Download - Bunga Rampai 2014
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 1
PENYUSUTAN ASET TETAP PEMERINTAH PUSAT
Oleh: Silvya Daniarti
(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 9 Tahun 2010)
Pendahuluan
Aset tetap mempunyai peranan yang sangat penting karena mempunyai nilai yang
cukup signifikan bila dibandingkan dengan komponen neraca lainnya. Aset Tetap
adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat
umum. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan
menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan
pada nilai wajar pada saat perolehan. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga
belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat
aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Pengeluaran setelah
perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat atau yang
kemungkinan besar memberi manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam
bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan
pada nilai tercatat aset yang bersangkutan (kapitalisasi).
Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan Lampiran II khususnya Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) No. 7 tentang Akuntansi Aset Tetap Paragraf 53, dinyatakan
bahwa aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi
akumulasi penyusutan. Sampai dengan tahun anggaran 2010, Pemerintah belum
menerapkan penyusutan aset tetap dan masa manfaat atas aset tetap Pemerintah belum
ditetapkan. Hal ini dikarenakan petunjuk teknis pelaksanaan penyusutan belum
disusun. Akibat tidak adanya penyusutan maka nilai aset tetap yang mengalami
kapitalisasi berkali-kali, akan semakin tinggi nilainya dan tidak akan pernah turun.
Bayangkan akumulasi nilai kapitalisasi suatu aset sepuluh tahun mendatang, tentu
sudah tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Sebagai contoh pelapisan jalan dalam
rangka pemeliharaan jalan pantura yang dilakukan setiap tahun. Karena nilai
pemeliharaan jalan tersebut sifatnya menambah nilai jalan maka kalau diakumulasi
nilai jalan pantura tersebut sangat tinggi padahal secara fisik kualitas/kapasitas tidak
sebanding dengan nilai jalan. Seiring dengan semakin lamanya penggunaan suatu aset,
aset tetap selain tanah akan mengalami penurunan manfaat karena aus atau rusak
karena pemakaian dan lain-lain. Dalam rangka penyajian nilai wajar terhadap aset-aset
tersebut dapat dilakukan penyusutan.
Permasalahan penyusutan aset tetap ini telah menjadi salah satu pokok tema
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebabkan pengecualian atas
kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2010. Untuk itu,
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 2
Pemerintah perlu segera membuat aturan teknis mengenai penyusutan aset tetap serta
menghitung masa manfaat atas aset tetap sebagai dasar penyusutan.
Pengertian
Di dalam PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
Lampiran II khususnya PSAP No. 7 tentang Akuntansi Aset Tetap, menyebutkan definisi
penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan
manfaat dari suatu aset. Seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan
karakteristik aset tersebut, kecuali tanah dan konstruksi dalam pengerjaan.
Yang dimaksud penyesuaian nilai adalah upaya untuk menunjukkan pengurangan nilai
karena pengkonsumsian potensi manfaat aset oleh karena pemakaian dan atau
pengurangan nilai karena keusangan dan lain-lain.
Kapasitas atau manfaat suatu aset tetap akan semakin menurun karena aset tetap
tersebut digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah dan sejalan dengan itu
maka nilai aset tetap tersebut juga semakin menurun.
Tujuan dasar penyusutan aset tetap pada Pemerintah adalah menyesuaikan nilai aset
tetap untuk mencerminkan nilai wajarnya.
Arti Pentingnya Penyusutan
Menurut Buletin Teknis Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP) No. 05 tentang
Akuntansi Penyusutan, ada beberapa alasan penting kenapa diperlukan adanya
penyusutan yaitu:
1. Aset tetap merupakan aset operasi pemerintah yang penting dalam menjalankan
operasional pemerintahan. Aset tetap itu memiliki sifat yang rentan terhadap
penurunan kapasitas sejalan dengan penggunaan atau pemanfaatannya. Oleh
karena itu, pemerintah harus menyajikan informasi tentang nilai aset tetap secara
memadai agar dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka
pengelolaan aset (meliputi perencanaan penganggaran, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pertukaran, pelepasan, dan penghapusan). Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, pemerintah membutuhkan informasi tentang nilai asset tetap
yang memadai, dan hal tersebut dapat dipenuhi apabila pemerintah
menyelenggarakan sistem akuntansi aset tetap yang informatif secara tertib dan
tepat waktu.
2. Informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan
pengelolaan aset tetap adalah informasi mengenai nilai wajar aset.
3. Adanya penyusutan, akan memungkinkan pemerintah untuk setiap tahun
memperkirakan masa manfaat suatu aset tetap yang masih dapat diharapkan
dapat diperoleh dalam masa beberapa tahun ke depan.
4. Adanya penyusutan memungkin pemerintah untuk mendapat suatu informasi
tentang keadaan potensial aset yang dimilikinya. Hal ini akan memberikan
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 3
informasi kepada pemerintah mengenai suatu pendekatan yang lebih sistematis
dan logis dalam menganggarkan berbagai belanja pemeliharaan atau belanja
modal untuk mengganti atau menambah aset tetap.
Namun ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi oleh suatu aset tetap sebelum
diberlakukan penyusutan, yaitu nilainya harus menunjukkan Nilai Buku (nilai yang
dapat disusutkan). Menurut Buletin Teknis SAP No. 05 tentang Akuntansi Penyusutan,
beberapa prasyarat yang harus dipenuhi dalam menerapkan penyusutan aset tetap:
1. Identitas aset yang kapasitasnya menurun;
Aset tetap harus dapat diidentifikasi mana aset yang kapasitas dan manfaatnya
menurun dengan aset yang kapasitas dan manfaatnya tidak menurun. Golongan
aset tetap yang kapasitas/manfaatnya menurun dan memerlukan penyesuain nilai
(penyusutan) adalah peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
jalan/irigasi/jaringan. Sedangkan golongan aset tetap yang kapasitas/manfaatnya
tidak menurun dan tidak perlu penyesuaian nilai (penyusutan) adalah tanah dan
konstruksi dalam pengerjaan.
2. Nilai yang dapat disusutkan;
Nilai aset tetap menjadi nilai prasyarat dalam penyusutan. Secara umum nilai aset
tetap yang diakui adalah nilai perolehan atau nilai wajar. Nilai perolehan atau nilai
wajar ini merupakan faktor penentu besarnya nilai buku. Nilai buku diperoleh dari
pengurangan nilai perolehan dengan nilai akumulasi penyusutan. Pemerintah
telah menyelesaikan Inventarisasi dan Penilaian (IP) atas aset tetap sebagai dasar
untuk melakukan penyusutan.
3. Masa manfaat dan kapasitas aset tetap.
Suatu aset disebut sebagai aset tetap adalah karena manfaatnya dapat dinikmati
lebih dari satu tahun atau satu periode akuntansi. Ukuran manfaat dapat diukur
dengan indikator yang terkuantifikasi dan ada yang tidak.
Contoh aset yang manfaatnya dapat diukur dengan indikator terkuantifikasi
adalah kendaraan atau mesin yang secara teknis dapat dilengkapi dengan
keterangan dari produsen tentang potensi total jarak yang dapat ditempuh atau
potensi total jam kerja penggunaan.
Contoh aset yang manfaatnya relatif tidak dapat diukur dengan indikator
terkuantifikasi adalah komputer, gedung, atau jalan yang secara teknis tidak
terkuantifikasi dengan spesifik sehingga dipakailah indikator pengganti seperti
prakiraan potensi masa manfaat.
*Tarif Penyusutan = 1
X 100% X 2 Masa Manfaat
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 4
Rumusan Perhitungan Penyusutan
Menurut Buletin Teknis SAP No. 05 tentang Akuntansi Penyusutan, terdapat tiga
(3) metode rumusan yang sesuai dengan kuantifikasi prasyarat penyusutan dalam
perhitungan penyusutan aset tetap,. Yaitu:
1. Metode Garis Lurus;
Metode garis lurus menetapkan tarif penyusutan untuk masing-masing periode
dengan jumlah yang sama. Rumusan tersebut adalah:
Penyusutan per periode =
Nilai yang dapat disusutkan
Masa manfaat
Keunggulan metode garis lurus adalah bahwa perhitungannya mudah. Metode ini
cocok dipergunakan untuk aset tetap yang penggunaannya dari periode ke periode
relatif sama, misalnya bangunan kantor, meubelair kantor, air conditioner dan
lain-lain.
2. Metode Saldo Menurun Berganda;
Metode saldo menurun berganda menetapkan tarif penyusutan dua kali dari yang
digunakan metode garis lurus. Rumusan penyusutan per periode adalah:
(Nilai yang dapat disusutkan akumulasi penyusutan periode sebelumnya) X Tarif
Penyusutan*
Metode saldo menurun berganda merupakan bentuk yang populer untuk
mempercepat penyusutan dan cocok dipergunakan untuk aset tetap berupa
kendaraan bermotor atau komputer. Tarif penyusutan di tahun pertama akan
lebih tinggi dan akan lebih kecil di tahun berikutnya.
3. Metode Unit Produksi.
Kapasitas produksi suatu aset tetap dijadikan pedoman dalam penentuan
besarnya penyusutan, dan besarnya produksi yang dilakukan dalam kapasitas
produksi tersebut merupakan metode yang digunakan untuk menghitung
penyusutan. Sebagai contoh pemakaian unit-unit dapat diperlihatkan dalam
kuantitas barang-barang yang diproduksi, jumlah jam yang digunakan, sejumlah
pemotongan, jumlah mil yang dikendarai atau muatan ton. Rumusan penyusutan
per periode adalah:
Produksi periode berjalan X Tarif penyusutan**
**Tarif penyusutan = Nilai yang dapat disusutkan
Perkiraan total output
Metode penyusutan ini umumnya digunakan ketika pemakaian aset tetap
berubah-ubah dari tahun ke tahun. Metode ini cocok digunakan untuk aset tetap
berupa mesin-mesin produksi, contohnya mesin penggilingan padi.
