Download - PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
1/39
TEKNIK PEMBENIHAN ABALONE
(Haliotis sp.)
Oleh :
ZULFITRAH
NRP. 49124110434
PROGRAM DIPLOMA IV
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR
JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
2/39
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2015
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
3/39
TEKNIK PEMBENIHAN ABALONE
(Haliotis sp.)
PAPER I
Tugas Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti
Ujian Semester IV Pada Sekolah Tinggi Perikanan
Oleh :
ZULFITRAH
NRP. 49124110434
PROGRAM DIPLOMA IV
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR
JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
4/39
JAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Zulfitrah
NRP : 49124110434
Judul Paper : Teknik Pembenihan Abalone (Haliotis sp.)
Program Studi : Teknologi Akuakultur
Jurusan : Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Menyetujui :
(Dr. Tb. Haeru Rahayu, M. Sc)
Dosen Pembimbing
Tanggal Pengesahan : Juni 2015
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
5/39
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya dan tidak lupa pula shalawat beriring salam
tercurahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW. yang telah membawa kita
dari alam jahiliyah ke alam yang berilmu pengetahuan. sehingga penulis dapat
menyelesaikan Paper I ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
Paper I ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir semester
IV pada Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Judul Paper I ini adalah "Teknik
Pembenihan Abalone (Haliotis sp.)".
Paper ini diambil dari berbagai literatur yang terdiri dari buku ilmiah popular,
jurnal ilmiah perikanan, dll. yang di rangkum menjadi satu bahan bacaan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan atau penulisan Paper I ini masih
banyak terdapat kesalahan. Karena itu, saya mohon kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk perbaikan dan kesempurnaan dari Paper I ini.
Serang, Juni 2015
Penulis
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
6/39
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Tb. Haeru Rahayu, M. Sc
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan
semangat dalam penyusunan Paper I
Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada;
1. Dr. Ir. I Nyoman Suyasa, MS, selaku Ketua Sekolah Tinggi Perikanan
2. Ir. Basuki Rachmat, M.Si, selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengelolaan
Sumberdaya Perairan
3. Maria Goreti Eny K, S.ST.Pi, M.MPi, selaku Ketua Program Studi Teknologi
Akuakultur
4. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa telah memberikan dukungan
moril
5. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan Paper I.
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
7/39
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................ v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Tujuan ......................................................................................... 3
II. BIOLOGI ABALONE
2.1. Klasifikasi Abalone (Haliotis sp.) ................................................. 4
2.2. Morfologi Abalone ....................................................................... 5
2.3. Anatomi Abalone ........................................................................ 72.4. Siklus Hidup Abalone.................................................................. 9
2.5. Aspek Ekologi Abalone ............................................................... 9
2.6. Makanan dan Kebiasaan Makan ................................................ 11
III. PEMBENIHAN ABALONE (Haliotis sp.)
3.1. Pengelolaan Induk ...................................................................... 12
3.2. Pemijahan Abalone .................................................................... 17
3.3. Penetasan Telur ......................................................................... 21
3.4. Pemeliharaan Larva ................................................................... 24
3.5. Pemeliharaan Benih ................................................................... 27
3.6. Pemberian Pakan ....................................................................... 30
3.7. Hama dan Penyakit .................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
8/39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Anatomi Abalone ............................................................. 7
Gambar 2. Pengukuran dan Penimbangan Induk Abalone ............... 14
Gambar 3. Induk Jantan (kiri) dan Induk Betina (kanan) ................... 16
Gambar 4. Wadah Pemeliharaan Induk ............................................ 16
Gambar 5. Perkembangan Embrio Abalone ...................................... 22
Gambar 6. Gracillaria sp. dan Ulva sp. .............................................. 30
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
9/39
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Fekunditas Empat Spesies Abalone .................................... 17
Tabel 2. Parameter Kualitas Air Penetasan Telur .............................. 23
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
10/39
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Abalone merupakan jenis kekerangan dan tergolong kedalam kelas
Gastropoda, famili Haliotidae (Bambang dkk. 2013). dan merupakan salah satu jenis
moluska yang terkenal dan bernilai ekonomis tinggi atau siput laut dikenal juga
dengan nama awabi, mutton fish, dan sea ear. Dalam bahasa daerah disebut dengan
medau atau kerang mata tujuh atau kerang telinga laut (Effendy, 2000;Arif, 2010
dalam Azlan dkk. 2013). Di perairan Indonesia kerang abalone atau kerang mata
tujuh terdapat 7 jenis yaitu Haliotis asinine, Haliotis varia, Haliotis squamosa, Haliotis
ovina, Haliotis glabra, Haliotis planate dan Haliotis crebrisculpta (Dharma, 1988
dalam Hamzah, 2012). Sementara permintaan pasar dunia untuk abalone cukup
menjanjikan yakni 8.000 ton, dan yang tersedia hanya mencapai 4.706 ton (FAO.
2004;Sugama et al. 2007 dalam Hamzah, 2012).
Abalone merupakan komoditas perikanan langka dan memiliki nilai ekonomis
tinggi (Azlan dkk. 2013). Abalone termasuk hewan laut yang bersifat herbivora
(Bambang dkk. 2010) yang memakan rumput laut dari jenis Gracillaria dan Ulva.
Abalone memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 54,13%;
lemak 3,20%; serat 5,60%; abu 9,11% dan kadar air 27,96%, serta cangkangnya
mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing
baju dan berbagai kerajinan lainnya. Beberapa nilai tambah yang dimiliki abalone itu
menyebabkan abalone hanya dijumpai di restoran-restoran kelas atas (Sofyan et al.,
2006). Jenis makanan ini masih jadi makanan favorit dan bergengsi di Jepang
(Tumanduk, 2012) karena selain memiliki rasa yang enak, abalone juga memiliki
kandungan nutrisi yang tinggi.
Selama ini mayoritas industri abalone di dominasi oleh hasil dari alam, hanya
sebagian kecil yang bersal dari indusri budidaya (Litaay, 2005). Masalah yang sering
dihadapi dan menjadi masalah utama oleh para pembudidaya abalone tropis adalah
tingkat kematian tertinggi terjadi pada fase kritis yaitu fase post larva mulai
menempel pada substrat dan kematian berikutnya terjadi pada saat juvenil ketika
dipindahkan dari substrat ketempat pembesaran (Irwan, 2007).
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
11/39
Demikian pula hasil yang ditemukan oleh Rashdi dan Iwao (2008) bahwa
tingkat kelangsungan hidup (survival rate) larva abalone pada fase veliger cukup
tinggi yaitu 35,9% - 73,7% dan pada fase post larva semakin menurun drastis hingga
tingkat kelangsungan hidup mencapai 0,1 % - 3,0% dalam Hamzah (2012)
Dengan permintaan abalone yang tinggi sementara jumlah produksi abalone
yang rendah mengakibatkan harga abalon di pasar sangat tinggi. jenis Haliotis
assinina(mimigai) dengan ukuran 8-9 cm memiliki harga Rp.400.000/kg dan Haliotis
squamata(tokobushi) memiliki harga Rp. 600.000/kg (Bambang dan Sugama, 2007).
Pasar abalone telah meningkat di berbagai belahan dunia seperti Jepang,
Taiwan, Dan China yang menjadi pasar utama Abalone (Bambang dan Sugama,
2007). Hal ini menjadi peluang bagi Indusri budidaya di Indonesia untuk
mengembangkan budidaya abalone yang sangat menjanjikan. Abalone termasuk
jenis biota ekonomis penting karena memiliki nilai jual yang sangat tinggi (Setyono
dan Dwiono, 2011)
Di Indonesia telah berkembang pembenihan abalon tropis, abalon tropis
tumbuh lebih cepat daripada abalone subtropis (Setyono, 2011). Jenis abalone tropis
cocok di budidayakan di Indonesia yang beriklim tropis.
Indonesia mempunyai potensi sangat besar dalam mengembangkan budidaya
abalone karena abalone memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan,
mudah dipelihara, dapat tumbuh dengan cepat, lahan budidaya yang tersedia,
tenaga kerja murah dan sumberdaya pakan berlimpah (Setyono dan Dwiono, 2011).
Indonesia juga memiliki iklim tropis yang cocok untuk dibudidayakan jenis abalone
Haliotis asinina karena jenis abalone tropis yang dapat tumbuh dengan baik pada
iklim tropis.
1.2. Tujuan
Tujuan penulis membuat Paper I tentang Pembenihan Abalone (Haliotis
assinina) yaitu sebagai berikut:
1. mengetahui teori pembenihan abalone (Haliotis assinina)
2. Mengetahui perkembangan teknologi Pembenihan Abalone
3. Mengetahui permasalahan yang terjadi dalam kegiatan Pembenihan Abalone
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
12/39
II. BIOLOGI ABALONE
2.1. Klasifikasi Abalone (Haliotis asinina)
Klasifikasi abalon menurut Fallu (1991 dalam Syafruddin dan Machrizal 2009)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Sub-class : Orthogastropoda
Ordo : etigastropoda
Super family : Pleurotomarioidea
Famili : Haliotidae
Genus : Haliotis (Fallu,1991)
Spesies : Haliotis asinina
Di dunia Hewan, abalone termasuk dalam Phylum Mollusca dan termasuk
salah satu grup dengan Clam, Scallop, Sea Slug, Octopus dan Squid (Tumanduk,
2012).
