Download - FENOMENA GAGAL BERPISAH
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
1/30
PERBEDAAN TIPE PERSILANGAND. melanogasterSTRAIN N >< we dan N >< m
BESERTA RESIPROKNYA TERHADAP GAGAL BERPISAH(Nondisjunction)
LAPORAN PROYEKUntuk memenuhi tugas mata kuliah Genetika I
Yang dibimbing oleh Prof. Dr. Duran Aloysius Corebima, M. Pd
OlehWiwin Damayanti (207341409184/BB)Sofia Putri Rahayu (207341409173/AA)
Nuril Hidayati (207341409602 /BB)
UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGIMei 2009
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
2/30
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1900 ditemukannya kembali mengenai hukum
pemisahan Mendel dan hukum pilihan bebas Mendel dari berbagai
kegiatan penelitian.Melalui kegiatan-kegiatan penelitian tersebut
terungkap bahwa hukum pemisahan Mendel dan hukum pemilihan bebas
Mendel berlaku pada lingkup seluruh makhluk hidup diploid yang berbiak
secara seksual termasuk manusia. (Corebima, 2003:40). Dari Hukum
-hukum Mendel yang telah ditemukan tersebut yang dilakukan oleh para
peneliti juga diketemukan beberapa penyimpangan dari hukum Mendel
tersebut. Kemudian Seorang peneliti yaitu Hugo De Vries
mengetengahkan mengenai teori mutasi yang sebagian besar didasarkan
pada pengamatan atas tanaman Oenothera lamarckiana, yang selanjutnya
teori ini berkembang menjadi suatu teori evolusi atas dasar mutasi.
Dari teori evolusi tersebut juga ditemukan teori pautan kelamin,
teori ini dikemukakan oleh Morgan. Morgan adalah yang pertama kali
menginterpretasikan hasil persilangannya dengan benar mengenai adanya
pautan, dengan melakukan percobaan persilangan antara strain-strain D.
melanogaster. (Corebima,2003:43). Morgan memiliki strain
D.melanogaster yang bermata putih dan ternyata strain tersebut tergolong
galur murni. Jika strain bermata putih disilangkan dengan strain bermata
merah ternyata turunannya yang muncul tidak sesuai dengan yang
seharusnya berdasarkan kebakaan Mendel.Bila mata merah betinadisilangkan dengan strain mata putih jantan, maka F1 yang muncul
bermata merah seluruhnya, jika faktornya mata merah dominan terhadap
factor mata putih, selanjutnya jika F1 disilangkan satu sama lain maka
bagian F2 bermata merah dan bagiannya bermata putih, ini terjadi jika
factor mata merah dominan terhadap faktor mata putih. Tetapi setelah
dikaji ulang ternyata seluruh F2 yang betina bermata putih sedangkan
separuh jantan bermatabermata merah dan separuhnya lagi bermata putih,
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
3/30
hal inilah yang menyimpang dan tidak sesuai terhadap prinsip kebakaan
Mendel.
Fenomena ini dijelaskan oleh Morgan bahwa 1) Faktor warna mata
terdapat pada kromosom kelamin X. dan 2) Kromosom kelamin jantan
tidak mengandung faktor warna mata tersebut. (Corebima,2003: 45).
Dari persilangan tersebut ternyata juga terdapat penyimpangan
pada keturunan berikutnya dan pada persilangan resiproknya.
Penyimpangan tersebut dijelaskan oleh Morgan sebagai teori gagal
berpisah (nondisjunction) Gagal berpisah terjadi pada kromoson X, dalam
hal ini krdua kromosom X gagal memisah selama meiosis sehingga
kduanya menuju kutub yang sama dan terbentuklah telur yang memiliki
dua kromosom kelamin X maupun yang tidak memiliki kromosom
kelamin X. Gagal berpisah terjadi pada gamet betina. Peristiwa gagal
berpisah dibedakan menjadi gagl berpisah primer dan sekunder. Contoh
gagal berpisah primer seperti penjelasan diatas sedangkan gagal berpisah
sekunder karena kejadiannya berlangsung pada turunan dari individu
betina yang keberadaannya merupakan produk gagal berpisah primer.
Dimana individu betinanya memiliki dua kromosom kelamin X dan satukromosom kelamin Y. (Corebima,2003: 66)
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat kami ambil dari penelitian yang telah kami
lakukan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah fenotip F1pada persilanganD. melanogasterstrain N
>< we dan N >< m beserta resiproknya?
