lap dietetik

Upload: friska-hutahaean

Post on 10-Feb-2018

254 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    1/40

    A. JUDUL PRAKTIKUM : GIZI BURUKB. HARI/TGL PRAKTIKUM : RABU, 20 MARET 2013C. PRAKTIKUM KE : I (SATU)D. KELOMPOK KE : 3 (TIGA)E. NAMA KELOMPOK : -Feriskayanti H

    -Fenny Kurniawaty

    -Natalis Kurnianda

    BAB I

    PENDAHULUAN & TUJUAN

    F. PENDAHULUANMasalah Gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat

    dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Banyak sekali yang

    menyebabkan masalah gizi terutama kemiskinan dan aspek pengetahuan serta perilaku

    yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan ini akan mempengaruhi tingkat

    kesehatan dan umur harapan hidup. Secara umum, di Indonesia terdapat 2 masalah gizi

    yaitu masalah gizi makro dan masalah gizi mikro. Pada dasar kurang gizi makro adalah

    ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energy dan protein dan disertai dengan

    kekurangan zat gizi mikro. Data susenas menunjukkan bahwa Prevalensi gizi kurang,

    menurun dari 37,5 % menjadi 24,6 %, Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan

    penurunan prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung meningkat.

    Oleh karena itu, pentingnya memperhatikan dengan baik masalah gizi.

    G. TUJUAN Untuk mengetahui tatalaksanan penanganan gizi buruk yang baik dan benar

    dengan member asupan makanan sesuai keadaan pasien.

    Untuk dapat mempraktikkan secara benar menu makanan bagi penderita giziburuk.

    Untuk mengetahui secara langsung jenis-jenis makanan penderita gizi buruk.

    BAB II

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    2/40

    TINJAUAN PUSTAKA

    H. TINJAUAN PUSTAKAGizi buruk adalah suatu keadaan patologis yang terjadi akibat tidak terpenuhinya

    kebutuhan tubuh akan berbagai zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama (Moehji,

    2002). Gizi buruk adalah suatu kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi atau nutrisinya

    berada dibawah standar rata-rata (Nency, 2005). Gizi buruk merupakan status kondisi

    seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih

    menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami

    oleh bayi dibawah lima tahun (balita).

    Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau

    nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni

    gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan

    karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan keduaduanya. Gizi buruk ini

    biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh

    membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang

    dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di

    bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan

    kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai

    oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari

    proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005)

    Kejadian Gizi Buruk pada anak balita mengarah pada kondisi kurang gizi pada

    anak balita. Kondisi kurang gizi ini secara langsung dapat dipengaruhi oleh:

    a. Konsumsi makanan yang tidak adekuat

    Konsumsi makanan yang tidak adekuat mengarah pada bahwa makanan yang

    dikonsumsi oleh anak balita kurang memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang

    memenuhi syarat gizi seimbang. Konsumsi makan yang tidak seimbang akan

    menimbulkan ketidakcukupan pasokan zat gizi ke dalam sel-sel tubuh (Indrawani dalam

    Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM-UI, 2007).

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    3/40

    Defisiensi zat gizi yang paling berat dan meluas terutama di kalangan anakanak

    ialah akibat kekurangan zat gizi sebagai akibat kekurangan konsumsi makanan dan

    hambatan mengabsorbsi zat gizi. Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai sumber tenaga

    yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, protein yang digunakan oleh

    tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh. Kekurangan zat

    gizi pada anak disebabkan karena anak mendapat makanan yang tidak sesuai dengan

    kebutuhan pertumbuhan badan anak atau adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat

    gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif (Sjahmien, 2003).

    Menurut Soekirman (1999) dalam Made Amin et al. (2004) menyatakan bahwa

    penyebab dari tingginya prevalensi gizi kurang secara langsung adalah adanya asupan

    gizi yang tidak sesuai antara yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh, dimana asupangizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola pengasuhan terhadap anak yang

    diberikan oleh ibu. Hal ini senada dengan pernyataan Irawan (2004) yang menyebutkan

    bahwa gizi kurang dan gizi buruk adalah manifestasi karena kurangnya asupan dari

    protein dan energi dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi AKG dan

    biasanya juga terdapat kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Konsumsi makanan

    yang tidak adekuat ini erat pula kaitannya dengan keadaan infeksi pada anak balita. Anak

    yang tidak cukup mendapatkan makanan maka daya tahannya akan melemah sehingga

    mudah diserang infeksi yang akan mengurangi nafsu makan sehingga pada akhirnya

    dapat menderita gizi kurang (Proyek Perbaikan Gizi Masyarakat, 2001).

    b. Konsumsi makanan PMT-P yang tidak adekuat

    Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi gizi buruk adalah dengan PMT-P.

    PMT-P bertujuan memulihkan keadaan gizi anak balita gizi buruk melalui pemberian

    makanan dengan kandungan gizi yang terukur sehingga kebutuhan gizi balita terpenuhi.

    Sasaran PMT-P adalah anak balita gizi buruk yang dirawat di tingkat rumah tangga

    (Wonatorey et al., 2006). Terpenuhinya kebutuhan gizi anak balita tergantung dari asupan

    zat gizi anak balita. Bagi anak balita gizi kurang ataupun gizi buruk yang mendapat

    PMT-P, maka asupan zat gizi anak balita yang dimaksud adalah semua makanan dan

    minuman yang dikonsumsi oleh anak balita dalam satu hari sebelumnya, terdiri dari

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    4/40

    makanan yang berasal dari paket PMT-P dan makanan yang diberikan sehari-hari

    (Wonatorey et al., 2006). Dalam penelitiannya, Made Amin et al. (2004) mengungkapkan

    bahwa semakin baik asupan gizi maka semakin baik status gizi anak dan ditemukan

    adanya hubungan yang bermakna. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Soekirman

    (1999) bahwa asupan gizi berpengaruh pada status gizi yang baik akan tercipta status gizi

    yang baik (Made Amin et al., 2004). Oleh karena itu, konsumsi makanan PMT-P yang

    tidak adekuat juga akan berpengaruh terhadap status gizi anak balita.

    c. Penyakit infeksi

    WHO (1976) dalam Suryono dan Supardi (2004) mengidentifikasikan faktor-

    faktor yang berpengaruh terhadap status gizi adalah infeksi, distribusi zat gizi pada

    anggota keluarga, ketersediaan pangan serta penghasilan rumah tangga. Anak-anak

    dengan gizi buruk daya tahannya menurun sehingga mudah terserang infeksi. Penyakit

    infeksi yang sering diderita oleh anak dengan gizi buruk adalah diare dan ISPA (United

    Nation, 1997 dalam Suryono dan Supardi, 2004). Kenyataan di lapangan menunjukkan

    bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis umumnya disertai dengan penyakit infeksi

    seperti diare, ISPA, tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya (Direktorat Bina Gizi

    Masyarakat, 2007). Menurut Scrimshaw et al. (1959) dalam Supariasa (2001)

    menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus, dan

    parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi

    dengan penyakit infeksi dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan

    mempercepat malnutrisi.

    Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri

    maupun bersamaan, yaitu:

    1) Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, dan

    kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit;

    2) Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat penyakit diare, mual atau muntah

    dan perdarahan yang terus-menerus;

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    5/40

    3) Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host)

    dan parasit yang terdapat di dalam tubuh.

    d. Penyakit bawaan

    Penyebab Gizi buruk sangat banyak dan bervariatif. Beberapa faktor bisa berdiri

    sendiri atau terjadi bersama-sama. Di Kabupaten Kulonprogo, Gizi Burukala Dinas

    Kesehatan Kulonprogo, dr.Lestaryono, Mkes. mengungkapkan bahwa cukup banyak anak

    gizi buruk di Kabupaten Kulonprogo yang faktor utama penyebabnya adalah penyertaan

    penyakit bawaan seperti hydrocephalus dan jantung bawaan dimana tingkat keberhasilan

    penyembuhannya relatif kecil (Judarwanto, 2008).

    e. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

    Bayi baru lahir memerlukan kebutuhan yang sangat spesifik karena pada hari-hari

    pertama kehidupannya memerlukan adaptasi fisiologis dan psikologis dari lingkungan

    intrauterin ke lingkungan ekstrauterin. Perawatan yang dibutuhkan terutama berhubungan

    dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kebersihan diri, perawatan tali pusat dan

    kebutuhan istirahat tidur (Sacharin, 1996 dalam Rohmah et al., 2008). Pada bayi dengan

    berat lahir rendah maka perlu dilakukan perawatan yang lebih ekstra terutama terkaitdengan pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi, karena akan berpengaruh terhadap status

    gizinya. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir kurang dari 2500 gram

    (2,5 kilogram). Bayi BBLR prematur atau kecil untuk umur kehamilannya (Moore dalam

    Melfiati, Ed., 1994). Hadi (2005) menyebutkan bahwa keadaan risiko pada anak balita

    gizi kurang dimulai pada bayi dengan BBLR yang mempunyai risiko lebih tinggi untuk

    meninggal dalam lima tahun pertama kehidupan. Bayi non BBLR dengan asupan gizi

    kurang dari kebutuhan serta masa rentan terinfeksi kuman penyakit di awal kehidupan

    dapat mengakibatkan penurunan status gizi. Angka teringgi yang menunjukkan adanya

    penurunan status gizi anak balita lahir non BBLR di Indonesia terdapat pada kelompok

    umur 1824 bulan (Hadi, 2001 dalam Hadi, 2005). Semakin kecil dan semakin prematur

    bayi maka semakin tinggi risiko gizinya (Moore dalam Melfiati, Ed., 1994).

