kelompok 6 kelas 8b khusus_kewajiban jangka pendek
TRANSCRIPT
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 1/17
AKUNTANSI KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
Dhimas Firmansyah (07), Fuad Ma’arif (09), Nitta Sestra Afdya (16), Rochana Oktavia H. (22)
Kelompok 6 Kelas 8B DIV Akuntansi Kurikulum Khusus
Abstrak – Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang lengkap dan dapat diandalkan mensyaratkan
pengungkapan seluruh sumber daya ekonomi yang dimiliki termasuk kewajiban . Informasi mengenai
kewajiban khususnya kewajiban jangka pendek dapat membantu pemerintah dalam mengelola kas.
Pengelolaan kewajiban jangka pendek akan membantu pengelolaan kas dalam rangka peningkatan
akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah.
Kata Kunci: Laporan Keuangan, Kewajiban Jangka Pendek, Akuntabilitas
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Informasi mengenai Kewajiban jangka pendek pemerintah diperlukan untuk membantu
pemerintah dalam mengelola atau menganggarkan dana untuk menyediakan kas atau mendanai utang
yang akan jatuh tempo dalam tahun anggaran berikutnya. Misalnya, selisih kas (cash mismatch)
muncul pada saat kas negara yang tersedia tidak mencukupi untuk membiayai pengeluaran belanja
yang tidak bisa ditunda. Pada kondisi ini, anggaran negara belum tentu defisit, hanya saja penerimaan
(pajak, cukai, dll) belum sepenuhnya masuk ke kas negara. Selisih kas ini biasanya ditalangi melalui
penerbitan obligasi jangka pendek dengan tenor di bawah 1 tahun, dan akan segera dilunasi pada saat
kas negara telah mencukupi.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari paper ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Kewajiban
Jangka Pendek meliputi definisi, klasifikasi, pengakuan, pengukuran, pencatatan, penyajian dan
pengungkapan dalam Laporan Keuangan, serta temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait
kewajiban jangka pendek.
II. Landasan Teori
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 (Standar Akuntansi Pemerintah),
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan dibayar dalam
waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan
dengan cara yang sama seperti aset lancar. Kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer
pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar
dalam tahun pelaporan berikutnya. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuhtempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan, misalnya bunga pinjaman, utang
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 2/17
jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang
jangka panjang.
Pada akuntansi berbasis kas menuju akrual, klasifikasi dan jenis utang yang harus disajikan
pada neraca harus sesuai dengan karakteristik masing-masing utang bersangkutan. Kewajiban
jangka pendek dalam standar akuntansi pemerintah antara lain terdiri dari:
1. Utang Kepada Fihak Ketiga yaitu Utang kepada Pihak Ketiga berasal dari kontrak atau
perolehan barang/jasa yang sampai dengan tanggal pelaporan belum dibayar;
2. Utang Bunga
Utang Bunga timbul karena pemerintah mempunyai utang jangka pendek yang antara lain
berupa SPN, utang jangka panjang yang berupa utang luar negeri, utang obligasi negara, utang
jangka panjang sektor perbankan, dan utang jangka panjang lainnya. Atas utang-utang tersebut
terkandung unsur biaya berupa bunga yang harus dibayarkan kepada pemegang surat-surat
utang dimaksud.
Termasuk dalam kelompok utang bunga adalah utang commitment fee, yaitu utang yang timbul
sehubungan dengan beban atas pokok dana yang telah disepakati dan disediakan oleh kreditor
tetapi belum ditarik oleh debitur.
3. Utang Perhitungan Fihak Ketiga
Utang PFK menurut PSAP 09 paragraf 5 adalah utang pemerintah kepada pihak lain yang
disebabkan kedudukan pemerintah sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya seperti Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Iuran Askes, Taspen dan Taperum.
4. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang merupakan bagian utang jangka panjang baik pinjaman
dari dalam negeri maupun luar negeri yang akan jatuh tempo dan diharapkan akan dibayar
dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca.
5. Utang Transfer
6. Utang Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yaitu Utang berupa obligasi jangka pendek yang
dikeluarkan oleh pemerintah
7. Utang Jangka Pendek Lainnya, meliputi Utang Biaya dan Pendapatan Diterima Dimuka
III. PEMBAHASAN
1. Pengakuan dan Pengukuran
Perlakuan akuntansi kewajiban jangka pendek mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu pengakuan,
pengukuran, serta penyajian dan pengungkapan. Setiap akun dari pos kewajiban jangka pendek
dalam buletin teknis ini akan ditelaah dari tiga aspek perlakuan akuntansi di atas.
a. Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable )
Utang kepada Pihak Ketiga berasal dari kontrak atau perolehan barang/jasa yang sampai
dengan tanggal pelaporan belum dibayar.
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 3/17
Pengakuan
Dalam kondisi transaksi pembelian barang dilakukan secara FOB destination point (C&F),
utang diakui pada saat barang yang dibeli sudah diterima tetapi belum dibayar. Dalam kondisi
transaksi pembelian barang dilakukan secara FOB shipping point , utang diakui pada saat
barang sudah diserahkan kepada perusahaan jasa pengangkutan (dalam perjalanan) tetapi
sampai dengan tanggal pelaporan belum dibayar.
