pengelolaan wilayah pesisir - reboisasi hutan mangrove

27
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR Rencana Strategis Reboisasi Hutan Mangrove DISUSUN OLEH : 1. ANINDYA SRICANDRA PRASIDYA 2. Arum Wahyu Hastutik 3. Desi Apriyanti 4. HILMIYATI ULINNUHA 5. Siti Nurjanah 6. Siti Rahmi Pratiwi JURUSAN TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

Upload: hilmiyati-ulinnuha

Post on 28-Nov-2015

311 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

TRANSCRIPT

Page 1: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIRRencana Strategis Reboisasi Hutan Mangrove

DISUSUN OLEH :

1. ANINDYA SRICANDRA PRASIDYA

2. Arum Wahyu Hastutik

3. Desi Apriyanti

4. HILMIYATI ULINNUHA

5. Siti Nurjanah

6. Siti Rahmi Pratiwi

JURUSAN TEKNIK GEODESI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN DAN MANFAAT

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Pantai Cirebon

B. Kondisi Oseanografi Pantai Cirebon

C. Potensi dan Pemanfaatan Pengembangan Mangrove

D. Data Yang Diperlukan Untuk Analisis Tempat Pertumbuhan Mangrove

E. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Pantai Cirebon

BAB IV. PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerusakan lingkungan akan semakin bertambah seiring dengan berjalannya waktu.

Contoh yang sering kita jumpai belakangan ini adalah masalah abrasi pantai. Abrasi pantai ini

terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Masalah ini harus segera diatasi karena dapat

mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi makhluk hidup, tidak terkecuali manusia.

Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi semakin menyempit,

tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi berbahaya. Banyak penduduk yang

akan kehilangan tempat tinggalnya akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi. Begitu

juga area tambak yang rusak dan menyebabkan kerugian secara ekonomi.

Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi

masalah abrasi dan pencemaran pantai ini. Untuk mengatasi masalah abrasi di Indonesia ini

pemerintah secara bertahap melakukan pembangunan alat pemecah ombak serta penghijauan

hutan mangrove di sekitar pantai yang terkena abrasi tersebut. Tanaman bakau hanya dapat

tumbuh pada tanah gambut yang berlumpur. Hal ini akan menjadi sangat sulit karena

sebagian besar pantai di Indonesia merupakan perairan yang dasarnya tertutupi oleh pasir.

Seperti kita ketahui bahwa tanaman bakau tidak dapat tumbuh pada daerah

berpasir. Meskipun sangat sulit, tetapi usaha untuk mangatasi abrasi ini harus terus dilakukan.

Seperti yang disebutkan oleh m.pikiran-rakyat.com pada Jumat, 30 November 2012

bahwa abrasi di pantai utara (pantura) Kabupaten Cirebon kini semakin mengkhawatirkan,

apalagi, pepohonan yang mampu menahan gerusan ombak seperti mangrove belum marak

ditanam di sepanjang pesisir.

"Diperkirakan ada 3.000 hektare lahan pantai yang sudah tergerus ombak, jika hal ini

dibiarkan, tidak ada upaya penanaman pohon penahannya, abrasi akan semakin

mengkhawatirkan," kata Ketua LSM Pang Laot Yudha Cirebon, Teuku Fachrudin, Jumat

(30/11).

Pantai Cirebon memiliki karakteristik yang berbeda - beda di beberapa wilayah.

Terdapat pantai yang mengalami sedimentasi dan abrasi. Untuk mengurangi dampak abrasi di

pantai utara Kabupaten Cirebon, pemahaman mengenai karakteristik pantai sangat di

perlukan. Pemahaman jenis pantai akan mempengaruhi cara penanaman dan pengelolaan

tanaman mangrove. Hal ini lah yang mendorong kami untuk mengkaji lebih dalam mengenai

pesisir daerah Cirebon.

Page 4: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya maka kami

merumuskan masalah mengenai :

1. Bagaimana menghambat laju abrasi di daerah Pesisir Cirebon dengan menanam

mangrove?