2. Adakah fenomena gagal berpisah (nondisjuction) pada persilangan D.
melanogasterstrain N >< we dan N >< m beserta resiproknya?
3. Adakah perbedaan tipe persilangan D. melanogaster strain N >< m beserta resiproknya terhadap fenomena gagal
berpisah (nondisjuction)?
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
4/30
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan untuk penelitiannya adalah
sebagi berikut:
1. Untuk mengetahui fenotip F1pada persilangan D. melanogasterstrain
N >< we dan N >< m beserta resiproknya.
2. Untuk mengetahui fenomena gagal berpisah berpisah (nondisjuction)
pada persilangan D. melanogaster strain N >< we dan N >< m
beserta resiproknya.
3. Untuk mengetahui perbedaan tipe persilangan D. melanogasterstrain
N >< we dan N >< m beserta resiproknya terhadap fenomena
gagal berpisah (nondisjuction).
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini memeliki beberapa manfaat antara lain:1. Mengembangkan ilmu genetika dengan melakukan penerapan teori
melalui praktikum proyekD. melanogaster.
2. Membeikan informasi mengenai fenomena gagal berpisah pada
persilangan D. melanogaster strain N >< we dan N >< m
beserta resiproknya.
3. Dengan adanya kegiatan penelitian ini dapat membekali mahasiswa
agar dapat terampil sehingga nantinya dapat diaplikaskan pada tahap
selanjutnya.
E. Asumsi Penelitian
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
5/30
1. Kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya dianggap sama
dan tidak berpengaruh terhadap persilangan D. melanogaster selama
penelitian.
2. Kondisi medium sebagai tempat perkembangbiakan D. melanogaster
dianggap sama selama penelitian.
F. Batasan Masalah
Batasan masalah untuk memberikan gambaran terhadap penelitian yaitu
sebagai berikut:
1. Penelitian ini dibatasi pada persilanganD. melanogasterstrain N >< m beserta resiproknya.
2. D. melanosgeryang disilangkan maksimal berusia 3 hari.
3. Data yang diambil pada jumlah fenotipnya hanya sampai F1 padasetiap persilangan.
4. Ciri fenotip yang diamati meliputi warna mata, warna badan, dan
keadaan sayap.
5. Pengambilan data dari hari menetesnya pupa yang dihitung sebagai
hari ke 0-6.
6. Indikator terjadinya gagal berpisah dilihat dari munculnya strain yang
menyimpang dari yang seharusnya muncul.
G. Definisi Operasional
1. Fenotip adalah kenampakan yang mencakup fermokologi, fisiologi,
dan tingkah laku (Ayala, 1984 dalam corebima,1992)
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
6/30
2. Genotif adalah keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung
pada suatu makhluk hidup ataupun konstitusi genetik dari suatu
makhluk hidup dalam hubungannya dengan satu atau beberapa lokus
gen yang menadi perhatian. (Ayala dkk 1984 dalam Corebima,2004).
3. Strain adalah suatu kelompok intraspesifik yang memilliki hanya satu
atausejumlah kecil cirri yang berbeda, biasanya secara genetik dalam
homozygote untuk cirri-ciri tersebut atau galur murni. Ciri tersebut
biasanyadipertahankan secara sengaja misalnya untuk kepentingan di
bidang pertanian ataupun untuk kepentingan eksperimen, tidak ada
beda jelas antara strain dan varietas (King R. C. 1985 dalam Novitasari
1997).
4. Gagal berpisah adalah suatu peristiwa dimana bagian-bagian dari
sepasang kromosom yang homolog tidak bergerak memisahkan diri
sebagaimana mestinya pada meiosis I atau dimana kromatid saudara
gagal berpisah selama meiosis II pada kasus ini, satu gamet menerima
dua jenis kromosom yang sama dan satu gamet lainnya tidak mendapat
salinan sam asekali (Campbell dkk.2002).
5. Frekuensi gagal berpisah adalah banyaknya individu dari D.
melanogaster yang muncul pada F1 yang mengalami penyimpangan
dibandingkan dengan jumlah keseluruhan individu yang dihasilkan.
