hukum menambahkan nama suami di belakang nama istri

Upload: agus

Post on 17-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hukum islam

TRANSCRIPT

HUKUM MENAMBAHKAN NAMA SUAMI DI BELAKANG NAMA ISTRI

HUKUM MENAMBAHKAN NAMA SUAMI DI BELAKANG NAMA ISTRI

Telah menjadi suatu tren tersendiri di masa ini dimana seorang istri menggandengkan nama suaminya dibelakang namanya. Misalnya nama sang istri adalah Aminah dan nama suaminya Walid, maka jadilah sang istri menamai dirinya sebagai Aminah Walid. Walau tidak di sertakan lafadz binti diantara kalimat Aminah dan Walid, namun dalam segi pemberian nama sudah sama-sama difahami bahwa bentuk penamaan seperti ini adalah penisbatan ayah terhadap nama sesudahnya. Artinya sang istri Aminah telah menisbatkan suaminya Walid sebagai ayahnya secara penamaan. Padahal penamaan yang benar, jika sekiranya Aminah mempunyai ayah bernama Umar, maka hendaknya dia menamai dirinya Aminah Umar. Lantas bagaimana hukum penamaan seperti ini dalam tinjauan Islam?

Larangan Menisbatkan Diri Kepada Selain AyahAllah subhanahu wa taala berfirman:

Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah. (QS. al-Ahzab 33:5)

Dalam hadits Bukhari dari Abdullah bin Umar dijelaskan, sebab diturunkannya ayat tersebut adalah dikarenakan Zaid bin Haritsah yang diangkat nabi sebagai anak senantiasa dipanggil Zaid bin Muhammad, sehingga turunlah ayat diatas sebagai pelarangan menisbatkan nama seorang anak angkat kepada selain ayahnya. Hadits semisal juga dikeluarkan oleh Imam Muslim, at-Tirmidzi dan an-Nasai. [1]

Larangan Dalam Hadits NabiRasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda: Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah (HR. Muslim dalam al-Hajj (3327) & Tirmidzi dalam al-Wala wal Habbah bab Ma jaa fiman tawalla ghoiro mawalihi (2127), Ahmad (616))

Dan dalam riwayat yang lain :

Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya. (HR. Bukhari dalam al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982), Muslim dalam al-Iman (220), Abu Dawud dalam al-Adab (bab Bab Seseorang mengaku keturunan dari yang bukan bapaknya (5113))

Pengaruh budaya baratAkar permasalahan mengenai penamaan yang telah menjadi tren ini adalah pengaruh budaya barat yang terbiasa menyertakan maiden name pada seorang wanita. Maiden name adalah nama yang didapat seorang wanita setelah pernikahannya dengan seorang lelaki yang menjadi suaminya. Setelah menikah, terkadang wanita barat mengganti nama belakangnya atau nama keluarganya dengan nama suaminya atau nama keluarga suaminya. Misalnya istrinya Bill Clinton: Hillary Clinton yang nama aslinya Hillary Diane Rodham atau istrinya Barrack Obama: Michelle Obama yang nama aslinya Michelle LaVaughn Robinson.

Karena itu, hendaklah kita tidak meniru-niru budaya yang tidak mencerminkan nilai-nilai islam. Marilah kita melihat teladan pada para istri Nabi shalallahu alaihi wa sallam, tidaklah nama-nama mereka dinasabkan kepada Rasulullah meski agung dan tingginya kedudukan beliau di sisi Allah dan di sisi manusia. Mereka tetap dipanggil dengan nama ayah-ayah mereka seperti Aisyah binti Abu Bakar, Hafshah binti Umar, Zainab binti Jahsy begitu pula yang lainnya.

Syeikh Muhammad Shaleh al Munjid mengatakan bahwa tidak ada hubungan nasab antara suami dan istri lantas bagaimana bisa digandengkan kepada nasabnya lalu bagaimana jika dia diceraikan atau suaminya meninggal dunia atau wanita itu menikah dengan lelaki lain maka apakah nasabnya terus dirubah setiap kali wanita menikah dengan lelaki lain? (al Islam Sual wa Jawab)Setelah membaca beberapa penjelasan diatas maka timbul pertanyaan, bagaimana hukumnya jika seorang istri menisbatkan nama suami dibelakang namanya dengan tanpa ada maksud untuk menasabkan suaminya sebagai ayah? Kita berharap mudah-mudahan Allah memaafkannya dikarenakan ketidak-tahuan mereka dan dikarenakan ketidak-sengajaannya disebabkan mengikuti tren budaya barat. Namun bagi yang sudah tahu hendaknya segera merubah bentuk penamaan seperti ini dan kembali pada penamaan yang islami.

Wallahu aalam bish shawaab..

___________________

Catatan kaki:

[1] Kemudian masalah yang timbul adalah apakah ayat tersebut hanya berlaku pada kasus Zaid bin Haritsah atau pada konteks anak angkat saja?

Kaedah yang penting difahami dalam hal ini adalah, bahwa hukum itu diambil dikarenakan keumuman lafadz bukan kekhususan sebab.

Bila sebuah ayat turun karena suatu sebab-sebab tertentu yang khusus sedang lafadzh-nya bersifat umum (general), maka hukum yang terkandung dalam ayat tersebut mencakup sebabnya tersebut dan juga berlaku secara umum sebagaimana dicakup oleh makna lafadzh-nya karena al-Quran turun sebagai syariat umum yang menyentuh seluruh umat. Karena itu, larangan memanggil atau menyandarkan nama pada selain bapak, berlaku bukan hanya pada persoalan anak angkat pada kasus zaid bin haritsah saja, tetapi berlaku untuk orang selainnya secara umum, termasuk larangan seorang istri menisbatkan ayah pada suaminya secara penamaan.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan :

Sebuah ayat yang memiliki sebab (nuzul) tertentu jika berupa perintah atau larangan, maka ayat tersebut berlaku kepada orang (yang disebut dalam sababun-nuzul) tersebut dan berlaku pula kepada selainnya dari pihak-pihak yang memiliki kriteria-kriteria yang sama dengan orang tersebut. Jika ayat tersebut berisi berita, baik berupa pujian ataupun celaan, maka ayat itu berlaku bagi pribadi tersebut (yang disebutkan dalam sababun-nuzul) dan berlaku pula bagi pribadi lainnya dari pihak-pihak yang memiliki kriteria-kriteria yang sama dengan orang tersebut (Muqaddimah fii Ushulit-Tafsiir hal. 4)