epistaksis anterior

Upload: claudia-da-lopez

Post on 17-Oct-2015

97 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Mimisan

TRANSCRIPT

Epistaksis AnteriorClaudia E. M. da LopezKelompok : E5Fakultas 102011169Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510email : [email protected]

Pendahuluan Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak maupun pada usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain. Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat berakibat fatal bila tidak segera ditangani .Epistaksis dapat berasal dari bagian anterior rongga hidung atau dari bagian posterior rongga hidung. Perdarahan dapat berasal dari satu atau kedua lubang hidung.

AnamnesisPada anamnesis, seperti yang sudah kita ketahui bahwa pada saat pasien datang, kita perlu menanyakan nama, umur, tempat tinggal. Selanjutnya perhatikan pula keadaan fisiknya. Kemudian untuk pasien epistaksis ini kita perlu menanyakan, kapan terjadi, sudah berapa kali dalam sehari, apakah mudah dihentikan dengan cara memencet hidung saja, adakah riwayat trauma hidung/muka sebelumnya dan menderita penyakit kelainan darah, hipertensi dan pemakaian obat-obatan anti koagulansia.1

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah memperhatikan keadaan umum pasien, perhatikan juga bentuk hidungnya apakah ada deviasi ke kanan atau ke kiri, apakah ada pembengkakan. Selanjutnya kita palpasi hidung pasien untuk mengetahui apakah ada krepitasi atau tidak, ada nyeri atau tidak. Kemudian periksa nadi, pernapasan, suhu dan tekanan darah pasien.1,2 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah Rinoskopi anterior, Pengukuran tekanan darah, Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI, Endoskopi hidung dan Skrining terhadap koagulopati.2

Diagnosis Diagnosis kerja : Epistaksis Anterior Diagnosis banding :1. Epistaksis PosteriorBerasal dari arteri ethmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina. Jarang terjadi. Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri, sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi anterior. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskular karena pecahnya arteri sfenopalatina.3

Hidung Hidung kita berbentuk piramid pada bagian luar dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah antara lain pangkal hidung, batang hidung, puncak hidung, alae nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). Hidung luar terbentuk dari kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil.Hidung bagian dalam disebut cavum nasi yang berbentuk seperti terowongan yang dipisahkan oleh septum nasi. Lubang masuk cavum nasi disebut nares anterior dan lubang belakangnya disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring. Tepat di belakang nares anterior terdapat vestibulum nasi yang memiliki rambut-rambut yang disebut vimbrise dan kelenjar sebasea. Pada dinding lateral cavum nasi terdapat 4 buah konka yang diberi nama sesuai tempatnya, yaitu konka superior, inferior, media, dan suprema. Diantara konka dan dinding lateral terdapat cela sempit yang diberi nama sesuai dengan letak konkanya yaitu meatus inferior, media dan superior. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis, pada meatus media terdapat muara sinus maksila, etmoid anterior dan frontal, dan pada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sfenoid.Kompleks Osteomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi, dan resesus frontal. KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.Hidung kita kaya pembuluh darah, yang berasal dariArteri karotis eksternadaninterna(A. karotis eksterna & interna). A. karotis eksterna mensuplai darah ke hidung lewatA. maksilaris internadanA. fasialis. Cabang terminal A. fasialis yaitu A. labialis superior, mensuplai darah ke dasar hidung dan septum bagian anterior. Sedangkan A. maksilaris interna akan masuk fossa pterigomaksilaris dan kemudian membentuk 6 percabangan arteri, yaitu:posterior superior alveolar,descending palatine,infraorbital,sphenopalatine,pterygoid canal, danpharyngeal. A.descending palatine berjalan ke bawah melalui kanalis palatina mayor dan mensuplai darah ke dinding lateral hidung, serta juga septum hidung bagian anterior lewat percabangan ke foramen incisivus. Adapun A. sfenopalatin masuk hidung dekat area perlekatan posterior konka media untuk kemudian mensuplai dinding lateral hidung, dan juga memberikan percabangannya ke septum hidung anterior.3Arteri karotis interna memberikan kontribusi pada sistem vaskularisasi hidung, terutama lewat cabangnya, A. ophtalmicus. Pleksus KiesselbachatauLittle area, terletak di bagian anterior tulang rawan septum. Setiap cabang arteri yang mensuplai hidung ke area ini saling berhubungan membentuk anastomosis.3,4

Epistaksis anterior Kebanyakan berasal dari plexus Kisselbach di septum bagian anterior atau dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan pada septum anterior biasanya ringan karena keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung dan kebanyakan terjadi pada anak, seringkali berulang dan dapat berhenti sendiri.5

