lp skull deffect

Upload: aldila-kurnia-p

Post on 17-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    1/24

    LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

    DENGAN SKULL DEFECTDI RUANG GARDENA

    RSD dr. SOEBANDI JEMBER

    oleh

    Aldila Kurnia Putri, S.Kep

    NIM 112311101006

    PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    UNIVERSITAS JEMBER

    2015

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    2/24

    LAPORAN PENDAHULUAN

    SKULL DEFECT

    Oleh Aldila Kurnia Putri, S.Kep

    1. Kasus

    Skull Defect

    2. Proses Terjadinya Masalah

    a.

    Anatomi Fisiologi Kepala

    Gambar 1. Anatomi kepala

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    3/24

    1)Tengkorak

    Tulang tengkorak menurut Pearce (2008) merupakan struktur tulang yang

    menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka.

    Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam.

    Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan

    struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa

    anterior di dalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis,

    parientalis, oksipitalis,fosa posteriorberisi otak tengah dan sereblum.

    Gambar 2. Lapisan cranium

    1.Meningen

    Pearce (2008) mengatakan bahwa otak dan sumsum tulang belakang diselimuti

    meningia yang melindungi struktur saraf yang halus itu, membawa pembuluh

    darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang

    memperkecil benturan atau goncangan. Selaput meningen menutupi terdiri dari 3

    lapisan yaitu:

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    4/24

    a) Dura mater

    Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal

    dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas

    jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.

    Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat

    suatu ruang potensial ruang subdural yang terletak antara dura mater dan

    arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,

    pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus

    sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami

    robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior

    mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi

    dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Hematoma

    subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya

    dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran

    perdarahan ini adalah: 1) sakit kepala yang menetap 2) rasa mengantuk

    yang hilang-timbul 3) linglung 4) perubahan ingatan 5) kelumpuhan ringan

    pada sisi tubuh yang berlawanan. Arteri-arteri meningea terletak antara dura

    mater dan permukaan dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari

    tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan

    menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera

    adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis.

    b) Selaput Arakhnoid

    Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput

    arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan duramater sebelah luar

    yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial,

    disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium subarakhnoid yang

    terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan subarakhnoid umumnya

    disebabkan akibat cedera kepala.

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    5/24

    c) Pia mater

    Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah

    membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan

    masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf

    otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam

    substansi otak juga diliputi oleh pia mater.

    2.Otak

    Menurut Price (2005), otak terdiri dari 3 bagian, antara lain yaitu:

    a)Cerebrum

    Gambar 3.Lobus-lobus otak

    Cerebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian, hemispherium serebri

    kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yang terdiri dari lobus

    frontal, oksipital, temporal dan pariental. Yang masing-masing lobus memiliki

    fungsi yang berbeda, yaitu:

    1) Lobus frontalis

    Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian

    motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu.

    Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. daerah

    tertentu pada lobus frontalis bertanggung jawab terhadap aktivitas motorik

    tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan

    lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    6/24

    fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak,

    biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun

    kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian

    belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang

    inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping

    lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,

    kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.

    2) Lobus parietalis

    Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk,

    tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil

    kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus

    parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan

    merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan

    lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.

    Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk

    melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini disebut ataksia dan untuk

    menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi

    kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di

    sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang

    sebelumnya dikenal dengan baik misalnya, bentuk kubus atau jam dinding.

    Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian

    maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

    3) Lobus temporalis

    Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan

    mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga

    memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya

    kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus

    temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara

    dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    7/24

    gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan

    menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan

    lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami

    perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan

    agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

    4) Lobus oksipital

    Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis akan

    kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.

    b)Cerebellum

    Terdapat dibagian belakang sophag menepati fosa serebri posterior dibawah

    lapisan durameter. Cerebellum mempunyai aksi yaitu merangsang dan

    menghambat serta mempunyai tanggunag jawab yang luas terhadap koordinasi

    dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan

    posisi dan mengintegrasikan input sensori.

    c)Brainstem

    Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan sophag oblongata. Otak tengah

    midbrain/ensefalon menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer

    sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik, sebagai pusat reflek

    pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak

    tengah dan sophag, serta merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan

    juga antara medulla dengan serebrum. Pons berisi jarak sensorik dan motorik.

