geologi regional pongkor antam
Post on 14-Feb-2018
746 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
1/15
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
Deposit emas-perak Pongkor terletak di sisi timur laut dari Kubah Bayah, 110
km sebelah barat daya dari Jakarta. Daerah Pongkor merupakan bagian dari Busur Benua
Neogen Sunda Banda yang berkembang di sepanjang sisi Selatan Lempeng Eurasia sebagai
akibat dari subduksi Lempeng India-Australia. Unit geologi berada di lahan seluas sekitar 40
hingga 80 km dan terdiri dari serpih dan batupasir basementyang dilapisi oleh pusat sabukvulkanik dari Oligosen sampai Miosen Awal, terdiri dari sebagian besar batuan gunung api
kasar, dengan diselingi batugamping dan batupasir. Batuan terobosan intermediet yang
masuk ke dalam formasi Paleogen dan Miosen Awal (Basuki. 1994 dalam Warmada. 2003).
2.1.1 Geomorfologi
Daerah Pongkor pada umumnya berupa perbukitan-perbukitan tinggi yang
memiliki tinggi rata-rata 300 m sampai 900 m diatas permukaan laut. Memiliki relief rata-
rata dari landai sampai agak-curam. Hal ini bisa dilihat dari kerapatan kontur di daerah
tersebut (Gambar 2.1).
Daerah Pongkor memiliki pola aliran sungai berupa paralel. Pola pengaliran
paralel merupakan pola pengaliran dasar yang secara umum menunjukkan daerah dengan
lereng sedang sampai agak curam dan dapat ditemukan pula pada daerah bentuk lahan
perbukitan yang memanjang dengan aliran relatif sejajar. Pola pengaliran ini mencerminkan
daerah yang dikontrol perlipatan dan struktur. Sungai yang memiliki pola pengaliran ini
adalah Sungai Cikaniki dan Sungai Cisarua, serta beberapa sungai intermiten yang
merupakan anak dari kedua sungai tersebut.
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
2/15
5
Gambar 2. 1 Peta topografi dan lokasi Daerah Pongkor (tanpa skala)
2.1.2 Stratigrafi Regional
Dalam draft geologi proyek Tambang Emas Pongkor, PT. Antam (Persero) Tbk
(2001), stratigrafi regional daerah Pongkor dan sekitarnya (Gambar 2.2) adalah sebagai
berikut. Satuan batuan tertua tersingkap di daerah ini adalah Formasi Cimapag yang berumur
Miosen, yang merupakan batuan sedimen gunung api (vulkanik klastik) yang terdiri dari tufa
breksi dan breksi andesit. Formasi Cimapag setempat tertindih tidak selaras oleh Formasi
Genteng atau satuan batuan yang lebih muda lainnya. Formasi Genteng berumur Pliosen awal
bercirikan sedimen epiklastik tufaan dan tertindih oleh batuan gunung api, tuf, lava dan
endapan termuda endapan sungai.
Jalur batuan sedimen sebelah utara disusun oleh batuan sedimen yang berumur
Miosen Tengah sampai Miosen Atas, yang termasuk dalam Formasi Bojongmanik, Formasi
Klapanunggal, Formasi Jatiluhur, dan Formasi Genteng. Lebih ke utara lagi adalah daerah
cekungan minyak Jawa bagian utara. Sedangkan jalur batuan sedimen sebelah selatan
disusun oleh batuan sedimen yang berumur Eosen sampai Miosen Atas yang menyebar di
daerah Bayah-Pelabuhan Ratu- Cimandiri sampai ke selatan lagi ditemukan penyebaranbatuan gunungapi-sedimen yang termasuk ke dalam Formasi Jampang.
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
3/15
6
Gambar 2. 2 Peta Geologi Regional daerah Gunung Pongkor dan sekitarnya (Effendi dkk,
1998)
Di sebelah tenggara Formasi Jampang ditemukan penyebaran batuan Pra-Tersier
sampai Eosen (Komplek Ciletuh). Stratigrafi dari tua ke muda stratigrafi regional adalah :
A.
Formasi Cimapag
Formasi ini disusun oleh breksi, konglomerat polimik, lava dan batuan terkersikan
memiliki satu anggota (Sudjatmiko dan Santosa, 1992) yang terdiri dari satuan batupasir
dan batu lempung.Umumnya diperkirakan Miosen Awal (Sudjatmiko dan Santosa, 1992).
