Arthritis Gout

    maka pemeriksaan cairan sendi perlu dilakukan.(Sudoyo 2010).

    2.10. Pemeriksaan Penunjang

    Tidak banyak berperan dalam diagnosis arthritis rumatoid,namun dapat

    menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien.Pada

    pemeriksaan laboratorium terdapat:

    1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien arthritis

    reumatoid terutama bila masih aktif.Sisanya dapat di jumpai pada pasien

    lepra,tuberculosis paru,sirosis hepatis,hepatitis

    infeksiosa,lues,endokarditis bakterialis,penyakit kolagen,dan sarkoidosi.

    2. Protein C-reaktif biasanya positif

    3. LED meningkat

    4. Lekosit normal atau meningkat sedikit

    5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik

    6. Trombosit meningkat

    7. Kadar albumin serum turun dan globulin naik

    Pada pemeriksaan rontgen,semua sendi dapat terkena,tapi yang tersering

    adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris.Sendi sakroiliaka juga sering

    terkena.Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi

    juksta artikular.Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.

    2.11. Penatalaksanaan

    1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang

    akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan

    16

  • pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama. (Arif

    Mansjoer,dkk 2010)

    2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi

    yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:

    a) Aspirin

    Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari,

    kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau

    gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.

    b) Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.

    3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari

    proses destruksi akibat artritis reumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat

    setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya

    dalam menekan proses reumatoid akan berkurang. Keputusan

    penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko manfaat oleh

    dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis artritis reumatoid

    ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski masih dalam

    status tersangka.Jenis-jenis yang digunakan adalah:

    a) Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau,

    namun efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis

    anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek

    samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman

    penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia

    hemolitik.

    b) Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam

    dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai

    mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat

    diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai

    17

  • tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat

    khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau

    dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia.

    c) D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat.

    Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan

    setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total

    4x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau

    mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.

    e) Obat imunosupresif atau imunoregulator,metotreksat sangat mudah

    digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan

    yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan

    tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang

    melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan

    siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam penelitian.

    f) Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid

    dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena

    obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah

    (seperti prednison 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai

    bridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai

    bekerja, yang kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan

    suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan yang berat.

    Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu. (Arif

    Mansjoer,dkk 2010)

    4. Terapi non farmakologik,beberapa terapi non famakologik telah dicoba

    pada penderita AR.Terapi puasa,suplementasi asam lemak esensial,terapi

    spa dan latihan menunjukkan hasil yang baik.Pemberian suplemen

    minyak ikan(Cod liver oil) bisa digunakan sebagai NSAID-spering agen

    pada penderita AR.Memberikan edukasi dan pendekatan multi disiplin

    dalam perawatan penderita dapat memberikan manfaat jangka

    18

  • pendek.Penggunaan terapi herbal,akupuntur,dan splinting belum .

    (Sudoyo 2010).

    5. Rehabilitasi, bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien.

    caranya antara lain : dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan,

    pemanasan,dan sebagainya.Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit

    pada sendi berkurang/minimal.Bila tidak juga berhasil, mungkin

    diperlukan pertimbangan untuk tindakan operatif.Sering pula diperlukan

    alat-alat. Karena itu, pengertian tentang rehabilitasi termasuk:

    1.Pemakaian alat Bidai, tongkat atau tongkat penyangga,

    walkinmachine,kursi roda, sepatu, dan alat.

    2.Alat ortotik protetik lainnya.

    3.Terapi mekanik.

    4.Pemanasan : baik hidroterapi maupun elektroterapi.

    5.Occupational therapy.(Arif Mansjoer,dkk 2010)

    6. Pembedahan,jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak

    berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan dapat

    dilakukan pengobatan pembedahan. didapatkan bukti yang

    meyakinkan.Pembedahan harus dipertimbangkan bila:1.Terdapat nyeri

    berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif.

    2.Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang

    berat.3.Ada ruptur tendonJenis pengobatan ini pada pasien Arthritis

    Rheumatoid umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektomi,

    artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan

    sebagainya

    Untuk menilai kemajuan pengobatan, dipakai parameter:

    1. Lamanya morning stiffness.

    2. Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan/berjalan.

    19

  • 3. Kekuatan menggenggam (dinilai dengan tensimeter)

    4. Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter.

