kawasan pecinaan

Upload: sri-setianingsih

Post on 10-Oct-2015

70 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemahaman arti kota akan meliputi aspek fisik yaitu sebagai wujud ruangdengan elemen-elemennya serta aspek manusia sebagai subyek pembangunan dan pengguna ruang kota. Kota adalah tempat bermukim manusia dengan segala kehidupannya, maka kota adalah bagian dari human settlement (Soetomo, 1999). Manusia sebagai subyek senantiasa merancang hubungan elemen kehidupannya dengan lingkungan dalam peradaban kota sepanjang waktu. Perancangan kota merupakan suatu proses yang memberikan arahan bagi terwujudnya suatu lingkungan binaan fisik yang layak dan sesuai dengan aspirasi masyarakat, kemampuan sumber daya setempat serta daya dukung lahannya.Perancangan kota tidak akan terlepas dari rentetan kolektif memori dari masa lalu yang ditengarai menjadi urban heritage (Widodo, 2004). Peninggalan sejarah dalam wujud artefak kota menjadi pusaka mampu menciptakan keunikan sebuah tempat, membangun brand dan kondisi yang kuat terhadap skala makro kota (Rossi,1982) . Selain itu, peningkatkan citra dan identitas kota dengan pengenalan pada asset pusaka terbukti menumbuhkan kebanggaan pada warganya sehinggamemberi semangat pada komunitas untuk lebih aktif membangun kotanya.Makassar merupakan salah satu kota dengan jejak sejarah yang panjang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata dari warisan peninggalan artefaknya. Urban artefak kota seperti yang terdapat di kota lama Makassar yang meliputi Fort Rotterdam, Kawasan Pecinan, dan Lapangan Karebosi. Dari rentetan jalur tersebut telah diadakan penanganan dalammeningkatkan nilai kawasan secara fisik dan non fisik, seperti Revitalisasi Lapangan Karebosi, Reklamasi Pantai Losari dan konservasi Fort Rotterdam. Sejalan dengan perkembangannya, telah ada arahan kajian Rencana Detail Tata Ruang Kawasan tahun 2007 dengan beberapa aspek penataan kawasan. Khusus untuk penataan Pecinan sebagai obyek wisata kota ini sebenarnya sudah diembusembuskan sejak tahun 1995 oleh walikota saat itu. Namun upaya penataan 2 tersebut belum mampu menghidupkan kawasan seperti pada masa kejayaan masa lampau sebagai pusat perekonomian kota Makassar .Pecinan ternyata menyimpan banyak keunikan, potensi dan masalah, baik dalam aspek-aspek perkotaan, arsitektur, dan sosial budaya yang kesemuanya saling jalin menjalin (Sopandi dalam Riyanto, 2003:15). Kawasan Pecinan merupakan sebuah daerah permukiman multi etnis di Kecamatan Wajo. Hal ini yang dinyatakan Sutherland dalam Nas (1986), bahwa kawasan ini menjadi obyek tujuan para pendatang ke Makassar sejak ratusan tahun yang lampau.Pecinan sebagai kawasan kuno banyak mengandung nilai sejarah bagi perkembangan kota baik secara fisik maupun sosial budaya, ini terlihat dari peninggalan masa lalu yang sampai sekarang masih ada. Peninggalan tersebut dapat berupa struktur morfologi kota yang masih bertahan sampai sekarang, serta peninggalan berupa bangunan fisik seperti bangunan klenteng dan rumah tempattinggal yang bercorak ke-Cinaan. Selain itu juga terdapat peninggalan intangible berupa kebudayaan khas Pecinan yang merupakan percampuran antara budaya Cina dan lokal kota Makassar.Melihat potensi yang ada, kawasan Pecinan sebagai salah satu unsur perkotaan dapat menjadi suatu pembentuk citra kota dan aset yang dapat dikembangkan menjadi komoditas melalui pengembangan kawasan wisata terutama wisata budaya (Riyanto, 2004). Kosasih dalam Gobel (2009) membuktikan dalam pernyataanya bahwa animo dan jumlah kunjungan wisatawan terus meningkat setiap tahunnya sejalan dengan makin beragamnya tempat wisata dan hiburan di Kota Makassar. Inilah yang mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar dan warga Tionghoa bekerja sama menyiapkan sarana dan fasilitas pendukung dan diproyeksikan kawasan Pecinan bisa menjadi kawasan wisata budaya dan religi.Kawasan Pecinan ini merupakan artefak kota tua yang selalu berkaitan dengan suatu tempat, peristiwa, waktu dan wujud kota. Lebih lanjut Soetomo (2009) mengemukakan bahwa sejarah artefak kota seperti Pecinan merupakan wadah yang telah mengukir kehidupan kota dan telah membentuk nilai-nilai kekuatan dalam masyarakat yang dikenal sebagai ciri kota atau identitas yang dimiliki kota. Pecinan diharapkan bisa menarik wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Sehingga sebelum meresmikan kawasan Pecinan sebagai salah satu objek wisata kota, yang pelu dilakukan terlebih dahulu adalah mengaktifkan kegiatan yang berbudaya Cina, sehingga ketika orang berada di kawasan Pecinan seakan-akan mereka berada di Cina. (Darwis dalam Riyanto, 2004). Denganmelihat potensi yang ada dari nilai sejarah, arsitektural, simbolis dan estetika di kawasan tersebut, maka diperlukan suatu penataan yang dapat meningkatkan vitalitas kawasan Pecinan Makassar sebagai pusaka kota (urban heritage) Makassar