2. Bagaimana kecocokan antara hutan mangrove dengan kondisi pesisir Cirebon?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari adanya penyusunan makalah ini adalah memberikan rekomendasi solusi

kepada pemerintah mengenai cara menghambat abrasi-erosi-intrusi di Pesisir Cirebon

dengan menanam mangrove diarea-area yang tepat untuk penanaman. Sehingga tidak

mengganggu aktifitas manusia yang ada dan tidak akan merusak kelangsungan ekosistem

pantai atau bisa dikatakan terciptanya keseimbangan wilayah pesisir.

Page 5: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN MANGROVE

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara

teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian

hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi

oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994

dalam Santoso, 2000).

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan

yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya

dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang

surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu

tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).

Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis

spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalam Idawaty, 1999). Formasi hutan

mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang,

kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967

dalam Idawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies

dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan

pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.

B. DAYA ADAPTASI MANGROVE TERHADAP LINGKUNGAN

Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan.

Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :

1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki

bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora

(misalnya : Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil

oksigen dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel

(misalnya Rhyzophora spp.)

2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :

- Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.

Page 6: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

- Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan

garam.

- Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.

3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara

mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan

horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga

berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

C. HUBUNGAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN EKOSISTEM LAINNYA

Ekosistem utama di daerah pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan

ekosistem terumbu karang. Menurut Kaswadji (2001), tidak selalu ketiga ekosistem

tersebut dijumpai, namun demikian apabila ketiganya dijumpai maka terdapat keterkaitan

antara ketiganya. Masing-masing ekosistem mempunyai fungsi sendirisendiri. Ekosistem

mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang dibawa

ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun berfungsi sebagai

penghasil bahan organik dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang.

Selain itu, ekosistem lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap)

sehingga sedimen tersebut tidak mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya

ekosistem terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan

ombak (gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat

(tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran

(nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di

padang lamun ataupun terumbu karang. Di samping hal-hal tersebut di atas, ketiga

ekosistem tersebut juga menjadi tempat migrasi atau sekedar berkelana organisme-

organisme perairan, dari hutan mangrove ke padang lamun kemudian ke terumbu karang

atau sebaliknya (Kaswadji, 2001).

D. MANFAAT EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

Sebagaiman telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, ekosistem hutan mangrove

bermanfaat secara ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis dan ekonomis hutan

mangrove adalah (Santoso dan H.W. Arifin, 1998) :

1. Fungsi ekologis :

• pelindung garis pantai dari abrasi,

• mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan,

Page 7: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

• mencegah intrusi air laut ke daratan,

• tempat berpijah aneka biota laut,

• tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan

serangga,

• sebagai pengatur iklim mikro.

2. Fungsi ekonomis :

• penghasil keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan

makanan, obat-obatan),

• penghasil keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit,

pewarna),

• penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur burung,

• pariwisata, penelitian, dan pendidikan.

E. DAMPAK KEGIATAN MANUSIA TERHADAP EKOSISTEM MANGROVE

Kegiatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan dampak

terhadap ekosistem mangrove. Dapat disebutkan di sini beberapa aktivitas manusia

terhadap ekosistem mangrove beserta dampaknya (Tabel 1).

Dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove, menyebabkan luasan

hutan mangrove turun cukup menghawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia turun

dari 5,21 juta hektar antara tahun 1982 – 1987, menjadi 3,24 hektar, dan makin menyusut

menjadi 2,5 juta hektar pada tahun 1993 (Widigdo, 2000). Bergantung cara

pengukurannya, memang angka-angka di atas tidak sama antar peneliti. Khazali (1999),

menyebut angka 3,5 juta hektar, sedangkan Lawrence (1998), menyebut kisaran antara

3,24 – 3,73 juta hektar.

Page 8: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

Tabel 1 : Beberapa Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Mangrove

Page 9: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

Sumber : Berwick, 1983 dalam Dahuri, et al., 1996.

