rheumatoid arthritis fin
DESCRIPTION
1TRANSCRIPT
ARTRITIS REUMATOID
I. PENDAHULUAN
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit sendi kronis yang masih belum diketahui
penyebabnya secara pasti. Walaupun memiliki manifestasi sistemik yang bervariasi,
karakteristik utama dari penyakit ini adalah sinovitis yang persisten, umumnya terjadi
pada sendi perifer dengan distribusi yang simetris. Erosi tulang, dan perubahan
integritas sendi merupakan tanda-tanda yang selalu ada pada penyakit ini.
Artritis reumatoid terdapat di seluruh dunia dan lebih mengenai kaum perempuan,
terutama umur pertengahan ke atas. Perjalanan penyakit ini sulit diprediksi, beberapa
pasien hanya menderita artritis pada satu sendi dengan rasa sakit yang minimal,
sedangkan yang lainnya menderita polyartritis progresif dengan ketidakmampuan
fungsional.
Banyak bentuk deformitas yang disebabkan oleh artritis reumatoid dan sangat
khas, terutama pada tangan. Deformitas dengan bentuk yang sangat unik ini, seperti
bentuk leher angsa pada tangan, dapat terlihat jelas, terutama pada pasien yang tidak
menjalani terapi. Bila terjadi deformitas, maka orang yang menderita penyakit ini akan
sulit melakukan berbagai aktivitas, yang akhirnya akan menurunkan kualitas hidupnya.
Selain manifestasi lokal berupa artritis, manifestasi sistemik pun dapat terjadi.
Contoh manifestasi sistemik ini dapat terlihat pada Sjörgen’s syndrome dan Felty’s
syndrome.
Banyak penyakit yang memberikan gambaran klinik yang hampir sama dengan
artritis reumatoid, yang bila tidak diperhatikan dengan seksama, akan menuntun pada
pembuatan diagnosis yang salah. Untuk menentukan diagnosis penyakit ini, selain
dengan anamnese dan pemeriksaan klinis, seringkali dibutuhkan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan radiologik dan pemeriksaan laboratorium.
Tidak ada penanganan yang dengan pasti menyembuhkan penyakit ini, yang dapat
dilakukan hanyalah memperlambat perjalanan penyakit, atau memperbaiki kerusakan
yang telah dibuatnya. Hal ini dapat membuat orang yang menderita penyakit ini merasa
minder bahkan kehilangan semangat hidup, sehingga terapi psikologik juga diperlukan.
1
II. INSIDEN
Insiden terjadinya penyakit artritis reumatoid kira-kira 0,8 % (dapat bervariasi
antara 0,3 sampai 2,1 %) dari populasi. Onset paling sering terjadi pada dekade ke
empat dan ke lima. Wanita dengan umur antara 60 sampai 64 tahun memiliki insiden 6
kali lipat bila dibandingkan dengan wanita yang berusia 18 sampai 29 tahun.1, 6
Penelitian terakhir menyatakan bahwa penyakit ini terkait dengan gen. Seseorang
yang memiliki hubungan darah langsung dengan seseorang yang menderita penyakit ini
memiliki kemungkinan 10% lebih besar untuk menderita penyakit yang sama. 6
III. EPIDEMIOLOGI
Artritis reumatoid lebih banyak diderita oleh kaum wanita dengan perbandingan
3:1. Prevalensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, dan rasio kasus antara
wanita dengan pria menjadi sama pada golongan lanjut usia.6
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan pada semua ras, namun insiden dan
keparahan penyakit ini lebih jarang terjadi di daerah Afrika dan sekitar Kepulauan
Karibia.6
IV. ETIOLOGI
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui dengan pasti, namun ada
kaitannya dengan sistem autoimun dimana terjadi aktivasi sel B, sel T, dan sel-sel
pertahanan tubuh lainnya. 8
Para ahli menduga penyebab penyakit ini adalah suatu agen yang menyebabkan
infeksi sehingga menimbulkan manifestasi pada orang yang rentan secara genetik
berupa reaksi autoimun. Namun, karena epidemiologinya yang luas, maka agen
penyebab infeksi ini harusnya tersebar luas di seluruh dunia. 6
Awal perjalanan penyakit ini sangat mirip dengan radang sendi yang disebabkan
oleh beberapa mikroba, sehingga diduga sebagai penyebabnya, namun belum dapat
dibuktikan. 12
Dari semua pencetus potensial yang berasal dari lingkungan, yang telah jelas
berhubungan dengan perkembangan penyakit artritis reumatoid hanyalah merokok. 6, 12
V. ANATOMI
2
Tempat tersering terjadinya penyakit artritis reumatoid adalah pada sendi-sendi,
terutama sendi lengan, pergelangan tangan, lutut, dan kaki.