1.2 TUJUAN PENELITIANAdapun tujuan dari penelitian ini adalah menigkatkan vitalitas kawasan Pecinaan sebagai Urban Heritage Kota Makassar.

1.3 SASARAN PENELITIAN Mengubah pola-pola kebiasaan masyarakat dikawasan Pecinaan sebagai tindak dasar dalam membentuk pola aktifitas yang mencerminkan budaya Pecinaan di kawasan Pecinaan1.2 METODE PENELITIAN Secara umum penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana variabel penelitian muncul kemudian. Ada data sekunder berupa data survei, kumpulan data, peta, tabel dan uraian terkait. Untuk mengidentifikasi komponen yang mengalami penurunan vitalitas Kawasan Pecinan Makassar ini, akan menggunakan metode analisis visual yakni penilaian langsung di lapangan.Analisis Visual adalah salah satu metode dalam teknik penelitian yang menggunakan teknik visual (pengamatan) langsung dilapangan untuk mengidentifikasi objek yang akan di telilti.

BAB IIGAMBARAN KAWASAN PECINAAN

EKSISTENSI PECINAN DI KOTA MAKASSAR

Kedatangan para imigran yang terdiri dari komunitas Cina, Arab Melayu dan tentu saja Bangsa Belanda berlangsung sejak abad ke 16 di Makassar. Namun, Belanda yang berperan sebagai karateker perkembangan kota. Priode colonial banyak meninggalkan artefak kota baik tangible dan intangible di kawasan kota lama. Salah satunya dengan terdapatnya pengelompokan permukiman berdasarkan rasial oleh Belanda, yaitu Pecinan, Kampung Arab dan Melayu dan kompleks permukiman Eropa dan yang sederajat. Pengelompolan ini pada dasarnya untuk memudahkan pengontrolan dan kelancaran akitivtas administrasi dan perdagangan Belanda di kota Makssar. Dari beberapa permukiman multi rasial tersebut, Pecinanlah yang masih memiliki eksistensi yang kuat di banding lainnya. Kebertahanan Pecinan ini tidak diikuti dengan Kampung etnis lain, dimana saat ini Kampung Arab dan Melayu telah masuk dalam wilayah Pecinan Makassar. Masuknya komunitas Cina yang mencapai puncaknya pada abad ke 17 menjadikan populasi Pecinan cukup besar dan permukiman etnis ini cenderung mentransplantasikan daerah barunya sama dengan daerah asalnya walaupun masih dalam koridor adaptasi . Permukiman Cina tersebut dibarengi dengan pendirian bangunan yang khas Cina, misalnya bentuk bangunan arsitektur oriental dan klenteng. Gambar 1.Lingkup Wilayah Kawasan Pecinan Makassar

Gambar 2 Eksistensi Pecinan dari sekuel peta kota Makassar

Gambar 3. Perkembangan land use Pecinan Makassar pada tahun 1960an dan sekarang

BAB IIIIDENTIFIKASI PERSOALAN

3.1 KONDISI FISIK

A. Tata guna lahan dan konfigurasinya Pola spasial sangat berkaitan dengan perwujudan kegiatan manusia secara internal dan eksternal, sehingga bersifat dinamis untuk mengalami perubahan dalam batas-batas area sebelumnya. Secara spasial, penataan kawasan Pecinan Makassar berbeda dengan kota tradisional di Cina. Perlahan komunitas Cina di Makassar telah meninggalkan pengaturan secara kosmologis. Selain karena sejak keberadaaannya telah didesain oleh campur tangan Belanda secara spontan. Seiring dengan waktu telah terjadi peralihan tata guna lahan dan degradasi aktivitas yangmempengaruhi vitalitas kawasan. Secara makro, pola spasial dominan monoton terbentuk dari kompleks deretan bangunan ruko, bergaya campuran yang telah mengalami degradasi visual. Hal ini dirasakan dalam spasial margin perbandingan antara bangunan dan jalan (streetscape). Jalan Sulawesi sebagai main road Pecinan dipenuhi jajaran ruko dengan berbagai macam kondisi. Kondisi eksisting yang berupa massif tidak menyediakan adanya ruang terbuka untuk jalur hijau dan parkir bagi kendaraan baik untuk pengunjung maupun penghuninya. Selain itu, pada beberapa koridor terlihat kumuh dan liar. Padahal, kawasan ini berpotensi untuk mengkoneksikan path-path secara spasial kawasan, seperti path Kampung Melayu di Jl. Ternate, path pasar tradisional Bacan dan sekuen path lainnya.

