-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
1/19
Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi
Islam TerhadapnyaMakalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Aqidah
Dosen Pengampu Mata kuliah: Amirudin, M.Pd
Disusun Oleh:
Cut Zahara Maulida (1201085007)
Muhammad Utsman (1201085018)
Supri Yanto (1201085025)
SEMESTER IV
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2014
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
2/19
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah mengizinkan kami
menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada Baginda
Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman yang gelap gulita kepada
zaman yang terang benderang ini.
Terima kasih terucap kepada banyak pihak yang telah membantu penyelesaian tugas
makalah yang berjudul Sejarah Pemikiran dan Konsep Keimanan Serta Koreksi Islam
Terhadapnya. Ucapan terima kasih juga tercurah kepada dosen pengampau mata kuliah
Aqidah, Amirudin, M.Pd yang telah memberikan tugas kepada kami sehingga kami dapat
menambah wawasan dan memotivasi kami untuk terus belajar.
Makalah ini jauh dari sempurna, justru kami sadar masih begitu banyak kesalahan-
kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Ucapan maaf kami ucapkan atas kesalahan-
kesalahan dalam makalah ini, kesempurnaan hanya milik-Nya yang Maha Sempurna,
manusialah tempatnya kesalahan.
Jakarta, 3 April 2014
Penyusun
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
3/19
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................ii
Daftar Isi ..........................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan .........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ...............................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................................2
1.4. Metode Penulisan ................................................................................................2
BAB II Pembahasan .........................................................................................................3
2.1. Latar Belakang Perilaku Manusia Terhadap Agama ..........................................3
2.2. Perilaku Transendenitas ......................................................................................6
2.3. Koreksi Islam Terhadap Perkembangan Konsep Transendenitas .......................10
BAB III Penutup ..............................................................................................................14
3.1. Kesimpulan .........................................................................................................14
3.2. Saran ...................................................................................................................14
Kepustakaan .....................................................................................................................16
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
4/19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangKesadaran beragama merupakan akar dalam fitrah manusia. Bila kita
selama lubuk hati manusia, dengan tiada mengingat berbagai bentuk agama,
maka kita akan sampai kepada asal mula dari manakah pertanyaan tentang
keagamaan itu bermula. Dibalik sistem agama itu dan kebersamaan dengan
perbedaan diantara agama dengan agama lain maka dari suatu aturan sejarah
yang tetap dan selalu menyelaraskan manusia dalam suatu tatanan tertentu dan
cenderung mengejawankantah dalam bentuk keagamaan, gambaran tentang
dimensi keagamaan ini dapat ditelusuri melalui bermacam sistem dan melalui
berbgai pembahasan disitu sisi, hal itu dapat dilihat pada gerak akal fikiran
manusia yang tiada henti mempertayakan dirinya tentang sumber dan asal-
usulnya, keinginan jiwanya keras untuk menentukan. Cara apa pun yang
dipandang tentang manusia sebagai sumber dinamika yang terdalam maka
seseorang senantiasa akan tiba pada suatu masalah dan cenderung untuk
meleburkan dirinya, dunianya dan masyarakat kepada yang mutlak.
Betapapun agama sebagaimana adanya dalam ilmu sejarah adalah suatu
gejala yang sangat rumit dia mencakup sekelompok besar kepercayaan dan
tata-cara yang sifatnya sangat berlainan coraknya. Percaya dan mengikuti
kemauan apa yang disebut sebagai roh pepohonan dan sungai, penyembahan
kuburan orang-orang yang sudah mati, sesaji bagi arwah nenek-moyang, serta
upacara pemberian beberapa makananan dan mencegah beberapa macam
makanan lainnya, demikian halnya pada keimanan kepada satu dan satu-
satunya Tuhan, menyembah berhala batu yang berbentuk binatang dantumbuhan seperti halnya kebaktian kepada Tuhan sebagai roh gaib yang tidak
terbayangkan, semuanya ini dan banyak lagi lainnya telah dinisbahkan sebagai
kepercayaan dan upacara keagamaan. Kepercayaan ini berpusat pada satu
kata, transendenitas. Suatu proses berpikir manusia yang menjadi awal
kepercayaan atau agama manusia.
