kajian kesesuaian lahan untuk mitigasi bencana lahan di kawasan budidaya

Upload: hery-setiawan-purnawali

Post on 26-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Mitigasi Bencana Lahan Di Kawasan Budidaya

    1/7

    LAND SUITABILITY FOR LAND DISASTERMITIGATION ON CULTIVATED AREA

    (Case Study in Cultivated Area in Mount Sindoro-Sumbing Slopes at Wonosoboand Temanggung Regency)

    KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUKMITIGASI BENCANA LAHAN DI KAWASAN

    BUDIDAYA(Kasus Kawasan Budidaya di Lereng Gunung Sindoro-Sumbing Kabupaten

    Wonosobo dan Temanggung)

    Hasmana SoewanditaPusat Teknologi Sumberdaya Lahan Wilayah dan Mitigasi Bencana-BPPT

    e-mail : [email protected]

    Abstract

    Land disaster on cultivated area especially on the slopes area of Mount Sindoro andSumbing often triggered by activity related to cultivation pattern of food crops/monoculture horticulture (single commodity). In the area of land disaster mitigation, itis necessary to study alternative and appropriate cultivation patterns in terms ofbiophysical land environment, economy and social culture (land suitability) The methodsused for this study is scoring and weighting. The parameters considered includeaspects of Appropriate Land Area (20%), aspects of Cultivation and Management (20%),aspects of Production (10%), aspects of Commodities Existence (5%), aspects ofConservation (15%), aspect of cultivation pattern (15%), and aspect of market (15%).The analysis showed that hard plants (forest) occupy the highest score, followed byplantation crops, and horticulture crops. The recommendation resulted from thisanalysis is to create a pattern of cultivation by combining high strata plants (forest) withmiddle strata plants (plantations) and low strata crops (horticulture / food).

    keyword : land disaster, land suitability, slope area, cultivated area

    Abstrak

    Bencana lahan di kawasan budidaya di lereng Gunung Sindoro dan Sumbing seringdipicu oleh kegiatan yang berkaitan dengan pola budidaya tanaman pangan/hortikulturamonokultur (single commodity). Dalam rangka mitigasi bencana lahan perlu dilakukankajian alternative dan pola budidaya yang sesuai baik dari segi lingkungan biofisik lahan,ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Metoda yang digunakan untuk kajian ini yaitudengan metoda skoring dan pembobotan. Parameter-parameter yang dipertimbangkanmeliputi aspek luas lahan yang sesuai (20 %), aspek budidaya dan pengelolaan (20 %),aspek produksi (10 %), aspek keberadaan komoditas (5 %), aspek konservasi (15 %),aspek pola budidaya (15 %), dan aspek pasar (15 %). Hasil analisis menunjukkanbahwa tanaman keras (hutan) menempati skor tertinggi, baru kemudian berturuttanaman perkebunan, hortikultura dan tanaman pangan. Rekomendasi dari hasilanalisis ini adalah untuk membuat pola budidaya dengan memadukan tanaman stratatinggi (tanaman keras) dengan tanaman strata menengah (perkebunan) dan tanamanstrata rendah (hortikultura/pangan).

    kata kunci: bencana lahan, kesesuaian lahan, lahan berlereng, kawasan budidaya

    _________________________________________________________________________________________

    Kajian Kesesuaian Lahan Untuk...............(Hasmana Soew andita) 17Diterima 21 Februari 2013; terima dalam revisi 20 Maret 2013; layak cetak 8 April 2013

  • 7/25/2019 Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Mitigasi Bencana Lahan Di Kawasan Budidaya

    2/7

    1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Temanggung dan Wonosobo merupakan daerahpenghasil komoditas tembakau yang dikenal

    mempunyai kualitas tinggi. Komoditas ini telahmenjadi bagian kehidupan penduduk yangmempunyai peranan sangat penting. Mengingatkomoditas ini tergolong mempunyai nilai ekonomitinggi, sehingga komoditas ini selaludibudidayakan sepanjang tahun pada kondisilahan apapun baik yang berstatus lahan sawahmaupun lahan tegalan. Tidak dipungkiri budidayatembakau juga menjangkau kawasan berlereng diGunung Sindoro dan Sumbing, yang manakawasan budidaya di lereng gunung tersebuttermasuh daerah yang mempunyai potensibahaya longsor.