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MANGROVE

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah :

1. Gerakan gelombang yang minimal, agar jenis tumbuhan mangrove dapat menancapkan

akarnya

2. Salinitas payau (pertemuan air laut dan tawar)

3. Endapan Lumpur

4. Zona intertidal (pasang surut) yang lebar

G. PENANAMAN MANGROVE

Hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman mangrove adalah: pertama, penanaman

mangrove hendaknya dilakukan sebagai upaya restorasi atau rehabilitasi kawasan

mangrove. Ini berarti bahwa mangrove ditanam di lokasi dimana mangrove pernah

Page 10: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

tumbuh. Kedua, sebelum penanaman mangrove, dipelajari terlebih dahulu berbagai faktor

yang menyebabkan mangrove tidak melakukan rehabilitasi alamiah di tempat tersebut.

Setelah faktor-faktor tersebut diketahui dan dapat dihilangkan, beri kesempatan mangrove

untuk memperbaiki diri secara alamiah. Kegiatan penanaman mangrove dilakukan setelah

mangrove gagal melakukan perbaikan secara mandiri. Ketiga, pantai yang terlindung

dengan endapan lumpur yang terletak di antara muka laut rata-rata dan pasang tinggi

adalah tempat yang baik pertumbuhan atau disukai oleh mangrove untuk tumbuh dan

berkembang. Oleh karena itu, adalah kesalahan besar bila penanaman mangrove

dilakukan di luar kawasan dengan karakter serti tersebut. Gambaran tentang dinamika

ekosistemmangrove di suatu kawasan menunjukkan kondisi fisik suatu lokasi penting

bagi pertumbuhan mangrove. Demikian pula dalam kegiatan penanaman mangrove,

bahwa faktor kondisi fisik perlu diperhatikan dalam kegiatan penanaman mangrove akan

menyebabkan kegagalan.

H. AKIBAT KERUSAKAN MANGROVE

Kerusakan mangrove dapat terjadi secara alamiah atau melalui tekanan masyarakat.

Secara alami umumnya kadar kerusakannya jauh lebih kecil daripada kerusakan akibat

ulah manusia. Kerusakan alamiah timbul karena peristiwa alam seperti adanya topan

badai atau iklim kering berkepanjangan yang menyebabkan akumulasi garam dalam

tanaman. Banyak kegiatan manusia di sekitar kawasan hutan mangrove yang berakibat

perubahan karakteristik fisik dan kimiawi di sekitar habitat mangrove sehingga tempat

tersebut tidak lagi sesuai bagi kehidupan dan perkembangan flora dan fauna di hutan

mangrove. Tekanan tersebut termasuk kegiatan reklamasi, pemanfaatan kayu mangrove

untuk berbagai keperluan, misalnya untuk pembuatan arang dan sebagai bahan bangunan,

pembuatan tambak udang, reklamasi dan tempat pembuangan sampah di kawasan

mangrove yang menyebabkan polusi dan kamatian pohon. Lokasi habitat mangrove yang

terletak di kawasan garis pantai, laguna, muara sungai menempatkan posisi habitat

tersebut rentan terhadap akibat negatif reklamasi pantai.

Akibat yang terjadi bila hutan mangrove rusak adalah :

• abrasi pantai

• mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan

• potensi perikanan menurun

• kehidupan satwa liar terganggu

• sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang

Page 11: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

BAB III

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Pantai Cirebon

Perairan Cirebon adalah perairan yang berada pada posisi 6,6o – 6.8o LS dan

108,5o – 108,8o BT. Wilayah pesisir Cirebon Jawa Barat dengan panjang garis pantai

lebih kurang 114 km merupakan salah satu daerah pantai utara Jawa Barat yang sangat

strategis dan berkembang dalam aktivitasnya sebagai daerah penyangga kawasan industri

yang mempunyai sumberdaya alam dan jalur infrastruktur transportasi  utama Cirebon ke

Jakarta. Wilayah ini sebagai kawasan pantai dengan panorama indah dan menarik serta

sumber biota laut yang melimpah mempunyai kegiatan ekonomi yang cukup tinggi.

