2011-2-00368-ak bab2001

33
BAB II LANDASAN TEORI II.1. Kecurangan II.1.1 Pengertian Kecurangan (  Fraud) Kecurangan atau  fraud didefinisikan oleh G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells (1993:3) sebagai berikut: “ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver Kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial. Albrecht (2012:6) mengemukakan dalam bukunya “Fraud examination” menyatakan bahwa:  fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No definite and invariable rule can be laid down as general proportion in defining fraud, as it includes surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining it are those which limit human knavery”. Dari pengertian kecurangan (fraud) menurut Albrecht, kecurangan adalah istilah umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat dari orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang.

Upload: elipurbowati

Post on 15-Oct-2015

42 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    II.1. Kecurangan

    II.1.1 Pengertian Kecurangan (Fraud)

    Kecurangan atau fraud didefinisikan oleh G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist

    dan Joseph T.Wells (1993:3) sebagai berikut:

    Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver

    Kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat

    keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius

    yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh

    manfaat dan merugikan korbannya secara financial.

    Albrecht (2012:6) mengemukakan dalam bukunya Fraud examination

    menyatakan bahwa:

    fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No definite and invariable rule can be laid down as general proportion in defining fraud, as it includes surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining it are those which limit human knavery.

    Dari pengertian kecurangan (fraud) menurut Albrecht, kecurangan adalah istilah

    umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan

    oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat dari

    orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat

    ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena

    mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang.

  • 9

    Hanya batas-batas yang mendefinisikan itu adalah orang-orang yang membatasi

    kejujuran manusia .

    Sedangkan definisi fraud menurut Black Law Dictionary ialah:

    1. A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort arising from knowing misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.

    Yang diterjemahkan (tidak resmi), kecurangan adalah : 1. Kesengajaan atas salah

    pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah

    fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau

    tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa

    kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu

    kejahatan; 2. penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa

    perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi

    atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat; 3. Suatu kerugian yang timbul

    sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah (salah pernyataan),

    penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang

    mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya.

    Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi anti-

    fraud terbesar di dunia dan sebagai penyedia utama pendidikan dan pelatihan anti-fraud.

    ACFE mendefinisikan kecurangan (fraud) sebagai tindakan penipuan atau kekeliruan

    yang dibuat oleh seseorang atau badan yang mengetahui bahwa kekeliruan tersebut

    dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada individu atau entitas atau

    pihak lain.

  • 10

    II.1.2 Jenis-jenis Fraud

    The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa

    Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang

    pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai

    tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam

    beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah Fraud Tree yaitu Sistem klasifikasi

    mengenai hal-hal yang ditimbulkan oleh kecurangan

    1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation)

    Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta

    perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah

    dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined

    value).

    2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement)

    Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau

    eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi

    keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial

    engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh

    keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.

    3. Korupsi (Corruption)

    Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan

    pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang

    terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya

    lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor

    integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat

  • 11

    dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis

    mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik

    kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak

    sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic

    extortion) ( Albrech, 2009).

    Fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum, dan audit investigatif

    biasanya melakukan pemetaan terhadap occupational fraud (fraud dalam hubungan

    kerja) dalam proses investigasinya. Ada juga istilah lain yang sering kali digunakan

    untuk menggambarkan suatu jenis fraud yakni kejahatan kelar putih atau white-collar

    crime.

    Secara skematis The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)

    menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini

    menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan

    anak rantingnya, berikut adalah gambar fraud tree:

  • 12

    Gambar II.1 Fraud Tree

  • 13

    Di dalam tindakan korupsi terdapat contoh-contoh kecurangan yang berkaitan

    dengan konflik kepentingan, yaitu:

    1. Bribery atau penyuapan merupakan tindakan pemberian atau penerimaan sesuatu

    yang bernilai dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan orang yang

    menerima.

    2. Kickback merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana penjual dengan ikhlas

    memberikan sebagain hasil penjualanya kembali ke pembeli.

    3. Bid rigging adalah skema dimana karyawan membantu sebuah vendor untuk

    memenangkan suatu kontrak dengan perusahaan.

    4. Illegal gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk

    terselubung dari penyuapan.

    Dalam tindakan asset misappropriation atau pengambilan aset secara illegal

    terdapat berbagai 3 bentuk skema modus operandinya seperti yang digambarkan dalam

    fraud tree. Skema tersebut adalah:

    1. Skimming, yaitu pencurian atau penjarahan uang sebelum uang tersebut secara

    fisik masuk ke perusahaan atau dicatat didalam pembukuan.

    2. Larceny, yaitu pencurian atau penjarahan uang dimana uang tersebut secara fisik

    telah masuk ke perusahaan, hal ini berkaitan erat dengan lemahnya pengendalian

    internal suatu perusahaan.

    3. Fraudulent disbursement, yaitu pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah.

    Dan terbagi lagi dalam berbagai bentuk yaitu:

    a. Billing scheme, yaitu skema dengan menggunakan proses billing atau

    pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku mendirikan perusahaan

    bayangan (shell company) yang seolah-olah sebagai vendor perusahaan.