    Medula oblongata membentuk bagian inferior dari batang otak, terdapat pusat-

    pusat otonom yang mengatur fungsi-fungsi vital seperti pernafasan, frekuensi

    jantung, pusat muntah, tonus vasomotor, reflek batuk dan bersin.

    3.Syaraf-Syaraf Otak

    Smeltzer (2001) mengatakan bahwa nervus kranialis dapat terganggu bila trauma

    kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak.

    Kerusakan nervus yaitu:

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    8/24

    a) Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)

    Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa

    rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.

    b) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)

    Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.

    c) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)

    Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)

    menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris

    dan otot iris.

    d) Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)

    Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya

    terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.

    e) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)

    Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyaitiga buah cabang.

    Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,

    sarafnya yaitu:

    1) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan

    kelopak mata atas, selaput sopha kelopak mata dan bola mata.

    2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum,

    batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.

    3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi

    otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah,

    kulit daerah temporal dan dagu.

    f) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)

    Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf

    penggoyang sisi mata.

    g) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)

    Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi

    otot-otot lidah dan selaput sopha ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    9/24

    serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala

    fungsinya sebagai soph wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.

    h) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)

    Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari

    pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.

    i) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)

    Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf

    ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.

    j) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)

    Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik,

    sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, sophagus, gaster intestinum

    minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf

    perasa.

    k) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI)

    Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium,

    fungsinya sebagai saraf tambahan.

    l) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)

    Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini

    terdapat di dalam sumsum penyambung.

    b.Pengertian

    Skull defectmenjadi suatu masalah sejak awal periode kehidupan manusia.

    Skull defect sudah dapat ditemukan pada jaman neolitikum. Skull defect adalah

    kelainan pada kepala dimana tidak adanya tulang cranium/tulang tengkorak. Skull

    effect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium yang disebabkan oleh adanya

    pengikisan yang disebabkan massa ekstrakranial atau intrakranial, atau juga bisa

    berasal dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defectdapat terjadi dari

    lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan anenchephaly dan juga

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    10/24

    skull defectyang dilakukan secara sengaja untuk membantu pengeluaran cairan atau

    pendarahan atau massa yang ada di kepala atau otak.

    c. Penyebab

    Penyebab terjadinyaskull defectadalah:

    1)Fraktur kranium

    2)Tumor

    3)Penipisan tulang

    4)Kelainan kongenital (enchephalocele)

    5)Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial

    6)Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)

    7)Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah

    8)Reseksi tumor tengkorak

    9)Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)

    d.Patofisiologi

    Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2

    proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer

    adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan merupakan

    suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang

    bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa

    mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu

    benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera

    robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang

    bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.

    Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah

    atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakanfenomena metabolik sebagai

    akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral

    dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    11/24

    diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada

    kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena

    perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi

    peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta

    vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya

    peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma

    mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga.

    Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan

    jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik

    yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.

    Mekanisme yang paling umum dari trauma tumpul dada yaitu kecelakaan

    mobil atau jatuh dari sepeda motor sedangkan untuk trauma tembus dada yaitu luka

    tusuk dan luka tembak. Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan mengakibatkan

    satu atau lebih mekanisme patologi seperti hipoksemia akibat gangguan jalan nafas,

    cedera pada parenkim paru, sangkar iga, otot-otot pernapasan, kolaps paru, dan

    pneumothoraks. Hipovolemia juga sering timbul akibat kehilangan cairan masif dari

    pembuluh besar, ruptur jantung, atau hemothoraks. Gagal jantung akibat tamponade

    jantung yaitu kompresi pada jantung sebagai akibat terdapatnya cairan di dalam sakus

    perikardial. Mekanisme ini seringkali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi

    yang mengarah pada gagal napas akut, syok hipovolemia, dan kematian (Smeltzer,

    2001).

    e. Tanda dan Gejala

    Gejala yang nampak pada pasienskull defectdapat berupa:

    1)Bentuk kepala asimetris

    2)Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak

    3)Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan atau

    fontanela

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    12/24

    Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari berat

    ringannya cedera kepala yaitu berupa:

    1)Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat

    dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow ComaScale). Pada cedera kepala berat

    nilai GCS nya 3-8

    2)Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala karena regangan

    dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan

    pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.