Dalam transaksi pembelian jasa, utang diakui pada saat jasa/bagian jasa diserahkan sesuai
perjanjian tetapi pada tanggal pelaporan belum dibayar.
Dalam hal kontrak pembangunan fasilitas atau peralatan, utang diakui pada saat
sebagian/seluruh fasilitas atau peralatan tersebut telah diselesaikan sebagaimana dituangkan
dalam berita acara kemajuan pekerjaan/serah terima, tetapi sampai dengan tanggal pelaporan
belum dibayar.
Pengukuran
Utang kepada Pihak Ketiga dinilai sebesar kewajiban entitas pemerintah terhadap barang/jasa
yang belum dibayar sesuai kesepakatan atau perjanjian.
Dalam hal kesepakatan atau perjanjian menyebutkan syarat pembayaran (terms of payment )
dengan diskon tertentu untuk pembayaran dalam jangka waktu tertentu (misalkan 2/10, n/30)
maka nilai utang kepada pihak ketiga ditentukan sebesar jumlah utang dengan atau tanpa
memperhitungkan diskon tergantung pada kebijakan akuntansi pembayaran utang yang
ditetapkan.
Dalam hal pihak ketiga/kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan
spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, dan sebagian/seluruh fasilitas
atau peralatan tersebut telah diserahterimakan tetapi belum dibayar sampai dengan tanggal
pelaporan, maka transaksi tersebut akan diakui sebagai utang kepada pihak ketiga sebesar
jumlah yang belum dibayar.
b. Utang Bunga ( Accrued I nterest )
Utang Bunga timbul karena pemerintah mempunyai utang jangka pendek yang antara lain
berupa SPN, utang jangka panjang yang berupa utang luar negeri, utang obligasi negara, utang
jangka panjang sektor perbankan, dan utang jangka panjang lainnya. Atas utang-utang tersebut
terkandung unsur biaya berupa bunga yang harus dibayarkan kepada pemegang surat-surat
utang dimaksud.
Termasuk dalam kelompok utang bunga adalah utang commitment fee, yaitu utang yang
timbul sehubungan dengan beban atas pokok dana yang telah disepakati dan disediakan oleh
kreditor tetapi belum ditarik oleh debitur.
Pengakuan
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 4/17
Utang bunga, sebagai bagian dari kewajiban atas pokok utang berupa kewajiban bunga atau
commitment fee yang telah terjadi dan belum dibayar, pada dasarnya berakumulasi seiring
dengan berjalannya waktu, tetapi demi kepraktisan diakui pada setiap akhir periode pelaporan.
Pengukuran
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar kewajiban bunga atau
commitment fee yang telah terjadi tetapi belum dibayar oleh pemerintah. Besaran kewajiban
tersebut pada naskah perjanjian pinjaman biasanya dinyatakan dalam persentase dan periode
tertentu yang telah disepakati oleh para pihak.
c. Utang Perhitungan Fihak Ketiga ( PFK)
Utang PFK menurut PSAP 09 paragraf 5 adalah utang pemerintah kepada pihak lain yang
disebabkan kedudukan pemerintah sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya seperti
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Iuran Askes, Taspen dan Taperum.
Bagi pemerintah pusat PFK antara lain terdiri dari potongan iuran Taspen, Bapertarum, dan
Askes, sedangkan pajak pusat tidak termasuk karena langsung diakui sebagai pendapatan.
Bagi pemerintah daerah PFK antara lain terdiri dari potongan pajak-pajak pemerintah pusat,
iuran Taspen, Bapertarum, dan Askes. Potongan PFK tersebut seharusnya diserahkan kepada
pihak lain (Kas Negara cq. pendapatan pajak, PT Taspen, PT Asabri, Bapertarum, dan PT
Askes) sejumlah yang sama dengan jumlah yang dipungut/dipotong.
Pengakuan
Utang PFK diakui pada saat dilakukan pemotongan oleh BUN/BUD atas pengeluaran dari kas
negara untuk pembayaran tertentu, tetapi demi kepraktisan diakui pada setiap akhir periode
pelaporan.
Pengukuran
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar kewajiba PFK yang sudah
dipotong tetapi oleh BUN/BUD belum disetorkan kepada yang berkepentingan.
d. Bagian Lancar Utang jangka Panjang
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang merupakan bagian utang jangka panjang baik pinjaman
dari dalam negeri maupun luar negeri yang akan jatuh tempo dan diharapkan akan dibayar
dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca.
Pengakuan
Akun ini diakui pada saat melakukan reklasifikasi pinjaman jangka panjang yang akan jatuh
tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca pada setiap akhir periode
akuntansi, kecuali bagian lancar utang jangka panjang yang akan didanai kembali
sebagaimana dimaksud dalam PSAP 09 paragraf 14. Termasuk dalam Bagian Lancar Utang
Jangka Panjang adalah utang jangka panjang menurut PSAP 09 paragraf yang persyaratan
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 5/17
tertentunya telah dilanggar sehingga kewajiban tersebut menjadi kewajiban jangka pendek
( payable on demand ).