  • 14

    b. Payroll scheme, yaitu skema permainan melalui pembayaran gaji. Dengan

    cara membuat karyawan fiktif (ghost employee) atau dalam pemalsuan

    jumlah gaji atau jumlah jam kerja.

    c. Expense reimbursement schemes, yaitu skema dengan pembayaran kembali

    biaya-biaya. Yaitu dengan cara menyamarkan jenis pengeluaran sehingga

    perusahaan mau mengganti biaya tersebut atas pengeluaran yang tidak

    diganti dan pengeluaran yang fiktif.

    d. Check tampering, yaitu skema permainan melalui pelmasuan cek. Hal yang

    dipalsukan bisa tanda tangan yang memiliki otoritas, atau endorsement-nya,

    atau nama kepada siapa cek dibayarkan.

    e. Register disibursement adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam cash

    register. Yaitu dengan false refund yaitu, penggelapan dengan seolah-olah

    ada pelanggan yang mengembalikan barang dan perusahaan memberikan

    refund. Yang kedua adalah false void, hampir sama dengan false refund

    namun yang dipalsukan adalah pembatalan penjualan.

    f. Pass-through vendors, yaitu skema yang hampir sama dengan shell company,

    tetapi dalam skema ini vendor mengirimkan barang yang dipesan, tetapi

    harga yang dibayar terlalu tinggi. Pelaku membuat perusahaan semu untuk

    menipu karyawan agar membayar sejumlah barang atau jasa yang dipesan

    dan kelebihannya diambil untuk pelaku

    Jenis kecurangan fraudulent Statement berkenaan dengan penyajian laporan

    keuangan sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat, atau para LSM, namun tidak

    menjadi perhatian akuntan forensik. Fraud dalam menyusun laporan keuangan dapat

    berupa salah saji ( misstatement baik overstatement maupun understatement).

  • 15

    Albrecht (2012:400) mengungkapkan jenis-jenis kecurangan yang berkaitan

    dengan penerimaan dan persediaan, sebagai berikut:

    1. Related party transaction, yaitu perjanjian bisnis yang dilakukan oleh kedua

    belah pihak yang telah memiliki hubungan sebelumnya, sehingga timbul konflik

    kepentingan.

    2. Sham sales, yaitu berbagai jenis penjualan palsu.

    3. Bill and hold sales, yaitu pemesanan atas barang yang masih disimpan oleh

    pemasok, kecurangan ini terjadi karena pembeli belum siap membeli barang

    tersebut.

    4. Side agreements, adalah syarat dan perjanjian penjualan yang dibuat diluar dari

    ketentuan yang biasanya, hal ini menjadi kecurangan, ketika perjanjian tersebut

    merusak syarat dan ketentuan atas kontrak yang berjalan sehingga melanggar

    kriteria pengakuan pendapatan.

    5. Consignment sales, transaksi dimana salah satu perusahaan menahan dan

    menjual barang yang dimiliki oleh perusahaan lain.

    6. Channel stuffing, suatu praktik dimana pemasok membujuk konsumen untuk

    membeli ekstra peersediaan dan tidak melakukan pengungkapan.

    7. Lapping or kiting, praktik dimana penerimaan kas disalah-gunakan untuk

    menyembunyikan penerimaan fiksi.

    8. Redating or refreshing transaction, yaitu tindakan yang berhubungan dengan

    mengubah tanggal penjualan.

    9. Liberal return policies, yaitu tindakan memperbolehkan customer untuk

    mengembalikan dan membatalkan penjualan di masa datang.

  • 16

    10. Partial shipment, adalah kecurangan yang melibatkan pencatatan penuh atas

    penjualan ketikan barang yang diterima hanya sebagian.

    11. Improper cutoff, terjadi ketika suatu transaksi dicatat di periode yang salah.

    12. Round tipping, kecurangan yang melibatkan penjualan aset yang tidak

    digunakan dan menjanjikan akan membeli aset yang sama atau sejenis dengan

    harga yang sama.

    Albrecht (2012:447) juga mengungkapkan cara-cara untuk memanipulasi

    liabilities, sebagai berikut:

    1. Understating account payable, yang dapat dilakukan dengan kombinasi dari

    tidak mencatat pembelian atau mencatat pembelian setelah akhir tahun,

    melebihkan retur pembelian atau diskon pembelian, dan membuat liabities

    seolah-olah telah dibayar atau dihapus.

    2. Understating accrued liabilities, tidak melakukan pencatatan atas accrued

    liabities yang seharusnya dilakukan di akhir tahun.

    3. Recognizing unearned revenue (liability) as earned revenue, perusahaan yang

    menerima pembayaran dimuka akan melakukan pencatatan atas penerimaan dan

    mengakui pendapatan daripada mengakui sebagai kewajiban.

    4. Underrecording future obligation, tindakan menurunkan pencatatan kewajiban

    berupa garansi atau service.

    5. Not recording or underrecording various type of debt, dapat berupa tindakan

    tidak mencatat atau merendahkan hutang kepada pihak ketiga, melakukan

    peminjaman tapi tidak dilakukan pengungkapan, tidak mencatat pinjaman yang

    terjadi, dan mengakui bahwa hutang yang ada telah dilupakan dan dihapus oleh

    kreditor.

  • 17

    II.1.3. Fraud Triangle

    Donald R. Cressey yang dikutip oleh Tuanakotta (2010) membuat suatu model

    klasik untuk menjelaskan occupational offender atau pelaku fraud dalam hubungan

    kerja, dan penelitian tersebut diterbitkan dengan judul Peoples Money: A Study in the

    Social Physicology of Emblezzment dengan hipotesis terakhir:

    Trusted person become trust violators when they conceive of themselves as having a financial problems can be secretly resolved by violation of the position of financial trust, and are able to apply to their own conduct in that situation verbalizations which enable them to adjust their conception of themselves as trusted person with their concenptions of themselves as users of the entrusted funds or property.

    yang berarti bahwa orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika

    ia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak

    dapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam-diam

    dapat diatasi dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemegang kepercayaan di

    bidang keuangan, dan tindak tanduk sehari-hari memungkinkan menyesuaikan

    pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya dalam

    menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan.

