usulan perancangan tempat tidur periksa lansia
Post on 14-Feb-2018
254 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
1/136
1
USULAN PERANCANGAN TEMPAT TIDUR PERIKSA BAGIPASIEN LANJUT USIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanMencapai Derajat Sarjana Teknik Industri
Oleh:Isabela Meta Diana02 06 03255/TI
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRIFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
2/136
2
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Akhir berjudulUSULAN PERANCANGAN TEMPAT TIDUR PERIKSA BAGI PASIEN
LANJUT USIA
Disusun oleh:
Isabela Meta.D
(NIM: 02 06 03255)
dinyatakan telah memenuhi syarat
pada tanggal: 21 Juni 2007
Pembimbing I, Pembimbing II,
(DM. Ratna Tungga D., S.Si.,M.T.) (M. Chandra Dewi K., S.T.,M.T.)
Tim penguji:
Penguji I,
(DM. Ratna Tungga D., S.Si.,M.T.)
Penguji II, Penguji III,
(Hadisantono, S.T.,M.T.) (Luciana Triani D., S.T.,M.T.)
Yogyakarta, 21 Juni 2007
Program Studi Teknik Industri
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Dekan,
(Paulus Mudjihartono, S.T., M.T.)
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
3/136
3
INTISARI
Lanjut usia merupakan salah satu kelompok yang
rentan terhadap masalah kesehatan dikarenakan
menurunnya fungsi dan struktur alat tubuh akibat proses
menua sehingga diperlukan perawatan kesehatan yang
lebih intensif. Dalam pemeriksaan (check up) kesehatan
yang dilakukan di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Lansia Angeline, tempat tidur periksa merupakan salah
satu komponen penting untuk mendukung berjalannya
proses pemeriksaan. Namun dalam penggunaannya sebagian
besar pasien lansia mengalami kesulitan yaitu pada saat
akan menaiki tempat tidur periksa karena desainnya yang
terlalu tinggi untuk ukuran tubuh lansia. Pasien lansia
juga mengalami kesulitan saat bangun dan saat turun
dari tempat tidur periksa. Melihat permasalahan
tersebut maka dilakukan perancangan ulang terhadap
tempat tidur periksa yang ada di Posyandu Lansia
Angeline. Perancangan tempat tidur periksa bagi pasien
lanjut usia dilakukan berdasarkan dimensi anthropometri
lansia dan juga dari hasil wawancara dengan pasien
lansia dan dokter/tenaga paramedis di BP.Panti Husada
Playen Gunungkidul dengan menggunakan metode
perancangan rasional.
Hasil rancangan diperoleh ukuran panjang tempat
tidur 165 cm yang terdiri dari 2 bagian yaitu bedatas
ukuran 125 cm dan bedbawah ukuran 40 cm, lebar 70 cm,
tinggi 70 cm, lebar pijakan kaki 30 cm, tinggi pijakan
kaki 30 cm, tinggi alat bantu untuk naik turun 135 cm,
diameter alat bantu 3 cm. Estimasi biaya untuk
pembuatan 1 unit tempat tidur periksa bagi pasien
lansia adalah Rp 679.000,00.
Pembimbing I : DM.Ratna Tungga D.,S.Si.,M.T. ( )
Pembimbing II : M.Chandra Dewi K.,S.T.,M.T. ( )
Tanggal Pendadaran: 21 Juni 2007
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
4/136
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi,
dan perbaikan lingkungan hidup telah mampu meningkatkan
harapan hidup. Sebagai contoh, penemuan di bidang
kesehatan, bahwa jahe ternyata mampu membunuh selkanker ovarium dan cabe diduga dapat mengecilkan atau
menyusutkan tumor pankreas (http://artikel-
kesehatan.blogspot.com). Akibatnya jumlah orang lanjut
usia akan bertambah dan ada kecenderungan akan
meningkat lebih cepat. Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 tahun 1998, yang dimaksud dengan
lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun ke atas. Sedangkan lanjut usia resiko tinggiadalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih, atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan.
Lanjut usia merupakan salah satu kelompok yang
rentan terhadap masalah kesehatan dikarenakan
menurunnya fungsi dan struktur alat tubuh akibat proses
menua. Proses penuaan yang terjadi secara alami membawa
berbagai konsekuensi timbulnya masalah fisik, mental,maupun sosial sehingga seorang lansia akan mengalami
keterbatasan yang diakibatkan karena proses penuaan
tersebut. Seorang lansia cenderung mempunyai tingkat
ketergantungan yang tinggi karena secara alamiah
kemampuan fisiologis organ lansia telah mengalami
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
5/136
5
penurunan fungsi seperti gerakan otot yang semakin
kaku, stabilitas gerakan tangan yang gemetaran, kontrol
keseimbangan semakin labil dan berbagai penurunan
fungsi organ lainnya.
Tempat tidur periksa adalah salah satu komponen
penting dalam proses pemeriksaan (check up) kesehatan
yang dilakukan di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Lanjut Usia Angeline. Tempat tidur periksa yang saat
ini dipakai dibuat berdasarkan anthropometri usia
dewasa, sehingga ketika seorang lanjut usia
menggunakannya akan timbul masalah, seperti pasien
lanjut usia kesulitan untuk duduk sebelum berbaring
karena tempat tidur periksa yang digunakan terlalu
tinggi, apalagi dari hasil wawancara dan pengamatan
sebagian besar lanjut usia mengeluh sakit pada bagian
pinggangnya sehingga aktifitas naik ke tempat tidur
periksa tersebut terlihat cukup menyusahkan.
Berangkat dari kebutuhan Posyandu Lanjut usia
tersebut maka perlu adanya tempat tidur periksa yang
memadai, yang akan memberikan kemudahan bagi para
pasien lanjut usia dengan segala keterbatasan yang
dimilikinya. Rancangan tempat tidur periksa ini dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dengan
efektif, aman dan nyaman bagi para lanjut usia.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat
dirumuskan permasalahan tentang bagaimana rancangan
tempat tidur periksa yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi fisik lanjut usia dengan memperhatikan
keterbatasan lanjut usia.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
6/136
6
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1.Menganalisis tempat tidur periksa yang telah ada di
Pos Pelayanan Terpadu Lansia Angeline berdasarkan
anthropometri lansia.
2.Memberikan usulan rancangan tempat tidur periksa
yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi fisik
lanjut usia berdasarkan anthropometri lansia.
1.4. Batasan Masalah
Agar masalah yang diteliti lebih terfokus, maka
dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:
1.Penelitian dilakukan di Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) Lanjut usia Angeline Kecamatan Playen,
Gunungkidul.
2.Usulan rancangan dianalisis dengan analisis
anthropometri, menggunakan metode perancangan
rasional, dan estimasi biaya.
3.Data anthropometri yang digunakan dalam perancangan
adalah data anthropometri anggota tetap Yandu Lansia
Angeline dan data anthropometri dokter serta tenaga
paramedis yang bekerja di Balai Pengobatan Panti
Husada.
1.5.Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian rancangan tempat tidur
periksa bagi pasien lanjut usia ditunjukkan pada
Gambar 1.1.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
7/136
7
Mulai
Penentuan Topik
Analisis Produk
menggunakan software
Manequin Pro
Pembuatan Tempat tidur periksa
Kesimpulan dan Saran
Pembahasan
Perancangan dengan metode rasional
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Penelitian Pendahuluan
-Kuesioner
Studi Literatur
Kondisi produk sesuai
dengan kebutuhan dan
kondisi fisik pasien
lansia
Selesai
Tidak
Ya
Gambar 1.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
8/136
8
1.6. Sistematika Penulisan
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bagian ini berisi tentang latar
belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, batasan masalah, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini berisi uraian singkat hasil-
hasil penelitian atau analisis terdahulu
yang berhubungan dengan permasalahan yang
akan ditinjau dalam Tugas Akhir ini.
BAB 3 : LANDASAN TEORI
Bagian ini berisi tentang teori-teori
yang mendukung penelitian, dimana teori-
teori ini diperoleh dari studi literatur.
BAB 4 : PROFIL DATA
Bagian ini berisi tentang data
anthropometri anggota Yandu Lansia
Angeline serta profil singkat Balai
Pengobatan Panti Husada.
BAB 5 : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bagian ini berisi perhitungan data serta
analisis dan pembahasannya.
BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini berisi ringkasan hasil
penelitian serta saran untuk penelitian
selanjutnya untuk hasil yang lebih baik.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
9/136
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Pendahuluan
Perancangan berbasis ergonomi dilakukan untuk
mengoptimalkan lingkungan atau sistem kerja yang lebih
baik, sehingga dapat memberikan kenyamanan yang
maksimum bagi penggunanya. Beberapa penelitian mengenai
usulan perancangan berbasis ergonomi untuk lansia telah
dilakukan antara lain oleh Tarwaka (2004) dan
Christanti (2006).
Tarwaka (2004) mengadakan penelitian mengenai
perancangan perbaikan desain kamar mandi untuk lansia.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh
perbaikan sarana kamar mandi di Pusat Kegiatan Lansia
terhadap kemandirian, kelegaan, dan pengurangan waktu
tempuh penghuninya.
Christanti (2006) mengadakan penelitian mengenai
perancangan sandal bagi wanita lanjut usia yang
ergonomis. Tujuan penelitian adalah untuk
mengidentifikasi dan mendapatkan hasil evaluasi apakah
produk sandal yang dipakai oleh lansia khususnya wanita
yang ada saat ini sudah dapat memberikan rasa nyaman
dan aman bagi mereka, serta memberikan usulan perbaikan
rancangan desain sandal untuk wanita lansia yang
ergonomis.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
10/136
10
2.2. Penelitian Sekarang
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang terletak pada produk yang dirancang. Peneliti
sekarang melakukan penelitian mengenai usulan
perancangan tempat tidur periksa bagi pasien lanjut
usia. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan
usulan tempat tidur periksa yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi fisik lansia.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan
sekarang dengan terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan
Penelitian Sekarang
Obyek Responden Metode
Tarwaka
(2004)
Kamar
mandi
Anggota Pusat
Kegiatan Lansia
Aisyiyah,
Surakarta
Quasi
eksperimental
Christanti
(2006)
Sandal Wanita lansia
60 tahun ke
atas
Analisis
anthropometri,
metode
perancangan
rasional,
estimasi biaya
Meta
(2007)
Tempat
tidur
periksa
Anggota Yandu
Lansia
Angeline,
Playen
Gunungkidul
(60-85 thn)
Analisis
anthropometri,
metode
perancangan
rasional,
estimasi
biaya.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
11/136
11
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1. Lanjut Usia
3.1.1. Proses Menua (Aging Process)
Usia lanjut adalah proses alami yang tidak dapat
dihindarkan. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor
biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase progresif,
fase stabil, dan fase regresif. Dalam fase regresif
mekanisme lebih ke arah kemunduran yang dimulai dalam
sel yang merupakan komponen terkecil dari tubuh
manusia. Sel-sel menjadi aus karena lama berfungsi
sehingga mengakibatkan kemunduran yang dominan
dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur
anatomik proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran
di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah,
terus menerus, dan berkesinambungan, yang selanjutnya
akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara
keseluruhan (Nugroho, 1995).