Patofisiologi Secara fungsional, epistaksis dibagi menjadi anterior dan posterior berdasarkan letak abnormalitas mukosa hidung. Dikategorikan anterior bila sumber perdarahannya berada di depan ostium sinus maksilaris, dan posterior bila di belakangnya. Lokasi perdarahan anterior termasuk area yang disuplai oleh A. etmoidalis anterior, terutamapleksus Kiesselbach'sdi septum hidung bagian anterior. Epistaksis anterior sering terjadi pada anak dan dewasa muda, sedangkan epistaksis posterior lebih sering dialami oleh orang tua dengan hipertensi atau arterisklerosis.4,5Pada prinsipnya, berbagai lesi dan kelainan anatomis bisa menyebabkan perdarahan anterior maupun posterior. Kelainan sistemik juga sangat dapat menimbulkan efek pada mukosa hidung. Jika tidak ada kelainan yang berorientasi anatomis maupun lesi, maka epistaksis sebaiknya dipertimbangkan sebagai hasil dari koagulopati, sampai dibuktikan penyebab lain.5

Etiologi Seringkali timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit Kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital.1. Trauma Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan, misalnya mengorek hidung, benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas, juga bisa terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan. Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila konka itu sedang mengalami pembengkakan.

2. Kelainan pembuluh darah (lokal)Sering kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih sedikit.

3. Infeksi lokalEpistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis atau sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rinitis jamur, tuberkulosis, lupus, sifilis atau lepra.

4. TumorEpistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih sering terjadi pada angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.

5. Penyakit KardiovaskularHipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis atau diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang terjadi pada penyakit hipertensi seringkali hebat dan berakibat fatal.

6. Kelainan darahPenyebab epistaksis antara lain leukimia, trombositopenia, bermacam-macam anemia serta hemofilia.

7. Kelainan kongenitalYang sering menyebabkan epistaksis ialah teleangiektasis hemoragik herediter (hereditary hemorrhagic teleangiectasis Osler-Rendu-Weber disease). Juga sering terjadi pada Von Willenbrand Disease.

8. Infeksi sistemikYang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah. Demam tifoid, influenza dan morbili juga dapat disertai epistaksis.

9. Perubahan udara atau tekanan atmosfir.Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada di tempat yang cuacanya sangat dingin atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zat kimia di tempat industri yang menyebabkan keringnya mukosa hidung.

10. Gangguan hormonalEpistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena pengaruh perubahan hormonal.6,7

EpidemiologiFrekuensi epistaksis sulit untuk ditentukan karena sebagian episode menyelesaikannya dengan pengobatan mandiri sehingga tidak dilaporkan. Namun, dari beberapa sumber terakhir, bahwa kejadian epistaksis pada populasi umum adalah sekitar 60%. Distribusi usia bimodal, dengan puncak pada anak-anak (2-10 tahun) dan orang tua (50-80 tahun). Prevalensi epistaksis cenderung lebih tinggi pada laki-laki (58%) daripada perempuan (42%).7

PenatalaksanaanPrinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaiki keadaan umum, cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan. Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umum, nadi, pernapasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dahulu misalnya dengan memasang infus. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu dibersihkan atau dihisap.Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat apakah perdarahan anterior atau posterior. Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan ialah lampu kepala, spekulum hidung dan alat pengisap.Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai darah mengalir ke saluran napas bawah.Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat pengisap. Kemudian pasang tampon sementara yaitu kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau lidocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi vasokontriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior.8

Menghentikan perdarahan anteriorPerdarahan anterior seringkali berasal dari plexus Kisselbach di septum bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior, terutama pada anak, dapat dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit, seringkali berhasil. Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik.Bila dengan cara ini perdarahan masih berlangsung, maka perlu dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaanpenunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis. Bila perdarahan masih belum berhenti, dipasang tampon baru.8

Komplikasi dan pencegahanKomplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai akibat dari usaha penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran napas bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia, dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini, pemberian infus atau transfusi darah harus cepat dilakukan. Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberikan antibiotik.Pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinusitis, otitis media, septikemia atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2 hari tampon harus dicabut dan diganti tampon baru apabila masih terjadi perdarahan. Selain itu juga dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba Eustachius, dan airmata bersarah (bloody tears), akibat mengalirnya darah secara retrogad melalui duktus nasolakrimalis.8

Pencegahan perdarahan berulangSetelah perdarahan untuk sementara dapat diatasi dengan pemasangan tampon, selanjutnya perlu dicari penyebabnya. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap, pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah, hemostasis. Pemeriksaan foto polos atau CT scan sinus bila dicurigai ada sinusitis. Konsul ke Penyakit Dalam atau Kesehatan Anak bila dicurigai ada kelainan sistemik.

Kesimpulan Epistaksis adalah keadaan dimana keluarnya darah dari hidung yang dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya, dapat pula terjadi karena trauma, kelainan kongenital, gangguan hormonal, hipertensi dan penyakit darah. Epistaksis juga dibedakan atas dua, yaitu epistaksis anterior yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, dan juga epistaksis posterior yang lebih sering terjadi pada orang tua. Dalam menegakkan diagnosis, anamnesis memegang peranan penting. Penanganan awal pada saat epistaksis yaitu memencet hidung dan menengadahkan kepala. Apabila masih keluar darahnya maka segera ke dokter agar dapat dilakukan tindakan lebih lanjut.

Daftar Pustaka