Panjang maksimum abalone spesies Haliotis asinina hingga 12 cm. rata-rata
pertumbuhannya sekitar 9 cm. Abalone dari Haliotis asinina memiliki kontur jelas
memanjang, mirip dengan telinga keledai (donkey's ear), umumnya abalone ini
dikenal dengan nama Donkey's ear. Permukaan luarnya halus dan lumbut dan
hampir seluruh bagian permukaannya tertutup oleh cangkang, membuat
encrustations hewan lain (sepertiteritip ) cukup jarang dibandingkan dengan
lainnyaabalone.Abalone jenis Haliotisasininadi permukaan cangkangnya terdapat
5 sampai 7 lubang terbuka berbentuk bulat telur pada sisi kirilingkaran
tubuh . Lubang ini secara kolektif membentuk apa yang dikenal sebagaikorset
berbentuk bulan yang terbentuk sebagai daging tumbuh. ujungnya agak mencolok,
dengan sebagian besar posteriorpuncak . Warna abalone bervariasi antara zaitun
hijau atau coklat eksternal, dengan potongan kasar segitiga yang berbeda. Seperti
halnya di banyak abalone lainnya, permukaan dalam kulit adalah sangatbervariasi
warnanya , dengan nuansa merah jambu dan hijau.(www.Wikipedia.com)
https://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Barnacles&usg=ALkJrhjahnPGO9auYP27FDQJ8yzJeyA8Lghttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Abalone&usg=ALkJrhhXQ8f1ZgDLpl3KF7zb0l6SJ2L-lAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Body_whorl&usg=ALkJrhiZHPOR-zOYuQdRuebTxIePIPq-GQhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Body_whorl&usg=ALkJrhiZHPOR-zOYuQdRuebTxIePIPq-GQhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Selenizone&usg=ALkJrhjGY8kaothYfzVvsFpSOwNcnO_98Qhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Gastropod_shell&usg=ALkJrhh79d4re4a22iUPKiLG6p9MyNDvnAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Iridescent&usg=ALkJrhi2e-oQRShs3X_yDn8aZGwoBE3K3Qhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Iridescent&usg=ALkJrhi2e-oQRShs3X_yDn8aZGwoBE3K3Qhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Gastropod_shell&usg=ALkJrhh79d4re4a22iUPKiLG6p9MyNDvnAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Selenizone&usg=ALkJrhjGY8kaothYfzVvsFpSOwNcnO_98Qhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Body_whorl&usg=ALkJrhiZHPOR-zOYuQdRuebTxIePIPq-GQhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Body_whorl&usg=ALkJrhiZHPOR-zOYuQdRuebTxIePIPq-GQhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Abalone&usg=ALkJrhhXQ8f1ZgDLpl3KF7zb0l6SJ2L-lAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?act=url&depth=1&hl=id&ie=UTF8&prev=_t&rurl=translate.google.co.id&sl=en&tl=id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Barnacles&usg=ALkJrhjahnPGO9auYP27FDQJ8yzJeyA8Lg -
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
13/39
Haliotis asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (30oC). Parameter
kualitas air yang lainnya yaitu, pH antara 7-8, Salinitas 31- 32 ppt, H2S dan NH3
kurang dari 1 ppm serta oksigen terlarut lebih dari 3 ppm (Balai Budidaya Laut
Lombok, 2005). Organisme ini bersifat dioceusdan dapat memijah sepanjang tahun,
betide dan jantan dapat dibedakan melalui warna gonadnya yang hijau pada betina
dan menyerupai putih susu pada jantan (McShane, 1992). Abalone termasuk hewan
yang bersifat endemic dan low tropic level (larvanya memakan benthic diatom dan
dewasanya memakan rumput laut/macroalga) (Priyambodo dkk, 2005). Induk betina
dapat menghasilkan telur seratus ribu hingga satu juta telur setiap kali pemijahan.
Setelah itu induk betina dapat memijah kembali selang 37 hari kemudian (Setyono,
2004). Pembuahan terjadi di luar tubuh induk (fertilisasi eksternal). Abalone
mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, mudah
dipelihara, dan dapat tumbuh dengan cepat (Setyono, 2003; 2006b dalam Setyono
dan Dwiono, 2011)
2.2. Morfologi Abalone
Abalone adalah hewan moluska kelas gastropoda yang hidup di laut dengan
cara menempel pada benda- benda keras seperi karang bati dan objek lainnya di
dalam laut. Ada sekitar seratus spesies abalone yang telah berhasil teridentifikasi
penghuni laut dunia, mulai dari wilayah sub tropis sampai tropis termasuk Indonesia,
semuanya termasuk ke dalam genus Haliotis. Abalone memiliki banyak namanama
umum seperti ear shell, ormer, awabi, sea ear, dan sebagainya. Karena nama-nama
tersebut bervariasi menurut daerah, maka akan lebih baik menggunakan nama
ilmiahnya saja. Seperti siput pada umumnya, abalone memiliki cangkang tunggal
yang terletak di bahagian atas dan menutupi hampir seluruh badan. Cangkang
abalone membentuk spiral dan akan lebih jelas apabila dipandang dari arah bawah
cangkang karena bentuknya yang gepeng. Sederetan lubang-lubang tersusun rapi
mulai dari ujung anterior sampai ke ujung cangkang belakang . Abalone juga
mempunyai mulut dan sungut yang terletak di bawah cangkang serta sepasang mata
(Fallu, 1991).
2.2.1. Cangkang
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
14/39
Bagian yang mencolok dari abalone ialah cangkang atau rumahnya dengan
barisan pori-pori pernafasannya (Tumanduk, 2012) yang digunakan dalam proses
respirasi yang terletak pada bagian samping atas cangkang yang tersusun rapi.
Abalone memiliki cangkang tunggal atau monovalve dan menutupi hampir
seluruh tubuhnya. Pada umumnya berbentuk oval dengan sumbu memanjang dari
depan (anterior) ke belakang (posterior) bahkan beberapa spesies berbetuk lebih
lonjong. Sebagaimana umumnya siput, cangkang abalone berbentuk spiral namun
tidak membentuk kerucut akan tetapi berbentuk gepeng (Fallu, 1991). Tipe kepala
abalone yaitu anterior sedangkan puncak dari lingkaran (spiral) adalah bagian
belakang (posterior) pada sisi bagian kanan. Bagian luar cangkang abalone
permukaannya kasar sedangkan bagian dalam abalone halus dan bahkan beberapa
species lainnya berwarna-warni. Pada sisi bagian kiri cangkang abalone terdapat
lubang-lubang kecil berjajar. Lubang di bagian depan lebih besar semakin ke
belakang mengecil dan tertutup. lubang tersebut berfungsi untuk tempat masuknya
air yang mengandung oksigen dan juga tempat keluarnya karbondioksida (CO2)
bahkan berfungsi dalam proses reproduksi yaitu tempat keluarnya sel-sel telur atau
sperma. Pertumbuhan cangkang terjadi ditandai dengan penambahan di bagian
depan cangkang pada sisi bagian kanan. Garis-garis pada cangkang menunjukkan
pertumbuhan (Anonim, 2008).
2.2.2. Kaki
Kaki abalone bersifat semu selain digunakan untuk berjalan juga dapat berfungsi
untuk menempel pada substrat di perairan. Kaki abalone berada dibawah cangkang
dan akan terlihat jelas jika posisi abalone dibalik. Sebagian dari kaki ini tidak
seluruhnya tertutup oleh cangkang nampak seperti sepasang bibir. bibir abalone
ditutupi oleh kulit yang keras/kuat dan juga berfungsi untuk pertahanan diri/melawan
musuh. warna bibi abalone sangat bervariasi tergantung jenis spesiesnya dan warna
tersebut digunakan sebagai nama abalone tersebut seperti brownlip abalone dan
greenlip abalone (Fallu, 1991).
Tentakel berderet disekeliling tepi kaki abalone yang berfungsi sebagai alat
pendeteksi makanan atau predator yang berada didekatnya.bagian abalone untuk
dikonsumsi yaitu bagian otot daging yang menempel pada cangka dan kaki
sementarai bagian isi perut tidak dikonsumsi dan dibuang(Fallu, 1991).
2.2.3. Kepala
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
15/39
Kepala abalone terdapat dibagian depan dari kaki abalone, dilengkapi dengan
sepasang tentakel panjang pada bibir. Tentakel ini ukurannya lebih besar seperti
halnya tangkai mata pada siput darat. Mulut terdapat dibagian dasar dari kepala,
tidak memiliki gigi tapi terdapat lidah yang ditutupi oleh gigi geligi dan disebut radula
yang digunakan untuk memarut atau menggerus makanan yang menempel pada
substrat (Fallu, 1991).
2.3. Anatomi Abalone
2.3.1. Kelenjar Reproduksi
Kelenjar reproduksi atau gonad berbentuk kerucut yang terletak antara
cangkang dan kaki. Posisi gonad sejajar dengan cangkang seperti halnya lubang
pada cangkang, dan memanjang sampai ke bagian puncak gelungan cangkang.
Pada umumnya abalone bersifat dioecious dimana kelamin jantan dan betina
terpisah. Warna gonad menunjukkan kelamin jantan atau betina. Gonad jantan
berwarna cream, ivory atau putih tulang, sedangkan betina berwarna hijau kebiruan.
Biasanya gonad abalone yang belum dewasa berwarna abu-abu sehingga sulit
membedakan jenis kelaminnya (Fallu, 1991).
2.3.2. Insang
Abalone memiliki sepasang insang dalam sebuah rongga mantel di bawah
deretan lubang pada cangkang. Air laut melalui lubang pada cangkang, masuk ke
dalam rongga mantel bagian depan dan keluar melalui insang. Pada saat air
melewati insang oksigen diserap dan sisa gas dibuang (Fallu, 1991).
2.3.3. Sistem Pernafasan
Lubang pada cangkang abalone berfungsi sebagai jalan air. Air akan masuk
melalui bukaan cangkang anterior seterusnya melalui insang yang bekerja
mengambil O2 dan mengeluarkan CO2. Kemudian air akan dikeluarkan kembali
melalui lubang respirasi ini. Segala macam ekskreta dan egesta serta gamet juga
dikeluarkan dari rongga mantel melalui lubang-lubang respirasi ini. Pada abalone
yang cangkangnya halus, aliran air pada lubang respirasi disebabkan oleh gerakan
silia, sedangkan aliran air pada abalone yang cangkangnya kasar disebabkan oleh
beda tekanan air di dalam dan di luar cangkang. Darah abalone mengandung
haemocyanin dimana akan berwarna biru bila kandungan oksigen tinggi dan tidak
berwarna bila kandungan oksigen rendah. Jantung memompa darah yang kaya akan
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
16/39
oksigen dari insang masuk ke dalam kaki/otot melalui 2 pembuluh utama kemudian
masuk ke dalam kapiler. Dari kapiler oksigen merembes ke dalam seluruh jaringan
(Fallu, 1991). Anatomi abalone terlihat seperti Gambar 2.1.