B.
Dasit
Berumur antara Miosen Tengah bagian Atas sampai Miosen Akhir bagian Bawah,
bersusunan dasit, liparit dan bostonit (Effendi dkk, 1998).
C.
Diorit Kuarsa
Berumur antara Miosen Tengah bagian Atas sampai Miosen Akhir bagian Bawah
bersusunan diorit kuarsa, monzoit kuarsa, diorite kuarsa, mikrodorit dan gabro (Effendi
dkk, 1998).
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
4/15
7
D. Andesit
Berumur Miosen Akhir, bersusunan andesit,andesit horblenda, andesit hipersten, basal,
diabas dan andesit terpropilitisasikan (Effendi dkk, 1998).E. Formasi Genteng
Formasi yang berumur Pliosen Awal ini terdiri oleh tuf batuapungan, batupasir tufan,
breksi, konglomerat, napal dan kayu terkersikan.Tidak mengandung fosil, ketebalan
mencapai 730 meter, secara tidak selaras menindih Formasi Bojongmanik.
F. Tuf Batuapung
Berumur Pleistosen, berupa tuf batuapung, yang setempat dinamakan tras (Effendi dkk,
1998).
G.
Breksi dan Lava
Berumur Pleistosen, endapan gunungapi bersusunan breaksi, aliran lava, andesit dan tuf.
Batuan ini mendidih secara tidak selaras batuan yang lebih tua yang berada dibawahnya
(Effendi dkk, 1998) dan (Sudjatmiko dan Santosa, 1992).
H. Lahar
Berumur Pleistosen yang tersusun atas lahar, breksi tufaan dan lapili bersusuan andesit
basalt, umumnya lapuk sekali (Effendi dkk, 1998).
I.
Breksi dan Aglomerat
Berumur Holosen, bersusunan beksi gunungapi dan aglomerat yang bersusunan andesit
dana basalt (Sudjatmiko dan Santosa, 1992).
2.1.3 Struktur Geologi Regional
Berdasarkan Milesi, et al., 1999, vein Pongkor berbentuk subvertikal, dengan
arah N 150oE, dan berbentuk sistem anastomostik. Kemiringan yang berlawanan (Pasir Jawa
dan Ciguha ke arah timurlaut, serta Kubang Cicau dan Ciurug ke arah baratdaya) secara
dihedral, menimbulkan struktur yang sama terlihat di kaldera.
Observasi lapangan dan pengukuran mengindikasikan bahwa subsekuen tektonik
vulkano aktif berhubungan dengan individualisasi kaldera. Empat tahapan deformasi brittle
yang terjadi, dapat menggambar satu rangkaian tektonik yang mengikuti runtuhnya kaldera.
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
5/15
8
Tahap 1: Bukaan vein kuarsa disebabkan adanya struktur sesar strike slip sinistral N 150 o
180oE, melewati sesar normal sinistral, sebagai hasil dari tekanan yang lebih awal.
Tekanan dinamis ini berarah konsisten N-S hingga NE-SW dengan suatu rejimbenturan plat di bawah Pulau Jawa.
Tahap 2: Mineralisasi vein terbuka seperti regangan yang memanjang, mengikuti tekanan.
Bukaan ini membentuk seperti gelombang dan multifase.
Tahap 3: Pada tahap ke tiga tekanan NW-SE ditandai dengan sesar normal sinistral N-S dan
sesar dekstral NW-SE, setelah itu baru terjadi mineralisasi. Sebagai bukti ditemukan
suatu bukaan yang sangat kecil ( 1cm) pada dinding vein. Dan juga terjadi suatu
pembalikan struktur yang jarang ditemui dengan arah NE-SW, dan ditempat yang
memiliki arah dip sedikit ke arah tenggara yang menunjukkan bahwa tekanan terjadi
dibawah tekanan lithostatik yang lemah. Struktur tektonik ini, hadir pada area di
sebelah utara tambang, yang juga mempengaruhi andesit muda pada unit atasnya.
Tahap 4: Pada tahap akhir penyusunan kembali, tektonik ini ditandai dengan kehadiran sesar
normal dengan arah yang bervariasi, menunjukkan hampir seluruh ekstensi isotropik
ke arah selatan.