Menurut Nugroho (1995) ada beberapa teori proses
menua, salah satunya adalah teori biologi. Teori ini
dijelaskan sebagai berikut:
1.Secara keturunan dan atau mutasi (Somatic Mutatie
Theory), setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi.
2.Pemakaian dan Rusak, kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
12/136
12
3.Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh, yang
disebut teori akumulasi dari produk sisa.
4.Peningkatan jumlah kolagen dalam lemak.5.Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit,
dan kekurangan gizi.
6.Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory).
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat
diproduksi suatu zat khusus dan ada jaringan tubuh
tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut,
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan
meliputi hereditas (keturunan), nutrisi (makanan),
status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan
stres.
Menjadi tua juga ditandai oleh kemunduran-
kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala
kemunduran fisik antara lain:
Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul
keriput serta garis-garis yang menetap.
Rambut mulai beruban dan menjadi putih.
Gigi mulai ompong.
Penglihatan dan pendengaran berkurang.
Mudah lelah.
Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.
Kerampingan tubuh menghilang, terjadi timbunan
lemak terutama di bagian perut dan pinggul.Selain kemunduran biologis menjadi tua juga
ditandai oleh kemunduran kemampuan-kemampuan kognitif
antara lain:
Sering lupa, ingatan tidak berfungsi baik.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
13/136
13
Ingatan kepada hal-hal di masa muda lebih baik
daripada kepada hal-hal yang baru terjadi.
Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan
ruang/tempat juga mundur, erat hubungannya dengan
daya ingat yang sudah mundur dan juga pandangan
biasanya sudah menyempit.
Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor
yang dicapai dalam tes-tes intelegensi menjadi
lebih rendah.
Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru.
3.1.2. Penurunan Fungsi Fisiologis Pada Lansia
3.1.2.1. Penurunan Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik seseorang dicapai pada saat
usianya antara 25-30 tahun, dan kapasitas fisiologis
akan menurun 1% per tahunnya setelah kondisi puncaknya
terlampaui. Proses penuaan ditandai dengan tubuh yang
mulai melemah, gerakan tubuh makin lamban dan kurang
bertenaga, keseimbangan tubuh semakin berkurang, dan
makin menurunnya waktu reaksi (Kemper,1994). Manuaba
(1998) menyatakan bahwa pada usia 60 tahun kapasitas
fisik seseorang akan menurun 25% yang ditandai dengan
penurunan kekuatan otot, sedang kemampuan sensoris dan
motorisnya menurun sebesar 60%. Di samping itu juga
terjadi banyak perubahan respek pada sensasi orang tua.
Visual acuity (tajam penglihatan) terus menurun.
Kehilangan akomodasi berhubungan linier dengan
bertambahnya umur. Meskipun orang tua memerlukan lebih
banyak intensitas penerangan, namun mereka juga rentan
terhadap kesilauan. Setelah umur 55 tahun terdapat
pengurangan/penurunan lapangan penglihatan. Persepsi
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
14/136
14
warna turun setelah berumur 70 tahun atau lebih. Daya
dengar pada orang tua juga menurun terutama pada
frekuensi 1000 Hz atau lebih. Kecakapan berbicara juga
turun secara progresif, pada umur 60 tahun turun 10%
dibandingkan umur 20-29 tahun.
3.1.2.2. Penurunan Sistem Saraf
Cremer, dkk (1994) menyatakan bahwa perubahan
sistem saraf pada lansia ditandai dengan keadaan
sebagai berikut:
a. Matinya sel di dalam otak secara kontinyu mulai
seseorang berumur 50 tahun. Hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya pasokan darah ke otak.
b. Berkurangnya kecepatan konduksi saraf. Hal ini
disebabkan oleh penurunan kemampuan saraf dalam
menyampaikan impuls dari dan ke otak.
Akibat lain yang perlu mendapat perhatian adalah
penurunan kepekaan panca indera seperti:
a. Berkurangnya keseimbangan tubuh, diupayakan dengan
mengurangi lintasan yang membutuhkan keseimbangan
tinggi seperti titian, blind-step juga tangga.
b. Penurunan sensitifitas alat perasa pada kulit,
diupayakan untuk menggunakan peralatan kamar mandi
yang relatif aman bagi lansia seperti pemanas air
dan termostat.
c. Terjadi buta parsial, melemahnya kecepatan focusing
pada mata lansia dan makin buramnya lensa yang
ditandai dengan lensa mata makin berwarna putih.
Hal ini akan mempersulit lansia membedakan warna
hijau, biru dan violet. Keadaan ini berakibat pada
gerakan lansia yang semakin lamban dan terbatas
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
15/136
15
sehingga diperlukan alat bantu untuk memudahkan
dalam bergerak seperti pegangan tangan (Grandjean,
1993).
Gambar 3.1. Berkurangnya Keseimbangan pada Lansia
(Sumber : Tarwaka, 2004)
3.1.2.3. Penurunan Kekuatan Otot
Penurunan kekuatan otot tubuh pada lansia
meliputi, penurunan kekuatan otot tangan sebesar 16%-
40%. Variasi ini tergantung pada tingkat kesegaran
jasmani seeorang. Penurunan kekuatan genggam tangan
menurun sebesar 50%, dan kekuatan otot lengan menurun
sebesar 50% (Tilley,1993). Penurunan kemampuan otot
untuk masing-masing anggota tubuh lansia tidaklah
berbarengan. Kekuatan otot paha bagian bawah lebih
cepat melemah dibanding kekuatan otot pada tangan.
Sehingga otot lengan akan lebih intensif penggunaanya
dibandingkan otot kaki.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
16/136
16
Gambar 3.2. RaillingMembantu Optimalisasi Penggunaan Otot
Lengan Lansia untuk Begerak Secara Mandiri
(Sumber : Tarwaka, 2004)
3.1.2.4. Penurunan Koordinasi Gerak Anggota Tubuh
Makin berkurangnya kemampuan koordinasi tubuh akan
mempersulit lansia dalam melakukan koordinasi pekerjaan
yang berisi informasi yang kompleks (Manuaba, 1998).
Terdapat penurunan kestabilan baik berdiri maupun duduk
setelah midlife. Perubahan pada tulang, otot,danjaringan saraf juga terjadi pada orang tua. Degenerasi
proses pada tulang rawan (cartilage) dan otot
menyebabkan penurunan mobilitas dan meningkatnya resiko
cedera. 50% Kekuatan hilang pada umur 65 tahun, tetapi
kekuatan tangan hanya turun 16%. Waktu reksi sekurang-
kurangnya turun 20% pada umur 60 tahun dibandingkan
pada umur 20 tahun (Pulat,1992). Lansia membutuhkan
tempat tinggal dan beraktivitas yang lebih aman dannyaman untuk bergerak, dan latihan untuk dapat
menyesuaikan diri terhadap hambatan koordinasi yang
dimilikinya.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
17/136
17
3.1.3. Penyakit Akibat Proses Menua
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dituliskan
bahwa penyakit adalah perubahan dalam diri seseorang
yang menyebabkan fungsi dan struktur organnya berubah
di luar batas normal sehingga terjadi kegagalan dari
kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan
nyaman.
Berdasar penyebabnya penyakit pada lanjut usia
dapat dibedakan menjadi penyakit yang disebabkan oleh
proses menua (Fisiologis) dan proses penyakit
(Patologis) yang merupakan gangguan atau perubahan
mekanisme organ normal, yang disebabkan oleh kuman
penyakit (Mikroorganisme), cedera (Trauma mekanik,
kimia beracun, radiasi, stres psikologis), dan gangguan
proses metabolik (pembentukan dan penguraian zat
organik dalam tubuh).
Penyakit pada lanjut usia yang disebabkan oleh
proses menua (Fisiologis) adalah penyakit yang terjadi
disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh dan struktur
organ secara alami dan tidak disebabkan oleh proses
penyakit. Beberapa penyakit akibat proses menua adalah
(Nugroho, 1995):
1.Gangguan penglihatan
Pada lanjut usia ketajaman penglihatan menjadi
kabur dan lapangan pandang menyempit. Gangguan
penglihatan ini menyebabkan lanjut usia mudah jatuh.
2.Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran pada lanjut usia dapat
disebabkan karena:
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
18/136
18
a.Presbikusis, akibat proses kemunduran
(degeneratif) pada cochleamaupun serabut saraf
pendengaran.
b.Gangguan komunikasi akibat situasi percakapan
yang kurang mendukung seperti bising, kondisi
ruangan tidak sempurna sehingga mudah
memantulkan suara, atau pengeras suara tidak
sempurna.
3.Gangguan saluran cerna
Penyebab terjadinya gangguan saluran cerna adalah:
a.Dengan bertambahnya usia kemungkinan terjadi
kematian jaringan usus yang lama bertambah
besar.
b.Produksi air liur dengan berbagai enzim yang
terkandung didalamnya mengalami penurunan yang
dapat mengakibatkan mulut kering. Hal ini akan
mengurangi kenyamanan saat makan dan kelancaran
saat menelan, serta akan meningkatkan
kemungkinan terjadi tukak dan infeksi pada
rongga mulut.
c.Gerakan kerongkongan dari rongga mulut ke
lambung, maupun otot lingkar antara
kerongkongan dan lambung melemah. Hal ini akan
menimbulkan kesulitan menelan pada lanjut usia.
d.Pada usus besar terjadi penurunan gerakan
(kontraktilitas), sehingga mudah timbul
sembelit atau gangguan buang air besar.
4. Gangguan sistem jantung dan pembuluh darah
a.Pada jantung terlihat bertambahnya jaringan
kolagen, ukuran otot jantung, tebal bilik kiri,
dan kekakuan katup jantung, serta terjadi
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
19/136
19
penurunan jumlah sel pacu jantung. Keadaan ini
mengakibatkan menurunnya kekuatan dan kecepatan
jantung memompa darah (payah jantung).
b.Pada pembuluh darah terdapat penebalan dinding
akibat endapan lemak, sehingga pembuluh darah
akan kaku dan kehilangan kelenturannya
(Atherosklerosis). Hal ini menyebabkan
terjadinya penyakit jantung koroner, tekanan
darah tinggi, dan gangguan aliran darah ke otak
(Stroke).