Sendi adalah tempat dimana ada dua tulang atau lebih yang bertemu dan dapat
memungkinkan suatu jenis gerakan atau lebih, namun ada juga yang tidak dapat
digerakan (sedikit sekali pergerakannya). 12
Supaya pergerakan sendi pada sendi jenis diartrosis (yang dapat bergerak)
berjalan dengan baik, maka perlu adanya suatu bahan sebagai pelumas, yaitu cairan
sinovial. Ciaran sinovial merupakan ultrafiltrasi plasma yang diproduksi oleh
membrana sinovial (sinovium). Cairan ini terletak di dalam kapsul sendi dan juga
berguna untuk memberi nutrisi bagi jaringan kartilago karena pembuluh darah sulit
untuk mencapai daerah ini. 16
Sinovium terdiri atas deretan tipis sel, antara satu sampai tiga lapis yang avaskular
dalam kapsul sendi dan tidak melapisi permukaan kartilago tulang. Membran ini licin,
lunak dan berlipat-lipat sehingga dapat menyesuaikan diri pada setiap gerakan sendi. 16
Bagian ujung dari tulang adalah suatu tulang rawan (kartilago), yang lebih kenyal
dibandingkan tulang kompak, melapisi diantara kedua tulang yang membentuk sendi.
Rawan sendi merupakan jaringan yang avaskular dan dibentuk oleh sel kondrosit dan
matriks yang terdiri atas air, proteoglikan dan kolagen. 16
VI. PATOFISIOLOGI
3
OtotTulang
Kartilago
Kapsula sendi
Membrana sinovial
Tendon
Cairan sinovial
Bursa
Sendi Normal
Gambar 1Ket: Contoh sendi normalDikutip dari 12
Patogenesis penyakit ini terjadi akibat suatu proses imunologi yang menyebabkan
penghancuran sendi. 7
Sinovium pada penyakit artritis reumatoid menunjukan tanda-tanda abnormal
dengan bertambahnya lapisan sel, antara delapan sampai sepuluh lapis, dan
mengandung sel-sel inflamasi, seperti sel B, sel T dan makrofag. Selain itu, terjadi
perubahan vaskuler, berupa trombosis dan neovaskularisasi.8 Sitokin lokal yang muncul
inilah yang menyebabkan berbagai manifestasi klinis, seperti inflamasi jaringan
sinovial, inflamasi cairan sinovial, proliferasi sinovial, dan kerusakan pada kartilago
dan tulang. 6
Jenis sel terbanyak yang menginfiltrasi sinovial adalah dari limfosit T. Sel T
CD4+ lebih banyak dibandingkan dengan sel T CD8+. Sel T memori CD4+ berkumpul
di sekitar venula post-kapiler. Sel T CD8+ tersebar di sekitar jaringan. Kedua jenis sel
T ini menimbulkan aktivasi antigen awal, yaitu CD69. Pada penyakit yang sudah lanjut,
pada sinovium dapat dilihat struktur yang hampir sama dengan pusat germinal
(germinal center) organ limfoid sekunder. 6
Immunoglobulin poliklonal dan faktor rheumatoid autoantibodi dihasilkan di
jaringan sinovial, yang menyebabkan terjadi formasi lokal dari kompleks imun.
Kompleks imun ini terdiri atas komplemen anafilatoksin, yaitu C3a dan C5a. Kompleks
ini dapat menarik sel-sel inflamasi, terutama neutrofil. 6
4
Artritis Reumatoid
Membran sinovial yang bengkak karena proses inflamasi
Erosi Tulang
Gambar 2Ket: Sendi yang mengalami Artritis
ReumatoidDikutip dari 12
Pada sinovium terjadi peningkatan jumlah sel mast yang dapat menyebabkan
terjadinya inflamasi, karena menghasilkan histamin yang meningkatkan permeabilitas
vaskuler. 6
Jaringan fibroblas sinovial menghasilkan enzim-enzim seperti kolagenase dan
katespin sehingga menghancurkan komponen matrix sendi. Sitokin IL-1 dan TNF
memainkan peranan penting dengan menstimulasi sel-sel di pembuluh darah untuk
menghasilkan enzim protease. Kedua sitokin ini juga yang mengaktifkan kondrosit
sehingga menghasilkan enzim proteolitik yang dapat menghancurkan kartilago dan
menghambat sintesis molekul matriks yang baru; selain itu, sitokin yang sama juga
mengaktifkan osteoklas sehingga terjadi demineralisasi tulang. 6
Manifestasi sistemik artritis reumatoid dapat dihubungkan dengan pengeluaran
molekul efektor inflamasi dari sinovium, yaitu IL-1, TNF, dan IL-6; yang
menyebabkan terjadinya malaise. Kompleks imun yang dihasilkan di sinovium dan
memasuki sistem sirkulasi dapat menyebabkan terjadinya vaskulitis sistemik. 6
VII. DIAGNOSIS
VII. 1. GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik artritis reumatoid sangat bervariasi tergantung dari onset,
distribusi, stadium dan progresivitas penyakit.
