900-799-2-pb (2).pdf

Upload: crystal-stafford

Post on 05-Feb-2018

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 900-799-2-PB (2).pdf

    1/10

    ANALISIS FAKTOR CURAH HUJAN DAN TATA GUNA

    LAHAN TERHADAP SEDIMENTASI

    WADUK SAGULING

    Lilik Selamet SPeneliti Bidang Aplikasi Klimatologi dan Lingkungan, LAPAN

    ABSTRACT

    Regression analysis had been done to rainfall erosivity index (R J with erosion (A)

    and sedimen t of Saguling reservoir (S) so regression analy sis between l anduse change

    with erosion and sediment. Result is correlation coefisient (r ) 0,96 between R with S

    and 0,84 between R with A. Regression analysis among landuse change with erosion

    and sediment have r is high only for landuse formed wetland. Correlation coefisient

    between wetland areal with erosion is 0,66. And r for correlation between wetland with

    sediment 0,68. It is concluded that rainfall factor and wetland areal change is dominantfactors tha t affected erosion at catch ment a rea of Saguli ng reservoir and sed imen tati on

    one.

    ABSTRAK

    Telah dilakukan analisis regresi terhadap indeks erosivitas curah hujan (R)

    dengan tingkat erosi (A) dan sedimen waduk Saguling (S) juga analisis regresi antara

    pe ru ba ha n tat a guna lahan de ngan tingkat erosi da n sedi men waduk. Hasilnya adal ah

    koefisien korelasi (r) sebesar 0,96 antara R dengan S dan 0,84 antara R dengan A.

    Sementara analisis regresi antara perubahan tata guna lahan dengan tingkat erosi dansedimen yang memiliki koefisien korelasi yang tinggi hanya perubahan tata guna lahan

    yang berbentuk sawah yaitu 0,66 untuk r antara luasan sawah dengan sediment dan

    0,68 antara luasan sawah dengan tingkat erosi. Dari nilai r ini didapat kesimpulan

    bahwa faktor curah hujan dan sawah adalah faktor dominan yang mempengaruhi erosi

    pada daerah tangkapan air waduk dan sedimentasi dalam waduk Saguling.

    1 PENDAHULUAN

    Banyak orang beranggapan danseringkali menyalahkan bahwa erosi

    dan tanah longsor serta banjir terjadi

    karena perubahan tata guna lahan di

    bagian hulu suatu daerah aliran sungai

    (DAS). Padahal erosi terjadi karena hasil

    interaksi dari berbagai faktor, baik

    faktor alami maupun sengaja dilakukan

    oleh manusia. Asdak (2002) menyatakan

    bahwa erosi ditentukan dan dipengaruhi

    oleh faktor iklim, topografi, jenis tanah,

    vegetasi penutup tanah, serta manusia

    yang mengusahakan lahan.

    Hudson (1973) menyatakan bahwa

    erosi adalah peristiwa berpindahnya

    atau terangkutnya tanah atau bagian-

    bagian tanah dari satu tempat yang

    terkikis, lalu terangkut untuk selanjutnya

    diendapkan pada suatu tempat. Menurut

    pelaku penyebab, erosi terbagi menjadi

    erosi geologi (alami) dan erosi buatankarena kegiatan manusia.

    Eiosi yang terjadi di daerah hulu

    DAS Citarum lebih kentara lagi sejak

    dibangunnya waduk Saguling. Erosi

    dari daerah tangkapan air [catchment

    area) waduk Saguling dan sedimen yang

    masuk ke dalam waduk sejak tahun

    1991 semakin besar (melebihi batas baku

    tingkat erosi dan sedimen yang direncana-

    kan setiap tahun oleh pengelola waduk

    Saguling). Tingkat erosi yang direncana-

    kan setiap tahun adalah 2,1 mm/m 2

    dan sedimen yang diperbolehkan masuk

    ke waduk adalah 4.000.000 m^/tahun.

