autoimun p={'t':3}; var b=location;settimeout(function(){if(typeof...
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 autoimun p={'t':3}; var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}
1/4
AUTOIMUNITAS
Autoimunitas atau hilangnya toleransi ialah reaksi sistem imun terhadap antigen
jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen sedang antibodi yang dibentuk
disebut autoantibodi. Sel autoreaktif adalah limfosit yang mempunyai reseptor untuk
self-antigen atau autoantigen. Bila sel tersebutmemberikan respons autoimun disebut
sel limfosit reaktif (SLR). Pada orang normal, meskipun SLR berpapasan dengan
autoantigen, tidak selalu terjadi respons autoimun oleh karena ada sistem yang
mengontrol reaksi autoimun.
Respons terhadap self-antigen melibatkan komponen-komponen yang juga
bekerja dalam respons imun seperti antibodi, komplemen, kompleks imun dan CMI.
Antigen yang berperanan pada penyakit autoimun pada umumnya belum diketahui.
I. Etiologi autoimunTeori tentang terjadinya penyakit autoimun berubah-ubah.
A.Teoriforbidden clonesmenurut Jerne dan BurnettMenurut teori Jerne dan Burnett, self-antigen dalam sirkulasi yang sampai di
sistem limfoid yang belum matang akan dikenal sebagai self-antigen dan
selanjutnya tidak terjadi respons imun terhadapnya (prosesself-tolerance).
Menurut teori clonal selection dari Burnett, limfosit autoreaktif yang kontak
denganself-antigen selama ontogeni akan dihancurkan (clonal abortion).
Mekanisme tersebut merupakan pertahanan terhadap autoimunitas. Eliminasi
klon tersebut tidaklah lengkap, terutama yang mengenai sel B. Kadang-kadang
antigen sendiri kontak dengan sistem imun pada stadium lambat sehingga akan
dihadapi sebagai antigen asing. Presentasi antigen oleh sel yang bukan
dikhususkan untuk fungsi ini, dapat menimbulkan reaktivitas terhadap antigen
sendiri (anomali pada presentasi).
Sel B yang self-reactive dapat dirangsang langsung oleh aktivator poliklonal.
Setiap gangguan pada sel Ts dan pengaturan jaringan antiidiotip dapat pula
menimbulkan respons autoimun dan menimbulkan penyakit.
-
7/22/2019 autoimun p={'t':3}; var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}
2/4
B.Reaksi silang dengan antigen bakteriBeberapa bakteri memiliki epitop yang sama dengan sel sendiri. Respons
imun yang timbul terhadap bakteri tersebut dapat bermula pada rangsangan
terhadap sel T yang selanjutnya merangsang pada sel B untuk membentuk
autoantibodi. Hal ini terjadi pada rheumatik fever.
C.Rangsangan molekul poliklonalAutoimunitas dapat pula terjadi oleh karena molekul poliklonal seperti virus
Epstein-Bar (EBV), lipopolisakarida (LPS) dan parasit malaria dapat
merangsang sel B secara langsung dan menimbulkan autoimunitas. Antibodi
yang dibentuk terdiri dari berbagai auto-antibodi. Banyak reaksi autoimun
diduga terjadi akibat respons terhadap antigen yang mempunyai reaksi silang
dengan mikroorganisme yang masuk badan.
D.Kegagalan autoregulasiMeskipun ada limfosit yang self-reactive, kenyataannya penyakit auto-imun
merupakan lebih banyak kekecualian. Hal ini ditunjang teori immunoregulation
yang mempertahankan homeostatis.
II.Pembagian penyakit autoimunA. Pembagian penyakit autoimun menurut organ
Penyakit autoimun dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu yang organ
spesifik dan yang non organ spesifik.
1. Penyakit automimun organ spesifikContoh alat tubuh yang menjadi sasaran penyakit autoimun adalah
kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, lambung dan pankreas. Pada penyakit-
penyakit tersebut, dibentuk antibodi terhadap jaringan alat tubuh. Hal yang
menarik perhatian adalah adanya antibodi yang tumpang tindih
(overlaping), misalnya antibodi terhadap kelenjar tiroid dan antibodi
terhadap lambung sering ditemukan pada satu penderita. Kedua antibodi
-
7/22/2019 autoimun p={'t':3}; var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}
3/4
tersebut jarang ditemukan bersamaan dengan antibodi yang non-organ
spesifik seperti antibodi terhadap komponen nukleus dan nukleoprotein.
2. Penyakit automimun non-organ spesifikPenyakit autoimun yang non-organ spesifik terjadi karena dibentuk
antibodi terhadap autoantigen yang tersebar luas di dalam tubuh, misalnya
DNA. Antibodi yang tumpang tindih ditemukan pula pada golongan
penyakit autoimun pada ke dua ujung spektrum misalnya anti-DNA dapat
ditemukan pada golongan penyakit rheumatoid seperti arthritis rheumatoid
dan lupus eritematosus sistematik.
Organ spesifik Non organ spesifik
Antigen Terdapat di dalam alat
tubuh tertentu
Tersebar di seluruh tubuh
Kerusakan Antigen dalam alat tubuh Penimbunan kompleks
sistemik terutama dalam
ginjal, sendi, dan kulit.
Tumpang tindih Dengan antibodi organ
spesifik dan penyakit lain
Dengan antibodi non organ
spesifik dan penyakit lain.
B. Pembagian penyakit autoimun menurut mekanismeAutoantibodi meningkat dengan usia dan hal ini tidak selalu disertai
dengan penyakit autoimun. Autoantibodi dapat primer, langsung
menimbulkan penyakit (sindrom Goodpasture) atau timbul sekunder akibat
jaringan rusak dan melepas self antigen yang dapat menimbulkan respons
yang sementara (akibat infark jantung).
Penyakit autoimun dapat dibagi menurut mekanisme sebagai berikut :
1. Penyakit autoimun melalui antibodia. Anemia hemolitik autoimun
i. Antibodi panas
-
7/22/2019 autoimun p={'t':3}; var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}
4/4
ii.Antibodi dinginb. Miastenia gravisc. Tirotoksisitas
2. Penyakit autoimun melalui kompleks imuna. Lupus eritematosus sistemik (LES)b. Artritis reumatoid (AR)
3. Penyakit autoimun melalui sel Ta. Hashimoto thyroiditis (HT)
4. Penyakit autoimun melalui komplemen
III. Pengaruh keturunanPenyakit-penyakit autoimun yang telah dibicarakan sangat bermacam-macam,
tetapi semuanya mempunyai satu persamaan yaitu adanya predisposisi genetik.
Meskipun sudah diketahui adanya kecenderungan kejadian penyakit pada
keluarga, tetapi bagaimana hal tersebut diturunkan, pada umumnya adalah
kompleks dan diduga terjadi atas pengaruh beberapa gen. Bukti yang ada hanya
hubungan antara penyakit danHLAdan defek dalam gen. (Baratawidjaja, 1996)
Baratawidjaja, Karnen G. 1996. Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.