refrat rheumatoid arthritis

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi kronis progresif yang mempengaruhi sendi-sendi kecil dari tangan, kaki, pergelangan tangan dan pergelangan kaki secara simetris, hal ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh yang biasanya melindungi tubuh dari serangan organisme asing ternyata menyerang membran yang melapisi sendi hal ini ditandai dengan adanya erosi pada radiografi. Kehadiran erosi pada x-ray adalah patognomonik untuk diagnosis RA. Dikatakan bahwa hingga 80% pasien dengan RA akan memiliki erosi dalam 3 bulan pertama penyakit. Namun, pada awal penyakit mereka tidak selalu hadir dan pembengkakan jaringan lunak hanya mungkin satu-satunya manifestasi. (Jessica Berman, 2012) Kekakuan terlihat pada RA aktif yang terburuk paling sering terjadi di pagi hari. Ini dapat berlangsung satu sampai dua jam (atau bahkan sepanjang hari). Kekakuan untuk waktu yang lama di pagi hari adalah petunjuk bahwa Anda mungkin memiliki RA, karena beberapa penyakit rematik lainnya berperilaku seperti ini. Misalnya, osteoarthritis paling sering tidak 1

Upload: anugrah-manggala-yudha

Post on 21-Jul-2016

95 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Refrat Rheumatoid Arthritis

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Rheumatoid Arthritis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi kronis progresif yang

mempengaruhi sendi-sendi kecil dari tangan, kaki, pergelangan tangan dan

pergelangan kaki secara simetris, hal ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh

yang biasanya melindungi tubuh dari serangan organisme asing ternyata

menyerang membran yang melapisi sendi hal ini ditandai dengan adanya erosi

pada radiografi. Kehadiran erosi pada x-ray adalah patognomonik untuk diagnosis

RA. Dikatakan bahwa hingga 80% pasien dengan RA akan memiliki erosi dalam

3 bulan pertama penyakit. Namun, pada awal penyakit mereka tidak selalu hadir

dan pembengkakan jaringan lunak hanya mungkin satu-satunya manifestasi.

(Jessica Berman, 2012)

Kekakuan terlihat pada RA aktif yang terburuk paling sering terjadi di pagi hari.

Ini dapat berlangsung satu sampai dua jam (atau bahkan sepanjang hari).

Kekakuan untuk waktu yang lama di pagi hari adalah petunjuk bahwa Anda

mungkin memiliki RA, karena beberapa penyakit rematik lainnya berperilaku

seperti ini. Misalnya, osteoarthritis paling sering tidak menyebabkan kekakuan

pagi berkepanjangan. (Jessica Berman, 2012)

Prevalensi RA diselidiki dengan survei dari rumah ke rumah, nyeri

muskuloskeletal dalam populasi total 4683 pedesaan dan perkotaan 1.071 subyek

usia 15 tahun ke atas di Jawa Tengah. Mereka diidentifikasi memiliki nyeri sendi

perifer durasi lebih dari 6 minggu (82 laki-laki dan 129 perempuan) yang

diperiksa oleh rheumatologist (JD) dan tes serologi dan sinar-X. Prevalensi pasti

RA dengan kriteria ARA adalah 0,2% di pedesaan dan 0,3% pada subyek

perkotaan. Tingkat keparahan kasus didiagnosis ditunjukkan oleh klasifikasi

fungsional Steinbrocker 2 dan 3 dan arthritis erosif X-ray di tangan dari nilai 2-4.

Tingkat prevalensi rendah RA dibandingkan dengan yang ditemukan di negara

maju adalah karena sebagian untuk struktur usia yang berbeda dari populasi dan

1

Page 2: Refrat Rheumatoid Arthritis

2

harapan hidup yang lebih rendah. Ada juga bukti kematian yang tinggi akibat

penyakit ini. Hal ini diduga disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi, penggunaan

intermiten kortikosteroid dosis tinggi dan kehadiran infeksi berat di komunitas ini.