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 5
Metode-metode penyusutan yang berbeda memberikan hasil yang berbeda juga,
dan dalam beberapa keadaan kegunaan dari metode penyusutan tertentu
disarankan. Ketika penggunaan aset tetap berfluktuasi dari waktu ke waktu,
metode unit produksi dianjurkan. Untuk aset tetap yang kegunaannya menurun
lebih awal, dan mereka ditujukan terhadap biaya pemeliharaan yang tinggi
sehubungan dengan bertambahnya usia mereka, maka bentuk dari penyusutan
yang dipercepat harus digunakan, misalnya metode saldo menurun berganda.
Berikut ini adalah beberapa langkah yang dilakukan dalam penyusutan aset
tetap:
1. Melaksanakan identifikasi aset tetap yang akan disusutkan. Tanah dan Kontruksi
Dalam Pengerjaan tidak termasuk aset tetap yang dapat disusutkan. Kondisi aset
tetap harus dalam keadaan baik.
2. Melaksanakan pengelompokan aset. Dalam pelaksanaan penyusutan aset tetap
dibagi menjadi 2 (dua) yaitu penyusutan dilakukan terhadap aset tetap secara
individual (contohnya gedung dan bangunan) dan penyusutan dilakukan terhadap
sekelompok aset tetap sekaligus. Kriteria aset tetap yang dapat disusutkan secara
berkelompok/sekaligus adalah:
a. Mempunyai waktu perolehan yang sama;
b. Mempunyai masaa manfaat yang sama;
c. Secara teknis, manfaat aset tetap tersebut tergantung dengan aset tetap yang
lainnya, contoh: peralatan kesehatan, peralatan laboratorium;
d. Aset tetap dibeli secara berpasangan dan harga belinya merrupakan harga
pasangan, contoh: mesin cetak digital dengan perangkat lunaknya, komputer
dengan perrangkat lainnya;
e. Demi kemudahan dan efisiensi biaya administrasi, aset tetap dapat
dikelompokkan karena kedekatan teknis dan konteks pemanfaatannya,
contoh: peralatan bedah.
3. Menetapkan nilai aset tetap yang wajar, karena nilai aset tetap adalah prasyarat
untuk menentukan nilai yang dapat disusutkan. Penetuan nilai aset tetap ahrus
berdasarkan dokumen/bukti kepemilikan, akte jual/beli, kuitansi pembelian, atau
catatan lainnya yang menunjukkan nilai aset tetap tersebut. Apabila tidak terdapat
bukti/catatan yang menunjukkan nilai aseet tetap tersebut maka dibutuhkan tim
penilai profesional untuk membantu menetapkan nilai aset tetap yang wajar.
4. Menetapkan nilai yang dapat disusutkan atas aset tetap baik yang bersifat
individual maupun kelompok.
5. Menetapkan metode penyusutan (bebas) tetapi sebaiknya sesuai karakteristik aset
tetap, cara serta intensitas pemanfaatannya.
6. Melakukan perhitungan dan pencatatan penyusutan aset tetap.
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 6
Perhitungan dan Pencatatan Penyusutan Aset Tetap
Besarnya penyusutan setiap tahun dicatat dalam neraca dengan menambah nilai
akumulasi penyusutan dan mengurangi ekuitas dana dalam akun Diinvestasikan dalam
Aset Tetap. Walaupun aset tetap terdiri atas berbagai jenis aset yang menunjukkan
nilai perolehan masing-masing, penyusutannya disajikan hanya dalam satu akun
Akumulasi Penyusutan. Nilai buku yang tersajikan dalam neraca juga merupakan nilai
buku keseluruhan aset tetap.
Di dalam PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Lampiran II
khususnya Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 7 tentang
Akuntansi Aset Tetap Paragraf 79 menyatakan bahwa informasi penyusutan yang
harus diungkapkan dalam laporan keuangan adalah:
1. Nilai penyusutan;
2. Metode penyusutan yang digunakan;
3. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
4. Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.
Keempat hal di atas harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Secara
lebih rinci, hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan
adalah:
- Kebijakan Akuntansi;
- Daftar Aset dan Penyusutannya
Perhitungan dan pencatatan penyusutan aset tetap dilaksanakan di akhir tahun atau per
tanggal 31 Desember melalui jurnal aset pada aplikasi Sistem Akuntansi Kuasa
Pengguna Anggaran SAKPA.
1. Contoh soal kasus menggunakan metode garis lurus.
Pada awal tahun 2011 Kementerian XL membeli sebuah air conditioner senilai
Rp12.000.000 dengan masa manfaat diperkirakan 4 tahun. Tarif penyusutan per
tahunnya adalah Rp12.000.000 dibagi 4 yaitu Rp3.000.000 per tahun.
Pencatatannya di setiap tanggal 31 Desember tahun 2011 sampai dengan tahun
2014 adalah:
Jurnal Debet Kredit
Diinvestasikan
dalam Aset Tetap
Rp 3.000.000
Akumulasi
Penyusutan
Rp 3.000.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 7
Tabel Penyusutan Air Conditoner
Tahun Tarif
Penyusutan
Rp
Akumulasi
Penyusutan
Rp
Nilai Buku
Rp
0 12.000.000
1 3.000.000 3.000.000 9.000.000
2 3.000.000 6.000.000 6.000.000
3 3.000.000 9.000.000 3.000.000
4 3.000.000 12.000.000 0
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2011 adalah:
Rp
ASET 9.000.000
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 12.000.000
Akumulasi Penyusutan (3.000.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 9.000.000
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 9.000.000
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2012 adalah:
Rp
ASET 6.000.000
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 12.000.000
Akumulasi Penyusutan (6.000.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 6.000.000
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 6.000.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 8
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2013 adalah:
Rp
ASET 3.000.000
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 12.000.000
Akumulasi Penyusutan (9.000.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 3.000.000
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 3.000.000
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2014 adalah:
Rp
ASET 0
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 12.000.000
Akumulasi Penyusutan (12.000.000)
KEWAJIBAN -
EKUITAS 0
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 0
Nilai perolehan aset tetap, jumlah penyusutan dan akumulasinya serta nilai
buku per jenis aset tetap disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK).
2. Contoh soal kasus menggunakan metode saldo menurun ganda.
Pada awal tahun 2011 Kementerian XL membeli sebuah kendaraan roda 4 kijang
senilai Rp185.000.000 dengan masa manfaat diperkirakan 5 tahun. Tarif
penyusutan per tahunnya adalah:
Tahun ke.1
((100% dibagi 5 tahun) X 2) X Rp185.000.000 yaitu Rp74.000.000
Tahun ke.2
40% X (Rp185.000.000 dikurang Rp74.000.000) yaitu Rp44.400.000
Tahun ke.3
40% X (Rp185.000.000 dikurang Rp74.000.000 dikurang Rp44.400.000) yaitu
Rp26.640.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 9
Tahun ke.4
40% X (Rp185.000.000 dikurang Rp74.000.000 dikurang Rp44.400.000 dikurang
Rp26.640.000) yaitu Rp15.984.000
Tahun ke.5
40% X (Rp185.000.000 dikurang Rp74.000.000 dikurang Rp44.400.000 dikurang
Rp26.640.000 dikurang Rp15.984.000) yaitu Rp9.590.400 tetapi karena
penyusutan tahun ke.5 adalah tahun terakhir maka nilainya disesuaikan sehingga
menghasilkan nilai akumulasi penyusutan yang sama dengan nilai awal/nilai yang
dapat disusutkan.
Tabel Penyusutan Kijang
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2011 adalah:
Th Nilai Buku
Rp
%
penyusutan
Penyusutan
Rp
Akumulasi
Penyusutan
Rp
1 185.000.000 40% 74.000.000 74.000.000
2 111.000.000 40% 44.400.000 118.400.000
3 66.600.000 40% 26.640.000 145.040.000
4 39.960.000 40% 15.984.000 161.024.000
5 0 40% 39.960.000 185.000.000
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan
dalam Aset Tetap
Rp74.000.000
Akumulasi
penyusutan
Rp74.000.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 10
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2011 adalah:
Rp
ASET 111.000.000
Aset tetap:
Peralatan dan
Mesin
185.000.000
Akumulasi
Penyusutan
(74.000.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 111.000.000
Ekuitas Dana
Investasi
Diinvestasikan
dalam Aset
Tetap
111.000.000
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2012 adalah:
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan
dalam Aset Tetap
Rp118.400.000
Akumulasi
penyusutan
Rp118.400.000
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2012 adalah:
Rp
ASET 66.600.000
Aset tetap:
Peralatan dan
Mesin
185.000.000
Akumulasi
Penyusutan
(118.400.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 66.600.000
Ekuitas Dana
Investasi
Diinvestasikan
dalam Aset Tetap
66.600.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 11
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2013 adalah:
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2013 adalah:
Rp
ASET 39.960.000
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 185.000.000
Akumulasi Penyusutan (145.040.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 39.960.000
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 39.960.000
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2014 adalah:
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan dalam
Aset Tetap
Rp145.040.000
Akumulasi
penyusutan
Rp145.040.000
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan dalam Aset
Tetap
Rp 161.024.000
Akumulasi penyusutan Rp 161.024.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 12
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2014 adalah:
Rp
ASET 23.976.000
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 185.000.000
Akumulasi Penyusutan (161.024.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 23.976.000
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 23.976.000
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2015 adalah:
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp185.000.000
Akumulasi penyusutan Rp185.000.000
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2015 adalah:
Rp
ASET 0
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 185.000.000
Akumulasi Penyusutan (185.000.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 0
