PENGELOLAAN WILAYAH PESISIRRencana Strategis Reboisasi Hutan Mangrove
DISUSUN OLEH :
1. ANINDYA SRICANDRA PRASIDYA
2. Arum Wahyu Hastutik
3. Desi Apriyanti
4. HILMIYATI ULINNUHA
5. Siti Nurjanah
6. Siti Rahmi Pratiwi
JURUSAN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN DAN MANFAAT
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB III. PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Pantai Cirebon
B. Kondisi Oseanografi Pantai Cirebon
C. Potensi dan Pemanfaatan Pengembangan Mangrove
D. Data Yang Diperlukan Untuk Analisis Tempat Pertumbuhan Mangrove
E. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Pantai Cirebon
BAB IV. PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerusakan lingkungan akan semakin bertambah seiring dengan berjalannya waktu.
Contoh yang sering kita jumpai belakangan ini adalah masalah abrasi pantai. Abrasi pantai ini
terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Masalah ini harus segera diatasi karena dapat
mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi makhluk hidup, tidak terkecuali manusia.
Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi semakin menyempit,
tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi berbahaya. Banyak penduduk yang
akan kehilangan tempat tinggalnya akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi. Begitu
juga area tambak yang rusak dan menyebabkan kerugian secara ekonomi.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi
masalah abrasi dan pencemaran pantai ini. Untuk mengatasi masalah abrasi di Indonesia ini
pemerintah secara bertahap melakukan pembangunan alat pemecah ombak serta penghijauan
hutan mangrove di sekitar pantai yang terkena abrasi tersebut. Tanaman bakau hanya dapat
tumbuh pada tanah gambut yang berlumpur. Hal ini akan menjadi sangat sulit karena
sebagian besar pantai di Indonesia merupakan perairan yang dasarnya tertutupi oleh pasir.
Seperti kita ketahui bahwa tanaman bakau tidak dapat tumbuh pada daerah
berpasir. Meskipun sangat sulit, tetapi usaha untuk mangatasi abrasi ini harus terus dilakukan.
Seperti yang disebutkan oleh m.pikiran-rakyat.com pada Jumat, 30 November 2012
bahwa abrasi di pantai utara (pantura) Kabupaten Cirebon kini semakin mengkhawatirkan,
apalagi, pepohonan yang mampu menahan gerusan ombak seperti mangrove belum marak
ditanam di sepanjang pesisir.
"Diperkirakan ada 3.000 hektare lahan pantai yang sudah tergerus ombak, jika hal ini
dibiarkan, tidak ada upaya penanaman pohon penahannya, abrasi akan semakin
mengkhawatirkan," kata Ketua LSM Pang Laot Yudha Cirebon, Teuku Fachrudin, Jumat
(30/11).
Pantai Cirebon memiliki karakteristik yang berbeda - beda di beberapa wilayah.
Terdapat pantai yang mengalami sedimentasi dan abrasi. Untuk mengurangi dampak abrasi di
pantai utara Kabupaten Cirebon, pemahaman mengenai karakteristik pantai sangat di
perlukan. Pemahaman jenis pantai akan mempengaruhi cara penanaman dan pengelolaan
tanaman mangrove. Hal ini lah yang mendorong kami untuk mengkaji lebih dalam mengenai
pesisir daerah Cirebon.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya maka kami
merumuskan masalah mengenai :
1. Bagaimana menghambat laju abrasi di daerah Pesisir Cirebon dengan menanam
mangrove?
2. Bagaimana kecocokan antara hutan mangrove dengan kondisi pesisir Cirebon?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari adanya penyusunan makalah ini adalah memberikan rekomendasi solusi
kepada pemerintah mengenai cara menghambat abrasi-erosi-intrusi di Pesisir Cirebon
dengan menanam mangrove diarea-area yang tepat untuk penanaman. Sehingga tidak
mengganggu aktifitas manusia yang ada dan tidak akan merusak kelangsungan ekosistem
pantai atau bisa dikatakan terciptanya keseimbangan wilayah pesisir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN MANGROVE
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara
teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak
terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian
hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi
oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994
dalam Santoso, 2000).