Anamnese
Pada stadium awal, pasien sering datang dengan gangguan keadaan umum berupa
malaise, anoreksia, penurunan berat badan, rasa capek, dan sedikit demam. Seringkali
pasien juga mengeluhkan tanda-tanda anemia. Pasien juga sering mengeluhkan
perasaan kaku pada pagi hari (morning stiffness) yang dialami sejak bangun tidur, kira-
kira selama 1 jam. Rasa nyeri disertai gangguan gerak, terutama pada sendi
metakarpofalang (MCP) seringkali menjadi keluhan utama pasien.6, 10
Inspeksi
Pada sendi yang terkena, seringkali terlihat tanda-tanda peradangan lokal,
terutama pada sendi besar, seperti sendi lutut. Bila sudah lanjut, terlihat deformitas
sendi, terutama pada sendi MCP yang membentuk suatu gambaran yang khas, yaitu
deformitas leher angsa (swan-neck deformities). Sinovitis pada sendi MCP ibu jari
5
seringkali menyebabkan subluksasi palmar dan fleksi phalanx proksimal dengan
hiperekstensi sendi interfalangeal (deformitas boutonniere). Deformitas yang sangat
berat yang disebabkan oleh artritis reumatoid dapat menyebabkan bentuk “main en
lorgnette”(opera glass hand). 19 Pada stadium lanjut ini dapat terjadi kerusakan sendi
dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya timbul ketidakstabilan sendi akibat
rupturnya tendo/ligamen yang menyebabkan deformitas reumatoid yang khas berupa
deviasi ulnar jari-jari, deviasi radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan
kaki. 10
Kadang-kadang terlihat nodul reumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan
tulang atau permukaan ekstensor atau daerah jukstaartrikular. Umumnya nodul
ditemukan pada 25% penderita.6
Umumnya sendi yang terkena artritis reumatoid bersifat simetris, walaupun hal ini
tidak bersifat mutlak.6
Palpasi
Pada stadium awal, kadang-kadang suhu tubuh pasien dapat naik hingga
mencapai 40oC, sehingga pada palpasi, badan pasien terasa panas. Pasien akan
mengeluhkan rasa sakit bila sendi yang terkena ditekan.6
Pemeriksaan klinik dengan cara perkusi dan auskultasi jarang dilakukan secara
rutin pada pasien artritis reumatoid, mengingat tempat terjadinya kelainan adalah di
sekitar sendi. Perkusi dan auskultasi dapat dilakukan untuk mengetahui terjadinya
manifestasi ekstraartikuler artritis reumatoid, seperti pada infark visera atau
pneumotoraks yang jarang terjadi.
VII. 2. GAMBARAN RADIOLOGI
Foto X-Ray
Sebelum mengetahui perubahan-perubahan radiologik yang terjadi pada penyakit
artritis reumatoid, perlu diketahui hasil foto X-Ray pada sendi yang normal. Posisi yang
sering digunakan untuk foto X-Ray tulang adalah posisi anterior-posterior (AP),
Posterior-Anterior (PA), lateral, dan oblik.
6
Perubahan radiologik pada artritis reumatoid dapat dibagi menjadi perubahan
awal dan perubahan lanjut. Perubahan radiologik awal sangat penting karena dapat
ditemukan sebelum penyakitnya didiagnosa secara klinik, dan bila ditemukan pada
stadium awal, maka hasil penanganan akan lebih memuaskan. Perubahan radiologik
dapat ditemukan pada sekitar 65% pasien dengan gejala-gejala artritis dalam waktu 3
bulan, dalam 6 bulan perubahan radiologik terlihat pada 85% pasien. Namun, ada pula
pasien yang walaupun sudah bergejala selama 3 tahun dan tidak terlihat adanya
perubahan radiologik. 4, 13
7
Ulna
Ossa metacarpi
Phalanx distalis
Phalanx media
Phalanx proximalis
Ossa sesamoides
Basis ossis metacarpi II
Os trapezoideumOs trapezium
Tuberculum ossis scaphoidei
RadiusProc. styloideus ulnaeOs lunatumOs pisiformis
Os triquetrumOs capitatum
Hamulus ossis hamati
Gambar 3Ket: Foto X-Ray mannus posisi PA
Os pisiforme dan Os triquetrum tampak tumpang-tindih
Dikutip dari 9
Perubahan radiologik awal termasuk: (1) Pembengkakan jaringan lunak di sekitar
sendi; (2) deosifikasi tulang yang bersebelahan; (3) pelebaran celah sendi; (4) elevasi
periosteum dan osifikasi; (5) erosi tulang; (6) pseudokista; (7) penyempitan celah sendi;
dan (8) subluksasi. 4
Pembengkakan jaringan lunak di sekitar sendi umumnya berbentuk kumparan
(spindle-shaped). Perubahan ini sangat mudah terlihat pada sendi interfalangeal
proksimal, dan juga dapat terlihat pada sendi lutut dan pergelangan kaki.