    3)Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung

    (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).4)Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,

    stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi), gurgling.

    f. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan adanya skull defect yaitu dengan melakukan operasi

    kraniotomi yang kemudian dilakukan cranioplasty. Cranioplasty adalah memperbaiki

    kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastik atau metal plate.

    Cranioplasty adalah perbaikan defek kranial dengan menggunakan plat logam atau

    plastik. Setelah dilakukan operasi cranioplasty perawatan selanjutnya adalah dengan

    pemberian antibiotik selama 3 hingga 5 hari, dan memonitor drain untuk membantu

    pengeluaran darah dan mencegah hematoma hingga cairan atau darah berkurang 2

    hingga 3 cc. Instruksi penting selanjutnya adalah tidak melakukan dan tidak

    memberikan tekanan pada area yang telah dioperasi selama 3 sampai 4 minggu. Proses

    pembentukan dan penyambungan tulang akan terjadi selama 6 hingga satu tahun

    (Ramamurthi, et al, 2007).

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    13/24

    g. Pemeriksaan Penunjang

    Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan

    fisik dan psikis, untuk keperluanskull defectperlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan

    penunjang yaitu:

    1) CT-Scan

    Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,

    determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya

    infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. Pada pasien

    dneganskull defectdiperoleh hasil CT scan sebagai berikut:

    Gambar 4. CT scanskull defect

    2) Foto polos kepala (X-ray)

    Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan

    kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi

    indikasi pelaksanaan foto polos kepala meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus

    (tembak/tajam), adanya corpus alineum, deformitas kepala (dari inspeksi dan

    palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.

    Hasil yag diperoleh pada foto kepala pasien dengan skull defect adalah sebagai

    berikut:

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    14/24

    Gambar 5. X-rayskull defect

    3) MRI (Magnetik Resonance Imaging)

    Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

    4) EEG (Elektroensepalogram)

    Digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis

    h.Komplikasi

    Komplikasiskull defectdapat meliputi:

    1)Edema serebral

    2)Perdarahan

    3)Syok hipovolemik

    4)Hydrocephalus

    5)Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

    6)Infeksi

    7)Kerusakan integritas kulit

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    15/24

    Kerusakan kontinuitas jaringan

    tulang, jaringan kulit, otot, dan

    laserasi pembuluh darah

    Resiko

    perdarahan

    Nyeri akut

    Skull defect

    Tumor, pendarahan di kepala

    Operasi Trepanasi/Craniotomi

    Perdarahan atauhematoma

    Perubahansirkul

    asi CSS

    Peningkatan

    TIK

    Penurunan

    kesadaran

    ImobilisasiGangguan

    integritas kulit

    Penumpukan

    sekret

    Ketidakfektifan

    bersihan jalan nafas

    Penekanan area

    tubuh

    Rangsangan

    simpatis

    meningkat

    Tahanan vaskuler

    sistemik dan

    tekanan darah

    meningkat

    Jaringan otakrusak

    Batuk tidak

    efektif

    Bed resttotal

    Risiko

    Injury

    Gangguansuplai darah

    Hipoksia

    Iskemia

    Gangguan

    perfusi jaringan

    selebral

    Menurunkan

    tekanan pembuluh

    darah pulmonal

    Tekananhidrostatik

    meningkat

    Kebocorancairan kapiler

    Oedem paru

    Difusi oksigen

    terhambat Ketidakefektifan

    pola napas

    Port the

    entry

    bakteri, virus

    Pertahanan

    tubuh

    inadekuat

    Risiko

    infeksi

    3. a. Pohon Masalah

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    16/24

    b. Data yang Perlu Dikaji

    1) Anamnesis

    1) Identitas pasien

    Meliputi nama, jenis jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang

    digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan,

    golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis

    medis.