5.Gangguan sistem hormonal
Terjadinya gangguan sistem hormonal pada lansia
disebabkan karena:
a.Terjadinya penurunan kadar hormon esterogen
dapat menyebabkan keropos tulang
(Osteoporosis), selaput lendir mulut rahim
kering, dan infeksi saluran kemih terutama pada
wanita lanjut usia.
b.Terjadinya peningkatan penolakan (Resistensi)
terhadap hormon Insulin, akan menimbulkan
penyakit kencing manis (Diabetes Mellitus)
6.Gangguan sistem neuropsikiatri
Gangguan yang ditimbulkan sering menjelma pada
perubahan kejiwaan (Psikologi), kemunduran fungsi
sensasi/rasa (sensorik), gerak (motorik), kepandaian
dan melambatnya respon. Yang cukup sering dijumpai pada
lanjut usia adalah merasa berputar dan goyah (Vertigo),
mudah terjatuh, dan gangguan tidur.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
20/136
20
3.2. Ergonomi
3.2.1. Pengertian Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri
dari dua kata yaitu ergonyang berarti kerja dan nomos
yang berarti aturan atau hukum. Jadi ergonomi dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat,
kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang
suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan
bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai
tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan
efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana, 1979).
Nurmianto (1998) mendefinisikan istilah ergonomi
sebagai studi tantang aspek-aspek manusia dalam
lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi,
fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan
desain/perancangan.
Menurut Tarwaka (2004), ergonomi adalah ilmu,
seni, dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau
menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan
baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun
mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan
menjadi lebih baik.
Peran ergonomi dalam mengoptimalkan sistem kerja
yang baik dapat diterapkan sebagai aktifitas rancang
bangun (desain) atau rancang ulang (redesain). Peran
tersebut dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:
1.Peran ergonomi dalam desain produk
2.Peran ergonomi dalam upaya meningkatkan
keselamatan dan hygiene kerja
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
21/136
21
3.Peran ergonomi dalam upaya meningkatkan
produktifitas kerja
3.2.2. Tujuan ergonomi
Tujuan dari penerapan ergonomi adalah sebagai
berikut:
1.Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui
upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja,
menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2.Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui
peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan
mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu
usia produktif maupun setelah tidak produktif.
3.Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai
aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis,
dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup
yang tinggi.
3.3.Anthropometri
3.3.1. Pengertian Anthropometri
Istilah Anthropometri berasal dari bahasa Yunani
yang terdiri dari dua kata yaitu anthroposyang berarti
manusia dan metron yang berarti ukuran. Jadi
anthropometri adalah studi tentang dimensi tubuh
manusia (Pullat, 1992). Anthropometri merupakan ilmu
yang secara khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh
manusia guna merumuskan perbedaan-perbedaan ukuran pada
tiap individu ataupun kelompok dan lain sebagainya.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
22/136
22
Data anthropometri berguna untuk perancangan
berbagai peralatan agar dapat digunakan secara optimal
dan pemakai dapat bekerja dengan aman dan nyaman.
Meskipun demikian, dalam proses pengukuran tersebut
akan ditemui berbagai kesulitan, misalnya karena adanya
variasi dalam pengukuran oleh beberapa faktor antara
lain:
1.Umur
Pada umumnya dimensi tubuh meningkat mulai dari
lahir sampai sekitar usia duapuluhan. Manusia akan
mulai menyusut ketinggiannya (shrink) sekitar usia
empat puluh tahun.
2.Jenis kelamin
Dimensi tubuh antara pria dan wanita memiliki
perbedaan-perbedaan. Pada umumnya pria memiliki dimensi
tubuh yang lebih besar daripada wanita, kecuali pada
bagian pinggul dan paha.
3.Posisi tubuh
Sikap (posture) akan berpengaruh terhadap ukuran
tubuh. Oleh karena itu dalam suatu penelitian harus
dipakai posisi standar.
4.Cara berpakaian
Pakaian menambah ukuran tubuh sehingga dalam
merancang area kerja harus disesuaikan dengan pakaian
yang digunakan.
5.Suku/bangsa (ethnic)
Setiap suku, bangsa, ataupun ethnic mempunyai
karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang
lainnya.
Untuk mengatasi masalah keragaman ukuran manusia,
maka kebanyakan data anthropometri disajikan dalam
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
23/136
23
bentuk persentil. Untuk tujuan penelitian, suatu
populasi dibagi-bagi berdasarkan kategori-kategori
dengan jumlah keseluruhan 100% dan diurutkan mulai dari
populasi yang terkecil hingga yang terbesar berkaitan
dengan beberapa pengukuran tubuh tertentu
(Panero&Zelnik, 1979).
Selain faktor-faktor tersebut di atas masih ada
pula beberapa faktor lain yang mempengaruhi
variabilitas ukuran tubuh manusia seperti:
1.Cacat tubuh, dimana data anthropometri disini akan
diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang
cacat (kursi roda, alat bantu jalan,dll)
2.Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana
faktor lingkungan yang berbeda akan memberikan
variasi yang berbeda-beda pula dalam bentuk
rancangan dan spesifikasi pakaian.
3.Kehamilan (pregnancy), dimana dalam kondisi semacam
ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh
(khusus perempuan).
Terdapat dua cara melakukan pengukuran yaitu
anthropometri statis dan anthropometri dinamis.
Anthropometri statis sehubungan dengan pengukuran
keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan diam
atau dalam posisi yang dibakukan. Sedangkan
anthropometri dinamis sehubungan dengan pengukuran
keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan
bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang
mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan
kegiatannya.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
24/136
24
3.3.2. Dimensi Anthropometri
Dimensi anthropometri merupakan ukuran tubuh pada
posisi tertentu. Data ini dapat dimanfaatkan guna
menetapkan dimensi ukuran produk yang akan dirancang
dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan
mengoperasikan atau menggunakannya. Beberapa dimensi
tubuh manusia dalam posisi duduk dan berdiri dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1. Dimensi Anthropometri dalam posisi duduk
No. Dimensi Anthropometri Simbol
1. Tinggi duduk, tegak TDT
2. Tinggi mata, duduk TMD
3. Tinggi bahu, duduk TBD
4. Jarak bahu ke siku BKS
5. Tinggi siku duduk TSD
6. Tinggi popliteal, duduk TPD
7. Tinggi lutut, duduk TLD
8. Tebal paha, duduk THD
9. Jarak pantat ke popliteal PKP
10. Panjang lengan bawah, duduk PLB
11. Jarak pantat ke lutut JPL
12. Tebal perut TPR
13. Keliling pantat duduk KLP
14. Lebar siku ke siku, duduk SKS15. Lebar bahu, duduk LBD
Gambar 3.3. Dimensi Anthropometri dalam Posisi Duduk
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
25/136
25
Tabel 3.2. Dimensi Anthropometri dalam Posisi Berdiri
No. Dimensi Anthropometri Simbol
1. Tinggi tubuh TBB
2. Tinggi siku, berdiri TSB
3. Tinggi pergelangan tangan TGT
4. Tebal dada TDD
5. Jangkauan tangan JKT
6. Tinggi jangkauan tangan TJT
7. Tinggi mata, berdiri TMB
8. Tinggi bahu TBH
9. Tinggi pinggang TPG
10. Tinggi selangkang TSK
11. Tinggi tulang kering LTK
12. Lebar bahu LBH
13. Lebar dada LDD
14. Lebar pinggul, berdiri LPD
Gambar 3.4. Dimensi Anthropometri Posisi Berdiri
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
26/136
26
Tabel 3.3. Dimensi Anthropometri Kaki dan Tangan
No. Dimensi Anthropometri Simbol
1. Tinggi mata kaki TMK
2. Panjang telapak kaki PTK
3. Lebar telapak kaki LTK
4. Lebar jantung kaki LJK
5. Lebar telapak tangan LTT
6. Panjang telapak tangan PTT
7. Tabal telapak tangan TTT
8. Lebar telapak tangan
dari ibu jari
Ltb
Gambar 3.5. Dimensi Anthropometri Kaki dan Tangan
3.3.3.Anthropometri Lansia
Anthropometri memiliki arti telaah tentang ukuran
badan manusia dan mengupayakan evaluasi dan pembakuan
jarak jangkau yang memungkinkan rerata manusia untuk
melaksanakan kegiatannya dengan mudah dan gerakan-
gerakan yang sederhana (Wignyosoebroto, 1995).
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
27/136
27
Ukuran tubuh lansia baik pria maupun wanita terjadi
penyusutan ukuran tinggi badan lebih kurang 5%
dibanding sewaktu berumur 20 tahun. Hal ini disebabkan
oleh banyak faktor diantaranya:
1.Bongkok dan pembengkokan tulang belakang karena
proses penuaan.
2.Perubahan tulang rawan dan persendian menjadi tulang
dewasa.
3.Perubahan susunan tulang kerangka pembentuk tubuh
karena proses penuaan dan akibat penyakit lain yang
diderita (Tilley, 1993)
Gambar 3.6. berikut menunjukkan ilustrasi
pengukuran anthropometri statis pada lansia.
Gambar 3.6. Pengukuran Anthropometri Statis pada Lansia
(Sumber : Tarwaka, 2004)
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
28/136
28
Keterangan gambar 3.6.:
Perubahan lainnya adalah makin terbatasnya area
pergerakan flextion-abduction dari tubuh lansia.
Keadaan ini akan mengurangi kebolehan dan keandalan
gerak tubuh. Tinjauan ergonomi pada lansia tidak hanya
terbatas pada pengukuran statis, dan pengamatan
perubahan anatomi karena proses penuaan. Tetapi
pengukuran anthropometri secara dinamis menjadi penting
A : Tinggi badan (tinggi dari lantai sampai vertex,
posisi subjek berdiri)
B : Tinggi bahu (tinggi dari lantai sampai tepi bahu
atas, posisi subjek berdiri)
C : Tinggi siku (tinggi dari lantai sampai tepi bawah
siku, posisi subjek berdiri)
D : Tinggi knuckle (tinggi dari lantai sampai
pertengahan kayu yang digenggam telapak tangan,
posisi subjek berdiri dan tangan tergantung lemas
di samping badan)
E : Tinggipopliteal (tinggi dari lantai sampai sudut
bagian belakang lutut, posisi subjek duduk di
atas bangku dengan tungkai bawah tegak lurus
lantai)
F : Jarak raih tangan (panjang lengan dari tepi
belakang bahu sampai pertengahan kayu yang
digenggam telapak tangan)
G : Diameter lingkar genggaman (garis tengah
lingkaran karena bertemunya ibu jari dengan ujung
telunjuk dan dirasakan paling nyaman oleh subjek)
Pengukuran dilakukan menggunakan kerucut kayu
pengukur genggaman.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
29/136
29
karena berkurangnya kemampuan pergerakan lansia. Hal
ini akan sangat berpengaruh kepada rancangan sarana
yang akan digunakannya.
3.3.4. Pertimbangan Anthropometri dalam Desain
Setiap desain produk, baik produk yang sederhana
maupun produk yang sangat kompleks harus berpedoman
pada anthropometri pemakainya. Anthropometri adalah
pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh
lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang
dipakai orang. Pengaplikasian ergonomi dalam kaitannya
dengan anthropometri dibedakan menjadi 2, yaitu:
1.Ergonomi berhadapan dengan manusia, mesin beserta
sarana pendukung lainnya dan lingkungan kerja.
