20351475 pr astutiningrum
Post on 17-Feb-2018
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 1/106
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF ATAU CONGESTI VE HEART
FAILURE (CHF) DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM,
LANTAI 7 ZONA A, GEDUNG A, RSUPN DR CIPTO
MANGUNKUSUMO TAHUN 2013
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 2/106
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF ATAU CONGESTI VE HEART
FAILURE (CHF) DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM,
LANTAI 7 ZONA A, GEDUNG A, RSUPN DR CIPTO
MANGUNKUSUMO TAHUN 2013
KARYA ILMIAH AKHIR NERSDiajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 3/106
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar.
Nama : Astutiningrum Puspa Damayanti, S.Kep.
NPM : 0806333625
Tanda Tangan :
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 4/106
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini diajukan oleh : Nama : Astutiningrum Puspa Damayanti, S.Kep.
NPM : 0806333625Program studi : Ilmu Keperawatan
Judul penelitian : Analisis Praktik Klinik Keperawatan KesehatanMasyarakat Perkotaan pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) diRuang Rawat Penyakit Dalam, Lantai 7 Zona A,
Gedung A, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Tahun
2013
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 5/106
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini.
Penulisan KIAN ini dilakukan dalam rangka memenuhi mata ajar Karya Ilmiah
Akhir Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari
bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan penyusunan KIAN ini. Oleh karena itu , saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
(2) Riri Maria, S.Kp., MANP selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir Ners (KIAN) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
(3) Henny Permatasari, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom.selaku koordinator mata ajar
Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (PKKMP) Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
(4) Yulia, S.Kp., MN., Ph.D. selaku dosen pembimbing KIAN yang telah
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 6/106
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan
semua pihak yang telah ikut berkontribusi dalam penyelesaian penyusunan
KIAN ini. Semoga KIAN ini membawa manfaat bagi berbagai pihak, terutama
pengembangan ilmu kesehatan.
`
Depok, 10 Juli 2013
Penulis
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 7/106
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Astutiningrum Puspa Damayanti, S.Kep.
NPM : 0806333625Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalt i
F ree Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
pada Pasien Gagal Jantung Kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) di
Ruang Rawat Penyakit Dalam, Lantai 7 Zona A, Gedung A, RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo, Tahun 2013”
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 8/106
ABSTRAK
Nama : Astutiningrum Puspa Damayanti, S.Kep.Program studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan MasyarakatPerkotaan pada Pasien Gagal Jantung Kongestif atau Congestive
Heart Failure (CHF) di Ruang Rawat Penyakit Dalam, Lantai 7Zona A, Gedung A, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Tahun
2013
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darahsecara adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gaya hidup
kurang sehat yang sering ditemukan pada masyarakat perkotaan dapat menjadi
penyebab gagal jantung kongestif. Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk
menganalisis asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien gagal jantung
kongestif di ruang rawat penyakit dalam lantai 7 Zona A gedung A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. Pengenalan latihan napas lambat dalam untuk
meningkatkan sensitivitas baroreflek arteri perlu diberikan pada perawat dan
pasien.
Kata Kunci : baroreflek, gagal jantung, gagal jantung kongestif, latihan napas
lambat dalam, napas lambat dalam
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 9/106
ABSTRACT
Name : Astutiningrum Puspa Damayanti, S.Kep.
Study Program : NursingTitle : Analysis of Urban Health Nursing Clinical Practice in Patient
with Congestive Heart Failure (CHF) in Internal MedicineRoom Care, 7th Floor Zone A, Building A, Dr. Cipto
Mangunkusumo Hospital, Year 2013
Congestive heart failure is inability of the heart to pump blood adequately to meetthe need of body metabolism. Unhealthy lifestyle which is often found in urban
communities can be the cause of congestive heart failure. This final clinicalnursing report aimed to analyze nursing care for patient with congestive heart
failure in an Internal Medicine Ward, 7 th Floor Zone A, Dr. Cipto Mangunkusumo
Hospital. Introducing of Slow Deep Breathing Exercise to increase arterial
baroreflex sensitivity is required both for nurses and patients.