Gambar 1. Anatomi Abalone (Fallu, 1991)
2.4. Siklus Hidup Abalone
Larva abalone tidak makan (lesitotrofik) dan tidak memiliki alat pencernaan.
Manahan (1992) mengemukakan bahwa larva abalone dapat memanfaatkan karbon
organik yang secara alami terlarut dalam air laut sebagai sumber energi. Larva
abalone yang baru menetas bersifat planktonik dan disebut larva trokofor
(trocophore), pada perkembangan selanjutnya larva yang sudah mulai memilikicangkang dan memiliki velum disebut larva veliger. Setelah memiliki statosis
(statocyst) atau alat keseimbangan, larva abalone akan mencari tempat untuk
menetap dan memulai kehidupannya sebagai organisme bentik yang kemudian akan
berkembang menjadi juwana (juvenile). Larva bentik ini sudah mulai menggerus alga
pada batu-batu karang sebagai makanannya. Larva abalone membutuhkan stimulan
yang sangat spesifik untuk melangsungkan proses metamorfosis dan menetap
menjadi larva bentik. Apabila larva tidak menemukan tempat menetap, ia akanbertahan sebagai plankton hingga 3 minggu dalam kondisi lingkungan yang optimal
(Morse, 1984 dalam Searcy-Bernal et al, 1992).
2.5. Aspek Ekologi Abalone ( Haliotis asinina)
2.5.1. Kondisi Lingkungan yang Mendukung Pertumbuhan Abalone
Moluska (keong laut dan kerang-kerangan) merupakan kelompok biota
perairan laut Indonesia yang memiliki tingkat keragaman paling tinggi. Spesies
moluska banyak hidup di daerah ekosistem karang dan mangrove (Dahuri, 2003).
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
17/39
Secara umum, gastropoda terbanyak hidup di laut dangkal, dan rataan
terumbu merupakan bagian dari habitat laut dangkal terdiri dari pasir, karang, lamun,
dan alga. Rataan terumbu banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, yaitu gerakan
ombak, salinitas dan suhu (Nyabakken, 1992). Disamping itu, gastropoda hidup
menempel pada substrat batu, karang dan karang mati. Abalone bergerak
menggunakan otot perut yang berfungsi sebagai kaki dan bergerak dari satu tempat
ke tempat lain. Kakinya tidak cocok untuk kondisi dasar berpasir karena abalone
tidak dapat melekat atau menempel. Abalone menghindari cahaya, pada saat terang
mereka bersembunyi/menempel di bawah karang. Abalone dapat dijumpai di
perairan berbatu yang jernih dan banyak ditumbuhi mikro dan makro algae (Setyono
dan Dwiono, 2011). Abalone di Indonesia dapat ditemukan diperairan Nusa Tenggara
Barat, Khususnya sekitas Pulau Lombok, Flores, Bali dan Sulawesi (Tumanduk,
2012).
Abalone hidup di perairan dengan salinitas konstan, lebih senang berada di
lautan terbuka dan menghindari air tawar, sehingga abalone tidak ditemukan
didaerah estuaria, dimana air tawar dapat masuk secara tiba-tiba, keruh dan suhu
dapat meningkat secara tiba-tiba. Suhu air juga merupakan faktor yang memegang
peranan penting bagi kehidupan organisme perairan termasuk abalone. Kisaran suhu
perairan yang optimal bagi pertumbuhan dan mempengaruhi tingkat kematangan
gonad dari individu abalone berkisar antara 27-280C. Selain itu, suhu perairan yang
optimal tersebut membantu dalam proses pemijahan individu Haliotis asinina.
2.5.2. Kondisi Lingkungan yang Menghambat Pertumbuhan Abalone
Kondisi lingkungan menjadi salah satu indikator yang dapat menghambat
pertumbuhan abalone. Lingkungan yang kotor menyebabkan kualitas air menurun
yang menimbulkan stress pada abalone atau penanganan yang kurang hati-hati yang
dapat menimbulkan luka. Pada keadaan ini, abalone sangat riskan terhadap
serangan penyakit.
Dalam kehidupannya di alam, abalone menghadapi ancaman dari berbagai
macam predator. Telur dan larva abalone biasanya ikut termakan oleh hewan
pemakan plankton (plankton feeder). Pada fase juvenile, ketika mereka aktif di
malam hari hewan-hewan seperti kepiting, lobster, bintang laut, ikan-ikan karang dan
siput juga bisa memangsa mereka. Lepore (1993) menyatakan bahwa kerang
abalone pada keadaan tertentu seringkali dimangsa oleh hewan lain di sekitar habitat
karang. Hal ini disebabkan hewan lain tersebut tertarik dengan kaki muscular pada
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
18/39
abalone yang memiliki rasa enak dan tinggi kalori. Selain itu, abalone yang hidup di
perairan dangkal juga menghadapi ancaman dari ombak besar yang menghantam
karang. Abalone yang berukuran besar tidak dapat dimangsa oleh predator yang
memangsanya pada saat masih berukuran kecil, tetapi masih ada pemangsa lain
yang tidak kalah pentingnya. Beberapa jenis ikan besar dapat memangsa abalone
dengan sekali telan seluruhnya. Pada suhu tertentu, sebagai hewan yang berdarah
dingin akan terjadi kondisi dorman. Jika suhu meningkat, metabolisme akan
meningkat dan nafsu makan akan terangsang. Bila suhu terus meningkat maka akan
terjadi kematian. Penangkapan dari alam yang terjadi secara besar-besaran dan
terus menerus juga mengakibatkan populasi abalone di alam menjadi terancam.
Demikian halnya dengan terumbu karang sebagai habitat asli abalone, juga terancam
kelestariannya.
2.6. Makanan dan Kebiasaan Makan
Syafruddin dan Machrizal (2009) mengemukakan Abalon merupakan hewan
herbivor, yaitu hewan pemakan tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap.
Jenis makanannya adalah seaweedyang biasa disebut makro alga, seperti Corallina,
Lithothamnium, Gracillaria, Jeanerettia, Porphyra Ecklonia, Macrocystis, Nereocystis,
Undaria, Sargassum danUlva (Fallu, 1991). Pada siang hari atau suasana terang,
abalon lebih cenderung bersembunyi di celah karang dan pada suasana malam atau
gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat (McShane, 1992). Sifat abalon
yang sangat rakus namun lambat tumbuh mengakibatkan tingginya nilai konversi
pakan yang dapat mencapai 27-29, artinya untuk meningkatkan berat badan sebesar
1 g, abalon harus memakan makanan sebanyak 27-29 gr (Bautista et al. 2001).
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
19/39
III. PEMBENIHAN ABALONE (Haliotis sp.)
3.1. Pengelolaan Induk
3.1.1. Asal Induk
Induk abalone yang siap untuk di lakukan pemeliharaan yaitu induk yang
berukuran diatas 5 cm dan dapat ditemukan di perairan bagian selatan pulau Bali,
tepatnya di daerah perairan pantai kabupaten Jembrana. Habitat tempat hidup
abalone yaitu di dasar perairan yang berkarang sebagai substrat nya dan berbatu
yang ditumbuhi lumut dan ganggang laut yang digunakan sebagai pakan abalone
(Bambang dkk, 2007) dalam Prosiding Simposium Nasional 2007.
Menurut Setyono dan Dwiono (2011) induk abalone diperoleh dari nelayan
perairan Gerupuk dan Kute (Perairan Lombok bagian selatan) serta Pulau Bungin
(Sumbawa barat). Induk yang didapatkan dari alam tidak seragam karena
pertumbuhan dan umur induk yang berbeda. Induk yang ditangkap dari alam
berukuran >5 cm dengan kriteria sehat (tidak terluka) dan kemudian dilakukan proses
aklimatisasi di Hatchery (Setyono dan Dwiono, 2011)
Induk abalone biasanya berasal dari hasil tangkapan nelayan. induk abalone
hasil tangkapan dari alam sulit langsung dipijahkan karena setiap induk memiliki
tingkat kematangan gonad yang sangat bervariasi, menggunakan metode
perangsangan (induce spawning) juga sulit untuk dilakukan (Rusdi dkk, 2010).
3.1.2. Pemeliharaan Induk
Abalone dipelihara didalam bak beton ukuran 3 m x 2 m x 1 m, Induk abalone
di tempatkan dalam keranjang plastik yang telah diberi lubang dengan ukuran 0,58 m
x 0,39 m x 0,31 m dengan kepadatan setiap keranjang yaitu 10 ekor/keranjang
(Rusdi dkk, 2010). Semakin bertambah ukuran abalone selama pemeliharaan
semakin berkembang pula gonad pada induk jantan dan betina pada fase
kematangan akhir (Soleh dan Suwoyo, 2008).
Induk abalone yang diperoleh dari hasil tangkapan dari alam di kumpulkan dan
dipelihara di dalam bak yang dialiri air laut yang telah melalui proses filter
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
20/39
menggunakan sand filter (filter pasir). Penempatan bak penampungan induk
diletakkan diruangan dengan kondisi gelap. Pakan yang diberikan untuk abalone
yaitu rumput laut jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. (Bambang dkk, 2007) dalam
Prosiding Simposium Nasional 2007. Pakan merupakan salah satu faktor yang paling
penting dalam menunjang keberhasilan budidaya abalon, kelangsungan hidup, dan
pertumbuhan abalon dan ketepatan jenis dan dosis pakan yang diberikan menjadi
penentu keberhasilan budidaya abalone (Azlan dkk, 2013). Menurut Soleh dan
Suwoyo (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pematangan gonad antara
lain ukuran induk, ketersediaan benih dan kualitas pakan serta kondisi lingkungan
media pemeliharaan.