Pengukuran
Nilai yang dicantumkan di neraca untuk bagian lancar utang jangka panjang adalah sebesar
jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca.
Dalam kasus kewajiban jangka pendek yang terjadi karena payable on demand , nilai yang
dicantumkan di neraca adalah sebesar saldo utang jangka panjang beserta denda dan
kewajiban lainnya yang harus ditanggung oleh peminjam sesuai perjanjian.
e. Uang Muka dari Kas Umum Negara/Daerah
Uang Muka dari Kas Umum Negara/Derah merupakan utang yang timbul akibat bendahara
pengeluaran Kementerian/Lembaga/SKPD belum menyetor sisa Uang Persediaan (UP) sampai
dengan tanggal neraca. Akun ini hanya muncul pada Neraca Kementerian/ Lembaga/ SKPD
dan akan tereliminasi pada saat konsolidasi Neraca.
Pengakuan
Uang muka dari kas negara/daerah diakui pada saat bendahara pengeluaran menerima UP dari
Kas Umum Negara/Daerah.
Pengukuran
Nilai yang dicantumkan di neraca adalah sebesar saldo uang muka yang belum
disetorkan/dipertanggungjawabkan ke kas negara sampai dengan tanggal neraca.
f. Utang Jangka Pendek Lainnya
Utang Jangka Pendek Lainnya adalah utang jangka pendek yang tidak dapat klasifikasikan
sebagai utang jangka pendek sebagaimana disebutkan pada butir A sampai dengan E di atas.
Termasuk di dalam Utang Jangka Pendek Lainnya adalah penerimaan pembayaran di muka
atas penyerahan barang/jasa oleh pemerintah kepada pihak lain, utang biaya yang timbul
terkait penerimaan jasa yang belum dibayar sampai dengan tanggal penyusunan laporan
keuangan, dan Dana yang berasal dari SPM LS kepada Bendahara Pengeluaran yang belum
seluruhnya diserahkan kepada yang berhak per tanggal neraca.
1) Pendapatan Diterima Dimuka
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun Pendapatan Diterima Dimuka adalah
sebesar kas yang telah diterima tetapi sampai dengan tanggal neraca seluruh atau sebagian
barang/jasa belum diserahkan oleh pemerintah.
Pengakuan
Pendapatan Diterima Dimuka diakui pada saat terdapat/timbul klaim pihak ketiga kepada
pemerintah terkait kas yang telah diterima pemerintah dari pihak ketiga tetapi belum ada
penyerahan barang/jasa dari pemerintah.
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 6/17
Pengukuran
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar bagian barang/jasa
yang belum diserahkan oleh pemerintah kepada pihak ketiga sampai dengan tanggal
neraca.
2) Utang Biaya
Utang biaya adalah utang pemerintah yang timbul karena entitas secara rutin mengikat
kontrak pengadaan barang atau jasa dari pihak ketiga yang pembayarannya akan dilakukan
di kemudian hari. Utang 1 biaya ini pada umumnya terjadi karena pihak ketiga memang
melaksanakan praktik menyediakan barang atau jasa di muka dan melakukan penagihan di
belakang.
Sebagai contoh, penyediaan barang berupa listrik, air PAM, telpon oleh masing-masing
perusahaan untuk suatu bulan baru ditagih oleh yang bersangkutan kepada entitas selaku
pelanggannya pada bulan atau bulan-bulan berikutnya.
Pengakuan
Utang biaya diakui pada saat terdapat klaim pihak ketiga, biasanya dinyatakan dalam
bentuk surat penagihan atau invoice, kepada pemerintah terkait penerimaan barang/jasa
yang belum diselesaikan pembayarannya oleh pemerintah.
Pengukuran
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar biaya yang belum
dibayar oleh pemerintah sampai dengan tanggal neraca.
3) Kewajiban pada Pihak Lain
Kewajiban pada Pihak Lain adalah saldo dana yang berasal dari SPM LS kepada
Bendahara Pengeluaran yang belum seluruhnya diserahkan kepada yang berhak pada akhir
tahun, misalnya :
a) Dana Anggaran Khusus Kepolisian di Bendahara Satker Polri yang diterima dari
Bendahara Pusku Polri.
b) Dana Penyidikan/Intelejen di Bendahara Pengeluaran Kejaksaan Agung yang belum
digunakan.
c) Dana on call /stanby fund pada Bendahara Pengeluaran Bakornas.
d) SPM LS-Honor di Bendahara Pengeluaran K/L yang belum seluruhnya dibayarkan
kepada yg berhak
Pengakuan
Kewajiban pada Pihak Lain diakui apabila pada akhir tahun masih terdapat dana yang
berasal dari SPM LS kepada Bendahara Pengeluaran yang belum diserahkan kepada yang
berhak.
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 7/17
Pengukuran
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar dana yang belum
diserahkan kepada yang berhak.