Keywords : baroreflex, congestive heart failure, heart failure, slow deep
breathing, slow deep breathing exercise
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 10/106
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINAL ..................................................... iiLEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ivLEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .....................vi
ABSTRAK ................................................................................................ vii ABSTRACT ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..............................................................................................ixDAFTAR TABEL .......................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii
1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah ......................................................................... 31.3 Tujuan Penulisan ........................................................................... 4
1.1.1 Tujuan Umum ...................................................................... 4
1.1.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
2.1 Gagal Jantung Kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) ..... 6
2.1.1
Pengertian .......................................................................... 62.1.2 Etiologi .............................................................................. 6
2.1.2.1 Faktor Intrinsik ....................................................... 7
2 1 2 2 F k Ek i ik 7
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 11/106
2.2.4 Pengaruh Latihan Napas Lambat Dalam (Slow Deep
Breathing Exercise) untuk Meningkatkan SensitivitasBaroreflek dan Aktivitas Vagal ......................................... 24
3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ...................................... 26
3.1 Penyajian Kasus Kelolaan Utama ................................................ 263.1.1 Pengkajian ...................................................................... 26
3.1.2 Analisa Data ................................................................... 363.1.3 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ........................ 38
3.2
Hasil Intervensi Napas Lambat Dalam (Slow Deep Breathing) ................................................................................... 44
3.2.1 Keluhan Sesak Setelah Beraktivitas ................................ 443.2.2
Tekanan Darah ............................................................... 45
3.2.3 Jumlah Denyut Nadi dalam Satu Menit ........................... 45
3.2.4 Jumlah Napas dalam Satu Menit ..................................... 46
4. ANALISIS SITUASI .......................................................................... 484.1 Profil Lahan Praktik ...................................................................... 48
4.2 Analisis Masalah Keperawatan pada Pasien Kelolaan .................... 50
4.2.1
Penurunan Curah Jantung ............................................... 53
4.2.2 Gangguan Pertukaran Gas ............................................... 55
4.2.3
Kelebihan Volume Cairan ............................................... 56
4.2.4 Intoleransi Aktivitas ........................................................ 58
4.3 Analisis Intervensi Latihan Napas Lambat Dalam (Slow
Deep Breathing Exercise) pada Pasien Kelolaan ............................ 614.4 Alternatif Pemecahan Masalah yang Dapat Dilakukan ................... 64
6
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 12/106
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York
Association (NYHA) ........................................................... 17
Tabel 3.1. Daftar Obat Injeksi dan Oral yang Diresepkan ................... 32
Tabel 3.2. Hasil Pemeriksaan Penunjang ............................................. 33
Tabel 3.3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium .......................................... 34
Tabel 3.4. Analisa Data Masalah Keperawatan ..................................... 36
Tabel 3.5. Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan
pada Bapak B ...................................................................... 38
Tabel 3.6. Hasil Pencatatan Tekanan Darah Harian Selama
Latihan Napas Lambat Dalam ............................................. 45
Tabel 3.7. Hasil Pencatatan Jumlah Denyut Nadi dalam Satu