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan
yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang
surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu
tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).
Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis
spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalam Idawaty, 1999). Formasi hutan
mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang,
kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967
dalam Idawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies
dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan
pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
B. DAYA ADAPTASI MANGROVE TERHADAP LINGKUNGAN
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan.
Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :
1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki
bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora
(misalnya : Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil
oksigen dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel
(misalnya Rhyzophora spp.)
2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :
- Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.
- Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan
garam.
- Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara
mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan
horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga
berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
C. HUBUNGAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN EKOSISTEM LAINNYA
Ekosistem utama di daerah pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan
ekosistem terumbu karang. Menurut Kaswadji (2001), tidak selalu ketiga ekosistem
tersebut dijumpai, namun demikian apabila ketiganya dijumpai maka terdapat keterkaitan
antara ketiganya. Masing-masing ekosistem mempunyai fungsi sendirisendiri. Ekosistem
mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang dibawa
ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun berfungsi sebagai
penghasil bahan organik dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang.
Selain itu, ekosistem lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap)
sehingga sedimen tersebut tidak mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya
ekosistem terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan
ombak (gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat
(tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran
(nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di
padang lamun ataupun terumbu karang. Di samping hal-hal tersebut di atas, ketiga
ekosistem tersebut juga menjadi tempat migrasi atau sekedar berkelana organisme-
organisme perairan, dari hutan mangrove ke padang lamun kemudian ke terumbu karang
atau sebaliknya (Kaswadji, 2001).
D. MANFAAT EKOSISTEM HUTAN MANGROVE
Sebagaiman telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, ekosistem hutan mangrove
bermanfaat secara ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis dan ekonomis hutan
mangrove adalah (Santoso dan H.W. Arifin, 1998) :
1. Fungsi ekologis :
• pelindung garis pantai dari abrasi,
• mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan,
• mencegah intrusi air laut ke daratan,
• tempat berpijah aneka biota laut,
• tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan
serangga,
• sebagai pengatur iklim mikro.
2. Fungsi ekonomis :
• penghasil keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan
makanan, obat-obatan),
• penghasil keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit,
pewarna),
• penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur burung,
• pariwisata, penelitian, dan pendidikan.
E. DAMPAK KEGIATAN MANUSIA TERHADAP EKOSISTEM MANGROVE
Kegiatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan dampak
terhadap ekosistem mangrove. Dapat disebutkan di sini beberapa aktivitas manusia
terhadap ekosistem mangrove beserta dampaknya (Tabel 1).
Dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove, menyebabkan luasan
hutan mangrove turun cukup menghawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia turun
dari 5,21 juta hektar antara tahun 1982 – 1987, menjadi 3,24 hektar, dan makin menyusut
menjadi 2,5 juta hektar pada tahun 1993 (Widigdo, 2000). Bergantung cara
pengukurannya, memang angka-angka di atas tidak sama antar peneliti. Khazali (1999),
menyebut angka 3,5 juta hektar, sedangkan Lawrence (1998), menyebut kisaran antara
3,24 – 3,73 juta hektar.
Tabel 1 : Beberapa Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Mangrove
Sumber : Berwick, 1983 dalam Dahuri, et al., 1996.
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MANGROVE
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah :
1. Gerakan gelombang yang minimal, agar jenis tumbuhan mangrove dapat menancapkan
akarnya
2. Salinitas payau (pertemuan air laut dan tawar)
3. Endapan Lumpur
4. Zona intertidal (pasang surut) yang lebar
G. PENANAMAN MANGROVE
Hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman mangrove adalah: pertama, penanaman
mangrove hendaknya dilakukan sebagai upaya restorasi atau rehabilitasi kawasan
mangrove. Ini berarti bahwa mangrove ditanam di lokasi dimana mangrove pernah
tumbuh. Kedua, sebelum penanaman mangrove, dipelajari terlebih dahulu berbagai faktor
yang menyebabkan mangrove tidak melakukan rehabilitasi alamiah di tempat tersebut.