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 0
3. Contoh soal kasus menggunakan metode unit produksi.
Pada awal tahun 2011 Kementerian XL membeli sebuah mesin penggilingan padi
senilai Rp10.000.000 dengan kapasitas produksi 50 ton beras, mempunyai masa
manfaat 4 tahun. Perincian pemakaian selama 4 tahun adalah:
Tarif Penyusutan: Rp10.000.000 / 50 ton = Rp200.000
Tahun ke.1 15 ton X Rp200.000,- = Rp3.000.000
Tahun ke.2 20 ton X Rp200.000,- = Rp4.000.000
Tahun ke.3 10 ton X Rp200.000,- = Rp2.000.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 13
Tahun ke.4 5 ton X Rp200.000,- = Rp1.000.000
Tabel Penyusutan Mesin Penggilingan Padi
Th Produksi Periode
Berjalan
Rp
Tarif Penyusutan
Rp
Penyusutan
Per Periode
Rp
1. 15 ton 200.000 3.000.000
2. 20 ton 200.000 4.000.000
3. 10 ton 200.000 2.000.000
4. 5 ton 200.000 1.000.000
Total 50 ton 10.000.000
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2011adalah:
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan dalam aset tetap Rp. 3.000.000,-
Akumulasi penyusutan Rp. 3.000.000,-
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2011 adalah:
Rp
ASET 7.000.000
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 10.000.000
Akumulasi Penyusutan (3.000.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 7.000.000
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 7.000.000
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2012 adalah:
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp7.000.000
Akumulasi penyusutan Rp7.000.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 14
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2012 adalah:
Rp
ASET 3.000.000
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 10.000.000
Akumulasi Penyusutan (7.000.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 3.000.000
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 3.000.000
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2013 adalah:
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2013 adalah:
Rp
ASET 1.000.000
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 10.000.000
Akumulasi Penyusutan (9.000.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 1.000.000
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 1.000.000
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2014 adalah:
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan dalam Aset
Tetap
Rp10.000.000
Akumulasi penyusutan Rp10.000.000
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan dalam Aset
Tetap
Rp 9.000.000
Akumulasi penyusutan Rp 9.000.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 15
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2014 adalah:
Rp
ASET 0
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 10.000.000
Akumulasi Penyusutan (10.000.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 0
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 0
Tahapan Penyusutan Untuk Aset Tetap Yang Diperoleh Sebelum Adanya
Penentuan Penyusutan Aset Tetap
Tahapan awal yang harus dilakukan pemerintah dalam penyusutan aset tetap
adalah penetapan sisa masa manfaat aset tetap dan masa manfaat aset tetap setelah
disusutkan. Tetapi sesuai dengan temuan BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat, sampai saat ini pemerintah belum dapat mengukur umur manfaat setiap aset
tetap. Karenanya harus segera ditetapkan umur manfaat setiap aset tetap berdasarkan
hasil inventarisasi dan penilaian setiap aset tetap. Apabila telah ditetapkan usia manfaat
setiap aset tetap, maka perhitungan dan penyusutan aset tetap tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
a. Aset yang diperoleh pada tahun dimulainya penerapan penyusutan
Perhitungan dan pencatatan penyusutan aset tetap dicontohkan dalam contoh soal
di atas.
b. Aset yang diperoleh setelah penyusunan neraca awal hingga satu tahun
sebelumnya penerapan penyusutan
Aset tetap yang diperoleh setelah penyusunan neraca awal, maka aset tetap
tersebut dinilai berdasarkan nilai perolehannya. Perhitungan penyusutan aset
tetap dibagi 2 (dua) yaitu penyusutan sebelum tahun penerapan penyusutan dan
penyusutan di tahun penerapan penyusutan (tahun berjalan). Contoh: suatu
kementerian menerapkan penyusutan di awal tahun 2011 dan mempunyai
kendaraan roda 4 kijang yang diperoleh di awal tahun 2008 dengan harga
Rp100.000.000 dan ditetapkan mempunyai umur manfaat 5 tahun. Maka
perhitungan penyusutannya adalah:
Tarif penyusutan menggunakan metode garis lurus adalah:
Rp100.000.000 dibagi 5 tahun yaitu Rp20.000.000 (20%).
Perhitungan penyusutan tahun 2008 sd tahun 2010 adalah:
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 16
3 tahun dikali Rp20.000.000 yaitu Rp60.000.000
Perhitungan penyusutan tahun 2011 adalah: Rp20.000.000
Maka nilai penyusutan tahun 2011 (tahun pertama) yaitu Rp60.000.000 ditambah
Rp20.000.000 = Rp80.000.000
sedangkan nilai penyusutan tahun 2012 (tahun kedua) yaitu Rp20.000.000
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2011adalah:
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2011 adalah:
Rp
ASET 20.000.000
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 100.000.000
Akumulasi Penyusutan (80.000.000)
KEWAJIBAN
EKUITAS 20.000.000
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 20.000.000
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2012 adalah:
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan dalam Aset
Tetap
Rp100.000.000
Akumulasi penyusutan Rp100.000.000
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp80.000.000
Akumulasi penyusutan Rp80.000.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 17
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2012 adalah:
Rp
ASET 0
Aset tetap:
Peralatan dan Mesin 100.000.000
Akumulasi Penyusutan (100.000.000)
KEWAJIBAN -
EKUITAS 0
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 0
Pemerintah Indonesia telah menyusun neraca awal di tahun 2004 dan pada saat
itu telah dilakukan Inventarisasi dan Penilaian atas aset tetap pada seluruh
kementerian negara/lembaga (sudah ada nilai wajar atas aset tetap).
c. Aset yang diperoleh sebelum penyusunan neraca awal
Aset tetap yang diperoleh sebelum penyusunan neraca awal, maka aset tetap
tersebut dinilai berdasarkan nilai wajar. Hal utama yang harus ditetapkan adalah
sisa masa manfaat pada saat penyusunan neraca awal. Perhitungan penyusutan
aset tetap dibagi 2 (dua) yaitu penyusutan di masa antara neraca awal dengan saat
penerapan penyusutan dan penyusutan di tahun penerapan penyusutan (tahun
berjalan). Contoh: suatu kementerian menerapkan penyusutan di awal tahun 2011
dan mempunyai mesin pengeras jalan yang diperoleh sebelum penyusunan neraca
awal tahun 2003. Penyusunan neraca awal dilakukan di akhir tahun 2004. Mesin
pengeras jalan ditetapkan mempunyai nilai yang dapat disusutkan seharga
Rp175.000.000 dan ditetapkan mempunyai sisa umur manfaat 7 tahun.
Penyusutan ditetapkan di awal tahun 2011. Maka perhitungan penyusutannya
adalah:
Tarif penyusutan menggunakan metode garis lurus adalah:
Rp175.000.000 dibagi 7 tahun yaitu Rp25.000.000
Perhitungan penyusutan tahun 2005 sd tahun 2010 adalah:
6 tahun dikali Rp25.000.000 yaitu Rp150.000.000
Perhitungan penyusutan tahun 2011 adalah: Rp25.000.000
Maka nilai penyusutan tahun 2011 (tahun pertama) yaitu Rp150.000.000
ditambah Rp25.000.000 = Rp175.000.000
Pencatatannya di tanggal 31 Desember tahun 2011adalah:
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 18
Jurnal Debit Kredit
Diinvestasikan dalam Aset
Tetap
Rp175.000.000
Akumulasi penyusutan Rp175.000.000
Penyajian Aset tetap di Neraca
per tanggal 31 Desember 2011 adalah:
Walaupun nilai suatu aset tetap telah disusutkan seluruhnya sehingga mempunyai nilai
buku Rp0 (nol), maka bukan berarti aset tetap tersebut langsung dihapuskan dari
Laporan Barang Milik Negara karena dimungkinkan masih bisa dimanfaatkan. Nilai
perolehan dan akumulasi penyusutan aset tetap disajikan di dalam Laporan barang
Milik Negara dan dijelaskan di dalam Catatan atas Laporan Barang Milik Negara dan/
Catatan atas Laporan Keuangan.
Kesimpulan
1. Sesuai hasil pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun
2010, perlu segera disusun pedoman teknis penyusutan aset tetap dan penetapan
masa manfaat setiap aset tetap.
2. Apabila aset tetap dapat disajikan sebesar nilai buku maka pemerintah/kementerian
negara lembaga mempunyai basis dalam pembuatan kebijakan pengalokasian
belanja modal atau belanja pemeliharaan yang lebih cerdas dimasa depan.
3. Karena nilai perolehan dan akumulasi penyusutan aset tetap harus disajikan di
dalam Laporan Barang Milik Negara dan dijelaskan di dalam Catatan atas Laporan
Barang Milik Negara dan/ Catatan atas Laporan Keuangan, maka Sistem Manajemen
Rp
ASET 0
Aset tetap:
Peralatan
dan Mesin
175.000.000
Akumulasi
Penyusutan
(175.000.000)
KEWAJIBAN -
EKUITAS 0
Ekuitas Dana
Investasi
Diinvestasika
n dalam Aset
Tetap
0
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 19
dan Akuntansi barang Milik Negara harus mengakomodir perhitungan penyusutan
aset tetap sebelum data aset tetap dikirim ke dalam Sistem Akuntansi Keuangan.
Referensi:
1. Buletin Teknis SAP No. 05 tahun 2007 tentang Akuntansi Penyusutan
2. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
3. Buku Akuntansi Suatu Pengantar, Soemarso, Salemba Empat Jakarta
4. Buku Dasar-dasar Akuntansi, Haryono Jusup, STIE YKPN Yogyakarta
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 20
PEMBENTUKAN PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH Oleh : Joni Afandi
(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 10 tahun 2010)
1. Pendahuluan
Neraca Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2010 menunjukkan jumlah
piutang sebesar Rp.99 Triliun. Jumlah ini meningkat sebesar Rp27 Triliun apabila
dibandingkan dengan jumlah piutang pada tahun 2005 yang sebesar Rp.72 Triliun.
Jumlah piutang yang tercatat pada neraca tersebut belum memperhitungkan tingkat
kolektibilitasnya. Sejalan dengan penerapan basis akrual, aset dalam bentuk piutang
atau beban dibayar di muka diakui ketika hak klaim untuk mendapatkan arus kas
masuk atau manfaat ekonomi lainnya dari entitas lain telah atau tetap masih terpenuhi,
dan nilai klaim tersebut dapat diukur atau diestimasi. Piutang di neraca harus terjaga
agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value),
untuk itu diperlukan penyesuaian dengan membentuk penyisihan piutang tidak tertagih
berdasarkan penggolongan kualitas piutang.
Tulisan ini hanya memberikan tinjauan akademis mengenai pembentukan
penyisihan Piutang Negara Bukan Pajak tidak tertagih yang diperkirakan sesuai dengan
isi dari Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 06 tentang Akuntansi
Piutang dan PMK 201/2010 tentang Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga
dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih dalam lingkup Pemerintah Pusat.