    Dalam perkembangan selanjutnya hipotesis ini dikenal sebagai fraud triangle

    atau segitiga kecurangan seperti dalam gambar dibawah ini:

    Gambar II.2 Fraud Triangle

  • 18

    Fraud Triangle tersebut menunjukkan bahwa seseorang melakukan kecurangan

    didasarkan atas 3 faktor tersebut, yaitu:

    1. Pressure (tekanan). Cressey mempercayai bahwa pelaku kecurangan bermula

    dari suatu tekanan yang menghimpitnya. Pelaku mempunyai kebutuhan

    keuangan yang mendesak, yang tidak diceritakan kepada orang lain. Konsep

    yang penting disini adalah tekanan yang menghimpit hidupnya (kebutuhan akan

    uang), padahal ia tidak bisa berbagi dengan orang lain.

    2. Opportunity (Kesempatan). Pelaku kecurangan memiliki persepsi bahwa ada

    peluang baginya untuk melakukan kejahatan tanpa diketahui orang lain. Cressey

    berpendapat bahwa ada dua komponen dari persepsi tentang peuang. Yang

    pertama, general information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan

    yang mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi.

    Pengetahuan ini dapat diperoleh dari apa yang ia dengar atau yang ia lihat.

    Kedua adalah technical skill atau keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk

    melaksanakan kecurangan tersebut.

    3. Razionalization atau mencari pembenaran sebelum melakukan kecurangan bukan

    sesudah. Pembenaran merupakan bagian yang harus ada di dalam tindakan

    kejahatan itu sendir, bahkan merupakan bagian dari motivasi pelaku.

    II.2. Audit

    II.2.1. Pengertian Audit

    Menurut William C.Boynton, Raymond N.Johnson dan Welter G.Kell yang

    diterjemahkan oleh Budi. S.I (2003:5) definisi dari audit adalah:

  • 19

    Auditing sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan, peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteris yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.

    Sedangkan Arens et al. (2003:11) melihat dari sudut pandang pelaksanan audit,

    yaitu bahwa audit harus dilakukan oleh seseorang yang memiliki kompetensi dan

    seseorang yang independen:

    Auditing is accumulation and evaluation of evidence about information to

    determine and report on the degree of correspondence between the information and

    established criteria. Auditing should be done by competent and independent person.

    II.2.2 Audit Kecurangan

    Association of Certified Fraud Examiner seperti yang dikutip oleh Amin

    Widjaya (2008), mendefinisikan audit kecurangan sebagai berikut:

    Fraud Auditing is an intial approach (proactive) to detecting financial fraud,

    using accounting records and information, analytical relationship, and an awareness of

    fraud perpetration and concealment efforts.

    Yang diartikan audit kecurangan merupakan suatu pendekatan awal (proaktif)

    untuk mendeteksi penipuan keuangan, dengan menggunakan catatan akuntansi dan

    infromasi, hubungan analistis dan kesadaran perbuatan penipuan dan upaya

    penyembunyian.

    II.3. Modus Operandi

    "Modus operandi" berasal dari bahasa Latin, yang berarti prosedur atau cara

    bergerak atau berbuat sesuatu. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan

  • 20

    modus sebagai (1) cara; (2) lingkungan bentuk verba yang mengungkapkan suasana

    kejiwaan sehubungan dengan perbuatan menurut tafsiran pembicara tentang apa yg

    diucapkannya; (3) nilai yg paling besar frekuensinya dl suatu deretan nilai; (4) angka

    statistik yg paling sering muncul dalam populasi atau sampel.

    Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan mendefinisikan modus operandi

    sebagai cara seseorang atau sekelompok orang melakukan suatu perbuatan tindak

    kecurangan (penyimpangan). Perbuatan yang dimaksud dapat dikelompokkan dalam

    berbagai bentuk cara, saat, rekayasa, dan keanekaragaman terjadinya suatu

    penyimpangan

    II.4. Sistem Pengendalian Internal

    II.4.1. Pengertian Pengendalian Internal

    Definisi COSO tentang pengendalian intern sebagai berikut:

    Internal control is process, affected by entilitys board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: Effectiveness and efficiency of operations, Realibillty of Financial Reporting, and Compliance with Applicable laws and regulations.

    Mulyadi (2002:181) mendefinisikan sistem pengendalian internal sebagai

    berikut:

    Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan

    komisaris, manajemen, dan personil lain, yang didesain untuk memeberikan keyakinan

    memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yakni keandalan pelaporan keuangan,

    kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efesiensi operasi.

  • 21

    II.4.2. Komponen Pengendalian Internal

    Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission

    (COSO) terdapat 5 komponen di dalam pengendalian internal yang saling terkait, yaitu:

    1. Lingkungan pengendalian (control environment)

    Faktor-faktor lingkungan pengendalian mencakup integritas, nilai etis, dan

    kompetensi dari orang dan entitas, filosofi manajemen dan gaya operasi, cara

    manajemen memberikan otoritas dan tanggung jawab serta mengorganisasikan

    dan mengembangkan orangnya, perhatian dan pengarahan yang diberikan oleh

    board.

    2. Penilaian risiko (risk assessment)

    Mekanisme yang ditetapkan untuk mengindentifikasi, menganalisis, dan

    mengelola risiko-risiko yang berkaitan dengan berbagai aktivitas di mana

    organisasi beroperasi.

    3. Aktivitas pengendalian (control activities)

    Pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan

    oleh manajemen untuk membantu memastikan bahwa tujuan dapat tercapai.

    4. Informasi dan komunikasi (informasi and communication)

    Sistem yang memungkinkan orang atau entitas, memperoleh dan menukar

    informasi yang diperlukan untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan

    operasinya.