Setelah faktor-faktor tersebut diketahui dan dapat dihilangkan, beri kesempatan mangrove
untuk memperbaiki diri secara alamiah. Kegiatan penanaman mangrove dilakukan setelah
mangrove gagal melakukan perbaikan secara mandiri. Ketiga, pantai yang terlindung
dengan endapan lumpur yang terletak di antara muka laut rata-rata dan pasang tinggi
adalah tempat yang baik pertumbuhan atau disukai oleh mangrove untuk tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, adalah kesalahan besar bila penanaman mangrove
dilakukan di luar kawasan dengan karakter serti tersebut. Gambaran tentang dinamika
ekosistemmangrove di suatu kawasan menunjukkan kondisi fisik suatu lokasi penting
bagi pertumbuhan mangrove. Demikian pula dalam kegiatan penanaman mangrove,
bahwa faktor kondisi fisik perlu diperhatikan dalam kegiatan penanaman mangrove akan
menyebabkan kegagalan.
H. AKIBAT KERUSAKAN MANGROVE
Kerusakan mangrove dapat terjadi secara alamiah atau melalui tekanan masyarakat.
Secara alami umumnya kadar kerusakannya jauh lebih kecil daripada kerusakan akibat
ulah manusia. Kerusakan alamiah timbul karena peristiwa alam seperti adanya topan
badai atau iklim kering berkepanjangan yang menyebabkan akumulasi garam dalam
tanaman. Banyak kegiatan manusia di sekitar kawasan hutan mangrove yang berakibat
perubahan karakteristik fisik dan kimiawi di sekitar habitat mangrove sehingga tempat
tersebut tidak lagi sesuai bagi kehidupan dan perkembangan flora dan fauna di hutan
mangrove. Tekanan tersebut termasuk kegiatan reklamasi, pemanfaatan kayu mangrove
untuk berbagai keperluan, misalnya untuk pembuatan arang dan sebagai bahan bangunan,
pembuatan tambak udang, reklamasi dan tempat pembuangan sampah di kawasan
mangrove yang menyebabkan polusi dan kamatian pohon. Lokasi habitat mangrove yang
terletak di kawasan garis pantai, laguna, muara sungai menempatkan posisi habitat
tersebut rentan terhadap akibat negatif reklamasi pantai.
Akibat yang terjadi bila hutan mangrove rusak adalah :
• abrasi pantai
• mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan
• potensi perikanan menurun
• kehidupan satwa liar terganggu
• sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang
BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Pantai Cirebon
Perairan Cirebon adalah perairan yang berada pada posisi 6,6o – 6.8o LS dan
108,5o – 108,8o BT. Wilayah pesisir Cirebon Jawa Barat dengan panjang garis pantai
lebih kurang 114 km merupakan salah satu daerah pantai utara Jawa Barat yang sangat
strategis dan berkembang dalam aktivitasnya sebagai daerah penyangga kawasan industri
yang mempunyai sumberdaya alam dan jalur infrastruktur transportasi utama Cirebon ke
Jakarta. Wilayah ini sebagai kawasan pantai dengan panorama indah dan menarik serta
sumber biota laut yang melimpah mempunyai kegiatan ekonomi yang cukup tinggi.
Sejauh ini telah banyak dilakukan penelitian tentang perubahan garis pantai
cirebon. Menurut Ricky Rositasari et al (2011), garis pantai cirebon terbagi menjadi 2
yaitu garis pantai yang mengalami sedimentasi dan garis pantai yang mengalami erosi.