Sejauh ini telah banyak dilakukan penelitian tentang perubahan garis pantai

cirebon. Menurut Ricky Rositasari et al (2011), garis pantai cirebon terbagi menjadi 2

yaitu garis pantai yang mengalami sedimentasi dan garis pantai yang mengalami erosi.

Losari (Patok I) dan Gerbang (Patok II) cenderung tersedimentasi sedangkan Tanung

Bangkaderes (Patok III) sampai Karangreja (Patok VI) cenderung erosi. Patok-patok ini

merupakan titik-titik kontrol yang digunakan untuk mengukur profil pantai. Pantai

cirebon terdapat 6 buah patok.

Gambar. Lokasi Patok Pesisir Pantai Cirebon (Ricky Rositasari et al-2011)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pesisir pantai cirebon sebagian besar

mengalami erosi ( Patok III sampai Patok IV) dari pada daerah yang mengalami

sedimentasi (Patok I sampai Patok III).

Page 12: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

B. Kondisi Oseanografi Pantai Cirebon

1. Kondisi Angin dan Pasang Surut

Lingkungan pantai dan lepas pantai perairan Cirebon dan sekitarnya secara

umum di pengaruhi oleh angin musim barat dan timur yang berlangsung pada bulan

Nopember hingga Mei dan dari Juni hingga Oktober, curah hujan berkisar antara 2000

s/d 2500 mm. Sebagian besar curah hujan terjadi pada musim Barat. Arah angin

dominan sepanjang tahun yang mempengaruhi pembentukan gelombang laut yang

menuju ke arah pantai Teluk Cirebon. Ketinggian gelombang di laut Jawa umumnya

disebabkan oleh angin biasanya mencapai lebih dari 2 meter dan merupakan

gelombang laut dalam. Sedangkan tipe pasang surut perairan Pelabuhan Cirebon

termasuk kedalam pasang campuran berganda (mixed tide, predominantly semi

diurnal).

2. Morfologi Pantai Cirebon

Kawasan daratan pantai pelabuhan secara morfologi merupakan daerah

pedataran dengan ketinggian +0.090 m sampai dengan 2,338 m yang terletak di zona

dataran pantai utara Jawa Barat. Secara geologi wilayah pantai pelabuhan Cirebon

mempunyai litologi endapan alluvial pantai yang terdiri dari selang seling endapan

lempung dan pasir. Morfologi dasar laut perairan pelabuhan Cirebon sangat landai

dan hingga tinggi yang diduga erat kaitannya dengan aktifitas pasang surut di perairan

tersebut. Dengan kedalaman dasar laut antara - 2,00 m hingga - 10.00 m dari muka air

rata-rata relief datar hingga bergelombang lemah. Susunan litologi perairan pelabuhan

Cirebon dari bawah ke atas antara kedalaman 16.00 m – 22.00 meter di bagian atas

terdiri dari lempung pasiran hingga lempung kerikilan dengan ketebalan lapisan 12.00

m – 14.00 m. Lapisan ini mempunyai sifat fisik lunak dengan N SPTsama dengan 1

pada N lebih besar dari 50 tumbukan. Di bagian bawah merupakan tanah yang bersifat

tegar (firm) hingga kenyal (stiff) dengan ketebalan antra 3.00 – 10.00 meter disusun

oleh lempung lanauan dan lempung pasiran, dengan konsistensi kenyal-sangat kenyal

( stiff to very stiff), nilai N SPT = 10 – 42 tumbukan, ketebalan lapisan 8 m. Di sekitar

lokasi dermaga data sondir diperoleh nilai Qc antara 2 – 4 kg/cm2 yang dijumpai pada

kedalaman 21.00 – 24.00 m. Lapisan ketiga terletak pada kedalaman > 30 meter pada

umumnya lapisan lempung dengan konsistensi sangat kenyal, plastisitas tinggi. Di

daerah Astanajapura kondisi litologi atau lapisan sedimen di daerah ini dapat dibagi

menjadi 3 (tiga) bagian dari hasil korelasi ke 3 (tiga) lokasi yaitu lapisan pertama