2.1.4 Hidrogeologi Regional
Berdasarkan peta hidrogeologi regional (Gambar 2.3) akuifer daerah Pongkor
dibagi menjadi dua bagian. Pada bagian yang berwarna hijau akuifer melalui ruangan antar
butir setempat dan melalui rekahan dan saluran pelarutan. Sedangkan yang berwarna jingga
merupakan non akuifer.
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
6/15
9
Gambar 2. 3 Peta Hidrogeologi Regional Batuan Dasar daerah Pongkor (Murtianto. Tanpa
tahun) (tanpa skala)
Akuifer ini terdiri dari beberapa akuifer endapan vulkanik muda berupa batupasir
dan breksi setempat pada batuan tersier. Rata-rata ketebalan akuifer yaitu 1-10 meter,
trasmissivitas berkisar antara 0,8 - 94 m2/hari, nilai permeabilitas 0,8 - 36,4 m/hari. Muka air
tanah statis daerah ini bervariasi antara 28m dibawah permukaan tanah hingga 0.9 meterdiatas permukaan tanah (mengalir sendiri).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Kekar
Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran yang berarti.
Tiga jenis utama rekahan (Gambar 2.5) diklasifikasi berdasarkan perkembangan gerakan
dalam formasi batuan terekahkan, yaitu:
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
7/15
10
Gambar 2. 4 Mekanisme dari formasi rekahan, (a) opening mode/mode 1, (b) sliding
mode/mode 2, (c) tearing mode/mode 3 (Atkinson, 1987; Koestler et al., 1995)
A. rekahan terbuka atau opening mode, terbentuk dari pemisahan dinding rekahan.
B. Rekahan geseran atau sliding mode, akibat gesekan bersamaan pada dinding rekahan
dengan arah normal terhadap rekahan depan.
C. Rekahan sobek atau tearing mode, berkembang ketika dinding rekahan bergeser
paralel dan berlawanan arah satu sama lainnya.
Berdasarkan pola penyebarannya kekar dapat dibagi dua, yaitu :
1. Kekar sistematik, yaitu kekar yang saling sejajar jurusnya. Terbentuk karena gaya
tektonik dan bisa tersusun lebih dari satu set.
2. Kekar nonsistematik, yaitu kekar yang tidak menunjukan pola sistematik dan
kedudukannya tidak beraturan. Terbentuk bukan karena gaya tektonik.
2.2.2 Geomekanika Batuan
Secara umum, pendekatan geomekanika dapat dibagi menjadi dua yaitu terhadapaspek keteknikan tanah dan terhadap aspek keteknikan batuan, yang mana aspek keteknikan
tersebut mampu mencerminkan kelemahan dan kekuatan geologis dari masing-masing
material tersebut. Sehingga hasil dari studi geomekanika dapat diaplikasikan dalam kajian
geoteknik yang lebih umum, diantaranya untuk: mencari potensi dan kendala lahan,
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
8/15
11
menunjang kebijakan desain galian, maupun antisipasi bencana geologi (Zakaria, 2012).