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    6/40

    Faktor yang Secara Tidak Langsung Mempengaruhi Kejadian Gizi Buruk pada

    Anak Balita

    a. Karakteristik Anak Balita

    1) Umur

    Anak balita (bawah lima tahun) atau berumur 0-59 bulan merupakan kelompok

    umur yang paling rentan menderita KEP karena sedang dalam masa pertumbuhan

    sehingga memerlukan asupan gizi yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya

    (Soeditama, 2004). Masa kanak-kanak 1-5 tahun merupakan masa dimana kegiatan fisik

    anak meningkat. Menurut Muaris (2006), pertumbuhan seorang anak pada usia balita

    sangat pesat sehingga memerlukan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhannya.

    Berdasarkan hal tersebut, apabila asupan gizi pada masa balita tidak tercukupi maka akan

    mengarah pada kondisi kenaikan berat badan yang tidak memadai sehingga anak balita

    menjadi BGM. Selain itu, usia balita terutama pada usia 1-3 tahun merupakan masa

    pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak sehingga memerlukan

    kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan masa-masa berikutnya. Pada masa ini

    anak sering mengalami kesulitan makan, apabila kebutuhan nutrisi tidak ditangani

    dengan baik maka akan mudah terjadi kekurangan energi protein (Marizza, 2006).

    2) Jenis Kelamin

    Menurut Almatsier (2005), tingkat kebutuhan pada anak laki-laki lebih banyak

    jika dibandingkan dengan perempuan. Begitu juga dengan kebutuhan energi, sehingga

    laki-laki mempunyai peluang untuk menderita KEP ysng lebih tinggi daripada perempuan

    apabila kebutuhan akan protein dan energinya tidak terpenuhi dengan baik. Kebutuhan

    yang tinggi ini disebabkan aktivitas anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak

    perempuan sehingga membutuhkan gizi yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

    Suryono dan Supardi (2004), yang menyatakan bahwa jumlah anak balita yang

    mengalami KEP maupun Non-KEP mayoritas perempuan (58,5%). Selain itu hasil

    penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008), menunjukkan bahwa sebanyak 61,6% anak

    balita perempuan memiliki nafsu makan yang kurang sehingga mempengaruhi pola

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    7/40

    konsumsi dan tingkat konsumsi yang akan mempengaruhi status gizi pada anak balita.

    3) Jarak Kelahiran

    Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan

    mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga (Supariasa et al., 2001). Keluarga dengan

    banyak anak apalagi yang selalu ribut akan berpengaruh pada ketenangan jiwa dan secara

    tidak langsung akan menurunkan nafsu makan (Soetjiningsih, 1998). Sebuah keluarga

    yang memiliki jarak kelahiran yang terlalu dekat dengan anak sebelumnya akan

    mengalami kerepotan untuk mengurusnya karena anak-anak tersebut masih belum bisa

    mandiri mengurus dirinya sendiri.

    4) Nomor Urut Anak

    Dalam acara makan bersama seringkali anak-anak yang lebih kecil mendapatkan

    jatah yang kurang mencukupi (Apriadji, 1986). Jumlah anak yang banyak pada keluarga

    yang keadaan sosial ekonominya cukup akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan

    kasih sayang yang diterima anak. Sedangkan pada keluargha dengan keadaan sosial

    ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnyakasih sayang dan perhatian pada anak juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang,

    dan perumahan pun tidak terpenuhi (Soetjiningsih, 1998). Terkait dengan kejadian

    kurang energi protein, nomor urut anak berhubungan dengan prioritas gizi dalam

    keluarga. Prioritas gizi yang salah pada keluarga menunjuk pada kondisi yang biasanya

    lebih memprioritaskan makanan untuk anggota keluarga yang lebih besar (sepertia ayah

    atau kakak tertua) dibandingkan anak balita (terutama yang berusia dibawah dua tahun)

    sehingga apabila makan bersama-sama maka anak balita akan kalah (Rasni, 2009).

    b. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

    1) Jumlah Anggota Keluarga

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    8/40

    Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Menurut

    Suhardjo (dalam Wahid, 2007) mengatakan bahwa hubungan sangat nyata antara besar

    keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang

    semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan

    pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk

    suatu keluarga besar mungkn hanya cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi

    pada keluarga besar. Seperti juga yang dikemukakan Berg dan Sayogyo (1986), bahwa

    jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar, empat kali lebih besar

    dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada

    keluarga beranggota banyak, lima kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga

    beranggota sedikit. Hal ini didukung oleh pendapat Apriadi (1986) bahwa semakin besar

    jumlah anggota keluarga maka pengeluaran untuk makan besar pula dan proporsi makan

    setiap individu keluarga akan berkurang sehingga mereka memperoleh makanan dengan

    kuantitas dan kualitas yang rendah. Hasil penelitian yang dilakukan Alam (2002), juga

    menyatakan bahwa anak dalam keluarga kecil memiliki pola dan tingkat konsumsi

    makanan yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak dalam keluarga besar.

    2) Tingkat Pendidikan Ibu

    Ibu merupakan pendidikan pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu

    menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu disamping

    merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan

    dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga. Sanjur (dalam Wahid, 2002)

    menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal ibu rumah tangga berhubungan positif

    dengan perbaikan dalam pola konsumsi pangan keluarga dan pola pemberian makanan

    pada bayi dan anak. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan

    bahan pangan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang

    lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih

    rendah (Moehdji, 2002). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

    Suryono dan Supardi (2004), yang menyebutkan bahwa faktor pendidikan ibu yang

    kurang dari SMA memiliki kemungkinan 1,3 kali lebih banyak terjadinya status gizi

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    9/40

    kurang pada anak batita dibandingkan ibu yang berpendidikan lebih dari SMA.

    Menurut Nency dan Arifin (dalam Wahid, 2007) dari studi yang telah dilakukan,

    pola pengasuhan anak berpengaruh terhadap timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh

    ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal

    kecukupan gizi untuk anak meskipun dalam keadaan miskin ternyata anaknya lebih baik.

    Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.

    Kurangnya pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga untuk dapat

    memecahkan masalah gizi keluarga dan masyarakat sangat berpengaruh terhadap kondisi

    keluarga tersebut terutama tentang pola asuh anak. Kurangnya pendidikan dan

    pengetahuan tentang pola asuh anak dapat menyebabkan pola asuh anak yang tidak

    memadai sehingga mengakibatkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makanan

    seimbang dan juga dapat memudahkan terjadinya infeksi yang berakhir dengan kondisi

    KEP (Soekirman, 2000).

    3) Status Pekerjaan Ibu

    Menurut Siswono (dalam Adhawiyah, 2005) kehidupan ekonomi keluarga akan

    lebih baik pada keluarga dengan ibu bekerja jika dibandingkan dengan kelurga yang

    hanya menggantungkan kehidupan ekonomi pada kepala keluarga atau ayah. Kehidupan

    ekonomi keluarga yang lebih baik akan memungkinkan keluarga mampu memberikan

    perhatian yang layak bagi asupan gizi balita. Irawan (dalam Adhawiyah, 2005) seorang

    ibu bekerja adalah ibu yang tiga hari atau lebih dalam seminggu meninggalkan bayinya 4

    jam/hari atau lebih dalam satu waktu. Padahal disis lain menurut Handayani (dalam

    Adhawiyah, 2005) seorang anak usia 0-5 tahun masih sangat tergantung dengan ibunya.

    Balita masih perlu bantuan dari orang tua untuk melakukan tugas pribadinya dan mereka

    akan belajar dari hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Ibu yang bekerja

    akan mengurangi kuantitas untuk menemani anaknya dirumah. Hasil penelitian yang

    dilakukan oleh Sari (2005), menyatakan bahwa anak yang memiliki ibu tidak bekerja

    memiliki status gizi yang lebih baik dibandingkan anak balita yang memiliki ibu yang

    bekerja.