    2) Riwayat penyakit sekarang

    Merupakan rangkaian kejadian mulai dari terjadinya trauma sehingga pasien

    masuk rumah sakit.

    3) Riwayat penyakit dahulu

    Merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien dan berhubungan

    dengan sistem persarafan

    4) Keluhan utama

    Pada umumnya keluhan utama pada kasusskull defect adalah penurunan tingkat

    kesadaran (GCS 9-12), pusing, sakit kepala, gangguan motorik, kejang,

    gangguan sensorik dan gangguan kesadaran. Format PQRST dapat digunakan

    untuk mempermudah pengumpulan data, penjabaran dari PQRST adalah:

    P (provokatif/paliatif): Apa yang menjadi hal-hal yang meringankan dan

    memperberat nyeri? Apa saja yang telah dilakukan untuk mengobati nyeri?

    Q (quality/quantity): Seberapa berat keluhan, bagaimana rasanya? Seberapa

    sering terjadinya?

    R (egio/radiasi) : Dimanakah lokasi keluhan? Bagaimana penyebarannya?

    S (skala/severity): Dengan menggunakan GCS untuk gangguan kesadaran,

    skala nyeri untuk keluhan nyeri.

    T (Timing) : Kapan keluhan itu terasa? Seberapa sering keluhan itu terasa?

    5) Riwayat penyakit keluarga

    Meliputi susunan anggota keluarga khususnya yang kemungkinan bisa

    berpengaruh pada kesehatan anggota keluarga yang lain

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    17/24

    2)Pemeriksaan fisik

    Pada dasarnya dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan secara sistematik

    yaitu: inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.

    1)Keadaan umum

    Meliputi tanda-tanda vital, BB/TB,

    2)Kesadaran

    Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS)

    a)Respon membuka mata (E)

    1.Membuka mata dengan spontan (4)

    2.Membuka mata dengan perintah (3)

    3.Membuka mat dengan rangsangan nyeri (2)

    4.Tidak reaksi reaksi apapun (1)

    b)Respon motorik (M)

    1.Mengikuti perintah (6)

    2.Melokalisir nyeri (5)

    3.Menghindar nyeri (4)

    4.Fleksi abnormal (3)

    5.Ekstensi abnormal (2)

    6.Tidak ada reaksi apapun (1)

    c)Respon verbal (V)

    1.Orientasi baik dan sesuai (5)

    2.Disorienasi tempat dan waktu (4)

    3.Bicara kacau (3)

    4.Mengerang (2)

    5.Tidak ada reaksi apapaun (1)

    3) Pemeriksaan head to toe

    a)Kepala dan rambut

    Dikaji bentuk kepala, kesemetrisan, keadaan kulit kepala.

    b)Wajah

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    18/24

    Struktur wajah, warna kulit, ekspresi.

    c)Mata

    Bentuk bola mata,ada tidaknya gerakan kelainan pada bola mata.

    d)Hidung

    Kesemetrisan, kebersihan.

    e)Telinga

    Kesimetrisan, kebersihan dan tidaknya kelainan fungsi pendengaran.

    f) Mulut dan bibir

    Kesemetrisan bibir, kelembaban, mukosa, kebersihan mulut.

    g)Gigi

    Jumlah gigi lengkap atau tidak, kebersihan, ada tidaknya peradangan pada gusi,

    ada tidaknya caries.

    h)Leher

    Posisi trakea (deviasi trachea), ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid atau vena

    jugularis.

    i) Integumen

    Meliputi warna, kebersihan, turgor, tekstur kulit, dan kelembaban, perubahan

    bentuk dan warna pada kulit.

    j) Thorax

    Dikaji kesemetrisannya, ada tidaknya suara redup pada perkusi, kesemetrisan

    ekspansi dada, ada tidaknya suara ronchi dan whezzing.

    k)Abdomen

    Ada tidaknya distensi abdomen, asites, nyeri tekan.

    l) Ektremitas atas dan bawah

    Kesemetrisannya, ada tidaknya oedema, pergerakan dan tonus otot, serta

    kebersihan.