    Kebiasaan petani, lahan budidaya tanamantembakau akan dirotasikan pada masa tanamberikutnya dengan budidaya tanaman hortikulturaatau tanaman pangan lainnya. Ekspansi lahanyang terus berlangsung untuk melakukanbudidaya tanaman pangan/hortikultura atautanaman perkebunan (tembakau), terkadang tidakmengingkuti kaidah prinsip agrokonservasi.Lereng-lereng terjal yang seharusnya sebagaifungsi konservasi atau lindung telah berubahmenjadi kawasan budidaya. Implikasi dariaktivitas ini adalah banyaknya lahan yangberpotensi lebih mudah terjadi bencana lahan

    seperti longsor atau banjir bandang. Sepertidiketahui pada tahun 2011 terjadi bencanalongsor di Dusun Sidorejo Kecamatan KejajarKabupaten Wonosobo yang menewaskan 9 orang,luka berat 7 orang, luka ingan 5 orang dan 27rumah rusak. Begitu juga di KabupatenTemanggung, pada bulan Februari tahun 2011terjadi bencana longsor di Desa Tlatah,Kecamatan Kledung. Data kejadian longsor yangdirilis oleh BNPB tahun 2012, di wilayahKabupaten Temanggung, juga telah terjadibencana longsor di Desa Plosogading dan DesaMuneng Kecamatan Candiroto, dan di Desa

    Karangwuni Kecamatan Pringsurat. Bencanalongsor ini ini selain merusak permukiman jugalahan pertanian.

    Beberapa pendekatan dalam upaya untukmitigasi bencana longsor adalah denganpendekatan struktural ataupun non struktural.Rekayasa vegetasi (bioengineering) dapat

    dilakukan dengan menanam stek batang pohonyang bisa hidup (live fascine) pada tanah yangakan longsor agar di sepanjang batang pohonyang terpendam keluar akar yang akan mengikattanah (Widodo, 2011). Menurut Sitorus (2006),vegetasi berpengaruh terhadap aliran permukaan,

    erosi, dan longsor melalui (1) intersepsi hujanoleh tajuk vegetasi/tanaman, (2) batangmengurangi kecepatan aliran permukaan dankanopi mengurangi kekuatan merusak butir hujan,(3) akar meningkatkan stabilitas struktur tanahdan pergerakan tanah, dan (4) transpirasi

    mengakibatkan kandungan air tanah berkurang.Keseluruhan hal ini dapat mencegah danmengurangi terjadinya erosi dan longsor.Tanaman mampu menahan air hujan agar tidakmerembes untuk sementara, sehingga biladikombinasikan dengan saluran drainase dapatmencegah penjenuhan material lereng dan erosibuluh (Rusli, 2007). Keberadaan vegetasi jugamencegah erosi dan pelapukan lebih lanjutbatuan lereng, sehingga lereng tidak bertambahlabil. Dalam batasan tertentu, akar tanaman jugamampu membantu kestabilan lereng. Namun,terdapat fungsi-fungsi yang tidak dapat dilakukan

    sendiri oleh tanaman dalam mencegah longsorRusli (1997).

    Dalam rangka untuk mengurangi risikobencana lahan budidaya di kawasan berlereng diwilayah Kabupaten Temanggung dan Wonosoboseperti erosi, tanah longsor maka perlu dilakukananalisis kesesuaian komoditas denganpendekatan analisis karakteristik lahan, ekologiserta ekonomi.

    1.2 Maksud dan Tujuan

    Maksud dan tujuan dari kegiatan ini adalah

    melakukan kajian kesesuaian lahan dan analisiskomoditas dalam kaitannya dengan mitigasibencana longsor dikawasan budidaya lerengGunung Sumbing dan Sindoro di KabupatenTemanggung dan Wonosobo.

    2. BAHAN DAN METODE

    Salah satu bentuk bencana lahan adalahdegradasi lahan akibat erosi dan bahkan yanglebih berat adalah longsor. Degradasi lahan inisebagai akibat dari penggunaan lahan yang tidaksesuai dengan kemampuan lahan. Banyak lahan

    yang semestinya hanya untuk cagar alam tetapisudah diolah menjadi pertanian. Selain ituperlakuan yang diberikan pada lahan tidakmemenuhi syarat-syarat yang diperlukan olehlahan atau tidak memenuhi kaidah-kaidahkonservasi tanah dan air atau teknik konservasitanah dan air yang diterapkan tidak memadai(Sinukaban, dkk, 2008).