Permukiman Spasial ideal Cina

Kondisi Eksisting Pecinan Makassar

Indikasi yang terlihat

Dilatarbelakangi oleh pegunungan

1. atau perbukitan, sebagai pertahanan terhadap angin yang dapat membawa pergi semua keberuntungan.2. Membawa sial3. Menghadap ke laut atau sungai, dimana dianggap sebagai media untuk mencapai rezeki, misalnya untuk berdagang, transportasi. 4. Qi atau nafas hidup senantiasa mengalir dari sungai, atau tempat yang jauh daru perbukitan.

Terrestrial Pecinan Makassar tidak memungkinkan aplikasi Honshui/Fengshui, walaupunterdapat Selat Makassar di pesisir barat kawasanPada pemukiman idealsesuai Feng Shui, bangunandiatur sedapat mungkinberorientasi sepenuhnya ke laut yang disimbolkan merakmerah yang membawakeberuntungan. Namun,terjadi perbedaan dalamorientasi dan penataanpemukiman di PecinanMakassar. Bangunan lebih pada pendekatanpenyesuaian lahan dansesuai aturan pada zaman colonial Belanda. Walaupun pada sisi barat terdapat lautyaitu Selat Makassar sebagai kiblat keberuntunan etnis Cina, namun prinsip tersebut tidak berlaku dalam penentuan arah orientasi bangunan.Kecenderungan arahorientasi mengikuti jalan dan pola yang telah ditentukan sejak era colonial dan RDTRK saat ini.

B. Hirarki lingkungan sekitar Dalam komunitas Cina, hirarki menjadi bagian dalam tetapan kehidupan. Hal ini terlihat pada penerapan ajaran Feng Shui, Hong Shui atau Geomancy nya sebagai manifestasi tatanan kawasan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan. Dalam membahas hirarki lingkungan Pecinan akan diawali dari unit bangunan. Setiap bangunan tersebut penentuan hirarki ditentukan dengan pertimbangan tertentu, misalnya bahwa pada dasarnya manusia membutuhkan suatu teritoritas yang membatasi konflik sebelum meluas ke kawasan secara makro. Kemudian akan berjenjang ke luar bangunan di sekitarnya. Dari sinilah awal pembentukan hirarki yang sebenarnya. Bagaimana peruntukan bagi arus kendaraan baik umum maupun pribadi, rute para pejalan kaki dan tentu saja hirarki ini akan berimbas pada fungsi bangunan dan bahkan pada tata guna lahan. Peralihan hirarki jalan berdampak pada pengorganisasian fungsi bangunan-bangunan. Hal ini sejalan dengan pola pembangunan bersifat seragam dari pola grid, yang menyebabkan pertemuan dua susunan di beberapa titik. Hirarki menjadi dasar kriteria alokasi bangunan, pemikiran strategis komersial, pertimbangan privasi atau standar keamanan dan kenyamanan penghuni.

1. Rumah dengan tipe bercourtyard Ataupun tidak bercourtyard diartikan sebagai zona privat dari hirarki jalan. Zona privat diimplementasikan dalan bentuk pekarangan, ataupun beranda hunian. Sejumlah bangunan membentuk blok bangunan, sehingga terbentuk pula jalur semi publik berupa jalur pedestrian, dan jalan lingkungan. Kompleks bangunan dari jalan lingkungan akan bermuara pada Jalan Kolektor. Di kawasan pecinaan makasar tepatnya di koridor jalan sulawesi.Hirarki jalan yang tercipta dan berintegrasi dengan pola jalur transportasi kendaraan dan jalur pedestrian.

Rumah dengan courtyard

2.

Rumah tanpa courtyard

3.

