Download - LP Skull Deffect
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
1/24
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN SKULL DEFECTDI RUANG GARDENA
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
oleh
Aldila Kurnia Putri, S.Kep
NIM 112311101006
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
2/24
LAPORAN PENDAHULUAN
SKULL DEFECT
Oleh Aldila Kurnia Putri, S.Kep
1. Kasus
Skull Defect
2. Proses Terjadinya Masalah
a.
Anatomi Fisiologi Kepala
Gambar 1. Anatomi kepala
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
3/24
1)Tengkorak
Tulang tengkorak menurut Pearce (2008) merupakan struktur tulang yang
menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka.
Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam.
Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan
struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa
anterior di dalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis,
parientalis, oksipitalis,fosa posteriorberisi otak tengah dan sereblum.
Gambar 2. Lapisan cranium
1.Meningen
Pearce (2008) mengatakan bahwa otak dan sumsum tulang belakang diselimuti
meningia yang melindungi struktur saraf yang halus itu, membawa pembuluh
darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang
memperkecil benturan atau goncangan. Selaput meningen menutupi terdiri dari 3
lapisan yaitu:
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
4/24
a) Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial ruang subdural yang terletak antara dura mater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi
dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Hematoma
subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya
dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran
perdarahan ini adalah: 1) sakit kepala yang menetap 2) rasa mengantuk
yang hilang-timbul 3) linglung 4) perubahan ingatan 5) kelumpuhan ringan
pada sisi tubuh yang berlawanan. Arteri-arteri meningea terletak antara dura
mater dan permukaan dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari
tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan
menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera
adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis.
b) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan duramater sebelah luar
yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial,
disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium subarakhnoid yang
terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan subarakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
5/24
c) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
2.Otak
Menurut Price (2005), otak terdiri dari 3 bagian, antara lain yaitu:
a)Cerebrum
Gambar 3.Lobus-lobus otak
Cerebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian, hemispherium serebri
kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yang terdiri dari lobus
frontal, oksipital, temporal dan pariental. Yang masing-masing lobus memiliki
fungsi yang berbeda, yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian
motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu.
Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. daerah
tertentu pada lobus frontalis bertanggung jawab terhadap aktivitas motorik
tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan
lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
6/24
fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak,
biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun
kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian
belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang
inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping
lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,
kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.
2) Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk,
tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil
kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus
parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan
merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan
lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.
Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk
melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini disebut ataksia dan untuk
menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi
kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di
sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang
sebelumnya dikenal dengan baik misalnya, bentuk kubus atau jam dinding.
Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian
maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.
3) Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan
mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga
memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya
kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus
temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara
dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
7/24
gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan
menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan
lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami
perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan
agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.
4) Lobus oksipital
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis akan
kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.
b)Cerebellum
Terdapat dibagian belakang sophag menepati fosa serebri posterior dibawah
lapisan durameter. Cerebellum mempunyai aksi yaitu merangsang dan
menghambat serta mempunyai tanggunag jawab yang luas terhadap koordinasi
dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan
posisi dan mengintegrasikan input sensori.
c)Brainstem
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan sophag oblongata. Otak tengah
midbrain/ensefalon menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer
sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik, sebagai pusat reflek
pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak
tengah dan sophag, serta merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan
juga antara medulla dengan serebrum. Pons berisi jarak sensorik dan motorik.
Medula oblongata membentuk bagian inferior dari batang otak, terdapat pusat-
pusat otonom yang mengatur fungsi-fungsi vital seperti pernafasan, frekuensi
jantung, pusat muntah, tonus vasomotor, reflek batuk dan bersin.
3.Syaraf-Syaraf Otak
Smeltzer (2001) mengatakan bahwa nervus kranialis dapat terganggu bila trauma
kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak.
Kerusakan nervus yaitu:
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
8/24
a) Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris
dan otot iris.
d) Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya
terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyaitiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,
sarafnya yaitu:
1) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan
kelopak mata atas, selaput sopha kelopak mata dan bola mata.