    Sedimentasi pa da waduk meng-

    akibatkan dampak fisik, kimia, dan

    biologi. Dampak fisik berupa memendck-

    33

  • 7/21/2019 900-799-2-PB (2).pdf

    2/10

    WartaLAP ANVol. 7 No. 1, 2 Juni 2005:33-42

    nya umur efektif waduk, menurunnya

    debit air untuk memutar turbin generator

    yang nantinya berakhir dengan penurunan

    produksi listrik. Dampak kimia dari

    sedimentasi adalah kualitas air waduk

    yang menurun, korosi, emisi metan yang

    dapat mengakibatkan kenaikkan suhuudara (perubahan iklim). Dampak biologi

    berupa penurunan keaneka-ragaman

    hayati (biodiversitas), blooming plankton,

    dan eutrofikasi.

    Indikator terjadinya eutrofikasi

    adalah adanya tanaman eceng gondok

    {Eucharnia crasipes), Hydrilla verticulata,

    dan Salvinia cuculata pada permukaan

    air waduk. Uhlman (1979) menyatakanbahwa pertumbuhan ketinggian lumpur

    yang dapat diendapkan oleh sistem

    perakaran tanaman eceng gondok adalah

    1.2.3.

    Sumber : PT. Indonesia Power, 2002

    Jadi dengan melihat nilai kapasitas

    terpasang dan produksi listrik yang relatif

    besar dari waduk Saguling, sayang

    sekali jika umur operasional waduk

    menjadi lebih pendek karena terjadi

    sedimentasi (pendangkalan waduk).

    Secara umum PLTA juga memiliki

    beberapa kelebihan, jika dibandingkan

    dengan pembangkit listrik yang ber-

    sumberkan pada tenaga pembangkit lain

    (PLTU, PLTN, PLTG, PLTM, dan PLTP).

    Pembangkit listrik tenaga air bersifat

    ramah lingkungan (tidak menghasilkanlimbah), lestari (menggunakan air yang

    selalu tersedia), efisien (menggunakan

    air sebagai benda bebas dengan kriteria

    kualitas air yang rendah), multipurpose

    (dapat difungsikan untuk beberapa

    kegu naa n seperti un t uk bah an baku air

    minum, perikanan, irigasi, pariwisata,

    0 ,3 m/tahun. Pertumbuhan akumulasi

    organ tanaman eceng gondok di dasar

    perairan dapat mencapai 5 cm/tahun.

    Uhlman (1979) juga menambahkan bahwa

    besarnya angka-angka tersebut dapat

    lebih besar untuk daerah beriklim

    tropis.

    Waduk Saguling adalah sumber

    air untuk pembangkit listrik. Pembangkit

    Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling

    memiliki kapasitas terpasang dan

    produksi energi listrik yang dibangkitkan

    paling besar, jika dibandingkan dengan

    2 PLTA lain yang jug a terl etak pa da DAS

    yang sama yaitu, PLTA Cirata dan

    Jatiluhur. Tabel 1-1 menyajikan datakapasitas terpasang dan produksi listrik

    dari ke tiga PLTA.

    olah raga air, transportasi, pembangkit

    listrik). Sifat lestari dan multi purpose

    untuk saat ini sepertinya diragukan

    karena pada musim kemarau panjang,

    ketinggian muka air beberapa waduk

    selalu relatif rendah dan kurang dari

    normal. Kualitas air waduk yang tercemar

    mengakibatkan waduk hanya dapat

    berfungsi single purpose untuk pembang

    kit listrik saja.

    Kekurangan PLTA adalah biaya

    pembangunan PLTA yang relatif mahal

    jika dibandingkan dengan pembangkitlistrik dari je ni s lain. Me nuru t PT. PLN

    untuk menghasilkan 1 megawatt daya

    listrik menelan biaya 1,4 hingga 2,25

    ju t a do llar US. Tulisan ini bertujuan

    untuk mengetahui faktor curah hujan

    dan atau perubahan tata guna lahan

    yang berperan paling besar dalam

    Tabel 1-1: KAPASITAS TERPASANG DAN PRODUKSI LISTRIK

    NO. PLTA

    1. Saguling

    2. Cirata3. Jati luhur

    Sumb er : PT. IndonesiaI

    KAPASITAS TERPASANG

    |MW)

    700

    500

    150

    'ower, 2002

    PRODUKSI ENERGI/TAHUN

    (GWH)

    2.156

    1.428

    42,5

    PLTAKAPASITAS TERPASANG

    (MW)

    34

  • 7/21/2019 900-799-2-PB (2).pdf

    3/10

    mempengaruhi erosi pada daerah

    tangkapan air waduk dan sedimentasi

    dalam waduk Saguling.

