18_nolaristi_ pp 46 tahun 2013

Upload: nolaristi-ola

Post on 12-Apr-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 18_nolaristi_ Pp 46 Tahun 2013

    1/7

    Ekonomi Kerakyatan Dilihat dari Kacamata Implementasi PP 46 Tahun 2013

    NOLARISTI

    NPM : 134060018074

    9 A Akuntansi Reguler _ 18Mahasiswa Program Diploma IV Akuntansi Reguler Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

    Email :[email protected]

    Saat ini media masa sedang diramaikan dengan hiruk pikuknya debat capres. Pesta

    demokrasi terbesar yang akan diadakan pada tanggal 9 Juli 2014 ini memiliki dua calon utama.

    Calon yang terpilih inilah yang nantinya akan menentukan nasib Indonesia dalam lima tahun

    mendatang. Dilihat dari sisi ekonomi kedua capres ini mengusung dua aliran yang berbeda yaitu

    ekonomi kerakyatan dan ekonomi berdikari. Pada tulisan bebas kali ini penulis hanya akan

    membahas tentang ekonomi kerakyatan yang dilihat dari kacamata penerapan PP 46 tahun 2013.

    Ekonomi kerakyatan sejatinya adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan

    ekonomi rakyat.Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang

    dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya

    ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha

    Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan,

    makanan, yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa

    harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Dari sini dapat kita ambil benang merah,

    tujuan awal UMKM adalah untuk membantu masyarakat ekonomi rendah untuk bertahan pada

    situasi ekonomi yang terpuruk. Kondisi perekonomian yang kurang baik, akibat tekanan kenaikan

    harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Dasar Listrik (TDL) dan melemahnya nilai tukar rupiah,

    membuat pelaku UKM terpuruk. Khususnya UKM yang menggunakan bahan baku impor, seperti

    halnya UKM yang bergerak di sektor tekstil, garmen, dan elektronik.

    Di Indonesia, UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Data yang dirilis

    oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada Juni 2013 menyatakan

    ada 55,2 juta pelaku UMKM di Indonesia. UMKM di Indonesia sangat penting bagi ekonomi

    karena menampung 97%tenaga kerja. Perkembangan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan

    Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam

    penyaluran kredit kepada UMKM. Setiap tahun kredit kepada UMKM mengalami

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kerjahttp://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kerjamailto:[email protected]
  • 7/22/2019 18_nolaristi_ Pp 46 Tahun 2013

    2/7

    pertumbuhan dan secara umum pertumbuhannya lebih tinggi dibanding total kredit

    perbankan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

    Menengah (UKM) memberikan dukungan kepada para pelaku UMKM dengan

    menganggarkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 40 Triliun pada tahun 2013 ini.

    Direktorat Jenderal Pajak sebagai unit instansi yang memiliki kewenangan atas

    pemungutan pajak negara melakukan suatu terobosan pada Juni 2013 dengan

    mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang mengatur tentang Pajak

    Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang

    Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Peraturan ini ditujukan untuk ekstensifikasi basis

    pajak melalui pemberlakuan pajak bagi sektor UMKM yang selama ini belum maksimal

    pengenaan pajaknya. PP Nomor 46 Tahun 2013 ini mengisyaratkan suatu pengenaan PPh

    dengan tarif yang sama yakni 1% atas omset dan bersifat final pada keseluruhan pelaku

    UMKM di Indonesia. Pada bagian selanjutnya penulis mencoba meninjau ulang sudah

    seberapa jauhkah efektivitas penerapan PP 46 tahun 2013 ini pada UMKM di Indonesia.

    Kurangnya Sosialisasi oleh DJP dan Kemenkop

    Rendahnya sosialisasi akibat rentang waktu antara penandatangan dengan

    pelaksanaan yang kurang dari 3 minggu dinilai sebagai alasan utama banyaknya kritik atas

    penerapan PP ini. Peraturan Pemerintah ini ditandatangani Presiden pada 12 Juni 2013

    dan langsung berlaku mulai 1 Juli 2013. Aturan itu boleh dikatakan tidak mengenal masa

    transisi apalagi sosialisasi. Padahal, sudah sepatutnya setiap peraturan perundangan-

    undangan memerlukan masa transisi dan sosialisasi minimal enam bulan. Dengan

    pertimbangan itulah, seharusnya kalau toh dilaksanakan maka baru dapat diberlakukan

    terhitung 1 Januari 2014. Sosialisasi dilaksanakan dengan tujuan agar Wajib Pajak baik

    Orang Pribadi maupun Bdan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai terkait

    pengenaan pajak atas UMKM ini. Sosialisasi juga dilaksanakan terkait dengan pelaksanaan

    sistem self assessment, dimana Wajib Pajak menghitung, memperhitungkan, menyetor dan

    melaporkan pajak terutangnya sendiri. Terkait dengan hal ini yang harus diperhatikan oleh

    DJP adalah sistem pencatatan pelaku UMKM. Mayoritas pelaku UMKM bergerak di industri

    rumahan yang kelemahannya ada sistem pencatatan.