    5. Pemantauan (monitoring)

    Sistem pengendalian internal perlu dipantau, proses ini bertujuan untuk menilai

    mutu kinerja sistem sepanjang waktu. Ini dijalankan melalui aktivitas

  • 22

    pemantauan yang terus-menerus, evaluasi yang terpisah atau kombinasi dari

    keduanya.

    II.4.3. Hubungan Pengendalian Internal dan Kecurangan

    Audit internal sangat erat berkaitan dengan masalah pencegahan tindak

    kecurangan (fraud) di dalam perusahaan. Adanya audit internal dalam suatu perusahaan

    diyakini bermanfaat dalam membantu mencegah terjadinya kecurangan. Namun

    demikian, audit internal tidak bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan, meskipun

    audit internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban yang paling besar dalam

    masalah pencegahan kecurangan.

    kecurangan (fraud) dapat dikurangi bahkan dicegah dengan menciptakan iklim

    budaya jujur, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu pencegahan

    kecurangan dapat dihilangkan dengan menghilangkan peluang untuk melakukan

    kecurangan, misalnya dengan menanamkan kesan bahwa setiap tindakan kecurangan

    akan mendapat sanksi setimpal.

    Audit internal harus dapat memastikan apakah kecurangan itu memang ada atau

    tidak. Untuk memastikannya, audit internal akan melakukan evaluasi terhadap sistem

    pengendalian internal yang dibuat manajemen dan aktivitas karyawan perusahaan

    berdasarkan kriteria yang tepat untuk merekomendasikan suatu rangkaian tindakan

    kepada pihak manajemen. Disamping itu, audit internal harus mempunyai alat

    pengendalian yang efektif sehinga sehingga kecurangan dapat cegah sedini mungkin.

  • 23

    II.5. Teknik Audit Kecurangan

    Audit kecurangan atau audit investigatif diarahkan lebih ke pembuktian ada atau

    tidak adanya fraud dan perbuatan melawan hukum lainnya, oleh karena itu lebih

    memusatkan kepada 5W (what, where, when, who, why) dan 1H (how). Audit

    investigatif juga menggunakan teknik audit yang biasa dilakukan dalam audit laporan

    keuangan, namun di dalam audit investigatif teknik-teknik audit lebih bersifat

    eksploratif, mencari wilayah garapan atau probing (contohnya dengan reviu analitikal)

    maupun pendalaman (contohnya dengan konfirmasi atau dokumentasi), sehingga sangat

    diperlukannya review analitikal pada awal investigasi untuk perbandingan antara apa

    yang akan dihadapi dengan apa yang layak seharusnya terjadi dan berusaha menjawab

    sebab terjadinya kesenjangan. Tuanakotta (2010) mengungkapkan teknik audit yang

    lazim digunakan di dalam audit investigatif adalah sebagai berikut:

    1. Memeriksa fisik dan mengamati (physical examination)

    Memeriksa fisik dapat diartikan sebagai penghitungan kembali asset yang berupa

    uang tunai (mata uang rupiah maupun asing), kertas berharga, persediaan barang,

    aset tetap, dan barang berwujud lainnya. Mengamati sendiri diartikan sebagai

    pemanfaatan indera untuk mengetahui sesuatu. Contohnya, terdapat suatu

    kontrak biaya pengecetan gedung Pentagon, investigator dapat melakukan

    pemeriksaan fisik atas luas bidang dinding yang dicat yang ternyata jauh berbeda

    dengan yang tertulis di kontrak, lalu dalam kontrak kerja juga meliputi

    pengerjaan gorong-gorong air yang memang tidak perlu dicat, dan pada akhirnya

    investigator membuktikan bahwa kontraktor dan building engineer melakukan

    kolusi yang merugikan Pentagon.

    2. Meminta informasi dan konfirmasi (confirmation)

  • 24

    Di dalam audit investigatif, permintaan konfirmasi harus dibarengi, diperkuat,

    atau dikolaborasikan dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat dengan

    cara lain.

    3. Memeriksa dokumen (documentation)

    Pemeriksaan dokumen pasti dilakukan didalam audit investigatif, tetapi dengan

    kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi

    yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis (digital).

    4. Review analitikal (analytical review)

    a. Menganalisa kemampuan perusahaan yang diaudit dengan

    membandingkannya dengan perusahaan saingannya yang seukuran dan

    melakukan perbandingan dalam perusahaan yang diaudit atas hal yang sama

    pada masa sekarang dengan masa lalu.

    b. Membandingkan anggaran dengan realisasi dengan perlunya pemahaman

    mekanisme anggaran, evaluasi atas pelaksanaan anggaran dan insentif

    (keuangan maupun non-keuangan) yang terkandung dalam sistem

    anggarannya.

    c. Melakukan analisis vertikal dan horizontal yang merupakan analisis rasio

    atas laporan keuangan.

    d. Melihat hubungan antara satu data keuangan dengan data keuangan lainnya

    dengan melakukan perbandingan antar akun, contohnya penjualan dengan

    piutang, penjualan dengan rata-rata persedian, dan lainnya.

    e. Menggunakan data non-keuangan dengan review analitikal adalah mengenal

    pola hubungan, relationship-pattern. Contohnya, hubungan antara jumlah

    pupuk yang digunakan dengan hasil produksi.

  • 25

    f. Regresi atau analisis trend dengan data historical yang memadai.

    g. Menggunakan indikator ekonomi makro.

    5. Menghitung kembali (reperformance)

    Menghitung kembali tidak lain dari mengecek kebenaran perhitungan. Dalam

    audit investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya lebih kompleks dari audit

    laporan keuangan karena didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit,

    mungkin sudah terjadi perubahan dan renegosiasi.