Dalam pemeliharaan Induk abalone antara jantan dan betina dipelihara di bak
terpisah karena untuk menghindari pemijahan liar (spontaneous spawning). pakan
yang diberikan untuk abalone dari jenis rumput laut yaitu Gracillaria sp.dan Ulva sp.
dengan dosis 15% - 20% dari biomassa dengan frekuensi pemberian 2 hari sekali
(Rusdi dkk, 2010). Abalone diberi pakan rumput laut Gracillaria sp hasil budidaya
ditambak dengan dosis adlibitum (Soleh dan Suwoyo, 2008). Abalone dari spesies
Haliotis asininadan Haliotis squamatakeduanya menyukai pakan berupa rumput laut
(Bambang dkk, 2010). Selain untuk pertumbuhan pakan juga berfungsi sebagai
penunjang kesehatan dan untuk peningkatan mutu produksi. Untuk itu maka pakan
yang diberikan mengandung nutrien berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral yang kebutuhannya berbeda sesuai dengan umur dan jenis abalone (Marzuqi
dkk, 2012). Kualitas air media tetap di jaga dengan melakukan penyiponan dan
pembersihan kotoran dan sisa pakan sebelum penggantian dan pemberian pakan
selanjutnya. pergantian air dilakukan menggunakan sistem sirkulasi air dengan debit
air 5-6 L/menit (Rusdi dkk, 2010). suhu yang optimal untuk pemeliharaan induk
abalone yaitu 27,5oC-30,5oC dengan salinitas berkisar antara 33-35 ppt (Bambang
dkk, 2010). Salinitas meningkat seiring datangnya musim kemarau, Salinitas pada
pagi hari cenderung lebih tinggi dibandingkan pada sore hari (Soleh dan Suwoyo,
2008). pemeliharaan induk tanpa menggunakan substrat penempelan dan ketinggian
air diatur antara 60-70 cm dan pergantian air secara total 100% dilakukan pada pagi
hari (Soleh dan Suwoyo, 2008).
Pada abalone ukuran induk pertumbuhan ukuran tubuh lebih lambat
dibandingkan pada abalone umur muda (masa perkembangan) (Soleh dan Suwoyo,
2008), hal ini terjadi karena abalone pada ukuran induk nutrisi dari pakan yang
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
21/39
dikonsumsi cenderung dimanfaatkan untuk perkembangan gonad sementara pada
abalone umur muda nutrisi dari pakan yang dikonsumsi cenderung digunakan untuk
perkembangan sel dan pertumbuhan.
3.1.3. Seleksi Induk
Kegiatan seleksi induk dilakukan untuk mengetahui perkembangan induk dan
tingkat kematangan gonad induk jantan maupun betina. induk jantan dan betina di
seleksi dengan cara membuka bagian cangkang induk untuk melihat gonad induk
jantan dan betina. untuk induk jantan kematangan gonad akhir ditandai dengan
gonad berwarna kuning-orange dan untuk induk betina ditandai dengan gonad
berwarna hijau kecoklatan. ciri lainnya dapat dilihat kematangan gonad induk
abalone adalah dengan melihat kantong gonad yang menonjol keluar cangkang
(Soleh dan Suwoyo, 2008).
Induk yang siap memijah dapat dilihat dari penampakan bagian luarnya yaitu
dari segi ukuran, warna dan bentuk gonad (Haw,1989; Setyono, 2004 dalam Litaay
2005).
Pengamatan perkembangan gonad dilakukan setiap bulan, pemilahan jenis
jantan dan betina ketika umur pemeliharaan abalone di bak 2 bulan dan masing-
masing kelamin ditampung dalam tempat keranjang plastik yang terpisah (Soleh dan
Suwoyo, 2008).
Induk dari alam kematangan gonad diketahui pada ukuran panjang cangkang
sekitar 40,66 mm baik jantan maupun betina, sedangkan untuk induk dari hatchery
kematangan gonad terjadi pada ukuran panjang cangkang 35,0 mm dan 35,9 mm
baik induk jantan maupun induk betina (Soleh dan Suwoyo, 2008). Seleksi Induk
dilakukan 4-5 hari menjelang bulan gelap atau bulan terang (Priyambodo dkk, 2005)
dilakukan sebagai persiapan untuk pemijahan.
Pengukuran ukuran cangkang abalone dan penimbangan biomassa abalone dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
22/39
Gambar 2. Pengukuran dan penimbangan Induk abalone
3.1.4. Pematangan Gonad
Ada sejumlah faktor lingkungan yang diketahui mempengaruhi siklus
pemijahan abalone, yang meliputi suhu, penyinaran dan kelimpahan makanan
(Shepherd et al., 1985). Fleming (2000c), melaporkan bahwa suhu adalah pemicu
utama untuk perkembangan gonad untuk sebagian spesies abalone, harus tersedia
gizi yang memadai. Sebuah rencana yang telah dirancang untuk pengkondisian
Greenlip dan abalone Blacklip oleh manipulasi suhu dan akan dilakukan di Tasmania.
Tujuan utama adalah untuk menentukan biologis titik nol dan hubungan antara suhu
dan perkembangan gonad, mengidentifikasi suhu yang dibutuhkan untukmengkondisikan abalone selama periode waktu tertentu, dan untuk mengembangkan
protokol untuk kontrol komersial pemijahan pada abalone oleh manipulasi suhu
(Ritar, 2000).
Pada malam hari suhu media pemeliharaan abalone cenderung rendah
sehingga dapat menurunkan tingkat respon pakan sehingga menghambat
pertumbuhan abalone yang berakibat pada penghambatan pematangan gonad
(Soleh dan Suwoyo, 2008). Maka dalam hal ini suhu harus tetap dijaga pada waktu
malam hari untuk mencegah penghambatan pematangan gonad pada induk abalone
sehingga proses pematangan gonad dapat berjalan dengan lancar. Penggunaan
Heater selama malam hari dapat menstabilkan suhu pemeliharaan (Soleh dan
Suwoyo, 2008).
Wada dan Wada (1953) Longo (1988) dalam Marzuqi dkk. (2012)
mengungkapkan bahwa kenaikan pH pada media dapat meningkatkan kematangan
dan motilitas spermatozoa.
Tingkat kematangan gonad induk abalone berpengaruh terhadap daya tetas
telur abalone (Suminto dkk, 2010) hal ini dikarenakan tingkat kematangan telur
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
23/39
didalam ovum induk abalone belum sempurna dikarena proses ovulasi telur yang
tidak maksimal. berikut adalah tingkat kematangan gonad induk abalone menurut
Singhagraiwan dan Doi (1993) dalam Rusdi dkk. (2010) adalah sebagai berikut:
- Tingkat 0 = Gonad Belum Berkembang
- Tingkat 1 = Gonad sedikit menutupi bagian hepatopankreas
- Tingkat 2 = Gonad sekitar 25% menutupi bagian hepatopankreas
- Tingkat 3 = Gonad sekitas 50% menutupi bagian hepatopankreas
Tingkat kematangan gonad mempengaruhi daya tetas pada telur abalone
(Suminto dkk. 2010). hal ini terjadi karena setiap tingkatan matang gonad pada telur
memngaruhi kandungan yang terdapat dalam telur abalone sehingga semakin tinggi
tingkat kematangan gonad semakin tinggi pula daya tetas telur abalone. Pematangan
gonad dapat dipacu pula dengan peningkatan suhu pemeliharaan diatas suhu
minimum (RAS, 1990 dalam Soleh dan Suwoyo (2008). untuk lebih jelas induk jantan
dan betina abalone yang matang gonad dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3. Induk jantan (kiri) dan induk betina (kanan) (Heasman dan Savva, 2007)
3.2. Pemijahan Abalone
3.2.1. Wadah Pemijahan
Wadah yang digunakan untuk pemijahan Abalone yaitu bak yang terbuat dari
fiberglass dengan kapasitas bak 1,5 ton berbentuk persegi panjang dengan dimensi
3 m x 1 m x 0,6 m. setiap wadah pemijihan dilengkapi dengan saluran inlet yang
didesain dengan catridge filter bertingkat 5 m dan 1 m, saluran outlet yang telah
dimodifikasi untuk mengalirkan air dari permukaan dan dirangkai seri dengan box
plastik ukuran 50 cm x 40 cm x 40 cm yang dilengkapi dengan saringan telur (egg
collector) berukuran mata saring 60 m, bak pemijahan di lengkapi pula dengan 5
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
24/39
buah titik aerasi (Hery dkk,2008). Wadah pemeliharaan induk dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 4. Wadah Pemeliharaan Induk (Setyabudi dkk, 2008)
3.2.2. Teknik PemijahanInduk abalone yang telah matang gonad dapat memijah secara alami, dalam
proses pemijahan induk jantan yang terlebih dahulu melepaskan sel sperma untuk
merangsang betina, dalam waktu 1-2 jam induk betina mengeluarkan telur.
pemijahan terjadi pada malam hari dan biasanya terjadi pada tengah malam
menjelang subuh sekitar pukul 00.00 WITA - 03.00 WITA (Bambang dan Sugama,
2007). Untuk jenis abalone tropis memijah pada bulan gelap dan bulan purnama
(Setyono dan Dwiono, 2011), hal ini terjadi karena pada bulan gelap dan bulan
terang induk abalone terangsang untuk memijah karena kondisi lingkungan yang
sesuai dan cocok untuk waktu pemijahan. Perbandingan pemijahan jantan dan betina
yaitu 1:3 (Priyambodo dkk, 2005) dan 1,7:1 (Setyono dan Dwiono, 2011). Abalone
dapat dipijahkan sepanjang tahun dengan frekwensi pemijahan 2 kali dalam sebulan.