Rumah dengan courtyard

C. Indikasi yang terlihatDi Kawasan Pecinan ini pada dasarnya berbentuk pola grid. Bentuk pola grid-komples blok ini secara tidak langsung menjadi zonasi fungsi-fungsi bangunan dan wujud hirarki, karena bangunan dengan kesamaan fungsi cenderung akan berada pada blok yang sama.

a. Jalan primer (jalan kolektor), dalam hal ini koridor Sulawesi, landusenya berupa bangunan berskala besar dan bertipikal bertingkat dan sekaligus pusat aktivitas. Ketinggian bangunan umumnya bertingkat dua atau lebih. b. Jalan sekunder (jalan lingkungan), bangunan tidak terlalu massif dan ketinggian bangunan bervariasi. Fungsinya pun campuran, berupa toko, rumah tinggal, sekolah, pusat pelatihan dll. c. Jalan tersier (jalan lokal, path, gang): bangunan rumah tinggal. Di area ini akan dijumpai bangunan dengan halaman depan ataupun rumah yang masih mempertahankan courtyardnya. Kesan ini sangat terasa di gang-gang kecil percabangan jalan lokal tersebut.

Dari penelusuran hirarki jalan dan sirkulasi secara keseluruhan di Pecinan Makassar, maka Koridor Sulawesi adalah wujud hirarki yang memiliki domain besar untuk aksesbilitas dan lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki. Di sepanjang jalan ini mayoritas sebagai perdagangan dan perniagaan Sedangkan pada hirarki jalan lingkungan seperti Jl. Timor, Jl. Jampea terdapat bangunan yang serupa sebagai fungsi perdagangan namun dalam skala lebih kecil dibanding di jalan Sulawesi. Selain itu, terlihat fungsi komersil lain, seperti hotel atau penginapan yang kehadiran bangunan tersebut membutuhkan tingkat privasi dan psikologis yang lebih tinggi dari fungsi lain. Pada hirarki jalan lokal terlihat bangunan yang dominan sebagai rumah tinggal. Faktor ini dikarenakan karena aksesbilitasnya kurang strategis yang tidak terlalu menguntungkan dari segi ekonomi. Rumitnya aksesbilitas dan masalah lalu lintas menumbulkan gangguan terhadap para pengunjung dan penghuni. Kepadatan dan kesemrawutan parkir menciptakan konflik di antara para juru parkir dan potensi munculnya kriminilitas. Kepadatan parkir menyebabkan kemacetan, kesemrawutan jalan dan konflik di antara juru parkir, selain itu di beberapa ruas koridor memiliki jalur pedestrian yang terputus sehingga tidak memenuhi standar kelayakan pedestrian, khususnya bagi orang cacat. Pada area bagian depan bangunan, dimana area antara dinding gedung dan trotoar, menyebabkan pejalan kaki tidak merasa nyaman karena secara langsung berdekatan dengan dinding bangunan atau pagar. Kondisi ini tidak memberika teritori yang verbal pejalan kaki dan tdiak adanya perangkat pelengkap jalur pedestrian seperti perabot jalan.

D. Tatanan, bentuk dan massa bangunan Dalam tinjauan tatanan, bentuk dan massa bangunan terlihat ketidaksamaan elevasi pada peil halaman, garis level dan garis atap bangunan. Bangunan satu dengan bangunan yang lain mempunyai perbedaan elevasi mencolok yang menyebabkan tampilan garis level maupun garis atapnya tidak selaras. Dalam setiap unit ruko menampilkan fasade yang menarik yang mencerminkan eksistensi fungsi dan kesan yang ingin ditonjolkan. Namun apabila dikoneksikan dengan bangunan di sekitarnya akan terlihat suatu ketidakselarasan irama yang ekstrim. Sejumlah landmark seperti klenteng, Mesjid Arab As Saad, Mesjid Kampung Melayu, dan Rumah Abu tidak teroptimalkan visualisasinya, bahkan cenderung similar dengan bangunan umum lain. Hal lain yang menjadi fokus degrdasai visual adalah tidak adanya jarak antara bangunan. Pemilik kaveling cenderung memaksimalkan pemanfaatan lahannya untuk bangunan, sehingga bangunan satu dan lainnya tidak berjarak (saling berdempetan) yang menyebabkan blok menjadi massif, tidak memiliki ruang terbuka untuk pencahayaan dan penghawaan alamiah, lahan untuk peresapan air hujan dan upaya meminimalkan perambatan api jika terjadi kebakaran.