    II.5.1. Spesifik Red flags dan Metode Penemuan Kecurangan

    Singleton T., Singleton A., Bologna, Lindquist (2006;131) mengungkapkan

    beberapa metode yang dilakukan untuk mengungkapkan atau menemukan kecurangan

    dengan skema/modus operandi sesuai dengan red flags (tanda/indikasi) yang muncul

    atau terlihat, yaitu:

    1. Skema Laporan Keuangan

    Red flags yang terdapat pada seluruh jenis modus operandi kecurangan laporan

    keuangan antara lain:

    a. Adanya ancaman kepada stabilitas dan profitabilitas keuangan yang timbul

    dari ekonomi, industri atau kondisi operasional.

    b. Tekanan yang berlebihan di manajemen untuk memenuhi permintaan

    keuangan yang agresif.

    c. Adanya bukti bahwa eksekutif atau dewan komisaris memiliki

    ketergantungan pribadi kepada performa entitas.

    d. Tingginya kompleksitas transaksi atau hubungan dengan pihak ketiga.

    e. Pengawasan yang tidak efektif dari eksekutif.

  • 26

    f. Struktur organisasi yang kompleks dan tidak menentu.

    g. Kurangnya internal controls, khususnya kondisi yang dilaporkan.

    h. Meningkatnya gross margin yang tidak beralasan, khususnya ketika

    dibandingkan dengan rata-rata industry.

    i. Pada masa ini memiliki negative cash flow dari aktivitas operasi, khususnya

    ketika disandingkan dengan peningkatan profit dan keseluruhan positive cash

    flow.

    j. Profit yang tidak biasa, khususnya apabila sangat jauh di atas rata-rata

    industri.

    k. Transaksi yang signifikan dengan pihak terkait, khususnya ketika pihak

    terkait tersebut tidak diaudit atau diaudit oleh kanto akuntan publik lain.

    l. Transaksi yang signifikan, tidak biasa, atau sangat kompleks pada saat akhir

    tahun pelaporan.

    m. Jumlah penjualan yang signifikan kepada entitas yang tidak diketahui bentuk

    dan pemiliknya.

    n. Peningkatan pendapatan yang tidak biasa dari unit bisnis minoritas.

    Metode yang digunakan untuk mendeteksi kecurangan dari red-flags tersebut

    adalah sebagai berikut:

    a. Analisis vertikal dan horizontal atas laporan keuangan.

    b. Analisis rasio, terutama trend pada beberapa tahun terakhir.

    c. Analisi 5 Ratio manipulasi pendapatan Beneisch.

    d. Price/earning ratio yang tidak masuk akal.

    e. Auditor keuangan menggunakan SAS No.99

  • 27

    2. Skema Korupsi

    Terdapat 4 sub-kategori modus operandi kecurangan dalam korupsi. Skema

    korupsi selalu dilakukan oleh dua pihak, walapun salah satunya tidak ingin.

    Berikut adalah red flags dan metode deteksi kecurangan korupsi:

    a. Konflik kepentingan

    Kecurangan konflik kepentingan melibatkan seorang karyawan yang

    memiliki hubungan dengan pihak ketiga yang dari karyawan dan/atau pihak

    ketiga tersebut mendapat keuntungan. Red flags termasuk:

    1) Jumlah transaksi yang besar kepada satu vendor tertentu.

    2) Penemuan hubungan antara karyawan dengan pihak ketiga yang

    sebelumnya tidak diketahui.

    3) Pembagian tugas yang lemah dalam penandatanganan kontrak dan

    penyetujuan invoices.

    Metode deteksi kecurangan yang dilakukan:

    1) Klasifikasi transaksi berdasarkan vendor dan melakukan pemeriksaan

    atas jumlah yang tidak biasa dan lebih besar yang dari yang diperkirakan.

    2) Investigasi acak atas seluruh vendor, termasuk pemiliki, pemiliki saham

    mayoritas, dan hubungan lainnya dengan karyawan.

    3) Reviu atas kontrak dan penyetujuan invoices secara periodik, meskipun

    hanya satu sampel setiap audit.

    4) Verifikasi keaslian dari vendor sebagai bagian dari internal control,

    meskipun hanya satu sampel.

  • 28

    b. Penyuapan (Bribery)

    Penyuapan melibatkan pembayaran untuk mempengaruhi karyawan agar

    mendapatkan bisnis untuk vendor agar terjadi pembayaran, kecurangan

    dalam kelompok ini termasuk kickbacks, bid rigging, dan lainnya. Red flags

    dapat berupa:

    1) Gaya hidup karyawan yang berubah.

    2) Penemuan adanya hubungan antara karyawan dengan vendor.

    3) Lemahnya pembagian tugas dalam penyetujuan vendor dan invoices.

    Metode deteksi kecurangan yang dilakukan:

    1) Rotasi tugas atas penyetujuan kontrak dan/atau vendor, dan tanggung

    jawab lelang.

    2) Pembagian tugas dalam penyetujuan kontrak dan/atau vendor, dan

    tanggung jawab lelang.

    c. Pemerasan

    Pada dasarnya, pemerasan adalah kebalikan dari penyuapan. Vendor tidak

    memberikan suap, tetapi adanya permintaan dari karyawan kepada vendor.

    Red flags dan metode deteksinya sama dengan penyuapan.

    d. Kick backs

    Kick backs adalah pembayaran kembali. Tindak kolusi antara karyawan

    dengan vendors dengan meninggikan harga kemudian memberikan kelebihan

    tersebut kepada karyawan. Albrecht (2012:171) mengungkapkan Red flags

    dapat berupa:

    1) meningkatkan harga lebih besar agar jumlah meningkatkan pembelian

    dari vendor disukai

  • 29

    2) Penurunan pembelian dari vendor lain.