Menit Harian Selama Latihan Napas Lambat Dalam ........... 46
Tabel 3.8. Hasil Pencatatan Jumlah Napas dalam Satu Menit
H i S l L ih N L b D l 47
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 13/106
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Web of Causation (WOC) Masalah Keperawatan Tn. B
Lampiran 2. Rencana Asuhan Keperawatan pada Tn. B
Lampiran 3. Satuan Acara Pembelajaran Congestive Heart Failure (CHF)
Lampiran 4. Leaflet Congestive Heart Failure (CHF)
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 14/106
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan perkotaan yang pesat di bidang perindustrian dan
pengolahan makanan dapat menyebabkan perubahan pola hidup pada
penduduknya. Pola hidup yang paling mudah diamati adalah pola konsumsi dan
aktivitas. Survey yang dilakukan oleh AC Nielsen (2008) menunjukkan bahwa
69% masyarakat kota di Indonesia mengkonsumsi makanan cepat saji. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan RI (Depkes RI) menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun dan
diatas 15 tahun yang merokok adalah sebesar 34,7 %, yang terdiri dari 28,2%
perokok setiap hari dan 6,5% perokok kadang-kadang (Depkes, 2010). Selain itu,
peningkatan penggunaan alat transportasi menyebabkan aktivitas masyarakat
menurun. Peningkatan penggunaan alat transportasi terlihat dari jumlah kendaraan
bermotor tahun 2011 yang mencapai lebih dari 85 juta unit, yang terdiri dari
sepeda motor, truk, bis dan mobil (Badan Pusat Statistik, 2012). Perubahan pola
hidup seperti mengkonsumsi makanan cepat saji, pola makan yang tidak baik,
k bi k k d k k i i k i i b k i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 15/106
2
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik, yaitu konsumsi oksigen
(Black & Hawks, 2009). Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai penyakit
kardiovaskuler lain yang mendahuluinya, seperti penyakit jantung koroner, infark
miokardium, stenosis katup jantung, perikarditis, dan aritmia (Smeltzer & Bare,
2002; Muttaqin, 2009). Hasil Riskesdas tahun 2008 menunjukkan penyakit gagal
jantung menempati urutan ketiga terbanyak jumlah pasien penyakit jantung di
rumah sakit di Indonesia dan menempati urutan kedua tertinggi tingkat kefatalan
kasus jantung, yaitu sebesar 13.42 %, pada tahun 2007 (Depkes, 2008).
Penyakit gagal jantung dapat mengakibatkan berbagai kerusakan yang
berdampak pada kualitas hidup penderita. Salah satu kerusakan yang terjadi
adalah kerusakan pada baroreflek arteri. Baroreflek arteri merupakan mekanisme
dasar yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah (Tzeng et. al., 2009). Tzeng
et. al. (2009) menyatakan bahwa kerusakan baroreflek arteri berhubungan dengan
kematian pada penyakit kardiovaskuler. Kerusakan lain yang biasa terjadi pada
penyakit gagal jantung adalah kerusakan fungsi paru-paru. Kerusakan fungsi paru-
paru dapat secara tidak langsung berkontribusi pada penurunan saturasi oksigen
dan menurunkan aktivitas fisik (Bernardi et. al., 1998).
Kerusakan baroreflek arteri dan fungsi paru-paru, yang menyebabkan
k id k d k f i k di i i d li i bid
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 16/106
3
aktivitas vagal pada pasien gagal jantung sehingga meningkatkan saturasi oksigen,
efektifitas ventilasi, toleransi aktivitas, dan mengurangi aktivitas simpatis yang
berlebihan (Bernardi et. al.,2002). Hasil-hasil diatas dapat memberikan manfaat
pada penderita gagal jantung maupun penyakit kardiovaskular lain yang
mengalami kerusakan sensitivitas baroreflek yang mungkin memiliki nilai
prognostik yang merugikan.
Penelitian Bernardi et. al. dapat diterapkan oleh perawat dalam
memberikan perawatan pada pasien CHF untuk meningkatkan kualitas
pernapasan. Kualitas pernapasan yang baik dapat mempertahankan kualitas
oksigenasi. Oksigenasi merupakan kebutuhan yang esensial karena secara
patofisiologis gangguan kebutuhan oksigenasi dapat menyebabkan hipoksia sel
(Muttaqin, 2009). Hipoksia sel dapat menyebabkan kematian pada sel dan
menurunkan fungsi organ. Kematian sel pada sel jantung dapat memperburuk
gagal jantung karena menyebabkan penurunan kerja pompa jantung. Penurunan
kerja pompa jantung mengakibatkan gangguan sirkulasi dan berakibat pada
kurang terpenuhinya kebutuhan oksigenasi tubuh. Dampak oksigenasi yang buruk
berupa intoleransi aktivitas serta syok kardiogenik dan kematian ( Muttaqin, 2009;
Smeltzer & Bare, 2002).