2. Bahasan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 yang dimaksud dengan
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat
dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat
perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau akibat lainnya yang sah. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib
dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai
dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Sedangkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/2010 dinyatakan bahwa piutang adalah
jumlah uang yang wajib dibayar kepada Kementerian Negara/Lembaga dan/atau hak
Kementerian Negara/Lembaga yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian
atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
akibat lainnya yang sah.
2.1. Peristiwa yang Menimbulkan Piutang
Peristiwa yang dapat menimbulkan piutang dilingkungan pemerintahan menurut
Buletin Teknis No.06 tentang Akuntansi Piutang, dapat berasal dari :
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 21
a. Pungutan pendapatan Negara/Daerah, yaitu piutang yang berasal dari
kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah untuk melakukan pemungutan
pendapatan negara namun belum dibayar atau dilunasi oleh wajib bayar.
Piutang yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari :
- Piutang pajak;
- Piutang bukan pajak;
- Piutang retribusi yang berlaku pada pemerintah daerah;
- Piutang pendapatan asli daerah lainnya yang berlaku pada pemerintah
daerah.
b. Perikatan, yaitu piutang timbul karena adanya perikatan instansi pemerintah
dengan pihak lain yang dapat menimbulkan piutang, seperti pemberian
pinjaman, jual beli, pemberian jasa dan kemitraan. Piutang yang termasuk
dalam golongan ini terdiri dari :
- Piutang yang terjadi karena pemberian pinjaman;
- Piutang yang terjadi karena jual beli;
- Piutang yang terjadi karena kemitraan;
- Piutang yang terjadi karena pemberian fasilitas/jasa;
- Piutang yang terjadi karena adanya transaksi dibayar dimuka.
c. Transfer antar Pemerintahan, yaitu piutang yang timbul dalam rangka
perimbangan keuangan, baik perimbangan vertikal maupun horizontal yang
mengakibatkan adanya transfer antar pemerintahan. Transfer dilakukan
berdasarkan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam rangka perimbangan
keuangan, transfer dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah dilakukan
melalui Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. DAU
dibayarkan berdasarkan angka anggaran dalam APBN, DBH dibayar
berdasarkan realisasi penerimaan pendapatan dan DAK dibayar berdasarkan
kemampuan satuan kerja untuk menyerap anggaran dalam pelaksanaan
program dan kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam kondisi
normal seharusnya tidak terdapat piutang DAU bagi pemerintah daerah. Namun
jika ternyata terdapat DAU yang belum dibayarkan dan Pemerintah Pusat
mengakuinya serta menerbitkan suatu dokumen yang sah untuk itu, maka
Pemerintah Daerah mengakuinya sebagai suatu piutang. Dana bagi hasil
dibayarkan berdasarkan realisasi penerimaan pendapatan Pemerintah Pusat.
Apabila per 31 Desember telah ada dokumen sumber resmi yang diakui dan
dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat atas DBH yang terutang dan akan
dibayarkan kepada Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Daerah mengakui
jumlah tersebut sebagai piutang di neracanya. Sebaliknya sepanjang Pemerintah
Pusat belum menetapkan dan mengakui adanya DBH terutang sejumlah tertentu
pada akhir tahun anggaran, maka Pemerintah Daerah tidak dapat mengakui
adanya piutang. Dana Alokasi Khusus hanya dapat ditarik oleh Pemerintah
Daerah berdasarkan realisasi kegiatan di lapangan. Dalam mekanisme
pembayaran untuk APBN terdapat aturan yang ketat untuk pencairan dana,
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 22
sehingga dalam kondisi normal seharusnya tidak ada piutang DAK bagi
Pemerintah Daerah.
d. Kerugian Negara/Daerah, yaitu piutang atas kerugian negara yang sering
disebut dengan piutang Tuntutan Ganti Rugi (TGR) dan Tuntutan
Perbendaharaan (TP). Tuntutan Ganti Rugi dikenakan oleh atasan langsung
kepada orang, pegawai negeri atau bukan pegawai negeri yang bukan
bendaharawan yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum
mengakibatkan kerugian Negara/Daerah. Tuntutan Perbendaharaan ditetapkan
oleh BPK kepada bendahara yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum
mengakibatkan kerugian Negara/Daerah.
Penyelesaian atas TGR/TP dapat dilakukan dengan cara damai (di luar
pengadilan) atau melalui pengadilan. Apabila penyelesaian tagihan ini dilakukan
dengan cara damai, maka setelah proses pemeriksaan selesai dan telah ada
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari pihak bersangkutan,
akan diakui sebagai Piutang Tuntutan Ganti Rugi/Tuntutan Perbendaharaan
dan disajikan dalam kelompok aset lainnya di neraca untuk jumlah yang akan
diterima lebih dari 12 bulan mendatang dan disajikan sebagai piutang kelompok
aset lancar untuk jumlah yang akan diterima dalam waktu 12 bulan mendatang.
Sebaliknya apabila pihak yang bersangkutan memilih menggunakan jalur
pengadilan, selam proses pengadilan masih berlangsung, cukup diungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Pengakuan piutang baru dilakukan
setelah terdapat surat ketetapan dan telah diterbitkan Surat Penagihan.
2.2. Klasifikasi Piutang
Piutang Pemerintah Pusat berdasarkan PMK 201 Tahun 2010 diklasifikasikan
menjadi :
a. Piutang Penerimaan Bukan Pajak;
b. Piutang Pajak yang meliputi piutang dibidang :
- Perpajakan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP);
- Kepabeanan dan cukai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC).
c. Piutang lainnya.
2.3. Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar
persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang.
Kualitas Piutang adalah hampiran atas ketertagihan piutang yang diukur
berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitur. Penyisihan Piutang
Tidak Tertagih pada Kementerian Negara/Lembaga wajib dilaksanakan
berdasarkan prinsip kehati-hatian dan dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-
hatian tersebut, Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan penilaian kualitas piutang
dan memantau serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar hasil
penagihan piutang yang telah disisihkan senantiasa dapat direalisasikan. Penilaian
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 23
kualitas piutang sendiri dilakukan dengan mempertimbangkan jatuh tempo serta
upaya penagihan itu sendiri.
Kualitas Piutang Negara Bukan Pajak (PNBP) ditetapkan ke dalam 4 (empat)
golongan yaitu :
a. Kualitas lancar, suatu piutang dikatakan lancar apabila belum dilakukan
pelunasan sampai dengan tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan;
b. Kualitas kurang lancar, suatu piutang dikatakan kurang lancar apabila dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama
tidak dilakukan pelunasan;
c. Kualitas diragukan, suatu piutang dikatakan diragukan apabila dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak
dilakukan pelunasan;
d. Kualitas macet, suatu piutang dikatakan macet apabila :
- Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan
Ketiga tidak dilakukan pelunasan, atau
- Piutang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara.
Kementerian Negara/Lembaga wajib membentuk Penyisihan Piutang Tidak
tertagih yang umum dan yang khusus. Untuk penyisihan piutang tidak tertagih yang
umum ditetapkan paling sedikit sebesar 5 (lima permil) dari Piutang yang
memiliki kualitas lancar. Sedangkan Piutang Tidak Tertagih yang khusus ditetapkan
sebesar :
a. 10% (sepuluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas kurang lancar setelah
dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan;
b. 50% (lima puluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; dan
c. 100% (seratus perseratus) dari Piutang dengan kualitas macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan.
Agunan atau barang sitaan yang mempunyai nilai diatas Piutangnya diperhitungkan
sama dengan sisa Piutang. Sedangkan penyisihan piutang tidak tertagih yang
dibentuk berdasarkan piutang yang kualitasnya menurun dilakukan dengan
mengabaikan persentase Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada Kualitas Piutang
sebelumnya. Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam
pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih ditetapkan sebesar :
a. 100% (seratus perseratus) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, garansi bank, tabungan dan
deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
b. 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai hak tanggungan atas tanah
bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) berikut
bangunan di atasnya;
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 24
c. 60% (enam puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat
hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut bangunan
di atasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan;
d. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti
kepemilikan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti
kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak
terhutang (SPPT) terakhir;
e. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai hipotik atas pesawat udara dan kapal
laut dengan isi kotor paling sedikit 20 (dua puluh) meter kubik;
f. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan
bermotor; dan
g. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan
kendaraan bermotor yang tidak diikat sesuai ketentuan yang berlaku dan
disertai bukti kepemilikan.
Selain yang ada diatas, agunan dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang
dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan.
Nilai barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih ditetapkan sebesar :
a. 100% (seratus perseratus) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, tabungan dan deposito yang
diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
b. 60% (enam puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat
hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut bangunan
di atasnya;
c. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti
kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat
lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir;
dan
d. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan
kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan.
Barang sitaan selain yang disebutkan diatas tidak diperhitungkan sebagai
pengurang dalam pembentukan Penyisihan Tidak Tertagih.
Contoh :
Suatu Satker memiliki piutang atas Tuntutan Ganti Rugi kepada pegawai sebesar
Rp100 juta, atas utang yang dimilikinya, pegawai tersebut mengagunkan Sertifikat
Hak Milik atas namanya senilai Rp60 juta. Sehubungan dengan kesulitan keuangan,
pegawai tersebut selama 3 bulan ini belum melakukan pembayaran atas utang
tersebut dan telah diterbitkan surat tagihan kedua pada 2 minggu yang lalu.
Perhitungan atas penyisihan piutang pada satker tersebut adalah sebagai berikut:
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 25
Jenis
piutang
Nilai
piutang
Nilai
jaminan
Golongan piutang
Lancar Kurang
lancar
Diragu-
kan
Macet
TGR 100jt 60jt - - 32jt -
Perhitungan penyisihan piutang tidak tertagih :
50% x (100.000.000,00 (60% x 60.000.000,00))
50% x 64.000.000,00
32.000.000,00
Keterangan :
- Piutang digolongkan ke dalam kualitas diragukan karena telah diterbitkan surat
tagihan kedua, sehingga penyisihannya sebesar 50%;
- Nilai jaminan adalah tanah bersertifikat hak milik (SHM) yang nilainya
ditetapkan sebesar 60%.