    4) Pendapatan Keluarga

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    10/40

    Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh

    anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya. Menurut Sayogjo

    (dalam Wahid, 2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga meliputi penghasilan

    ditambah dengan hasil-hasil lain. Pendapatan keluarga mempunyai peranan penting

    terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek disini lebih

    berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan

    meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap

    pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan) yang dapat mempengaruhi

    status gizi. Adanya hubungan antara pendapatan dan status gizi telah banyak dikemukan

    para ahli.

    Pertambahan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi pangan,karena waluapun banyak pengeluaran uang untuk pangan, mungkin akan makan lebih

    banyak, tetapi belum tentu kualitas pangan yang dibeli lebih baik. Terdapat hubungan

    antara pendapatan dan keadaan status gizi (Berg dan Sayogyo, 1986). Hal itu karena

    tongkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan

    yang dikonsumsi. Sejak lama telah disepakati bahwa pendapatan merupakan hal utama

    yang berpengaruh terhadap kualitas menu.

    Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara pendapatan dan gizi, jelas ada

    hubungan yang menguntungkan. Berlaku hampir universal, peningkatan pendapatan akan

    berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga dan selanjutnya

    berhubungan dengan status gizi. Namun peningkatan pendapatan atau daya beli

    seringkali tidak dapat mengalahkan pengaruh kebiasaan makan terhadap perbaikan gizi

    yang efektif (Wahid, 2007).

    5) Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu

    Tingkat pengetahuan gizi ibu yang baik dan dilakukan secara terus menerus dapat

    mengatasi kesalahpahaman yang terjadi tentang pantangan konsumsi makanan tertentu

    menurut adat atau kebiasaan yang merupakan tradisi turun temurun. Pantangan untuk

    menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    11/40

    KEP (Pudjiadi, 2001). Menurut Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa terdapat tiga

    tahapan perilaku yaitu tahu, sikap, dan perilaku itu sendiri. Pengetahuan merupakan hasil

    dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu,

    sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu

    stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

    merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu

    perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Menurut

    Gerungan (2004), sikap memiliki segi motivasi untuk bertindak, yaitu segi dinamis

    menuju ke suatu tujuan. Sikap yang tidak disertai oleh kesediaan dan kecenderungan

    bertindak sesuai dengan pengetahuan merupakan sikap yang berbeda dari kebiasaan

    tingkah laku. Dalam penelitian Sitorini (2006), menyatakan bahwa sikap responden yang

    baik belum tentu mendukung praktek yang baik pula. Menurut hasil penelitian oleh

    Nugrahani (2005), terdapat hubungan yang bermakna mengenai pengetahuan ibu tentang

    pola pemberian dan jenis makanan pendamping ASI dengan pola pemberian makanan

    pendamping ASI pada bayi. Dimana semakin tinggi pengetahuan ibu maka ibu akan

    memberikan makanan pendamping ASI dengan pola yang benar dan sebaliknya ibu yang

    mempunyai pengetahuan yang rendah maka akan memberikan makanan pendamping ASI

    yang salah.

    c. Peran keluarga

    Keluarga adalah kumpulan orang yang tinggal bersama pada satu tempat tinggal

    yang disatukan dengan ikatan perkawinan dan/ darah dan/ adopsi pada dua generasi

    (keluarga inti) (BKKBN Jember, 2008 dalam Rasni, 2009). Lima fungsi dasar keluarga

    adalah fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi asuhan kesehatan, fungsi reproduksi dan

    fungsi ekonomi (Friedman et al., 2003 dalam Rasni, 2009). Terkait dengan fungsi asuhan

    kesehatan tersebut, keluarga yang berperan baik akan dapat melakukan pemberian asupan

    makanan anak balita sesuai kebutuhannya, terutama orang tua khususnya ibu mempunyai

    andil yang besar dalam pemberian asupan makanan atau nutrisi pada anak balita (Rasni,

    2009).

    Peran ibu dalam keluarga khususnya dalam rangka pemenuhan asupan nutrisi

    pada anak balita berhubungan dengan tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu dan

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    12/40

    tingkat pengetahuan ibu tentang gizi. Wanita yang berpendidikan lebih rendah atau tidak

    berpendidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan yang berpendidikan

    lebih tinggi. Mereka yang berpendidikan rendah umumnya tidak dapat/sulit diajak

    memahami dampak negatif dari mempunyai banyak anak (Khomsan dan Kusharto dalam

    Khomsan et al., 2004). Pendidikan yang rendah, terutama pada perempuan yang

    umumnya berperan di sektor domestik atau menjadi pengasuh dari anggota keluarga akan

    menyebabkan anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, tidak mendapat

    ASI Eksklusif, tidak mendapat MP-ASI yang tepat serta kurang mendapat zat gizi makro

    dan mikro dalam kuantitas dan kualitas yang cukup (Soekirman, 2001 dalam Rasni,

    2009). Selain itu, tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan

    meningkatnya pendidikan, kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat

    meningkatkan daya beli makanan (Hartriyanti dan Triyanti dalam Departemen Gizi dan

    Kesehatan Masyarakat FKM-UI, 2007). Terkait dengan pekerjaan ibu, dalam penelitian

    Suryono dan Supardi (2004) disebutkan bahwa pekerjaan ibu secara statistik tidak

    berhubungan dengan status gizi anak batita, namun pekerjaan memiliki OR 5.26 yang

    berarti jika ibu bekerja maka kemungkinan 5.26 kali lebih banyak pengaruhnya terhadap

    terjadinya gizi buruk dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Keterbatasan pengetahuan ibu

    tentang gizi merupakan faktor penyebab tidak langsung timbulnya masalah gizi buruk.

    Pengetahuan gizi ibu adalah tingkat pemahaman ibu tentang pertumbuhan anak balita,

    perawatan dan pemberian makan anak balita gizi buruk dan pemilihan serta pengolahan

    makanan anak balita gizi buruk.

    Dalam penelitian Wonatorey et al. (2006) disebutkan bahwa peningkatan status

    gizi anak balita gizi buruk kemungkinan dipengaruhi oleh meningkatnya pengetahuan

    gizi ibu dalam pengolahan dan perawatan anak balita gizi buruk melalui konseling gizi.

    Peningkatan pengetahuan gizi ibu ini mempengaruhi praktek pemberian makanan Gizi

    Burukada anak balita terutama Gizi Burukatuhan ibu dalam memberikan intervensi PMT-

    P yang diberikan Gizi Burukada anak balita. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Susie

    et al. (2002) dalam Wonatorey et al. (2006) menyatakan bahwa penanggulangan gizi

    buruk, menunjukkan perubahan status gizi baru bisa dilihat setelah anak yang menderita

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    13/40

    gizi buruk mengikuti program rehabilitasi atau pemulihan selama 6 bulan mencakup

    aspek media, dietetik dan edukatif.

    d. Pola asuh

    Menurut Marian Zeitien (2000), pola asuh gizi adalah praktek di rumah tangga

    yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan Perawatan kesehatan serta sumber

    lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Sedangkan

    menurut Soekirman (2000), pola asuh adalah berupa sikap dan perilaku ibu atau

    pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan, memberi kasih sayang dan

    sebagainya kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan

    mental).

    Menurut Satoto (1990), peranan sosial ekonomi keluarga ternyata tidak konsisten

    sebagai determinan pertumbuhan dan perkembangan anak, karena yang penting bukan

    keadaan sosial ekonomi itu sendiri, melainkan bagaimana interaksi antara ibu dan anak

    serta lingkungan dalam mempengaruhi pertumbuhan anak.Penolakan makan pada anak

    kadang juga terjadi karena taste/rasa makanan yang diberikan tidak disukai anak. Namun

    hal ini tidak disadari oleh para ibu karena menganggap makanan yang diberikan sudah

    sesuai dengan kondisi anak. Hal ini terutama terjadi pada makanan yang berasal dari

    produk pabrik. Seharusnya sebelum makanan diberikan pada anak, setidaknya ibu

    mencicipi makanan tersebut untuk mengetahui taste yang paling disukai anak. Secara

    psikologis ibu sering kali terpengaruh oleh tekstur makanan yang berbentuk halus

    sehingga enggan untuk mencicipi (Pattinama, 2000).