Pemahaman antara interaksi nutrisi-reproduksi dan penentuan nutrisi yang
diperlukan untuk kebutuhan maturasi dan pemijahan yang diperlukan untuk
memproduksi hewan budidaya terutama produksi moluska pasca larva dan pada
skala besar (Hermawan dkk, 2008).
Menurut (Bambang dan Sugama, 2007) dalam pemijahan abalone dapat
dilakukan beberapa teknik pemijahan, antara lain sebagai berikut:
1. Dengan mencacah, memotong gonad induk betina, dalam bak
induk, bau dan cairan yang dikeluarkan biasanya akan
merangsang induk lain untuk memijah.
2. Dengan kejutan panas, yaitu memindahkan induk abalone
matang gonad kedalam bak yang mempunyai suhu 3-5oC selama 10-30 menit
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
25/39
lalu kembalikan pada bak semula, perlakuan ini dapat dilakukan maksimum
sebanyak 3 kali, biasanya induk abalone dapat memijah.
3. Dengan meletakkan bak induk dalam ruang gelap, lalu bak dialiri
air yang telah diradiasi dengan sinar UV.
4. Dengan kejutan melalui kering udara, induk jantan dan betina
dikeluarkan dari air selama 30 menit lalu dimasukkan kembali kedalam bak
induk. biasanya induk dapat memijah 1-2 jam setelah perlakuan.
5. Dengan penyuntikan pada induk matang gonad dengan larutan
6% Hydrogen peroride atau 3,7% Calsium Chloroda pada bagian
kepala, usus ganglion atau kaki ganglion Morse et al. (1997).
Cara yang sering digunakan yaitu kombinasi pemotongan gonad dan air
diradiasi dengan sinar UV. cara ini di anggap paling aman selain dapat
penghindari stress pada induk yang berakibat buruknya mutu gamet juga dengan
penyinaran sinar UV dengan tujuan agar air steril dan bebas dari bakteri dan patogen
pembawa penyakit (Bambang dan Sugama, 2007).
Castanos (1997) dalam Freeman (2001) menjelaskan dalam studi di Filipina
pada abalone tropis (Haliotis asinina) yang diamati yaitu pemijahan spontan
beberapa hari sebelum atau selama bulan baru dan bulan purnama. Pemijahan alami
terjadi secara teratur setiap dua minggu setelah siklus bulan dan gamet dilepaskan
dari induk sekitar 10:00-03:00 Tidak perlu merangsang abalone untuk bertelur karena
terjadi secara alami pada suhu 28 -30 C dan 30-32 ppt. Namun, diyakini bahwa
pelepasan gamet dari satu abalone dapat menginduksi lain untuk bertelur. Induk
jantan lebih mudah melepaskan gamet pada kondisi laboratorium daripada induk
betina (Setyono dan Dwiono, 2011). Pada moluska secara umum, suhu menjadi
faktor yang paling penting yang mempengaruhi reproduksi (Newman, 1967; Sales
and Britz, 2000 dalam Soleh dan Suwoyo, 2008).
Selain itu, Capinpin (1995) menemukan bahwa teknik yang sering digunakan
dengan sukses dengan spesies beriklim hangat yaitu, pengeringan, heat shock,
radiasi ultraviolet pada air laut, dan hidrogen peroksida, tunggal atau kombinasi,
gagal untuk mendorong abalone dewasa menelurkan yang layak telur atau
spermatozoa. Dalam pusat Queensland telah diamati bahwa jumlah pemijahan untuk
abalone jenis Haliotis asinina berkorelasi dengan waktu malam pasang tinggi. Oleh
karena itu, karena pemijahan tidak hanya sering, tapi diprediksi, rangsangan dari
pemijahan tidak diperlukan untuk abalone jenis Haliotis asinina (R. Counihan, pers.
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
26/39
Comm., 1999) dalam Freeman (2001). Pemijahan alami memberikan hasil terbaik
dengan jumlah individu yang memijah dan tingkat fertilisasi (Setyono dan Dwiono,
2011) dibandingkan pemijahan dengan rangsangan karena pemijahan alami seluruh
sel telur dapat matang seluruhnya saat pemijahan, sementara dengan perangsangan
induk yang belum siap dan keadaan telur belum matang sempurna dirangsang untuk
memijah sehingga kualitas telur dan jumlah telur yang dibuahi lebih sedikit daripada
pemijahan alami.
Perkawinan sangat dipengaruhi oleh siklus peredaran bulan (bulan gelap atau
terang), pasang surut air laut, suhu air, suhu udara dipermukaan air dan kualitas air
(Suminto dkk. 2010)
Stripping manual biasanya digunakan secara rutin dengan tiram tetapi tidak
efektif dengan beberapa Bivalvia lain (Kent et al., 1998) dalam Freeman (2001).
Dalam abalone, panduan stripping hanya diterapkan pada jantan sebagai metode
untuk merangsang pemijahan betina. Testis dihapus dan bagian sebuah mascerated
ke air laut untuk membuat cairan. Cairan ini kemudian didistribusikan dekat tepi
anterior dari shell dengan jarum suntik dalam upaya untuk mendorong perempuan
untuk bertelur (Hone et al., 1997) dalam Freeman (2001). Pada Pembenihan buatan,
telur dan sperma diperoleh dengan cara pembedahan organ gonad dan diharapkan
dengan cara ini dapat meningkatkan produksi benih (Suminto dkk. 2010). untuk induk
alam memijah pada ukuran cangkang 48,5 mm dan induk hatchery memijah pada
ukuran cangkang 44 mm (Soleh dan Suwoyo, 2008).
Hahn (1989) dalam Freeman (2001) melaporkan bahwa abalone cukup sering
menelurkan sedikit sebelumnya dan membutuhkan lebih sedikit stimulus untuk
mendorong pemijahan daripada betina. Ada beberapa penelitian yang menguraikan
periode pemijahan yang berbeda untuk Blacklip abalone, dan faktor-faktor yang
mengatur pemijahan. Namun, Asah et al. (1997) menemukan bahwa abalone liar
menunjukkan dua pola.
a) abalone berurutan akan menelurkan selama musim reproduksi ketika kondisi
cuaca konstan dan ringan.
b) abalone kondisi dekat akan menelurkan jika kondisi stres yang tinggi terjadi (yaitu
ketika kondisi cuaca ekstrim).
Menurut Setyono dan Dwiono (2011) pemijahan abalone ternyata tidak hanya
terjadi beberapa hari (2-3 hari) sebelum bulan gelap dan bulan terang tetapi abalone
juga memijah pada waktu-waktu yang lain meskipun intensitasnya rendah. Hal ini
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
27/39
terjadi karena faktor pakan yang tersedia melimpah (Setyono, 2004), kondisi
lingkungan laboratorium yang baik (Setyono, 2005c), dan aktifitas (Behaviour)
abalone di laboratorium yang tidak dipengaruhi siklus bulan (gelap/terang).
3.4. Penetasan Telur
Pembuahan telur terjadi secara alami pada saat induk jantan dan betina
memijah bersama dalam satu wadah. Telur yang terbuahi akan cepat mengendap
didasar wadah dibanding telur yang tidak terbuahi atau abnormal. telur yang tidak
terbuahi disipon hingga air didalam bak tersisa 15 cm agar telur tidak rusak. suhu
penetasan telur abalone dikendalikan agar tetpa konstan 30oC untuk memperoleh
sintasan penetasan telur yang tinggi. telur akan menetas menjadi larva dalam waktu
1-2 hari (Soleh dan Suwoyo, 2008). tingkat kematangan gonad induk abalone
berpengaruh terhadap daya tetas telur abalone (Suminto dkk, 2010). hal ini dikarena
tingkat kematangan telur setiap induk abalon berbeda-beda, induk abalone yang
memiliki tingkat kematangan gonad paling tinggi memiliki daya tetas telur yang tinggi
pula.
Sebagian besar spesies abalone umumnya hanya memiliki satu periode
pematangan gonad dalam setahun (Shepherd dan Hukum, 1974). Namun, Shepherd
et al. (1992) menemukan bahwa tidak semua telur yang selalu dihasilkan dalam
pemijahan tunggal dan bahwa satu individu mungkin dapat melepaskan telur selama
jangka waktu pemijahan. Abalone Blacklip telah diamati memiliki beberapa kali
pemijahan dalam satu musim pemijahan (Brown, 1991a). Castanos (1997)
melaporkan bahwa liar tertangkap Donkey ear's abalone induk bertelur lebih sering
dan menghasilkan lebih banyak telur dari induk yang dibesarkan dihatchery. Dia
mencatat bahwa abalone yang dibesarkan dihatchery memiliki interval pendek antara
pemijahan berturut-turut 13-15 hari. Abalone relatif subur dan ada hubungan
eksponensial antara ukuran (panjang cangkang) dan fekunditas untuk Greenlip,
Brown Lip (Wells dan Mulvay, 1992) dan Roe's abalone (Wells dan Keesing, 1989)
Tabel 1. Fekunditas empat spesies abalone
SPESIES ABALONE FEKUNDITAS (REFERENSI
JUMLAH TELUR DIUKUR DALAM
PEMIJAHAN TUNGGAL)
REFERENSI
Greenlip (Haliotis rubra) 2 juta telur McShane 1988
Blacklip (Haliotis laevigata) 2 juta telur McShane 1988
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
28/39
2,2-2800000 telur O'Sullivan 1994
Brownlip 5 juta telur @ 190 mm Wells & Mulvay, 1992
Roe's 200.000 telur @ 40-50 mm Wells & Bryce 1987
1 juta telur @ 60 mm
183.000 @ 37,5 mm Wells & Keesing, 1986;
1989
8,6 juta @ 122 mm
Donkey-ear 200,000-600,000 @ 58-80 mm Singhagraiwan dan Doi,
1992
Sumber: Kyle A. Freeman (2001)
Kualitas gamet telur abalone menjadi sepenuhnya dikembangkan periode
dekat pemijahan alami. Ini adalah waktu terbaik untuk bertelur ketika menggunakaninduk tangkapan alam sehingga akan ada gamet abalone berkualitas tinggi untuk
hatchery (Joll, 1996 Dalam Freeman 2001). Telur yang layak dibuahi dari Greenlip
dan Blacklip abalone biasanya dengan diameter sekitar 250 mikron. Sebagai
perbandingan, telur dari Roe's abalone sekitar 220-250 mikron (S. Parsons, pers.