Faktor-faktor ini harus dipertimbangkan ketika menilai prevalensi rendah RA

dalam survei di negara-negara berkembang lainnya. (Muirden KD, Valkenburg

HA, Wigley RD, 2008)

Diagnosis dan penatalaksanaan RA harus dilakukan secara dini agar tidak

terjadi kerusakan yang dapat menimbulkan cacat yang permanen ataupun

komplikasi lain. Sehingga sangat penting bagi dokter umum yang memiliki

kompetensi 3A dalam kasus ini untuk mempelajari cara mendiagnosis dan

penatalaksanaan RA agar dapat meningkatkan keberhasilan terapi.

Kriteria dari American College Of Rheumatology (ACR) tahun 1987 masih

digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis RA. Sedangkan American

College of Rheumatology (ACR) pada tahun 2012 telah mengeluarkan guidelines

terbaru perihal penatalaksanaan rheumatoid arthritis.

1.2 Tujuan

Referat ini dibuat dengan tujuan untuk mengkaji lebih lanjut mengenai

diagnosis dan tatalaksana rheumatoid arthritis dengan guidelines terbaru yang

direkomendasikan oleh ACR.

Page 3: Refrat Rheumatoid Arthritis

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi kronis progresif yang

mempengaruhi sendi-sendi kecil dari tangan, kaki, pergelangan tangan dan

pergelangan kaki secara simetris, hal ini terjadi ketika sistem kekebalan

tubuh yang biasanya melindungi tubuh dari serangan organisme asing

ternyata menyerang membran yang melapisi sendi hal ini ditandai dengan

adanya erosi pada radiografi.

Keradangan sinovium dapat merusak tulang dan kartilago. Sel

radang melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang dan kartilago,

sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi, yang

menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak.(Jessica

Berman, 2012)

2.2 Epidemiologi

Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit yang jarang pada laki-laki

dibawah umur 30 tahun. Insiden penyakit ini memuncak pada umur 60-70

tahun. Pada wanita, prevalensi penyakit ini meningkat dari pertengahan abad

ke-20 dan konstan pada level umur 45-65 tahun dengan masa puncak 65-75

tahun.

Prevalensi dari artritis reumatoid mendekati 0,8 % dari populasi

(kisaran 0,3 - 2,1%), wanita terkena tiga kali lebih sering dibandingkan

dengan laki-laki. Prevalensi penyakit ini meningkat dengan umur, dan jenis

kelamin, perbedaannya dikurangi pada kelompok usia tua. Penyakit ini

menyerang orang-orang di seluruh dunia dari berbagai suku bangsa. Onset

dari penyakit ini sering pada dekade ke-empat dan ke-lima dari kehidupan.

(Darmawan J, 2002)

2.4 Etiologi

Page 4: Refrat Rheumatoid Arthritis

4

Penyebab utama rheumatoid arthritis masih belum diketahui sampai

saat ini namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

rheumatoid arthritis. Rheumatoid arthritis merupakan manifestasi dari

respon terhadap agen infeksius pada orang-orang yang rentan secara genetik.

Beberapa kemungkinan agen penyebab tersebut diantaranya termasuk

mikoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), sitomegalovirus, parvovirus, dan

virus rubella, tetapi berdasarkan bukti-bukti, penyebab ini ataupun agen

infeksius yang lain yang menyebabkan artritis reumatoid tidak muncul pada

penderita artritis reumatoid.

Terdapat kerentanan genetik yang jelas, dan penelitian pada orang

kembar mengindikasikan indeks sekitar 15-20%. Sebanyak 70% dari pasien

artrirtis reumatoid ditemukan human leucocyte antigen-DR4 (HLA-DR4),

sedangkan faktor lingkungan seperti merokok dan agen infeksius dikatakan

memiliki peranan penting pada etiologi, namun kontribusinya sampai saat

ini belum terdefinisikan. (Eric Ruderman, 2012)

2.5 Patogenesis

Rheumatoid arthritis adalah penyakit sendi. Sebuah sendi adalah titik di

mana dua atau lebih tulang bertemu. Dengan beberapa pengecualian (dalam

tengkorak dan panggul, misalnya), sendi yang dirancang untuk memungkinkan

gerakan antara tulang dan untuk menyerap kejutan dari gerakan-gerakan seperti

berjalan atau gerakan yang berulang. Ujung-ujung tulang ditutupi oleh jaringan

elastis yang disebut tulang rawan, dikelilingi oleh kapsul yang melindungi dan

mendukungnya. Kapsul sendi dilapisi dengan jenis jaringan yang disebut

sinovium, yang menghasilkan cairan sinovial, zat jelas bahwa melumasi dan

memelihara tulang rawan dan tulang di dalam kapsul sendi.