2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum,
batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi
otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah,
kulit daerah temporal dan dagu.
f) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
g) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi
otot-otot lidah dan selaput sopha ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
9/24
serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala
fungsinya sebagai soph wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
h) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.
i) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf
ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik,
sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, sophagus, gaster intestinum
minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf
perasa.
k) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI)
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium,
fungsinya sebagai saraf tambahan.
l) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini
terdapat di dalam sumsum penyambung.
b.Pengertian
Skull defectmenjadi suatu masalah sejak awal periode kehidupan manusia.
Skull defect sudah dapat ditemukan pada jaman neolitikum. Skull defect adalah
kelainan pada kepala dimana tidak adanya tulang cranium/tulang tengkorak. Skull
effect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium yang disebabkan oleh adanya
pengikisan yang disebabkan massa ekstrakranial atau intrakranial, atau juga bisa
berasal dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defectdapat terjadi dari
lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan anenchephaly dan juga
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
10/24
skull defectyang dilakukan secara sengaja untuk membantu pengeluaran cairan atau
pendarahan atau massa yang ada di kepala atau otak.
c. Penyebab
Penyebab terjadinyaskull defectadalah:
1)Fraktur kranium
2)Tumor
3)Penipisan tulang
4)Kelainan kongenital (enchephalocele)
5)Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial
6)Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)
7)Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah
8)Reseksi tumor tengkorak
9)Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)
d.Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2
proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan merupakan
suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang
bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa
mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu
benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera
robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang
bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah
atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakanfenomena metabolik sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
11/24
diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada
kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi
peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma
mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga.
Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan
jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik
yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
Mekanisme yang paling umum dari trauma tumpul dada yaitu kecelakaan
mobil atau jatuh dari sepeda motor sedangkan untuk trauma tembus dada yaitu luka
tusuk dan luka tembak. Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan mengakibatkan
satu atau lebih mekanisme patologi seperti hipoksemia akibat gangguan jalan nafas,
cedera pada parenkim paru, sangkar iga, otot-otot pernapasan, kolaps paru, dan
pneumothoraks. Hipovolemia juga sering timbul akibat kehilangan cairan masif dari
pembuluh besar, ruptur jantung, atau hemothoraks. Gagal jantung akibat tamponade
jantung yaitu kompresi pada jantung sebagai akibat terdapatnya cairan di dalam sakus
perikardial. Mekanisme ini seringkali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi
yang mengarah pada gagal napas akut, syok hipovolemia, dan kematian (Smeltzer,
2001).
e. Tanda dan Gejala
Gejala yang nampak pada pasienskull defectdapat berupa:
1)Bentuk kepala asimetris
2)Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak
3)Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan atau
fontanela
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
12/24
Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari berat
ringannya cedera kepala yaitu berupa:
1)Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow ComaScale). Pada cedera kepala berat
nilai GCS nya 3-8
2)Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala karena regangan
dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan
pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
3)Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).4)Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi), gurgling.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adanya skull defect yaitu dengan melakukan operasi
kraniotomi yang kemudian dilakukan cranioplasty. Cranioplasty adalah memperbaiki
kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastik atau metal plate.
Cranioplasty adalah perbaikan defek kranial dengan menggunakan plat logam atau
plastik. Setelah dilakukan operasi cranioplasty perawatan selanjutnya adalah dengan
pemberian antibiotik selama 3 hingga 5 hari, dan memonitor drain untuk membantu
pengeluaran darah dan mencegah hematoma hingga cairan atau darah berkurang 2
hingga 3 cc. Instruksi penting selanjutnya adalah tidak melakukan dan tidak
memberikan tekanan pada area yang telah dioperasi selama 3 sampai 4 minggu. Proses
pembentukan dan penyambungan tulang akan terjadi selama 6 hingga satu tahun
(Ramamurthi, et al, 2007).