    Berdasarkan penelitian LIPI (1990), anak-anak yang selalu mendapat tanggapan,

    respond dan pujian dari ibunya menunjukkan keadaan gizi yang lebih baik. Anak

    membutuhkan sentuhan ibunya secara merasa dilindungi, Karena pada dasarnya seorang

    anak sangat membutuhkan kehadiran ibu yang merupakan nuansa yang sulit dapat

    digantikan orang lain (Utoyo, 2000). Menurut Pattinama (2000), seorang ibu yang

    bekerja diluar rumah mempunyai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan anak, baik fisik

    maupun psikis, terutama kebutuhan akan perawatan yang baik, rangsangan yang

    memadai sehingga anak memperoleh aspan gizi yang seimbang. Sebenarnya hal ini dapat

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    14/40

    teratasi jika ibu dapat melakukan hal sederhana yang dapat menyenangkan anak,

    misalnya dengan meluangkan sedikit waktu bersama anak.

    http://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-

    balita.html

    Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak terkena gizi buruk (busung

    lapar), yaitu :

    1. Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan

    berat badan dengan umurnya dibawah 60% standar WHO-NCHS, maka dapat dikatakan

    anak tersebut terkena busung lapar.

    2. Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA). Bila tidak sesuaidengan standar anak normal, waspadai anak tersebut terkena busung lapar.

    Tanda dan gejala dari gizi buruk tergantung dari jenis nutrisi yang mengalami

    defisiensi. Walaupun demikian, gejala umum dari gizi buruk adalah:

    Kelelahan dan kekurangan energy Pusing Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan

    untuk melawan infeksi)

    Kulit yang kering dan bersisik Gusi bengkak dan berdarah Gigi yang membusuk Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat Berat badan kurang

    Pertumbuhan yang lambat Kelemahan pada otot Perut kembung Tulang yang mudah patah Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

    http://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-balita.htmlhttp://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-balita.htmlhttp://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-balita.htmlhttp://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-balita.htmlhttp://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-balita.html
  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    15/40

    http://agathariyadi.wordpress.com/tag/gizi-buruk/

    BAB III

    HASIL, PERHITUNGAN, & PEMBAHASAN

    I. HASILJ. PERHITUNGAN

    Pembuatan F135-FC-RF-Tempe

    Dibuat 400 ml untuk fase rehabilitasi

    Dibuat 400 ml diberi 4x dalam jangka waktu 6 jam sekali sebanyak 100 ml

    BAHAN BERAT/VOL E(KAL)PROTEIN

    (gr)

    FC (Dancow) 10 gr 50,9 2,5

    Minyak

    Goreng24 gr 216,5 0

    Gula Pasir 30 gr 109,2 0

    Tepung Beras 20gr 72,8 1,4

    Tempe 60 gr 89,4 11,0

    Kcl 0,8 gr 0 0

    + air s/d vol 400 ml 0 0

    400 ml 405,1 14,9

    http://agathariyadi.wordpress.com/tag/gizi-buruk/http://agathariyadi.wordpress.com/tag/gizi-buruk/http://agathariyadi.wordpress.com/tag/gizi-buruk/
  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    16/40

    K. PEMBAHASANPada praktikum kali ini adalah membahas tentang pembuatan berbagai jenis

    makanan formula penderita gizi buruk sesuai dengan tahapan-tahapan tatalaksanan gizi

    buruk. Gizi buruk adalah gangguan gizi akut dan berat. Gizi buruk secara klinis dapat

    dilihat biasanya mengalami keadaan sangat kurus, lemak otot tipis dan habis. Sedangkan

    pada gizi buruk secara antropometri memiliki BB/PB < -3 SD, atau BB/PB < 70 %

    Median atau LILA < 11,0 cm (skrinning).

    Adapun pada praktikum ini, kelompok 3 membuat formula untuk fase rehabilitasi

    yaitu F!#%-FC-RC-TEMPE yang merupakan diit dianjurkan WHO-Depkes-RI. Dari

    hasil praktikum, Pembuatan formula sudah sesuai dengan baik, pada formula untuk fase

    rehabilitasi ini merupakan makanan cair kental, ini diberikan 4x dalam sehari dengan

    volume 100 ml setiap pemberian. Pada fase ini, sangat penting bagi pasien karena

    merupakan tahapan pemberian makanan tumbuh kejar agar BB dapat naik terus-menerus

    namun secara perlahan. Jika dilihat dari semua jenis makanan pada tiap fase seperti F75

    F135 ini, Semakin tinggi formula makanan , maka semakin tinggi pula konsistensinya.

    Yang mana, pada fase stabilisasi diberikan F75 yang konsistensinya cair dan harus

    diberikan perlahan melalui parenteral. Sedangkan fase transisi diberikan F100 yang mana

    konsisstensinya tidak terlalu cair, dan diberikan 12 x selama 2 jam, Jika sudah membaik

    dapat ditingkatkan 3 jam sekali.

    Sedangkan seperti Resomal, bias diberikan 50 ml dalam sekali masuk untuk

    pasien gizi buruk, namu perlu diperhatikan ada atau tidak adanya edema. Jika ad

    pemberian dapat dikurangi, yang terpenting dalam penanganan gizi buruk adalah

    pemberian cairan dan frekuensi makanan pada anaknya. Jika anak gemuk, maka perlu

    diperhatikan dan diberikan asupan rendah lemak dan rendah laktosa.

    Pada pembuatan F135 modifikasi ini dilakukan dengan mempersiapkan bahan-

    bahan dan alat-alat. Pertama-tama tempe di blender dengan air kemudian disaring dengan

    air secukupnya. Setelah itu, aduk susu dan tepung beras dengan air hangat secukupnya,

    setelah itu, agar minyak yang digunakan tidak timbul keatas maka gula pasir diaduk

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    17/40

    terlebih dahulu dengan minyak kemudian dicampur pada larutan susu dan tepung beras,

    setelah itu campurkan semua bahan kedalam panic yaitu sari tempe, larutan campuran

    susu, tepung, gula, minyak kemudian larutan kcl. Setelah itu dimasak diatas api selama 5-

    7 menit hingga mendidih dan agak kental. Jumlah larutan keseluruhan harus mencapai

    vol 400 ml, untuk mencukupi kebutuhan anak gizi buruk dalam satu hari . karna kcl tidak

    ad waktu praktikum kemarin, maka kcl diganti dengan garam. Yang terpenting dalam

    praktikum ini adalah bagaimana membuat pasien gizi buruk dapat sembuh, dapat

    tersenyum dan kembali normal.

    BAB IV

    KESIMPULAN DAN SARAN

    L. KESIMPULAN

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    18/40

    Dalam praktikum ini, yang terpenting dapat melakukan tahapan-tahapan

    penatalaksanaan gizi buruk dengan benar, dari fase stabilisasi, fase transisi, fase

    rehabilitasi, dan fase tindak lanjut. Dalam fase-fase ini diberikan asupan makanan yang

    sesuai dengan kondisi pasien, dan perlu diperhatikan cairan dan frekuensi makanan dalam

    setiap fase.

    M.SARAN Perlu diperhatikan frekuensi makanan pasien, pemberian, dan bentuk makanan. Modifikasi makanan dapat dilakukan yang terpenting sesuai dengan kondisi

    pasien.

    Untuk resomal bias diberikan 50 cc setiap pemberian, namun perlu diperhatikanjika ada edema.

    Pemberian formula yang berbentuk cair dapat diberikan perlahan-lahan agarpasien tidak tersedak dan muntah.

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    19/40

    A. JUDUL PRAKTIKUM : OBESITAS PADA DEWASAB. HARI/TGL PRAKTIKUM : RABU, 01 MEI 2013C. PRAKTIKUM KE : II (DUA)D. KELOMPOK KE : 3 (TIGA)E. NAMA KELOMPOK : -Feriskayanti H

    -Fenny Kurniawaty

    -Natalis Kurnianda

    BAB I

    PENDAHULUAN & TUJUAN

    F. PENDAHULUANDewasa ini masalah kegemukan (obesitas) merupakan masalah global yang melanda

    masyarakat dunia baik di Negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia.

    Perubahan gaya hidup termasuk kecenderungan mengkonsumsi makanan yang

    mengandung lemak tinggi maerupakan factor yang mendukung terjadinya kelebihan berat

    badan(overweight) dan obesitas. Masalah Gizi tidak lebih hanya menyebabkan

    kegemukan dan obesitas tetapi juga memicu penyakit lain misalnya hipertensi , penyakit

    jantung, diabetes mellitus dan lain-lain. Komplikasi antara obesitas dengan penyakit-

    penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian..

    G. TUJUAN Untuk dapat mengetahui definisi obesitas , factor penyebab , gejala, dampak serta

    cara mengatasi dan mencegah obesitas.

    Untuk dapat menurunkan berat badan pasien secara bertahap. Untuk menangani dan memberikan penanganan atau pelayanan kesehatan

    terhadap penyakit obesitas.

    Untuk dapat memberikan diet yang benar pada orang yang overweight, ataupunyang obesitas.