Jurnal untuk mencatat penyisihan piutang tersebut adalah :
(D) Beban penyisihan piutang tidak tertagih
Rp32.000.000,00
(K) Penyisihan piutang tidak tertagih Rp32.000.000,00
Penyajian di Neraca :
Kementerian Negara/Lembaga ......
Neraca
Tanggal 31 Desember 20xx
Perkiraan Jumlah Perkiraan Jumlah
Aset
lancar :
...
Piutang
Penyisihan
piutang
tidak
tertagih
...
Aset tetap
:
...
100.000.000
(32.000.000)
Utang :
...
Ekuitas Dana :
Cadangan
piutang
68.000.000
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 26
Dalam hal debitur mengalami kesulitan pembayaran dan memiliki prospek usaha
yang baik dan diperkirakan mampu memenuhi kewajiban setelah dilakukan
restrukturisasi, Kementerian Negara/Lembaga dapat melakukan restrukturisasi
terhadap Debitur sesuai dengan ketentuan perundangan. Kualitas piutang setelah
persetujuan restrukturisasi dapat diubah oleh Kementerian Negara/Lembaga
setinggi-tingginya kualitas kurang lancar untuk Piutang yang sebelum
restrukturisasi memiliki kualitas diragukan atau kualitas macet dan tidak berubah
apabila piutang yang sebelum restrukturisasi memiliki kualitas kurang lancar.
2.4. Pencatatan Perubahan Jumlah Piutang
Perubahan jumlah piutang dilakukan apabila terdapat penghapusan, penambahan
atau pengurangan jumlah piutang sebagai akibat pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Penghapusan piutang oleh Kementerian Negara/Lembaga
dilakukan terhadap seluruh sisa Piutang yang memiliki kualitas macet. Perlakuan
akuntansinya dilakukan dengan cara mengurangi akun Piutang dan akun
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebesar jumlah yang tercantum dalam surat
keputusan. Namun apabila terdapat penambahan jumlah piutang, pencatatan
perubahan jumlah Piutang dilakukan dengan cara menambah akun Piutang sebesar
selisihnya, begitu juga sebaliknya apabila terdapat pengurangan jumlah Piutang
dilakukan dengan cara mengurangi akun Piutang sebesar selisihnya.
2.5. Penghapusan Piutang Negara/Daerah
Penghapusan Piutang menurut PP No. 14/2005 terdiri dari dua macam yaitu
penghapusan bersyarat dan penghapusan mutlak dari pembukuan Pemerintah
Pusat/Daerah, kecuali mengenai piutang negara yang cara penyelesaiannya diatur
tersendiri dalam Undang-undang. Penghapusan secara bersyarat dilakukan dengan
menghapuskan Piutang Negara/Daerah dari pembukuan Pemerintah Pusat/Daerah
tanpa menghapuskan hak tagih Negara/Daerah sedangkan penghapusan secara
mutlak dilakukan dengan menghapuskan hak tagih Negara/Daerah.
3. Kesimpulan
Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Kementerian
Negara/Lembaga dan/atau hak Kementerian Negara/Lembaga yang dapat dinilai
dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk
sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas
piutang. Kualitas Piutang adalah hampiran atas ketertagihan piutang yang diukur
berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitur dan dinilai serta dipantau
oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga. Kualitas Piutang Negara Bukan
Pajak (PNBP) ditetapkan ke dalam 4 (empat) golongan yaitu : kualitas ancar, kualitas
kurang lancar, kualitas diragukan serta kualitas macet. Penyisihan piutang tidak
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 27
tertagih tidak secara otomatis menghapuskan piutang kepada wajib bayar, namun
hanya merupakan perlakuan akuntansi untuk menyajikan piutang agar nilainya sama
dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value). Untuk
menyajikan penyisihan piutang tidak tertagih, Kementerian Negara/Lembaga harus
membuat daftar penyisihan piutang atas piutang-piutang yang dimilikinya.
Daftar Pustaka
- Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan
Piutang Negara/Daerah;
- Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 6 tentang Akuntansi
Piutang;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang
Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih.
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 28
PENYELESAIAN PEMBAYARAN DAN PENCATATAN ATAS
PEKERJAAN YANG TIDAK DAPAT DISELESAIKAN SAMPAI
DENGAN AKHIR TAHUN ANGGARAN, BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 25/PMK.05/2012
Oleh: Bayu Setiawan Yuniarto
(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 12 Tahun 2012)
I. Pendahuluan
Fenomena pola penyerapan anggaran yang terjadi pada saat ini adalah
cenderung rendah pada awal tahun angaran kemudian merata sampai dengan
pertengahan tahun angaran, tetapi selanjutnya melonjak pada periode akhir triwulan
keempat. Trend penyerapan anggaran sebagaimana tersebut di atas, telah menjadi
rutinitas yang terjadi pada setiap pelaksanaan tahun anggaran. Pada awal tahun
anggaran, penyerapan anggaran rendah disebabkan karena perintah pembayaran
tagihan yang diajukan satker kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
hanya terbatas pada kegiatan operasional yang bersifat rutin seperti tagihan
pembayaran belanja pegawai, belanja daya dan jasa, ataupun belanja pemeliharaan.
Rendahnya penyerapan anggaran pada awal tahun terjadi karena banyak kegiatan yang
sudah ditetapkan dalam DIPA yang belum dapat dilaksanakan oleh satker. Hal yang
berbeda akan terjadi pada periode akhir triwulan keempat, pada periode tersebut
terjadi penumpukan pengajuan perintah pembayaran tagihan atas kegiatan-kegiatan
yang secara serentak dilaksanakan oleh satker.
Berdasarkan data dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan (UKP4), diketahui bahwa sampai dengan triwulan II Tahun
Anggaran 2012 tingkat rata-rata penyerapan anggaran Kementerian Negara/ Lembaga
untuk belanja keseluruhan adalah 31,98%. Kementerian Negara/Lembaga dengan
tingkat penyerapan tertinggi adalah BKKBN sebesar 46.14%, sedangkan yang terendah
adalah Kementerian Perumahan Rakyat 2,39%. Dari total penyerapan anggaran
tersebut, realisasi pada belanja modal hanya 19,84%. Apabila dibandingkan dengan
tingkat penyerapan anggaran pada tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan bahwa trend
yang akan terjadi pada triwulan III dan triwulan IV Tahun Anggaran 2012 adalah sama
dengan tahun anggaran sebelumnya, yaitu bahwa tingkat penyerapan anggaran akan
melonjak pada triwulan terakhir (triwulan IV).
Secara umum pola penyerapan anggaran yang cenderung terakumulasi pada
triwulan IV, selain akan menjadi pemicu inflasi dikhawatirkan juga terjadi inefektivitas
dan inefisiensi kegiatan yang boros tanpa memperhatikan output dan outcome-nya.
Sindrom akhir tahun anggaran ini cenderung buruk bagi kinerja birokrasi di Indonesia.
Pembelanjaan bukan sepenuhnya didasari pencapaian kinerja, melainkan lebih karena
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 29
penghabisan/penyerapan anggaran. Kinerja tidak lagi efektif apalagi efisien, sehingga
dampak pembangunan dan pertumbuhan di berbagai sektor menjadi tersendat dan
cenderung tidak tepat sasaran.
Pola penyerapan anggaran yang rendah pada awal tahun dan menumpuk pada
akhir tahun terus berulang terjadi pada setiap tahun anggaran. Salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya trend penyerapan anggaran yang tidak merata tersebut adalah
karena banyaknya kegiatan terutama pekerjaan-pekerjaan pembangunan fisik yang
perjanjian kontraknya baru ditanda-tangani pada pertengahan tahun anggaran. Dengan
keterbatasan periode tahun angaran, maka jangka waktu pelaksanaan pekerjaan mesti
dibatasi, sehingga pekerjaan harus dapat diselesaikan paling lambat sampai dengan
akhir tahun anggaran atau tanggal 31 Desember tahun berkenaan.
Tabel. I Tingkat Penyerapan APBN Kementerian Negara/Lembaga
Tahun Anggaran 2009, 2010 dan 2011
Sumber http://www.ukp.go.id/
Banyaknya Kementerian Negara/Lembaga yang baru menandatangani
perjanjian/kontrak pada pertengahan tahun anggaran akan berdampak pada waktu
pengajuan tagihan atas penyelesaian pekerjaan. Biasanya, dalam perjanjian kontrak
disebutkan bahwa waktu penyelesaian pekerjaan adalah sampai dengan akhir tahun
anggaran atau tanggal 31 Desember. Jangka waktu penyelesaian kegiatan yang hampir
bersamaan mengakibatkan pada akhir tahun anggaran satker berbondong-bondong
mengajukan tagihan pembayaran kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaaan Negara
(KPPN). Mengingat kejadian tersebut hampir terjadi pada semua Kementerian
Negara/Lembaga, maka secara akumulatif pola waktu pengajuan tagihan tersebut akan
menjadi trend pola penyerapan anggaran secara nasional.
Dalam pelaksanaannya, banyak proyek-proyek yang ternyata tidak dapat
diselesaikan tepat waktu sampai dengan tanggal 31 Desember sehingga memerlukan
penyelesaian sisa pekerjaan di tahun anggaran berikutnya. Faktor yang menyebabkan
keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan salah satunya adalah karena kendala alam
ataupun hal-hal lain yang bersifat force-majeur.
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 30
Sampai saat ini, pembayaran atas beban APBN pada akhir tahun anggaran belum
dapat mengakomodir pembayaran secara langsung dari kas negara sampai dengan
tanggal 31 Desember. Peraturan Dirjen Perbendaharaan yang mengatur mengenai tata
cara pembayaran atas beban APBN pada akhir tahun anggaran, biasanya mengatur
batas waktu terakhir pengajuan tagihan pembayaran langsung adalah sampai dengan
dua minggu atau tiga minggu sebelum berakhirnya tahun anggaran. Oleh karena itu,
karena keterbatasan dalam sistem, pekerjaan yang semestinya baru selesai pada masa
antara dua minggu menjelang akhir tahun sampai dengan tanggal 31 Desember dapat
dibayarkan terlebih dahulu kepada rekanan sebesar 100% dengan ketentuan bahawa
rekanan diwajibkan memberi jaminan/garansi bank sebesar sisa pekerjaan yang akan
diselesaikan sampai dengan tangal 31 Desember 2011.