Comm., 1999 Dalam Freeman 2001), sedangkan dari abalone Donkey-ear sekitar
190 mikron (Singhagraiwan dan Sasaki, 1991 dalam Freeman 2001). Telur
berkualitas baik yang berwarna hijau, tenggelam ke dasar dan tidak mengumpul(Hone et al., 1997 dalam Freeman 2001). Perkembangan embrio abalone dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 5. Perkembangan embrio abalone (Hermawan dkk, 2008)
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
29/39
Kepadatan sperma ditambahkan ke telur abalone merupakan aspek yang
sangat penting dari budidaya abalone. Sebuah kepadatan sperma tinggi selama
penetasan dapat menyebabkan polispermia dengan proporsi yang tinggi dari embrio
abnormal dan trochophores. Sebaliknya, lebih rendah persentase penetasan
mungkin akibat dari kepadatan sperma yang sangat rendah. Kepadatan yang
diinginkan adalah 5-10 sperma per telur (Hone et al., 1997 dalam Freeman 2001).
Kepadatan sperma yang tinggi (biasanya> 186.200 / ml) dengan abalone jenis
Haliotis asinina dapat menyebabkan perkembangan larva abnormal atau
embriogenesis. Konsentrasi sperma ideal untuk abalone Haliotis asinina adalah
sekitar 19.000 / ml (R. Counihan, pers. Comm., 1999 dalam Freeman 2001). Larva
trochophore menetas dalam ukuran sekitar 200 m, lecithotrophic (yaitu menggambar
nutrisi mereka dari kuning telur), dan positif phototactic (Huner dan Brown, 1985
Dalam Freeman 2001). Setelah pemijahan telur abalone mengendap didasar bak
hingga menetas dan berenang atau melayang-layang. pada fase ini larva belum
membutuhkan makanan (lecitotrophic larvae). (Priyambodo dkk, 2005).
Untuk parameter Kualitas air penetasan telur dapat dilihat pada Tabel dibawah
ini:
Tabel 2. Parameter Kualitas air Penetasan Telur
NO Parameter Kualitas Air Nilai
1 Suhu (C) 25-26
2 Salinitas 30-32
3 pH 7,6-8,0
4 DO2 5,0
5 NO2(ppm) 0,472-0,450
6 NO3(ppm) 0,0470-0,0475
7 NH3(ppm) 0,173-0,103
Sumber: Hermawan dkk. (2008)
3.4. Pemeliharaan Larva
3.4.1. Persiapan Wadah
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
30/39
Larva dipelihara dalam bak fiber berukuran 3 x 1 x 0,6 m (Priyambodo dkk,
2005). Bak terlebih dahulu disikat dan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang
menempel pada dinding bak, bak kemudian ditumbuhkan fitoplankton jenis Nitzschia
sp. dan diberikan spat kolektor yang terbuat dari seng plastik bergelombang
(Priyambodo dkk, 2005).
Wadah yang digunakan 3 buah bak polikarbonat/fiber dengan kapasitas 400
liter (Marzuqi dkk, 2012). didalam bak diberi keranjang atau substrat sebagai tempat
penempel larva abalone. bak menggunakan sistem air mengalir dengan kecepatan
air 4-6 liter/detik dan sistem aerasi sebagai pasokan oksigen terlarut kedalam air
(Susanto dkk, 2010).
3.4.2. Pemeliharaan Larva
Telur yang telah dibuahi akan mengalami proses embriogenesis (Setyono,
2011). telur yang terbuahi akan menjadi calon larva dengan proses pembelahan sel
hingga keseluruhan untuk calon larva abalone terbentuk. Pembelahan sel tahap
pertama (2 sel) berlangsung 20-30 menit setelah telur dibuahi. trochopore aktif
bergerak didalam sel telur (chorion) akan terlihat setelah 4-5 jam setelah
pembuahan. Telur yang menetas akan menjadi velliger dalam waktu 5-6 jam setelah
pembuahan (Setyono, 2011). Menurut FAO (1990) dalam Hermawan dkk. (2008)
Keberhasilan dalam pemeliharaan abalone sangat dipengaruhi oleh suhu, makanan
dan kepadatan, Suhu Optimal untuk pemeliharan abalone berkisar 29-31C.
Selama proses penetasan, wadah untuk penetasan telur diberi aerasi yang
halus untuk mencegah telur atau larva rusak atau mati karena benturan dengan
dinding wadah (Setyono, 2011). trochopore kemudian menetas menjadi larva velliger.
Larva fase velliger bersifat fototaksis positif (Bambang dan Sugama, 2007). larva
fase velliger melayang dan bergerak menggunakan velumnya didalam kolom air.
Stadia larva melayang berlangsung selama 2-3 hari (Setyono, 2005; 2006b; 2009,
dalam 2011). Setelah itu larva akan berkembang dan bermetamorfosa bentuk
tubuhnya dengan memulai hidupnya sebagai hewan bentik (Setyono, 2011). larva
yang telah melewati fase transisi (metamorfosis) memiliki tingkat kelangsungan hidup
lebih baik dibandingkan larva yang masih dalam fase metamorfosis (Ompi dkk,
2010). Larva akan menempel pada substrat 3-4 hari setelah pemijahan dan pada
saat larva sudah menempel mulai proses metamorfosa (perubahan drastis) pada
larva. Pada proses ini larava abalone akan kehilangan alat renang (velum) karena
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
31/39
larva sudah menempel pada substrat. Larva abalone memerlukan waktu kurang lebih
dua bulan untuk mencapai ukuran >0,5 mm (Setyono dan Dwiono, 2011). pada fase
creeping larvae larva sudah dapat mencari makan dengan cara mengikis.
pemeliharaan larva membutuhkan ruangan dengan pencahayaan yang sedikit hingga
terang (Priyambodo dkk, 2005).
Air pada bak pemeliharan larva diganti setelah larva berumur 10 hari
(Priyambodo dkk, 2005). Karena selama 10 hari pertama larva masih dalam kondisi
lemah dan sensitif terhadap perubahan lingkungan pemeliharaan.
Setelah fase bentik, air dalam bak pemeliharaan dikurangi 50% volumenya
setiap 3-4 hari, setelah juvenil perumur 1 bulan pergantian air dilakukan setiap 2 hari
sekali sebanyak 50% (Setyono, 2011). Selama Fase Pemeliharaan larva, larva
abalone diberikan pakan tambahan jenis diatom.
Kepadatan ideal dalam pemeliharaan larva abalone adalah 300 ekor/liter
(Bambang dan Sugama, 2007). Dengan kepadatan 300 ekor/ liter diharapkan larva
abalone dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan dapat mengurangi
mortalitas pada larva abalone. Tingkat keberhasilan hidup atau sintasan tidak
dipengaruhi oleh tingkat kepadatan tebar (Setyono, 2007; Capinpin et al., 1999
dalam Setyono, 2011). Larva abalone akan berkembang dan tumbuh organ baru
yang disebut sebagai kaki untuk menempel pada substrat (Setyono dan Dwiono,
2011).
Menurut Hermawan dkk. (2008) trocophore ditebar dengan kepadatan 5000
ind/liter. setiap hari ditambahkan Nitzschia sp. sebanyak 10 liter dengan kepadatan
1x104sel/ml pada bak pemeliharaan larva.
Laju pertumbuhan abalone dipengaruhi oleh suhu yang berhubungan dengan
tingkat respon pakan dan pertumbuhan abalone, suhu 26-29C memperlambat
pertumbuhan abalone (Soleh dan Suwoyo, 2010), hal ini terjadi karena suhu
mempengaruhi tingkat metabolisme abalone, jika suhu tinggi maka proses
metabolisme akan lebih banyak dibandingkan pada saat suhu rendah lebih sedikit,
berpengaruh terhadap daya konsumsi pakan lebih banyak pada saat suhu tinggi dan
metabolisme yang tinggi sehingga konsumsi pakan lebih banyak dan laju
pertumbuhan lebih cepat, berbanding terbalik dengan suhu rendah.
Setelah 3 hari pemeliharaan abalone mencapai fase veliger akhir dan mulai
menempel, maka diperlukan substrat sebagai tempat menempel veliger abalone
yang berupa lembaran plastik yang disusun secara vertikal (Bambang dan Sugama,
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
32/39
2007). Pelepasan anakan abalone dari substrat (lembaran plastik/fiber) dapat
dilakukan dengan menggunakan bahan anestesi (anaesthetizing reagent) seperti gas
karbonat, ether, etanol, dan sebagainya (FAO, 1990 dalam Setyono, 2011).
Fase pertumbuhan abalone yaitu pada fase trochopore akan menetas dalam
5-6 setelah pembuahan, Veligers menempel pada substrat 3-4 ahri setelah
pembuahan, dan laju pertumbuhan juvenil awal adalah 0,03 mm/hari pada umur 2
bulan pertama dan 0,25 mm/hari pada bulan berikutnya (Setyono, 2006b dalam
Setyono dan Dwiono, 2011). Tahap yang sangat krusial dalam siklus hidup abalone
yaitu pada saat proses settlement (penempelan) dan metamorfosis (Ompi dkk, 2010).
yang dimaksud metamorfosis yaitu suatu fase perubahan baik morfologi, fisiologi,
dan substrat (Hahn, 2000 dalam Ompi dkk 2010).