    3) penurunan kualitas barang.

    4) Pembeli tidak berhubungan baik dengan pembeli lain dan vendor.

    5) Kebiasaan kerja Pembeli berubah secara tak terduga

    6) Semua transaksi dengan satu pembeli dan satu vendor

    7) Penggunaan vendor tidak disetujui

    Dan metode deteksi yang diungkapkan Albrecht (2012:212) dapat dilakukan

    dengan:

    1) Periksa personil pegawai atas catatan untuk bukti utang, kesulitan

    keuangan lain, atau memiliki masalah sebelumnya

    2) Lakukan "audit khusus" dari fungsi pembelian untuk memeriksa tren dan

    perubahan harga dan pembelian volume dari berbagai vendor.

    3) Pencarian bukti komunikasi baik surat maupun bukti elektronik lainnya

    antara pegawai dengan vendor luar, spreadsheet, atau catatan lain yang

    berkaitan dengan kick backs tersebut.

    4) Pencarian atas catatan publik dan sumber lain untuk mengumpulkan bukti

    tentang gaya hidup tersangka.

    5) Melakukan pengawasan atau operasi rahasia lainnya.

    6) Mewawancarai mantan pembeli dan vendor tidak berhasil.

    7) Wawancara pembeli saat ini, dan, jika tidak ada kolusi dengan pegawai

    dicurigai, maka lakukan wawancara dengan atasan tersangka.

    8) Bersamaan mewawancarai pembeli yang dicurigai dan vendor yang

    dicurigai.

  • 30

    3. Skema Penyelewengan Aset

    Penyelewengan aset adalah tipe skema kecurangan yang paling umum dan

    meliputi pencurian atau salah penggunan atas aset, biasanya uang kas. Terdapat

    beberapa kategori yang termasuk penyelewengan aset. Berikut adalah kategori

    dan red flags serta metode deteksi yang digunakan:

    a. Larceny

    Pencurian uang adalah pengambilan uang yang dilakukan karyawan dan

    terjadi setelah adanya pencatatan didalam jurnal, termasuk uang kas dan cek.

    Dalam kategori ini Red flags dapat berupa:

    1) Penurunan jumlah uang deposit di bank yang tidak biasa dan tidak

    dijelaskan.

    2) Perbedaan antara catatan akuntansi atau catatan aktifitas dengan

    pernyataan informasi dari bank.

    3) Perubahan gaya hidup dari karyawan.

    Metode deteksi yang dapat dilakukan:

    1) Investigasi kekurangan atas isi lemari kas, deposit dan lainnya.

    2) Investigasi catatan penjualan yang hilang atau diubah.

    3) verifikasi deposit di bank dengan pencatatan di jurnal umum oleh dua

    orang yang independen.

    4) Menjaga dan reviu jumlah kas yang tersedia harian.

    5) Meyakinkan bahwa deposit in transit yang pertama dijelaskan dalam

    pernyataan selanjutnya.

    6) Melakukan penghitungan uang kas tiba-tiba.

  • 31

    7) Reviu kas dan cek rasio atas deposit bank harian.

    8) Reviu deret waktu deposit dari lokasi terpencil ke fungsi bendahara pusat.

    9) Observasi penerimaan kas dari seluruh point pemasukan.

    b. Skema Pembayaran

    i. Shell company

    Di dalam skema Shell company pelaku membuat perusahaan palsu untuk

    mengalihkan cek dari karyawan ke pelaku. Dalam kategori ini Red flags

    dapat berupa:

    1) Hanya menggunakan PO.Box untuk alamat.

    2) Lemahnya data kontak yang cukup seperti nomor yang tidak dapat

    dihubungi.

    3) Menggunakan invoices yang dibuat excel oleh vendor.

    4) Nomor invoces dari vendors yang urut.

    5) Amalat yang sesuai dengan alamat karyawan.

    6) Menggunakan angka yang dibulatkan untuk jumlah invoices.

    7) Pembelian barang yang aneh atau tidak sesuai.

    8) Lemahnya detai dari invoices.

    9) Lipatan yang tidak teratur dari vendor yang sama.

    10) Tidak ada nomor pajak penjualan yang seharusnya.

    11) Peningkatan cost of good sold yang tidak wajar dan tidak diperkirakan.

    12) Vendor yang secara konsisten mendapatkan pembayaran lebih cepat

    dibanding vendor yang lain.

    13) Berlakunya tips dan complaints, khususnya dari karyawan yang bisa

    menelusuri kecurangan atau bukti dari kecurangan.

  • 32

    14) Catatan untuk biaya khusus atau ekstra.

    Metode deteksi yang dapat dilakukan:

    1) Sorting pembayaran berdasarkan vendor, jumlah, dan invoice number.

    2) Biaya yang melebihi anggaran, terutama yang sama persis dua kali.

    3) Pemeriksaan jumlah biaya dalam akun biaya yang besar, pelaku

    kecurangan sering memasukkan biaya kedalam akun biaya yang besar

    untuk menutupi tindakan kriminalnya.

    4) Analisis horizontal.

    5) Verifikasi invoices dari vendor penyedia jasa.

    6) Test turn around time dari penerimaan atas pembayaran invoice.

    7) Verifikasi keabsahan vendor dengan melihat nomor kontak atau situs

    online-nya di website.

    8) Bertanya kepada departemen negara tentang file perusahaan dan melihat

    kesamaan alamat dan kontak perusahaan dengan karyawan.