Kontrak/Pekerjaan yang tidak dapat selesai sampai dengan akhir tahun
anggaran akan menimbulkan permasalahan dalam tata cara pembayarannya. Mengingat
jaminan/ garansi bank yang disampaikan atas penyelesaian pekerjaan tersebut hanya
berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember, sehingga apabila ada sisa pekerjaan yang
tidak dapat diselesaikan maka tidak termasuk dalam lingkup yang dijaminkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka semestinya KPPN selaku Bendahara Umum
Negara harus mencairkan dana jaminan/garansi bank yang disampaikan rekanan
sebesar prosentase dari sisa pekerjaan yang belum terselesaikan. Peraturan Menteri
Keuangan No.25/PMK.05/2012 tentang Pelaksanaan Sisa Pekerjaan Tahun Anggaran
Berkenaan Yang Dibebankan Pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun
Anggaran Berikutnya, khusus mengatur mengenai tata cara pembayaran atas
pelaksanaan pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan sampai dengan akhir tahun
anggaran berkenaan.
II. Tata Cara Pembayaran Atas Beban APBN Pada Akhir Tahun Anggaran
Pada setiap akhir periode anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran wajib
menyampaikan pertanggung jawaban atas penggunaan anggaran selama satu tahun
anggaran. Untuk tertib dalam rangka pertanggung jawaban anggaran khususnya terkait
dengan pengeluaran maupun penerimaan negara pada akhir tahun anggaran, maka tata
cara pengajuan tagihan pembayaran ataupun pentausahaan setoran penerimaan negara
diatur secara tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Dirjen
Perbendaharaan. Ketentuan mengenai pelaksanaan APBN pada akhir tahun anggaran
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.169/PMK.05/2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara pada Akhir Tahun Anggaran dan
Peraturan Dirjen Perbendaharaan mengenai langkah-langkah dalam menghadapi akhir
tahun anggaran.
Dalam rangka penatausahaan pengeluaran negara pada akhir tahun anggaran
diatur tata cara pengajuan tagihan kepada KPPN khususnya untuk pembayaran tagihan:
a. Permintaan pembayaran untuk tagihan pihak ketiga atas kontrak yang prestasi
pekerjaannya belum mencapai 100% (seratus persen) harus dilampiri asli jaminan
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 31
bank dengan nilai nominal sekurang-kurangnya sebesar nilai pekerjaan yang belum
diselesaikan;
b. Untuk pembayaran gaji bulan Januari tahun anggaran berikutnya, Kuasa PA/ Kepala
Satuan kerja mengajukan SPMLS Gaji kepada KPPN pada awal bulan Desember
untuk diterbitkan SP2D gajinya tertanggal hari kerja pertama tahun anggaran
berikutnya;
c. Pembayaran honorarium, vakasi, uang makan Pegawai Negeri Sipil, dan uang
lembur bulan Desember tahun anggaran berkenaan dapat dibayarkan pada bulan
Desember tahun anggaran berkenaan dengan melampirkan Surat Pernyataan
Tanggung Jawab Mutlak.
Peraturan Menteri Keuangan No.169/PMK.05/2009 antara lain mengatur bahwa
kontrak yang prestasi pekerjaannya belum mencapai 100%, honorarium, vakasi, uang
makan Pegawai Negeri Sipil, serta uang lembur bulan Desember dapat dibayarkan
sebelum kegiatan/pekerjaan tersebut selesai dilaksanakan. Pada dasarnya pembayaran
terhadap penyelesaian kegiatan/pekerjaan tersebut semesti-nya dibayarkan pada saat
akhir pada akhir tahun anggaran/31 Desember tahun berkenaan. Namun demikian
karena keterbatasan sistem pembayar-an dimana batas waktu pengajuan tagihan oleh
satker hanya sampai dengan minggu kedua bulan Desember, di lain pihak KPPN juga
dibatasi tidak dapat menerbitkan SP2D pada akhir tahun atau tanggal 31 Desember,
maka pembayaran atas penyelesaian pekerja-an tersebut dapat dilaksanakan terlebih
dahulu sebelum ada berita acara serah terima pekerjaan. Atas pembayaran tersebut,
rekanan wajib memberikan jaminan/garansi bank sebesar sisa pekerjaan yang akan
diselesaikan sedangkan untuk pembayaran honorarium, vakasi, uang makan Pegawai
Negeri Sipil, dan uang lembur bulan Desember maka Kuasa Pengguna Anggaran wajib
melampirkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak.
Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No.169/PMK.05/2009 diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan yang terbit pada setiap tahun anggaran.
Dalam rangka tata cara pelaksanaan pembayaran pada akhir tahun anggaran 2012 telah
diterbitkan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-37/PB/2012 tentang
Langkah-Langkah Dalam Menghadapi Akhir Tahun Anggaran 2012. Beberapa hal
penting khususnya terkait dengan penatausaha-an pengeluaran negara pada akhir
tahun anggaran yang diatur dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan dimaksud, adalah:
A. Batas Waktu Pengajuan SPM :
(1) SPM GUP : 5 Desember 2012
(2) SPM TUP : 7 Desember 2012
(3) SPM LS (termasuk PHLN):
17 Desember 2012
(4) SPM-KP/KPBB/KB/KC/IB/PP :
14 Desember 2012
(5) SPM UP/TUP/GUP/LS Bencana Alam dan Kerusuhan Sosial:
17 Desember 2012
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 32
(6) SPM Gaji Induk Januari 2012 (diberi tanggal 02 Januari 2013): 14 Desember
2012
(7) SPM GUP Nihil RM/PNBP (diberi tanggal 31 Desember 2012): 4 Januari 2013 :
4 Januari 2013
B. Penerbitan SP2D Biaya Retensi
(1) Pekerjaan harus sudah selesai 100% pada akhir masa kontrak
(2) Untuk masa pemeliharaan sampai dengan atau melampaui akhir TA 2012, biaya
pemeliharaan dapat dibayarkan pada TA 2012 dengan syarat:
Dilampiri copy jaminan pemeliharaan dari bank umum atau perusahaan
asuransi yang mempunyai program asuransi kerugian/ surety bond yang
telah disahkan oleh KUASA PA, minimal sebesar jumlah tagihan, dan masa
berlaku-nya berakhir bersamaan dengan masa pemelihara-an.
Mencantumkan tanggal dan nomor jaminan bank/ asuransi pada uraian SPM
yang diajukan.
C. Belanja pegawai non gaji dan belanja barang untuk pembayaran honor bulan
Desember 2012
(1) dapat dibayarkan mulai tanggal 1 Desember 2012.
(2) melampirkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak.
(3) sepanjang tidak melampaui pagu anggaran yang tersedia dalam DIPA 2012.
D. Pengesahan SKPA dan Pengajuan SPM berdasarkan SKPA
(1) KPPN asal penerbit SKPA harus mengesahkan SKPA paling lambat tanggal 14
November 2012
(2) Pengajuan SPM-UP/TUP/ GUP/ LS berdasarkan SKPA kepada KPPN penerima
harus mengikuti jadwal pengajuan SPM sebagaimana diatur dalam Peraturan
Dirjen Perbendahara-an Nomor PER-37/PB/2012.
E. Penyelesaian pembayaran pekerja-an Fisik, pemeliharaan gedung, penyediaan
makanan/lauk pauk dan kegiatan sejenis lainnya yang dilaksanakan secara
kontraktual dan yang BAPP-nya dibuat mulai tanggal 18 Desember 2012 s.d. 31
Desember 2012, Kuasa PA pada saat pengajuan SPM LS ke KPPN wajib
menyampaikan:
(1) Surat perjanjian pembayaran antara Kuasa PA dan pihak ketiga/rekanan;
(2) Asli jaminan/garansi pembayar-an dari bank umum, dengan catatan:
masa berlakunya berakhir sampai dengan berakhirnya masa kontrak dengan
nilai jaminan sekurang-kurang-nya sebesar prosentase pekerjaan yang belum
diselesaikan, dan masa pengajuan klaim selama 30 (tiga puluh) hari kalender
sejak berakhirnya garansi;
jaminan/garansi diterbitkan bank umum yang berlokasi dalam wilayah kerja
KPPN bersangkutan dan bersifat transferable;
(3) Surat Pernyataan dari PA/ Kuasa PA mengenai keabsahan jaminan/garansi bank
dengan pernyataan bahwa apabila jaminan/garansi bank tersebut palsu
dan/atau asli tapi palsu dan/atau tidak dapat dicairkan dalam hal terjadi
wanprestasi, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi PA/Kuasa PA;
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 33
(4) Asli surat kuasa (bermaterai cukup) kepada Kepala KPPN untuk mencairkan
jaminan /garansi bank;
(5) Untuk pekerjaan dengan nilai kontrak dan/atau nilai prosentase pekerjaan yang
belum diselesaikan jumlahnya sama dengan atau dibawah Rp. 50.000.000 (lima
puluh juta rupiah), jaminan/garansi bank dapat diganti dengan Surat Pernyataan
Tanggung Jawab Mutlak sebagai penjaminan dari Kuasa PA;
(6) Surat pernyataan kesanggupan untuk menyelesaikan pekerjaan 100% sampai
dengan berakhir-nya masa kontrak.
F. Kuasa PA wajib menyampaikan Berita Acara Penyerahan Pekerjaan (BAPP) kepada
Kepala KPPN paling lambat 5 (lima) hari setelah masa kontrak berakhir.
G. Dalam hal pelaksanaan pekerjaan sebagaimana huruf E tidak/tidak dapat
diselesaikan 100% sampai dengan berakhirnya masa kontrak, maka:
(1) Kuasa PA paling lambat 1 hari kerja setelah masa kontrak berakhir, wajib
memberitahu-kan secara tertulis kepada pihak ketiga/rekanan ber-sangkutan
bahwa pihak ketiga/rekanan bersangkutan telah wanprestasi dengan tembusan
kepada Kepala KPPN mitra kerja.