    2 METODE

    Wischmeir et al (1978) menyatakanbahwa un tu k mengetahui jum lah tan ah

    yang berhasil dierosi dapat diduga

    dengan mcnggunakan persamaan umum

    kehilangan tanah (USLE: Universal Soil

    Loss Equation). Bentuk persamaan USLE

    adalah sebagai berikut:

    A = R.K.L.S.C.P (2-1)

    Keterangan:

    A = jumlah kehilangan tanah maksimum

    dari suatu lokasi lahan (ton/ha/

    tahun)

    R - indeks erosivitas curah hujan

    K = indeks erodibilitas tanah

    L faktor panjang lereng topografi

    S - faktor kemiringan lereng topografi

    C - faktor pengelolaan tanaman

    P = faktor pengelolaan lahan

    Dari persamaan 2-1 dapat

    diketahui bahwa terdapat 5 komponen

    yang mempengaruhi erosi yaitu curah

    hujan, indeks erodibilitas tanah, topografi,

    faktor pengelolaan tanaman dan lahan.

    Indeks erodibilitas tanah diketahui dari

    tekstur tanah dan kandungan bahan

    organik tanah. Faktor pengelolaan

    tanaman dan lahan didekati denganjenis dan luasan tata guna lahan. Pada

    penelitian ini karena terbatas pada

    data, maka hanya dibatasi pada faktor

    cu ra h huja n dan jen is serta luasan tata

    guna lahan.

    Indeks erosivitas curah hujan (R)

    ditentukan dengan persamaan dari

    Leinvain. Formulasi dari Leinvain ini

    oleh DHV (1989), suatu lembaga konsul-tan telah dibuktikan untuk menghitung

    nilai R pada beberapa tempat di pulau

    Jawa. Persamaan dari Leinvain untuk

    menghitung R adalah :

    (2-2)

    Keterangan:

    R = indeks erosivitas curah hujan

    P = cu ra h hujan bul an an (cm)

    Tanah yang tererosi selanjutnya

    akan terbawa aliran air hujan dan

    sungai, mengalami penggumpalan, dan

    selanjutnya menjadi sedimen. Nilai

    sedimen potensial (Sp) menunjukkanbesarnya sedimen yang berhasil mencapai

    waduk. Besarnya sedimen potensial

    dihitung dengan persamaan :

    Sp = SDR . A (2-3)

    Keterangan:

    SDR=nisbah pelepasan sedimen {Sedimen

    Delivery Ratio)

    A =besar tan ah yang tererosi

    Dari persamaan 2-3 dapat di

    ketahui bahwa terdapat hubungan

    berbanding Iurus antara besarnya erosi

    dengan besarnya sedimen.

    Bagjan hulu DAS Citarum sebagai

    daerah tangkapan air waduk Saguling

    secara administratif mencakup 114

    desa, 15 wilayah ke ca ma ta n, 2 wilayah

    kabupaten, dan 1 wilayah kotamadya.

    Delapan kecamatan termasuk ke dalam

    wilayah kabupa ten Ba nd ung yaitu

    kecamatan Cicalengka, Cikancung, I bun,

    Paseh, Cimenyan, Cileunyi, Cilengkrang,

    dan Rancaekek. Sementara 4 kecamatan

    lagi termasuk ke dalam kotamadya

    Ba nd un g yaitu Uju ngberu ng, Cibiru,

    Margacinta, dan Rancasari. Wilayah

    kecamatan yang termasuk kabupaten

    Sumedang adalah Cikeruh, Cimanggung,dan Tanjungsari. Oleh karena itu data

    curah hujan yang digunakan adalah

    dari SMPK (Stasiun Meteorologi Pertanian

    Khusus) Tanjungsari, Paseh, dan

    Cicalengka. Pemilihan SMPK tersebut

    karena data relatif lengkap.

    Pada penelitian ini data yang

    digunakan mencakup data primer dan

    data sekunder. Data primer yang digunakan adalah data curah hujan selama 5

    tahun (1994-1998). Data sekundernya

    berupa data tingkat erosi, data sedimen,

    da n dat a jeni s ser ta luas an t at a gu na

    lahan. Data tingkat erosi dan sedimen

    waduk Saguling bersumber dari PT.