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    20/40

    H. TINJAUAN PUSTAKAObesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu ob yang berarti akibat dan

    esum artinya makan. Sehinggga obesitas dapat didefinisikan sebagai akibat dari pola

    makan yang berlebihan. WHO membuat defininsi baku dari obesitaas dan menyatakan

    kondisi ini sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan jaringan lemak tubuh

    secara berlebihan. Secara umum kegemukan adalah kelebihan lemak tubuh yang dialami

    oleh seseorang secara kronis. Pada kondisi normal, lemak tubuh berfungsi sebagai

    cadangan energi, pengatur suhu tubuh, pelindung dari trauma, dan fungsi-fungsi lainnnya.

    Namun bila lemak ditubuh tersebut berlebih, akan disimpan didalam tubuh sebagai

    cadangan lemak inilah yang menimbulkan kegemukan. Secara ideal, pada tubuh seorang

    perempuan terdiri dari 25-30% lemak, sedangkan laki-laki 18-23%. Apabila lemak dalam

    tubuh lebih, maka sudah dikategorikan gemuk. Cara menghitung kegemukan yang paling

    mudah adalah dengan membandingkan antara berat badan (kg) dengan tinggi badan (m)

    yang dikenal dengan istilah Body Mass Index (BMI) atau indeks masa tubuh.

    Berdasarkan klasifikasi WHO pada tahun 1998, dinyatakan BBL bila IMT 25,0

    29,9 kg/m2 dan obesitas bila IMT 30,0 kg/m2. Hal ini lebih dirinci sebagai berikut:

    1. Obesitas ringan IMT 30,034,9

    2. Obesitas sedang IMT 35,039,9

    3. Obesitas berat (morbid) IMT 40,0 kg/m2

    Kegemukan tidak terjadi secara instans, tetapi pelahan-lahan berdasarkan jumlah

    cadangan lemak yang terus bertambah karena cadangan lemak tersebut tidak digunakan

    untuk beraktifitas. Dengan demikian tidak ada pembakaran kalori dan cadangan lemak

    akan terus bertambah seiring bertambahnya lemak didalam tubuh. Pada awalnya, sering

    tidak disadari bahwa gaya hidup sesserang terutama pola makanlah yang paling memicuterjadinya kegemukan. Tubuh seseorang memerlukan kalori sebagai penggerak aktifitaas

    sehari-hari. Kalori tersebut didapatkan dari makanan dan minuman yang dikonsumsi

    sehari-hari. Ketika konsumsi kalori tersebut seimbang dengan yang sdibutuhkan oleh

    tubuh, maka tidak akan jadi masalah. Namunn sebaliknya, jika seseiorang mengonsumsi

    makanan atau minuman dengan jumlah kalori yang lebih besar dari yang dibutuhkan,

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    21/40

    kalori tersebut akan disimpan dalam tuuh sebagai cadangan energy. Bagi mereka yang

    suka makanan bekalori tinggi seperti fast food, coklat, es krim, dan lain sebagainya

    sebaiknya bisa menyeimbangkan dengan menyalurkann energi yang masuk kedalam

    tubuh tersebut. Cara yang paling gampang adalah dengan berolahraga.

    http://qoryasyah.blogspot.com/2012/07/makalah-obesitas-dan-perawatnya.html

    Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan

    energi positif, sebagai akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran

    energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan

    lemak.Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor

    eksogen/nutrisional (obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat

    kelainan hormonal, sindrom atau defekgenetik hanya sekitar 10%. Penyebab obesitas

    belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga

    bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan

    faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu

    perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.3,4

    Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua

    orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas,

    kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi

    menjadi 14%. Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi

    intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutamakerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan

    pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit

    dikemudian hari.

    Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting

    metabolic rate,thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu

    makan yang jelek.Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara

    genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.

    Aktifitas fisik.

    Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar

    20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan

    antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik

    yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg.Penelitian di

    http://qoryasyah.blogspot.com/2012/07/makalah-obesitas-dan-perawatnya.htmlhttp://qoryasyah.blogspot.com/2012/07/makalah-obesitas-dan-perawatnya.htmlhttp://qoryasyah.blogspot.com/2012/07/makalah-obesitas-dan-perawatnya.html
  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    22/40

    Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang

    mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan

    berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan

    tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan. Penelitian terhadap anak

    Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang

    nonton TV = 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar

    dibanding mereka yang nonton TV = 2 jam setiap harinya.10

    Faktor nutrisional.

    Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh

    dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak

    dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari

    karbohidrat dan lemak5 serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi

    tinggi. Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan

    tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompokdengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan

    konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali.Keadaan ini

    disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih

    tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan

    makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga

    mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya

    terjadi konsumsi yang berlebihan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga

    menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai

    protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat,

    sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedangkarbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam

    jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga

    perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila

    cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi

    dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai

    kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi

    peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan

    lemak.

    Faktor sosial ekonomi.

    Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta

    peningkatanpendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang

    dikonsumsi.Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya

    perubahan gayahidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah

    dengan naikkendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan

    rumah yangtidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    23/40

    senangbermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas

    fisik.Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau

    akanberisiko menimbulkan obesitas.

    http://yanhaluciyan.blogspot.com/2010/01/bab-i-pendahuluan-1.html

    Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding

    dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernapasan dan sesak napas,

    meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernapasan bisa

    terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernapasan untuk sementara waktu

    (tidurapneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk. Obesitas bisa

    menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan

    memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga

    kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki

    permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya,

    sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang

    lebih banyak

    Surasmo, R., Taufan H. Penanganan obesitas dahulu, sekarang dan masa depan.

    Dalam Naskah Lengkap National Obesity Symposium I, Editor: Tjokroprawiro A., dkk.

    Surabaya, 2002; 5365

    BAB III

    HASIL, PERHITUNGAN, & PEMBAHASAN

    I. HASILJ. PERHITUNGAN

    Diketahui : Seorang gadis bernama Nn. A berumur 23 tahun merupakan seorang

    mahasiswi pada salah satu perguruan tinggi dikotanya, sudah beberapa bulan ini merasa

    cepat lelah dan sering sulit bernapas bila berjalan jauh atau tidak melakukan aktifitas

    yang agak berat . Nn.A tinggal bersama orangtuanya dan merupakan anak satu-satunya .

    http://yanhaluciyan.blogspot.com/2010/01/bab-i-pendahuluan-1.htmlhttp://yanhaluciyan.blogspot.com/2010/01/bab-i-pendahuluan-1.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Diafragmahttp://id.wikipedia.org/wiki/Paru-paruhttp://id.wikipedia.org/wiki/Apneuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Apneuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paru-paruhttp://id.wikipedia.org/wiki/Diafragmahttp://yanhaluciyan.blogspot.com/2010/01/bab-i-pendahuluan-1.html
  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    24/40

    Ayahnya seorang pengusaha perkayuan dan ibunya seorang pegawai negeri sipil . Ia

    jarang berolahraga dan kurang aktif dalam mengikuti kegiatan ekstrakulikuler

    dikampusnya, Sepulang dari kampus biasanya ia bersantai dikamarnya sambil

    mendengarkan musik atau mengerjakan tugas. Nn A senang sekali makan-makanan

    cemilan, Pola makannya 3x sehari makan-makanan lengkap diselingi makanan cemilan

    diantara waktu-waktu istirahat. Pada malam hari sambil menonton Tv , ia makan-

    makanan yang tinggi kalori untuk menghilangkan kejenuhan Nn.A menyukai makan-

    makanan berlemak atau bersantan. Makanan fastfood, coklat dan kue-kue , tetapi kurang

    menyukai sayuran. Dokter keluarga menasehatinya untuk menurunkan berat badan untuk

    mengurangi resiko yang serius yaitu jantung koroner. Oleh karena itu, dianjurkanuntuk

    mengunjungi ahli gizi untuk terapi gizinya. Sebagai ahli gizi , berikan pelayanan asuhan

    Gizi berdasarkan NCP pada Nn dan susun menu sehari.

    Jawaban :

    ANTROPOMETRI :

    Umur 23 tahun, BB 80 Kg, TB 150 cm

    IMT = BB/TB = 80 /(1,5)2

    = 40/2,25 = 35,56 -> OBESITAS

    BBI = (TB-100) x 90% = (150-100) x 90% = 45 Kg

    BEE = 655 + (9,6 X BB) + (1,7 X TB)(4,7 X U)

    = 655 + (9,6 X 80) + (1,7 X 150)(4,7 X 23) = 1569,9 kkal

    TEE = BEE x FA = 1569,9 x 1,3 = 2040,87 kkal500 kkal = 1540,87 kkal

    Protein = 16 % x 1540,87 kkal / 4 = 61,6348 gr.