(2) Berdasarkan pemberitahuan tertulis sebagaimana disebut dalam angka (1),
Kuasa PA membuat pernyataan tertulis paling lambat 1 hari kerja setelah masa
kontrak berakhir bahwa pihak ketiga/rekanan telah melakukan wanprestasi,
dan menyampaikannya kepada Kepala KPPN mitra kerja
(3) Surat pernyataan tertulis sebagaimana disebut dalam angka (2), dilengkapi
dengan BAPP dan Berita Acara Pembayaran terakhir, paling lambat 5 (lima) hari
kerja sejak masa kontrak berakhir
(4) Kepala KPPN pada hari kerja berikutnya setelah menerima surat pernyataan
sebagaimana disebut dalam angka (3), mengajukan klaim pencairan
jaminan/garansi bank untuk untung kas negara sebesar prosentase pekerjaan
yang tidak/tidak dapat diselesaikan.
(5) Dalam hal terdapat pajak yang terlanjur disetor ke kas negara atau melalui
potongan SPM, dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
H. Dalam hal pelaksanaan pekerjaan sebagaimana huruf E tidak/tidak dapat
diselesaikan 100% sampai dengan berakhirnya masa kontrak dan penyelesaian
pekerjaan akan dilanjutkan pada tahun anggaran 2013, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
(1) Pelaksanaan pekerjaan yang akan dilanjutkan pada tahun anggaran 2013
berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai Pelaksanaan Sisa
Pekerjaan Tahun Anggaran Berkenaan Yang Dibebankan Pada Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahuun Anggaran Berikutnya;
(2) Kuasa PA menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPPN atas pekerjaan
yang akan dilanjutkan pada tahun anggaran 2013;
(3) Penyampaian pemberitahuan dilampiri dengan copy surat pernyataan
kesanggupan penyelesaian sisa pekerjaan yang dibuat oleh pihak
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 34
ketiga/rekanan, yang telah dilegalisasi paling lambat lima hari kerja sejak masa
kontrak berakhir.
(4) Kepala KPPN pada hari kerja berikutnya setelah menerima surat pemberitahuan
sebagai-mana angka (2) mengajukan klaim pencairan jaminan/ garansi bank
untuk untung kas negara sebesar sisa prosentase pekerjaan yang belum
diselesai-kan sampai dengan tanggal 31 Desember 2012.
(5) Klaim pencairan jaminan/ garansi bank sebagaimana dimaksud pada angka (4)
tanpa memperhitungkan pajak-pajak yang telah disetorkan ke kas negara atau
melalui potongan SPM.
(6) Dalam hal terdapat pajak yang terlanjur disetor ke kas negara atau melalui
potongan SPM, dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
I. Dalam hal bank tidak bersedia mencairkan jaminan/garansi sebagaimana disebut
dalam huruf (G) dan huruf (H), maka:
(1) Kuasa PA wajib mengembalikan uang jaminan tersebut dan menyetorkan ke kas
negara
(2) untuk tahun-tahun berikutnya, KPPN tidak diperkenankan menerima
penjaminan/ garansi dari bank umum bersangkutan.
J. Penyelesaian Uang Persediaan
Sisa dana UP Tahun Anggaran 2012 yang masih berada pada kas bendahara (baik
tunai maupun di rekening bank/pos) oleh Bendahara Pengeluaran harus disetorkan
kembali ke kas negara melalui bank/pos persepsi pada wilayah kerja KPPN
pembuku/mitra kerja KPPN pembayar dengan menggunakan SSBP, paling lambat
tanggal 28 Desember 2012.
Bendahara Pengeluaran menyam-paikan SSBP dan/atau copy Nota Debet ke KPPN.
Dalam hal satker/Kuasa PA/Bendahara Pengeluaran sampai dengan tanggal 31
Desember 2012 tidak/belum menyetorkan sisa dana UP ke rekening kas negara,
kepada satker/Kuasa PA yang bersangkutan tidak dapat diberikan UP/TUP untuk
tahun anggaran berikutnya sebelum sisa dana UP tersebut disetorkan ke rekening
kas negara.
Untuk mengetahui kebenaran sisa dana UP yang harus disetor oleh Bendahara
Pengeluaran, agar dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN sebelum melaksanakan
penyetor-an. Saldo UP/TUP pada kartu pengawasan UP/TUP harus sama dengan
saldo Kas di Bendahara Pengeluaran pada Neraca dari SAKPA.
K. Akuntansi dan Pelaporan
(1) Rekonsiliasi antara KPPN dengan UAKPA diselesaikan paling lambat tanggal 11
Januari 2013;
(2) UAKPA menyampaikan Laporan Keuangan Tingkat Satuan Kerja yang telah
direkonsiliasi dengan KPPN mitra kerja ke Kantor Wilayah/Dinas Provinsi/
Kabupaten/Kota selaku UAPPA-W paling lambat tanggal 18 Januari 2013;
(3) Rekonsiliasi antara Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan UAPPA-W paling lambat
tanggal 25 Januari 2013;
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 35
(4) UAPPA-W wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tingkat Wilayah kepada
UAPPA-E1 paling lambat tanggal 30 Januari 2013;
(5) UAPPA-E1 wajib menyam-paikan Laporan Keuangan Tingkat UAPA paling
lambat tanggal 7 Februari 2013.
L. GU Nihil Rekening Khusus
Pengajuan SPM-GUP Nihil Rekening Khusus yang sumber dananya
sebagian/seluruhnya berasal dari PHLN atas beban TA 2012 harus diterima KPPN
paling lambat tanggal 4 Januari 2013 dengan diberi tanggal 31 Desember 2012.
SP2D paling lambat diterbitkan KPPN tanggal 9 Januari 2013.
M. Badan Layanan Umum
SP3B BLU triwulan IV atas realisasi sampai dengan tanggal 31 Desember 2012 harus
telah diterima KPPN paling lambat tanggal 7 Januari 2013. Tata cara pengesahan
SP3B BLU berpedoman pada ketentuan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-30/PB/2011 tentang Mekanis-me Pengesahan
Pendapatan dan Belanja Satker BLU
N. Hibah
SP2HL untuk realisasi sampai dengan tanggal 31 Desember 2012 harus sudah
diterima KPPN paling lambat tanggal 11 Januari 2012. Tata cara pengesahan hibah
langsung agar berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
255/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pengesahan Realisasi Pendapatan dan Belanja
yang bersumber dari Hibah LN/DN yang diterima langsung oleh Kementeri-an
Negara/Lembaga dalam bentuk uang.
Batasan-batasan yang menjadi landasan dalam penyusunan peraturan mengenai
tata cara pelaksanaan APBN pada akhir tahun anggaran adalah ketentuan perundang-
undangan di bidang pengelolaan keuangan negara, khususnya ketentuan sebagai
berikut:
a. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang
berbunyi tahun anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember.
b. Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, yaitu pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum
barang dan/atau jasa diterima.
c. Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
yang antara lain menyatakan bahwa sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam
pengelolaan keuangan negara, Undang-undang Perbenda-haraan Negara antara lain
menganut asas tahunan. Asas tahunan membatasi masa berlakunya anggaran untuk
suatu tahun tertentu.
Penatausahaan dalam pe-nerimaan maupun pengeluaran anggaran negara,
khususnya pada saat akhir tahun anggaran dilaksanakan sesuai prinsip sebagaimana
diatur dalam ketentuan tersebut di atas. Agar pelaksanaan pembayaran pada akhir
tahun anggaran tidak menyalahi prinsip bahwa pembayaran tidak dapat dilakukan
sebelum barang/jasa diterima, maka atas pekerjaan yang sampai dengan waktu
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 36
pembayaran belum dapat diselesaikan pengerjaanya, dapat dibayarkan terlebih dahulu
kepada rekanan sebesar 100% dengan diberikan jaminan/garansi bank sebesar sisa
pekerjaan yang akan diselesaikan. Jaminan/garansi bank tersebut berlaku sebagai surat
kuasa bagi KPPN selaku kuasa BUN untuk mengajukan klaim atas atas pembayaran
yang telah dilakukannya apabila pihak ketiga/ rekanan tidak dapat menyelesaikan
pekerjaannya sampai dengan tanggal 31 Desember. Berdasarkan pemberitahuan
tertulis dari Kuasa PA bahwa pihak ketiga/rekanan telah melakukan wanprestasi,
Kepala KPPN akan mengajukan klaim pencairan jaminan/garansi bank untuk untung
Kas Negara sebesar prosentase pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan.
Dalam rangka pelaksanaan asas tahunan pengelolaan keuangan negara, maka
penerimaan maupun belanja yang terjadi pada tahun anggaran berjalan harus dicatat
ataupun dibebankan pada tahun anggaran berkenaan. Terkait dengan hal tersebut,
maka pelaksanaan pekerjaan yang selesai pada tahun anggaran berjalan merupakan
beban belanja tahun anggaran berkenaan. Sedangkan apabila pelaksanaan pekerjaan
selesai lewat tahun anggaran, maka biaya penyelesaian atas sisa pekerjaan tersebut
tidak dapat dibebankan pada tahun anggaran berkenaan. Anggaran atas biaya
penyelesaian sisa pekerjaan menjadi beban DIPA tahun anggaran berikutnya.
III. Pembayaran Atas Pelaksanaan Pekerjaan Yang Tidak Dapat Diselesaikan
Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri Keuangan
No.25/PMK.05/2012 membatasi pada perjanjian/kontrak yang sejak awal memang
diniatkan akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran saja, tidak termasuk
penyelesaian pekerjaan dengan kontrak tahun jamak (multiyears contract). Ketentuan
mengenai tata cara pelaksanaan pekerjaan untuk kontrak tahun jamak (multiyears
contract) diatur dalam peraturan tersendiri.
Pembatasan jangka waktu pembayaran hanya sampai dengan sekitar periode
mingggu ketiga bulan Desember serta adanya penerapan asas tahunan dalam
pelaksanaan anggaran, berimplikasi pada keharusan pihak ketiga/rekanan untuk dapat
menyelesaikan pekerjaanya sampai dengan paling lambat tanggal 31 Desember.
Keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan akan berpengaruh pada proses
pembayaran maupun cara pembiayaan terhadap pekerjaan yang tidak terselesaikan.
Apabila rekanan tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sampai dengan tanggal 31
Desember sebagaimana dinyatakan dalam jaminan/garansi bank yang telah
disampaikan kepada Kuasa PA, maka rekanan bersangkutan dianggap telah ingkar janji
sehingga Kuasa BUN berhak mencairkan jaminan/garansi bank sebesar sisa pekerjaan
yang tidak dapat terselesaikan. Pencairan jaminan/ garansi oleh Kuasa BUN
dilaksanakan setelah Kuasa BUN menerima pemberitahuan secara tertulis dari Kuasa
PA bahwa pihak ketiga/rekanan bersangkutan telah wanprestasi.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-
37/PB/2012 bahwa apabila sampai dengan berakhirnya masa kontrak (tanggal 31
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 37
Desember) rekanan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan 100 %, maka Kuasa PA
membuat pernyataan tertulis bahwa pihak ketiga/rekanan telah melakukan wan
prestasi dan selanjutnya menyampai-kan ke KPPN agar mencairkan dana
garansi/jaminan bank sebesar sisa pekerjaan yang belum terselesaikan. Namun
demikian terdapat beberapa permasalahan apabila Kuasa PA melakukan pemutusan
pekerjaan pada akhir tahun anggaran , antara lain:
a. Pekerjaan yang tidak terselesaikan akan berakibat pada tidak tercapainya
outcome/manfaat yang dapat diperoleh dari pekerjaan tersebut.
b. Pengenaan black list atas rekanan yang diputus kontraknya karena tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sebagai akibat dari dicairkannya jaminan,
sementara rekanan cukup kooperatif untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan.
c. Untuk menyelesaikan sisa pekerjaan harus dilakukan melalui tender ulang yang
memerlukan waktu cukup lama.
Dalam Peraturan Presiden Nomor. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/
Jasa Pemerintah yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012,
sebagai implikasi adanya pernyataan wan prestasi oleh Kuasa PA maka rekanan
bersangkutan akan dikenakan sanksi yang antara lain berupa sanksi administratif,
sanksi pencantuman dalam black list, gugatan secara perdata, dan/atau pelaporan
secara pidana kepada pihak berwenang. Hal tersebut dianggap akan sangat
memberatkan bagi rekanan bersangkutan karena akan berpengaruh terhadap
kredibiltas usahanya yang pada akhirnya dapat mengurangi peluangnya untuk dapat
ikut bersaing dalam pengadaan barang jasa pemerintah. Di lain pihak, dalam Perpres 54
Tahun 2010 diatur bahwa sebelum Kuasa PA melakukan pemutusan kontrak, pihak
rekanan masih mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai dengan
50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan dengan
keharusan bahwa rekanan bersangkutan dikenakan denda keterlambatan sebesar
1/1000 per hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan. Apabila
dalam jangka waktu 50 (lima puluh) hari kalender pihak rekanan dapat meyelesaikan
pekerjaannya, maka rekanan bersangkutan tetap akan dikenakan denda namun tidak
terkena sanksi black list.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 25/PMK.05/2012 lebih detail mengatur
mengenai tata cara pembayaran dan pembiayaan guna menyelesaikan sisa pekerjaan
pada akhir tahun anggaran. Hal utama dalam pelaksanaan Pekerjaan dari suatu Kontrak
yang sumber dananya telah dialokasikan dalam DIPA, adalah pekerjaan tersebut harus
diselesaikan pada Tahun Anggaran berkenaan, namun demikian dalam pelaksanaanya
ada beberapa kendala yang dapat mengakibatkan pekerjaan tersebut tidak dapat
terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran berkenaan. Dalam Pasal 2 Peraturan
Menteri Keuangan No.25/PMK.05/2012 diatur bahwa pekerjaan yang tidak dapat
terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran dapat dilanjutkan penyelesaiannya
sampai dengan tahun anggaran berikutnya. Penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud
dapat dilaksanakan tanpa melakukan pemutusan kontrak dengan pihak rekanan.
Sehingga rekanan bersangkutan masih mempunyai kesempatan untuk meyelesaikan
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 38
sisa pekerjaanya sampai dengan 50 hari kalender sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor. 54 Tahun 2010. Namun demikian, terhadap sisa pekerjaan yang tidak
dapat diselesaikan sampai dengan batas waktu (tanggal 31 Desember), maka
jaminan/garansi bank yang telah disampaikan rekanan kepada Kuasa BUN akan
dicairkan sebesar nilai dari sisa pekerjaan yang tidak terselesaikan.
Sesuai dengan asas tahunan dalam pelaksanaan anggaran, maka pembiayaan
atas sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya tidak dapat lagi
membebani DIPA tahun anggaran berkenaan. Anggaran guna menyelesaikan sisa
pekerjaan dimaksud, harus menjadi beban DIPA Tahun Anggaran berikutnya. Dalam hal
ini, Kuasa PA harus dapat memastikan bahwa dalam DIPA tahun anggaran berikutnya
terdapat alokasi dana untuk melanjutkan pelaksanaan pekerjaan sebesar sisa pekerjaan
yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran sebelumnya. Apabila
dalam DIPA tahun anggaran berikutnya tidak terdapat alokasi dana, maka Kuasa PA
agar mengajukan revisi DIPA/Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) guna
mengalokasikan anggaran atas pekerjaan yang dilanjutkan tersebut.
Adanya perubahan dalam jangka waktu penyelesaian pekerjaan maupun sumber
pembiayaan, mengakibatkan Kuasa PA harus melakukan adendum atas kontrak yang
telah ditandatangani. Addendum kontrak diperlukan guna mencantum-kan
penambahan sumber pembiayaan dari DIPA Tahun Anggaran berikutnya atas
penyelesaian sisa pekerjaan. Sebelumnya, pihak ketiga/rekanan dan Kuasa PA terlebih
dahulu harus menyelesaikan proses sebagai berikut:
a. Penyedia barang dan/atau jasa harus menyampaikan surat pernyataan kesanggupan
penyelesaian sisa pekerjaan kepada Kuasa PA yang ditandatangani di atas materai
oleh Pimpinan Penyedia Barang dan/atau Jasa. Surat pernyataan dimaksud, paling
sedikit harus memuat antara lain: adanya kesanggupan rekanan untuk
menyelesaikan sisa pekerjaan, jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
sisa pekerjaan, dan kesediaan rekanan untuk dikenakan denda keterlambatan
penyelesaian pekerjaan.
b. Kuasa PA menyampaikan pemberitahuan kepada KPPN atas pekerjaan yang akan
dilanjutkan pada Tahun Anggaran berikutnya dilampiri dengan copy surat
pernyataan kesanggupan pe-nyelesaian sisa pekerjaan sebagaimana dimaksud pada
huruf b, yang telah dilegalisasi; dan
c. KPPN melakukan klaim pencairan jaminan/garansi bank yang telah disampaikan
rekanan kepada KPPN pada saat Kuasa PA mengajukan permintaan pembayaran.
Besaran dana yang dicairkan adalah sejumlah nilai pekerjaan yang belum
diselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran. Dalam hal klaim jaminan/garansi
bank dimaksud tidak dapat dilaksanakan karena masa berlaku jaminan/garansi
bank sudah berakhir, maka penyedia barang dan/atau jasa wajib menyetorkan
sejumlah uang ke Kas Negara sebesar nilai sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan
sebagai pengganti jaminan/garansi bank tersebut.
d. Penyedia barang dan/atau jasa menyampaikan jaminan pelaksana-an sebesar 5%
dari nilai sisa pekerjaan yang akan diselesaikan kepada Kuasa PA.
-
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan |Bunga Rampai Panduan Teknis 2014 39
Meskipun peraturan menteri keuangan dimaksud telah mengatur bahwa pihak
ketiga/rekanan diberi kesempatan untuk dapat melanjutkan sisa pekerjaan pada tahun
anggaran berikutnya, namun atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang
semestinya dapat diselesaikan dalam tahun anggaran berjalan maka pihak
ketiga/rekanan tetap harus dikenakan denda keterlambatan. Besaran denda
keterlambatan yang dikenakan adalah sesuai dengan nilai prosentase sebagaimana
telah ditentukan dalam peraturan presiden mengenai pengadaan barang/jasa
pemerintah. Jangka waktu tambahan yang diperlukan guna menyelesaikan sisa
pekerjaan pada tahun anggaran berikutnya, dihitung paling lama 50 (lima puluh) hari
kalender sejak masa kontrak berakhir. Apabila sampai dengan batas waktu tersebut
pekerjaan masih belum dapat diselesaikan, maka pekerjaan tersebut dihentikan dan
penyedia barang dan/atau jasa dikenakan denda maksimum keterlambatan
penyelesaian pekerjaan.
IV. Pencatatan Atas Pekerjaan Yang Tidak Dapat Diselesaikan Sampai Dengan
Akhir Tahun Anggaran
Secara akuntansi, apabila sampai dengan akhir periode pelaporan suatu
pekerjaan konstruksi belum dapat terselesaikan dan masih dalam pengerjaan maka
pencatatan atas aset kontruksi tersebut dikategorikan dalam aset Kontruksi Dalam
Pengerjaan. suatu Kontruksi Dalam Pengerjaan akan dipindahkan ke pos aset tetap yang
bersangkutan jika konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan dan konstruksi
tersebut telah dapat memberikan manfaat/jasa sesuai tujuan perolehan. Kontruksi
Dalam Pengerjaan dilaporkan dan disajikan di neraca secara periodik yaitu
semesteran/tahunan sebagai akun terpisah dari masing-masing aset tetap.
Nilai yang dicatat sebagai Kontruksi Dalam Pengerjaan adalah sebesar jumlah
yang dibayarkan atas perolehan aset. Biaya-biaya pembelian bahan dan juga gaji-gaji
yang dibayarkan dalam kasus pelaksanaan pekerjaan secara swakelola pada dasarnya
sama dengan nilai yang dibayarkan kepada kontraktor atas pen