    Indones ia Power, se dangka n data jen is

    35

  • 7/21/2019 900-799-2-PB (2).pdf

    4/10

    dan luasan tata guna lahan dari Balai

    Pengelolaan DAS Citarum Departemen

    Kehutanan.

    Data curah hujan bulanan dari 3

    SMPK diolah secara rata-rata aritmatik

    untuk mendapatkan satu nilai data

    curah hujan rata-rata wilayah bulanan.Untuk mendapatkan R (indeks erosivitas

    curah hujan) dihitung menggunakan

    persamaan 2-2.

    Untuk mengetahui faktor yang

    lebih berperan (curah hujan atau

    perubahan tata guna lahan) dilakukan

    analisis regresi antara : indeks erosi- vitas

    curah hujan dengan tingkat erosi,

    indeks erosivitas curah hujan dengan

    sedimen waduk Saguling, perubahan

    tata guna lahan dengan tingkat erosi,

    dan perubahan tata guna lahan dengan

    sedimen. Variabel bebas pada penelitian

    ini adalah indeks erosivitas curah hujan

    dengan tata guna lahan. Variabel ter-

    ikatnya adalah tingkat erosi dan sedimen

    waduk Saguling.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1 Hasil Pengamatan

    Dari Tabel 3-1 diolah dengan

    persamaan 2-2 untuk menentukan R

    (indeks erosivitas curah hujan). Indeks

    erosivitas curah hujan (R) dan tingkat

    erosi (A) dari daerah tangkapan air

    waduk serta sedimen (S) dalam waduk

    Saguling tersaji pada Tabel 3-2.

    Tabel 3-1 : CURAH HUJAN RATA-RATA WILAYAH BULANAN (MM)

    BULAN

    Januar iPebruari

    Maret

    AprilMei

    JuniJuli

    Agustus

    SeptemberOktober

    Nopember

    Desember

    Su mb er : Hasil oh

    1994

    334128232

    27634

    3741

    7

    18107389

    223

    ihan peneliti di

    1995

    261186305

    14394

    110

    635

    25157269

    170

    iri 3 SMPK (T.

    1996

    313205186

    10451

    3243

    10

    41235322

    154

    injungsari, Pas

    1997

    279169117

    296242841

    7

    20175103

    256

    eh, Cicalengka

    1998

    296321358

    2519461

    11519

    32266337

    322

    Tabel 3-2: NILAI R DAN A DAERAH TANGKAPAN AIR SERTA S WADUK SAGULING

    Tahun

    1994

    1995

    199619971998

    R (cm)

    1266

    114911109731786

    A (mm/m2)

    2,212,17

    2,222,122,37

    Sedimen (m3)

    4.205.095

    4.139.9664.226.388

    4.035.7554.521.803

    Sumber : Tingkat erosi dan sedimen dari PT. Indonesia Power, nilai R hasil olahan peneliti

    Tabel 3-3: BENTUK DAN LUASAN TATA GUNA LAHAN CATHMENT AREA WADUKSAGULING

    Tata Guna Lahan

    Kebun (Ha)Hutan (Ha)Ladang (Ha)Sawah (Ha)

    1994

    5971581311110

    17633

    1995

    64291

    28428

    49361

    1996

    33459226081422028379

    1997

    1087374806594

    23790

    1998

    1895657010769

    3579

    Sumber : Balai Pengelolaan DAS Citarum, 1994-1998

    36

  • 7/21/2019 900-799-2-PB (2).pdf

    5/10

    Analisis Faktor Curah Hujan dan Tata Guna ...(Lilik S.)