Tujuan ergonomi disini adalah untuk menciptakan
situasi terbaik pada pekerjaan sehingga kesehatan
fisik dan mental manusia dapat terus dipelihara
serta efisiensi, produktivitas dan kualitas produk
dapat dihasilkan dengan optimal.
2.Ergonomi berhadapan dengan karakteristik produk
pabrik yang berhubungan dengan konsumen atau pemakai
produk.
Dalam menentukan ukuran stasiun kerja, alat kerja
dan produk pendukung lainnya, data anthropometri
manusia memegang peranan penting. Dengan mengetahui
ukuran anthropometri manusia akan dapat dibuat suatu
desain alat-alat kerja yang sepadan bagi manusia yang
akan menggunakan, dengan harapan dapat menciptakan
kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja.
Faktor manusia harus selalu diperhitungkan dalam setip
desain produk dan stasiun kerja. Hal tersebut
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
30/136
30
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut:
1.Manusia adalah berbeda satu sama lainnya. Setiapmanusia mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-
beda seperti tinggi-pendek, tua-muda, kurus-gemuk,
normal-cacat, dsb. Tetapi kita sering hanya
mendesain stasiun kerja dengan satu ukuran untuk
semua orang. Sehingga hanya orang dengan ukuran
tubuh tertentu yang sesuai atau tepat untuk
menggunakan.
2.Manusia mempunyai keterbatasan, baik keterbatasan
fisik maupun mental.
3.Manusia selalu mempunyai harapan tertentu dan
prediksi terhadap apa yang ada di sekitarnya. Dalam
kehidupan sehari-hari, kita sudah terbiasa dengan
kondisi seperti, warna merah berarti larangan atau
berhenti, warna hijau berarti aman atau jalan,
sakelar lampu ke bawah berarti lampu hidup, dsb.
Kondisi tersebut menyebabkan harapan dan prediksi
kita bahwa kondisi tersebut juga berlaku di mana
saja. Maka respon yang bersifat harapan dan prediksi
tersebut harus selalu dipertimbangkan dalam setiap
desain alat dan stasiun kerja untuk menghindari
terjadinya kesalahan dan kebingungan pekerja atau
pengguna produk.
3.3.5.Aplikasi Data Anthropometri Dalam Perancangan
Dengan adanya variabilitas dimensi tubuh manusia,
maka terdapat tiga prinsip dalam pemakaian data
anthropometri agar produk yang dirancang dapat
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
31/136
31
mengakomodasi ukuran tubuh dari populasi yang akan
menggunakan produk tersebut, yaitu:
1.Perancangan berdasar individu ekstrimPrinsip ini digunakan apabila diharapkan fasilitas
yang dirancang dapat dipakai dengan nyaman oleh
sebagian besar orang-orang yang memakainya. Perancangan
ini dapat dibagi dua yaitu yang pertama perancangan
dengan data nilai persentil tinggi (90%, 95%, atau
99%). Misalnya untuk merancang tinggi pintu dipakai
tinngi manusia dengan persentil 99% ditambah dengan
kelonggaran. Yang kedua, perancangan fasilitas dengan
data persentil kecil atau rendah (10%, 5%, atau 1%).
Misalnya untuk menentukan tinggi tombol lampu digunakan
persentil 5 yang berarti 5% dari populasi tidak dapat
menjangkaunya.
2.Perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan
(adjustable)
Prinsip ini digunakan untuk merancang suatu
fasilitas agar dapat dipakai dengan nyaman oleh semua
orang yang mungkin memerlukannya. Dalam prinsip ini
biasanya dipakai data anthropometri dengan rentang
persentil 5% sampai 95%. Contoh penerapan prinsip ini
adalah perancangan kursi kemudi mobil yang bisa
dimajumundurkan dan diatur krmiringan sandarannya.
3.Perancangan fasilitas berdasar harga rata-rata
pemakainya
Prinsip ini hanya digunakan apabila perancangan
berdasar harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan dan
tidak layak jika kita menggunakan prinsip perancangan
fasilitas yang bisa disesuaikan.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
32/136
32
3.3.6. Pengolahan Data Anthropometri
Data mentah yang sudah didapatkan diuji terlebih
dahulu dengan menggunakan metode statistik sederhana
yaitu uji keseragaman data, uji kecukupan data, dan uji
kenormalan data. Hal tersebut dilakukan agar data yang
diperoleh bersifat representatif, artinya data tersebut
dapat mewakili populasi yang diharapkan.
1.Uji Keseragaman Data
Kegunaan uji keseragaman data adalah untuk
mengetahui homogenitas data. Dari uji keseragaman data
dapat diketahui apakah data berasal dari satu populasi
yang sama. uji keseragaman data dilakukan melalui
tahap-tahap perhitungan yaitu:
a. Membagi data ke dalam suatu sub grup (kelas)
Penentuan jumlah sub grup dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus:
Nk log3,31 += (3.1)
dimana N = jumlah data.
b. Menghitung harga rata-rata dari harga rata-rata sub
grup dengan :
k
X
X
n
i
i== 1 (3.2)
dimana:
iX= Harga rata-rata dari sub grup ke-i
k = Jumlah sub grup yang terbentuk
c. Menghitung standar deviasi (SD), dengan:
( )2
1
1
===
N
XX
SD
n
i
i
(3.3)
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
33/136
33
dimana:
N = jumlah data amatan pendahuluan yang telah
dilakukan.
Xi = data amatan yang didapat dari hasil pengukuran
k-i.
d. Menghitung standar deviasi dari distribusi harga
rata-rata sub grup dengan rumus:
nX
= (3.4)
dengan n = ukuran satu sub grup
e. Menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan BatasKontrol Bawah (BKB) dengan rumus:
x
x
XBKB
XBKA
3
3
=
+= (3.5)
2.Uji Kecukupan Data
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data
anthropometri yang telah diperoleh dari pengukuran
sudah mencukupi atau belum. Uji ini dipengaruhi oleh:
a.Tingkat Ketelitian (dalam persen), yaitu
penyimpangan maksimum dari hasil pengukuran
terhadap nilai yang sebenarnya.
b.Tingkat Keyakinan (dalam persen), yaitu besarnya
keyakinan/besarnya probabilitas bahwa data yang
kita dapatkan terletak dalam tingkat ketelitian
yang telah ditentukan.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
34/136
34
Rumus uji kecukupan data:
2
1
2
11
2
'
=
=
==
n
i
i
n
i
i
n
i
i
X
XXNS
K
N (3.6)
Keterangan:
N = jumlah pengukuran yang seharusnya dilakukan
N = jumlah pengukuran yang sudah dilakukan
Jika N < N, maka data pengamatan cukup
Jika N > N, maka data pengamatan kurang, dan perlutambahan data.
Nilai K untuk tingkat kepercayaan tertentu ditunjukkan
pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Tingkat Kepercayaan
Tingkat Kepercayaan Nilai K
68% 1
68% < (1-) 95% 2
95% < (1-) 99% 3
(Sumber: Dewa, Kartika, P, 1998)
Nilai S untuk tingkat ketelitian tertentu ditunjukkan
pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Tingkat Ketelitian
Tingkat Ketelitian Nilai S
5% 0,05
10% 0,1
(Sumber: Dewa, Kartika, P, 1998)
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
35/136
35
3.Uji Kenormalan Data
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah data
yang diperoleh telah memenuhi distribusi normal atau
dapat didekati oleh distribusi normal.
Uji kenormalan data dalam penelitian kali ini
menggunakan SPSS 10 for windows. Alat uji yang
digunakan disebut dengan uji Kolmogorov-Smirnov (uji K-
S). Tahapan yang harus dilakukan dalam uji K-S ini
adalah sebagai berikut:
a) Klik menu Statistic, pilih nonparametric tests,
pilih dan klik 1-sample K-S.
b) Dalam kotak Test Variable List isikan dengan
variabel yang akan dites normalitasnya, terutama
variabel independent.
c) Dalam Test Distributionpilih normal, kemudian klik
OK, sehingga akan dihasilkan outputnya.
Ukuran yang digunakan untuk menerima atau menolak
hipotesis nol (Ho) yaitu nilai Asymp. Sig.(2-tailed).
Kriteria yang digunakan yaitu Ho diterima apabila nilai
Asymp. Sig.(2-tailed) > dari tingkat alpha yang
ditetapkan (5%), karenanya dapat dinyatakan bahwa data
berasal dari populasi yang berdistribusi normal
(Anonim, 2004).
3.3.7.Persentil
Persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa
persentase tertentu dari kelompok orang yang dimensinya
lebih tinggi, sama dengan, atau lebih rendah dari nilai
tersebut (Nurmianto, 2004). Data anthropometri
diperlukan agar rancangan suatu produk dapat sesuai
dengan orang yang akan memakainya. Akan timbul masalah
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
36/136
36
ketika lebih banyak produk yang harus dibuat untuk
digunakan oleh banyak orang. Masalah yang timbul adalah
menentukan ukuran yang dipakai sebagai acuan untuk
mewakili populasi mengingat ukuran individual
bervariasi. Permasalahan adanya variasi ukuran dapat
diatasi dengan merancang suatu produk yang mempunyai
fleksibilitas dan sifat adjustable dengan rentang
ukuran tertentu. Solusinya adalah penetapan persentil
berdasarkan tabel probabilitas distribusi normal.
Persentil adalah suatu nilai yang menunjukkan
persentase tertentu dari orang yang mempunyai ukuran
pada nilai tersebut. Sebagai contoh persentil ke-95
menunjukkan 95% populasi berada pada ukuran tersebut.
Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum
digunakan dalam perhitungan data anthropometri dapat
dilihat pada tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6. Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam
Distribusi Normal
Persentil Perhitungan
1 x - 2,325x2,5 x - 1,96x5 x - 1,645x10 x - 1,28x50 x
90 x + 1,28x95 x + 1,645x
97,5 x + 1,96x99 x + 2,325x
(Sumber : Wignjosoebroto, S, 1995)
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
37/136
37
Perhitungan di atas berdasar pada distribusi
normal. Di dalam statistik distribusi tersebut dibentuk
berdasar harga rata-rata dan standar deviasi dari data
yang diolah. Nilai persentil kemudian didapat sesuai
dengan tabel probabilitas distribusi normal. Contoh
distribusi normal ditunjukkan pada gambar 3.7.
Gambar 3.7. Distribusi Normal dengan data anthropometri
95-th persentil
(Sumber : Wignjosoebroto, S, 1995)
3.4.Metode Perancangan
Metode perancangan adalah setiap prosedur, teknik,
bantuan, dan peralatan yang dipakai untuk perancangan.
Hal-hal tersebut mewakili sejumlah aktivitas tertentu
yang mungkin digunakan oleh perancang dan
dikombinasikan dalam suatu proses perancangan
keseluruhan.