2. Penyajian dan Pengungkapan
A. Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable)
Utang kepada Pihak Ketiga pada umumnya merupakan utang jangka pendek yang harus
segera dibayar setelah barang/jasa diterima. Oleh karena itu terhadap utang semacam ini
disajikan di neraca dengan klasifikasi/pos Kewajiban Jangka Pendek. Rincian utang kepada
pihak ketiga diungkapkan di CaLK.
Ilustrasi jurnal untuk mencatat Utang kepada Pihak Ketiga adalah sebagai berikut:
B. Utang Bunga (Accrued Interest)
Utang bunga maupun commitment fee merupakan kewajiban jangka pendek atas pembayaran
bunga sampai dengan tanggal pelaporan. Rincian utang bunga maupun commitment fee untuk
masing-masing jenis utang diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Utang
bunga maupun utang commitment fee diungkapkan dalam CaLK secara terpisah.
Ilustrasi jurnal untuk mencatat Utang Bunga adalah sebagai berikut:
C. Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)
Utang PFK merupakan utang jangka pendek yang harus segera dibayar. Oleh karena itu
terhadap utang semacam ini disajikan di neraca dengan klasifikasi/pos Kewajiban Jangka
Pendek.
Dalam praktek akuntansi kas menuju akrual (CTA) yang berlaku sekarang, penyajian PFK
dilaksanakan oleh BUN/BUD sebagaimana ilustrasi berikut:
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 8/17
D. Bagian Lancar Utang jangka Panjang
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang disajikan di neraca sebagai kewajiban jangka pendek.
Rincian Bagian Lancar Utang Jangka Panjang untuk masing-masing jenis utang/pemberi
pinjaman diungkapkan di CaLK.Jurnal untuk mencatat Bagian Lancar Utang Jangka Panjang adalah sebagaimana ilustrasi
berikut:
E. Uang Muka dari Kas Umum Negara/Daerah
Uang Muka dari Kas Umum Negara disajikan di neraca sebagai kewajiban jangka pendek.
Rincian uang muka pada masing-masing bendahara pengeluaran diungkapkan di CALK.
Ilustrasi jurnal untuk mencatat Uang Muka dari KUN adalah sebagai berikut:
F. Utang Jangka Pendek Lainnya
1) Pendapatan Diterima Dimuka
Pendapatan Diterima Dimuka disajikan sebagai kewajiban jangka pendek di neraca.
Rincian Pendapatan Diterima Dimuka diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 9/17
Keuangan. Ilustrasi jurnal untuk mencatat Pendapatan Diterima Dimuka adalah sebagai
berikut:
2) Utang Biaya
Utang biaya disajikan sebagai kewajiban jangka pendek. Ilustrasi jurnal untuk mencatat
Utang Biaya adalah sebagai berikut:
3) Kewajiban pada Pihak Lain
Kewajiban pada Pihak Lain disajikan sebagai kewajiban jangka pendek di neraca.
Rincian Kewajiban pada Pihak Lain diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Ilustrasi Jurnal untuk mencatat Kewajiban pada Pihak Lain adalah sebagai berikut:
3. Temuan BPK RI
[1] Temuan – Pencatatan dan Pelaporan Utang kepada Pihak Ketiga pada KL Sebesar
Rp1,21 Triliun Belum Sesuai Dengan Kondisi yang Sebenarnya Serta Penyajian dan
Pengungkapan Kewajiban atas Tuntutan Hukum kepada Pemerintah Belum Didukung
Data yang Andal.
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 10/17
LKPP Tahun 2014 (audited) menyajikan saldo Utang Kepada Pihak Ketiga per 31 Desember
2014 sebesar Rp37.980.198.606.742,00. Saldo tersebut turun sebesar Rp17.399.962.637.090,00
dari saldo per 31 Desember 2013 (audited) sebesar Rp55.380.161.243.832,00. Utang tersebut
merupakan kewajiban Pemerintah atas pembayaran barang yang telah diterima dari pihak ketiga
dan kewajiban Pemerintah lainnya kepada pihak ketiga yang sampai dengan tahun anggaran
berakhir belum dibayar.
Hasil Pemeriksaan atas Utang Kepada Pihak Ketiga yang berada di KL menunjukkan beberapa
permasalahan sebagai berikut.
1) Penyajian dan Pengungkapan Kewajiban yang Timbul atau Berpotensi Timbul
Terkait Tuntutan Hukum kepada Pemerintah Belum Didukung Data yang Andal
Berdasarkan data sampai bulan Juni 2014 yang diungkapkan dalam Nota Keuangan APBNP
Tahun 2015, terdapat 632 perkara gugatan kepada 16 KL yang berisi:
a) Tuntutan ganti rugi sebesar Rp5,50 triliun, USD216.78 juta, MYR1,17 juta,
JPY193.20 juta, Bs.11.500,00;
b) Aset tanah sekitar 4,84 juta m2, dan bangunan berupa tuntutan ganti rugi materiil; dan
c) Tuntutan ganti rugi immaterial sebesar Rp29,77 triliun.
Perkara tersebut meliputi 215 perkara yang masih diproses pada tingkat pertama, 183
perkara pada tingkat banding, 89 perkara pada tingkat kasasi, 22 perkara pada tingkat
peninjauan kembali (PK), 8 perkara di BANI, 2 perkara di PTUN, serta 18 perkara pada
proses somasi.