Gambar 4. Koneksi Tatanan, bentuk dan massa bangunan pada koridor Sulawesi, Pecinan Makassar

E. Ruang terbuka Jika dilihat dari sejarah pembentukannya, kawasan kota lama Makassar ini tidak terdapat alokasi ruang publik yang real. Kalaupun ada, hanyalah lapangan Karebosi yang melayani ketersediaan ruang komunal skala kota Makassar secara keseluruhan. Hal ini pulalah yang terjadi Pecinan, karena merupakan bagian penting dari pemetaan fungsi kota pada saat kolonial. Kondisi penataan di kota- kota Cina memang berbeda dengan kota kota di Eropa yang selalu memiliki plaza. Eksistensi ruang terbuka hadir di Cina pada zaman dahulu juga terpengaruh dari Eropa, khususnya pada zaman Napoleon yang memberikan orasi politiknya di ruang publik. Ruang terbuka secara alamiah adalah tempat berkumpul dan pemusatan aktivitas yang lambat laun menginvansi Cina. Fakta lain adalah perbedaan kota Makassar dengan kota kolonial di Pulau Jawa yang tidak memiliki alun-alun, semakin menguatkan bahwa eksistensi ruang komunal bukan dalam aspek primer perancanan kota, khususnya yang mengakomodasi komunitas etnis Cina di Pecinan Makassar. Karena di negeri asalnya pun sangat minim open space dan Makassar adalah kota yang terbentuk secara spontan berlainan morfologi dengan kota colonial di Jawa.

Rung terbuka diantara blok bangunanRuang terbuka individu diwujudkan dalam adanya courtyard pada masing-masing bangunan. Namun ini hanya dijumpai pada bangunan yang masih orisinal sama denganlay out arsitektur asli Cina. Keterbatasan ruang publik ini tidak dapat menampung kegiatan yang bersifat komunal, ritual dan keagamaan. Klenteng lah menjadi pusat tempat kegiatan, namun dengan keterbatasan luas lahan, kadang mengambil zona ruang publik lain, seperti jalur pedestrian dan juga jalan sirkulasi kendaraan. Keadaan ini secara otomatis berpengaruh pada arus lalu lintas kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Pada situasi seperti ini menimbulkan kemacetan, parkir yang semrawut, displacement tempat mendrop off penumpang dan sejumlah konflik antara pemilik kendaraan, dan pemilik rumah di kawasan Pecinan.

Ruang terbuka liner

Gambar 5. Aplikasi Ruang terbuka di Pecinan MakassarKonfigurasi solidvoid pada kawasan Pecinan Makassar, menunjukkan bahwa area yang memiliki ruang void yang cukup luas adalah berada pada bagian belakang bangunan. Hal ini karena orientasi bagian depan bangunan diusahakan sejajar, tetapi bagian belakang bangunan disesuaiakan dengan denah lay out bangunan penghuni. Dari indikasi ini disimpulkan bahwa di Pecinan Makassar menunjukkan minimnya ruang terbuka, baik yang bersifat ruang komunal plaza, square maupun ruang terbuka hijau.

3.2 KONDISI NON FISIK

A. Kondisi Sosial Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perkelakukan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Perubahan sosial yang terjadi disebabkan oleh perkara internal dan eksternal. Mengacu pada pemaparan tersebut, perubahan kondisi sosial kemasyarakatan di Pecinan Masyarakat akan ditinjau dalam melakukan interaksi dalam dua konteks, yaitu hubungan sosial di kalangan etnis Cina (intern) dan hubungan sosial etnis Cina dengan komunitas luar yang majemuk (extern).

Hubungan internal (sesama komunitas Cina) Secara tidak tertulis, dalam system sosial komunitas Cina terdiri dari adanya dualism, antara Cina Totok dan Cina peranakan. Masing-masing golongan pun memiliki perbedaan dalam menyikapi kehidupannya meskipun berada di daerah perantauan. Cina totok cenderung tertutup dan masih menjaga tradisi asli etnis Cina, misalnya mereka masih menggunakan bahasa Cina dalam kehidupan sehari-hari dalam mendidik anaknya. Kelompok sosial ini tergolong dalam proses evolusi yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dalam kehidupan sosialnya di kota Makassar. Lain halnya dengan Cina peranakan yang lebih fleksibel, sehingga terkategorikan dalam suatu akulturasi. Kondisi sosial yang berlangsung saat ini lebih dominan pada proses akulturasi, tanpa mengesampingkan proses lain yang juga terjadi dalam berbagai indikasi. Berdasarkan tinjauan Pratiwo (2009) yang juga disesuaikan dengan yang terjadi di Pecinan Makassar, Cina Totok merasa lebih Tionghoa dan memiliki perasaan superior terhadap kaum peranakan. Mereka lebih mementingkan harta dari status sosial sehingga mereka bekerja lebih keras, lebih percaya diri dan lebih spekulatif dalam perdagangan. Namun, perbedaan ini sudah cenderung memudar dan tidak terlihat lagi secara ekstrim pada saat ini di kota Makassar. Eksistensi perbedaan misalnya juga terlihat pada kepemilikan rumah abu. Rumah abu adalah bangunan yang didirikan oleh keluarga semarga dan digunakan sebagai rumah sembahyang untuk menghormati leluhur mereka (Indrani, 2005). Umumnya rumah abu hanya dimiliki oleh keluarga mampu, sedangkan bagi keluarga kurang mampu cukup menyediakan sebuah altar yang ditempatkan di ruang depan rumah tinggalnya berupa meja sembahyang berfungsi untuk meletakkan papan-papan nama dan foto-foto leluhur. Rumah abu pada umumnya dimiliki oleh Cina Totok yang memiliki taraf hidup yang tinggi dibanding Cina peranakan.