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    19/24

    3. Diagnosis Keperawatan

    a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai darah

    ke otak

    b.Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan disfusi oksigen terhambat dan

    kerusakan neuromuskular

    c.Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik

    d.Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret

    pada jalan napas

    e. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat

    f. Risiko perdarahan berhubungan dengan kerusakan kontinuitas jaringan

    g.Risiko injuryberhubungan dengan penurunan kesadaran

    h.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penekanan pada area tubuh yang

    lama (NANDA, 2011).

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    20/24

    5.Rencana Tindakan Keperawatan

    No DiagnosaTujuan dan Kriteria

    Hasil (NOC)Intervensi (NIC) Rasional

    1. Gangguan perfusijaringan serebralberhubungandengan penurunansuplai darah ke otak

    Setelah dilakukan tindakankeperawatan selama 3x24 jamterjadi peningkatan perfusi

    jaringan serebral dengankriteria hasil:

    1.

    Tidak ada tandapeningkatan TIK2. Pasien mampu bicara

    dengan jelas,menunjukkankonsentrasi, perhatiandan orientasi baik

    3. Peningkatan tingkatkesadaran (GCS 15,

    tidak ada gerakaninvolunter)

    4. TTV dalam batas normal(TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-

    100x/mnt, Suhu 36,5-37,5oC)

    Monitoring TIK1. Pantau tanda dan gejala

    peningkatan TIK yaitu mengkajiGCS pasien, tanda-tanda vital,respon pupil, dan catat adanya

    muntah, sakit kepala, perubahantersebunyi (mis; letargi, gelisah,perubahan mental

    2. Hindarkan situasi atau manueveryang dapat meningkatkan TIK(fleksi / rotasi leher berlebihan,stimulasi panas dingin, menahannafas, mengejan, perubahan posisiyang cepat)

    3. Monitor lingkungan yang dapatmenstimulus peningkatan TIK

    4. Berikan lingkungan yang tenang5. Kolaborasi pemberian obat sesuai

    indikasi seperti steroid

    dexametason

    1. Trias klasik meningkatan TIK yaitumuntah, nyeri kepala, dan papil edema

    2. Fleksi / rotasi leher berlebihan, stimulasipanas dingin, menahan nafas, mengejan,

    perubahan posisi yang cepat, mengejan,batuk dapat meningkatkan tekananintrakranial

    3. Panas merupakan reflek darihipotalamus. Peningkatan kebutuhan

    metabolisme dan O akan menunjangpeningkatan TIK

    4. Memberikan suasana yang tenang dapatmengurangi respon psikologis danmemberikan istirahat untukmempertahankan TIK yang rendah

    5. Steroid untuk mengurangi inflamasi danmengurangi edema

    2. Ketidakefektifanpola napasberhubungandengan disfusioksigen terhambatdan kerusakanneuromuskular

    Setelah dilakukan tindakan

    keperawatan selama 3x24jam pasien menunjukkankeefektifan pola nafas,dibuktikan dengan kriteriahasil:1. Suara nafas yang bersih,

    tidak ada sianosis dandyspneu

    Manajemen jalan napas dan

    monitoring pernapasan1. Monitor respirasi dan status O22. Pantau frekuensi, irama,

    kedalaman pernafasan.3. Berikan posisi yang nyaman yaitu

    semifowler4. Anjurkan pasien untuk melakukan

    nafas dalam.

    1.Untuk mengetahui status respirasi sebagaidasar untuk melakukan tindakankeperawatan

    2.Distres pernapasan dan perubahan padatanda vital dapat terjadi sebagai akibatstres fisiologi dan dapat menunjukkanterjadinya syok sehubungan denganhipoksia.

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    21/24

    No DiagnosaTujuan dan Kriteria

    Hasil (NOC)Intervensi (NIC) Rasional

    2. Irama nafas, frekuensipernafasan dalamrentang normal (16-20x/menit)

    3. TTV dalam batas normal(TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-

    100x/mnt, Suhu 36,5-37,5oC)

    5. Kolaborasi dengan dokter untupemberian terapi oksigen.

    3.Meningkatkan inspirasi maksimal,meningkatkan ekspansi paru

    4.Memaksimalkan oksigen pada darah arteridan membantu dalam pencegahanhipoksia

    5.Memenuhi oksigen dalam tubuh.