Rheumatoid Arthritis menyerang sinovium, menyebabkan sinovium

meradang dan menghancurkan tulang rawan dan tulang di dalam sendi. Otot-otot

sekitarnya, ligamen, dan tendon yang mendukung dan menstabilkan sendi menjadi

lemah dan tidak mampu bekerja secara normal. Efek ini menyebabkan rasa sakit

dan kerusakan sendi sering terlihat di rheumatoid arthritis. Para peneliti

Page 5: Refrat Rheumatoid Arthritis

5

mempelajari rheumatoid arthritis sekarang percaya bahwa itu mulai merusak

tulang selama satu atau dua tahun pertama, salah satu alasan mengapa diagnosis

dini dan pengobatan sangat penting.

Beberapa orang dengan rheumatoid arthritis juga memiliki gejala di tempat-

tempat lain selain sendi mereka. Banyak orang dengan rheumatoid arthritis

mengalami anemia, atau penurunan dalam produksi sel darah merah. Efek lain

yang terjadi kurang sering termasuk sakit leher dan mata kering dan mulut. Sangat

jarang ditemukan orang mungkin memiliki keradangan pembuluh darah

(vaskulitis), lapisan paru-paru (pleuritis), atau kantung melampirkan jantung

(pericarditis). (Bethesda, 2012)

2.6 Gejala Klinik

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita

rheumatoid arthritis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada

saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang

bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan

menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi

di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang

distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

3. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat

generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini

berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya

hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu

jam

4. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran

radiologik. Keradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi

tulang.

5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi. Sendi-sendi yang

besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan

Page 6: Refrat Rheumatoid Arthritis

6

bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.

6. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada

sekitar sepertiga orang dewasa pasien rheumatoid arthritis. Lokasi yang

paling sering dari deformitas ini sendi siku atau sepanjang permukaan

ekstensor dari lengan.

7. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat menyerang

organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru

(pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak. (Daud R, 2002)

Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis reumatoid dari American Rheumatism Association tahun 1987

Tabel 1: 1987 Revised American Rheumatism Association Criteria for the Classification of Rheumatoid Arthritis

Kriteria Definisi

1.

Kekakuan pagi

hari

Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar sendi,

lamanya setidaknya 1 jam

2. Artrit

is pada tiga atau

lebih area sendi

Setidaknya tiga area sendi secara bersama-sama dengan

keradangan pada jaringan lunak atau cairan sendi. 14

kemungkinan area yang terkena, kanan maupun kiri

proksimal interfalangs (PIP), metacarpofalangs (MCP),

pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki, dan

sendi metatarsofalangs (MTP)

3. Artrit

is pada sendi

tangan

Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan,

sendi MCP atau sendi PIP

4. Artrit

is simetris

Secara bersama-sama terjadi pada area sendi yang sama

pada kedua bagian tubuh

5. Nodu

l-nodul reumatoid

Adanya nodul subkutaneus melewati tulang atau

permukaan regio ekstensor atau regio juksta-artikular

Page 7: Refrat Rheumatoid Arthritis

7

6. Seru

m faktor

reumatoid

Menunjukkan adanya jumlah abnormal pada serum faktor

reumatoid dengan berbagai metode yang mana hasilnya

positif jika < 5% pada subyek kontrol yang normal

7. Perub

ahan radiografik

Perubahan radiografik tipikal pada artritis reumatoid pada

radiografik tangan dan pergelangan tangan

posteroanterior, dimana termasuk erosi atau dekalsifikasi

terlokalisasi yang tegas pada tulang.

Untuk klasifikasi, pasien dikatakan menderita atrtritis reumatoid jika pasien

memenuhi setidaknya 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 - 4 harus sudah

berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis klinis,

tidak dikeluarkan pada kriteria ini.

2.7 Kriteria Diagnosis Rheumatoid Arthritis

Menurut American Rheumatism Association 1987, diagnosa arthritis

reumatoid dapat dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari kriteria

sudah berlangsung selama 6 minggu.