Tujuan utama dari metode perancangan adalah untuk
menghadirkan prosedur-prosedur yang masuk akal ke dalam
proses perancangan. Metode perancangan dapat
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
38/136
38
diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu
metode kreatif dan metode rasional (Cross, 1994).
3.4.1.Metode Kreatif
Ada beberapa metode perancangan yang ditujukan
untuk merangsang cara berpikir kreatif. Pada umumnya
metode-metode ini mencoba meningkatkan aliran ide
dengan menghilangkan penghalang mental yang menghambat
kreativitas atau dengan memperluas area pencarian
solusi. Cara-cara yang terdapat dalam metode ini antara
lain:
1.
Brainstorming
Brainstorming adalah merode kreatif yang paling
banyak dipakai. Ini adalah suatu metode untuk
menghasilkan ide dalam jumlah banyak, yang sebagian
besar kemudian akan dibuang, tapi beberapa ide yang
menarik akan ditindaklanjuti.
Brainstorming biasanya dilakukan dalam suatu
kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 8 orang
yang beraneka ragam, tidak hanya para ahli tapi
juga mereka yang mengenal masalahnya. Tiap-tiap
anggota memberikan idenya, kemudian ketua kelompok
mengumpulkan semua ide untuk dievaluasi.
2. Synectics
Pemikiran yang kreatif seringkali digambarkan
pada pemikiran analogis, pada kemampuan untuk
melihat persamaan atau hubungan antara topik-topik
yang jelas perbedaannya. Penggunaan pemikiran
analogis yang terbentuk pada metode perancangan
kreatif disebut sebagai Synetic.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
39/136
39
Seperti Brainstorming, Synetic adalah suatu
kelompok aktivitas dimana sikap kritis sangat
berperan, dan anggota kelompok berusaha untuk
membangun, mengkombinasikan dan mengembangkan ide-
ide penyelesaian kreatif dalam menyelesaikan
masalah. Synetic berbeda dengan brainstorming,
dimana kelompok mencoba untuk bekerja bersama untuk
memperoleh solusi permasalahan, daripada
membangkitkan banyak ide.
3. Perluasan Daerah Penelitian
Bentuk penghalang berpikir kreatif yang paling
umum adalah mengasumsikan batasan yang lebih sempit
dimana solusi dilihat. Teknik-teknik kreatif adalah
bantuan untuk memperluas daerah penelitian.
Beberapa teknik kreatif untuk memperluas area
penelitian adalah transformation, random input,
Why? Why? Why?dan counter planning.
4. Proses Kreatif
Metode-metode di atas dipakai untuk
membangkitkan ide-ide kreatif. Selain kreatif, ide
orisinil dapat muncul secara spontan tanpa
penggunaan bantuan untuk berpikir kreatif. Proses
kreatif adalah munculnya suatu ide orisinal secara
tiba-tiba.
3.4.2.Metode Rasional
Metode rasional menganjurkan suatu pendekatan
sistematis dalam perancangan. Tetapi metode rasional
sering memiliki tujuan yang hampir sama dengan metode
kreatif, seperti memperluas daerah pencarian untuk
mendapat solusi potensial, atau memfasilitasi kelompok
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
40/136
40
kerja dan kelompok pengambil keputusan. Jadi tidak
sepenuhnya benar bahwa metode rasional merupakan lawan
atau kebalikan dari metode kreatif.
Beberapa perancang mencurigai metode rasional,
mereka khawatir jika metode ini dapat mengekang
kreativitas. Hal ini merupakan kesalahpahaman dari
maksud perancangan sistematis, yang berarti untuk
meningkatkan keputusan kualitas rancangan dan kualitas
akhir dari produk.
Beberapa tahapan dalam proses perancangan
berdasarkan metode rasional adalah:
1.
Clarifying Objectives
Tahap penting pertama dalam perancangan adalah
bagaimana mencoba untuk menjelaskan tujuan
perancangan. Pada kenyataannya akan sangat membantu
pada keseluruhan tahap perancangan, bila tujuan
perancangan sudah jelas, walaupun tujuan itu dapat
berubah selama proses perancangan. Tujuan awal dan
sementara dapat berubah, meluas atau menyempit,
atau benar-benar berubah asalkan permasalahan
menjadi lebih dimengerti dan sepanjang penyelesaian
ide-ide dapat berkembang.
Salah satu metode yang bisa dipakai dalam
menjelaskan tujuan adalah metode pohon tujuan
(Objectives Tree). Metode ini menawarkan format
yang jelas dan berguna untuk pernyataan tujuan.
Objectives Treemenunjukkan tujuan dan maksud umum
untuk pencapaian tujuan yang sedang dalam
pertimbangan. Metode ini menunjukkan bentuk
diagramatis dimana tujuan-tujuan yang berbeda
dihubungkan satu sama lain, serta pola hirarki
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
41/136
41
tujuan dan sub tujuan. Prosedur dalam suatu
Objectives Tree membantu menjelaskan tujuan dan
mencapai persetujuan di antara klien, manager dan
anggota tim perancangan.
Langkah-langkah dalam pembuatan Objectives
Tree adalah sebagai berikut:
a) Menyiapkan daftar tujuan perancangan.
Daftar ini harus diambil dari ringkasan
perancangan, dari pernyataan kepada klien dan
dari diskusi di dalam perancangan.
b) Daftar disusun ke dalam kumpulan tujuan tingkat
tinggi dan tingkat rendah, perluasan daftar
tujuan dan sub tujuan secara kasar dapat
dikelompokkan ke dalam tingkatan hirarki.
c) Menggambarkan diagram Objectives Tree, hubungan
hirarki dan garis hubungannya. Cabang-cabang
atau akar dalam pohon menggambarkan hubungan
yang mengusulkan bagaimana mencapai tujuan.
2. Establishing Functions
Salah satu metode yang dipakai pada tahap ini
adalah metode analisis fungsi. Metode ini
menawarkan cara-cara untuk mempertimbangkan fungsi-
fungsi dasar dan tujuan tingkat masalahnya. Fungsi
dasar tersebut adalah fungsi dimana alat-alat,
produk dan sistem yang akan dirancang harus
meyakinkan, tidak peduli dengan komponen fisik yang
digunakan. Tingkat permasalahan ditentukan dengan
menentukan batasan sekitar sub kumpulan fungsi
yang logis.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
42/136
42
Prosedur-prosedur dari metode ini adalah:
a)Menjelaskan keseluruhan fungsi perancangan dalam
hal perubahan inputmenjadi output.
Awal dari metode ini adalah menetapkan apa yang
harus dicapai dengan desain yang baru, bukan
bagaimana mencapainya. Cara yang paling sederhana
untuk memperlihatkan hal ini adalah dengan
membayangkan produk yang akan dirancang sebagai
kotak hitam sederhana yang mengubah input
tertentu menjadi output yang diinginkan.
b)Memecah keseluruhan fungsi menjadi sub-fungsi
dasar.
Proses perubahan input menjadi output dalam kotak
hitam adalah hal yang rumit. Oleh karena itu
fungsi dalam kotak hitam dipecah menjadi beberapa
sub fungsi yang memiliki input dan output sendiri.
c)Menggambarkan diagram blok yang menggambarkan
interaksi antara sub fungsi.
Kotak hitam (Black Box) dibuat tembus pandang,
jadi sub fungsi dan hubungan dan menjadi jelas.
d)Menggambarkan batas sistem.
Batas sistem diartikan sebagai batasan bagi produk
yang akan dirancang.
e)Mencari komponen yang tepat untuk menampilkan sub
fungsi dan interaksinya.
Pada tahap ini dicari komponen yang sesuai untuk
tiap sub fungsi.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
43/136
43
Gambar 3.8. Model Transparent Box
(Sumber : Cross, N., 1994)
3. Setting Requirements
Metode yang dipakai pada tahap ini adalah The
Performance Spesification Methods. Metode ini
bertujuan membantu menemukan masalah perancangan.
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut:
a)Menimbang perbedaan tingkatan umum penyelesaianyang dapat diterima.
Misal ada beberapa pilihan alternatif produk,
tipe produk dan ciri-ciri produk.
b)Menentukan tingkatan umum yang nantinya akan
dioperasikan. Keputusan ini biasanya dibuat oleh
konsumen. Tingkatan umum yang lebih tinggi
memberikan kebebasan yang lebih untuk
perancangan.c)Mengidentifikasi atribut yang dibutuhkan.
Atribut harus dinyatakan secara bebas untuk
solusi tertentu.
d)Menyebutkan persyaratan yang diperlukan atribut
dengan tepat dan teliti.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
44/136
44
Bila dimungkinkan, spesifikasi harus dalam
bentuk kuantitatif dan mengidentifikasikan jarak
antar batas.
4.
Determining Characteristics
Sebuah metode umum karakteristik rekayasa
(Engineering Characteristics) untuk mencocokkan
keinginan konsumen oleh Metode Quality Function
Deployment (QFD). Tujuan metode QFD adalah untuk
menyusun target yang akan diraih karakterisitk
rekayasa dari suatu produk seperti keinginan
konsumen. Langkah-langkah pembuatan Metode QFD
adalah sebagai berikut:
a.Mengidentifikasi keinginan konsumen pada
ketentuan-ketentuan dari atribut produk.
b. Menentukan kepentingan relatif dari
perlengkapan-perlengkapan.
c. Mengevaluasi atribut produk pesaing.
d. Menggambarkan sebuah matriks atribut produk
melawan karakteristik rekayasa.
e. Mengidentifikasikan hubungan antara
karakteristik rekayasa dan atribut produk.
f. Mengidentifikasi beberapa interaksi yang relevan
antara karakteristik rekayasa.
g. Menyiapkan gambaran target yang akan dicapai
oleh karakteristik rekayasa.
5.
Generating Alternatives
Pada tahap ini mulai dicari solusi-solusi yang
mungkin. Metode yang bisa dipakai adalah
Morphological Chart Method. Morphological chartini
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
45/136
45
berguna untuk memperluas daerah pencarian solusi
baru yang potensial dalam pengembangan alternatif
(Cross, 1994). Tujuan dari pembangkitan alternatif
adalah untuk membangkitkan solusi-solusi rancangan
alternatif atau memperluas ruang pencarian terhadap
solusi-solusi baru yang potensial. Kombinasi yang
berbeda dari dari sub solusi dapat dipilih dari
morphological chart, dan diharapkan dapat
memunculkan solusi baru yang belum pernah
teridentifikasi sebelumnya.
Langkah-langkah dalam pembuatan Peta
Morphologi (Morphology Chart) adalah sebagai
berikut:
a)Membuat daftar fitur atau fungsi yang penting
bagi produk.
b)Membuat daftar cara-cara untuk mencapai fitur
atau fungsi tersebut.
c)Menggambarkan bagan yang memuat semua sub solusi
yang memungkinkan.
d)Mengidentifikasi kombinasi sub solusi yang
memungkinkan.