Ketersediaan substrat dan tingkah laku larva yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan penempelan dan metamorfosis larva (Ompi dkk, 2010) karena jika
faktor tersebut sesuai dan cocok substrat untuk larva menempel, maka larva tidak
mebutuhkan waktu lama untuk dapat menyesuaikannya dan tingkah laku larva yang
mempengaruhinya, jika larva dalam keadaan normal maka proses ini akan berjalan
dengan baik. Menurut Ompi dkk (2010) ragam jenis substrat yang dapat
mempengaruhi larva untuk turun ke dasar, menempati substrat dan metamorfosis.
dalam hal ini dalam pemilihan substrat untuk penempelan larva abalone harus dipilih
sesuai dan cocok dengan jenis abalone yang dipelihara. kurungan dapat terbuat dari
jaring (40 cm x 60 cm), pipa PVC (12,5 cm x 25 cm), dan batu karang (15 cm x 20
cm) yang berbentuk lempengan (Setyono, 2011)
Mortalitas tinggi pada abalone disebabkan antara lain kualitas telur yang tidak
baik, kualitas pakan yang tidak baik karena masa kultur yang terlalu panjang, sistem
filtrasi pada saat kultur tidak baik sehingga banyak protozoa, cacing dan lain
sebagainya yang menempel pada substrat menjadi patogen bagi larva yang masih
dalam kondisi sangat lemah, penyediaan pakan alami yang masih belum stabil,
pertumbuhan diatome pada substrat terlalu lambat (Priyambodo dkk, 2005).
3.5. Pemeliharaan benih
Ketika larva sudah mencapai fase benih, benih abalone dipelihara dalam bak
beton berbentuk persegi dengan dimensi bak 3 m x 2 m x 1 m, dengan
menggunnakan sistem sirkulasi air dengan kecepatan aliran air 4-6 liter/detik dan
pemberian aerasi sebagai pemasok oksigen (Bambang dkk, 2010).
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
33/39
Juvenil awal sudah bisa dipindahkan ke dalam wadah pemeliharaan benih
ketika panjang cangkang benih telah mencapai 5-6 mm (Setyono, 2011). benih yang
dipelihara dari juvenil awal hingga benih siap tebar dengan panjang cangkang benih
abalone 10-20 mm dan dilanjutkan ke wadah pembesaran abalone (Setyono, 2011).
Juvenil abalone memperoleh makan dengan cara mengikis (grazing) diatome
penempel (Setyono dan Dwiono, 2011).
Juvenil awal dengan panjang cangkang rata-rata 5 mm diberikan pakan
alternatif rumput laut jenis Gracillaria sp.dan Ulva sp.(Setyono dan Dwiono, 2011)
Proses grading juvenil dilakukan setelah juvenil terlepas dari shelter, grading
dilakukan berdasarkan ukuran juvenil abalone (Setyono, 2011). Juvenil dengan
ukuran 5 mm ditempatkan di wadah pemeliharaan benih
(wadah penyapihan) yang telah dipersiapkan dan telah tumbuh diatom dan
ditambahkan makroalgae (Gracillaria spp. dan Ulva spp.) (Setyono, 2011).
Pengukuran Panjang dilakukan dengan menggunakan kaliper dengan tingkat
ketelitian 0,05 mm dan berat tubuhnya ditimbang dengan menggunakan timbangan
digital dengan tingkat ketelitian 0,01 g (Setyono, 2011).
Kepadatan diatom yang menempel pada plastik sebaiknya 3000 sel/mm2
(Bambang dan Sugama, 2007). hal ini dilakukan untuk mencegah blooming plankton
pada wadah pemeliharaan yang mengakibatkan kematian pada juvenil abalone.
Pada kondisi normal tingkat kelulus hidupan (sintasan) dalam pemeliharaan abalone
rata-rata tinggi 70-80% (RAS, 1990); sekitar 80% (Irwan, 2006) dan diatas 80%
(Soleh, 2007, a, b) dalam Soleh dan Suwoyo (2008).
Menurut Setyono (2011) untuk menjaga agar lingkungan tetap stabil, hindari
penambahan makroalgae yang terlalu banyak yang dapat menyebabkan
pembusukan dan pengurangan kadar oksigen terlarut didalam air. Pemeliharaan
benih dengan sistem air mengalir, harus melalui filter agar tidak ada kontaminasi
kotoran dan plankton lain (Bambang dan Sugama, 2007).
Laju pertumbuhan juvenil sangat tergantung pada tingkat kepadatan, kualitas
pakan (nutrisi), dan kualitas air (Setyono, 2011). Makanan awal yang dapat dicerna
oleh larva abalone yaitu berupa bakteri atau extracellular organisme. Namun
makanan utamanya adalah diatome menempel pada substrat (Bambang dan
Sugama, 2007). Diatome dari jenis Navicula sp. yang mudah dimakan dan dicerna
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
34/39
oleh larva abalone serta memiliki kandungan nutrisi yang memadai, ukuran yang
relatif kecil yaitu 10-15 mikron (Bambang dan Sugama, 2007).
Pertumbuhan abalone cenderung lebih besar pada pertambahan biomassa
tubuh dibandingkan dengan pertambahan panjang dan lebar cangkangnya (Soleh
dan Suwoyo, 2008), hal ini terjadi karena abalone terlindung dari arus karena
dipelihara didalam keranjang sehingga nutrisi dari pakan yang dikonsumsi lebih
banyak dimanfaatkan untuk penambahan biomassa pada abalone.
Benih yang baik dan sehat dapat dilihat secara morfologi dengan ciri-ciri benih
menurut Bambang dkk. (2013) adalah sebagai berikut:
a. melekat erat pada shelter
b. bila diangkat maka bergerak aktif
c. segera membalikkan badannya bila diletakkan terbalik didalam
air laut
d. badannya utuh, daging dan cangkangnya tidak ada yang rusak
Kematian pada abalone terjadi apabila penurunan kadar salinitas mendadak
antara 21-25 ppt dibawah kisaran optimal (Soleh dan Suwoyo, 2008) karena abalone
yang hidup pada kisaran salinitas optimal 28-30 ppt dan menurut (irwan 2006),
Capinpin (1998), dan RAS (1990) dalam Soleh dan Suwoyo (2008) karena abalone
sangat sensitif terhadap perlakuan fisik dan fluktuasi lingkungan media
pemeliharaan. Salinitas optimal untuk kehidupan abalone berkisar 30-35 ppt.
Abalone mengalami stress ketika salinitas air pemeliharaan turun mendadak yang
mengakibatkan kematian pada abalone. keadaan ini terjadi saat musim penghujan
(Soleh dan Suwoyo, 2008) disebabkan air media pemeliharaan yang selalu mengalir
setiap waktu tercampur dengan air hujan yang turun dan tercampur dengan air laut di
sumber air (laut).
Sampling terhadap pertumbuhan panjang dan berat abalone dilakukan setiap
bulan sekali dengan mengukur panjang dan lebar cangkang serta penimbangan
berat tubuh total. Jumlah sampel abalone antara 4-5% dari populasi abalone didalam
bak (Soleh dan Suwoyo, 2008).
3.6. Pemberian Pakan
Pakan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan benih
abalone. Pakan benih harus mengandung gizi yang dibutuhkan berupa protein,
lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral ( Marzuqi dkk. 2012). Hambatan utama
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
35/39
dalam pengembanga pembesaran abalone diantaranya adalah ketersediaan dan
kesesuaian pakan. penggunaan pakan alami memiliki kelemahan yaitu jumlah dan
tergantung musim (Marzuqi dkk, 2012).
Ada 5 jenis makroalga sebagai pakan abalon yaitu Gracillaria spp, Laurencia
obtusa, Ulva spp, Kappaphycus alvarezii, dan Hypnea asperi (Setyono, 2006). Dalam
pemeliharaan pada stadia larva umumnya abalone memakan diatom bentik seperti
Nitzschia sp. Navicula sp. Amphora sp. Cocconeis sp. Rizosolenia sp. sedangkan
ukuran yuwana sampai dewasa memakan makroalga (seaweed) yang terbagi atas 3
jenis yaitu alga coklat (Laminaria), alga Hijau (Ulva sp.), dan alga merah (Gracillaria
sp.) (Marzuqi dkk. 2012). Alga merah merupakan pakan alami yang baik bagi Induk
abalone Haliotis asinina (Singhagraiwan dkk. 1992 dalam marzuqi dkk, 2012).
Persiapan pakan larva dilakukan 3-4 minggu menjelang pemijahan/pemeliharaan
larva dari golongan benthic diatome jenis Nitzschia sp. (Priyambodo dkk, 2005) jenis
ini yang dianggap cocok untuk pakan awal larva. dan pakan larva ditumbuhkan pada
bak pemeliharaan larva. Pakan awal merupakan faktor penentu dalam pemeliharaan
larva dan sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan larva (Priyambodo dkk, 2005).
Untuk lebih jelas pakan dari jenis rumput laut Gracillaria sp. dan Ulva sp. dapat dilihat
pada gambar dibawah ini:
Gambar 6. a. Gracillaria sp. b. Ulva sp.
Larva abalone harus memperoleh makanan secara merata agar pertumbuhan
dan kelangsungan hidup abalon meningkat. tingkat kematian yang tinggi terjadi
apabila benih abalone tidak segera memperoleh pakan yang sesuai, baik jenis
maupun jumlahnya (Marzuqi dkk, 2012). Laju kecepatan makan Abalone jenis
Haliotis asinina adalah 20-23% dari berat tubuhnya perhari (Setyono dan Aswandy,
2007 dalam Setyono dan Dwiono, 2011). Pakan awal larva yaitu benthic diatomeyang tumbuh dan menempel pada bak pemeliharaan dan setiap hari dilakukan
pemupukan dan air dialirkan secara perlahan (Priyambodo dkk, 2005). Suhu optimal
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
36/39
mendorong abalone lebih responsif dalam konsumsi pakan (Setyono dan Suwoyo,
2008) karena metabolisme dalam tubuh abalone berlangsung stabil dan normal pada
suhu yang optimal.