    Upaya-upaya pencegahan terhadapterjadinya bencana lahan seperti erosi, longsor,salah satunya melalui usaha rekayasa bio-engginering seperti penanaman tanaman kerasyang dipadukan dengan tanaman pangan. Pola

    _________________________________________________________________________________________

    18 Jurn al Sains dan Teknolog i Indon esia Vol. 15, No. 1, Apri l 2013 Hlm.17-23Diterima 21 Februari 2013; terima dalam revisi 20 Maret 2013; layak cetak 8 April 2013

  • 7/25/2019 Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Mitigasi Bencana Lahan Di Kawasan Budidaya

    3/7

    tumpang sari antara tanaman keras dengantanaman pangan juga merupakan bagian dariupaya sistem pertanian berkelanjutan, dimanasystem ini memperhatikan faktor-faktor kondisilitologi, kelerengan, geologi, serta ekonomi. Untuklahan-lahan dengan kondisi lereng curam dan

    lapisan batuan kedap air dapat ditanami pohon-pohon berakar dalam yang mampu menghujamlapisan kedap air tersebut. Namun perludiperhatikan pemilihan jenis pohonnya yaitu jenispohon yang bermassa dan bertajuk ringan.

    Menurut Manan (1976) dalam Dahlan (2004),tanaman yang dapat menguapkan air dengan baikdiantaranya adalah : nangka (Artocarpus integra),sengon (Paraserianthes falcataria), sonokeling(Dalbergia latifolia), mahoni (Swietenia spp.), danlamtoro (Leucaena glauca). Tanaman buah-buahan dan memperhitungkan kondisi stempat

    juga dapat menjadi pilihan sebagaimana telah

    direkomendasikan Bank Dunia. Satu hal yangperlu diperhatikan juga dalam penanamanpepohonan pada kondisi lereng sepertidisebutkan di atas adalah kerapatan antar pohonyang ditanam harus tidak terlalu rapat agar massapohon yang membebani tanah/lereng tidak terlalubesar. Untuk daerah berlereng curam di lembahdapat ditanami bambu. (Sitorus, 2006).

    Vegetasi sangat berpengaruh terhadapkestabilan lereng. Pengaruh yang lain darivegetasi adalah pada penambahan beban lereng,menambah tekanan geser, gaya mendorong ataugaya menahan. Beban tanaman/vegetasi tersebut

    akan menambah kemantapan lereng pada sudutlereng sekitar 34 derajat atau kurang, sedanguntuk sudut yang lebih besar maka bebantanaman akan mengganggu kestabilan lereng.Sistem perakaran dari tanaman akan dapatmenambah kohesi yang akan menghambatterjadinya longsor (Shelby, 1990). Vegetasi akan

    memodifikasi kandungan air dalam tanah denganmenurunkan muka air tanah akibat adanyaevapotranspirasi, sehingga dapat menundatingkat kejenuhan air tanah. Dengan demikianakan menambah kemantapan lereng (Sudarsono2003).

    Pengaruh vegetasi pada hidrologi lerengadalah sebagai berikut :

    Menghalangi air hujan agar tidak jatuhlangsung di permukaan tanah, sehinggakekuatan untuk menghancurkan tanah dapatdikurangi.

    Menghambat aliran permukaan danmemperbanyak air infiltrasi.

    Penyerapan air kedalam tanah diperkuat olehtranspirasi (penguapan) melalui vegetasi.

    3. BAHAN DAN METODE

    3.1 Tempat

    Tempat penelitian atau kajian dilakukan dikawasan budidaya lereng gunung Sindoro-

    Sumbing di wilayah Kecamatan KledungKabupaten Temanggung dan di wilayahKecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo.

    3.2 Metoda

    3.2.1 Metoda Pengumpulan Data

    a. Data PrimerData primer yang dikumpulkan meliputi datalapangan seperti kondisi agroekologi lahan padasetiap titik pengambilan contoh (plot sampling).Pengambilan contoh tanah juga dilakukan dan

    kemudian dilakukan analisis laboratorium sifatfisik-kimia tanah. Peta wilayah studi dan plotpengambilan sampling dan pengamatan lapanganseperti disajikan pada Gambar 1.