Batuan dan tanah secara teknik dapat dibedakan berdasarkan ciri umum dari sifat fisiknya
masing-masing berdasarkan Shower & Shower, 1967, dalam Zakaria (2010) antara lain: Batuan memiliki ciri umum:
o Padu (cemented)
o qudicerminkan dengan unconfined compression strength(UCS) > 200
psi atau setara dengan 14 kg/cm2
o Bila didapati komponen atau butir, ukurannya 256mm (boulder)
o Berat diatas 40 kg
Sedangkan tanah memiliki ciri umum:
o Urai, lepas, lapuk
o qu < 200 psi
o Ukuran 256mm
o Berat dibawah 40 kg
2.2.2.1 RMR
Rock mass rating (RMR) merupakan klasifikasi geomekanika batuan yang
dikembangkan oleh Bienawski. Metoda tersebut menggunakan parameter geologis yang
diasumsikan paling berpengaruh sebagai acuan untuk memberikan bobot nilai dari kualitas
massa batuan. Hasil dari klasifikasi tersebut dapat digunakan dalam desain dan konstruksi
termasuk ekskavasi untuk terowongan, tambang terbuka, dan fondasi. Adapun parameter
yang digunakan untuk pembobotan nilai dalam RMR menurut Zakaria, 2012, ialah:
Kekuatan batuan (Point Load/UCS), diukur menggunakan uji Point Loaddan/atau
UCS. Semakin tinggi gaya yang dapat diterima (sebelum pecah) maka semakin tinggi
bobot nilainya. Berikut ialah bobot nilai kekuatan batuan menurut Bienawski, 1979,dalam Zakaria (2012):
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
9/15
12
Tabel 2.1 Tabel bobot nilai kekuatan batuan
Indeks Point Load(Mpa)
UCS (Mpa)BobotNilai
Di atas 10 Di atas 250 15
4 sampai 10100 sampai
25012
2 sampai 4 50 sampai 100 7
1 sampai 2 25 sampai 50 4
Nilai indeks dibawah
satu, menggunakan
UCS
10 sampai 25 2
3 sampai 10 1
di bawah 3 0
Kualitas inti batuan atauRock Quality Designation(RQD). Berdasarkan Singh, 2011,
perumusan RQD apabila diukur melalui metoda langsung (coring), ialah:
RQD =
%
Sedangkan menurul Palmstrom, 2005, dalam Singh (2011), apabila diukur melalui metoda
tidak langsung jika coringtidak memadai untuk dilakukan, dirumuskan dalam bentuk:
RQD = 110-(2.5 x Jumlah kekar tiap meter kubik)
Namun Palmstrom sendiri menyatakan bahwa perumusan tersebut bisa jadi tidak akurat pada
kondisi tertentu dimana RQD yang didapat justru lebih kecil dari seharusnya. Untuk bobot
nilai RQD menurut Bienawski, 1979, dalam Zakaria (2012) ialah sebagai berikut:
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
10/15
13
Tabel 2.2 Tabel bobot nilai RQD
RQD (%) Bobot Nilai
90-100 20
75-90 17
50-75 13
25-50 8
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
11/15
14
Tabel 2.4 Tabel bobot nilai spasi kekar
Spasi kekar Bobot Nilai
>2 20
0.6-2 15
0.2-0.6 10
0.2-0.06 8
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
12/15
15
Tabel 2.5 Tabel bobot nilai kondisi air tanah
Inflow tiap 10 m (untuk
terowongan) L/min
Tekanan air padakekar terhadap
tekanan mayor
Kondisi UmumBobot
Nilai
Tidak ada 0Benar-benar
kering15
125 >0.5 Mengalir 0
2.2.2.2 SMR
Slope mass rating (SMR) adalah penerapan nilai RMR untuk memperkirakan
sudut kemiringan lereng pengupasan. Berdasarkan Zakaria, 2012, ada beberapa cara
perhitungan SMR yang dapat dilakukan yaitu berdasarkan perhitungan Romana, Hall,
Laubcher, dan Orr. Dari keempat perhitungan tersebut bisa jadi didapati perbedaan nilai,
sehingga nilai yang diambil ialah nilai yang terkecil dengan asumsi bahwa semakin kecil
sudut inklinasi lereng maka semakin besar faktor keamanannya. Adapun menurut Zakaria,
2013, perumusan SMR dapat dimodifikasi untuk mencari sudut lereng optimal.