    3.2 Pembahasan

    Dari Gambar 3-1 dapat ditunjuk-

    kan bahwa antara indeks erosivitas

    cu ra h huj an (R) da n sedimen wa duk

    Saguling (S) memiliki pola grafik per-

    kembangan yang sama. Bila dianalisis

    secara persamaan regresi (Gambar 3-2)

    akan dihasilkan persamaan :

    S = 0.5577R + 3524 ,9 (3-1)

    Koefisien korelasi (r) persamaan

    regresi tersebut adalah r = 0,96. Gordon

    et al (1992) menyatakan bahwa koefisien

    korelasi antara dua variabel adalah

    lemah bila 0 < r < 0,5 dan memiliki

    kore lasi kuat ji ka 0,8 < r < 1. Jad ipersamaan regresi antara indeks erosivitas

    curah hujan dengan sedimen waduk

    Saguling pada kasus ini adalah kuat

    dan dapat dikatakan bahwa faktor

    curah hujan di DAS Citarum hulu

    adalah dominan mempengaruhi sedimen-

    tasi waduk Saguling.

    Gambar 3-2:Garis regresi antara sedimendengan indeks erosivitascurah hujan

    Gambar 3-3 juga menunjukkan

    kepada kita bahwa faktor curah hujan

    juga mempengaruhi tingkat eros i pada

    daerah tangkapan air waduk Saguling.

    Hal ini dapat dilihat dari pola grafik

    perkembangan keduanya yang sama.

    Hasil analisis regresi antara indeks

    erosivitas curah hujan (R) dengan tingkat

    erosi (A) (Gambar 3-4) menghasilkan

    persamaan regresi sebagai berikut.

    A = 0,2819R+ 1,8433 (3-2)

    Koefisien korelasi (r ) persamaan

    ini adalah 0,84 dan tergolong korelasi

    kuat. Hal ini menunjukkan bahwa

    faktor curah hujan menentukan dalam

    menghasilkan tingkat erosi pada daerah

    tangkapan air waduk Saguling.

    Gambar 3-4: Garis regresi antara indekserosivitas curah hujandengan tingkat erosi

    Dari Gambar 3-5 dapat diketahui

    tingkat erosi yang terjadi di daerah

    tangkapan air waduk Saguling (DAS

    Citarum hulu) dan sedimen yang meng-

    endap dalam waduk Saguling memiliki

    pola grafik perkembangan yang juga

    sama. Hal ini menunjukkan pertamaterdapat hubungan berbanding lurus

    antara tingkat erosi dan sedimen.

    Kedua bahwa sedimen yang mengendap

    di dalam waduk Saguling memang

    berasal dari erosi yang terjadi di daerah

    tangkapan air waduk Saguling, bukan

    berasal dari faktor lain seperti dari

    37

  • 7/21/2019 900-799-2-PB (2).pdf

    6/10

    Warta LAPAN Vol. 7 No. 1, 2 Juni 2005:33-42

    kotoran ikan yang dipelihara dalam

    budidaya keramba jaring apung atau

    sumber lain.

    Hasil persamaan regresi (Gambar

    3-6) antara erosi (A) dengan sedimen (S)

    adalah sebagai berikut.

    S = 1.5439A + 0,8346 (3-3)

    Koefisien korelasi r dari persamaan di

    atas adalah 0,91 dan tergolong kuat.

    Gambar 3-6:Garis regresi antara tingkaterosi dengan sedimen

    Dari Gambar 3-7 dapat diketahui

    bahwa luasan hutan dari tahun ke tahun

    cenderung mengalami penurunan. Tingkat

    erosi meningkat terus, hanya pada tahun

    1995 dan 1997 mengalami penurunan.

    Hal ini mungkin dikarenakan fenomena el

    nino tah un 1997 ju ga melanda kawasan

    sekitar waduk Saguling sehingga curah

    hujan sebagai penggerak erosi menjadi

    relatif kecil. Dupe (2000) dari hasil

    penelitiannya menyatakan bahwakawasan Bandung dan sekitarnya

    terkena pengaruh dampak el nino tahun

    1997. Berkurangnya luasan hutan

    mengakiba tkan air huj an yang ja tu h

    langsung mengalir sebagai aliran

    permukaan dan menggerus butir-butir

    tanah yang dilaluinya

    Gamb ar 3-7: Perkembangan luas hu ta ndan tingkat erosi

    Persamaan regresi antara luas

    hutan (H) dengan tingkat erosi (A)

    daerah tangkapan air waduk Saguling

    tersaji pada Gambar 3-8. Bentuk per

    samaan regresinya adalah sebagaiberikut.