1.2. Rumusan MasalahA. Latar belakang perilaku manusia terhadap agama
1
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
5/19
2
B. Perilaku transendenitasC. Koreksi Islam terhadap perkembangan konsep transendenitas
1.3. TujuanA. Mengidentifikasi latar belakang manusia beragamaB. Mengidentifikasi konsep transendenitasC. Mengoreksi iman-iman yang berkembang selain tauhid
1.4. Metode PenulisanDalam menulis makalah ini, kami memakai metode analisis didukung
kepustakaan yang memadai.
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
6/19
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Perilaku Manusia Terhadap AgamaA. Fitrah Manusia Dalam Beragama
Dalam buku yang berjudul Perspekif Manusia dan Agama dikatakan bahwa
setiap bicara tentang nabi, Ali ibn Abu Thalib menyebutkan mereka diutus untuk
mengiatkan manusia kepada perjanjian yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang
kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya perjanjian itu dicatat dikertas dan
diucapakan oleh lidah melainkan terukir dengan pena ciptaan Allah di permukaan
kalbu dan lubuk fitrah manusia dan di atas permukaan lubuk hati nurani serta di
dalam perasaan batiniah.
Pernyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagaman tersebut buat pertama
kali ditegaskan dalam ajaran Islam. yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitriah
manusia. Sebelumnya belum mengenal kenyataan ini. Baru dimasa akhirakhir ini,
muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkan fitrah agama yang
ada dalam manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan
dengan fitriah itu.
Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama allah tetaplah atas fitrah
Allah tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai
dengan fitrah itu (QS. ArRum : 30).
Adanya potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia tersebut dapat
pula dianalisis dari istilah Insan yang digunakan Al-Quran untuk menujukan
manusia. Mengacu kepada informasi yang diberikan Al-Quran, Musa Asyari
sampai pada suatu kesimpulan, insanadalah manusia yang menerima pelajaran dari
Tuhan tentang apa yang tidak diketahui. Manusia insan secara kodrati sebagai
ciptaan Tuhan yang sempurna bentuknya dibandingkan dengan ciptaan Tuhan yang
sempurna bentuknya dibandingkan dengan ciptaan Tuhan lainnya yang sudah
dilengkapi dengan kemapuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan
yang terpancar dari ciptaanya. Lebih lanjut Musa Asyari mengatakan bahwa
pengertian manusia disebut juga insan yang dalam Al-Quran dipakai untuk
menunjukan lapangan kegiatan manusia amat luas adalah terletak pada
3
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
7/19
4
menggunakan akalnya dan mewujudkan pengetahuannya konseptual dalam
kehidupan konkret.
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengelurakan keturunan anak-anak adam
dari sulbi mereka dan allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): bukankah aku itu Tuhanmu? mereka menjawab: betul
(engkau Tuhan kami ) kami menjadi saksi (kami lakukan yang demikian itu)
agar dihari kiamat kamu tidak mngatakan sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang orang yang lemah (keesan Tuhan) ( QS. Al-Aaraf : 172 ).
Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara
fitriah merupakan akhlak yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal ini
sedemikian sejalan dengan petunjuk nabi dalam satu hadistnya yang mengatakan
bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah beragama Tauhid (Islam), maka
kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani
atau Majusi. Karena demikian pentingnya menumbuhkankembangkan dan
memelihara potensi agama yang ada dalam diri manusia.
Sebagaian hipotesis mengatakan bahwa agama adalah produk rasa takut.
Seperti rasa manusia dari alam dari gelegar suara guruh yang menggetarkan dari
luasnya lautan dan dari debunya ombak yang mengulung serta gejala gejala
alamiah lainnya. Sebagai akibat rasa takut ini terlintas agama dalam benak manusia.
Lecterius seorang filosofi yunani yang pendapatnya dikutip ialah dewa ketakutan.