Pemerintah belum menyajikan kewajiban terhadap putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan belum mengungkapkan adanya tuntutan hukum
yang masih dalam proses pengadilan dalam LKPP Tahun 2014. Hal tersebut dikarenakan
Pemerintah memvalidasi putusan gugatan hukum dari pihak lain. Sehingga Pemerintah
tidak mengetahui apakah gugatan hukum telah selesai di proses secara perdata di tingkat
pengadilan Negeri, Pengadilan tinggi, Mahkamah Agung maupun telah di proses di
pengadilan Tata Usaha. Sehingga pada Tahun 2014 Pemerintah hanya dapat
mengungkapkan kewajiban kontijensi berupa keputusan pengadilan yang telah inkracht
pada dua Kementerian saja dengan nilai sebesar Rp171.759.014.981,00.
Selain itu tidak terdapat kementerian yang mengkoordinasikan atau sebagai koordinator dan
bertanggungjawab terkait permasalahan tuntutan hukum pada Kementerian dan Lembaga
terkait. Hal ini disebabkan pemerintah pusat tidak mempunyai mekanisme yang jelas
mengenai pengelolaan tuntutan hukum dan pelaporannya pada KL. Sehingga penyajian dan
pengungkapkan tuntutan hukum kepada Pemerintah tidak dapat dilaporkan secara handal
dan memadai.
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 11/17
2) Saldo Utang kepada Pihak Ketiga Sebesar Rp1.211.730.502.603,36 pada Tiga KL
Tidak Dapat Ditelusuri dan Tidak Didukung Dokumen yang Memadai
Rincian permasalahan tersebut adalah sebagai berikut.
a)
Nilai Utang kepada Pihak Ketiga pada BP3TI Kementerian Komunikasi dan Informatika
sebesar Rp1.129.270.110.592,27 tidak direkonsiliasi nilai prestasi kerjanya dan tidak
didukung dengan parameter perhitungan yang jelas atas nilai prestasi kerja penyedia jasa
Kementerian Komunikasi dan Informatika menyajikan saldo Utang Kepada Pihak
Ketiga per 31 Desember 2014 pada BP3TI sebesar Rp1.275.753.210.750,27. Utang
Kepada Pihak Ketiga tersebut merupakan kewajiban BP3TI kepada para penyedia jasa
yang telah melaksanakan pekerjaan penyediaan layanan KPU/USO berdasarkan kontrak,
tetapi sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 belum dilakukan pembayaran.
Selain nilai prestasi kerja pihak ketiga tidak direkonsiliasi, kewajiban BP3TI kepada
para penyedia jasa layanan KPU/USO menjadi tidak pasti karena beberapa permasalahan
berikut.
Beberapa kontrak tidak memuat klausul-klausul yang cukup untuk mengatur
parameter dan cara perhitungan nilai tagihan sebagai dasar pembayaran prestasi
kerja kepada pihak ketiga untuk memperoleh nilai pasti. Hal tersebut dapat
menimbulkan ketidakpastian jumlah perhitungan utang kepada pihak ketiga dan
berpotensi menimbulkan gugatan hukum atas klausul kontrak dan pelaksanaannya di
lapangan.
SOP Rekonsiliasi Data dan Pembayaran Penyediaan Jasa Akses atas Pekerjaan
KPU/USO baru diterbitkan pada Desember 2014 sehingga proses rekonsiliasi
terhadap tagihan penyedia jasa tidak dapat segera dilakukan karena keterbatasan
waktu. Apabila prosedur rekonsiliasi dapat dilakukan, maka nilai utang kepada pihak
ketiga yang disajikan di Neraca dapat berubah secara signifikan.
Sistem pemantauan prestasi kerja penyedia jasa tidak mampu menyediakan data
yang lengkap dan valid sebagai dasar pembayaran prestasi kerja.
b) Saldo Utang Kepada Pihak Ketiga pada LPP TVRI sebesar Rp59.126.448.111,00 tanpa
dilengkapi dokumen pendukung dan sebesar Rp11.077.615.149,00 tidak pernah ditagih
oleh pihak ketiga.
Hasil penelusuran atas dokumen pendukung pencatatan utang ditemukan hal-hal sebagai
berikut.
Utang kepada Pihak Ketiga sebesar Rp59.126.448.111,00 tidak didukung dokumen
pengakuan utang yang terdiri dari Utang Biaya Umum sebesar Rp9.007.281.829,00
dan Utang Bahan Siaran sebesar Rp50.119.166.282,00. Utang kepada Pihak Ketiga sebesar Rp11.077.615.150,00 tidak pernah ditagih oleh
pihak ketiga.
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 12/17
Dari total utang tersebut, hanya sebesar Rp6.588.333.572,70 yang pernah ditagih oleh
penyedia jasa pada tanggal 12 Agustus 2004, tetapi sampai saat ini tidak pernah ditagih
kembali.
c)
Saldo Utang Kepada Pihak Ketiga berupa jaminan pelaksanaan pembangunan (JPP)
sebesar Rp23.333.943.900,09 pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam tidak dapat diyakini kewajarannya.