Page 13: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

terletak di bagian paling bawah antara kedalaman 16.00 – 22.00 m dari MSL yang di

bagian atas diselingi oleh lempung pasiran (sandy clay) atau lempung kerikilan

(gravely clay) dengan ketebalan 12.00 m hingga 14.00 m merupakan tanah

konsistensi lunak (soft). Pada kedalaman 16.00 – 18.00 m konsistensi lunak, sedimen

lempung , abu-abu kecoklatan, lembab (moist) plastisitas tinggi, agak kenyal (medium

stiff), banyak mengandung moluska, merupakan endapan dekat pantai (nearshore

deposits). Lapisan ke 3 (tiga) pada kedalaman 0.00 – 10.00 m merupakan lapisan

paling atas, disusun oleh lempung lanauan, abu-abu hingga abu kecoklatan hingga

kehitaman, jenuh air (saturated), sangat lunak (very soft), mengandung cangkang

kerang, moluska dan akar tanaman. Umumnya harga kuat geser ini dapat

dikorelasikan terhadap nilai kadar air yaitu dengan bertambahnya nilai kadar air

mengakibatkan terjadinya penurunan kuat geser.

Gambar.Penampang Perairan Cirebon (A. Faturachman-2002)

C. Potensi dan Pemanfaatan Pengembangan Mangrove

1. Kondisi Umum Mangrove di Sepanjang Pesisir Cirebon

Vegetasi mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting bagi pesisir

Kabupaten Cirebon, yaitu mencegah intrusi air laut dan abrasi. Vegetasi mangrove

juga memiliki fungsi menyerap polutan sehingga bisa menjadi filter bagi air sungai

yang dibutuhkan oleh budidaya tambak. Selain itu, vegetasi mangrove berfungsi

sebagai tempat pemijahan dan bertelur bagi sebagian besar species ikan penting,

tempat asuhan ikan dan habitat bagi ikan, udang dan kepiting, sehingga akan memberi

nilai tambah bagi budidaya tambak di kawasan tersebut.

Page 14: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

Menurut Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan Pantura Jawa Barat Purwadi, untuk sekarang ini hutan mangrove yang

bagus di Kabupaten Cirebon hanya terlihat di tiga dari delapan kecamatan yang

memiliki pantai. Ketiganya adalah Kecamatan Losari, Gunung Jati, dan Pangenan.

Sisanya cenderung gundul atau berupa petak-petak tambak. Hutan mangrove di

Kabupaten Cirebon diperkirakan hanya tersisa kurang dari 60 hektare atau 5

kilometer (km) dari 54 km garis pantai. Luas tersebut akan semakin berkurang karena

konversi penggunaan lahan yang semakin meluas. Berdasarkan pantauan, dari 54 km

garis pantai di wilayah Cirebon hanya ada kurang dari 9 % dari yang kondisinya baik

dan masih ditumbuhi hutan mangrove, terutama di daerah yang mengalami bentukan

delta di Kecamatan Losari.

Penyebab utama pengikisan hutan bakau di Cirebon adalah tekanan kebutuhan

lahan tambak yang tidak terkendali. Ketika sedimentasi membentuk lahan baru di

pesisir, yang terjadi malah penguasaan lahan oleh aparat dan warga desa, bukannya

penghijauan. Lahan di petak-petak menjadi tambak tanpa pelestarian lingkungan

pesisir. Minimnya kepedulian masyarakat pesisir untuk menanam bakau adalah satu

penyebab merosotnya lahan bakau di pantai Cirebon. Teknik penanaman yang tidak

tepat, yakni tidak memerhatikan batas pasang surut air laut, serta gangguan ternak

yang memakan bibit mangrove mengakibatkan reboisasi hutan mangrove gagal

dilakukan. Tidak hanya itu, di daerah pesisir perkotaan, tumpukan sampah plastik di

pantai juga menghambat pertumbuhan mangrove.