    3. Nyeri akutberhubungan

    dengan cidera fisik

    Setelah dilakukan tindakankeperawatan selama 3x24 jam

    nyeri berkurang atau hilangdengan kriteria hasil:1. Mampu mengontrol nyeri

    (tahu penyebab nyeri,mampu menggunakan

    teknik nonfarmakologiuntuk mengurangi nyeri)

    2. Melaporkan bahwa nyeri

    berkurang denganmenggunakan manajemennyeri

    3. Mampu mengenali nyeri(skala, intensitas,

    frekuensi dan tanda nyeri)4. Menyatakan rasa nyaman

    setelah nyeri berkurang5. TTV dalam batas normal

    (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu 36,5-37,5oC)

    Manajemen Nyeri1.Kaji karakteristik pasien secara

    PQRST2.Lakukan manajemen nyeri sesuai

    skala nyeri misalnya pengaturan posisi

    fisiologis3.Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas

    dalam pada saat rasa nyeri datang4.Ajarkan metode distraksi5.Beri manajemen sentuhan berupa

    pemijatan ringat pada area sekitarnyeri

    6.Beri kompres hangat pada area nyeri7.Kolaborasi dengan pemberian

    analgesik secara periodik

    1. Membantu dalam menentukan status nyeri

    pasien dan menjadi data dasar untukintervensi dan monitoring keberhasilanintervensi

    2. Meningkatkan rasa nyaman denganmengurangi sensasi tekan pada area yang

    sakit3. Hipoksemia lokal dapat menyebabkan

    rasa nyeri dan peningkatan suplai oksigen

    pada area nyeri dapat membantumenurunkan rasa nyeri

    4. Pengalihan rasa nyeri dengan caradistraksi dapat meningkatkan respon

    pengeluaran endorphin untuk memutus

    reseptor rasa nyeri5. Meningkatkan respon aliran darah pada

    area nyeri dan merupakan salah satumetode pengalihan perhatian

    6. Meningkatkan respon aliran darah padaarea nyeri

    7. Mempertahankan kadar obat danmenghindari puncak periode nyeri(Wilkinson, 2006)

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    22/24

    6. Evaluasi

    a. Peningkatan perfusi serebral

    Tidak ada tanda peningkatan TIK

    Pasien mampu bicara dengan jelas, menunjukkan konsentrasi, perhatian dan

    orientasi baik

    Peningkatan tingkat kesadaran (GCS 15, tidak ada gerakan involunter)

    TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu

    36,5-37,5oC)

    b.Keefektifan pola napas

    Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu

    Irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal (16-20x/menit)

    TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu

    36,5-37,5oC)

    c.Nyeri berkurang atu hilang

    Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik

    nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)

    Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

    Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

    Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

    TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt,

    Suhu 36,5-37,5oC)

    7.Discharge Planning

    Selama dirawat di rumah sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk perawatan di

    rumah. Beberapa informasi penyuluhan pendidikan yang harus sudah

    dipersiapkan/diberikan pada keluarga pasien ini adalah:

    a. Pengertian dari penyakitskull defect

    b. Penjelasan tentang penyebabskull defect

    c. Manifestasi klinik yang dapat ditanggulangi/diketahui oleh keluarga

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    23/24

    d. Pasien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit/puskesmas terdekat apabila ada gejala

    yang memberatkan penyakitnya

    e. Keluarga harus mendorong/memberikan dukungan pada pasien dalam menaati

    program pemulihan kesehatan

  • 7/23/2019 LP Skull Deffect

    24/24

    DAFTAR PUSTAKA

    Burgener, Francis A & Kormano, Martti. 1997. Bone And Joint Disorder.New York:

    Thieme.

    Corwin, Elizabeth J. 2009.Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.

    Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem

    Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

    NANDA. 2011.Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

    Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:

    EGC.

    Ramamurthi, Ravi, et al. 2007. Textbook of Operative Neurosurgery. New Delhi: BI

    Publications.

    Smeltzer & Bare. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

    Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC

    dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.