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
7/30
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. SistematikaD. melanogaster
Menurut Storer dan Usinger (1957) dalam Abidin (1995) sistematika dari
Drosophila adalah:
Filum : Arthopoda
Kelas : Insecta
Anak kelas : PicrygotaBangsa : Diptera
Anak bangsa: Clycoporrapa
Suku : Drosophilidae
Marga : Drosophila
Jenis :Drosophila melanogaster
B. Penentuan Kelamin padaD. melanogaster
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
8/30
Pada D. melanogaster atau lalat buah, mempunyai suatu
mekanisme yang seimbang. Suatu keseimbangan antara jumlah perangkat
autosom dan jumlah kromosom X, menentukan fenotipe seksual lalat buah
(Pai, 1985).
Menurut Corebima (2004) pada D. melanogaster terdapat
kromosom kelamin X dan Y. Dalam kedaan diploid normal ditemukan
pasangan kromosom kelamin XX dan XY atau pasangan kromosom secara
lengkap sebagai AAXX dan AAXY (jumlah autosom sebanyak tiga pasang).
Mekanisme ekspresi kelamin pada D. melanogaster dikenal sebagai suatu
mekanisme perimbangan antara x dan A atau X/A. Lanjut Pai (1985) dalam
Corebima (2004) menyebutkan mekanisme itu sebagai suatu mekanisme
keseimbangan determinasi kelamin.
Tabel Indeks kelamin numerik padaD. melanogaster.
Rangkuman dari : Andrian dan Owen 1960, Berskowita 1973, Ayala dkk,1984, Gardner dkk 1991
Jumlahkromosom
X
Jumlah A(autosom) pada tiap
pasang ARasio X/A Fenotipe Kelamin
34432132211
23432143423
1.51.33
1111
0,750,670,50,50,33
Betina super (metafemale)Betina super (metafemale)Betina normal tetraploidBetina normal triploidBetina normal diploidBetina normal haploidIntersexIntersexJantan tetraploidJantan normalJantan super (metamale)
C. Peristiwa Gagal Berpisah padaD. melanogaster
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
9/30
Gagal berpisah merupakan suatu peristiwa dimana bagian-bagian
dari sepasang kromosom yang homolog tidak bergerak memisahkan diri
sebagaimana mestinya pada meiosis I, atau dimana kromatid saudara gagal
berpisah selama meiosis II, sehingga satu gamet menerima dua jenis kromosom
yang sama dan satu gamet lainnya tidak mendapat salinan sama sekali
(Campbell dkk, 2002). Dalam hal ini kedua kromosom kelamin X gagal
memisah selama meiosis sehingga keduanya menuju ke kutub yang sama dan
terbentuklah telur yang memiliki dua kromosom kelamin X maupun yang tidak
memiliki kromosom kelamin X (Corebima, 2003).
Kejadian gagal berpisah (nondisjunction) pada D. melanogaster
dikemukakan oleh Bridges tahun 1916. Tamarin dkk, (1991) dalam Novitasari
(1992) menjelaskan bahwa kejadian nondisjunction tersebut dijelaskan melalui
kejadian nondisjunction pada betina bermata putih dalam hal ini betina bermata
putih yang mengalami nondisjunction saat meiosis akan menghasilkan telur
XwXw dan 0 telur (tanpa kromosom sex), jika telur XwXw dibuahi oleh Y yang
dibawa sperma akan dihasilkan keturunan betina bermata putih (X wXwY). jika
telur tanpa kromosom sex dibuahi oleh X yang dibawa sperma, akan
menghasilkan keturunan jantan norma (X+
0). Tipe lain dari kejadiannondisjunction adalah telur XX yang akan dibuahi oleh X yang dibawa sperma
dan telur 0 yang akan dibuahi oleh Y yang akan dibawa sperma. Zigot XXX
yang bergenotip XnXnX+ (betina) biasanya mati dan lalat Y0 selalu mati.
Contoh persilangan antara D. melanogaster strain N >< w yang
menghasilkan keturunan nondisjunction dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
10/30
Peristiwa nondisjunction dibedakan menjadi nondisjunction primer
dan sekunder.Nondisjunction primer dapat terjadi pada induk lalat yang belum
mengalami nondisjunction atau lalat normal, sedangkan nondisjunction
sekunder terjadi pada keturunan yang merupakan hasil nondisjunction primer.
Peristiwa itu disebut sebagai gagal berpisah sekunder karena kejadiannya
berlangsung pada turunan dari individu betina, yang keberadaannya merupakan
produk gagal berpisah primer. Dalam hal ini individu betina yang dimaksud
memiliki dua kromosom kelamin X dan satu kromosom Y. Frekuensi kejadian
gagal berpisah sekunder (sebagaimana yang dilaporkan) adalah sekitar 100 kalilebih tingga (1 dalam 25 turunan) daripada frekuensi kejadian gagal berpisah
primer (1 dalam 2000 turunan). (Corebima, 2003:66).