Kriteria tersebut adalah:

1. Kekakuan dipagi hari lamanya paling tidak 1 jam

2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi

3. Arthritis sendi-sendi jari tangan

4. Arthritis yang simetris

5. Nodul rheumatoid

6. Faktor rheumatoid dalam serum

7.Perubahan-perubahan radiologik, seperti:

Pembengkakan jaringan lunak

Erosi

Osteoporosis artikular

Page 8: Refrat Rheumatoid Arthritis

8

2.8 Pemeriksaan Laboratorium

a. Tanda keradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan

aktivitas penyakit, selain itu, nilai CRP dari waktu ke waktu

berkorelasi dengan kemajuan radiografi.

b. Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan analisis cairan

sinovial.

c. Jumlah sel darah lengkap (anemia, trombositopenia, leukositosis,

leucopenia).

d. Analisis cairan sinovial

1) Inflamasi cairan sinovial (WBC count > 2000/μL) hadir dengan

jumlah WBC umumnya dari 5,000-50,000 / uL.

2) Biasanya, dominasi neutrofil (60-80%) yang diamati dalam

cairan sinovial (kontras dengan dominasi sel mononuklear di

sinovium).

3) Karena cacat transportasi, kadar glukosa cairan pleura,

perikardial, dan sinovial pada pasien dengan RA sering rendah

dibandingkan dengan kadar glukosa serum.

e. Parameter imunologi meliputi autoantibodies (misalnya RF, anti-

RA33, anti-PKC, antibodi antinuclear).

f. Rheumatoid factor Rheumatoid Faktor, RF ditemukan pada sekitar

60-80% pasien dengan RA selama penyakit mereka, tetapi kurang

dari 40% pasien dengan RA dini.

g. Antibodi Antinuclear: Ini adalah hadir di sekitar 40% pasien dengan

RA, namun hasil tes antibodi terhadap antigen subset paling nuklir

negatif.

h. Antibodi yang lebih baru (misalnya, anti-RA33, anti-PKC):

Penelitian terbaru dari antibodi anti-PKC menunjukkan sensitivitas

dan spesifisitas sama atau lebih baik daripada RF, dengan

peningkatan frekuensi hasil positif di awal RA. Kehadiran kedua-anti

antibodi PKC dan RF sangat spesifik untuk RA. Selain itu, anti-PKC

antibodi, seperti halnya RF, menunjukkan prognosis yang buruk.

Page 9: Refrat Rheumatoid Arthritis

9

2.9 Foto Polos

Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah

keradangan periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang

disebabkan oleh efusi sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul

reumatoid merupakan massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas

permukaan ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada

olekranon, namun adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon,

atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang sekitar 20% pada

penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit lain, sehingga

membantu dalam menegakkan diagnosis. (Corwin, 2009)

2.10 CT-Scan

Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam

mendiagnosis artritis reumatoid. Walaupun demikian, CT scan berguna

dalam memperlihatkan patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di

tangan yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi dari foto polos dan

MRI.

CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan

memiliki kerugian dalam hal radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk

mengindikasikan letak destruksi tulang dan stabilitas tertinggi tulang

secara tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif atau pada tulang

belakang. (Corwin, 2009)

2.11 USG

Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan

frekuensi tinggi digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada

artritis reumatoid. Efusi dari sendi adalah hipoekhoik, sedangkan hipertrofi

pada sinovium lebih ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai

cairan yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi

tulang dapat terlihat sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik.

Komplikasi dari arthritis reumatoid, seperti tenosinovitis dan ruptur

Page 10: Refrat Rheumatoid Arthritis

10

tendon, juga dapat divisualisasikan dengan menggunakan ultrasonografi.

Hal ini sangat berguna pada sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi

karpometakarpal tidak tervisualisasi dengan baik karena konfigurasinya

yang tidak rata dan lokasinya yang dalam.

Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis artritis reumatoid

dengan tujuan meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi

konvensional. Ultrasonografi, terkhusus dengan menambahkan amplitude

color doppler (ACD) Imaging, juga menyediakan informasi klinis yang

berguna untuk dugaan artritis reumatoid. ACD imaging telah diaplikasikan

untuk artritis reumatoid dengan tujuan mengevaluasi manifestasi dari

hiperemia pada keradangan jaringan sendi. Hiperemia sinovial merupakan

ciri patofisiologi yang fundamental untuk artritis reumatoid. (Black and

Hawks, 2008)

2.12 MRI

Diagnosis awal dan penanganan awal merupakan manajemen

utama pada artritis reumatoid. Dengan adanya laporan mengenai

sensitivitas MRI dalam mendeteksi erosi dan sinovitis, serta spesifitas

yang nyata untuk perubahan edema tulang, hal itu menandakan bahwa

MRI merupakan penolong untuk mendiagnosis awal penyakit artritis

reumatoid. MRI juga memberikan gambaran yang berbeda pada

abnormalitas dari artritis reumatoid, sebagai contoh, erosi tulang, edema

tulang, sinovitis, dan tenosinovitis. (Black and Hawks, 2008)

2.13 Diagnosis Banding

2.13.1 Gout Arthritis

Gout merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan

meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat

primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung dari

pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan

Page 11: Refrat Rheumatoid Arthritis

11

eksresi asam urat, sedangkan gout sekunder disebabkan oleh pembentukan

asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian

obat-obatan tertentu.

Pada artritis gout akut, terjadi pembengkakan yang mendadak dan

nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki, sendi

metatarsofalangeal. Artritis bersifat monoartrikular dan menunjukkan

tanda-tanda keradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan

sejumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-

obatan, alkohol, atau stres emosional. Sendi-sendi lain dapat terserang,

termasuk sendi jari tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku.

(Muirden KD, 2008)

2.13.2 Osteoarthritis

Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit

ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai

oleh adanya deteorisasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan

tulang baru pada permukaan persendian. Gambaran klinis osteoartritis

umumnya berupa nyeri sendi, terutama apabila sendi bergerak atau

menanggung beban. Nyeri tumpul ini berkurang bila sendi digerakkan atau

bila memikul beban tubuh. Dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi

tersebut tidak digerakkan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan

menghilang setelah digerakkan. Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi,

biasanya hanya bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan

dengan kekakuan sendi di pagi hari yang disebabkan oleh artritis

reumatoid yang terjadi lebih lama. (Muirden KD, 2008)

2.14 Penatalaksanaan

Tujuan terapi rheumatoid arthritis, yaitu :

1. Menghilangkan gejala keradangan/inflamasi yang aktif baik lokal

maupun sistemik.

2. Mencegah terjadinya kerusakan pada jaringan.

Page 12: Refrat Rheumatoid Arthritis

12

3. Mencegah terjadinya deformitas atau kelainan bentuk sendi dan

menjaga fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik.

4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang

mengalami RA agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.

Adapun penatalaksanaan dari artritis reumatoid adalah sebagai berikut:

1. Obat-obatan

Non-steroid anti-inflammatoy drugs (NSAID)

NSAID antara lain, aspirin, ibuprofen, ketoprofen dan

diklofenac juga obat selektif baru nabumeton dan meloxicam yang

sangat berguna untuk mengurangi keradangan dengan menghalangi

proses produksi mediator keradangan. Tepatnya, obat ini menghambat

sintetase prostaglandin atau siklooksigenase. Enzim-enzim ini

mengubah asam lemak sistemik andogen, yaitu asam arakidonat

menjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan radikal-radikal

oksigen. Obat standar yang sudah dipakai sejak lama dalam kelompok

ini adalah aspirin. (Balabaud, 2007)

Salisilat

Kelompok obat ini merupakan cikal bakal berkembangnya OAINS.

Salisilat menimbulkan efek analgesia, anti inflamasi, dan anti piretik

dengan menekan produksi prostaglandin dan tromboksan dengan

menghambat siklooksigenase (Cox-1 dan Cox-2). Oleh karena itu salisilat

dan turunannya disebut juga dengan OAINS konvensional, karena tak

selektif terhadap salah satu tipe siklooksigenase.