  • 7/22/2019 18_nolaristi_ Pp 46 Tahun 2013

    3/7

    Berdampak Negatif pada Tingkat Inflasi Akibat Terganggunya Angsuran Kredit

    UMKM

    Pada 21 Desember 2012 lalu Bank Indonesia telah megeluarkan Peraturan Bank

    Indonesia (PBI) Nomor 14/22/PBI/2012 yang mewajibkan bank nasional untuk

    mengucurkan kredit UMKM minimal 20 persen dari kredit produktif (kredit modal kerja

    dan kredit investasi) secara bertahap, mulai 2013 hingga 2018. Kebijakan ini bertujuan

    untuk mendukung pengendalian inflasi mengingat UMKM memiliki peran yang strategis

    dalam struktur perekonomian nasional.

    Pengenaan pajak UMKM sejatinya bertolak belakang dengan langkah moneter Bank

    Indonesia sebagai otoritas bank sentral dalam mengontrol tingkat inflasi. Hal terburuk dari

    kondisi ini adalah rendahnya tingkat kucuran dana bagi UMKM, yang berimbas secara

    langsung pada buruknya arus kas UMKM. Buruknya cash flows UMKM akan diperparah

    dengan pemberlakuan pajak UMKM, sehingga dapat menyebabkan angsuran kredit bank

    menjadi kurang lancar. Imbasnya, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL)

    perbankan akan meningkat dengan drastis.

    Tidak Adanya Klasifikasi Jenis Usaha dan Diberlakukan atas Omset

    Penerapan Pajak Penghasilan 1% dari omset usaha dan bersifat final menuai kritikterkait dengan tidak adanya klasifikasi pelaku UMKM penghasilan objek pajak termasuk

    koperasi. Sebagaimana kita ketahui, koperasi merupakan pilar penting dalam

    perekonomian kerakyatan dan dibangun atas dasar amanat konstitusi. Penerapan pajak

    UMKM yang disamaratakan inilah yang kemudian menuai kontroversi di masyarakat.

    Pemerintah seharusnya mengecualikan UKM yang tergabung dalam koperasi tidak terkena

    kebijakan tersebut. Klasifikasi tersebut sangatlah penting untuk mendorong

    pengembangan koperasi. Bila kebijakan tersebut tetap dipaksakan tidak menutup

    kemungkinan akan banyak koperasi yang terpuruk. Standarisasi yang jelas mutlak harus

    dilakukan pemerintah untuk menjamin keberlangsungan UMKM di masa mendatang.

    Acuan pemajakan yang didasarkan pada besaran omset atau pendapatan kotor juga

    mendapat sorotan dari masyarakat. Bagaimanapun, omset tidaklah mencerminkan laba

    ataupun rugi usaha, dan ini dirasa sangat memberatkan bagi pelaku usaha kecil dan

  • 7/22/2019 18_nolaristi_ Pp 46 Tahun 2013

    4/7

    menengah. Semestinya, pajak didasarkan pada besaran laba. Penghasilan pelaku UMKM

    sangat fluktuatif tergantung pada kondisi pasar. Apalagi, sebagian besar UMKM bergerak

    pada sektor produksi yang mengandalkan daya beli masyarakat. Apabila daya beli

    masyarakat turun akibat kenaikan BBM serta inflasi yang terlalu tinggi, maka omset

    dipastikan turun. Kondisi tersebut memaksa pelaku usaha menjual produknya dengan

    harga jual lebih murah, agar lebih kompetitif. Minimnya keuntungan yang diperoleh pelaku

    UMKM akan semakin terbebani dengan pajak yang dasarnya ditetapkan atas omset.

    Perlunya Dilakukan Perbedaan Tarif Berdasarkan Jenis Usaha Pelaku UMKM

    Kemudahan mungkin memang menjadi tujuan utama penerapan tarif tunggal ini.

    Namun satu hal yang agaknya kurang dicermati disini adalah beban yang ditanggung oleh

    para pelaku UMKM berbeda tergantung jenis usaha yang digelutinya. Penerapan tarif 1%

    dari omset yang bersifat final dan digeneralisir pada semua jenis usaha dirasa kurang adil.