Hubungan eksternal (komunitas Cina dengan komunitas sosial luar)Dari kondisi sosial internal Cina bahasan tadi, diketahui bahwa etnis Cina telah melakukan akulturasi terhadap komunitas lain, terutama dari golongan peranakan. Sedangkan untuk hubungan eksternal lintas etnis Cina juga terlihat dari indikasi pada hubungan dalam sistem kemasyarakatannya. Contoh kasus dapat dilihat pada komunitas Cina di Jawa (Zahnd, 2007), dimana daerah ini dipengaruhi budaya Cina dalam tiga hal yaitu banyak orang Cina masuk Islam, karena status sosialnya akan menjadi lebih tinggi dan mereka juga menjadi teladan bagi mereka yang mengikuti perkembangannya. Selain itu, etnis Cina itu tidak homogen, di satu pihak adalah para pedagang dengan kaya dengan hubungan luas dan status tinggi, namun di lain pihak terdapat orang Cina bekerja sebagai pengusaha kecil. Dari berbagai faktor pengaruh tersebut, terlihat pula secara nyata di kota Makassar. Sebagian etnis Cina melakukan perkawinan dengan pribumi, bukti dalam agama yang dianut telah beragam, dan pranata sosial yang dijalankannya telah mengalami penyesuaian dengan kehidupan di kota Makassar. Contoh-contoh tersebut bukan saja karena bentuk antisipasi diskriminasi anti-Cina di zaman orde baru (setelah tahun1965), namun timbul secara alamiah sampai sekarang. Trauma akan peristiwa renggangnya hubungan etnis Cina dan pribumi memang telah berangsur hilang. Namun keharmonisan hubungan sosial etnis Cina dan masyarakat kota Makassar, khususnya yang Pecinan harus tetap terbina. Berkenaan dengan peningkatkan vitalitas Pecinan ini, diperlukan suatu perhatian secara komprehensif terutama dari aspek sosial kemasyarakatan.

dapur produksiberada di depanatau daerah depan kios, khas tipikal Cina

Kios kuliner yang menggunakan istilah bahasa dan aksara Cina

Gambar 6.Penggunaan bahasa dan aksara Cina pada pusat jajanan dan kuliner di Pecinan MakassarB. Kondisi Ekonomi Dalam peran dan kedudukan Pecinan terhadap kota Makassar, terlihat jelas bahwa kawasan ini merupakan embrio dari area perekonomian kota Makassar. pada zaman colonial, etnis Cina menjadi mediator dalam negosisasi dagang antara pemerintah Belanda dan pribumi. Komunitas Cina selalu memanfaatkan peluang dalam kerangka orientasi ekonomi. Hal ini dapat dilihat dengan indikasi penggunaan bangunan rumah tinggal sekaligus tempat usaha. Hal ini juga dibarengi dengan pemanfaatan koridor yang lokasi strategis berubah menjadi mesin ekonomi etnis Cina. Selain itu adanya kegiatan perdagangan tanpa mengenal waktu. Pemberlakuan ini pada jenis perdagangan tertentu, seperti kuliner aktif 24 jam. Sebenarnya kompleks perdagangan jenis lainnya yang dikelola etnis Cina dapat beroperasi lebih lama lagi. Namun karena minimnya dukungan atmosfer sarana dan infrastruktur secara keseluruhan, membuat kawasan ini terlihat kontras antara siang dan malam hari. Padahal keinginan untuk menghidupkan nadi perekonomian dari intern komunitas Cina ini sendiri sangat besar.

Tak jarang kaum etnis Cina dianggap tak mau membaur, eksklusif, dan menutup diri serta masih ditimpa stigma sebagai homo oeconomicus, kaum yang hanya mementingkan ekonomi dalam setiap tarikan napasnya. Kekuatan ekonomi Cina juga terlihat di Pecinan Makassar, yang merupakan awal kawasan perekonomian kota. Beberapa tempat di Pecinan Makassar merupakan daerah perdagangan yang sangat beragam, antara lain : a.Jalan Sulawesi, merupakan pusat perdagangan campuran, terdapat Pusat Grosir Butung, toko obat dan ramuan Cina, material bahan bangunan, toko buah-buahan, toko kue, toko oleh-oleh, lampu, dan lain-lain. b.Jalan Bacan, merupakan pasar tradisional c.Jalan Timor, merupakan industri rumah tangga (home industry) untuk bahan mie, kulit lunpia. d.Jalan Bali, merupakan pusat kuliner makanan khas Cina. Dengan potensi ada, perlu menggalakkan terciptanya suatu kegiatan yang berciri karakter khas Pecinan yang berpotensi untuk kegiatan ekonomi. Hal ini diupayakan agar orang memiliki niat dan keinginan untuk berkunjung ke Pecinan Makassar. Di Pecinan yang telah dikonservasi seperti di Petaling street Malaysia, China Town Singapura dan tempat lainnya menjadi salah satu tujuan wisata yang yang mendukung kegiatan ekonomi kota. Kegiatan peningkatan vitalitas dari sektor ekonomi ini juga diharapkan menjadi suatu magnet daya tarik orang untuk berkunjung di Pecinan Makassar.