Losari (Patok I) dan Gerbang (Patok II) cenderung tersedimentasi sedangkan Tanung
Bangkaderes (Patok III) sampai Karangreja (Patok VI) cenderung erosi. Patok-patok ini
merupakan titik-titik kontrol yang digunakan untuk mengukur profil pantai. Pantai
cirebon terdapat 6 buah patok.
Gambar. Lokasi Patok Pesisir Pantai Cirebon (Ricky Rositasari et al-2011)
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pesisir pantai cirebon sebagian besar
mengalami erosi ( Patok III sampai Patok IV) dari pada daerah yang mengalami
sedimentasi (Patok I sampai Patok III).
B. Kondisi Oseanografi Pantai Cirebon
1. Kondisi Angin dan Pasang Surut
Lingkungan pantai dan lepas pantai perairan Cirebon dan sekitarnya secara
umum di pengaruhi oleh angin musim barat dan timur yang berlangsung pada bulan
Nopember hingga Mei dan dari Juni hingga Oktober, curah hujan berkisar antara 2000
s/d 2500 mm. Sebagian besar curah hujan terjadi pada musim Barat. Arah angin
dominan sepanjang tahun yang mempengaruhi pembentukan gelombang laut yang
menuju ke arah pantai Teluk Cirebon. Ketinggian gelombang di laut Jawa umumnya
disebabkan oleh angin biasanya mencapai lebih dari 2 meter dan merupakan
gelombang laut dalam. Sedangkan tipe pasang surut perairan Pelabuhan Cirebon
termasuk kedalam pasang campuran berganda (mixed tide, predominantly semi
diurnal).
2. Morfologi Pantai Cirebon
Kawasan daratan pantai pelabuhan secara morfologi merupakan daerah
pedataran dengan ketinggian +0.090 m sampai dengan 2,338 m yang terletak di zona
dataran pantai utara Jawa Barat. Secara geologi wilayah pantai pelabuhan Cirebon
mempunyai litologi endapan alluvial pantai yang terdiri dari selang seling endapan
lempung dan pasir. Morfologi dasar laut perairan pelabuhan Cirebon sangat landai
dan hingga tinggi yang diduga erat kaitannya dengan aktifitas pasang surut di perairan
tersebut. Dengan kedalaman dasar laut antara - 2,00 m hingga - 10.00 m dari muka air
rata-rata relief datar hingga bergelombang lemah. Susunan litologi perairan pelabuhan
Cirebon dari bawah ke atas antara kedalaman 16.00 m – 22.00 meter di bagian atas
terdiri dari lempung pasiran hingga lempung kerikilan dengan ketebalan lapisan 12.00
m – 14.00 m. Lapisan ini mempunyai sifat fisik lunak dengan N SPTsama dengan 1
pada N lebih besar dari 50 tumbukan. Di bagian bawah merupakan tanah yang bersifat
tegar (firm) hingga kenyal (stiff) dengan ketebalan antra 3.00 – 10.00 meter disusun
oleh lempung lanauan dan lempung pasiran, dengan konsistensi kenyal-sangat kenyal
( stiff to very stiff), nilai N SPT = 10 – 42 tumbukan, ketebalan lapisan 8 m. Di sekitar
lokasi dermaga data sondir diperoleh nilai Qc antara 2 – 4 kg/cm2 yang dijumpai pada
kedalaman 21.00 – 24.00 m. Lapisan ketiga terletak pada kedalaman > 30 meter pada
umumnya lapisan lempung dengan konsistensi sangat kenyal, plastisitas tinggi. Di
daerah Astanajapura kondisi litologi atau lapisan sedimen di daerah ini dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian dari hasil korelasi ke 3 (tiga) lokasi yaitu lapisan pertama
terletak di bagian paling bawah antara kedalaman 16.00 – 22.00 m dari MSL yang di
bagian atas diselingi oleh lempung pasiran (sandy clay) atau lempung kerikilan
(gravely clay) dengan ketebalan 12.00 m hingga 14.00 m merupakan tanah
konsistensi lunak (soft). Pada kedalaman 16.00 – 18.00 m konsistensi lunak, sedimen
lempung , abu-abu kecoklatan, lembab (moist) plastisitas tinggi, agak kenyal (medium
stiff), banyak mengandung moluska, merupakan endapan dekat pantai (nearshore
deposits). Lapisan ke 3 (tiga) pada kedalaman 0.00 – 10.00 m merupakan lapisan
paling atas, disusun oleh lempung lanauan, abu-abu hingga abu kecoklatan hingga
kehitaman, jenuh air (saturated), sangat lunak (very soft), mengandung cangkang
kerang, moluska dan akar tanaman. Umumnya harga kuat geser ini dapat
dikorelasikan terhadap nilai kadar air yaitu dengan bertambahnya nilai kadar air
mengakibatkan terjadinya penurunan kuat geser.