Pembengkakan ini disebabkan oleh efusi sendi dan edema jaringan subsinovial. 5
Deosifikasi disebabkan oleh hiperemia lokal yang difus. Korteks tulang menipis,
muncul pola trabekula, dan akhirnya tulangnya seperti disapu bersih (washed out), dan
mengalami trabekulasi. 4
Pelebaran celah sendi kadang susah untuk dilihat. Pelebaran ini terjadi karena
adanya efusi pada sendi.17 Kadang-kadang tanda ini terlihat setelah penyakitnya sudah
lanjut, walaupun sebenarnya merupakan salah satu tanda awal artritis reumatoid. 4
Elevasi periosteum dan osifikasi biasanya hanya terbatas pada sendi dan
disebabkan oleh erosi yang sedikit pada tulang di sekitar sendi. Akumulasi cairan sendi
(eksudat) menaikan periosteum, yang merangsang pelapisan tulang baru. Bila terjadi
terus menerus, maka akan terbentuk lamelasi yang membentuk penebalan yang keras
dan menyatunya periosteal dengan korteks sehingga tulang menjadi tebal. 4
Erosi korteks sendi disebabkan oleh penghancuran kartilago. Pada metakarpal dua
dan tiga erosi ini sering terjadi pada bagian radial. Erosi pada bagian proksimal falang
pertama kelihatan pada 85% kasus. Erosi pada sendi yang besar lebih jarang bila
8
Gambar 4Ket: Pembengkakan jaringan lunak
dan erosi awal dari sendi interfalangeal proksimal
Dikutip dari 17
dibandingkan dengan sendi yang kecil. Muncul sklerosis pada bagian yang mengalami
erosi, namun batas-batasnya menjadi tidak teratur. 4
Pseudokista muncul agak jauh dari sendi. Hal ini disebabkan oleh inflamasi
sinovial dan infiltrasi pannus yang masuk melalui kapsul sendi, mungkin lewat saluran
vaskular, atau lewat defek yang terjadi pada kapsul. 4
Penyempitan ruang sendi sering terjadi. Penyempitan ini disebabkan oleh
degenerasi kartilago sendi karena pannus yang menyebar sepanjang permukaan sendi.
Proses ini dapat terus berlangsung sampai tulang-tulangnya saling berhimpitan. 5
Ketidakseimbangan tendon dan kontraksi kapsular menyebabkan terjadinya
subluksasi dan ketidaklurusan (malalignment). Bila tendon dirusak juga, maka tendon
akan ruptur, sehingga memperparah disabilitas. 5
9
Gambar 5Ket: Subluksasi pada sendi meta-
karpalfalangeal ketiga dan erosi marginal pada ujung metakarpal kedua
Dikutip dari 17
Gambar 6Ket: deformitas berat akibat subluksasi
sendi metakarpafalangeal dengan deviasi ulnaris
Dikutip dari 1
Perubahan radiologik tahap lanjut berupa: (1) kontraktur fleksi dan ekstensi yang
menyebabkan terjadinya dislokasi terutama sendi interfalangeal dan siku; (2) celah
sendi menyempit dan destruktif, dengan gambaran korteks subkondral tulang yang
tidak rata dan fraktur; (3) perlekatan tulang, dan (4) penghancuran tulang yang dimulai
dari sendi, umumnya terlihat pada ujung distal klavikula, metakarpal dan metatarsal. 5
Efusi pleura, nodul paru dan pleura serta pneumonitis kronik yang difus dapat
terlihat pada pasien artritis reumatoid. 5
CT-Scan
Walaupun CT berguna untuk menunjukan patologi tulang, erosi sendi kecil sangat
baik bila dinilai dengan menggunakan foto X-Ray ataupun MRI, sehingga kurang
berguna untuk menilai artritis reumatoid. 17
MRI
MRI sangat bagus digunakan untuk melihat perubahan pada jaringan lunak, defek
pada kartilago dan erosi tulang yang berkaitan dengan artritis reumatoid. Intensitas
sinyal dari garis sinovial yang mengalami inflamasi dapat dilihat pada gambar T1WI
dan T2WI.