Identifikasi persoalan Desain dan NondesainNoPersoalanIdentifiasi Persoalan

DesainNon desain

1Sampah

2Sirkulasi Parkir

3Sempadan Bangunan

4Mata Pencaharian penduduk setempat

5RTH

6Bentuk Bangunan

7Tata Massa Bangunan

8Aksebilitas

9Kondisi masyarakat

10Kepadatan bangunan

11Jarak Antar Bangunan

Identifikasi kawasan Pecinan Makassar sebagai nodes selayaknya Pecinan di tempat lainNoIndikatorKriteriaPenanganan

1Peran dan kedudukan dalam sebuah kotaSebagai permukimankhususSebagai sentra perniagaandan hiburanTingkatrendah

2Pola permukiman dan karakterBangunan yang khas Lay Out Bangunan Fasade BangunanArsitektur Tradisional CinaTingkatsedang

3Penanganan PemerintahSebagai urban heritagePenanganan Intern dalamKawasan : penetapanpusaka kota, RTBLPenanganan EksternKawasan : publikasi,agenda promosi kawasanTingkattinggi

4Berkonsep jalur pedestrianKonsep jalur pedestrianberupa open mall, city walk

Tingkattinggi

5LandmarkGerbang (Paifang) Bangunan PeninggalanArsitektural Khusus Perabot Jalan (streetfurniture)

Tingkattinggi

6Akulturasi budaya Hubungan lintas etnis Tingkatrendah

Ekssting:Pecinan tempat lainPecinanMakassar

Tabel 1 dan 2

Fungsi dominan komersial : tampilanfasade tetap memperhatikan aspekestetika dan keharmonisan eskitarnya.

Tabel 5 Gerbang merupakan unsur pelengkap yangtak terpisahkan dari area batas (territory)Pecinan

Tabel 1 dan 2Fungsi komersial direspon dengan tampilan spanduk, reklame yang mempromosikan tiap ritel bangunan. Papan reklame bahkan menutupi bangunan

Tabel 5

Gerbang Pecinan di Jalan Jampea, satu satunya penanda yang mengarahkan ke kawasan PecinanMakassar. Minimnya gerbang kawasan ini tidak mudahdikenali secara langsung.

Kondisi Kawasan (Fisik)NoIndikatorKriteriaPenanganan

1Pola spasial(land use & konfigurasinya)Path Nodes LandmarkDistrict

Tingkatrendah

2Bentukan hirarkiLingkungan sekitarSirkulasi Jalan, Jalur pedestrian

Tingkatsedang

3Tatanan, bentuk dan massabangunanBangunan Umum BangunanArsitektur Cina

Tingkattinggi

4Ruang terbuka(open space)R.publik komunal R.terbuka hijau Tingkattinggi

5Ketersediaan sarana danprasarana Jar. air bersih Jar. air kotor limbah Jar. telepon Jar. listrikPersampahan Tingkatrendah

Kondisi Bangunan (Identifikasi upaya peningkatan vitalitas kawasan)

IndkatorKriteriaDeskrips

Makna Arsitekturdan Fungsi BangunanWujud , Posisi, OrientasiWarna, Tekstur Dimensi,Proporsi IramaBangunan berkesanpaling kuat : klenteng,Mesjid Kampung Melayu,PGS Butung, dan bangunan dengan land use lain seperti bank bernilai rendah. Kesanyang ditimbulkan klenteng krnkeberadaannya kontekstual dgn Pecinan.

Nilai Kultural Bangunan Peninggalan di Pecinan MakassarEstetika,Kejamakan Kelangkaan KeluarbiasaanPeranan Sejarah Memperkuatkawasannilai tertinggi : bangunanperibadatan (klentengmesjid),rumah Abupusat pendidikaninformal-Yayasan Sosial,bangunan rumah tinggaldan terakhir adalah bangunan dengan fungsi komersil (bank, hotel).