F. Faktor-faktor Penyebab Gagal Berpisah
Peristiwa gagal berpisah (nondisjunction) dapat dipengaruhi oleh
faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yang dapat menyebabkan adanyaperistiwa gagal berpisah padaD. melogastermenurut Herskowitz (1977) dalam
Abidin (1997) adalah energi radiasi tinggi, karbon dioksida, dan zat kimia lain
dan suhu. Suhu tidak berpengaruh terhadap frekuensi gagal berpisah primer
kromosom kelamin X D. melanogaster. Akan tetapi mempunyai pengaruh
terhadap frekuensi gagal berpisah sekunder kromosom kelamin X D.
melanogaster individu betina mata putih hasil dari gagal berpisah primer.
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
11/30
Suhu yang berpengaruh disini adalah suhu kamar dan suhu antara 29 0310
(Abidin, 1997).
Faktor dari dalam yang berpengaruh terhadap frekuensi gagal berpisah
diantaranya adalah umur dan induk. Menurut Pai (1985 dalam Apandi, 1989
dalam Abidin, 1997). Umur cenderung meningkatkan kejadian penyimpangan
meiosis yang disebut nondisjungsi pada tingkat kehidupan yang rendah. Tidak
dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan bentuk kehidupan rendah.
Faktor dari dalam lainnya yang berpengaruh terhadap gagal berpisah adalah
adanya gen mutan yang menyebabkan sentromer tidak berada pada keadaan
normal atau abnormal (Herkowitz, 1977 dalam Abidin, 1997). Dikatakan
Herkowitz bahwa dalam keadaan normal dua sentromer sesaudara saling
menutup. Satu sentromer akan berorientasi ke salah satu kutub, sedang
sentromer lain berorientasi ke salah satu kutub yang berlawanan. Dengan
adanya gen mutan, dalam hal ini gen mei-s332, yaitu gen semi dominan [pada
kromosom IID. melanogaster, maka metafase II dua sentromer sesaudara akan
terletak memisah, sehingga kedua sentromer tersebut akan berorientasi ke
kutub yang sama, akibatnya pada anafase II terjadi peristiwa nondisjunction
atau gagal berpisah.BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini kami menggunakan persilangan strain N >< we
dan N >< m beserta resiproknya yang merupakan strain yang terpaut
kromosom kelamin karena berada pada kromosom I. Dengan adanya penelitianini diharapkan F1 yang muncul memiliki fenotip yang mengalami pertautan
kelamin tetapi pada kenyataannya ada fenotip yang mengalami peristiwa gagal
berpisah (nondisjunction). Oleh karena itu perlu dilakukan analisis frekuensi
gagal berpisah pada persilangan strain ini.
Pengamatan fenotip dari strain N, m dan we.
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
12/30
B. Hipotesis
Hipotesis penelitian yang kami gunakan sebagai berikut:
PersilanganD. melanogasterstrain N >< we dan N
>< m beserta resiproknya yang merupakan strain yang
terpaut kromosom kelamin.
Pada F1
muncul fenotip yang merupakan akibat dari
peristiwa gagal berpisah (nondisjunction) pada
kromosom kelamin.
Analisis dan frekuensi gagal berpisah (nondisjunction)
dengan menggunakan anava tunggal untuk mengetahui
perbedaan tipe persilangan terhadap frekuensi gagal berpisah
Pada
persilangan
N >< we
muncul F1 N,
we
Pada
persilangan
N >< we
muncul F1 we
Pada
persilangan
N >< m
muncul F1 m
Pada
persilangan
N >< m
muncul F1 N,
m
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
13/30
Ada fenomena gagal berpisah (nondisjunction) pada persilangan D.