OAINS, asam asetil salisilat, lebih dikenal sebagai antiplatelet pada

dosis rendah ketimbang sebagai pengobatan gejala arthritis. Namun

turunannya, yaitu diflunisal biasa digunakan untuk meredakan gejala

arthritis. Efek analgesia diflunisal muncul 1 jam setelah pemberian dan

efek maksimal dicapai setelah 2-3 jam. Namun, kelompok salisilat ini

berbahaya terhadap saluran cerna. (Balabaud, 2007)

Page 13: Refrat Rheumatoid Arthritis

13

Arylalkanoic Acid

Kelompok ini yang kerap dikenal dalam pengobatan arthritis di

antaranya adalah indometasin dan diklofenak. Keduanya diindikasikan

mengatasi gejala arthritis dan gout ( ankylosing spondylitis, rheumatoid

arthritis, arthritic gout, osteoarthritis, juvenile arthritis, dan pseudogout).

Indometasin merupakan turunan indol metilat dengan efek lebih

kuat dibanding aspirin. Kekuatan ini tak lain berasal dari 2 mekanisme

tambahan di samping menghambat pembentukan prostaglandin. Modus

kerja tambahan ini mencakup inhibisi motilitas leukosit polimorfonuklear,

seperti halnya kolkisin dan melepaskan fosforilasi oksidatif pada

mitokondria kartilago, seperti layaknya salisilat. Akhirnya kedua

mekanisme ini memperkuat efek analgesia dan antiinflamasi indometasin.

2-Arylpropionic acid (profen)

Profen merupakan salah satu kelompok OAINS yang sangat

banyak digunakan. Ibuprofen dan ketoprofen, misalnya, digunakan secara

luas hampir disebagian besar negara di dunia. Ibuprofen dosis rendah (200

mg dan terkadang 400 mg) dan ketoprofen 12,5 mg dapat diperoleh tanpa

resep atau over the counter (OTC) untuk mengatasi sakit kepala, nyeri

haid, demam, dan nyeri ringan lainnya. Dosis lebih tinggi digunakan untuk

mengatasi nyeri sedang seperti gejala arthritis. (Hughes LB, 2005)

Coxib

Potensi coxib dibedakan berdasarkan selektifitasnya. Coxib yang

lebih baru (valdecoxib, etoricoxib, lumiracoxib) menghambat COX-2

lebih selektif dari celecoxib atau rofecoxib. Bagaimana relevansi klinis

dari peningkatan selektivitas ini masih belum jelas.

Celecoxib dan valdecoxib sama-sama memiliki suatu ikatan

sulfonamida, yakni suatu metabolit aktif dari prodrug parecoxib. Uji klinis

Page 14: Refrat Rheumatoid Arthritis

14

memperlihatkan bahwa kedua obat ini efektif mengatasi OA dan RA. Pada

uji juga terlihat, insiden ulser gastrik dan duodenum secara endoskopi

pada pasien yang menggunakan obat ini lebih rendah secara bermakna

ketimbang pasien yang menerima OAINS nonselektif. Namun valdecoxib

tak seberuntung celecoxib. Pada 2005 silam, valdecoxib ditarik secara

sukarela dari beberapa market utama terkait dengan efek reaksi kulit yang

serius. Menurut FDA, setidaknya 7 pasien dengan atau tanpa riwayat

alergi sulfonamide meninggal. (Smeltzer and Bare, 2002)

a. Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD)

Kelompok obat-obatan ini termasuk metotrexat, senyawa emas, D-

penicilamine, antimalaria, dan sulfasalazine. Walaupun tidak memiliki

kesamaan kimia dan farmakologis, pada prakteknya, obat-obat ini

memberikan beberapa karakteristik.

Pemberian obat ini baru menjadi indikasi apabila NSAID tidak dapat

mengendalikan artritis reumatoid. Beberapa obat-obatan yang telah

disebutkan sebelumnya tidak disetujui oleh U.S Food and Drugs

Administration untuk dipakai sebagai obat artritis reumatoid. Tujuan

pengobatan dengan obat-obat kerja lambat ini adalah untuk

mengendalikan manifestasi klinis dan menghentikan atau

memperlambat kemajuan penyakit.

Sulfasalazine (Azulfidine) adalah obat oral yang digunakan dalam

perawatan penyakit keradangan usus besar yang ringan sampai beratnya

sedang, seperti ulcerative colitis dan penyakit Crohn. Azulfidine

digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis dalam kombinasi dengan

obat-obat anti keradangan. Azulfidine umumnya ditolerir dengan baik.