MRI dapat mendeteksi erosi tulang dan sangat sensitif untuk melihat edema sum-
sum tulang, sehingga sangat bernilai untuk diagnostik, namun tidak rutin digunakan
karena biayanya yang mahal. 17
10
Gambar 7Ket: Potongan koronal T2-weighted
spin-echo MRI menunjukkan erosi yang terang pada bagian tangan pasien artritis reumatoid
Dikutip dari 17
USG
Sonografi dengan resolusi dan frekuensi yang tinggi dapat digunakan untuk
melihat sendi-sendi kecil pada artritis reumatoid. Efusi sendi bersifat hipoechoik, dan
sinovium yang hipertrofi lebih echogenik. Nodul reumatoid terlihat sebagai kavitas
yang berisi cairan dengan batas yang jelas. Erosi tulang terlihat sebagai kortex
hiperechoik yang tidak teratur. Tenosinovitis dan ruptur tendon dapat terlihat juga lewat
USG. USG berguna bila digunakan untuk menilai sendi metakarpalfalangeal dan sendi
interfalangeal, namun sulit untuk menilai tulang-tulang karpal dan sendi
karpalmetakarpal. 17
USG juga berguna untuk menuntun jarum biopsi bila ingin mengambil sampel
cairan sinovial.17
VII. 3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak ada tes spesifik untuk mendiagnosa penyakit artritis reumatoid. Namun
karena faktor reumatoid ditemukan pada sekitar 66,66% kasus artritis reumatoid, maka
faktor reumatoid sering dijadikan standar untuk mendiagnosa penyakit ini.6 Faktor
reumatoid ditemukan pada sekitar 5% orang sehat dan meningkat sesuai dengan
pertambahan umur, bahkan dapat mencapai 20% pada orang sehat yang berumur lebih
dari 65 tahun. Selain itu, faktor reumatoid juga ditemukan pada pasien lepra,
tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, endokarditis bakterialis, penyakit
kolagen (SLE), dan sarkoidosis.7 Hal ini menyebabkan faktor reumatoid tidak cocok
dijadikan sebagai prosedur untuk penyaringan (screening). Namun, faktor reumatoid
dapat dijadikan patokan untuk mengetahui prognosis penyakit artritis reumatoid, karena
pasien dengan kadar faktor reumatoid yang tinggi cenderung lebih parah penyakitnya,
disertai dengan manifestasi sistemik.6
Anemia normokrom normositik seringkali ditemukan pada pasien dengan artritis
reumatoid. Kadang-kadang ditemukan leukopeni. Pada pasien dengan artritis reumatoid
aktif ditemukan peningkatan laju endap darah, begitu juga dengan kadar C-Reactive
Protein (CRP) yang merupakan tanda-tanda terjadinya inflamasi.6
11
Aspirasi cairan sinovial menunjukan tanda-tanda inflamasi dengan menjadi keruh
dan terjadi penurunan viskositas. Kadar sel darah putih cairan sinovial yang mengalami
inflamasi umumnya meningkat diatas 2000/μL dengan lebih dari 75% berupa leukosit
polimorfonuklear. Tanda inflamasi ini tidak spesifik untuk penyakit artritis reumatoid.6
VII. 4. PATOLOGI ANATOMI
Pada pemeriksaan patologi anatomi, tampak inflamasi dengan hiperplasia lapisan
sinovial. Dan infiltrasi daerah di bawahnya oleh sel-sel mononuklear. Dengan
pembesaran yang lebih besar dapat terlihat infiltrat sel mononuklear di sekitar venule
postkapiler. 6
12
Gambar 8Ket: Gambaran histologi sinovitis pada
artritis reumatoid, tampak hiperplasia lapisan sel bagian atas (A) dan infiltrasi sel mononuklear pada lapisan dibawahnya (B)
Dikutip dari 6
A
B
American Rheumatism Association (ARA) membuat suatu kriteria untuk
menegakan diagnosis artritis reumatoid yang telah direvisi tahun 1987, yaitu:
a. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian
dan disekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam
sebelum perbaikan maksimal.
b. Artritis pada 3 daerah atau lebih. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau
persendian atau efusi sendi, bukan pembesaran tulang (hiperostosis). Hal ini
harus dinilai oleh seorang dokter. Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi
secara bersamaan. Terdapat 14 sendi yang memenuhi kriteria, yaitu
interfalang proksimal (IPP), metakarpofalang (MCP), pergelangan tangan,
siku, lutut, pergelangan kaki, dan metatarsofalang (MTP), bagian kiri dan
kanan.
c. Artritis pada sendi tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu
persendian tangan seperti tertera di atas.