BP Batam menyajikan Saldo Utang Kepada Pihak Ketiga per 31 Desember 2014 berupa
JPP sebesar Rp23.333.943.900,09. JPP adalah sejumlah uang tertentu yang harus
dibayar oleh penerima alokasi lahan kepada BP Batam sebagai jaminan untuk
memastikan para penerima alokasi lahan melaksanakan pembanguan pada lokasi lahan
yang telah dialokasikan sesuai rencana penggunaan lahan. JPP tersebut terdiri dari: (1)
sebesar Rp23.313.472.740,84 didukung dengan rincian transaksi dan (2) sebesar
Rp20.471.159,16 tidak didukung rincian transaksi.
BP Batam tidak memonitoring pemenuhan perjanjian tersebut secara optimal. Sehingga
JPP sebesar Rp23.333.943.900,09 tidak dapat diketahui berapa yang sudah jatuh
tempo, berapa yang belum jatuh tempo, dan berapa yang seharusnya dikembalikan
kepada penerima alokasi lahan.
Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan:
[1]
UU Nomor 12 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2013 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 Pasal 17 ayat (1) huruf a
angka 3 bahwa Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran Belanja Pemerintah Pusat berupa
pergeseran anggaran belanja antar program dalam 1 (satu) Kementerian Negara/Lembaga
untuk memenuhi kewajiban pengeluaran yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht);
[2] PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Lampiran II PSAP 09
tentang K ewajiban menyatakan bahwa “Pelaporan Keuangan untuk tujuan umum harus
menyajikan kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya
ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada
sampai saat ini, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang
dapat diukur dengan andal”;
[3] Buletin Teknis SAP Nomor 08 tentang Akuntansi Utang menyatakan bahwa dalam transaksi
pembelian jasa, utang diakui pada saat jasa/bagian jasa diserahkan sesuai perjanjian tetapi
pada tanggal pelaporan belum dibayar; dan
[4] Surat Keputusan Ketua Otorita Batam Nomor 19/KPTS/KA/L/VI/2007 tentang Penetapan
Uang Jaminan Pelaksanaan Pembangunan Fisik bagi Penerima Alokasi Lahan.
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 13/17
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
[1] Terdapat potensi salah saji pada saldo Utang Kepada Pihak Ketiga dan Aset Tetap per 31
Desember 2014 atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang belum disajikan
secara memadai; dan
[2] Saldo Utang Kepada Pihak Ketiga senilai Rp1.211.730.502.603,36 (Rp1.129.270.110.592,27
+ Rp59.126.448.111,00 + Rp23.333.943.900,09) yang tidak dapat ditelusuri dan tanpa
dokumen yang lengkap tidak dapat diyakini nilai kewajiban Pemerintah yang sebenarnya dan
tidak jelas penyelesaiannya.
Permasalahan tersebut disebabkan:
[1] Pemerintah belum menetapkan mekanisme pengelolaan dan pelaporan Tuntutan Hukum
kepada Pemerintah;
[2] Kementerian Kominfo lemah dalam merencanakan pekerjaan layanan KPU/USO dan tidak
optimal dalam melakukan rekonsiliasi atas prestasi pekerjaan KPU/USO yang telah
disampaikan tagihannya oleh penyedia jasa;
[3] Kementerian Kominfo tidak cermat dalam menyusun klausul-klausul kontrak pekerjaan
khususnya klausul yang menerangkan tentang pembayaran prestasi pekerjaan;
[4] BP Batam belum memiliki sistem yang memadai untuk memonitoring pemenuhan ketentuan
jangka waktu pelaksanaan pembangunan fisik sebagaimana yang diatur dalam SK Ketua
Otorita Batam/Kepala BP Batam; dan
[5] LPP TVRI tidak memiliki Prosedur Operasi Standar (POS) pengelolaan utang pada pihak
ketiga dan tidak melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga atas utang yang tidak pernah
ditagihkan.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku Wakil
Pemerintah agar:
[1] Menetapkan mekanisme pemantauan dan pelaporan tuntutan hukum kepada Pemerintah pada
LKKL/LKBUN/LKPP; dan
[2] Menginstruksikan Menteri Komunikasi dan Informatika, Direktur Utama LPP TVRI dan
Kepala BP Batam untuk menelusuri dan memverifikasi utang kepada pihak ketiga dalam
rangka memastikan besaran kewajiban yang layak dibayar.
[2] Temuan – Kewajiban kepada PT Pertamina (Persero) atas Fee Penjualan Migas Bagian
Negara Belum Dapat Diukur dengan Andal.
Utang kepada Pihak Ketiga yang berada di BUN sebesar Rp22.501.296.249.062,00 antara lain
merupakan Kewajiban terkait Rekening Migas per 31 Desember 2014 sebesar
Rp2.981.388.010.143 yang merupakan estimasi kewajiban kontraktual Pemerintah yang harus
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 14/17
dibayarkan dalam rangka pelaksanaan kontrak kerja sama dengan KKKS berupa DMO fee, dan
pengembalian (reimbursement) PPN dan PBB. Dari Kewajiban terkait Rekening Migas tersebut
belum termasuk kewajiban Fee Penjualan kepada PT Pertamina (Persero).