    A = 0,0012H + 2,1921 (3-4)

    Koefisien korelasi r untuk per

    samaan regresi ini sangat kecil yaitu

    0,08 dan artinya keberadaan luasan

    hutan tidak berpengaruh pada tingkat

    erosi.

    Gambar 3-8: Garis regresi an ta ra lua shutan dengan tingkat erosi

    Gambar 3-9: Perke mbangan luas hu ta ndan sedimen

    38

  • 7/21/2019 900-799-2-PB (2).pdf

    7/10

    Analisis Faktor Curah Hujan dan Tata Guna ...(Lilik S.)

    Gambar 3-9 menunjukkan hal

    yang s am a ju ga terjadi pa da pola

    perkembangan sedimen. Persamaan

    regresi (Gambar 3-10) antara luas hutan

    (H) dengan sedimen (S) adalah :

    S = -0,0257 H + 42745 (3-5)Secara logika pola regresi pada

    persamaan 3-5 adalah benar, yaitu dari

    gradien persamaan regresi tersebut

    yang bern ilai negatif. Artinya ji ka

    semakin menurun luasan hutan, maka

    sedimen yang mengendap dalam waduk

    akan semakin besar. Hal ini terjadi

    karena hu ta n berfungsi un tu k mengat ur

    tata air dan tanah. Jika hutan habis,maka kondisi air tanah akan semakin

    buruk, baik dari segi kualitas maupun

    kuantitas. Dampaknya pada tanah akan

    semakin banyak tanah yang tererosi dan

    mengakibadcan sedimentasi. Kekurangan

    dari persamaan regresi ini adalah

    koefisien korelasi yang amat kecil (r 0,1)

    sehingga tidak menunjukkan hubungan

    yang kuat.

    Gamb ar 3-12: Garis regresi an ta ra lua skebun dengan sedimen

    Dari Gambar 3-11 dapat diketahui

    bahwa luas kebun mulai turun pada

    tahun 1995 dan cenderung mengalamipenurunan dari tahun ke tahun. Ber-

    kurangnya luasan kebun yang berubah

    menjadi bentuk tata guna lahan yang

    lain mengakibatkan air hujan yang

    jatuh sebagian besar tidak dapat ditahan

    oleh tanaman-tanaman dalam kebun.

    Air hujan yang menjadi aliran permukaan

    {run off) semakin besar, sehingga erosi

    yang mengangkut butiran tanah

    semakin besar tidak dapat dihindari lagi

    hingga butiran tanah terperangkap di

    dalam waduk menjadi sedimen.

    Persamaan regresi antara luasan

    kebun (K) dengan sedimen (S) adalah

    sebagai berikut.

    S = -0.00264K + 42 87 4 (3-6)

    Persamaan regresi tersebut dapat

    dikatakan benar karena nilai gradien

    persamaan yang negatif hanya nilai r

    nya kecil yaitu 0,38.

    39

  • 7/21/2019 900-799-2-PB (2).pdf

    8/10

    Warta L.APAN Vol. 7 No. 1, 2 Juni 2005:33-42

    Gambar 3-15: Perkembangan antara luasladang dan sedimen

    Dari Gambar 3-15 dapat diketahui

    bahwa pola perkembangan sedimen dan

    luas ladang berlawanan. Sedimen cen-

    derung meningkat, tetapi luas ladang

    cenderung menurun. Luas ladang mulai

    turun pada tahun 1995 sampai 1997

    dan meningkat pada tahun 1998. Halini terjadi mungkin dikarenakan feno-

    mena el nino tahun 1997 yang dampak-

    nya masih dirasakan sampai tahun

    1998. Pertanian yang dilakukan dengan

    budidaya di ladang relatif lebih sedikit

    memerlukan air sehingga banyak

    40

  • 7/21/2019 900-799-2-PB (2).pdf

    9/10

    = Analisis Faktor Curah Hujan dan TataGuna ...(Lilik S.)