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
13/24
g. Pemeriksaan Penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluanskull defectperlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu:
1) CT-Scan
Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya
infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. Pada pasien
dneganskull defectdiperoleh hasil CT scan sebagai berikut:
Gambar 4. CT scanskull defect
2) Foto polos kepala (X-ray)
Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan
kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi
indikasi pelaksanaan foto polos kepala meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(tembak/tajam), adanya corpus alineum, deformitas kepala (dari inspeksi dan
palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
Hasil yag diperoleh pada foto kepala pasien dengan skull defect adalah sebagai
berikut:
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
14/24
Gambar 5. X-rayskull defect
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4) EEG (Elektroensepalogram)
Digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis
h.Komplikasi
Komplikasiskull defectdapat meliputi:
1)Edema serebral
2)Perdarahan
3)Syok hipovolemik
4)Hydrocephalus
5)Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
6)Infeksi
7)Kerusakan integritas kulit
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
15/24
Kerusakan kontinuitas jaringan
tulang, jaringan kulit, otot, dan
laserasi pembuluh darah
Resiko
perdarahan
Nyeri akut
Skull defect
Tumor, pendarahan di kepala
Operasi Trepanasi/Craniotomi
Perdarahan atauhematoma
Perubahansirkul
asi CSS
Peningkatan
TIK
Penurunan
kesadaran
ImobilisasiGangguan
integritas kulit
Penumpukan
sekret
Ketidakfektifan
bersihan jalan nafas
Penekanan area
tubuh
Rangsangan
simpatis
meningkat
Tahanan vaskuler
sistemik dan
tekanan darah
meningkat
Jaringan otakrusak
Batuk tidak
efektif
Bed resttotal
Risiko
Injury
Gangguansuplai darah
Hipoksia
Iskemia
Gangguan
perfusi jaringan
selebral
Menurunkan
tekanan pembuluh
darah pulmonal
Tekananhidrostatik
meningkat
Kebocorancairan kapiler
Oedem paru
Difusi oksigen
terhambat Ketidakefektifan
pola napas
Port the
entry
bakteri, virus
Pertahanan
tubuh
inadekuat
Risiko
infeksi
3. a. Pohon Masalah
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
16/24
b. Data yang Perlu Dikaji
1) Anamnesis
1) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan,
golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis
medis.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan rangkaian kejadian mulai dari terjadinya trauma sehingga pasien
masuk rumah sakit.
3) Riwayat penyakit dahulu
Merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien dan berhubungan
dengan sistem persarafan
4) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasusskull defect adalah penurunan tingkat
kesadaran (GCS 9-12), pusing, sakit kepala, gangguan motorik, kejang,
gangguan sensorik dan gangguan kesadaran. Format PQRST dapat digunakan
untuk mempermudah pengumpulan data, penjabaran dari PQRST adalah:
P (provokatif/paliatif): Apa yang menjadi hal-hal yang meringankan dan
memperberat nyeri? Apa saja yang telah dilakukan untuk mengobati nyeri?
Q (quality/quantity): Seberapa berat keluhan, bagaimana rasanya? Seberapa
sering terjadinya?
R (egio/radiasi) : Dimanakah lokasi keluhan? Bagaimana penyebarannya?
S (skala/severity): Dengan menggunakan GCS untuk gangguan kesadaran,
skala nyeri untuk keluhan nyeri.
T (Timing) : Kapan keluhan itu terasa? Seberapa sering keluhan itu terasa?
5) Riwayat penyakit keluarga
Meliputi susunan anggota keluarga khususnya yang kemungkinan bisa
berpengaruh pada kesehatan anggota keluarga yang lain
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
17/24
2)Pemeriksaan fisik
Pada dasarnya dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan secara sistematik
yaitu: inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
1)Keadaan umum
Meliputi tanda-tanda vital, BB/TB,
2)Kesadaran
Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS)
a)Respon membuka mata (E)
1.Membuka mata dengan spontan (4)
2.Membuka mata dengan perintah (3)
3.Membuka mat dengan rangsangan nyeri (2)
4.Tidak reaksi reaksi apapun (1)
b)Respon motorik (M)
1.Mengikuti perintah (6)
2.Melokalisir nyeri (5)
3.Menghindar nyeri (4)
4.Fleksi abnormal (3)
5.Ekstensi abnormal (2)
6.Tidak ada reaksi apapun (1)
c)Respon verbal (V)
1.Orientasi baik dan sesuai (5)
2.Disorienasi tempat dan waktu (4)
3.Bicara kacau (3)
4.Mengerang (2)
5.Tidak ada reaksi apapaun (1)
3) Pemeriksaan head to toe
a)Kepala dan rambut
Dikaji bentuk kepala, kesemetrisan, keadaan kulit kepala.
b)Wajah
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
18/24
Struktur wajah, warna kulit, ekspresi.