    9) Reviu atas cek yang dibatalkan.

    10) Cetak daftar vendor secara alphabet dan mencari dua vendor atau lebih

    yang memiliki kesamaan identikal nama dan data.

    ii. Pass through vendor

    Skema ini mirip dengan shell company, tetapi dalam skema ini vendor

    mengirimkan barang yang dipesan, tetapi harga yang dibayar terlalu tinggi.

    Pelaku membuat perusahaan semu untuk menipu karyawan agar membayar

    sejumlah barang atau jasa yang dipesan dan kelebihannya diambil untuk

    pelaku.

    Red flags sama dengan shell company ditambah:

  • 33

    1) Info dari karyawan bahwa entitas membayar terlalu banyak untuk

    beberapa produk atau jasa.

    2) Bukti bahwa harga tinggi atas beberapa barang atau jasa.

    3) Menurunya profit dan meningkatnya harga pokok penjualan.

    4) Unfavorable variances dalam laporan performa.

    5) lemahnya pengendalian internal, khususnya lemahnya pembagian tugas.

    Metode deteksi termasuk beberapa dari metode deteksi untuk shell

    company dan ditambah:

    1) pemeriksaan atas seluruh invoices yang berada di bawah tingkat

    persetujuan, dan dipilah sesuai vendor dan karyawan yang meneima

    invoices.

    2) Perbandingan harga pasar dengan harga harga di dalam invoices, dengan

    menggunakan CAAT dan beberapa penelitian.

    3) Reviu invoices atas apa yang dibeli dan harganya.

    iii. Personal purchase

    Pembelian pribadi adalah tindak kecurangan yang sederhana, pelaku

    membuat perusahaan membayar untuk kepentingan pribadinya. Dalam

    kategori ini Red flags dapat berupa:

    1) Aktifitas yang tidak biasa dan tidak dapat dijelaskan didalam kartu kredit

    perusahaan.

    2) Pembelian barang yang tidak biasa.

    3) Secara konsisten terdapat overbudget dana untuk karyawan.

    4) Pola pembelian dibawah reviu.

    Metode deteksi yang dapat dilakukan:

  • 34

    1) Spot-checking biaya di kartu kredit, dan melihat barang dan vendor yang

    tidak biasa.

    2) Melakukan audit tiba-tiba terhadap karyawan yang melakukan otorisasi

    dalam penggunaan kartu kredit atau tanda tangan cek.

    3) Melakukan pemeriksaan atas unfavorable balances dalam laporan

    peforma.

    4) Analisa tren pembayaran vendor.

    5) Melakukan ekstraksi semua pembelian tanpa purchase order, dan

    meringkas berdasarkan vendor dan karyawan.

    iv. Check-tampering

    Pemalsuan cek melibatkan penggunaan cek perusahaan dalam satu cara atau

    lainnya untuk menghasilkan uang dari korban. Dalam kategori ini Red flags

    dapat berupa:

    1) Kelebihan jumlah cek kosong.

    2) Kehilangan cek.

    3) Bukan cek gaji dimana keryawan adalah orang yang dibayar.

    4) Perubahan jumlah atau orang yang dibayar dalam cek yang dibatalkan.

    5) Penggantian atau penggandaan pengesahaan di pembatalan cek.

    6) Orang dan alamat yang dipertanyakan.

    7) Nomor cek yang ganda dan di luar urutan.

    Metode deteksi yang dapat dilakukan:

    1) Secara periodik merotasi orang yang menangani dan mengkode cek.

  • 35

    2) Memiliki pernyataan dari bank yang terpisah dari dari pecatatan hutang.

    Melakukan reviu atas pernyataan cek yang dibatalkan, sebelum dilakukan

    rekonsiliasi bank.

    v. Skimming

    pencurian atau penjarahan uang terjadi sebelum adanya pencatatan di jurnal,

    karena ini merupakan kecurangan diluar pencatatan maka tipe kecurangan ini

    yang paling sulit dideteksi. Salah satu metode deteksi kecurangan ini adalah

    invigilation atau pengawasan. Skema individu pencurian adalah skema

    penjualan (penjualan yang tidak dicatat, understate pernjualan), skema

    piutang ( skema penghapusan, skema lapping) dan skema refund. Dalam

    kategori ini Red flags dapat berupa:

    1) Penerimaan dibawah perkiraan.

    2) Aktual profit dibawah proyeksi.

    3) Gross margin secara signifikan kurang dari proyeksi.

    Metode deteksi yang dapat dilakukan:

    1) Pengawasan terhadap karyawan (contoh: kamera diatas kasir)

    2) Investigasi kesenjangan antara penerimaan.

    3) Checking pencatatan atas transaksi bukan penjualan, batal, atau

    pengembalian yang berlebih.

    4) Membuat tanda di kasir bahwa customer harus menerima bukti

    pembayaran.

    5) Menggunakan metode pengawasan atas uang yang hilang atau untuk

    menentukan apakan skimming terjadi.

    6) Mengukur perbedaan penerimaan dari karyawan dengan shift.

  • 36

    7) Membuat pro-forma income statement, dengan menggunakan harga

    pokok dan standar markup untuk menentukan jumlah penjualan yang

    seharusnya ada.

    8) Melakukan audit tiba-tiba atau penghituangan uang kas setelah akhir

    shift.

    vi. Skimming Receivebles: Lapping

    Lapping adalah skema penjarahan piutang sebelum dicatat. Lapping piutang

    lebih sulit untuk disembunyikan dibanding skimming uang kas karena

    customer diperkirakan telah dikredit dengan pembayaran atas satu akun.