Efek-efek sampingan yang umum termasuk ruam (rash) dan gangguan

lambung. Karena Azulfidine terbentuk dari senyawa-senyawa sulfa dan

salicylate, maka harus dihindari oleh pasien-pasien dengan alergi-alergi

sulfa yang diketahui.

Page 15: Refrat Rheumatoid Arthritis

15

Methotrexate adalah suatu obat penekan imun. Ia dapat

mempengaruhi sumsum tulang dan hati, bahkan jarang menyebabkan

sirosis. Semua pasien-pasien yang mengkonsumsi methotrexate

memerlukan tes-tes darah secara teratur untuk memonitor jumlah-jumlah

darah dan tes-tes darah fungsi hati.

Garam-garam emas (Gold salts) telah digunakan untuk merawat

rheumatoid arthritis sepanjang kebanyakan abad yang lalu. Gold

thioglucose (Solganal) dan gold thiomalate (Myochrysine) diberikan

dengan suntikan, awalnya pada suatu dasar mingguan untuk berbulan-

bulan sampai bertahun-tahun. Emas oral, auranofin (Ridaura),

diperkenalkan pada tahun sembilan belas delapan puluhan (1980s). Efek-

efek sampingan dari emas (oral dan yang disuntikan) termasuk ruam kulit

(skin rash), luka-luka mulut, kerusakan ginjal dengan kebocoran protein

dalam urin, dan kerusakan sumsum tulang dengan anemia dan jumlah sel

putih yang rendah. Pasien-pasien yang menerima perawatan emas

dimonitor secara teratur dengan tes-tes darah dan urin. Emas oral dapat

menyebabkan diare.

D-penicillamine (Depen, Cuprimine) dapat bermanfaat pada

pasien-pasien yang terpilih dengan bentuk-bentuk rheumatoid arthritis

yang progresif. Efek samping adalah serupa dengan yang dari emas, yaitu

demam, kedinginan, luka-luka mulut, suatu rasa metal/logam dalam mulut,

ruam kulit, kerusakan ginjal dan sumsum tulang, gangguan lambung, dan

mudah memar. Pasein-pasien pada obat ini memerlukan tes-tes darah dan

urin yang rutin. D-penicillamine jarang dapat menyebabkan gejala-gejala

dari penyakit-penyakit autoimun lain.

Obat-obat penekan imun adalah obat-obat sangat kuat yang

menekan sistim imun tubuh. Sejumlah obat-obat penekan imun digunakan

untuk merawat rheumatoid arthritis. Obat-obat penekan imun termasuk

methotrexate (Rheumatrex, Trexall) seperti yang digambarkan diatas,

Page 16: Refrat Rheumatoid Arthritis

16

azathioprine (Imuran), cyclophosphamide (Cytoxan), chlorambucil

(Leukeran), dan cyclosporine (Sandimmune). Karena efek-efek

sampingan yang berpotensi serius, obat-obat penekan imun (lain daripada

methotrexate) umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan

penyakit yang sangat agresif atau mereka yang dengan komplikasi-

komplikasi keradangan rheumatoid yang serius, seperti keradangan

pembuluh darah (vasculitis). (Balbaud, 2007)

2. Terapi glukokortikoid

Terapi glukokortikoid sistemik dapat memberikan efek untuk terapi

simptomatik pada penderita artritis reumatoid. Prednison dosis rendah (7,5

mg/hari) telah menjadi terapi suportif yang berguna untuk mengontrol

gejala. Walaupun demikian, bukti-bukti terbaru mengatakan bahwa terapi

glukokortikoid dosis rendah dapat memperlambat progresifitas erosi tulang.

(Darmawan J, 2002)

3. Operasi

Tindakan operasi bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan bentuk

sendi yang cacat dan untuk menghilangkan sinovium yang rusak sehingga

sinovium baru dapat terbentuk, transfer tendon bisa memperbaiki fungsi

bila telah putus.

Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita

artritis reumatoid dengan kerusakan sendi yang parah. Meskipun

artroplastia dan penggantian total sendi dapat dilakukan pada beberapa

sendi, prosedur yang paling sukses adalah operasi pada pinggul, lutut, dan

bahu. Tujuan realistik dari prosedur ini adalah mengurangi nyeri dan

mengurangi disabilitas.