melanogasterstrain N >< we dan N >< m beserta resiproknya.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
14/30
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observatif, karena tidak
memberikan perlakuan khusus pada objek penelitian. Penelitian ini dilakukan
dengan menyilangkan D.melanogaster strain N we
dan N>
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
15/30
3. Setelah halus, memasukkan adonan tersebut kedalam panci dan
memanaskan diatas kompor dengan api sedang
4. Memasukkan gula merah yang sudah dihaluskan sebelumnya kedalamadonan setelah adonan cukup panas
5. Memasak adonan tersebut selama 45 menit
6. Mematikan kompor dan memasukkan hasil rebusan tersebut ke dalam
botol selai dalam keadaan panas dan langsung ditutup dengan
penyumbat gabus yang telah dipotong bulat sesuai untuk tutup botol
7. Setelah medium dingin, memasukkan 7 butir yeast ke dalam medium
dan membersihkannya dari uap air serta member kertas pupasi pada
medium tersebut
Peremajaan stok
1. Menyiapkan beberapa botol selai yang berisi medium baru dan telah
diberi yeast dan beserta kertas pupasi
2. Memindahkan lalat dari masing-masing strain dari stok ke botol selai
yang berbeda pada medium baru
3. Mengamati perkembangannya, jika muncul pupa warna hitam maka
dilakukan pengampulan untuk melakukan persilangan.
Pengampulan stok
1. Pupa dari masing-masing strain yang sudah menghitam diambilmenggunakan kuas
2. Memasukkan pupa tersebut ke dalam selang plastic kecil
3. Mengisi sebagian tempat dengan irisan kecil pisang serta menutupnya
dengan gabus
4. Masing-masing selang diberi label nama strain maupun tanggal
mengampul
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
16/30
5. Menunggu ampulan sampai menetas dan lalat siap untuk disilangkan.
Umur lalat dalam ampulan maksimal 3 hari untuk persilangan
Persilangan P1
1. Menyiapkan medium baru yang telah diberi yeast dan kertas pupasi
2. Ampulan yang sudah menetas dan siap disilangkan dari masing-masing
strain dimasukkan ke dalam botol selai. Strain lalat yang disilangkan
antara lain N we dan N>
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
17/30
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan pada F1. Kemudian data yang diperoleh disajikan
dalam bentuk tabel pengamatan.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah rekonstruksi kromosom
kelamin yang mengalami nondisjunction, sedangkan presentase
nondisjunction dihitung dengan rumus :
Frekuensi nondisjunction : x 100 %
A. Analisis data
1. Persilangan antara N >< we
a. Rekonstruksi persilangan yang tidak mengalami nondisjunction
P1 : N >< we
Genotip : >< we
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
18/30
Genotip : >< we
Ulangan 1 = = 66%
Ulangan 2 = x 100% = 14,03%
Ulangan 3 = x 100% = 9,48%
Ulangan 4 = x 100% = 31 %
2. Persilangan antara N >< we
a. Rekonstruksi persilangan yang tidak mengalami nondisjunction
P1 : N x we
Genotip : >< we
Genotip : >< we
Ulangan 1 = x 100% = 2,63 %
Ulangan 2 = x 100% = 9,55%
Ulangan 3 = x 100% = 3,70 %
Ulangan 4 = x 100% = 4,76 %
3. Persilangan antara N >< we
a. Rekonstruksi persilangan yang tidak mengalami nondisjunction
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
20/30
P1 : N >< m
Genotip : >< m
Genotip : >< m
Ulangan 1 = x 100% = 87,97%
Ulangan 2 = x 100 % = 34,86%
Ulangan 3 = x 100% = 22, 58%
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
21/30
Ulangan 4 = x 100% = 10%
4. Persilangan antara N >< m
a. Rekonstruksi persilangan yang tidak mengalami nondisjunction
P1 : N >< m
Genotip : >< m
Genotip : >< m
Ulangan 1 = x100% = 6.55%
Ulangan 2 = x 100% = 10,71%
Ulangan 3 = x 100% = 8,57%
Ulangan 4 = x100% = 11,11 %