d. Artritis simetris (symmetrical polyarthritis simultaneously). Keterlibatan sendi
yang sama pada kedua sisi tubuh.
e. Nodul reumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah jukstaartrikular yang dinilai oleh seorang
dokter.
f. Faktor reumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor reumatoid
serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari
5% kelompok kontrol.
g. Terdapat perubahan gambaran radiologik yang khas pada permeriksaan sinar
rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tanga, yang harus
menunjukan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi
atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis artritis reumatoid ditegakan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7
kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu.7
13
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit artritis reumatoid didiagnosa banding dengan penyakit pirai (gout) 4, osteoartritis, artritis psoriatik dan artritis Reiter. 17
Art
ritis
Rei
ter
Sang
at se
ring
dide
rita
oleh
pria
mud
a
Mer
upak
an
suat
u si
ndro
m d
enga
n ta
nda
lain
ber
upa
uret
ritis
da
n ko
njun
ctiv
itis
Ep
isod
e ar
tritis
pe
ndek
dan
sem
buh
deng
an s
endi
rinya
Arti
ritis
te
ruta
ma
daer
ah
met
atar
sa-f
alan
geal
(M
TP),
dan
inte
rfal
ange
al
prok
s-im
al2
Gam
bar 1
2Pa
da fo
to X
-Ray
AP
tang
an in
i ter
lihat
ero
si
yang
kec
il pa
da
met
acar
pal i
bu ja
ri da
n su
bluk
sasi
yan
g m
inim
al. D
ensi
tas
tula
ngny
a no
rmal
2
Art
ritis
Pso
rita
tik
Wan
ita d
an p
ria
mem
iliki
per
-ban
ding
an y
ang
sam
a, se
ring
pada
usi
a 30
-50
an ta
hun
Bia
sany
a te
rjadi
on
ikol
isis
dan
tand
a-ta
nda
lain
pad
a ku
ku s
eper
ti oi
l-dr
op s
ign
Um
umny
a da
erah
ya
ng te
rken
a ar
tritis
dim
ulai
de
ngan
mun
culn
ya p
soria
sis
(10t
hn se
tela
h-ny
a)11
Gam
bar 1
1Pa
da fo
to X
-Ray
AP
tang
an k
anan
ini t
erlih
at
eros
i sub
-kon
dral
sen
di
inte
r-fa
lang
eal p
roxi
mal
(P
IP) j
ari k
etig
a da
n ke
empa
t di
serta
i rea
ksi
perio
stea
l 11
Ost
eoar
triti
s
Serin
g di
derit
a w
anita
usi
a la
njut
Dap
at te
rben
tuk
nodu
s H
eber
den
pada
da
erah
dis
tal
inte
rpha
lang
eal (
DIP
)
Kad
ang-
kada
ng
dise
rtai t
imbu
lnya
kre
pitu
s
Ber
sifa
t sim
etris
, te
r-ut
ama
pada
tang
an
Serin
g ju
ga
terja
di p
ada
send
i pen
opan
g be
rat b
adan
15
Gam
bar 1
0Pa
da fo
to X
-Ray
tang
an
deng
an p
osis
i PA
ini
terli
hat p
enye
mpi
tan
send
i dan
ost
eofit
, ser
ta
kist
a su
bkon
dral
yan
g ke
cil p
ada
daer
ah in
ter-
fala
ngea
l dis
tal (
DIP
) 15
Art
ritis
Gou
t
Lebi
h se
ring
dide
rita
pria
dan
usi
a la
njuu
t
Tem
pat p
alin
g se
ring
terk
ena
iala
h da
erah
met
atar
sa-
fala
ngea
l (M
TP)-
1
Um
umny
a ar
tritis
asi
met
ris
Ada
nya
riway
at h
iper
uris
emia
pa
da p
emer
iksa
an la
b.