    Gambar3-18: Garis regresi antara luasladang dengan tingkaterosi

    Dari Gambar 3-19 terlihat bahwa

    luas sawah mulai turun tahun 1995

    sampai 1998. Penurunan luasan sawah

    ini disebabkan banyak sawah yang

    berubah menjadi bentuk penggunaan

    lahan lain. Sawah di daerah DAS Citarum

    hu lu ada lah s awah t adah hujan yang

    sangat bergantung kebutuhan airnya dari

    hujan . P en ur un an jurnlah hujan (yang

    ditandai oleh menurunnya nilai indeks

    erosivitas R) mengakibatkan luas sawah

    juga menurun . Berkurangnya luasansawah mengakibatkan daerah resapan

    air menjadi berkurang. Banyak air hujan

    yang menjadi limpasan dan mengerosi

    butiran tanah. Sawah adalah salah satu

    penampung air yang tergenang. Air

    hujan yang menggenangi sawah, lalu

    mengalir ke bagian bawahnya dapat

    menurunkan energi kinetik air hujan.

    Gambar 3-19:Perkembangan luas sawahdan sedimen

    Gambar 3-20 menyajikan persa-

    maan regresi antara luas sawah (W)

    dengan sedimen (S) yang dinyatakan

    sebagai berikut.

    S = -0. 0719W + 44 02 4 (3-10)

    Koefisien korelasi persamaan (r)

    tersebut adalah 0,66. Jadi untuk

    per uba han tata guna lahan dari jenis

    sawah ke bentuk tata guna lahan yang

    lain memiliki koefisien korelasi yang

    tergolong besar dan menyatakan terdapathubungan yang kuat antara perubahan

    luasan sawah dengan pengaruhnya

    terhadap sedimentasi waduk Saguling.

    Ga mbar 3-20: Garis regresi an ta ra lua ssawah dengan sedimen

    Dari Gambar 3-21 terlihat bahwa

    terdapat pola perkembangan yang

    berbeda antara tingkat erosi dan luasan

    sawah. Keduanya memiliki pola yang

    saling berlawanan, tingkat erosi cende-

    rung meningkat, sementara luasan sawah

    cenderung mengalami penurunan. Per

    samaan regresi antara luasan sawah (W)

    dengan tingkat erosi (A) (Gambar 3-22)

    adalah:

    A = -0.0379W + 2,3111 (3-11)

    Koefisien korelasi dari persamaan

    regresi ini adalah 0,68.

    Gam bar 3- 21 : Perkembangan luas sawahdan tingkat erosi

    41

  • 7/21/2019 900-799-2-PB (2).pdf

    10/10

    4 KESIMPULAN

    Berdasarkan analisis regresi

    yang telah dilakukan terdapat beberapa

    kesimpulan, yaitu

    Faktor dominan yang mempengaruhi

    erosi pada daerah tangkapan air dan

    sedimen waduk Saguling adalah

    curah hujan. Hal ini dapat ditunjukkan

    oleh persamaan regresi dan koefisien

    korelasi yang dihasilkan. Selain faktor curah hujan yang mem

    pengaruhi erosi dan sedimentasi waduk,

    faktor berupa perubahan tata guna

    lahan yang berbentuk sawah menjadi

    be ntuk ta ta gu na laha n lain ju ga ber-

    pengaruh.

    Per uba han tata gun a lah an yan g lain

    (hutan, ladang, dan kebun) berdasarkan

    koefisien korelasi tidak sebagai faktor

    dominan yang mempengaruhi erosi

    dan sedimentasi waduk Saguling.

    DAPTAR RUJUKAN

    Asdak, C, 2002. Hidrologi Dan Pengelolaan

    DAS, UGM Press, Yogyakarta.

    DHV dan IWACO, 1989. Natural Environ-

    ment Study, Review Urban Develop-

    ment Strategy, Bandung Metropolitan

    Area, Directorate General Cipta

    Karya, Department of Public Work,

    Bandung.Gordon, N.D, T.A. Mc. Mahon, B.L.

    Finlayson, 1992. Stream Hydrology :

    An Introduction for Ecologist, Jhon

    Wiley and Sons, New York.

    Hudson, 1973. Soil Conservation, Cornel

    University Press, Ithaca, New York.

    Kompas, 16 April 2001.

    Uhlman, D, 1979. Hydrobiology : A Text

    for Engineers and Scientist, JhonWiley and Sons, New York.

    Wischmeir, W.H, D.D. Smith, 1978.

    Predicting Rainfall Erotion Losses : A

    Guide to Conservation Planning,

    USDA, Agriculture Handbook.

    42