    Dalam kategori ini Red flags dapat berupa:

    1) Customer mengeluh mengenai pembayaran yang dicatat terlalu lama dari

    cek yang diberikan.

    2) Meningkatnya kejahatan di piutang atau spesifik customer, meningkatnya

    number-of-days piutang.

    3) Karyawan yang menggunakan waktu lebih lama, biasanya untuk menjaga

    pencatatan terpisah atas lapping system.

    Metode deteksi yang dapat dilakukan:

    1) Follow-up customer complaints atas penundaan pencatatan cek piutang

    dalam personal piutang.

    2) Menggunakan analisa tren number-of-days piutang dari unit bisnis atau

    piutang.

    3) Konfirmasi independen atas saldo piutang.

    4) Melakukan audit tiba-tiba atau penghitungan uang kas.

  • 37

    5) Klasifikasi write-off dan memo kredit

    6) Melihat karyawan yang menggunakan waktu kerja yang lebih lama.

    7) Melakukan perbandingan tanggal pencatatan pembayaran piutang dengan

    tanggal di cek pembayaran.

    II.5.2. Investigasi Pengadaan

    Tuannakota, M. Theodorus (2010:165) mengungkapkan cara-cara investigasi

    pengadaan melalui 3 tahapan didalam sistem pengadaan atau tender. Tahapan dan gejala

    fraud serta metode deteksi kecurangan tersebut antara lain:

    1. Tahap Pra-tender

    Didalam tahapan ini umumnya merupakan kegiatan pemahaman kebutuhan

    lembaga atau perusahaan akan barang dan jasa yang ingin dibeli,

    pengumuman mengenai niat pembelian dan pembuatan kontrak, penyusunan

    spesifikasi barang dan penentuan kriteria pemenang vendor. Skema

    kecurangan yang terjadi biasanya dalam penentuan kebutuhan dan penentuan

    aspek. Pemasok memberikan suap kepada pegawai karena telah menentukan

    barang yang akan dipasok dan dalam spesifikasinya pegawai memberikan

    wewenang kepada pemasok untuk menentukan kebutuhan lembaga. Dalam

    kategori ini Red flags dapat berupa:

    a. Orang dalam memberikan informasi atau nasihat yang menguntungkan

    satu kontraktor.

    b. Pembeli menggunakan jasa konsultasi, masukan, atau spek yang dibuat

    oleh kontraktor yang diunggulkan.

  • 38

    c. Pembeli membolehkan konsultan yang ikut dalam penentuan dan

    pengembangan spek.

    d. Biaya dipecah-pecah dan disebar ke bermacam-macam akun atau

    perincian sehingga lolos dari pengamatan.

    e. Pejabat sengaja membuat spek yang tidak konsisten dengan spek

    sebelumnya untuk pengadaan serupa.

    2. Tahapan penawaran

    Beberapa skema kecurangan didalam penawaran antara lain:

    a. Melakukan kecurangan atas dokumen penawaran, penerimaan penawaran

    secara tidak wajar, mengubah dokumen secara tidak sah, mengatur harga

    penawaran, memalsukan berita acara dan dokumen proses tender lainnya.

    b. Persengkokolan antara pembeli dengan pemasok (bid-rigging)

    c. Tender arisan dengan menentukan pemenang tender sebelum dibuka

    penawaran.

    d. Menghalang-halangi penyampaian dokumen penawaran dari peserta lain.

    e. Menyampaikan dokumen penawaran pura-pura dengan harga relatif lebih

    tinggi, agar penawaran lebih ramai dan terlihat sah.

    f. Memasukkan dokumen penawaran hantu, yaitu dengan cara perusahaan

    membuat perusahaan lain yang bohong-bohongan, padahal dari satu

    pemilik perusahaan yang sama.

    g. Permainan harga, yaitu dengan cara setelah terpilih dalam proses

    negosiasi ia menafsirkan kembali data harganya..

  • 39

    3. Tahap Pelaksanaan.

    Di dalam tahap ini meliputi kegiatan perubahan dalam order pembelian, dan

    review yang tepat waktu atas bagian pekerjaan yang sudah selesai dikerjakan

    dan bagian mana hak kontraktor menerima pembayaran. Skema yang terjadi

    antara lain:

    a. Pengiriman barang yang mutunya lebih rendah.

    b. Pengiriman barang yang belum diuji.

    c. Pemalsuan hasil pengujian.

    d. Pengiriman barang palsu.

    e. Pemalsuan sertifikasi.

    f. Pembuatan sampel khusus, tetapi sebagian besar produk yang dikirim

    tidak sebaik sampel.

    g. Pemindahaan tags yang bertanda sudah diperiksa dari barang yang

    sudah diperiksa ke barang yang belum diperiksa.

    h. Penggantian dengan barang-barang yang kelihatannya sama.

    Untuk mendeteksi skema diatas, metode yang dapat dilakukan adalah:

    a. Pengecekan secara rutin dan kunjungan dadakan.

    b. Mereviu laporan inspeksi secara cermat.

    c. Reviu dokumen dan bandingkan dengan produk atau jasa yang diterima

    untuk memastikan kepatuhan.

    d. Penilaian atas barang dan jasa yang diserahkan untuk memastikan bahwa

    ketentuan yang disepakati telah dipenuhi.

  • 40

    II.6. Tindak Pidana Korupsi

    Suatu temuan audit dikatakan sebagai tindak pidana korupsi sesuai pasal 2 UU

    No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 apabila yang memenuhi unsur:

    1. Melawan hukum.

    2. Memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi.

    3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

    Dan sesuai pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 apabila

    yang memenuhi unsur:

    1. Menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada.

    2. Menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain atau suatu korporasi.

    3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.