Gambar.Penampang Perairan Cirebon (A. Faturachman-2002)
C. Potensi dan Pemanfaatan Pengembangan Mangrove
1. Kondisi Umum Mangrove di Sepanjang Pesisir Cirebon
Vegetasi mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting bagi pesisir
Kabupaten Cirebon, yaitu mencegah intrusi air laut dan abrasi. Vegetasi mangrove
juga memiliki fungsi menyerap polutan sehingga bisa menjadi filter bagi air sungai
yang dibutuhkan oleh budidaya tambak. Selain itu, vegetasi mangrove berfungsi
sebagai tempat pemijahan dan bertelur bagi sebagian besar species ikan penting,
tempat asuhan ikan dan habitat bagi ikan, udang dan kepiting, sehingga akan memberi
nilai tambah bagi budidaya tambak di kawasan tersebut.
Menurut Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan Pantura Jawa Barat Purwadi, untuk sekarang ini hutan mangrove yang
bagus di Kabupaten Cirebon hanya terlihat di tiga dari delapan kecamatan yang
memiliki pantai. Ketiganya adalah Kecamatan Losari, Gunung Jati, dan Pangenan.
Sisanya cenderung gundul atau berupa petak-petak tambak. Hutan mangrove di
Kabupaten Cirebon diperkirakan hanya tersisa kurang dari 60 hektare atau 5
kilometer (km) dari 54 km garis pantai. Luas tersebut akan semakin berkurang karena
konversi penggunaan lahan yang semakin meluas. Berdasarkan pantauan, dari 54 km
garis pantai di wilayah Cirebon hanya ada kurang dari 9 % dari yang kondisinya baik
dan masih ditumbuhi hutan mangrove, terutama di daerah yang mengalami bentukan
delta di Kecamatan Losari.
Penyebab utama pengikisan hutan bakau di Cirebon adalah tekanan kebutuhan
lahan tambak yang tidak terkendali. Ketika sedimentasi membentuk lahan baru di
pesisir, yang terjadi malah penguasaan lahan oleh aparat dan warga desa, bukannya
penghijauan. Lahan di petak-petak menjadi tambak tanpa pelestarian lingkungan
pesisir. Minimnya kepedulian masyarakat pesisir untuk menanam bakau adalah satu
penyebab merosotnya lahan bakau di pantai Cirebon. Teknik penanaman yang tidak
tepat, yakni tidak memerhatikan batas pasang surut air laut, serta gangguan ternak
yang memakan bibit mangrove mengakibatkan reboisasi hutan mangrove gagal
dilakukan. Tidak hanya itu, di daerah pesisir perkotaan, tumpukan sampah plastik di
pantai juga menghambat pertumbuhan mangrove.