    5. Peningkatan LED.

    6. Jumlah obat-obat yang digunakan.(Arif Mansjoer,dkk 2010)

    2.12. Prognosis

    Prediktor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain : skor

    fungsional yang rendah, status sosialekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah,

    ada riwayat kga dekat keluarga dekat menderita AR, melibatkan banyak sendi,

    nilai CRp atau LED tinggi saat permulaan penyakit, RF atau anti CCP positif,

    ada perubahan radiologis pada awal penyakit, ada nodul rheumatoid/manifestasi

    ekstraartikular lainnya. Sebanyak 30% penderita AR dengan manifestasi

    penyakit berat tidak berhasil memenuhi criteria ACR 20 walaupun sudah

    mendapat berbagai macam terapi . sedangkan penderita dengan penyakit lebih

    ringan memberikan respon yang baik dengan terapi. Penelitian yang dilakukan

    oleh lindqvist dkk pada penderita AR yang mulai tahun 1980-an,

    memperlihatkan tidak adnya peningkatan angka morbalitas pada 8 tahun

    pertama sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhan penyebab

    kematian pada penderita AR dibandingkan dengan populasi umum adalah 1,6

    tetapi hasil ini mungkin akan menurun setelah penggunaan jangka panjang

    DMARD terbaru.(Sudoyo 2010).

    20

  • BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    1. Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang mengenai banyak organ

    yang merupakan salah satu kelompok penyakit jaringan ikat

    difus.gangguan ini diperantai imun dan etiologinya tidak diketahui.

    2. Artritis reumatoid menyerang perempuan sekitar dua setengah kali lebih

    sering daripada laki-laki ,dengan insiden puncak antara 40 dan 60 tahun.

    3. Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui ,meskipun

    patogenesisnya sudah diketahui.

    4. Terdapat hubungan antara penanda genetik HLA-Dw4 dan HLA-DR5

    pada ras kaukasia.pada orang Amerika-Afrika ,Jepang ,dan Indian

    Chippewa,hanya berhubungan dengan HLA-Dw4.

    5. Penghancuran jaringan sendi terjadi dalam 2 cara .pertama,penghancuran

    digestif terjadi akibat produksi protease ,kolagenase dan enzim

    hidrolitik.penghancuran jaringan juga terjadi melalui kerja pannus

    reumatoid .

    6. Beberapa gambaran klinis yang lazim mencakup

    (1)kelahan,anoreksia,berat badan turun dan demam.(2) poliartritis

    simetri,terutama sendi perifer dan kaku di pagi hari lebih dari satu jam.

    (3)artritis erosif dan deformitas sebagai penghancuran struktur penunjang

    sendi.(4)nodul reumatoid ,yang merupakan massa subkutan dan

    (5)manifestasi ekstra-artikular yang dapat mengenai organ(misal

    jantung,paru ,mata,pembuluh darah).

    7. Beberapa uji laboratorium digunkan untuk diagnosis artritis

    reumatoid.sebagai contoh faktor reumatoid ditemukan dalam serum

    sekitar 85% orang yang menderita artritis reumatoid .

    21

  • 8. Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut: (1) kaku di pagi hari

    (berlangsung dalam 1 jam ).(2) artritis pada 3 atau lebih sendi .(3) artritis

    sendi tangan .(4) artritis simetris .(5) nodul reumatoid .(6) faktor

    reumatoid serum .(7)perubahan radiograf (erosi atau dekalsifikasi

    tulang). Dapat disebut artritis reumatoid jika sedikitnya terdapat 4 dari 7

    kriteria .

    9. Pengobatan artritis reumatoid berdasarkan pada pemahaman patofisiologi

    gangguan .perhatihan harus diarahkan pada manisfestasi psikofisiologi

    dan gangguan psikososial yang menyertainya disebabkan oleh perjalanan

    masalah yang kronik yang berubah-ubah.

    3.2. Saran

    Pasien harus mengetahui dan memahami tentang penyakit Rheumatoid

    Arthritis yang dideritanya, sehingga akan lebih mudah bagi pasien menerima

    kondisi dan prognosis dari penyakitnya.

    22

  • DAFTAR PUSTAKA

    Bradley,john,dkk.(2000).Penuntun Klinis.Jakarta : Hipokrates

    Mansjoer,Arif,dkk.(2000).Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jakarta: Media

    Aesculapius.

    Price,Sylvia A.(2005).Patofisiologi.Edisi 6.Jakarta : EGC

    Robbins,dkk.(2007).Buku Ajar Patologi.Edisi 7.Jakarta : Hipokrates

    Sudoyo,Aru.W.(2010).Ilmu Penyakit Dalam.Edisi 5.Jakarta: Interna Publising

    23