Hipotesis yang lainnya adalah bahwa agama produk kebodohan. Sebagaian orang
percaya bahwa faktor yang mewujudkan agama adalah kebodohan manusia sebab
manusia, sesuai dengan wataknya selalu cenderung untuk mengetahui sebab-sebab
dan hukum hukum yang berlaku atas alam ini serta peristiwa peristiwa yang
terjadi didalamnya.
Informasi lainnya yang menunjukan bahwa manusia memiliki potensi
beragama dikemukan oleh Carld Gustave Jung. Jung percaya bahwa agama
termasuk hal-hal yang memang sudah ada di dalamnya bahwa sadar secara fitri dan
alami. Selanjutnya William James, seorang Filosof dan ilmuwan termuka dari
amerika mengatakan bahwa kendatipun benar pernyataan bahwa hal-hal fasis dan
material merupakan sumber tumbuhnya berbagi keingginan batin. Buktinya banyak
perbuatan manusia tidak bersesuai dengan perhitungan material. Pada setiap
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
8/19
5
keadaaan dan perbuatan keagamaan, kita selalu dapat melihat berbagai bentuk
seperti keagamaan, kita melihat ketulusan, kecintaan dan kerinduan. Bahwa doa
merupakan gejala keagamaan yang paling agung bagi manusia karena pada saat itu
jiwa manusia terbang melayang kepada Tuhan. Batin manusia ada seberkas sinar
yang menunjukan kepada manusia yang menunjukan kepada manusia kesalahan-
kesalahan dan penyimpanganpenyimpangan yang kadang dilakukan. Sinar inilah
yang menunjukan manusia, pada keadaan rohaninya merasa kebesaran keaguangan
Tuhan.
B. Kelemahan dan Kekurangan ManusiaFaktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah
karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki
kekurangan. Hal ini diungkapkan oleh kata al-nafs menurut Quraish Shihab
(terlepas dari kontoversi prespektif beliau), bahwa dalam pandangan Al-Quran,
nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta
mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam
manusia inilah yang oleh Al-Quran dianjurkan untuk diberi perintah lebih besar.
Demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya
kefasikan dan ketakwaan. (QS. As-Syams: 7-8)
Menurut Quraish Shihab bahwa kata mengilhamkan berarti potensi agar
manusia melalui nafs menangkap makna baik dan buruk serta dapat mendorong
untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Disini antara lain terlihat perbedaan
pengertian kata ini menurut Al-Qurandengan terminologi kaum sufi, yang oleh Al-
Qusyairi dalam risalahnya dinyatakan bahwa nafs dalam pengertian sufi adalah
sesuatu yang melahirkan sifat yang tercela dan perilaku buruk.
Selanjutnya Quraish Shihab mengatakan, walaupun Al-Quran menegaskan
bahwa nafsberpontensi positif dan negatif namun diperoleh bahwa pada hakikatnya
potensi manusia lebih kuat dari pada negatifnya hanya saja daya tarik keburukan
lebih kuat daripada daya tarik kebaikan. Sifat sifat yang cenderung kepada
keburukan yang ada pada manusia itu antara lain berlaku zhalim (aniaya) dalam
keadaan susah payah (fikabad) suka melampui batas (anid) sombong (kubbar)
ingkar dan sebagainya karena manusia dituntut agar memelihara kesucian nafsdan
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
9/19
6
tidak mengotorinya. Untuk menjaga kesucian nafs ini manusia harus selalu
mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama, dan di sinilah letaknya
kebutuhan manusia terhadap agama.
C. Tantangan ManusiaFaktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena
manusia dalam kehidupan senantiasa menghadapi tantangan, baik yang datang dari
dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu
dan bisikan setan. Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya
upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan
manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluakan biaya, tenaga, dan pikiran
yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya
mengadung misi menjauhkan manusia Tuhan. Kita misalnya membaca ayat yang
berbunyi.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk
menghalangi (orang) dari jalan allah (QS Al-anfal, 8:36)
Orangorang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
mereka gunakan agar orang mengikuti keinnginannya. Berbagai bentuk budaya,hiburan, obat-obat terlarang dan lain sebagainya dibuat dengan sengaja untuk itu
upaya mengatasi dan membentangi manusia adalah dengan mengajar mereka agar
taat menjalankan agama.