2. Ekosistem dan Pendukung Fisik - Non Fisik Pertumbuhan Mangrove
Dari gambaran umum lokasi pantai cirebon dapat kita lihat kondisi morfologi
dasar laut pantai cirebon memungkinkan untuk dapat ditumbuhi mangrove. Karena
jenis tanah pantai cirebon tersusun dari pasir dan lumpur yang relatif dangkal. Hal ini
sangat mendukung untuk kelangsungan kehidupan pesisir di wilayah pantai cirebon.
Hutan mangrove ini berfungsi untuk menanggulangi adanya erosi dan intrusi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Ricky Rositasari(2011), didapat bahwa
pasisir pantai cirebon lebih banyak dan lebih luas mengalami erosi dan intrusi pada
wilayah barat laut dari pada dibagian tenggara. Hal ini terjadi karena kondisi
morfologi dasar laut pantai cirebon yang berlumpur. Misalnya saja pada daerah Patok
VI (daerah Karangreja) merupakan pantai dengan rataan lumpur yang terindikasi
mengalami erosi yang kuat. Dengan sifat pantai yang demikian, maka dapat
dipastikan bahwa karakter pantai yang erosional akan tetap bertahan, sehingga laju
erosi dan kekuatan gelombang akan meningkat seiring dengan pertambahan
kedalaman perairan karena penggenangan. Sehingga dapat diprediksi kenaikan muka
laut akan merusak 40% area tambak ikan di area Patok II. Sedangkan di Patok III dan
IV dengan adanya pergeseran garis pantai yang besar akan menghabiskan sebagian
areal tambak garam di kawasan tersebut.
Untuk mengurangi kerugian-kerugian diatas, harus dilakukan penanggulangan
dan pencegahan erosi maupun intrusi. Salah satunya dengan adanya hutan-hutan
mangrove diarea-area yang rawan.
D. Data Yang Diperlukan Untuk Analisis Tempat Pertumbuhan Mangrove
Untuk pempatkan lokasi hutan-hutan mangrove perlu memperhatikan berbagai
aspek sehingga hutan-hutan mangrove tersebut terletak di daerah yang tepat dan tidak
mengganggu area pertambakan, baik tambak ikan maupun tambak garam.
Aspek yang perlu diperhatikan salah satunya adalah faktor alam, yaitu kondisi
dinamika pantai yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika pantai
tersebut. Misalnya adanya erosi dan intrusi yang tinggi di bagian tertentu.
Selain dari faktor alam, aspek yang perlu diperhatikan adalah faktor campur
tangan manusia. Misalnya tata guna tanah dan penutupan lahan diwilayah pesisir pantai
cirebon. Dengan memperhatikan hal tersebut, secara otomatis akan mengarah ke masalah
ekonomi pula. Seberapa besar kerugian ekonomi yang timbul karena peristiwa erosi dan
intrusi. Kemudian Semua aspek yang ada dapat dikorelasikan dan dianalisis sehingga
didapat daerah hutan mangrove yang sesuai kebutuhan wilayah pesisir pantai cirebon.
Untuk mengetahui semua aspek yang mempengaruhi posisi pengembangan hutan
mangrove diperlukan data-data spesifik, diantaranya adalah :
1. Peta topografi wilayah pesisir pantai Cirebon
2. Peta batimetri pantai Cirebon
3. Data pasut dan arus pesisir pantai Cirebon
4. Data salinitas air laut
5. Peta tata guna tanah pesisir pantai Cirebon
6. Peta Land Use dan Land Cover
7. Data jenis tanah dan batuan pesisir pantai Cirebon
8. Data sedimentasi wilayah pantai Cirebon
E. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Pantai Cirebon
Rencana terdekat saat ini adalah dengan usaha reboisasi kembali hutan-hutan mangrove
yang ada dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhinya. Untuk itu dapat
dilihat data-data dibawah ini:
Gambar. Lokasi Patok Pesisir Pantai Cirebon (Ricky Rositasari et al-2011)
Gambar. Prediksi Daerah Genangan Pesisir Pantai Cirebon (Ricky Rositasari-2011)
.