Tindakan operasi yang lain, yaitu sinovektomi terbuka dan radikal,

sehingga mempunyai resiko antara lain pendarahan, penggunaan anastesi,

infeksi pada sendi artifisial, bekuan darah, dan sendi artifisial yang tidak

cocok. Pemulihan pasca tindakan operasi membutuhkan waktu hingga 2

minggu rawat inap di rumah sakit. Rehabilitasi sendi pasca tindakan operasi

Page 17: Refrat Rheumatoid Arthritis

17

memerlukan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan. (Darmawan J,

2002)

2.10 Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan

ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti

inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit

( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor

penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga

sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya

berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan

neuropati iskemik akibat vaskulitis.

2.11 Prognosis

Beberapa tampakan klinis pada pasien artritis reumatoid nampaknya

memiliki nilai prognostik. Remisi dari aktivitas penyakit cenderung lebih

banyak terjadi pada tahun pertama. Jika aktivitas penyakit berlangsung lebih

dari satu tahun biasanya prognosis buruk. Wanita kulit putih cenderung

memiliki sinovitis yang lebih persisten dan lebih erosif dibanding pria.

Harapan hidup rata-rata orang dengan artritis reumatoid memendek 3-

7 tahun dari orang normal. Peningkatan angka mortalitas tampaknya terbatas

pada pasien dengan penyakit sendi yang lebih berat, sehubungan dengan

infeksi dan perdarahan gasrointestinal. Faktor yang dihubungkan dengan

kematian dini mencakup disabilitas, durasi dan tingkat keparahan penyakit,

penggunaan glukokortikoid, umur onset, serta rendahnya status sosio-

ekonomi dan pendidikan.

Page 18: Refrat Rheumatoid Arthritis

18

BAB III

KESIMPULAN

1) Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang

beberapa sendi dan termasuk gangguan auto-imun (hipersensitivitas tipe III).

Proses inflamasi ini terutama mempengaruhi lapisan sendi (membran

sinovial), tetapi dapat juga mempengaruhi organ tubuh lainnya.

2) Faktor risiko rheumatoid arthritis yaitu transfusi darah, usia, jenis kelamin

(perempuan : laki-laki = 2: 1), faktor genetik, suku, rokok dan kopi.

3) Gejala umum yang terjadi adalah pada sendi terjadi pembengkakan, warna

kemerahan, terasa hangat, bila ditekan terasa lunak dan disertai rasa sakit.

4) Dasar diagnosis rheumatoid arthritis antara lain anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, foto polos, USG, CT-Scan, MRI.

5) Diagnosis banding rheumatoid arthritis yaitu gout arthritis dan osteoarthritis

6) Penatalaksaannya yaitu dengan NSAIDs, DMARD, Glukokortikoid, dan

operasi.

Page 19: Refrat Rheumatoid Arthritis

19

DAFTAR PUSTAKA

Lipsky, Peter E. Rheumatoid Arthritis. In: Kasper LK, Fauci AS, Longo DL,

Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of

Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.1968-76

Kent PD and Matteson EL, editors. Clinical Feature and Differential Diagnosis.

In: St.Clair EW, Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed.

New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.11-23

Snaith, Michael L. ABC of Rheumatology 3rd ed. London: BMJ Books;

2004.p.50-5

Sommer OF, Kladosek A, Weiller V, Czembirek H, Boeck M, and Stiskal S.

Rheumatoid Arthritis: A Practical Guide to State-of-the-Art Imaging, Image

Interpretation, and Clinical Implications. Austria: RadioGraphics; 2005.p.381-398

Eisenberg RL and Johnson NM, editors. Comprehensive Radiographic Pathology

4th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2003.p.1134-5

Coote A and Haslam P, editors. Crash Course Rheumatology and Orthopaedics 1st

ed. New York : Mosby; 2004.p.51-9

Waugh A and Grand A, editors. Rose and Wilson Anatomy and Physiology in

Health and Illness 9th ed. Edinburg: Churchill Livingstone; 2001.p.414-5

Cothran Jr RL and Matinez S, editors. Radiographic Findings. In: St.Clair EW,

Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed. New York:

Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.80-9