    Gambar 1. Peta wilayah studi dan plotpengambilan data lapangan.

    b. Data sekunderPengumpulan data sekunder meliputi data

    statistik (Kecamatan dan Kabupaten dalamAngka), Peta Satuan Peta Tanah LembarTemanggung /Wonosobo, Peta PenggunaanLahan dan Peta Lereng.

    3.2.2 Metoda Analisis Data

    Analisis prioritas komoditas, diawali dengananalisis agroekologi lahan/kesuburan tanah,analisis kesesuaian lahan, dan analisis degradasilahan (erosi).

    _________________________________________________________________________________________

    Kajian Kesesuaian Lahan Untuk...............(Hasmana Soew andita) 19Diterima 21 Februari 2013; terima dalam revisi 20 Maret 2013; layak cetak 8 April 2013

  • 7/25/2019 Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Mitigasi Bencana Lahan Di Kawasan Budidaya

    4/7

    Analisis prioritas komoditas merupakanpendekatan pemilihan yang memperhitungkanaspek ekologis, ekonomi dan sosial. Ketigaaspek tersebut dijabarkan menjadi tujuhpertimbangan yaitu pertimbangan aspek luaslahan yang sesuai, pertimbangan aspek budidaya

    dan pengelolaan, keterkaitan aspek produksi,keterkaitan keberadaan komoditas, pertimbanganaspek konservasi, pertimbangan aspek polabudidaya, dan pertimbangan aspek pasar.Masing-masing pertimbangan mempunyai bobotyang berbeda, akan tetapi karena lahan yangdievaluasi secara umum telah menjadi kawasanbudidaya, sehingga pertimbangan ekonomi danekologi proporsional. Bobot dari pertimbanganaspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:

    Pertimbangan luas lahan yang sesuai(20 %)

    Pertimbangan aspek budidaya dan

    pengelolaan (20 %) Keterkaitan aspek produksi (10 %)

    Keterkaitan keberadaan komoditas (5 %)

    Pertimbangan aspek konservasi (15 %)

    Pertimbangan aspek pola budidaya (15 %)

    Pertimbangan aspek pasar (15 %)

    3.2.3. Analisis Kondisi Biofisik Wilayah

    3.2.3. Tata guna lahan

    Tataguna lahan merupakan salah satu faktorpenentu besarnya erosi pada suatu satuan

    wilayah atau bentang lahan (landscape). Namundemikian ekosistem hutan tropika mempunyai cirikhas tersendiri dalam menghindari terjadinyabahaya erosi.

    Luasan kawasan hutan di KabupatenTemanggung dan Wonosbo hanya mencakupluasan sekitar 84 hektar atau 0,35 persen dariluasan areal secara keseluruhan, padahalmenurut ketentuan tata ruang wilayah bahwadianjurkan untuk setiap kabupaten memliki hutanatau tutupan lahan permanen sebesar 30 persendari luas administrasi wilayahnya. Artinya bahwakedua kabupaten ini diharuskan untuk memilikiprogram penghutanan kembali secara terusmenerus agar arealnya terutama yang berlereng(mempunyai kelas lereng) lebih dari 25 persendiharuskan untuk dihutankan kembali agartutupan lahan permanen memenuhi persyaratannatau kriteria tutupan untuk setiap wilayahadministrasi kabupaten dan kota.

    Disamping hutan, lahan yang beruparumput/lahan kosong, belukar/kemak, dankebun/perkebunan berturut-turut mencakup arealseluas 308 hektar atau 1,27 persen, 2.348 hektaratau 9,66 persen dan 3.532 hektar atau 14,54persen, dimana ketiga tipe penggunaan lahan

    tersebut dapat dianggap mempunyai tutupanpermanen dengan total areal sebesar 6,88 atau25,47 persen (Tabel 1). Dari kondisi tersebutketiga tipe penggunaan lahan tersebut harusdipertahankan dengan tingkat erosi yang minimal,agar tidak rusak lebih berat lagi. Apabila

    perkebunan tidak dapat mempertahankan tingkaterosi yang minimal, maka diwajibkan untukmemulihkan kerusakan lahan dengan teknologiberupa terasering dan tutupan lahanmenggunakan tanaman penutup tanah yang baik.