Selain itu, LKPP Tahun 2014 menyajikan realisasi PNBP penerimaan minyak bumi bagian
negara sebesar Rp139.174.307.803.380,00 dan gas bumi bagian negara sebesar
Rp77.701.803.216.997,00. Dari nilai realisasi tersebut, penerimaan migas yang diterima dari PT
Pertamina (Persero) terdiri dari minyak bumi sebesar USD1,113,081,443.00 dan
Rp169.993.241.737.485,00 serta gas bumi sebesar USD785,750,288.00. Penjualan migas bagian
negara yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) tersebut menimbulkan fee penjualan migas
kepada PT Pertamina (Persero).
Hasil pemeriksaan atas pengakuan Kewajiban kepada PT Pertamina (Persero) terhadap fee
penjualan migas bagian negara yang telah didukung SAA antara SKK Migas dengan PT
Pertamina (Persero) diketahui bahwa Pemerintah belum menyajikannya pada Neraca LKPP per
31 Desember 2014. Namun demikian, dalam Calk diungkapkan bahwa “Pemerintah tidak
mencadangkan fee penjualan migas untuk Tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 pada saldo akhir
Rekening Migas per 31 Desember 2014 serta belum mengakui kewajiban atas fee penjualan
migas untuk periode lifting tersebut. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan belum
ditagihkannya fee penjualan migas untuk periode tersebut oleh SKK Migas. Sementara itu,
untuk fee penjualan migas Tahun 2011, Pemerintah juga tidak melakukan pencadangan dan
pengakuan kewajiban dengan pertimbangan bahwa Pemerintah belum meyakini nilai volume
yang dijadikan dasar dalam penagihan fee karena masih termasuk volume LNG bagian KKKS.
Selain itu, dengan telah terbitnya SAA antara SKK Migas dan PT Pertamina (Persero) pada
tanggal 30 dan 31 Desember 2014, SKK Migas seharusnya melakukan penagihan kembali atas
fee penjualan migas Tahun 2011 dengan telah mengakomodir klausul ketentuan yang mengatur
mengenai mekanisme perhitungan, volume, serta hak dan kewajiban sesuai SAA tersebut”.
Permasalahan tersebut mengakibatkan hak dan kewajiban Pemerintah berdasarkan SAA Migas
Bagian Negara antara SKK Migas dan PT Pertamina (Persero) belum dapat disajikan dalam
LKPP Tahun 2014 dan potensi terjadinya dispute atas nilai fee penjualan PT Pertamina
(Persero) antara DJA, SKK Migas dan PT Pertamina (Persero).
Permasalahan tersebut disebabkan:
[1] Kementerian Keuangan belum optimal dalam mengidentifikasi utang/kewajiban Pemerintah
kepada pihak ketiga yang telah timbul dengan ditandatanganinya SAA Migas Bagian Negara
yang seharusnya dilaporkan dalam LKPP Tahun 2014; dan
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 15/17
[2] SKK Migas tidak segera menyampaikan tagihan kepada Kementerian Keuangan berdasarkan
hasil verifikasi atas tagihan fee penjualan migas yang telah diajukan oleh PT Pertamina
(Persero).
BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah agar berkoordinasi
dengan Menteri ESDM, Kepala SKK Migas dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk
menyepakati, menetapkan nilai, mencatat, dan menyelesaikan kewajiban pembayaran fee
penjualan minyak mentah dan/atau kondensat, gas bumi, LNG, dan LPG kepada PT Pertamina
(Persero) sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Temuan – Terdapat Nilai Penerimaan PNBP SDA TA 2013 dan TA 2012 sebesar Rp512,56
Miliar Belum Dialokasikan Untuk Dibagihasilkan
Utang Kepada Pihak Ketiga yang berada di BUN sebesar Rp22.501.296.249.062,00 antara lain
berupa Utang Transfer ke Daerah yang merupakan utang kekurangan Transfer ke Daerah Dana
Bagi Hasil (DBH) yang belum dibayarkan kepada pemda penerima. Selanjutnya diketahui
Pemerintah menganggarkan Transfer ke Daerah-DBH TA 2014 sebesar
Rp117.663.562.827.000,00 dengan realisasi sebesar Rp103.938.958.255.771,00. Dari anggaran
tersebut diantaranya terdapat pagu alokasi transfer DBH Sumber Daya Alam (SDA) sebesar
Rp71.547.544.236.000,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp62.001.317.675.508,00 atau
sebesar 86,66%.
BPK telah mengungkapkan permasalahan adanya nilai penerimaan yang belum diperhitungkan
untuk dibagihasilkan minimal senilai Rp237.092.159.419,00 pada pemeriksaan atas LKPP Tahun
2013. Permasalahan tersebut disebabkan belum teridentifikasinya daerah penghasil atas PNBP
SDA yang tersaji dalam LKPP Tahun 2012. Permasalahan tersebut mengakibatkan tertundanya
hak dana bagi hasil untuk daerah atas penerimaan SDA yang belum diperhitungkan untuk
dibagihasilkan.