2.2. Perilaku TransendenitasSebelum beranjak kepada pengertian iman, mesti dipahami dahulu secara
seksama mengenai hal yang menyebabkan timbulnya keimanan atau kepercayaan
terhadap Tuhan pada manusia. Sejak zaman kuno walaupun manusia tidak dengan
tegas menyadari tanda-tanda konsep ketuhanan, namun manusia selalu melakukan
ritual penyembahan sebagai manifestasi dari rasa berlindung terhadap alam dan
mempercayai suatu yang lebih besar dari diri manusia tersebut.
Suatu konsep yang mereka percayai mahabesar dan merupakan tempat
berlindung manusia mempunyai sifat yang transendental dan abstraktif. Tidak
seperti kebiasaan manusia pada umumnya yang mempercayai suatu konsep absolut
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
10/19
7
yang ada dihadapan nalar manusia. Manusia dapat mempercayai adanya gunung
karena mereka dapat melihat gunung, mempercayai adanya panas karena mereka
merasakan panas dan bersumber dari cahaya matahari yang mereka sadari. Lebih
dari itu, konsep transendenitas adalah suatu logika yang kuno namun mendalam.
Boleh disebut sebagai prestasi pertama manusia dalam proses berfikir secara
mendalam. Konsep transenden inilah yang kemudian berkembang menjadi konsep
keimanan terhadap Tuhan.
A. Pergumulan Pikiran Terhadap TransendenitasKeimanan terhadap transendenitas bukanlah suatu hal mudah dicapai
meski pun konsep tersebut merupakan konsep yang kuno. Para filsuf hingga
para nabi dan rasul mengimani transendenitas sebagai sebuah konsep ketuhanan,
zat yang tidak teridentifikasi namun memberikan sebuah kenyamanan spiritual.
Peradaban manusia dalam sejarahnya telah memakan waktu yang amat lama
dalam memahami dan mengembangkan konsep keimanan mereka
(transendenitas). Karen Amstrong mengidentifikasi bahwa Tuhan Aristoteles
atau Platonius tak berwaktu dan tak bergeming, Dia tidak menaruh perhatian
terhadap kejadian-kejadian duniawi, tidak mewahyukan diri-Nya dalam sejarah,
tidak pernah menciptakan alam dan tidak mengadili hari kiamat.
Kalimat tersebut mengidentifikasikan bahwa pada masa filsuf Yunani,
mereka para filsuf juga menaruh perhatian terhadap konsep transenden yang
nantinya mereka imani. Terlepas dari para filsuf Yunani, para nabi telah jauh
mendapat pencerahan mereka dibidang transendenitas. Para nabi awalnya
menyadari adanya zat yang mahaabstrak, mahabesar yang didahului oleh
kesimpulan sangat sederhana dari lingkungan sosial mereka, yakni konsep
transenden yang berorientasi kebendaan atau paganisme. Mereka para nabi
menyadari ada cacat pada konsep paganisme, hingga mereka melawan arus
berpikir lingkungannya dan mendapat kesimpulan tentang zat yang tak
teridentifikasi bersifat mahaabstrak, mahabesar. Kesimpulan mereka tentang
transenden diikat dengan wahyu yang datang kepada mereka dan menjadi tugas
dan tanggungjawab yang harus diemban dalam mengembangkan konsep
keimanan yang hakiki, Tauhid. Inilah salah satu metode para nabi dalam proses
pencarian Tuhan. Metode ini juga yang dicapai oleh Nabi Ibrahim yang dikenal
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
11/19
8
sebagai bapaknya para nabi, begitu juga Nabi Dzulqarnain (1370 SM) yang
menentang konsep ketuhanan terhadap matahari (Amon) di Mesir. Konsep
tauhid ini yang menjadi puncak dari pergumulan berpikir tentang konsep
transendenitas yang dicapai hanya oleh manusia-manusia pilihan yang disebut
nabi dan rasul. Keimanan terhadap tauhid mampu mematahkan segala teori
tentang transendenitas karena di dalamnya tidak terdapat cacat.