BAB IVKESIMPULAN(PRINSIP PERANCANGAN)

UPAYA PENINGKATAN VITALITAS KAWASAN DALAM BENTUK PENATAAN SPASIAL KAWASAN

Untuk meningkatkan vitalitas kawasan digunakan pendekatan teori Tange (1971), Lynch (1973), Peterson dalam Wijanarka (2004) dan Ashihara (1983). Merespon pola spasial kawasan, maka akanditentukan zona utama dan strategis sekaligus untuk menciptakan kognisi spasial (cognitive map).Peralihan hirarki jalan berdampak pengorganisasian fungsi bangunan-bangunan . komersial strategis, privasi atau standar keamanan dan kenyamanan penghuni

IndkatorKriteriaDeskripsi

1. Kondisi Sosial

Hubunganinternal sosialkomunitas Hubunganeksternal sosialkomunitasSystem sosial Cina : Cina Totok dan Cina Peranakan memperagaruhi kehidupan sosial kemasyarakatannya.Perubahan dalam bentuk akulturasi lebih dominan pada hubungan sosialnya, Akulturasi tersebut berupa perkawinan hybrid, beragamnyaagama yang mereka anut dan hubungan sosial di kehidupan sehari-hari.social mapping, program partipatif dan kegiatan publikasi dandiskusi,agar terjadi kesinambungan antara intervensi fisiksebelumnya.

2. KondisiEkonomi AktivitasEkonomi Wujud aktivitasekonomiAktivitas perekonomian terlihat dengan tampilan suasana kawasan yang berupa daerah perdagangan. peningkatan laju perekonomian kawasan +penataan intervensi fisik kawasan, pengembangan potensi koridor Pecinan - zonasi jenis industri dan perdagangahome industrydi kawasan diwadahi dalam bengkel, dapur /studio (workshop), dan mengekspose kegiatan sehingga sehingga dapat melibatkan pengunjung berpartipasi dalam proses produksinya.

3. Kondisi Budaya Bahasa SistemKepercayaan Kesenian IlmupengetahuanKondisi khas budaya Cina jelas terlihat di Pecinan Makassar. hal ini dapat dilihat dengan berbagai artefak intangible, misalnya penggunaan aksaradan bahasa Cina dalam sosialita kota Makassar, praktik Feng Shui pada bangunan, adanya klinik Tabib dan toko oban ramuan khas Cina danperayaan hari raya Cina setiap tahunnya. pengadaan ruang publik untuk perayaan kegiatan, & penambahan aksara sbg rnamentasI yg memberi sense of place yang kuat pada kawasan.

1. Penataan Pola Spasial (Nodes pada Sulawesi-Jl. Tentara Pelajar)Gambar penaatan pola spasial pada jalan sulawesi-jalan tentara sebagai usaha menjadikan pecinaan sebagai pusaka kota (urban heritage)

Gambar penaatan pola spasial pada jalan sulawesi-jalan tentara sebagai usaha menjadikan pecinaan sebagai pusaka kota (urban heritage)

2. Tatanan dan bentuk bangunan

a. Arcade-Kanopi

Gambar peromabakan arcade bangunan dari prtabel menjadi permanen

3. Landmark

GerbangPerabot Jalan

Gambar penggunaan landmark

4. Ruang TerbukaPasar Tradisional Bacan

Gambar Makassar China Town Heritage Centre

Gambar RTH transisi space

Gambar Peta Perancangan kawasan Pecinaan

KESIMPULAN1. Dengan menggunakan metode analisis visual dapat diidentifikasi komponen-komponen yang mengalami penurunan vitalitas pada Pecinan Makassar yang berupa aspek fisik dan non fisik. 2. Dari penelusuran tersebut, sudah saatnya pemerintah menanganani khusus dalam bentuk revitalisasi. Pecinan ini dapat menjadi salah satu kekuatan dalam paket promosi di kawasan kota lama Makassar, sehingga menjadi obyek eksperimen revitalisasi yang dapat menjadi percontohan di kota-kota lain.

DAFTAR PUSTAKAAntariksa, (2008), Sejarah Dan Konservasi Perkotaan Sebagai Dasar Perancangan Kota, Antariksa blog, diakses tgl. 15 Desember 2012 Djamaluddin, Masdar dan Zahara, Iin, (2007), Pergeseran Arsitektur Rumah Cina,dalam Nalars Volume 6 Nomor 2 Juli 2007.Shirvani, Hamid, (1985), The Urban Design Process, Van Nostrand ReinholdCompany, New York.www.google.comwww.wikipedia.comwww.fajar-online.comwww.tribun-timur-online.comwww.makassar-terkini.comwww.makassar.go.idwww.southcelebes.wordpress.com

Kawasan Pecinaan Sebagai Urban Heritage Kota MakassarPage 3