Permasalahan tersebut disebabkan:
a) Belum optimalnya pelaksanaan mekanisme pengelolaan PNBP SDA dengan melalui aplikasi
SIMPONI;
b) Masih digunakannya MPN G1 oleh penyetor PNBP dalam melakukan transaksi PNBP SDA;
c) Belum adanya kebijakan untuk mengalokasikan PNBP SDA yang tidak diketahui daerah
penghasilnya.
Atas permasalahan tersebut, Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah menanggapi bahwa
Kementerian Keuangan telah meminta penjelasan kepada KL terkait melalui surat mengenai
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 16/17
perbedaan data SAU dan SAI, serta data terkini terkait identifikasi daerah penghasil untuk PNBP
dimaksud (Desember 2015).
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan agar:
a) Berkoordinasi dengan kementerian teknis serta mengoptimalkan dan menyempurnakan
aplikasi SIMPONI untuk menjamin validitas nilai PNBP SDA yang disajikan oleh
kementerian teknis dan BUN;
b) Membuat ketentuan yang mewajibkan penyetoran PNBP SDA hanya melalui SIMPONI; dan
c) Menetapkan kebijakan alokasi atas DBH yang belum dialokasikan dan tidak dapat ditelusuri
daerah penghasilnya.
IV.
SIMPULAN DAN SARAN
Informasi mengenai Kewajiban jangka pendek pemerintah diperlukan untuk membantu
pemerintah dalam mengelola atau menganggarkan dana untuk menyediakan kas atau mendanai utang
yang akan jatuh tempo dalam tahun anggaran berikutnya. Kewajiban jangka pendek adalah kewajiban
yang diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban
jangka pendek dalam standar akuntansi pemerintah antara lain terdiri dari: Utang Kepada Fihak
Ketiga; Utang Bunga; Utang Perhitungan Fihak Ketiga; Bagian Lancar Utang Jangka Panjang; Utang
Transfer; Utang Surat Perbendaharaan Negara (SPN); Utang Jangka Pendek Lainnya, meliputi Utang
Biaya dan Pendapatan Diterima Dimuka.
Setiap kewajiban jangka pendek memiliki pengakuan dan pengukuran sesuai dengan kategori
atau sifat dari kewajiban jangka pendek tersebut dan dengan tetap mengacu pada standar akuntansi
pemerintahan. Begitu pula, untuk penyajian dan pengungkapan untuk setiap kategori kewajiban
jangka pendek, yang harus diungkapkan secara rinci untuk memberikan informasi yang lebih baik
kepada pemakainya dan sesuai dengan standar pemerintah yang berlaku.
Pada pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2014 yang dilakukan
oleh BPK RI, terdapat temuan terkait dengan kewajiban jangka pendek, antara lain
a. Pencatatan dan Pelaporan Utang kepada Pihak Ketiga pada KL Sebesar Rp1,21 Triliun Belum
Sesuai Dengan Kondisi yang Sebenarnya Serta Penyajian dan Pengungkapan Kewajiban atas
Tuntutan Hukum kepada Pemerintah Belum Didukung Data yang Andal.
b. Kewajiban kepada PT Pertamina (Persero) atas Fee Penjualan Migas Bagian Negara Belum
Dapat Diukur dengan Andal.
c. Terdapat Nilai Penerimaan PNBP SDA TA 2013 dan TA 2012 sebesar Rp512,56 Miliar Belum
Dialokasikan Untuk Dibagihasilkan.
Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan terkait dengan kewajiban jangka pendek adalah
sebagai berikut :
7/23/2019 Kelompok 6 Kelas 8B Khusus_Kewajiban Jangka Pendek
http://slidepdf.com/reader/full/kelompok-6-kelas-8b-khususkewajiban-jangka-pendek 17/17
a. Pemerintah harus lebih memperhatikan manajemen utang, khususnya kewajiban jangka pendek,
agar tidak membebani APBN mengingat sifatnya yang harus segera dilunasi.
b. Terhadap temuan-temuan permasalahan terkait kewajiban jangka pendek, Pemerintah harus
segera mengambil tindakan nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut sesuai dengan
rekomendasi BPK RI.
c. Pencatatan dan Pengukuran kewajiban jangka pendek yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat
harus dilakukan secara andal dengan didukung bukti-bukti dokumen atau data yang andal, oleh
karena itu Pemerintah harus juga memperhatikan pengadministrasian dokumen-dokumen terkait
kewajiban jangka pendek. Sehingga dengan adanya dokumentasi yang baik diharapkan temuan-
temuan permasalahan terkait kewajiban jangka pendek berkurang atau jadi tidak ada temuan.
Dan diharapkan penyajian dan pengungkapan kewajiban jangka pendek pada Laporan
Keuangan dapat memberikan informasi yang andal dan tepat sehingga dapat bermanfaat untuk
pengambilan keputusan.
DAFTAR REFERENSI
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan
2.
Buletin Teknis 08 tentang Akuntansi Utang3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Pusat
4. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2014
5. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2014