    Lemak = 25 % x 1540,87 / 9 = 42,80 gr

    Karbohidrat = 59 % x 1540,87 / 4 = 227,2 gr

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    25/40

    K. PEMBAHASAN

    Pada praktikum ini kami membuat menu sehari tentang obesitas Nn.A , yangmana memiliki IMT lebih dari normal dan resiko serius jantung koroner. Dokter keluarga

    sendiri menyarankan Nn.A untuk menurunkan beratbadan karena sudah terlalu

    kegemukan , Nn. A ini sangat sulit menurunkan berat badan karena pola makan nya tidak

    benar, serta senang sekali makan-makanan cemilan, makanan yang berlemak, bersantan,

    makanan fastfood, cokelat, dan kue-kue. Selain itu juga Nn. A ini sangat jarang sekali

    berolahraga dan kurang aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler sehingga sulit untuk

    bernafas bila berjalan jauh. Untuk itu, pada kasus ini saya membuat jenis die dengan

    prinsip diet rendah energi yang mana dimaksudkan dapat mengurangi energy yang masuk

    sebanyak 500 kkal / hari, selain itu pentingnya memberikan tips-tips makanan sehat yang

    baik untuk dikonsumsi dan teknik pengolahan juga perlu . Dalam mengurangi berat

    badan ini dapat memberikan makanan yang tinggi serat seperti buah-buahan dan sayuran.

    Supaya Nn.A dapat mencapai berat badan yang diinginkan ataupun ingin

    menurunkan beratbadan , Nn.A dapat menerapkan pola hidup sehat dengan makanan

    seimbang yang disertai olahraga yang cukup dan juga pentingnya menjadwalkan menusehari agar lebih teratur untuk makanan nya dapat lbih divariasikan agar lebih menarik

    dengan porsi yang cukup. Adapun disini, saya membuat menu untuk Nn.A adalah

    o Makan pagi diberikan sandwicho Snack pagi diberikan salad buaho Makan siang diberikan nasi merah dan dadar jamur tempe serta tumisan

    sayuran

    o Snack sore diberikan juice tomato Makan malam diberikan bihun goreng + tempe goreng

    Dari menu yang saya buat sudah cukup bervariasi begitu juga dengan

    porsinya sudah cukup. Namun perlu diperhatikan tekhnik pengolahannya,

    cenderung kering dan berminyak / digoreng padahal di syarat diit dan bahan

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    26/40

    makanan tidak dianjurkan makanan berlemak dan digoreng, untuk itu perlu

    ditinjau kembali membuat syarat diit, tujuan diit, prinsip diit, dan bahan makanan

    tidak dianjurkan dalam pembuatan menu satu hari untuk mncukupi kebutuhan

    pasien.

    BAB IV

    KESIMPULAN DAN SARAN

    L. KESIMPULANDalam praktikum ini yang terpenting mengerti bagaimana cara menangani kasus

    obesitas seperti Nn.A serta mengerti bagaimana menyusun menu yang sehat danmemenuhi kebutuhan Nn.A. Adapun yang perlu iperhatikan tekhnik pengolahan menu

    harus disesuaikan dengan kasus

    M.SARANo Pentingnya memperhatikan pemberian intervensi , monev, materi edukasi, serta

    perhitungannya.

    oMemperhatikan daftar masalah-masalah yang ada dalam kasus untuk dibahas danditangani.

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    27/40

    A. JUDUL : STANDAR MAKANAN UMUM RUMAH SAKITB. HARI / TANGGAL : Rabu, 25 juni 2013C. PERTEMUAN KE : V (LIMA)D.NAMA KELOMPOK : Feriskayanti H

    Fenny Kurniawati M

    Natalis Kurnianda

    BAB I

    PENDAHULUAN & TUJUAN

    E. PENDAHULUANStandar makanan rumah sakit merupakan pedoman pemberian makanan bagi

    pasien rumah sakit yang mana, sangat penting diperhatikan bentuk olahan, penyediaan,

    penyajian, pemberian, dan diperhatikan serta disesuaikan kondisi pasien. Makanan

    merupakan suatu hal yang sangat pentingdidalam kehidupan manusia, dimana makanan

    berfungsi memberikan tenaga atau energy panas pada tubuh, membangun jaringan-

    jaringan tubuh yang baru pengatur dan pelindung tubuh terhadap penyakit serta sebagai

    sumber bahan pengganti sel-sel tua yang using dimakan usia. Untuk mendapatkan

    makanan dan minuman yang memenuhi syarat kesehatan, maka perlu diadakan

    pengawasan terhadap hygiene dan sanitasi makanan dan minuman terutama usaha untuk

    di rumah sakit.

    F. TUJUAN Agar mahasiswa mampu membuat makanan sesuai standar makanan di rumah

    sakit

    Agar mahasiswa mengerti bagaimana cara membuat/ menyebabkan sertamenyajikan dengan benar standar makanan di rumah sakit

    Membina mahasiswa terampil dalam bidang pembuatan makanan yang bergiziyang mana disesuaikan dengan standar makanan rumah sakit.

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    G. TINJAUAN PUSTAKA

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    28/40

    Standar Makanan Rumah Sakit

    A. Makanan Biasa

    Makanan biasa diberikan kepada penderita yang tidak memerlukan

    makanan khusus berhubung dengan penyakitnya. Susunan makanan sama dengan

    makanan orang sehat, hanya tidak diperbolehkan makanan yang merangsang atau

    yang dapat menimbulkan gangguan pencernaan. Makanan ini cukup kalori, protein

    dan zatzat gizi lain.

    B. Makanan Lunak

    Makanan lunak diberikan kepada penderita sesudah operasi tertentu dan

    pada penyakit infeksi dengan kenaikan suhu badan tidak terlalu tinggi. Menurut

    keadaan penyakit, makanan lunak dapat diberikan langsung kepada penderita atau

    C. Makanan saring

    Makanan saring diberikan kepada penderita sesudah mengalami operasi

    tertentu, pada infeksi akut,termasuk infeksi saluran pencernaan seperti gastro

    enteritis dan pada kesukaran menelan. Menurut keadan penyakit, makanan saring

    dapat diberikan langsung kepada penderita atau merupakan perpindahan dari

    makanan cair ke makanan lunak.

    D. Makanan cair

    Makanan cair diberiakn kepada penderita sebelum dan sesudah operasi

    tertentu, dalam keadaan mual dan muntah, dalam keadaan menurun, dengan suhu

    badan sangat tinggi atau infeksi akut. Makanan ini diberikan berupa cairan jernih

    yang tidak merangsang dan tidak meninggalkan sisa. Nilai gizi sangat rendah

    sehingga pemberiannya dibatasi selama 1-2 hari saja. Makanan dan minuman yang

    boleh diberikan : teh,kopi,kaldu jernih,air bubur kacang hijau,sari buah,sirop dan

    gula pasir.

    E. Makanan lewat pipa

    Makanan lewat pipa diberikan kepada penderita yang tidak dapat makan

    melalui mulut oleh karena gangguan jiwa, prekoma, anorexia nervosa, kelumpuhan

    otot-otot menelan, atau sesudah operasi mulut, tenggorokan dan saluran

    pencernaan. Makanan diberikan berupa sari buah dan cairan kental yang dibut dari

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    29/40

    susu, telur, gula dan margarin. Cairan hendaknya dapat dimasukkan melalui pipa

    karet hidung,lambung atau rectum. Pemakaian gula pasir dan susu penuh (whole)

    disesuaikan dengan kemampuan penderiat untuk menerimanya. Bila terjadi

    kembung perut atau diare. Pemakaian gula pasir dikurangi dan susu penuh diganti

    dengan susu skim atau susu rendah laktosa. Karena kurang dalam besi dan vitamin,

    kedalam makanan dimasukkan 8 mg preparat ferrosulfat 3 tablet vitamin B

    kompleks dan 150 mg preparat vitamin C.

    Makanan dapat dibuat sekaligus untuk 24 jam, dimasukkan kedalam botol-

    botol steril dan disimpan di lemari es. Sebelum diberikan, makanan dipanaskan

    hingga suhu badan.

    Banyaknya makanan sehari adalah 1500-2000 ml yang dibagi dalam 4

    porsi. Menurut kebutuhan penderita, dapat diberikan salah satu dari 3 macam

    makanan lewat pipa (MLP).