Menurut Amin Abdullah, konsepsi transendenitas yang semula bersifat
absrak tersebut menjadi rumusan kepercayaan, dogma, dan keimanan yang
beraneka ragam seperti yang kita jumpai sekarang ini (Amin Abdullah: 2005).
Jika disusun secara sistematis, maka naluri dan fitrah manusia membawa
manusia sendiri kearah transendenitas (teisme). Untuk lebih jauhnya konseptransendenitas yang membangun manusia kesudut spiritual tentang kepercayaan
dan dogma atau agama. Pada akhirnya agama itulah yang menjawab
kejanggalan manusia tentang fitrah dan naluri awal.
B. Penerimaan dan Penolakan Terhadap Konsep TransendenitasDalam perkembangan menuju keimanan tauhid, transendenitas sendiri
bersifat ambivalen. Artinya terdapat penerimaan dan penolakan, hal ini terjadi
dan mulai berkembang secara terpisah. Pada masa rasulullah atau kenabian,
transenden diterima melalui konsep tauhid. Bahkan jauh sebelum itu telah
tercipta kepercayaan-kepercayaan yang bersifat kebendaan. Penerimaan inilah
yang akan berkembang menjadi agama di dunia, baik itu agama langit (ahlul
kitab) dengan pencapaian tauhidnya atau agama bumi (paganisme) yang
mengimplementasikan konsep transenden kearah logika sederhana berupa
penyembahan-penyembahan terhadap hal yang absolut (kebendaan). Namun
dikemudian zaman terjadi koreksi dari rasionalitas yang menolak transendenitas.
Penolakan terhadap iman (transenden) terjadi jelas sejak rasio manusia
mulai berkembang. Manusia mulai menyadari akan keagungan dari
rasionalitas yang telah membawa perubahan. Dilatarbelakangi pula oleh
pesatnya perkembangan dari agama yang memunculkan perselisihan hingga
perang. Sehingga secara tidak sadar mereka telah mentuhankan rasionalitas.
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
12/19
9
Padahal untuk memahami suatu yang bersifat abstrak, yang sebelumnya
telah disadari manusia, serta merupakan sifat alamiah, naluri dan fitrah manusia,
rasionalitas dapat membunuh konsep transenden dengan kesimpulan yang telah
dicapai (tauhid). Hal ini dilakukan dengan meletakkan rasionalitas diatas
segalanya. Dengan mengesampingkan kebenaran yang telah didapat melalui
tauhid, manusia menolak transendenitas. Sehingga timbul suatu gagasan yang
menjadi alasan mereka menolak transenden, salah satu yang paling ekstrim
dalam melogikakan transenden datang dari Imam Mason Selami Isindag
dalam bukunya Masonluktan Esinlenmeler yang berbicara mengenai hakikat
materialisme:
Seluruh angkasa, atmosfer, bintang-bintang, alam, seluruh makhluk hidupdan tak hidup tersusun dari atom-atom. Manusia tidak lebih dari kumpulan
atom-atom yang terbentuk secara spontan. Keseimbangan pada arus listrik
di antara atom-atom memastikan kelangsungan hidup makhluk hidup.
Ketika keseimbangan ini rusak (bukan listrik di dalam atom itu), kita mati,
kembali ke bumi dan mengurai menjadi atom-atom. Artinya, kita berasal
dari materi dan energi, dan kita akan kembali menjadi materi dan energi
.... Sains positif memercayai bahwa tidak ada yang menjadi ada dari
ketiadaan, dan tidak ada yang akan musnah. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa manusia tidak perlu bersyukur atau menurut kepada kekuatan apa
pun. Alam semesta adalah sebuah totalitas energi tanpa awal dan akhir.
Segala sesuatu lahir dari totalitas energi ini, berevolusi dan mati, tetapi
tidak pernah benar-benar sirna.