    Atau penaman dengan sistem sabuk hijau. Tipepenggunaan sawah irigasi dan mempunyai polapenggunaan terasering dan berada pada lahandatar merupakan tipe penggunaan yang sudahmantap dan memenuhi persyaratan tata carapertanian yang baik. Pada kedua kabupatentersebut menempati areal seluas 1.720 hektaratau 7,08 persen.

    Tabel 1. Tata guna lahan di wilayah studi diKab. Temanggung dan Wonosobo pada tahun2008 (berdasarkan peta digital Bakosurtanal)

    NoTipe Penggunaan

    Lahan

    Luas

    Hektar (%)

    1 Air Tawar 54 0,22

    2 Sawah Irigasi 1.720 7,08

    3 Sawah Tadah Hujan 8.570 35,27

    4 Tegalan/Ladang 5.561 22,88

    5 Rumput/TanahKosong

    308 1,27

    6 Belukar/Semak 2.348 9,667 Kebun/Perkebunan 3.532 14,54

    8 Hutan 84 0,35

    9 Pemukiman 2.118 8,72

    10 Gedung 3 0,01

    Total Lahan 24.298 100

    Selain penggunaan lahan sebagaimana telahdisebutkan di atas, terdapat juga sawah tadahhujan yang menempati areal cukup luas, yaitusebesar 8.570 hektar atau 35,27 persen dari luas

    wilayah. Tipe penggunaan lahan untuk tegalanmerupakan areal andalan bagi pertumbuhantanaman tembakau di empat kecamatan studi,dan arealnya mencapai luasan 5.561 ha atau22,88 % dari luas wilayah studi. Namun demikianareal pertamanan tanaman tembakau tidakmelihat apakah lerengnya memenuhi persyaratanatau tidak untuk pertanaman tembakau. Hal yangmenjadi masalah areal ini kadang kala menempatiareal wilayah yang berlereng (mempunyai kelaslereng) lebih dari 25%, sehingga dikhawatirkanareal ini akan mengalami proses erosi yang cukuptinggi.

    _________________________________________________________________________________________

    20 Jurn al Sains dan Teknolog i Indon esia Vol. 15, No. 1, Apri l 2013 Hlm.17-23Diterima 21 Februari 2013; terima dalam revisi 20 Maret 2013; layak cetak 8 April 2013

  • 7/25/2019 Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Mitigasi Bencana Lahan Di Kawasan Budidaya

    5/7

    3.2.2 Kelerengan lahan

    Kelerengan lahan merupakan salah satu faktoryang menentukan besarnya erosi pada suatulahan. Dari hasil pembagian kelas lereng wilayah

    studi dibagi dalam 6 kelas kelerengan (Tabel 2),namun demikian kelas lereng lahan dapat jugadikelompokkan menjadi 4 bagian besar, yaitukelompok lahan datar, lahan bergelombang, danlahan berbukit dan bergunung.

    Apabila dikelompokkan menjadi 3 tipekelompok lereng tersebut maka lahan tergolongdatar (0-8 %) menempati areal seluas 3.596hektar atau 14,80 % dari luas wilayah studi.Sedangkan lahan tergolong bergelombang (8-25 %) menempati areal seluas 10.513 hektar atau43,27 % dari luas wilayah studi. Dan golonganyang terakhir adalah lahan yang tergolong

    berbukit dan bergunung ( >25%) menempati arealseluas 10.189 atau 41,93 % dari luas wilayahstudi. Jadi areal studi sebagian besar tergolongdalam kelas lahan yang tergolongmembahayakan terjadinya erosi atau lebih dari20.653 hektar atau 85 % dari luas wilayah studi.

    Oleh karena itu dalam rangka menerapkanpengelolaan lahan yang berkelanjutan, makadiperlukan usaha-usaha dan masukan teknologibudidaya yang dapat menurunkan nilai besarnyaerosi pada wilayah studi, diantarnya sepertipembuatan terasering atau teras bangku, atautanaman penutup tanah dan atau cara

    penanaman mulitple cropping. Teknologipengelolaan tersebut merupakan upaya kegiatanpertanian yang berkelanjutan. Kegiatan ini secaraspesifik juga suatu bentuk mengurangi potensibencana bahaya erosi dan bahkan mengurangiterjadinya bahaya longsor.