    1. Makanan lewat pipa I (MLP I) Kalori : 1500

    2. Makanan lewat pipa II (MLP II) Kalori : 1700

    3. Makanan lewat pipa III (MLP III) Kalori : 2200

    file://localhost/C:/Users/user/Documents/standar%20makanan%20rumah%20sakit

    %20%20%20Nita's%20Blog.htm

    BAB III

    PERHITUNGAN & PEMBAHASAN

    H. PERHITUNGANTakaran per sajian 27 gr = Energi 130 kkal

    Dalam 100 gr = 100 x 130 : 27 = 481,48 kkal

    100 gr / 481,48 kkal = x / 1500 kkal

    X = 150000 / 481,48 kkal

    X = 311, 53 gr.

    Protein dalam 27 gr = 7 gr

    Berarti dalam 311,53 gr = ?

    311,53 gr x 7 = 27 gr x a

    a = 2180,71 /27 = 80,76 gr

    http://c/Users/user/Documents/standar%20makanan%20rumah%20sakit%20%25http://c/Users/user/Documents/standar%20makanan%20rumah%20sakit%20%25http://c/Users/user/Documents/standar%20makanan%20rumah%20sakit%20%25http://c/Users/user/Documents/standar%20makanan%20rumah%20sakit%20%25
  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    30/40

    % protein = 80,76 x 4 x 100 % / 1500

    = 21,536 %

    I. PEMBAHASAN :Standar makanan rumah sakit merupakan pedoman pemberian makanan baggi

    pasien di rumah sakit. Ada 2 golongan yaitu makanan biasa dan makanan khusus..

    makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam, bervariasi

    dengan bentuk, tekstur dan aroma yang normal. Susunan makanan mengacu pada pola

    menu seimbang dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa

    sehat. Makanna biasa diberikan kepada pasien yang berdasarkan penyakit tidak

    memerlukan makanan khusus (diet). Walau tidak ada pantangan secara khusus, makanan

    sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan tidak merangsang pada

    saluran cerna. Makanan biasa merupakan makanan dasar untuk modifikasi makanan

    khusus. Dapat memenuhi kebutuhan gizi pasien. Contohnya seperti nasi putih, tempe

    goreng, sayur asam dll.

    Makanan khusus adalah perubahan konsentrasi: makanan lunak, makanan saring,

    makanan cair, diet serat rendah & tinggi. Penambahan atau pengurangan energy: diet

    kalori rendah & tinggi, penambahan atau penguranagn jenis makanan : diet garam rendah,

    diet laktosa rendah, diet albumin tinggi. Perubahan komposisi zat gizi : diet diabetes

    mellitus, diet ketogenic, diet jantung, diet hati. Perubahan jumlah dan frekuensi makanan :

    diet lambung, penghilangan atau pantangan makanan spesifik : diet alergi.

    Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah, ditelan dan

    dicerna dibandingkan makanan biasa. Makanan ini mengandung cukup zat-zat gizi,

    asalkan pasien mampu mengkonsumsi makanan dalam jumlah cukup. Menurut keadaan

    penyakit makanan lunak dapat diebrikan langsung kepada pasien atau sebagai

    perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa.

    Makanan saring adalah makanan semipadat yang mempunyai tekstur lebih halus

    daripada makanan lunak, sehingga lebih mudah dicerna dan ditelan. Menurut keadaan

    penyakit, makanan saring dapat diberikan langsusng kepada pasien atau merupakan

    perpindahan dari makanan cair kental ke makanan lunak.

    Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental. Makanan

    ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah, menelan dan

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    31/40

    mencernakan makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa

    mual, muntah, pasca pendarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah. Makanan dapat

    diberikan secara oral ataupun parental. Makanan cair jernih adalah makanan yang

    disajikan dalam bentuk cairan jernih pada suhu ruang dengan kandungan sisa

    (residu)minimal dan tembus pandang bila diletakkan dalam wadah bening. Jenis carian

    yang diebrikan tergantung pada keadaan penyakit atau jenis operasi yang dijalankan.

    Makanan cair penuh adalah makanan yang berbentuk car atau semi cair pada suhu ruang

    dengan kandungan serat minimal & tidak tembus pandang bila diletakkan dalam wadah

    bening. Jenis makanan yang diberikan tergantung pada keadaan pasien. Makanan ini

    langsung dapat diberikan kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan cair

    jernih ke makanan cair kental. Makanan cair kental adalah makanan yang mempunyai

    konsistensi kental atau semi padat pada suhu kamar, yang tidak membutuhkan proses

    mengunyah dan mudah ditelan. Menururt keadaan penyakit, makanan cair kental dapat

    diberikan langsung kepada pasien atau merupakan perpindahan dari makanan cair penuh

    ke makanan saring.

    Pada praktek kali ini kelompok kami mendapatkan menu makanan cair penuh dengan

    konsentrasi biasanya, konsentrasi berupa produk. Adapun yang kami buat adalah

    dari produk minuman dancow, dengan perhitungan zat gizi dalam 100gr adalah :481,48

    kkal, dan jika dalam volume 2000 ml, energy 1500 kkal , maka susu dancow yang

    disajikan sebanyak 311,53 gram. Dan persen protein mencapai 21, 536 %.

    Pada produk untuk makanan cair penuh dari pabrikan ini sebenarnya kurang baik, karena

    jika hanya dari susu saja, terutama yang mengandung protein lebih maka akan membuat

    gangguan hormone dan gangguan ginjal, sebaiknya disertai dengan asupan gizi seimbang.

    Dan yang terpenting yang harus diingat adalah pasien yang mengonsumsi zat gizi dengan

    konsistensi tinggi boleh diberikan asupan dengan konsistensi rendah, namun tidak untuk

    sebaliknya.

    BAB IV

    KESIMPULAN DAN SARAN

    J. KESIMPULAN

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    32/40

    Standar makanan rumah sakit merupakan pedoman pemberian makanan bagi pasien di

    rumah sakit. Adapun makanan terdiri dari beberapa golongan yaitu : Makanan biasa,

    Makanan lunak, Makanan Saring, Makanan Cair.

    K. SARAN Perlu diperhatikan pasien untuk pemberian makanan Perlu diperhatikan bentuk makanan, pengolahan dan cara pemberian.

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    33/40

    A. JUDUL PRAKTIKUM : STUDY KASUS COLITISB. HARI/TGL PRAKTIKUM : RABU, 04 Juli 2013C. PRAKTIKUM KE : VI (ENAM)D. KELOMPOK KE : 3 (TIGA)E. NAMA KELOMPOK : -Feriskayanti H

    -Fenny Kurniawaty

    -Natalis Kurnianda

    BAB I

    PENDAHULUAN & TUJUAN

    F. PENDAHULUANKolitis ulserativa adalah peradangan akut atau kronik pada kolon (usus besar).

    Karena peradangan itu, terjadi kram perut, demam, dan diare berdarah. Peradangan itu

    dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan kemudian

    menyebar ke sebagian atau seluruh bagian usus besar. Pada bagian yang meradang akan

    terjadi pembengkakan. Kolitis di derita oleh siapa pun dan pada umur berapa pun. Tapi

    biasanya mulai diderita pada umur 15-30 tahun dan bisa juga di atas 50 tahun. Colitis

    ulseratif terjadi pada 35-100 orang untuk setiap 100.000 di Amerika Serikat, atau kurang

    dari 0,1% dari populasi. Penyakit ini cenderung lebih umum di daerah utara. Meskipun

    kolitis ulserativa tidak diketahui penyebabnya, diduga adagenetikkerentanan komponen.

    Penyakit ini dapat dipicu pada orang yang rentan oleh faktor-faktor lingkungan.

    Meskipun modifikasi diet dapat mengurangi ketidaknyamanan seseorang dengan

    penyakit, kolitis ulserativa tidak diduga disebabkan oleh faktor-faktor diet. Meskipun

    kolitis ulserativa diperlakukan seolah-olah itu merupakan penyakit autoimun, tidak ada

    konsensus bahwa itu adalah seperti itu. Pengobatannya dengan obat anti-

    peradangan, kekebalan, dan terapi biologispenargetan komponen spesifik dari respon

    kekebalan. Colectomy (parsial atau total pengangkatan melalui pembedahan usus besar)

    yang kadang-kadang diperlukan, dan dianggap sebagai obat untuk penyakit.