Tabel prosentase gagal berpisah
Persilangan Ulangan Jumlah1 2 3 4
N >< we 66% 14,03% 9,48% 31,35% 120,86%N >< we 2,63% 9.55% 3,70% 4,76% 20,64%
N >< m 87,97% 34,86% 22,58% 10% 155,41%
N >< m 6,55% 10,71% 8,57% 11,11% 36,94%Jumlah 163,15% 69,71% 44,57% 57,22% 333,85%
Data Transformasi Arc sin :100
Persilangan Ulangan Jumlah1 2 3 4
N >< we 54,33 21,99 17,93 34,04 128,29N >< m 9,33 18,00 11,09 12,60 51,02N >< m 69,70 36,18 28,37 18,43 152,68N >< m 14,82 19,10 17,02 19,47 70,41Jumlah 148,18 95,19 74,41 84,54 402,4
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
23/30
Fk = = 10120,36
Jk Ulangan = Fk
= 10925,57705-Fk = 805,21705
Jk Persilangan = Fk
= 11832,52875 Fk
= 1712, 16875
Jk Total = ( +. ( - Fk
= 14173,1204 10120,36
= 4052,7604
Sk db Jk Kt F hit F tableUlangan 3 805,21705 268,405683
3
1,57
Persilangan 3 1712,16875 570,722916
7
3,34 3,86
Galat 9 1535,3746 170,597177
8Total 15 4052,7604
F hit (3,34) < F table0,05(3,86) maka ho diterima, hit ditolak
Tidak ada perbedaan tipe persilangan terhadap frekuensi gagal berpisah
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
24/30
BAB VIPEMBAHASAN
Berdasarkan data hasil pengamatan pada persilangan D.melanogaster
strain N >< we menghasilkan keturunan F1 strain N dan we selain itu pada
persilangan ini juga menghasilkan keturunan F1 strain N dan we. Berdasarkan
data yang diperoleh ini dan berdasarkan hasil rekonstruksi maka dapat diduga
adanya peristiwa gagal berpisah (nondisjunction). Pada strain N memiliki
genotip . we+ merupakan kromosom X hasil dari pembelahan meiosis pada
induk N jantan, sedangkan 0 mengindikasikan bahwa tidak adanya pewarisan
kromosom X oleh induk we betina. Sehingga dugaan awal bahwa persilangan ini
mengalami peristiwa gagal berpisah (nondisjunction) dapat dibenarkan. Menurut
Corebima A.D. (1997) penyimpangan ini terjadi karena pada kromosom X yaitu
selama pada tahap meiosis kromosom menuju ke kutub yang sama sehingga
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
25/30
terbentuk telur yang memilki dua kromosom X maupun yang tidak memiliki
kromosom X. Fenotip yang muncul adalah jantan. Hal ini berdasarkan cara
penentuan jenis kelamin yang telah dijelaskan dalam kajian pustaka. Menurut
corebima (1997) yang menunjukkan bahwa ekspresi kelamin pada
D.melanogasterdikenal sebagai suatu mekanisme perimbangan antara X dan A
(X/A). sehingga perbandingan X dan A pada genotip pada persilangan N
>< we sebesar . Didasarkan pada nilai ini dapat dikatakan bahwa fenotipnya
adalah jantan normal. Selain itu, masih berdasarkan pada hasil pengamatan dan
rekonstruksi bahwa pada persilangan N >< we
juga menghasilkan keturunan
dengan strain we . Strain we memiliki genotip . we- merupakan
kromosom X hasil pembelahan meiosis pada induk we betina sedangkan
mengindikasikan adanya kromosom yang berbeda ukurannya. Dilihat dari
keturunan ini dapat dikatakan bahwa kromosom ini mengalami peristiwa gagal
berpisah karena jika terjadi gagal berpisah selama oogenese( pembentukan sel
telur) akan terbentuk 2 macam telur, yaitu sebuah sel telur yang yang membawa 2
kromosom X dan sebuah sel teluryang tidak mempunyai kromosom. Pada genotip
keturunan ini terlihat memilki 2 kromosom X yaitu (we- we-) yang jika dibuahi
oleh spermatozoa yang membawa kromosom Y ( ) akan menghasilkan lalat
betina fertil (Suryo, 1984).
Pada persilangan N >
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
26/30
we dengan genotip hanya memilki satu kromosom X dari induk jantan
karena we- merupakan kromosom X hasil dari pembelahan meiosis pada induk we
jantan, sedangkan 0 mengindikasikan bahwa tidak adanya pewarisan kromosom X
oleh induk N betina karena adanya peristiwa gagal berpisah.