Ras
a sa
kit
tiba-
tiba
mun
cul
Gam
bar 9
Pada
foto
X-R
ay A
P ta
ngan
kan
an in
i te
rliha
t de
posi
si
kris
tal u
rat p
ada
daer
ah p
eri-a
rticu
lar
14
Art
ritis
Reu
mat
oid
Lebi
h se
ring
dide
rita
kaum
wan
ita d
an
usia
per
teng
ahan
sam
pai
lanj
ut
Gej
ala
beru
pa
nyer
i, be
ngka
k, d
an g
ang-
guan
ger
ak te
ruta
ma
pada
se
ndi m
eta-
karp
ofal
ang
(MC
P)
Um
umny
a te
rjadi
artr
itis s
imet
ris
Kak
u pa
da p
agi
hari
dan
sete
lahn
ya ra
sa
saki
t mun
cul 17
Gam
bar 5
Pada
foto
X-R
ay
tang
an in
i, te
rliha
t su
bluk
sasi
pad
a se
ndi
met
akar
palfa
lang
eal
(MC
P) k
etig
a da
n er
osi m
argi
nal p
ada
ujun
g m
etak
arpa
l ke
dua
17
Gam
bara
n K
linik
Gam
bara
n R
adio
logi
IX. PENGOBATAN
14
Tujuan terapi artritis reumatoid adalah: (1) menghilangkan rasa sakit, (2)
menurunkan inflamasi, (3) melindungi struktur sendi, (4) menjaga fungsi sendi, (5)
mengontrol keterlibatan sistemik. Penanganan pasien dengan artritis reumatoid harus
dilakukan secara holisitik, terutama untuk menangani berbagai masalah yang
ditimbulkan penyakit ini secara fungsional dan juga interaksi psikososialnya.6
Istirahat dapat menghilangkan gejala dan sangat penting untuk program terapi
secara menyeluruh. Kadang-kadang diperlukan pembidaian (splinting) untuk
mengurangi gerakan-gerakan yang memperparah sendi yang terkena penyakit ini.
Terapi juga ditujukan untuk mempertahankan kekuatan otot dengan fisioterapi. Yang
tak kalah pentingnya ialah mengajar pasien beserta keluarganya mengenai penyakit
yang sedang diderita, dan rencana terapinya.6
Penanganan artritis reumatoid dengan obat-obatan terdiri atas lima macam
pendekatan. Pertama dengan menggunakan obat-obat anti-inflamasi non-steroid
(AINS), termasuk aspirin dan analgesik lainnya untuk meredakan gejala. Obat jenis ini
tidak mengurangi progresifitas penyakit. Dengan obat penghambat COX-2
(cyclooxygenase), terjadinya ulserasi gastroduodenal yang umum disebabkan oleh
AINS konvensional dapat ditekan. Terapi berikutnya adalah dengan menggunakan
glukokortikoid dosis rendah, digunakan untuk menekan proses inflamasi apabila tidak
bisa ditekan oleh obat jenis lain. Tahap ketiga ialah dengan menggunakan obat yang
memodifikasi rematik, yaitu yang termasuk dalam DMARDs (Disease-modifying
antirheumatic drugs), seperti garam emas, methotrexate, anti malaria, dan
sulfasalazine. Tahap keempat digunakan agen yang menetralkan sitokin (cytokine-
neutralizing agents) yang menurunkan progresifitas penyakit dan kerusakan struktur
sendi. Yang kelima ialah obat penekan sistem imun dan sitotoksik, yang memperbaiki
proses penyakit pada beberapa pasien. Pengobatan tambahan dapat dengan
menggunakan asam lemak omega-3 menunjukkan perbaikan simptomatik pada
beberapa pasien.6, 7
Operasi dan rekonstruksi dilakukan, jika misalnya kelainan terbatas pada sinovia,
maka dilakukan sinovektomi dan bila terjadi ruptur tendo dilakukan penjahitan tendo.
Pada tingkat lanjut dimana terdapat kerusakan tulang dan tulang rawan, maka dilakukan
15
osteotomi artrodesis atau artroplasti tergantung dari tingkat kerusakannya. Sendi yang
umumnya diganti ialah sendi panggul, lutut, bahu, siku, dan metakarpal-falangeal 10, 18
Penggabungan tulang pembentuk sendi efektif dalam menghilangkan rasa sakit
dan memperbaiki deformitas. Penggabungan dilakukan pada sendi tangan dan
pergelangan tangan dengan hasil yang baik untuk jangka waktu panjang. 18
X. KOMPLIKASI
Komplikasi artritis reumatoid terutama disebabkan oleh manifestasi sistemik dan
juga oleh efek samping obat-obatan yang digunakan. Pada pasien dengan kadar faktor
reumatoid yang tinggi, sering terjadi manifestasi ekstraartikuler, seperti vaskulitis
reumatoid yang dapat menyebabkan terjadinya polineuropati, mononeuritis multipleks,
ulserasi kutaneus, nekrosis kulit, ganggren jari, dan infark visera. Komplikasi lain dapat
terjadi pada daerah paru-paru, dimana terjadi fibrosis yang mengurangi efisiensi paru-
paru. Dapat juga terjadi nodul pada paru-paru yang menjadi kavitas dan menyebabkan
pneumotoraks akibat fistel bronkopleura. Sekitar 15 sampai 20% pasien dengan artritis
reumatoid mengalami Sjörgen’s syndrome dengan keratokonjunctivitis sika dan
xerostomia. Pada pasien artritis reumatoid yang kronis (>10thn), dapat terjadi
splenomegali, neutropenia, dan kadang-kadang disertai anemia dan trombositopeni
yang disebut sebagai Felty’s syndrome. 3, 6
Obat-obat artritis reumatoid dapat menyebabkan efek samping yang juga
berbahaya. Perdarahan saluran cerna, azotemia, disfungsi platelet serta eksaserbasi
penyakit rhinitis alergika dan asma sering didapatkan pada penggunaan obat golongan
AINS. Obat penghambat COX-2 dapat menyebabkan retensi natrium, hipertensi dan
edema perifer pada beberapa pasien. Osteoporosis sering terjadi pada pasien dengan
penggunaan terapi glukokortikoid, karena mengurangi massa tulang, walaupun dengan
dosis yang rendah. Osteoporosis menyebabkan tulang gampang mengalami fraktur.