Konsepsi yang demikian dikenal sebagai pemahaman atheis (atheisme)
yang lahir sebagai akibat dari sebab yang telah ditimbulkan olehketidakrasionalan transenden.
Namun disisi lain, jika diperhatikan mengenai rasio dan transenden yang
seakan-akan bertentangan, justru terdapat keseimbangan di dalamnya. Sebagai
contoh Nabi Ibrahim dalam proses pencarian Tuhan dan pemahaman
transendenitas, beliau lebih dahulu berkecimpung dalam dunia logika dalam
menafsirkan keadaan dan menjawab kondisi sosial yang saat itu kental dengan
faham paganisme. Melalui logika beliau dapat menjawab dan menyadarkan akan
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
13/19
10
kesesatan lingkungannya, dengan logika pula beliau menemukan adanya suatu
zat yang mahabesar. Kemudian Allah SWT memberi hidayah kepada beliau dan
diangkatnya beliau menjadi nabi. Dalam proses ini, rasio digunakan sebagai
batu loncatan untuk memahami transendenitas seutuhnya. Artinya beliau tidak
berhenti pada tingkatan rasionalitas. Rasionalitas tidak diletakkan diatas
segalanya.
2.3. Koreksi Islam Terhadap Perkembangan Konsep TransendenitasA. Iman dalam Islam Sebagai Pandangan Hidup
Iman dalam Islam menjadi bagian yang sangat penting dalam mengenal
Allah SWT. Iman merupakan implementasi transendenitas dalam Islam.
Ketauhidan menjadi dogma utama iman dalam Islam. Yang mana telah
diketahui bahwa tauhid merupakan puncak utama konsep transenden. Iman
berfungsi sebagai pandangan hidup kaum muslim di dunia. Konsep ketauhidan
tersebut dibawa oleh rasul terakhir Muhammad SAW yang pada dasarnya tidak
berbeda dengan konsep tauhid dari nabi-nabi sebelumnya. Hanya peribadatan
dan umat yang membedakan. Tauhid merupakan garis besar yang dibawa para
nabi dan telah menjadi bukti bahwa konsep transenden yang hakiki adalah
ketauhidan. Konsep ketauhidan tersebut berfungsi sebagai pandangan hidup
(word view) sebagaimana telah dikemukakan oleh Hamid Fahmi Zarkasy dalam
buku Pemikiran Muhammadiyah Respon Terhadap Liberalisasi Islam, beliau
menyadur penjelasan Al-Mawdudu:
Yang dimaksud Islam Nazariyat (word view) pandangan hidup yang
dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahadah) yang berimplikasi pada
keseluruhan manusia di dunia. Sebab shahadah adalah pernyataan moral
yang mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupan secara
menyeluruh.
Dalam sistematika proses pencarian Tuhan (transendenitas) yang telah
dibahas di atas, ketauhidan menjadi jalan yang lurus yang telah melewati dua
persimpangan ambivalen. Pesimpangan pertama terletak pada penyimpangan
dogma tauhid yang menghasilkan agama-agama yang Rasulullah sebut dengan
Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashrani). Kemudian persimpangan kedua terletak
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
14/19
11
pada koreksi transendenitas kembali oleh kaum atheis. Dari dua persimpangan
tersebut Islam dengan dogmanya telah bertahan dari serangan-serangan
penolakkan konsep tauhid. Hal ini menghasilkan kesimpulan bahwa konsep
tauhid yang dibawa oleh Islam menunjukan kesempurnaan iman yang hakiki.
Iman yang hakiki inilah yang menjadi pandangan hidup umat Islam.
B. Koreksi Terhadap Konsep PaganismeIslam sangat menentang keras konsep penyembahan berhala (paganisme)
meskipun itu merupakan bentuk penerimaan terhadap transendenitas. Cara kaum
pagan menafsirkan konsep transendenitas adalah dengan mematerikan Tuhan
dan menyembahnya. Metode tersebut justru telah meniadakan hukum
sebelumnya dari transenden dimana abstraktif menjadi sifat utama sehingga
tidak dapat digambarkan oleh manusia.