2. Ekosistem dan Pendukung Fisik - Non Fisik Pertumbuhan Mangrove

Dari gambaran umum lokasi pantai cirebon dapat kita lihat kondisi morfologi

dasar laut pantai cirebon memungkinkan untuk dapat ditumbuhi mangrove. Karena

jenis tanah pantai cirebon tersusun dari pasir dan lumpur yang relatif dangkal. Hal ini

sangat mendukung untuk kelangsungan kehidupan pesisir di wilayah pantai cirebon.

Hutan mangrove ini berfungsi untuk menanggulangi adanya erosi dan intrusi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Ricky Rositasari(2011), didapat bahwa

pasisir pantai cirebon lebih banyak dan lebih luas mengalami erosi dan intrusi pada

wilayah barat laut dari pada dibagian tenggara. Hal ini terjadi karena kondisi

morfologi dasar laut pantai cirebon yang berlumpur. Misalnya saja pada daerah Patok

VI (daerah Karangreja) merupakan pantai dengan rataan lumpur yang terindikasi

mengalami erosi yang kuat. Dengan sifat pantai yang demikian, maka dapat

dipastikan bahwa karakter pantai yang erosional akan tetap bertahan, sehingga laju

Page 15: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

erosi dan kekuatan gelombang akan meningkat seiring dengan pertambahan

kedalaman perairan karena penggenangan. Sehingga dapat diprediksi kenaikan muka

laut akan merusak 40% area tambak ikan di area Patok II. Sedangkan di Patok III dan

IV dengan adanya pergeseran garis pantai yang besar akan menghabiskan sebagian

areal tambak garam di kawasan tersebut.

Untuk mengurangi kerugian-kerugian diatas, harus dilakukan penanggulangan

dan pencegahan erosi maupun intrusi. Salah satunya dengan adanya hutan-hutan

mangrove diarea-area yang rawan.

D. Data Yang Diperlukan Untuk Analisis Tempat Pertumbuhan Mangrove

Untuk pempatkan lokasi hutan-hutan mangrove perlu memperhatikan berbagai

aspek sehingga hutan-hutan mangrove tersebut terletak di daerah yang tepat dan tidak

mengganggu area pertambakan, baik tambak ikan maupun tambak garam.

Aspek yang perlu diperhatikan salah satunya adalah faktor alam, yaitu kondisi

dinamika pantai yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika pantai

tersebut. Misalnya adanya erosi dan intrusi yang tinggi di bagian tertentu.

Selain dari faktor alam, aspek yang perlu diperhatikan adalah faktor campur

tangan manusia. Misalnya tata guna tanah dan penutupan lahan diwilayah pesisir pantai

cirebon. Dengan memperhatikan hal tersebut, secara otomatis akan mengarah ke masalah

ekonomi pula. Seberapa besar kerugian ekonomi yang timbul karena peristiwa erosi dan

intrusi. Kemudian Semua aspek yang ada dapat dikorelasikan dan dianalisis sehingga

didapat daerah hutan mangrove yang sesuai kebutuhan wilayah pesisir pantai cirebon.

Untuk mengetahui semua aspek yang mempengaruhi posisi pengembangan hutan

mangrove diperlukan data-data spesifik, diantaranya adalah :

1. Peta topografi wilayah pesisir pantai Cirebon

2. Peta batimetri pantai Cirebon

3. Data pasut dan arus pesisir pantai Cirebon

4. Data salinitas air laut

5. Peta tata guna tanah pesisir pantai Cirebon

6. Peta Land Use dan Land Cover

7. Data jenis tanah dan batuan pesisir pantai Cirebon

8. Data sedimentasi wilayah pantai Cirebon

Page 16: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

E. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Pantai Cirebon

Rencana terdekat saat ini adalah dengan usaha reboisasi kembali hutan-hutan mangrove

yang ada dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhinya. Untuk itu dapat

dilihat data-data dibawah ini:

Gambar. Lokasi Patok Pesisir Pantai Cirebon (Ricky Rositasari et al-2011)

Gambar. Prediksi Daerah Genangan Pesisir Pantai Cirebon (Ricky Rositasari-2011)

Page 17: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

.