    Tabel 2. Kelerengan lahan wilayah studi diKabupaten Temanggung dan Wonosobo

    No Kelas LerengLuas

    (hektar) (%)

    1 0 3 % 864 3,56

    2 3

    8 % 2.732 11,243 8 15 % 5.484 22,57

    4 15 25 % 5.029 20,70

    5 25 40 % 3.727 15,34

    6 > 40 % 6.462 26,59

    Total Lahan 24.298 100

    Sumber : hasil analisis

    3.2.3. Analisis erosi

    Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhibesarnya erosi suatu wilayah, maka dapat

    ditentukan kelas erosi di wilayah studi. Dari hasilanalisis erosi di wilayah studi (Tabel 3),menunjukan bahwa wilayah yang tergolongmempunyai kelas erosi sangat tinggi yaitusebesar 12 ribu hektar atau sebesar 49,40 persendari keseluruhan wilayah studi. Hal ini

    membuktikan bahwa banyak usaha budidayapertanian yang menempati wilayah yangmempunyai kelas lereng cukup berbahaya.Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi erosi diwilayah studi yang tinggi, berbahaya untukmendukung usaha pertanian yang berkelanjutan.

    Tabel 3. Kelas erosi dan potensi erosi di wilayahstudi

    No Kelas Erosi Luas

    (hektar) (%)

    1 Sangat Rendah 332 1,37

    2 Rendah 1.263 5,203 Sedang 1.148 4,72

    4 Tinggi 9.498 39,09

    5 Sangat Tinggi 12.003 49,40

    6 Badan Air 54 0,22

    Total Lahan 24.298 100

    Sumber : Hasil analisis

    Oleh karena itu, sangat dianjurkan bahwasebagian besar usaha pertanian wilayah studiharus memenuhi kaedah-kaedah usaha pertanianyang mengutamakan konsep agrokonservasi atauberwawasan konservasi tanah dan air. Pertaniandengan menerapkan konservasi tanah dan airadalah usaha pertanian yang berusaha untukmengendalikan kekuatan air yang berasal daricurah hujan agar tidak merusak agregat tanahatau solum tanah dan diusahakan agar air dapatmasuk semaksimal mungkin kedalam tanah danmenyimpan air tersebut di dalam tanah sebanyak-banyaknya agar dapat dimanfaatkan semaksimalmungkin untuk pertumbuhan tanaman (Arsyad,1994).

    Apabila analisis ini dikaitkan dengan wilayahyang mempunyai tingkat erosi tinggi yangbesarnya mencapai luasan 9.498 hektar atausebesar 39,09 persen dari luas wilayah studi,maka luasan gabungan dari kedua golonganpotensi erosi tersebut adalah 21.501 hektar atausebesar 88,49 persen dari luasan total wilayahstudi. Kedua wilayah ini merupakan kawasanlahan yang berfisiografi dengan kelas lerengyang tergolong bergelombang hingga bergunung.

    3.3.3. Analisis Kesesuain Lahan

    3.3.4. Kesesuaian komoditas

    _________________________________________________________________________________________

    Kajian Kesesuaian Lahan Untuk...............(Hasmana Soew andita) 21Diterima 21 Februari 2013; terima dalam revisi 20 Maret 2013; layak cetak 8 April 2013

  • 7/25/2019 Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Mitigasi Bencana Lahan Di Kawasan Budidaya

    6/7

    Untuk mengetahui tingkat kesesuaian komoditas,perlu dilakukan pencocokan syarat tumbuh dankondisi kualitas lahan. Tiap komoditasmempunyai syarat tumbuh yang berbeda antarayang satu dengan yang lainnya. Syarat tumbuhtiap komoditas ini dirujuk dari standar yang

    dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah danAgroklimat (1997). Tingkat kesesuaian ini terbagidalam 5 kelas dari sangat sesuai (S1) hinggakelas tidak sesuai (N2). Adapun sesuai marginal(S2), masih mempunyai indek kendala tumbuh.Kendala tumbuh ini disebabkan oleh kondisikualitas lahan (parameter agroekologi) yangterdapat pada satuan unit lahan tersebut.Berbagai kendala syarat tumbuh bisa muncul daripH, kesuburan tanah (N, P dan K) hinggaparameter agroekologi fisik seperti kelerengan,erosi dan sebagainya. Pada kajian ini telahdilakukan analisis kesesuaian lahan terhadap 19

    komoditas. Ke 19 komoditas ini terbagi menurutjenis tanaman pangan,tanaman hortikultura,tanaman perkebunan dan tanaman keras (hutan).Berbagai jenis komoditas ini mewakili kondisieksisting saat ini, dan tanaman introduksi (potensidikembangkan).