Pada persilangan N >< m menghasilkan keturunan F1 dengan strain
N, N, m, m. berdasarkan hasil rekonstruksi persilangan adanya keturunan
strain-strain tersebut menandakan bahwa adanya fenomena gagal berpisah
(nondisjunction) pada persilangan N >< m. Hasil ferilisasi antara sperma dan
ovum yang mengalami pembelahan meiosis secara norma adalah N dan m.Sedangkan N dan m merupakan hasil keturunan yang mengalami gagal
berpisah. Pada strain N terlihat pada genotipnya yang menunjukkan bahwa
m+ merupakan kromosom X hasil dari pembelahan meiosis pada induk N jantan,
sedangkan 0 mengindikasikan bahwa tidak adanya pewarisan kromosom X oleh
induk m betina. Diduga hal ini mengalami peristiwa gagal berpisah
(nondisjunction). Hal ini didasarkan pada keterangan dari Corebima (1997)
bahwa pada tahap meiosis kromosom menuju ke kutub yang sama sehingga
terbentuk telur yang memilki dua kromosom X maupun yang tidak memilki
kromosom X. Pada keturunan dengan strain m dengan genotip
menunjukkan bahwa m-m- merupakan kromosom X hasil pembelahan meiosis
pada induk m betina sedangkan menunjukkan adanya pewarisan kromosomoleh induk N jantan. Dilihat dari keturunan ini dapat dikatakan bahwa kromosom
ini mengalami peristiwa gagal berpisah karena Pada genotip keturunan ini terlihat
bahwa memilki 2 kromosom X (we- we-) jika dibuahi oleh spermatozoa yang
membawa kromosom Y ( ) akan menghasilkan lalat betina fertil (Suryo, 1984).
Pada persilangan N >< m menghasilkan F1 dengan strain N, N,
m, m. Keturunan F1 strain N, N berdasarkan hasil rekonstruksi persilangan
N >< m menunjukkan bahwa hasil dari fertilisasi antara gamet jantan dan
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
27/30
gamet betina yang mengalami pembelahan meiosis secara normal. Sedangkan
keturunan F1 strain m merupakan hasil dari peristiwa gagal berpisah pada
peristiwa oogenesis. Pada genotip dari strain m yaitu . m- merupakan
kromosom X hasil dari pembelahan meiosis pada induk m jantan, sedangkan 0
mengindikasikan bahwa tidak adanya pewarisan kromosom X oleh induk N betina
karena adanya peristiwa gagal berpisah. Seperti yang dikemukakan oleh Corebima
(1997) bahwa pada tahap meiosis kromosom menuju ke kutub yang sama
sehingga terbentuk telur yang memilki dua kromosom X maupun yang tidak
memilki kromosom X.
Pada perhitungan analisis data dengan menggunakan anava diketahui
bahwa nilai Fhitung yang dperoleh dari perhitungan lebih kecil dari pada nilai
Ftabel. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh
antara tipe persilangan terhadap adanya fenomena gagal berpisah(nondisjunction).
BAB VII
PENUTUP
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
28/30
A. Kesimpulan
Dari hasil analisi data dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Fenotip yang muncul pada masing-masing persilangan adalah sebagai berikut:
a. persilangan N >< we menghasilkan keturunan F1 strain N , N, we,
we
b. persilangan N >< m menghasilkan keturunan F1 dengan strain N, N,
m, m.
d. persilangan N >< m menghasilkan F1 dengan strain N, N, m.
2. Ada peristiwa gagal berpisah pada persilangan antara N >< we dan N
>< m beserta resiproknya. Peristiwa gagal berpisah dapat dilihat pada :
a. Keturunan dari persilangan N >< we yang menunjukkan adanya gagal
berpisah adalah strain N dan we
b. Keturunan dari persilangan N >< m yang menunjukkan adanya gagal
berpisah adalah strain N dan m.
d. Keturunan dari persilangan N >< m yang menunjukkan adanya gagal
berpisah adalah strain m
3. Tidak ada perbedaan tipe persilangan terhadap frekuensi gagal berpisah
(nondisjunction)
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
29/30
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Khoirul. 1997. Pengaruh Sodium Siklamat Terhadap Frekuensi
Nondisjunction Kromosom Kelamin X D. melanogaster. Skripsi tidak
diterbitkan, Malang: IKIP
Campbell, Neil A. 2002.Biologi Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga
Corebima, A.D. 2004. Genetika Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press
Goodenough, U. 1988. Genetika. Jakarta: Erlangga
Novitasari, Dewi. 1997. Perbedaan Frekuensi dan Kecenderungan Waktu
Munculnya Berpisah Sekunder Kromosom Kelamin X antara Drosophila
melanogaster Strain Yellow dan White Apricot. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: UM
Pai, C. Anna.1992.Dasar-dasar Genetika. Jakarta: Erlangga
Suryo. 2005. Genetika Strata 1. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press
-
7/23/2019 FENOMENA GAGAL BERPISAH
30/30