6. Evaluating Alternatives
Dalam evaluasi alternatif ini nantinya akan
terpilih alternatif terbaik dari kombinasi-
kombinasi alternatif yang ada. Metode yang
digunakan adalah metode weighted objectives
(pembobotan obyektif). Metode weighted objectives
menyediakan peralatan untuk memperkirakan dan
membandingkan alternatif perancangan yang
menggunakan perbedaan pembobotan obyektif. Tujuan
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
46/136
46
dari metode ini untuk mengambil suatu keputusan
alternatif dalam pengembangan alternatif-alternatif
yang sudah ada (Cross, 1994). Pemilihan dilakukan
berdasarkan jumlah dari score dikalikan bobot yang
menghasilkan angka terbesar.
Langkah-langkah yang dibutuhkan dalam
pengerjaan metode weighted objectives:
a). Membuat daftar tujuan perancangan.
Pohon objektif dapat juga sebagai tambahan
berguna untuk metode ini.
b). Mengurutkan tingkatan tujuan.
Perbandingan dapat membantu menyusun urutan
tingkatan.
c) Menentukan pembobotan relatif tujuan.
d) Menyusun nilai kegunaan untuk setiap tujuan.
e) Menghitung dan membandingkan nilai kegunaan
relatif perancangan alternatif.
Skala yang biasa digunakan adalah skala 5 titik
(0 4), skala 9 titik (0 8) dan skala 11 titik (0 -
10) dengan penilaian dari paling buruk ke paling baik.
Tabel 3.8. berikut menampilkan performansi skala untuk
11 titik dan 5 titik.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
47/136
47
Tabel 3.7. Performansi Skala 11 Titik dan 5 Titik
ElevenPoint
Scale
MeaningFivePoint
Scale
Meaning
0 Totally useless solution
1 Inadequate solution0 Inadequate
2 Very poor solution
3 Poor solution1 Weak
4 Tolerable solution
5 Adequate solution
6 Satisfactory solution
2 Satisfactory
7 Good solution
8 Very good solution3 Good
9 Excellent
10 Perfect or ideal4 Excellent
(Sumber : Cross, N., 1994)
7. Product Improvement(Penyempurnaan Produk)
Pada tahapan ini dilakukan penyempurnaan dari
produk hasil rancangan. Penyempurnaan produk dapat
dilakukan dengan melihat segi kenyamanan maupun
keindahan (estetika) produk. Penyempurnaan produk dapat
dilakukan setelah produk tersebut diujicobakan terhadap
konsumen (pengguna produk).
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
48/136
48
BAB 4
PROFIL DATA
4.1. Profil Yayasan Sosial Angeline Yogyakarta
Yayasan sosial Angeline didirikan pada 6 Juni 1991
oleh RSJ.Sardjuki (Alm), RHJ.Suwandi (Alm),
dr.Fx.Masnan, dan Al.Sumaji. Untuk membiayai kegiatan
operasionalnya, para pendiri yayasan ini mendirikan
Balai Pengobatan Panti Husada yang dikelola dan
dipimpin oleh dr,Fx.Masnan. Balai Pengobatan ini
berdiri pertama kali tahun 1993, dan hingga saat ini
telah mengalami perpindahan lokasi sebanyak 3 kali. Dua
lokasi sebalumnya berada di Kecamatan Wonosari yaitu di
dusun Tawarsari dan dusun Gadungsari. Sejak 10 Maret
2004 BP.Panti Husada berpindah lokasi untuk ketiga
kalinya di Kecamatan Playen Gunungkidul dengan surat
ijin Dinas Kesehatan nomor 42/B/KPTS/2004. Bangunan
gedung Balai Pengobatan ini sebelumnya adalah gedung
SMP Kanisius Bogor, Playen, Gunungkidul. Setelah
sekolah tersebut ditutup maka gedung tersebut diambil
alih oleh Yayasan Sosial Angeline dan digunakan sebagai
Balai Pengobatan Panti Husada sampai sekarang. Bangunan
gedung seluas 175 m2 ini terdiri dari 3 ruangan,
terdiri dari ruang periksa umum yang merupakan 1 lokal
dengan tempat pendaftaran dan apotek, ruang periksa
untuk yandu lansia, dan ruang rawat inap. Hingga saat
ini Balai Pengobatan ini telah mempekerjakan 13 orang
karyawan yaitu seorang dokter, 6 orang tenaga
paramedis, 5 orang di bagian administrasi, dan seorang
penjaga.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
49/136
49
Kegiatan di Balai Pengobatan Panti Husada selain
pelayanan pengobatan umum 24 jam adalah Pelayanan
Terpadu (Yandu) Lansia yang dilaksanakan setiap 1 bulan
sekali yaitu tanggal 22 setiap bulannya. Kegiatan yang
dilaksanakan di Yandu Lansia meliputi pemeriksaan
kesehatan, pemberian makanan dan minuman tambahan,
pendalaman rohani, serta senam lansia yang diadakan
setiap hari Jumat.
4.2. Data Kuesioner
Kuesioner dibagikan kepada para anggota tetap
Yandu Lansia Angeline sebanyak 40 orang. Kuesioner
tersebut bertujuan untuk mengetahui data responden
serta mengetahui apakah ada keluhan mengenai tempat
tidur periksa yang digunakan saat ini.
Kuesioner ini digunakan sebagai data awal untuk
menentukan perlu tidaknya dirancang sebuah tempat tidur
periksa yang lebih ergonomis khususnya bagi pasien
lansia. Berikut rekapitulasi hasil pengisian kuesioner.
80.0%
20.0%
wanita
pria
Gambar 4.1. Jenis Kelamin Responden
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
50/136
50
7.5%
25.0%
67.5%
>81th
71-80th
60-70th
Gambar 4.2. Usia Responden
12.5%
70.0%
17.5%
tidak pernah
kadang - kadang
sering
Gambar 4.3. Frekuensi Penggunaan Tempat Tidur Periksa
25.7%
74.3%
tidak
ya
Gambar 4.4. Apakah Responden Mengalami Kesulitan Menggunakan
Tempat Tidur Periksa
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
51/136
51
26.9%
30.8%
42.3%
turun
bangun
naik
Gambar 4.5. Kesulitan Yang dialami Responden Saat
Menggunakan Tempat Tidur Periksa
74.3%
25.7%
tidak
ya
Gambar 4.6. Apakah Responden Merasa Nyaman ketika
Menggunakan Tempat Tidur Periksa
7.7%
7.7%
38.5%
46.2%
Lainnya
Kaki
Punggung
Pinggang
Gambar 4.7. Bagian Tubuh RespondenYang Dirasakan Tidak
Nyaman Saat Menggunakan Tempat Tidur Periksa
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
52/136
52
Selain kuesioner bagian I, kuesioner bagian II ini
juga dibagikan kepada 40 responden lansia di Yandu
Lansia Angeline. Pada bagian ini para responden diminta
untuk memilih kriteria dari 9 atribut yang diberikan.
Ada 5 kriteria yang dapat dipilih yaitu sangat tidak
penting (skor = 1), tidak penting (skor = 2), cukup
penting (skor = 3), penting (skor = 4), dan sangat
penting (skor = 5). Hasil rata-rata preferensi
responden dari kuesioner II ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Hasil Kuesioner Preferensi Responden
No. Kriteria Rata-rata
1.Sesuai anthropometri
dewasa dan lansia4,375
2.Tidak menimbulkan
cedera saat digunakan4,25
3. Konstruksi kuat 4,05
4. Tidak mudah rusak 4,025
5.Ada alat bantu bangun
dan untuk naik turun4
6. Mudah digunakan 3,975
7.Bahan rangka sesuai
selera lansia3,9
8. Mudah dalam perawatan 3,875
9. Biaya pembuatan murah 3,325
4.3. Data Anthropometri
Data anthropometri yang dipakai adalah data
anthropometri para lansia yang merupakan anggota tetap
Yandu Lansia Angeline sebanyak 40 orang dan data
anthropometri dokter serta tenaga paramedis BP.Panti
Husada sebanyak 7 orang. Dimensi anthropometri yang
dipakai dalam perancangan tempat tidur periksa untuk
pasien lansia adalah:
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
53/136
53
1.Berat Badan lansia(BB)
2.Jarak Popliteal ke Kepala lansia (JPK)
3.Tinggi Popliteal Duduk lansia (TPD)4.Setengah Depa lansia (SDP)
5.Tinggi Siku Berdiri lansia (TSB)
6.Tinggi Bahu Berdiri lansia (TBB)
7.Diameter Genggaman Tangan lansia (DGT)
8.Panjang Telapak Kaki lansia (PTK)
9.Tebal Tubuh Maksimal lansia (TTM)
10.Tinggi Siku Berdiri Dokter+paramedis (TSB)
Berikut ini adalah hasil pengukuran dimensi
anthropometri dari 40 responden lansia di Yandu Lansia
Angeline.
Tabel 4.2. Data Anthropometri Lansia
No. SexUmur(th)
BB(kg)
JPK(cm)
TPD(cm)
SDP(cm)
TSB(cm)
TBB(cm)
DGT(cm)
PTK(cm)
TTM(cm)
1. P 65 48 108,9 38,5 73,2 89,4 123,2 4,3 19 21,3
2. P 64 50 110,3 39 78 91,1 125,3 3,5 21 24,7
3. P 65 41 106,2 37,8 72 88,3 120 3,6 21,8 21
4. P 73 38 103,4 38,6 72,1 87 119,4 4,2 20,8 19,4
5. P 61 45 112 40,2 77,5 94,1 128,2 4,2 22 22
6. P 67 42 112,7 38,3 72,2 91,6 126,3 3,8 19,3 22,6
7. P 73 46 108,2 37,8 73 92,2 122,1 3,5 21 21,5
8. P 72 44 102 37,3 70,2 83,6 118 3,8 20,5 21,8
9. P 62 46 105,8 38 72,1 86,3 121,8 3,7 22 22,4
10. P 78 47 109 40 74,8 89,2 126 4 21,3 22,8
11. P 65 49 108,9 39,6 71,5 89,3 127,5 3,8 22,2 23,3
12. P 70 51 112,3 40,7 73,2 94,3 128,3 4,2 23,5 24,6
13. P 71 43 113 39 71,3 93,7 129,5 3,5 22,3 21,7
14. L 70 56 113,6 42,7 78,9 95,6 133,3 3,7 24,2 24,7
15. P 75 43 106 39 74 89,7 122 4,2 21,4 22,6
16. P 67 46 106,9 39,3 73 87,7 126,2 3,8 23,2 22,417. P 71 41 107,1 41,2 75,5 89,9 128,3 3,7 22,6 21
18 P 69 48 107,6 41,7 66 83,7 127,5 3,7 21,2 23
19. P 66 46 109,8 40,5 73 87,2 126,5 3,4 22,7 23,1
20. P 79 42 105,4 39,1 70,3 87,8 123,5 3,8 19.1 22,8
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
54/136
54
Lanjutan Tabel 4.2.