    UMKM yang mendapat bahan baku melalui impor misalnya, tentu akan mempunyai beban

    yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan pelaku UMKM yang bahan bakunya dapat

    diperoleh dengan mudah di pasar domestik. Demikian pula pada sisi pendapatan (omset),

    pelaku UMKM yang bergerak di bidang penjualan bahan kebutuhan pokok akan memiliki

    omset yang lebih besar dibandingkan jenis usaha lainnya. Padahal margin laba yang

    didapat justru cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan sektor usaha lain yang

    perputaran kasnya cenderung lama, seperti usaha kerajinan. Cash flow pada usaha

    kerajinan memang tidak selancar pada jenis usaha perdagangan bahan kebutuhan pokok,

    namun demikian margin laba yang didapatkannya jauh lebih besar. Efek keadilan inilah

    yang kurang diperhatikan dalam penerapan PP no 46 Tahun 2013 yang menggeneralisir

    pemberlakuan tarif yang sama pada semua jenis usaha kecil dan menengah.

    Penerapan yang Terkesan Dipaksakan dan Mendadak

    Negara memiliki hak dan kepentingan untuk menaikkan penerimaan pajak dari

    sektor UMKM yang disinyalir berjumlah 55,2 juta UMKM per Juni 2013 (data Kementerian

    Koperasi dan Usaha Kecil Menengah). Jelas ini angka kumulatif yang tidak kecil, mengingat

    sampai saat ini jumlah NPWP yang terdaftar baru sekitar 13-16 juta NPWP, itupun hanya

  • 7/22/2019 18_nolaristi_ Pp 46 Tahun 2013

    5/7

    10-20% yang efektif dalam hal pembayaran pajaknya. Jika saja setiap UMKM rata-rata

    punya omset harian Rp. 200.000, maka potensi pajak yang dapat dikumpulkan adalah 1% x

    55.000.000 x 5.000.000 = Rp. 2,75 Triliun per bulan atau Rp. 33 Triliun per tahunnya.

    Bukan jumlah yang kecil ketika dibandingkan dengan proyeksi penerimaan pajak.

    Banyak pihak beranggapan pengenaan pajak terhadap UMKM adalah tindakan

    terburu-buru dan tidak memenuhi skala prioritas, dimana masih banyak Orang Pribadi dan

    Badan belum membayar pajak secara benar. Artinya, terkesan adanya suatu paksaan

    dalam penerapannya, entah untuk memenuhi target penerimaan tahun berjalan atau

    alasan politis lainnya.

    Efektivitas Pajak atas UMKM Ditinjau dari Kondisi Ekonomi Masyarakat

    Pemerintah dalam hal ini DJP tidak dapat menutup mata bahwasannya sebagian

    besar pelaku UKM adalah dalam bentuk CV atau perorangan. UMKM telah membuktikan

    diri tahan banting dari krisis. Oleh karena itu, pemerintah mau tak mau hendaknya terus

    membangun, memelihara dan meningkatkan sepak terjang UMKM yang berbasis ekspor.

    Kita coba flashback ke tahun 1998, dimana pada tahun tersebut UMKM tumbuh bak

    cendawan di musim hujan lantaran kondisi perekonomian yang terpuruk yang

    menyebabkan sebagian besar masyarakat kehilangan pekerjaan dan mencoba menafkahi

    keluarganya dengan usaha ala kadarnya. Saat itu perekonomian nasional memang runtuh

    sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menyentuh level Rp 15.000.

    Bahkan, suku bunga simpanan dari 31 persen pada 1996 menjadi 27 persen pada 1997 dan

    60 persen pada 1998.

    Hal paling krusial yang dibutuhkan UMKM saat ini justru adalah sokongan dari

    pemerintah terkait pembinaan bagi para pelaku UMKM, bukan malah pemungutan pajak

    dari sektor ini. Biaya produksi yang ditanggung para pelaku UMKM akibat kenaikan harga

    bahan bakar minyak (BBM) sudah sangat merepotkan. UMKM justru membutuhkan

    dorongan agar usaha makin berkembang, sehingga dapat meningkatkan daya saing

    nasional. Proses legalitas penerbitan ijin usaha sudah memakan waktu dan biaya yang

    cukup mahal, ditambah lagi pungutan liar dan kesulitan memperoleh akses modal lunak.