Obat golongan DMARDs terutama methotrexate dapat menyebabkan ulserasi oral,
abnormalitas fungsi hati, pneumonitis berkatian dengan efeknya sebagai antagonis
asam folat. Agen penetral sitokin meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi yang
berat, seperti mengaktifkan kembali tuberkulosis yang dormant. Terapi dengan obat
penekan sistem imun dapat menyebabkan terjadinya keganasan. 6
16
XI. PROGNOSA
Kelangsungan organ
Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi dan sulit untuk
diperkirakan. Sekitar 50-75% pasien artritis reumatoid akan mengalami remisi dalam 2
tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Kerusakan tulang yang
luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama. 6, 7
Kelangsungan hidup
Dalam 10 tahun, 50% pasien mengalami hambatan dalam bekerja. Terjadi
peningkatan derajat mortalitas pada pasien dengan penyakit sendi yang parah.
Golongan ini umumnya meninggal 10-15 tahun lebih cepat. Penyebab kematiannya
adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran
cerna. 6
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Available at www.gentili.net/Hand/ra.htm
2. Aribandi, AK. Available at www.emedicine.com/radio/topic598.htm. 2005
3. Dähnert, W. Bone and Soft Tissue Disorders in Radiology Review Manual 2nd
Edition. Williams & Wilkins: USA; 1993. Hal 92-93
4. Edeiken, J. Arthritides in Roentgen Diagnosis of Diseases of Bone Volume 2
Asian Edition. Igaku Shouin Ltd: Japan; 1993. Hal 686-708
5. Juhl, JI. The Osseous System in Paul and Juhl Essentials of Roentgen
Interpretation 4th edition. Harper & Row: USA; 1981. Hal 278-290
6. Lipsky, PE. Rheumatoid Arthritis in Harrison’s Principles of Internal Medicine
16th edition. McGraw-Hill: USA; 2005, hal 1968-1976
7. Mansjoer, A. Reumatologi dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3. Media
Aesculapius: Jakarta; 2001. Hal 537-539
8. McPhee, SJ. Pathophysiology of Selected Rheumatic Diseases in
Pathophysiology of Disease 4th Edition. McGraw-Hill: USA; 2003. Hal 674-675
9. Putz, RV. Ekstremitas Atas dalam Sobotta Atlas Anatomi Manusia edisi 21.
EGC: Jakarta; 2000. Hal 184
10. Rasjad, C. Penyakit Reumatik, Artropati dan Artritis Metabolik dalam Pengantar
Ilmu Bedah Ortopedi. Bintang Lamumpatue: Makassar; 2003. Hal 156-165
11. Scheinfeld, NS. Available at www.emedicine.com/radio/topic578.htm. 2005
12. Shiel, WC Jr. Available at www.medicinenet.com.
13. Simon, G. Artritis Dengan Etiologi Yang Tidak Jelas dalam Diagnostik Rontgen
untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Erlangga: Jakarta; 1981. Hal 119-
123
14. Smelser, CD. Available at www.emedicine.com/radio/topic313.htm. 2005
15. Stacy, G. Available at www.emedicine.com/radio/topic492.htm. 2005
16. Tehupeiory, ES. Anatomi Sendi, Membran Sinovia, Rawan Sendi dan Otot Skelet
dalam Buku Kuliah Ilmu Reumatologi. Sub-Bagian Reumatologi bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK-UNHAS: Makassar; 2002. Hal 1-28
17. Tsou, IY. Available at www.emedicine.com/radio/topic877.htm. 2005
18
18. Way, LW. Orthopedics in Current Surgical Diagnosis & Treatment 11th Edition.
McGraw-Hill: USA; 2003. Hal 1203-1204
19. Wright, PE. Arthritic Hand in Campbell’s Operative Orthopaedics Volume 4 10 th
Edition. Mosby: USA; 2002. Hal 3689-3691
19