No. SexUmur(th)
BB(kg)
JPK(cm)
TPD(cm)
SDP(cm)
TSB(cm)
TBB(cm)
DGT(cm)
PTK(cm)
TTM(cm)
21. P 60 45 104,1 38,5 71 88,5 122,6 3,8 20,7 22
22. P 62 38 104,5 40,2 73,5 87,1 125,2 4,2 21,6 20,5
23. P 67 41 107,7 43,5 76 87,2 127,2 3,5 22,7 21,8
24. P 65 46 106,8 40 72,3 89,2 122,8 4 22,4 22,7
25. P 64 45 107,9 39,8 74 88 124,7 3,5 22,6 21,9
26. L 83 50 116,4 45,8 82 98,2 137,2 3,7 25,7 23,5
27. P 60 63 106,5 41,5 72,4 89 124,6 3,5 22,1 25,4
28. P 71 38 105,8 39,2 70,8 88 121 4,5 21,6 20,6
29. P 60 49 113,4 38,6 76,1 85,7 128,1 4,3 23,4 23,6
30. L 76 57 117,9 44,7 85,5 98,5 137,6 3,8 25,3 22
31. L 86 60 116,9 46,6 80 96,3 138,5 3,4 24,7 23,232. P 82 50 107,7 41,3 73,7 83,5 124 4,3 21,8 24,2
33. L 64 45 115,1 43,2 80,1 96,7 134,3 3,7 23,8 22,8
34. P 65 47 113,7 40,6 78,7 92,8 129,3 4,6 23,7 22
35. P 61 42 109,1 38,1 73,9 79,5 124,2 3,5 21,7 21,8
36. L 70 45 112,6 41,6 78,4 93,8 130,2 3,7 23,4 22,4
37. P 67 49 112,8 38,2 70 88,7 126 3,7 22,6 23,6
38. P 65 40 106,9 38,7 75,2 88,7 120,6 3,2 21,7 21,6
39. L 67 55 118 45,2 81,5 98 138,2 3,5 25,2 23,5
40. L 63 46 113,6 39,4 75,5 86,7 129,8 3,5 23,4 22,1
Tabel 4.3. Data Anthropometri Dokter + tenaga paramedis
BP.Panti Husada
No. SexTSB(cm)
1. L 101,4
2. L 103
3. P 95,3
4. P 97,75. P 100
6. P 99
7. P 96
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
55/136
55
4.4. Data Biaya
Data harga bahan baku dan bahan penunjang
diperoleh dari hasil survei pada beberapa toko besi dan
bangunan di kota Wonosari dan sekitarnya serta sebuah
Koperasi Pegawai Negeri yang juga menyediakan kayu
serta bahan bangunan dan sebuah bengkel tempat
pembuatan jok. Berikut lokasi yang telah disurvei:
1. TB.Berkah (Wonosari)
2. TB.Salib (Wonosari)
3. TB.Lancar (Wonosari)
4. TB.Bengawan (Wonosari)
5. KPN Bangun (Wonosari)
6. Bengkel jok P.Kasno (Semanu)
Berikut daftar harga bahan baku dan bahan
penunjang untuk pembuatan tempat tidur periksa bagi
pasien lanjut usia:
Harga bahan baku kayu:
1.Kayu Bangkirai ukuran 3cmx5cmx400cm = Rp 45.000,00
2.Kayu Bangkirai ukuran 6xcm8cmx400cm = Rp 140.000,00
3.Harga papan Bangkirai ukuran 2cmx20cmx400cm
= Rp 105.000,00
Harga busa dan pelapis busa:
1.Busa sedang = Rp 28.500,00/m
2.Pelapis kain oscar = Rp 42.500/m
Harga bahan finishing:
1.Amplas 1,5 50cm = Rp 2.500,00
2.Lem, paku, baut, sekrup = Rp 8.000,00
3.Dempul plitur = Rp 750,00
4.Plitur(merk kupu warna no 7 brown) = Rp 27.000,00
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
56/136
56
5.Kuas = Rp 3.000,00
6. Kaitan besi = Rp 12.000,00
Ongkos tenaga kerja:
(standar ongkos di daerah Wonosari)
1.Tukang kayu = Rp 35.000,00/hari
2.Tukang jok = Rp 25
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
57/136
57
BAB 5
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
5.1.Analisis Data Anthropometri
5.1.1. Uji Keseragaman Data
Dalam uji keseragaman data, dihitung Batas Kelas
Atas (BKA), Batas Kelas Bawah (BKB) dan Rata-rata tiap
sub grup. Data dikatakan seragam jika semua data berada
dalam batas kelas, baik batas kelas bawah maupun batas
kelas atas. Hasil uji keseragaman data untuk dimensi
antropometri yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 5.1
berikut ini.
Tabel 5.1. Hasil Uji Keseragaman Data
DimensiAnthropometri
Rata-Rata BKB BKA Keterangan
JPK (lansia) 109,41 105,022 113,803 Seragam
TPD (lansia) 40,33 37,7382 42,9188 Seragam
SDP (lansia) 74,8 70,9499 78,6401 Seragam
TSB (lansia) 89,90 94,5091 85,2089 Seragam
TBB (lansia) 126,73 121,2367 132,2133 Seragam
DGT (lansia) 3,81 3,4525 4,1625 Seragam
PTK (lansia) 22,28 20,6157 23,9443 Seragam
TTM (lansia) 22,5 21,1763 23,8187 Seragam
5.1.2. Uji Kecukupan Data
Dalam uji kecukupan data, terlebih dahulu
menghitung N (jumlah pengukuran yang seharusnya
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
58/136
58
dilakukan). Tingkat ketelitian yang digunakan adalah 5%
dan tingkat keyakinan 99%. Hal ini berarti peneliti
memperbolehkan ratarata hasil pengukurannya menyimpang
sebesar-besarnya 5% dari nilai rata-rata yang
sebenarnya (nilai dari populasi yang ingin dicari), dan
kemungkinan mendapatkan data tersebut adalah 99%.
Dengan kata lain, apabila pengukur sampai
memperbolehkan ratarata pengukurannya menyimpang lebih
dari 1% seharusnya, hal ini diperbolehkan terjadi hanya
dengan kemungkinan 1% (didapat dari 100%-99%). Maka,
nilai indeks tingkat kepercayaannya (k)= 3 dan tingkat
ketelitiannya (s)= 0,05. Pengamatan dikatakan cukup
apabila N lebih kecil dari N (jumlah pengukuran yang
sudah dilakukan).Hasil uji kecukupan data ditunjukkan
pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Hasil Uji Kecukupan Data
DimensiAnthropometri
JumlahData (N)
N Hitung(N')
Keterangan
JPK (lansia) 40 4,982 Cukup
TPD (lansia) 40 12,725 Cukup
SDP (lansia) 40 8,246 Cukup
TSB (lansia) 40 8,220 Cukup
TBB (lansia) 40 5,851 Cukup
DGT (lansia) 40 27,116 Cukup
PTK (lansia) 40 17,410 Cukup
TTM (lansia) 40 10,760 Cukup
5.1.3. Uji Kenormalan Data
Uji kenormalan data dilakukan dengan bantuan
software SPSS 10.0 for windows. Uji ini bertujuan
untuk menguji apakah data yang ada telah mendekati
atau terdistribusi normal. Bila nilai signifikan yang
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
59/136
59
didapat lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan
data terdistribusi normal, Wahyono (2004).
Tabel 5.3. Hasil Uji Kenormalan Data
DimensiAnthropometri
NilaiSignifikan
Keterangan
JPK (lansia) 0,517 Normal
TPD (lansia) 0,216 Normal
SDP (lansia) 0,246 Normal
TSB (lansia) 0,333 Normal
TBB (lansia) 0,505 Normal
DGT (lansia) 0,061 Normal
PTK (lansia) 0,868 Normal
TTM (lansia) 0,959 Normal
5.1.4.Nilai Persentil
Nilai persentil diperoleh dengan menggunakan
bantuan progam Excel. Nilai persentil yang dicari
adalah persentil ke-5, 50 dan 95. Nilai-nilai persentil
ke-5, ke-50 dan ke-95 dari dimensi anthropometri dapat
dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Nilai-Nilai Persentil
DimensiAnthropometri
Persentilke-5
Persentilke-50
Persentilke-95
JPK (lansia) 103,4 109 116,95
TPD (lansia) 37,8 40 45,23
SDP (lansia) 70,295 74 81,525
TSB (lansia) 83,595 89 98,01
TBB (lansia) 119,97 126 137,63
DGT (lansia) 3,4 4 4,31
PTK (lansia) 19,29 22 25,205
TTM (lansia) 20,595 22 24,7
TSB (dewasa) 95,51 99 102,52
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
60/136
60
5.2. Analisis Ergonomi
5.2.1. Analisis Desain Tempat Tidur Periksa Lama
Tempat tidur periksa yang digunakan di BP.Panti
Husada Playen Gunungkidul ada 4 buah salah satunya
digunakan di ruang periksa Yandu lansia Angeline.
Tempat tidur periksa tersebut berukuran panjang 195 cm,
lebar 80 cm, dan tinggi 75,5 cm. Rangka tempat tidur
periksa terbuat dari besi. Dilihat dari desainnya
memang ukuran tempat tidur periksa ini terlalu tinggi
bagi pasien lansia sehingga muncul berbagai keluhan
dalam menggunakannya. Sebesar 74,3% responden lansia
merasa tidak nyaman dan mengalami kesulitan dalam
menggunakan tempat tidur periksa. Dari hasil
rekapitulasi kuesioner, diperoleh data kesulitan yang
paling dirasakan responden lansia adalah kesulitan saat
menaiki tempat tidur periksa tersebut. Sebesar 42,3 %
responden lansia mengalami kesulitan dalam hal
memposisikan tubuhnya saat menaiki tempat tidur
periksa, 30,8% responden menyatakan kesulitan saat akan
bangun dari posisi berbaring ke posisi duduk, dan 26,9%
responden menyatakan kesulitan turun dari tempat tidur
periksa. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan
kemampuan fisik lansia sebesar 25% yang ditandai dengan
penurunan kekuatan otot. (Tarwaka,2004).
Beberapa gambar di bawah ini menunjukkan proses
penggunaan tempat tidur periksa lama, yaitu mulai dari
pasien naik ke tempat tidur periksa, saat bangun, dan
saat turun dari tempat tidur periksa.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
61/136
61
Gambar 5.1. Posisi Tubuh Pasien Saat Naik ke Tempat
Tidur Periksa.