Kaum pagan dalam kepercayaannya menggunakan logika yang sangat
sederhana, hanya berlandaskan kepada naluri dan fitrah manusia yang ingin
berlindung dan menyembah. Kemudian karena tidak mampu untuk mencapai
tingkatan abstraktif, mereka membuat sendiri Tuhan mereka sebagai
implementasi dari perilaku transenden. Sehingga mereka beriman kepada benda
yang mereka buat atau mereka yakini. Disinilah titik kelemahan kaum pagan.
Sementara Islam menganggap bahwa wujud dari Tuhan itu tidak mutlak,
manusia hanya perlu mempercayai dan menyembah karena berpikir tentang
wujud Tuhan bukan merupakan koridor berpikir manusia.
C. Koreksi Terhadap TrinitasSalah satu penyimpangan tauhid adalah trinitas. Trinitas merupakan
dogma utama kaum Nashrani yang mempercayai adanya tiga Tuhan dalam satu
yakni Tuhan Bapa (Allah), Tuhan Anak (Yesus) dan Ruhul Kudus (Jibril).
Dalam perkembangannya, jelas bahwa konsep tersebut berawal dari konsep
tauhid yang dibawa oleh para nabi.
Konsep trinitas timbul akibat distorsi seorang Yahudi terhadap ajaran yang
dibawa oleh Nabi Isa (Yesus) yang bernama Paulus. Paulus menciptakan dogma
tersebut demi membunuh konsep tauhid yang dibawa oleh Nabi Isa. Pada
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
15/19
12
akhirnya konsep trinitas disahkan sebagai dogma utama Nashrani pada Konsili
Nicea.
Kelemahan konsep trinitas terdapat pada masing-masing wujud dan sifat
dari peran tokoh trinitas. Dikatakan bahwa Allah, Yesus dan Ruhul Kudus
merupakan satu kesatuan. Konsep tersebut agaknya tidak ingin mengingkari
tauhid, namun dengan mengawinkan konsep tauhid dengan politheisme secara
mutlak telah meniadakan ketauhidan tersebut. Sehingga ayat-ayat tauhid yang
tertera pada Alkitab (kitab kaum Nashrani) menjadi bias maknanya.
Islam mengkategorikan mereka termasuk kedalam kaum Ahlul Kitab,
bukan saja karena mereka dalam sejarahnya diturunkan kitab sebagai pedoman,
namun juga karena mereka adalah salah satu bagian dari kaum Bani Israil. Di
lain pihak, mereka juga dapat dikategorikan ke dalam orang-orang musyrik
sesuai dengan firman Allah:
Maka ketahuilah bahwasannya tiada ilah melainkan Allah, dan mohonlah
ampunan terhadap dosa-dosamu(QS. Muhammad: 19)
Dengan mengingkari dogma utama, yakni tauhid mereka dapat
dikategorikan sebagai kaum musyrik, sementara Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. (QS. An-Nisa :48).
D. Koreksi Terhadap Konsep AtheismeAtheisme merupakan konsep yang lahir dari penolakkan terhadap
transendenitas seperti yang dikatakan sebelumnya. Dengan mengoreksi konseptransenden melalui rasio, mereka telah meniadakan ketuhanan. Mereka
beranggapan bahwa alam ini tidak diciptakan, namun ada dengan sendirinya
sesuai hukum alam. Corliss Lamont, seorang atheis dan juga pakar humanisme
terkemuka memaparkan:
bahwa materi-energi dan bukan pikiran yang merupakan bahan
pembentuk alam semesta, dan bahwa entitas supernatural sama sekali
tidak ada. Ketidaknyataan supernatural ini pada tingkat manusia berarti
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
16/19
13
bahwa manusia tidak memiliki jiwa supernatural dan abadi; dan pada
tingkat alam semesta sebagai keseluruhan, bahwa kosmos kita tidak
memiliki Tuhan yang supernatural dan abadi.