Gambar. Peta Penggunaan Lahan Pesisir Pantai Cirebon (Ricky Rositasari et al-2011)
Gambar. Peta Spasial Daerah Genangan dan Nilai Kerugiannya (Ricky Rositasari-2011)
Menurut analisis kelompok kami, dari data-data diatas, yang secara eksplisit
belum mencakup semua aspek yang diperlukan, namun secara umum dapat disimpulkan
dan memberikan gambaran rencana pengelolaan wilayah pesisir pantai cirebon, hutan
mangrove sebaiknya ditempatkan pada lokasi sekitar patok-patok yang ada (6 buah
patok). Dan untuk daerah yang harus ada mangrove lebat adalah disekitar area patok III
sampai patok V, yang memiliki tingkat erosi dan intrusi yang tinggi. Selain itu
dikarenakan diarea tersebut terdapat lahan terbangun, tambak, kebun dan sawah. Yang
secara ekonomi akan menimbulkan kerugian yang tinggi apabila terjadi erosi dan intrusi
pantai.
Pemilihan area hutan mangrove ini, dapat dikembangkan dengan menggunakan
aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografis) dan Basis Data nya. Sehingga analisis dan
monitoring akan lebih teliti dan dapat dilakukan secara berkesinambungan.
BAB IV
PENUTUP
A. KesimpulanDari analisis yang telah dibuat oleh kelompok kami, rencana strategis untuk
pengelolaan wilayah pesisir pantai cirebon dalam waktu dekat ini adalah dengan
melakukan reboisasi hutan mangrove. Karena hutan mangrove sangat penting untuk
mengurangi proses erosi-abrasi-intrusi pantai yang dapat mengakibatkan air laut semakin
ke daratan. Hal ini dapat menimbulkan berbagai kerugian baik dari segi manusia maupun
dari segi alam (kerusakan ekosistem). Penanaman mangrove dapat dilakukan disekitar
area patok-patok yang ada. Di pesisir pantai Cirebon ada 6 buah patok. Untuk lokasi
hutan mangrove lebat dikhususkan untuk daerah yang memiliki tingkat kerugian tinggi
dan yang mempunyai tingkat erosi paling tinggi yaitu di area patok III sampai patok V.
B. Saran
1. Untuk pemilihan lokasi hutan mangrove daerah pesisir pantai cirebon sebaiknya
menggunakan data yang lebih lengkap dan spesifik sehingga untuk korelasi aspek-
aspek yang harus diperhatikan dapat tergambarkan secara jelas.
2. Sebaiknya dilakukan pengembangan monitoring wilayah pesisir dengan
menggunakan perkembangan aplikasi SIG, karena dengan SIG dapat dilakukan
monitoring yang berkelajutan dan mudah dilakukan Updating data. Hal ini disebabkan
karena data SIG berupa data softcopy.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.mgi.esdm.go.id/content/daya-dukung-sedimen-dasar-laut-di-perairan-pelabuhan-
cirebon-dan-sekitarnya
http://sains.kompas.com/read/2010/06/21/11440064/
Hanya.Sepertiga.Pesisir.Cirebon.yang.Ditanami.Mangrove
http://rinapanjaitan.wordpress.com/2010/03/31/ekosistem-mangrove-di-pesisir-kab-cirebon/
http://m.pikiran-rakyat.com/node/213362
http://ojanmaul.wordpress.com/2010/03/27/ekosistem-hutan-mangrove-di-pesisir-cirebon-
jawa-barat/
http://donokasinoindrodiwarungkopi.wordpress.com/2010/03/31/kondisi-hutan-mangrove-di-
pantai-utara-cirebon-jawa-barat/
http://indonesiabigcountry.blogspot.com/2012/09/analisis-kebutuhan-vegetasi-mangrove.html
http://rinapanjaitan.wordpress.com/2010/03/31/ekosistem-mangrove-di-pesisir-kab-cirebon/