  • 7/22/2019 18_nolaristi_ Pp 46 Tahun 2013

    6/7

    Penerapan pajak UMKM 1% sangatlah tidak efektif untuk diterapkan pada kondisi saat ini,

    dan dapat mengganggu keseimbangan penerimaan sektor UMKM.

  • 7/22/2019 18_nolaristi_ Pp 46 Tahun 2013

    7/7

    DAFTAR PUSTAKA

    http://succesary.wordpress.com/2008/12/10/sistem-ekonomi-kerakyatan/ diakses tanggal 17 Juni

    2014

    http://lovetheoutdoors07.blogspot.com/2012/05/ekonomi-berdikari-dalam-konsepsi.html diakses

    tanggal 17 Juni 2014

    http://economy.okezone.com/read/2013/08/22/317/853633/menimbang-efektivitas-

    pajak-umkmdiakses tanggal 17 Juni 2014

    http://ekbis.sindonews.com/read/2013/09/26/33/787863/pengusaha-minta-pajak-

    ukm-tak-dipukul-ratadiakses tanggal 17 Juni 2014

    http://www.merdeka.com/uang/pajak-umkm-dinilai-belum-layak-diterapkan.html

    diakses tanggal 17 Juni 2014

    http://ortax.org diakses tanggal 17 Juni 2014

    http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/mikro/13/08/07/mr54o2-ini-tanggapan-

    ditjen-pajak-soal-penundaan-pajak-ukmdiakses tanggal 17 Juni 2014

    http://succesary.wordpress.com/2008/12/10/sistem-ekonomi-kerakyatan/http://succesary.wordpress.com/2008/12/10/sistem-ekonomi-kerakyatan/http://lovetheoutdoors07.blogspot.com/2012/05/ekonomi-berdikari-dalam-konsepsi.htmlhttp://lovetheoutdoors07.blogspot.com/2012/05/ekonomi-berdikari-dalam-konsepsi.htmlhttp://economy.okezone.com/read/2013/08/22/317/853633/menimbang-efektivitas-pajak-umkmhttp://economy.okezone.com/read/2013/08/22/317/853633/menimbang-efektivitas-pajak-umkmhttp://economy.okezone.com/read/2013/08/22/317/853633/menimbang-efektivitas-pajak-umkmhttp://ekbis.sindonews.com/read/2013/09/26/33/787863/pengusaha-minta-pajak-ukm-tak-dipukul-ratahttp://ekbis.sindonews.com/read/2013/09/26/33/787863/pengusaha-minta-pajak-ukm-tak-dipukul-ratahttp://ekbis.sindonews.com/read/2013/09/26/33/787863/pengusaha-minta-pajak-ukm-tak-dipukul-ratahttp://www.merdeka.com/uang/pajak-umkm-dinilai-belum-layak-diterapkan.htmlhttp://www.merdeka.com/uang/pajak-umkm-dinilai-belum-layak-diterapkan.htmlhttp://ortax.org/http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/mikro/13/08/07/mr54o2-ini-tanggapan-ditjen-pajak-soal-penundaan-pajak-ukmhttp://www.republika.co.id/berita/ekonomi/mikro/13/08/07/mr54o2-ini-tanggapan-ditjen-pajak-soal-penundaan-pajak-ukmhttp://www.republika.co.id/berita/ekonomi/mikro/13/08/07/mr54o2-ini-tanggapan-ditjen-pajak-soal-penundaan-pajak-ukmhttp://www.republika.co.id/berita/ekonomi/mikro/13/08/07/mr54o2-ini-tanggapan-ditjen-pajak-soal-penundaan-pajak-ukmhttp://www.republika.co.id/berita/ekonomi/mikro/13/08/07/mr54o2-ini-tanggapan-ditjen-pajak-soal-penundaan-pajak-ukmhttp://ortax.org/http://www.merdeka.com/uang/pajak-umkm-dinilai-belum-layak-diterapkan.htmlhttp://ekbis.sindonews.com/read/2013/09/26/33/787863/pengusaha-minta-pajak-ukm-tak-dipukul-ratahttp://ekbis.sindonews.com/read/2013/09/26/33/787863/pengusaha-minta-pajak-ukm-tak-dipukul-ratahttp://economy.okezone.com/read/2013/08/22/317/853633/menimbang-efektivitas-pajak-umkmhttp://economy.okezone.com/read/2013/08/22/317/853633/menimbang-efektivitas-pajak-umkmhttp://lovetheoutdoors07.blogspot.com/2012/05/ekonomi-berdikari-dalam-konsepsi.htmlhttp://succesary.wordpress.com/2008/12/10/sistem-ekonomi-kerakyatan/