    3.3.5. Analisis Prioritas Komoditas KaitannyaDengan Mitigasi Bencana Lahan

    Dengan memperhitungan aspek ekonomi danaspek lingkungan serta kaitannya dengan upayamitigasi bencana lahan telah dilakukan analisis

    kesesuaian lahan untuk 19 komoditas pertanian.Komoditas ini dikelompokan berdasarkantanaman keras/hutan, tanaman perkebunan, dantanaman pangan atau hortikultura/sayuran. Untukmenentukan skala prioritas tingkat kesesuaiandilakukan pendekatan nilai pembobotan dikalidengan skor dengan pertimbangan yangmenyangkut faktor ekologi, ekonomi dan sosial.Pertimbangan-pertimbangan tersebut dirinciberdasarkan 7 aspek, dimana masing-masingaspek mempunyai tingkat bobot antara 5 %hingga 20 %. Aspek-aspek itu adalahsebagaimana berikut:

    a. Pertimbangan Luas Lahan yang sesuai(Tingkat Kesesuaian Lahan)

    b. Pertimbangan Aspek Budidaya danPengelolaan (Kendala Pembatas)

    c. Pertimbangan Aspek Potensi Produksid. Pertimbangan Aspek Keberadaan

    Komoditase. Pertimbangan Aspek Nilai Konservasif. Pertimbangan Aspek Pola Penanamang. Pertimbangan Aspek Pasar

    Hasil-hasil penskoran pada masing-masing aspekpada tiap komoditas seperti disajikan pada Tabel4.

    Dari hasil perhitungan, nilai akhir (skor xbobot) dari masing-masing komoditas dirankingberdasarkan urutan dari nilai yang besar ke kecil.

    Urutan ini menunjukkan tingkat pilihan komoditasyang bisa diaplikasikan dilapangan setelahmempertimbangkan ke 7 aspek tersebut diatas.Pilihan-pilihan komoditas bisa dikombinasikanberdasarkan kelompok tanaman keras/hutan,tanaman perkebunan dan tanaman pangan/sayuran. Hasil ranking komoditas berdasarkannilai akhir disajikan pada Tabel 5.

    Tabel 5. Prioritas komoditas berdasarkanrangking nilai akhir komoditas.

    No. Komoditas Nilai Akhir

    1 Kayu Manis 345

    2 Suren 325

    3 Cengkeh 300

    4 Kopi Arabika 300

    5 Nilam 300

    6 Padi sawah 295

    7 Vanili 285

    8 Albazia 285

    9 Coklat 280

    10 Lada 280

    11 Pisang 27012 Tembakau 270

    13 Asparagus 260

    14 Kentang 260

    15 Jagung 255

    16 Cabe 240

    17 Kacang Kedelai 225

    18 Strawberi 195

    19 Bawang Putih 165

    Sumber : Hasil analisis

    Dari hasil ranking nilai akhir, menunjukkanbahwa tren komoditas tanaman keras sepertiKayu Manis dan Suren menempati rankingtertinggi, sedangkan tanaman perkebunan sepertiKopi Arabika menempati urutan berikutnya.Untuk selanjutnya tanaman pangan/sayuranmenempati urutan terakhir atau terendah sepertiJagung, Cabe, Kacang Kedelai, Strawberi danBawang Putih. Adapun untuk rekomendasipenerapan pilihan, implementasinya secara rinciseperti disajikan pada Tabel 6.