c)Mata
Bentuk bola mata,ada tidaknya gerakan kelainan pada bola mata.
d)Hidung
Kesemetrisan, kebersihan.
e)Telinga
Kesimetrisan, kebersihan dan tidaknya kelainan fungsi pendengaran.
f) Mulut dan bibir
Kesemetrisan bibir, kelembaban, mukosa, kebersihan mulut.
g)Gigi
Jumlah gigi lengkap atau tidak, kebersihan, ada tidaknya peradangan pada gusi,
ada tidaknya caries.
h)Leher
Posisi trakea (deviasi trachea), ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid atau vena
jugularis.
i) Integumen
Meliputi warna, kebersihan, turgor, tekstur kulit, dan kelembaban, perubahan
bentuk dan warna pada kulit.
j) Thorax
Dikaji kesemetrisannya, ada tidaknya suara redup pada perkusi, kesemetrisan
ekspansi dada, ada tidaknya suara ronchi dan whezzing.
k)Abdomen
Ada tidaknya distensi abdomen, asites, nyeri tekan.
l) Ektremitas atas dan bawah
Kesemetrisannya, ada tidaknya oedema, pergerakan dan tonus otot, serta
kebersihan.
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
19/24
3. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai darah
ke otak
b.Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan disfusi oksigen terhambat dan
kerusakan neuromuskular
c.Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
d.Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret
pada jalan napas
e. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
f. Risiko perdarahan berhubungan dengan kerusakan kontinuitas jaringan
g.Risiko injuryberhubungan dengan penurunan kesadaran
h.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penekanan pada area tubuh yang
lama (NANDA, 2011).
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
20/24
5.Rencana Tindakan Keperawatan
No DiagnosaTujuan dan Kriteria
Hasil (NOC)Intervensi (NIC) Rasional
1. Gangguan perfusijaringan serebralberhubungandengan penurunansuplai darah ke otak
Setelah dilakukan tindakankeperawatan selama 3x24 jamterjadi peningkatan perfusi
jaringan serebral dengankriteria hasil:
1.
Tidak ada tandapeningkatan TIK2. Pasien mampu bicara
dengan jelas,menunjukkankonsentrasi, perhatiandan orientasi baik
3. Peningkatan tingkatkesadaran (GCS 15,
tidak ada gerakaninvolunter)
4. TTV dalam batas normal(TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-
100x/mnt, Suhu 36,5-37,5oC)
Monitoring TIK1. Pantau tanda dan gejala
peningkatan TIK yaitu mengkajiGCS pasien, tanda-tanda vital,respon pupil, dan catat adanya
muntah, sakit kepala, perubahantersebunyi (mis; letargi, gelisah,perubahan mental
2. Hindarkan situasi atau manueveryang dapat meningkatkan TIK(fleksi / rotasi leher berlebihan,stimulasi panas dingin, menahannafas, mengejan, perubahan posisiyang cepat)
3. Monitor lingkungan yang dapatmenstimulus peningkatan TIK
4. Berikan lingkungan yang tenang5. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi seperti steroid
dexametason
1. Trias klasik meningkatan TIK yaitumuntah, nyeri kepala, dan papil edema
2. Fleksi / rotasi leher berlebihan, stimulasipanas dingin, menahan nafas, mengejan,
perubahan posisi yang cepat, mengejan,batuk dapat meningkatkan tekananintrakranial
3. Panas merupakan reflek darihipotalamus. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan O akan menunjangpeningkatan TIK
4. Memberikan suasana yang tenang dapatmengurangi respon psikologis danmemberikan istirahat untukmempertahankan TIK yang rendah
5. Steroid untuk mengurangi inflamasi danmengurangi edema
2. Ketidakefektifanpola napasberhubungandengan disfusioksigen terhambatdan kerusakanneuromuskular
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24jam pasien menunjukkankeefektifan pola nafas,dibuktikan dengan kriteriahasil:1. Suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dandyspneu
Manajemen jalan napas dan
monitoring pernapasan1. Monitor respirasi dan status O22. Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernafasan.3. Berikan posisi yang nyaman yaitu
semifowler4. Anjurkan pasien untuk melakukan
nafas dalam.