Pemeliharaan juvenil abalone dapat tumbuh lebih pada pada kurungan yang
tertutup (enclosed structure) dan mempunyai permukaan yang halus dan rata untuk
menempel (Setyono, 2011) karena dalam kurungan tertutup abalone terlindung dari
terpaan arus dan kondisi tempat yang agak gelap. sama halnya yang dikemukakan
oleh Aviles dan Shepherd (1996) dalam Setyono (2011) melaporkan bahwa
pertumbuhan abalone lebih cepat jika dipeliharan dikurungan terlindung tetapi
mempunyai pertukaran air yang baik.
Umur abalone 2-2,5 bulan larva/juvenil sudah mulai mengonsumsi makro alga
yaitu rumput laut jenis Gracillaria sp. atauHypnea sp.(Priyambodo dkk, 2005). pada
umur 2-2,5 bulan larva abalone sudah dapat mencerna makroalga dan lebih cepat
pertumbuhannya. Pada umur 3 bulan pertumbuhan abalone dapat mencapai 1,5 - 2
cm (rata-rata 1,57 cm) dan abalone termasuk hewan yang sangat kuat makan (rakus)
(Priyambodo dkk, 2005). Kekurangan pakan dapat membuat abalone menjadi lemah
yang ditandai dengan otot/daging yang lemah (terlihat seperti akan lepas dari
cangkangnya) dan berwarna pucat (putih).
3.6. Hama dan Penyakit Abalone
Tidak banyak penelitian yang dilakukan terhadap penyakit pada abalone di
Australia (Handlinger, 1998 dalam Freeman 2001). Kondisi kesehatan dan ketahanan
abalone sangat dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan (Rusdi dkk, 2011 dalam
Bambang dkk. 2013).
Abalone rentan terhadap infeksi vibrio, sementara bakteri tersenut mudah
masuk kedalam tubuh abalone bila mengalami luka ( Zafran dan Susanto, 2007
dalam Bambang dkk. 2013). dalam kondisi perairan tidak stabil abalone juga dapat
ditumbuhi oleh fouling (biofouling) berupa teritip, kekerangan liar, dan beberapa
mikroorganisme lainnya sehingga kondisi abalone akan sangat terganggu dan
menyebabkan pertumbuhan abalone akan terhambat. Fouling dapat terdiri atas
organisme hidup (biofouling) atau zat non hidup (anorganik atau organik) (Bambang
dkk. 2013). jika perairan dalam kondisi stabil dan keadaan abalone dalam keadaan
normal maka penyakit tidak akan terjangkit pada abalone.
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
37/39
Penyakit pada organisme abalone masih tahap identifikasi mulai dari metode
penyerangan maupun sampai dampak yang ditimbulkannya. Gejala serangan
penyakit pada abalone diperlihatkan dengan timbulnya warna merah seperti karatan
pada bagian selaput gonad (bagian bawah cangkang). Pada kurun waktu 5 6 hari
setelah gejala tersebut, lapisan selaput akan sobek, yang mengakibatkan turunya
daya sensivitas rangsangan abalone. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian pada
organisme abalone. (Juknis Budidaya Abalone BBL Lombok)
Tindakan pencegahan atau pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan
mengobati luka atau sobekan selaput dengan mengoleskan acriflavin atau betadin
dalam dosis tinggi yaitu 500 ppm secara kontinyu selama 3 hari (Juknis Budidaya
Abalone BBL Lombok).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rashdi, Khalfan M., dan Tsueno Iwao, 2008. Abalone, Haliotis mariae (Wood,
1828) Hatchery and Sea Production Trials in Oman. Agricultural and Marine
Sciences. Japan. 13: 53-63
Azlan, La Ode, Andi B. P., dan Irwan J. E., 2013. Konsumsi Pakan Dan
Pertumbuhan Induk Abalone (Haliotis asinina) Yang Dipelihara Pada
Closed Resirculating System Dengan Menggunakan Berat Ulva fasciata Yang
Berbeda Sebagai Biofilter. Jurnal Mina Laut Indonesia. Kendari. 2013. 6: 100-108
Freeman, Kyle A. 2001. Aquaculture and Related Biological Attributes of Abalone
Species in Australia. Fisheries Research Report. West Australia. 128: 10-13
Hamzah, Mat Sardi, Sigit A. P D., dan Syafriadi H., 2012. Pertumbuhan Dan
Kelangsungan Hidup Anak Siput Abalon Tropis Haliotis asinina Dalam
Bak Beton Pada Kepadatan Yang Berbeda. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan
Tropis. Lombok. 2012. 2: 191-197
Hermawan, Agus. Mulud dan Hanung Santoso. Pemeliharaan Larva Abalone
Tokobushi (Haliotis diversicolor supertexta).Hal 38-44
Heasman, Mike dan Nick Savva. 2007. Manual For Intensive Hatchery Production
Of Abalone.Australian Ocean Biotechnology. Australia. page 12
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
38/39
Khotimah, Fitriyah H, Ibnu R, Bambang S. 2012. Konsumsi Pakan Benih Abalone
(Haliotis squamata) yang dipelihara Pada Salinitas Berbeda. Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Laut, Bali. 2012 7 hlm
Leighton, Paul, 2008. Abalone Hatchery Manual. Aquaculture Explained. 2008
Litaay, Magdalena, 2005. Peranan Nutrisi Dalam Siklus Reproduksi Abalone.
Oseana XXX. 3: 1-7
Marzuqi, Muhammad, Ibnu R., Bambang S., 2012. Aplikasi Pakan Buatan Pada
Pemeliharaan Benih Abalon (Haliotis squamata). Jurnal Riset Akuakultur.
Bali. 2012. 2: 237-245
Nasution, Syafruddin, dan Rusdi Machrizal, 2009. Pengaruh Kejutan Suhu
Terhadap masa Inkubasi Dan Deraja Penetasan Telur Abalone (Haliotis
asinina). Berkala Perikanan Terubuk. Pekanbaru. 2009. 1: 58-67
Ompi, Medy, Nickson Kawung, dan Calvyn, F.A. Sondak. 2010. Penempelan
Larva Siput Laut (Haliotis varia): Suatu Percobaan Di Laboratorium. Biota. Sulawesi
Utara. Vol. 15 (3): 407-414
Priyambodo, Bayu, Yayan Sofyan, dan IBM Suastika Jaya. 2005. Produksi
Benih Kerang Abalone (Haliotis asinina) di Loka Budidaya Laut Lombok.
Seminar Nasional Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan 2006
Rusdi, Ibnu, Riani R., Bambang S., dan I Nyoman A. G., 2010. Pematangan
Gonad Induk Abalone Haliotis squamataMelalui Pengelolaan Pakan.
Jurnal Riset Akuakultur. Bali. 2010. 3: 383- 391.
Setyabudi, Hery, Woro K. Arsyad S., Taufan H., 2008. Upaya Peningkatan
Produksi Benih Abalone Haliotis asininaMelalui Sistem Pemijahan Alami,
Massal Dan Spontan. Balai Budidaya Lombok. 2008. 9 hlm
Setyono, D. E. D., 2011. Teknik Produksi Benih Abalone. Oseana Volume XXXVI,
No. 3. 2011: 11-22
Setyono, D. E. D., 2006. Induction Spawning for the Tropical Abalone (Haliotis
asinina) in the Laboratory. Indonesian Aquaculture Journal. 2006. 1: 17-27
Setyono, D. E. D., 2006. Food Preferences For Juvenile Tropical Abalone (Haliotis
asinina). Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Puslit Oseanografi-LIPI.
No.41:1-14
-
7/23/2019 PAPER I PEMBENIHAN ABALONE
39/39
Setyono, D. E. D., 2011. Pemeliharaan Juvenil Abalone Haliotis asinina: Pengaruh
Jenis Pelindung Terhadap Pertumbuhan. Jurnal Oseanologi. Lombok Barat. 3:
29-36
Setyono, D. E. D., dan Sigit Anggoro Putro Dwiono. 2011. Pemijahan Dan
Pemeliharaan Juvenil Abalone Tropis Di Laboratorium Unit Teknis Loka
Pengembangan Bio Industri Laut. Jurnal Oseanologi. Mataram. 3: 18-28.
Soleh, Muhammad, dan Damar Suwoyo, 2008. Rangsang Kejut Suhu Sistim
Basah Dalam Proses Pemijahan Massal Abalone Haliotis sp.. Indoaqua.
BBPBAP Jepara.2008. 16 hlm
Soleh, Muhammad, dan Damar Suwoyo, 2008. Produksi Massal Induk Abalone
Matang Gonad Melalui Pengendalian Suhu yang Optimal pada Sistim Indoor.
Media Budidaya Air Payau Perekayasaan 2008. BBPBAP Jepara. hal 12-24.
Suminto, Dyah A. P. S., Titik S., 2010. Prosentase Perbedaan Pengaruh Tingkat
Kematangan Gonad Terhadap Fertilisasi Dan Daya Tetas Telur Dalam
Pembenahan Buatan Abalone (Haliotis asinina). Jurnal Saintek Perikanan.
Semarang. 2010 Vol. 6: 1: 79-87.
Susanto, Bambang, Ibnu R, Fitriyah H. K., 2013. Uji Kaji Teknik Pendederan dan
Pembesaran Abalon (Haliotis squamata) di Masyarakat. Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur. Bali. 9 hlm
Susanto, Bambang, Ibnu R., Suko I., dan Riani R., 2010. Pemeliharaan Yuwana
Abalon (Haliotis squamata) Turunan F-1 Secara Terkontrol Dengan jenis
Pakan Berbeda. Jurnal Riset Akuakultur. Bali. 2010. 2: 199-209
Susanto, Bambang, dan Ketut Sugama, 2007. Teknologi Pembenihan Abalone
Haliotis squamata. Prosiding Simposium Nasional. 2007. 127-132
Tumanduk, Nova. 2012. Kerang Abalone. Matric Edisi II. Pojok Ilmiah. No.18: 42-
46