    _________________________________________________________________________________________

    22 Jurn al Sains dan Teknolo gi Indon esia Vol. 15, No. 1, Apri l 2013 Hlm.17-23Diterima 21 Februari 2013; terima dalam revisi 20 Maret 2013; layak cetak 8 April 2013

  • 7/25/2019 Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Mitigasi Bencana Lahan Di Kawasan Budidaya

    7/7

    4. KESIMPULAN

    Wilayah kajian dengan kelerengan diatas 15 %menempati areal 15.218 Ha atau sekitar 62.6 %wilayah, sehingga pertimbangan pola pertanian

    konservasi menjadi sebuah pilihan. Bentukpertanian konservasi dilahan berlerengmerupakan upaya pencegahan atau mitigasiterhadap bencana lahan khususnya erosi danlongsor.

    Pertanian konservasi pada kawasan ini harusmempertimbangkan pola perpaduan tanamanatas, tanaman tengah dan tanaman bawah(mult ip le cropping). Dengan pola inidimungkinkan lahan teroptimalkan secarasempurna baik secara konservatif maupunproduktif. Sehingga indikasi terjadinya degradasilahan sebagai akibat pola budidaya monokultur

    tanaman pangan/sayur pada lahan miring yangsaat ini dilakukan petani di wilayah studi bisadiminimalkan.

    Dengan berdasarkan hasil analisis kesesuaianlahan serta analisis prioritas komoditas denganmempertimbangkan aspek ekologis,ekonomi/pasar dan sosial kemasyarakatan makadapat direkomendasikan pilihan alternatifpenerapan komoditas di tingkat petani.

    Pada lahan miring, pilihan untukmengkombinasikan atau memadukan polapertanaman antara tanaman atas, tanamantengah dan tanaman bawah harus dilakukan

    dengan mengacu pada hasil analisis prioritaskomoditas. Adapun alternatif pilihan untuk alihkomoditas tanaman Tembakau yang selama inimenjangkau dikawasan berlereng, dapat dipilihkombinasi pertanaman untuk kelompok komoditastanaman atas (kayu), tanaman tengah(perkebunan) dan tanaman pangan/sayuran.

    DAFTAR PUSTAKA

    _______, 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi LahanUntuk Komoditas Pertanian. BalaiPenelitian Tanah. Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Tanah dan Agroklimat.Badan penelitian dan PengembanganPertanian. Departemen Pertanian.

    Clark, JE and J.L Howell. Development ofbioengineering strategies in rural mountainareas. Erosion, Debris Flows andEnvironment in Mountain Regions(Proceedings of the Chengdu Symposium,July 1992). IAHS Publ. no. 209, 1992.

    Dahlan, N. E. 1992. Hutan Kota UntukPengelolaan dan Peningkatan KualitasLingkungan Hidup. Jakarta: PT. EnkaParahayangan

    Manan, S. 1976. Pengaruh Hutan danManajemen Daerah Aliran Sungai; DiktatFakultas Kehutanan: IPB, Bogor.

    Ritung, S, Wahyunto, Agus F dan Hidayat H.2007. Panduan Evaluasi KesesuaianLahan. Balai Penelitian Tanah dan World

    Agroforestry Centre.

    Rusli, S. 2007. Waspada Hujan dan Longsor.Jakarta

    Shelby, 1990. Hillslope Materials and Process,Oxford University Press, Oxford

    Sinukaban N, Tarigan, SD, Murtilaksono K.Analisis Dan Strategi Penanganan LahanTerdegradasi Dalam MendukungPenyediaan Lahan Pangan DanKetersediaan Air. PROSIDING SEMILOKA

    NASlONAL 22-23 DESEMBER 2008 hal 7580.

    Sitorus, S.R. P. 2006. Pengembangan LahanBerpenutupan Tetap Sebagai KontrolTerhadap Faktor Resiko Erosi dan BencanaLongsor. Direktorat Jenderal PenataanRuang Departemen Pekerjaan Umum.Jakarta.

    Sudarsono, U. 2003. Penanggulangan BencanaGerakan Tanah, Bahan Diklat MitigasiGerakan Tanah, BIKK UPT LIPI,

    Karangsambung

    Kebumen.

    Suryatmojo H, Sri Astuti S. 2008. PemilihanVegetasi untuk Pengendalian LongsorLahan. Jurnal Kebencanaan Indonesia. Vol1 No. 5. 2008.

    _________________________________________________________________________________________

    Kajian Kesesuaian Lahan Untuk ...............(Hasmana Soew andita) 23Diterima 21 Februari 2013; terima dalam revisi 20 Maret 2013; layak cetak 8 April 2013