Gambar. Peta Penggunaan Lahan Pesisir Pantai Cirebon (Ricky Rositasari et al-2011)

Gambar. Peta Spasial Daerah Genangan dan Nilai Kerugiannya (Ricky Rositasari-2011)

Page 18: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

Menurut analisis kelompok kami, dari data-data diatas, yang secara eksplisit

belum mencakup semua aspek yang diperlukan, namun secara umum dapat disimpulkan

dan memberikan gambaran rencana pengelolaan wilayah pesisir pantai cirebon, hutan

mangrove sebaiknya ditempatkan pada lokasi sekitar patok-patok yang ada (6 buah

patok). Dan untuk daerah yang harus ada mangrove lebat adalah disekitar area patok III

sampai patok V, yang memiliki tingkat erosi dan intrusi yang tinggi. Selain itu

dikarenakan diarea tersebut terdapat lahan terbangun, tambak, kebun dan sawah. Yang

secara ekonomi akan menimbulkan kerugian yang tinggi apabila terjadi erosi dan intrusi

pantai.

Pemilihan area hutan mangrove ini, dapat dikembangkan dengan menggunakan

aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografis) dan Basis Data nya. Sehingga analisis dan

monitoring akan lebih teliti dan dapat dilakukan secara berkesinambungan.

Page 19: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

BAB IV

PENUTUP

A. KesimpulanDari analisis yang telah dibuat oleh kelompok kami, rencana strategis untuk

pengelolaan wilayah pesisir pantai cirebon dalam waktu dekat ini adalah dengan

melakukan reboisasi hutan mangrove. Karena hutan mangrove sangat penting untuk

mengurangi proses erosi-abrasi-intrusi pantai yang dapat mengakibatkan air laut semakin

ke daratan. Hal ini dapat menimbulkan berbagai kerugian baik dari segi manusia maupun

dari segi alam (kerusakan ekosistem). Penanaman mangrove dapat dilakukan disekitar

area patok-patok yang ada. Di pesisir pantai Cirebon ada 6 buah patok. Untuk lokasi

hutan mangrove lebat dikhususkan untuk daerah yang memiliki tingkat kerugian tinggi

dan yang mempunyai tingkat erosi paling tinggi yaitu di area patok III sampai patok V.

B. Saran

1. Untuk pemilihan lokasi hutan mangrove daerah pesisir pantai cirebon sebaiknya

menggunakan data yang lebih lengkap dan spesifik sehingga untuk korelasi aspek-

aspek yang harus diperhatikan dapat tergambarkan secara jelas.

2. Sebaiknya dilakukan pengembangan monitoring wilayah pesisir dengan

menggunakan perkembangan aplikasi SIG, karena dengan SIG dapat dilakukan

monitoring yang berkelajutan dan mudah dilakukan Updating data. Hal ini disebabkan

karena data SIG berupa data softcopy.

Page 20: Pengelolaan Wilayah Pesisir - Reboisasi hutan mangrove

DAFTAR PUSTAKA

http://www.mgi.esdm.go.id/content/daya-dukung-sedimen-dasar-laut-di-perairan-pelabuhan-

cirebon-dan-sekitarnya

http://sains.kompas.com/read/2010/06/21/11440064/

Hanya.Sepertiga.Pesisir.Cirebon.yang.Ditanami.Mangrove

http://rinapanjaitan.wordpress.com/2010/03/31/ekosistem-mangrove-di-pesisir-kab-cirebon/

http://m.pikiran-rakyat.com/node/213362

http://ojanmaul.wordpress.com/2010/03/27/ekosistem-hutan-mangrove-di-pesisir-cirebon-

jawa-barat/

http://donokasinoindrodiwarungkopi.wordpress.com/2010/03/31/kondisi-hutan-mangrove-di-

pantai-utara-cirebon-jawa-barat/

http://indonesiabigcountry.blogspot.com/2012/09/analisis-kebutuhan-vegetasi-mangrove.html

http://rinapanjaitan.wordpress.com/2010/03/31/ekosistem-mangrove-di-pesisir-kab-cirebon/