Gambar 5.2. Posisi Tubuh Pasien Saat Bangun Dari Tempat
Tidur Periksa
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
62/136
62
Gambar 5.3. Posisi Tubuh Pasien Saat akan Turun
dari Tempat Tidur Periksa
Dalam penggunaannya tempat tidur periksa ini
melibatkan dua pihak, yaitu pasien dan dokter/tenaga
paramedis. Dari pihak dokter/tenaga paramedis di
BP.Panti Husada juga menyadari akan kondisi pasien
lansia yang mengalami kesulitan dalam menggunakan
tempat tidur periksa yang ada saat ini. Sebenarnya
dengan keluhan desain tempat tidur periksa yang terlalu
tinggi ini secara sekilas dapat diatasi dengan
penambahan papan pijakan di sisi samping tempat tidur
sebagai alat bantu untuk naik ke tempat tidur periksa.
Namun dokter/tenaga paramedis justru akan mengalami
kesulitan saat proses pemeriksaan berlangsung karena
pasien lansia mempunyai rasa sugesti yang tinggi yang
menyebabkan dokter/tenaga paramedis memerlukan ruang
gerak sepanjang tubuh pasien lansia. Jika seorang
pasien lansia merasa sakit pada bagian perut atau
kakinya maka dokter/tenaga paramedis harus memegang
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
63/136
63
bagian tubuh yang dikeluhkan sakit tersebut untuk
meyakinkan pasien lansia.
Bahan yang digunakan pada tempat tidur periksa
lama ini adalah besi yang bagi para lansia dirasa tidak
sesuai dengan selera mereka. Hasil wawancara dengan
para pasien lansia maupun dokter/tenaga paramedis
menyatakan hampir semua pasien lansia merasa bahwa besi
terasa tidak nyaman bagi mereka dan dirasa kaku,
terlalu modern. Mereka telah terbiasa hidup dalam
suasana yang serba kayu sejak dulu. Misalnya rumah
terbuat dari kayu, perabotan rumah tangga juga terbuat
dari kayu termasuk tempat tidur yang mereka gunakan di
rumah. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan
dokter/tenaga paramedis di BP.Panti Husada yang
menyatakan bahwa memang kondisi psikologis pasien
lansia sangat berpengaruh dalam proses pemeriksaan.
Diharapkan dengan desain baru yang lebih sesuai dengan
selera lansia dapat memberikan efek psikologis yang
lebih baik terhadap para pasien lansia.
5.2.1.1. Evaluasi Tempat Tidur Periksa lama menggunakan
SoftwareManequin Pro
Software Manequin Pro (MQPro) adalah sebuah
program pemodelan manusia dengan perhatian khusus
terhadap aspek ergonomi secara terkomputasi.
Softwareini mampu membuat pemodelan tiga dimensi
manusia secara akurat sesuai dengan dimensi tubuh
berbagai kelompok manusia dalam berbagai persentil dan
jenis tubuh sehingga dapat dilakukan analisis penerapan
aspek ergonomi terhadap suatu produk yang digunakan
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
64/136
64
manusia. Berikut sketsa tempat tidur periksa lama
dengan bantuan softwareMQ Pro.
Gambar 5.4. Sketsa Tempat Tidur Periksa Awal
Dengan Bantuan Software Mannequin Pro (user view)
Gambar 5.5. Sketsa Tempat Tidur Periksa Awal
Dengan Bantuan Software Mannequin Pro (right view)
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
65/136
65
Gambar 5.6. Sketsa Tempat Tidur Periksa Awal
Dengan Bantuan Software Mannequin Pro (user view)
(Posisi pasien duduk)
Gambar 5.7. Sketsa Tempat Tidur Periksa Awal
Dengan Bantuan Software Mannequin Pro (left view)
(Posisi pasien duduk)
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
66/136
66
Berdasar pengolahan Software MQ Pro dapat dilihat
bahwa memang tempat tidur periksa tidak ergonomis untuk
ukuran tubuh lansia sehingga perlu perancangan ulang
(redesain) produk tempat tidur periksa tersebut.
5.2.2. Analisis Desain Tempat Tidur Periksa Rancangan
Tempat tidur periksa untuk pasien lansia dirancang
sedemikian rupa agar mampu mengakomodasi keluhan dan
kesulitan pasien lansia sehingga memberikan kemudahan
dalam penggunaannya. Rancangan tempat tidur periksa ini
merupakan pembaharuan konstruksi dari tempat tidur
periksa yang telah ada di BP.Panti Husada. Ukuran
rancangan tempat tidur periksa disesuaikan dengan
anthropometri lansia. Dalam rancangannya tempat tidur
periksa ini dibuat menjadi dua bagian yaitu bedbagian
atas yang menopang bagian popliteal sampai kepala, dan
bedbagian bawah yang menopang bagian popliteal sampai
ujung kaki pasien. Saat tidak sedang digunakan bed
bagian bawah diturunkan, hal ini juga untuk memudahkan
pasien naik ke tempat tidur periksa. Agar dapat
berfungsi sebagai tempat tidur periksa, saat proses
pemeriksaan berlangsung bed bagian bawah dinaikkan
lurus bedbagian atas.
Proses pemeriksaan tidak terlepas dari peran
seorang dokter/tenaga paramedis. Tanpa adanya
dokter/tenaga paramedis maka proses pemeriksaan tidak
mungkin akan berlangsung. Karenanya, rancangan tempat
tidur periksa ini juga disesuaikan ukuran tubuh
dokter/tenaga paramedis. Tinggi tempat tidur periksa
disesuaikan dengan Tinggi Siku Berdiri (TSB) dewasa,
dalam hal ini Tinggi Siku Berdiri (TSB) dokter dan
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
67/136
67
tenaga paramedis di BP.Panti Husada sehingga rancangan
tempat tidur periksa ini perlu diberi papan pijakan
kaki sebagai alat bantu untuk naik ke tempat tidur
periksa agar kaki pasien tidak terlalu menggantung dan
dilengkapi alat bantu setinggi bahu pasien lansia untuk
memudahkan naik ke tempat tidur periksa. Penempatan
papan pijakan yang berada di bagian depan bawah tempat
tidur periksa dengan pertimbangan agar tidak mengganggu
dokter/paramedis dalam melakukan proses pemeriksaan
karena dalam proses pemeriksaan pasien khususnya pasien
lansia dokter memerlukan ruang gerak yang luas, yaitu
sepanjang tubuh pasien lansia. Menurut pengamatan dan
wawancara dengan dokter dan tenaga paramedis di
BP.Panti Husada, pasien lansia memiliki perasaan
sugesti yang tinggi, misalnya seorang pasien lansia
mengeluh sakit pada bagian perut atau kakinya maka
dokter/paramedis harus memegang bagian tubuh yang
dikeluhkan sakit tersebut untuk meyakinkan pasien
lansia tersebut. Selain itu rancangan tempat tidur
periksa juga diberi tambahan alat bantu di bedbagian
atas agar memudahkan pasien lansia untuk bangun dari
tempat tidur periksa. Alat bantu bangun ini dapat
diatur yaitu pada saat proses pemeriksaan berlangsung
alat bantu ini diturunkan sejajar tempat tidur dan saat
pasien akan bangun alat bantu dapat dinaikkan ke atas
agar dapat digunakan sebagai pegangan.
5.2.3. Kegunaan Dimensi Anthropometri
Dalam merancang tempat tidur periksa untuk pasien
lansia ini dimensi anthropometri yang digunakan yaitu
Jarak popliteal ke Kepala lansia (JPK), Tinggi
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
68/136
68
Popliteal Duduk lansia (TPD), Setengah Depa lansia
(SDP), Tinggi Siku Berdiri lansia (TSB), Tinggi Bahu
Berdiri lansia (TBB), Diameter Genggaman Tangan lansia
(DGT), Panjang Telapak Kaki lansia (PTK), dan Tebal
Tubuh Maksimal lansia (TTM) serta Tinggi Siku Berdiri
Dokter dan tenaga paramedis di BP.Panti Husada (TSB).
Penggunaan dan definisi masing-masing dimensi
ditunjukkan pada Tabel 5.5. berikut.
Tabel 5.5. Kegunaan Dimensi Anthropometri
Dimensi Keterangan Definisi Kegunaan
JPK
(lansia)
Jarak
Popliteal ke
Kepala
Jarak horizontal
dari bagian lipatan
dalam lutut hingga
bagian atas kepala.
untuk menentukan
panjang tempat tidur
periksa (bed atas).
TPD
(lansia)
Tinggi
Popliteal
Duduk
Jarak vertikal dari
lantai hingga
bagian bawah paha
tepat dibelakang
lutut, ketika orang
berada dalam posisi
duduk tegak.
untuk menentukan
panjang tempat tidur
periksa (bed bawah).
SDP
(lansia)
Setengah Depa Setengah dari jarak
horizontal mulai
dari ujung jari
terluar tangan
kanan sampai ujung
jari terluar tangan
kiri atau
sebaliknya dalam
posisi tangan
terlentang.
untuk menentukan
lebar tempat tidur
periksa.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
69/136
69
Lanjutan Tabel 5.5.
Dimensi Keterangan Definisi Kegunaan
TSB
(lansia)
Tinggi Siku
Berdiri
Jarak vertikal dari
permukaan lantai
hingga bagian
terendah dari siku
yang merupakan
titik pertemuan
antara lengan atas
dan lengan bawah.
untuk menentukan
letak alat bantu
ubtuk bangun di sisi
samping tempat
tidur.
TBB
(lansia)
Tinggi Bahu
Berdiri
Jarak vertikal dari
lantai hingga bahu
dalam posisi
berdiri.
Untuk menentukan
tinggi alat bantu
untuk berdiri.
DGT
(lansia)
Diameter
Genggaman
Tangan
Garis tengah
lingkaran yang
terbentuk karena
bertemunya ibu jari
dengan ujung jari
telunjuk.
untuk menentukan
diameter pegangan
sebagai alat bantu
untuk bangun dari
tempat tidur
periksa.
PTK
(lansia)
Panjang
Telapak Kaki
Jarak horisontal
dari ujung ibu jari
kaki hingga ujung
tumit.
Untuk menentukan
lebar pijakan kaki.
TTM
(lansia)
Tebal Tubuh
Maksimal
Jarak horisontal
antara bagian
terdepan dari tubuh
hingga bagian
terbelakang dari
tubuh.
Untuk menentukan
tinggi tempat tidur
periksa.
TSB
(dewasa)
Tinggi Siku
Berdiri
Jarak vertikal dari
permukaan lantai
hingga bagian
terendah dari siku
yang merupakan
titik pertemuan
antara lengan atas
dan lengan bawah.
Untuk menentukan
tinggi tempat tidur
periksa.
-
7/23/2019 Usulan Perancangan Tempat Tidur Periksa Lansia
70/136
70
5.2.4. Analisis Persentil dan Kelonggaran
Perancangan tempat tidur periksa ini bertujuan
untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien
lanjut usia untuk menaikinya, dan juga memberikan
kemudahan untuk bangun, serta turun dari tempat tidur
tersebut. Selain memberikan kemud
top related