1.Untuk mengetahui status respirasi sebagaidasar untuk melakukan tindakankeperawatan
2.Distres pernapasan dan perubahan padatanda vital dapat terjadi sebagai akibatstres fisiologi dan dapat menunjukkanterjadinya syok sehubungan denganhipoksia.
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
21/24
No DiagnosaTujuan dan Kriteria
Hasil (NOC)Intervensi (NIC) Rasional
2. Irama nafas, frekuensipernafasan dalamrentang normal (16-20x/menit)
3. TTV dalam batas normal(TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-
100x/mnt, Suhu 36,5-37,5oC)
5. Kolaborasi dengan dokter untupemberian terapi oksigen.
3.Meningkatkan inspirasi maksimal,meningkatkan ekspansi paru
4.Memaksimalkan oksigen pada darah arteridan membantu dalam pencegahanhipoksia
5.Memenuhi oksigen dalam tubuh.
3. Nyeri akutberhubungan
dengan cidera fisik
Setelah dilakukan tindakankeperawatan selama 3x24 jam
nyeri berkurang atau hilangdengan kriteria hasil:1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,mampu menggunakan
teknik nonfarmakologiuntuk mengurangi nyeri)
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang denganmenggunakan manajemennyeri
3. Mampu mengenali nyeri(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang5. TTV dalam batas normal
(TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu 36,5-37,5oC)
Manajemen Nyeri1.Kaji karakteristik pasien secara
PQRST2.Lakukan manajemen nyeri sesuai
skala nyeri misalnya pengaturan posisi
fisiologis3.Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas
dalam pada saat rasa nyeri datang4.Ajarkan metode distraksi5.Beri manajemen sentuhan berupa
pemijatan ringat pada area sekitarnyeri
6.Beri kompres hangat pada area nyeri7.Kolaborasi dengan pemberian
analgesik secara periodik
1. Membantu dalam menentukan status nyeri
pasien dan menjadi data dasar untukintervensi dan monitoring keberhasilanintervensi
2. Meningkatkan rasa nyaman denganmengurangi sensasi tekan pada area yang
sakit3. Hipoksemia lokal dapat menyebabkan
rasa nyeri dan peningkatan suplai oksigen
pada area nyeri dapat membantumenurunkan rasa nyeri
4. Pengalihan rasa nyeri dengan caradistraksi dapat meningkatkan respon
pengeluaran endorphin untuk memutus
reseptor rasa nyeri5. Meningkatkan respon aliran darah pada
area nyeri dan merupakan salah satumetode pengalihan perhatian
6. Meningkatkan respon aliran darah padaarea nyeri
7. Mempertahankan kadar obat danmenghindari puncak periode nyeri(Wilkinson, 2006)
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
22/24
6. Evaluasi
a. Peningkatan perfusi serebral
Tidak ada tanda peningkatan TIK
Pasien mampu bicara dengan jelas, menunjukkan konsentrasi, perhatian dan
orientasi baik
Peningkatan tingkat kesadaran (GCS 15, tidak ada gerakan involunter)
TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu
36,5-37,5oC)
b.Keefektifan pola napas
Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
Irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal (16-20x/menit)
TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu
36,5-37,5oC)
c.Nyeri berkurang atu hilang
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt,
Suhu 36,5-37,5oC)
7.Discharge Planning
Selama dirawat di rumah sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk perawatan di
rumah. Beberapa informasi penyuluhan pendidikan yang harus sudah
dipersiapkan/diberikan pada keluarga pasien ini adalah:
a. Pengertian dari penyakitskull defect
b. Penjelasan tentang penyebabskull defect
c. Manifestasi klinik yang dapat ditanggulangi/diketahui oleh keluarga
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
23/24
d. Pasien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit/puskesmas terdekat apabila ada gejala
yang memberatkan penyakitnya
e. Keluarga harus mendorong/memberikan dukungan pada pasien dalam menaati
program pemulihan kesehatan
-
7/23/2019 LP Skull Deffect
24/24
DAFTAR PUSTAKA
Burgener, Francis A & Kormano, Martti. 1997. Bone And Joint Disorder.New York:
Thieme.
Corwin, Elizabeth J. 2009.Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2011.Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Ramamurthi, Ravi, et al. 2007. Textbook of Operative Neurosurgery. New Delhi: BI
Publications.
Smeltzer & Bare. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.