Pernyataan Corliss Lamont begitu rasional jika berbicara konsep
kepercayaan. Namun seperti yang telah dibahas bahwasannya proses tertinggi
dari pandangan transendenitas bukanlah sebuah penolakkan terhadap Tuhan.
Namun justru rasio dijadikan sebuah jembatan antara naluri, kenyataan dengan
ketauhidan.
Sementara Syaikh Atif Al-Zayn mengartikan mabda (peribadatan)
sebagai aqidah fikriyyah (kepercayaan yang rasional) yang berdasarkan pada
akal. Sebab setiap muslim wajib beriman kepada hakikat wujud Allah, kenabian
Muhammad SAW, dan kepada Al-Quran dengan akal. Iman kepada hal-hal
ghaib itu berdasarkan cara penginderaan yang diteguhkan oleh akal sehingga
tidak dapat dipungkiri lagi. Iman kepada Islam sebagai Din yang diturunkan
melalui Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan, dengan diri dan lainnya.
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
17/19
14
BAB III
PENUTUP
3.1.KesimpulanJika berbicara mengenai sejarah konsep keimanan, maka akan terpusat
pada transendenitas yang telah banyak dibahas. Karena transendenitas
merupakan bagian penting perkembangan konsep-konsep keimanan yang
pernah dikenal. Tentunya dari konsep-konsep keimanan tersebut hanya satu
yang benar dan memuncaki pencapaian proses transenden, ialah tauhid yang
menjadi landasan utama ajaran Islam.
Transendenitas merupakan suatu proses berpikir dari keniscayaan naluri
fitriah manusia. Kemudian perkembangannya mengalami proses yang amat
panjang sehingga menghasilkan agama-agama yang ada di bumi. Meskipun
begitu, jangan menganggap atheisme bukan merupakan dari bagian
transenden, justru atheis menempati tempat khusus padanya, dimana koreksi
pada dogma-dogma agama kembali lagi kearah transendenitas sehingga
mereka menolaknya.
Dari beberapa ajaran tentang transenden, iman kepada tauhid ataukeesaan Allah yang paling semurna pada prosesnya. Hal ini dikarenakan
adanya keseimbangan antara sisi rasio (logika) dengan spiritualitas (abstrak).
Rasio menjadi jembatan mengenal transenden, dalam iman Islam pula
diajarkan untuk mengenal Allah melalui logika. Sehingga dengan demikian,
konsep transenden selain dogma tauhid telah gugur dengan sendirinya melalui
proses yang panjang.
3.2. SaranDalam perjalanan memperjuangkan tauhid dipastikan mendapat banyak
serangan dari iman lainnya. Untuk menjawab hal tersebut, diperlukan logika
yang tinggi sehingga rasionalitas-rasionalitas yang menjadi argumen
perlawanan dapat mudah diterima. Islamlah yang paling sempurna konsep
keimanannya, sehingga hampir tidak ada yang keraguan pada umat muslim
untuk melawan doktrin keimanan Islam.
14
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
18/19
15
Ilmu yang dalam juga sangat dibutuhkan untuk memperteguh keimanan
umat muslim terhadap ketauhidan. Karena jika tanpa ilmu, tauhid tidak akan
dapat dijelaskan, di atas telah disampaikan bahwa tauhid adalah puncak
berpikir seseorang tentang rasionalitas transenden, maka jika tanpa ilmu,
iman yang diaplikasikannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
-
7/22/2019 Sejarah Pemikiran dan Kosep Keimanan Serta Koreksi Islam Terhadapnya
19/19
16
KEPUSTAKAAN
A. Buku Abdullah, Amin. 2005. Pendidikan Agama Era Multikutural-Multireligius.
Jakarta: PSAP Muhammadiyah
Maarif, Ahmad Syafii. 2004. Mencari Autentisitas dalam Kegalauan. Jakarta:PSAP Muhammadiyah
Syamsuddin, Dien. 2005. Pemikiran Muhammadiyah: Respon TerhadapLiberalisasi Islam. Surakarta: Muhammadiyah University Press
B. E-Book Yahya, Harun.Ancaman Global Freemansonry. E-Book.