    G. TUJUAN

    http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Genetics&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhg3IYWSiekeUUivZa_UXYjwjSCIughttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Autoimmunity&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhitcibLSWwe-4xbIwTTtU45w-uxRAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Immunosuppression&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhidOGsAqS20CHkJmimRq7EJkZpCxQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Biological_therapy_for_inflammatory_bowel_disease&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjbLGSP2ptchMnmwUzg1Ji7wUsImAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Colectomy&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhi8o2qRLgj3NQxUkKOjm_BigKkVZQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Colectomy&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhi8o2qRLgj3NQxUkKOjm_BigKkVZQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Biological_therapy_for_inflammatory_bowel_disease&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjbLGSP2ptchMnmwUzg1Ji7wUsImAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Immunosuppression&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhidOGsAqS20CHkJmimRq7EJkZpCxQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Autoimmunity&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhitcibLSWwe-4xbIwTTtU45w-uxRAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Genetics&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhg3IYWSiekeUUivZa_UXYjwjSCIug
  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    34/40

    Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti diit diit yang sesuai untuk penyakitColitis

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    H. TINJAUAN PUSTAKAColitis ulserativa merupakan suatu penyakit menahun di usus besar mengalani

    peradangan dan luka,yang menyebabkan diare berdarah,kram perut dan demam.kolitis

    ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun,tapi biasanya dimulai antara umur 15-30

    tahun. tidak seperti crohn,colitis ultrativa tidak selalu menoengaruhi seluruh ketebalan

    dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus.penyakit ini biasanya di mulai di rectum

    atau kolon sigmoid dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar.Sekitar

    10% penderita hanya mendapat satu kali serangan.. Proktitis ulserativa merupakan

    peradangan dan perlukaan di rectum.pada 10-30% penderita penyakit ini akhirnya

    menyebar ke usus besar.jarang diperlakukan pembedahan dan harapan hidupnya baik.

    Penyebab penyakit ini tidak diketahui,namun factor keturunan dan respon sistem

    kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus,diduga berperan dalam terjadinya jolitis

    ulserativa. Suatu serangan ini bisa mendadak dan berat,menyabebkan diare hebat,demam

    tinggi,sakit perut,dan peritonitis(radang selaput perut) selama serangan penderita tampak

    sangat sakit.Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai secara bertahap,dimana

    penderita memiliki keinginan untuk buang air besar,kram ringan pada perut bawah dan

    tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini tervatas pada rectum dan kolon

    sigmoid tinja mungkin normal,kering,dank eras.tetapi ketika buang air besar ,dari rectum

    keluar lender yang banyak mengandung sel darah merah dan sel darah putih.Gejala lain

    bisa demam. Jika menyebar ke usus besar ,tinja akan lunak dan penderita dapat buang air

    besar sebanyak 10-20 kali/hari.Tinja tampak mengandung nanah,darah dah lendir.

    Anonim. 2011.http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/colitis/. Posted

    by: oktober 2011

    http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/colitis/http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/colitis/http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/colitis/http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/colitis/
  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    35/40

    Kebanyakan gejala Colitis ulserativa pada awalnya adalah berupa buang air besar

    yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan

    diare berdarah. Pasien j uga dapat mengalami :

    1. Anemia

    2. Fatigue/ Kelelahan

    3. Berat badan menurun

    4. Hilangnya nafsu makan

    5. Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi

    6. Lesi kulit (eritoma nodosum)

    7. Lesi mata (uveitis)

    8. Nyeri sendi

    9. Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)

    10. Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali sehari)

    11. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran.

    12. Perdarahan rektum (anus).

    13. Rasa tidak enak di bagian perut.

    14. Mendadak perut terasa mulas.

    15. Kram perut.

    16. Sakit pada persendian.

    17. Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum

    18. Anoreksia

    19. Dorongan untuk defekasi

    Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan mengurangi gejala dan

    mengganti cairan dan zat gizi yang hilang.penderita sebaij\knya mengurangi makan-

    makan sayur mentah untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar yang

    meradang.Diet bebas susu,dan minum obat antikolinergik.Apabila sudah terjadi colitis

    toksis maka penderita harus diawasi,semua obat dihentikan dan pasien dipuasakan.Jika

    pasien masih lemah dapat dilakukan tindakan pembedahan.

    Moorhouse,Dongoes.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Jakarta:EGC

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    36/40

    BAB III

    HASIL, PERHITUNGAN, & PEMBAHASAN

    I.

    HASILJ. PERHITUNGAN

    Diketahui : Seorang Ibu H dengan U = 51 tahun, BB = 40 kg, TB = 140 cm, TL =

    45 cm . Pada tanggal 1 juli 2013 px datang ke RS dengan mengeluh BAB sakit disertai

    darah, perut melilit 6 hari terakhir, BAB pagi lembek, BAB sekitar jam 10 berlendir, serta

    selalu merasa sakit sebelum dan sesudah BAB , Dokter mendiagnosa px menderita

    penyakit Colitis.

    1 thn yang lalu , px pernah dirawat di rumah sakit selama 12 hari karena colitis,

    px merupakan seorang ibu rumah tangga.

    Pemeriksaan klinis : TD : 120/70 mmHg, RR : 20 x /mnt, adi : 0 / mnt, Suhu : 3

    Pemeriksaan Biokimia :

    HB 12,2

    LEUKOSIT 7450

    HEMATOKRIT 38

    ERITROSIT 4,3

    TROMBOSIT 331.000

    MONOSIT 9,7

    SGOT 19

    SGPT 29

    ANTROPOMETRI :

    IMT = BB/TB = 40 /(1,4)2

    = 40/1,96 = 20,40 -> NORMAL

    BBI = (TB-100) = 140-100 = 40 Kg

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    37/40

    BEE = 655 + (9,6 X BB) + (1,7 X TB)(4,7 X U)

    = 655 + (9,6 X 40) + (1,7 X 140)(4,7 X 57) = 1037,3 kkal

    TEE = BEE x FA x FS = 1037,3 x 1,2 x 1,2 = 1493,712 kkal

    Protein = 15 % x 1493,712 kkal / 4 = 56,01 gr.

    Lemak = 20 % x 1493,712 / 9 = 33,19 gr

    Karbohidrat = 65 % x 1493,712 / 4 = 242,742 gr

    K. PEMBAHASANPada Praktikum ini kami membahas tentang berbagai penyakit seperti, IBD, kantung

    empedu, colitis, sirosisdan juga thypoid. Namun pada kelompok kami membahas tentang

    penyakit colitis . Colitis adalah peradangan akut ataupun kronik pada kolon yang mana

    dapat menyebabkan perut melilit dan diare berdarah . untuk itu pada penyakit colitis ini,

    memiliki beberapa diagnose gizi yang mana berpengaruh terhadap intervensi yang akan

    diberikan. Pada pasien colitis ini diagnose yang diberikan seperti NB1.4 yaitu kurangnya

    memonitor diri sendiri yang berkaita dengan kesulitan mengatur waktu yang ditandai

    dengan tidak memiliki waktu untuk berolahraga dan waktu tidur kurang dari 4 jam .

    Selain itu juga, diagnose yang diberikan berhubungan dengan penurunan kebutuhan serat

    disebabkan adanya peradangan usus ditandai oleh BAB berdarah. Oleh karena itu,maka

    diberikan intevensi diet rendah sisa dan rendah serat yang mana syarat diitnya porsi kecil

    tapi sering, cukup cairan dan elektrolit, makanan yang diberikan juga pada diet rendah

    sisa adalah makanan saring. Hal ini karena adanya peradangan di usus jadi diberikan

    bentuk makanan yang mudah dicerna. Adapun tujuan diberikan diit tersebut adalah untuk

    memperbaiki ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah iritasi, mengistirahatkan

    usus pada masa akutdan juga sebagai proses dari adaptasi terhadap bentuk makanan yang

    lebih padat dan untuk memonitoring dan evaluasi maka perlu diperhatikan apakah BAB

    nya masih berdarah dan berlendir atau tidak.

    BAB IV

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    38/40

    KESIMPULAN DAN SARAN

    L. KESIMPULAN

    Pada praktikum ini membahas tentang IBD,Sirosis, Colitis, Kantung Empedu, danThypoid. Yang terpenting yang perlu di ingat adalah bagaimana dalam cara menganalisis

    diagnose gizi dan intervensi pasien dan juga perencanaan menu pasien.

    M.SARAN Perlu memperhatikan dalam penentuan diagnosis dan intervensi.

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    39/40

    A. JUDUL PRAKTIKUM :B. HARI/TGL PRAKTIKUM : RABU, 20 MARET 2013C. PRAKTIKUM KE : I (SATU)D. KELOMPOK KE : 3 (TIGA)E. NAMA KELOMPOK : -Feriskayanti H

    -Fenny Kurniawaty

    -Natalis Kurnianda

    BAB I

    PENDAHULUAN & TUJUAN

    F. PENDAHULUANG. TUJUAN

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    H. TINJAUAN PUSTAKA

    BAB III

    HASIL, PERHITUNGAN, & PEMBAHASAN

    I. HASILJ. PERHITUNGANK. PEMBAHASAN

    BAB IV

    KESIMPULAN DAN SARAN

  • 7/22/2019 Lap Dietetik

    40/40

    L. KESIMPULANM.SARAN