Romana (1990) dalam Zakaria, 2012, menyebutkan bahwa RMR terkait dengan
factor penyesuaian dari orentasi kekar terhadap orentasi lereng serta sistem pengupasan
lereng dalam bentuk angka rating(pembobotan), yaitu dituliskan dalam rumusan:
SMR = RMR +(F1 x F2 x F3) + F4
Dimana, F1 mencerminkan kesejajaran antara arah kekar dengan arah lereng
F2 mencerminkan kemiringan kekar
F3 mencerminkan hubungan kemiringan kekar dengan kemiringan lereng
F4 merupakan penyesuaian untuk metoda pengupasan
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
13/15
16
Laubscher (1975) dalam Zakaria, 2012, menerangkan bahwa SMR terkait
dengan rentang nilai RMR, sehingga didapati tabel:
Tabel 2.6Nilai SMR berdasarkan rentang nilai RMR
Slope Mass Rating(SMR) Rock Mass Rating(RMR)
75o 81-100
65o 61-80
55o 41-60
45o 21-40
35o 0-20
Hall (1985) dalam Zakaria, 2012, memberikan perumusan akhir SMR terkait
RMR sebagai berikut:
SMR=0,65 x RMR + 25
Orr (1992) dalam Zakaria, 2012, memberikan hubungan SMR dengan RMR
dalam perumusan sebagai berikut:
SMR=35 ln RMR71
2.2.3 Kebencanaan Geologi
Secara konsep, bencana alam ialah fenomena alam yang menyebabkan kerugian
materi maupun non-materi terhadap manusia, salah satu dari bencana alam ialah bencana
geologi yang merupakan bencana alam sebagai akibat dari kondisi geologis di suatu daerah.Zakaria, 2010, menggolongkan jenis-jenis kebencanaan geologi, diantaranya:
Longsor (berbagai jenis)
Banjir dan banjir bandang
Letusan gunung api
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
14/15
17
Gempa tektonik dan gempa volkanik
Tsunami
Erosi
Settlementdan Subsidencesebagai akibat kegagalan pada pondasi
Subsidence (penurunan) dan/atau uplift (pengangkatan) yang berkaitan dengan
kegiatan neotektonik regional (sesar aktif)
Kelemahan geologi lainnya, seperti:swelling clay,slacking clay, dan expansive soil
2.2.3.1 Tipe Failure
Singh et.al, 2011, membagi dua tipefailurepada lereng yang mana dikontrol oleh
kekar yaitu: planar, three-dimensional wedge (3D Wedge), circular(rotasional), toppling,
dan jatuhan. Tipe planar terjadi sepanjang kekar yang menerus, memilki dip menghadap
slopedenganstrikehampir sekakar dengan mukaslope. Sehingga, secara umumfailuretipe
planar amat bergantung pada kemenerusan kekar . Tipe 3D Wedge terbentuk sepanjang dua
set kekar denganstrikeyang obliqueterhadapslopedan saling berpotongan. Sedangkan, tipe
rotasional terbentuk pada massa batuan yang amat terkekarkan dengan blok amat kecil dan
orientasi amat beragam atau pada massa batuan yang amat terlapukkan. Adapun pada tipe
toppling, kemungkinan besar terjadi apabila ada blok batuan yang sangat besar yang
bertengger pada bidang miring dimana perbandingan panjang dasar (b) dan tinggi (h) lebih
kecil dari tangen sudut bidang tersebut () dimana secara matematis dapat dituliskan: b/h maka ada kemungkinan terjadislide.
Terakhir ialah tipe jatuhan, dimana bagian-bagian kecil batuan terlepas dari massa batuan
padaslopeyang curam. Tipe jatuhan dapat terjadi apabila massa batuan menjadi loosebaik
akibat pelapukan sehingga mempengaruhi semen yang mengikat ataupun akibat fluida
sehingga didapati kondisi swellingdanshrinking, ditambah lagi dengan adanya akumulasipembebanan yang terus-menerus dipermukaannya.
-
7/23/2019 Geologi Regional Pongkor Antam
15/15
18
2.2.3.2 Klasifikasi Longsor
Tipe longsor paling mendasar menurut Singh, 2011, ialah: debris slide, debris
flow, dan mud flow. Singh, 2011, menyebutkan bahwa debris slidemerupakan meluncurnya(sliding) debris pada lereng batuan diakibatkan kenaikan muka air tanah. Adapun debris flow
merupakan aliran liquid yang tersusun atas campuran boulder, debris, lempung, dan air.
Sedangkan mud flow merupakan aliran liquid yang tersusun atas campuran tanah, lempung,
dan air. Berikut ialah sistem klasifikasi longsor berdasarkan IS14680 (Indian Standard No.
14680), 1999, dalam Singh (2011):
Tabel 2.7 Sistem klasifikasi longsor berdasarkan IS4680, 1999, dalam Singh (2011)
Tipe pergerakan
Tipe material
TanahBatuan
Dominan Halus Dominan Kasar
Jatuhan Earth fall Debris fall Rock fall
Toppling Earth topple Debris topple Rock topple
Slide Rotasional Earth slump Debris slump Rock slump
Translasional (Planar) Earth block slideDebris block
slideRock block
slide
Earth slide Debris slide Rock slide
Lateral Earth spread Debris spread Rock spread
Aliran Earth flow Debris flow Rock flowSoil creep Deep creep
Kompleks Kombinasi dari dua atau lebih tipe pergerakan
top related