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 17/106
4
(PKKMP) di Ruang Rawat Penyakit Dalam di RSUPN DR Cipto
Mangunkusumo.
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini bertujuan untuk
menganalisis praktik klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada
pasien Gagal Jantung Kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang
Rawat Penyakit Dalam, Lantai 7 Zona A, Gedung A, RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan KIAN ini meliputi:
1. Menjelaskan konsep terkait Congestive Heart Failure (CHF) yang terdiri dari
pengertian, etiologi, faktor risiko individu yang dapat menimbulkan CHF,
patofisiologi, manifestasi klinis, klasifikasi, komplikasi, dan penatalaksanaan
pasien dengan CHF
2.
Menganalisis masalah keperawatan yang muncul dengan konsep terkait CHF
d K K h M k P k (KKMP)
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 18/106
5
2. Mahasiswa Keperawatan
KIAN ini diharapkan dapat menjadi sarana meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam memberikan intervensi keperawatan kepada pasien CHF
sebagai bekal saat terjun ke klinik.
3.
Penelitian Keperawatan
KIAN ini diharapkan dapat menjadi data dasar dalam penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan intervensi keperawatan pada pasien CHF,
terutama terkait latihan napas lambat pelan.
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 19/106
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gagal Jantung Kongestif atau Congestif Heart Fail ure (CHF)
2.1.1. Pengertian
Gagal jantung atau sering disebut gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh akan oksigen dan nutrisi (Black & Hawks, 2009;
Leslie, 2004; Polikandrioti, 2008; Smeltzer & Bare, 2002). Kondisi tersebut
terjadi karena adanya kegagalan fungsi sistolik dan diastolik. Kegagalan fungsi
sistolik mengakibatkan jantung tidak mampu berkontraksi dan memompa darah
ke jaringan secara adekuat, sedang kegagalan fungsi diastolik mengakibatkan
ketidakmampuan jantung untuk relaksasi dan mengisi sejumlah darah secara
cukup untuk berkontraksi (Brown & Edwards, 2005; Ignatavicius & Workman,
2006; Kaplan & Schub, 2010; Leslie, 2004). Akibat kondisi tersebut, jumlah
darah yang mampu dipompakan ke tubuh dari ventrikel kiri setiap denyutan
jantung (fraksi ejeksi) menjadi berkurang. Fraksi ejeksi pada kegagalan fungsi
i l d l h k d i 50% d d k l f i di l d l h
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 20/106
7
2.1.2.1. Faktor intrinsik
Penyebab utama dari gagal jantung adalah penyakit arteri koroner (Black
& Hawks, 2009; Brown & Edwards, 2005; Muttaqin, 2009). Penyakit arteri
koroner ini menyebabkan berkurangnya aliran darah ke arteri koroner sehingga
menurunkan suplai oksigen dan nutrisi ke otot jantung. Berkurangnya oksigen dan
nutrisi menyebabkan kerusakan atau bahkan kematian otot jantung sehingga otot
jantung tidak dapat berkontraksi dengan baik (AHA, 2012). Kematian otot
jantung atau disebut infark miokard merupakan penyebab tersering lain yang
menyebabkan gagal jantung (Black & Hawks, 2009). Keadaan infark miokard
tersebut akan melemahkan kemampuan jantung dalam memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Penyebab intrinsik lain dari gagal
jantung kelainan katup, cardiomyopathy, dan aritmia jantung (Black & Hawks,
2009).
2.1.2.2.Faktor Ekstrinsik
Beberapa faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan gagal jantung
meliputi kondisi yang dapat meningkatkan afterload (seperti hipertensi),
peningkatan stroke volume akibat kelebihan volume atau peningkatan preload ,
d i k k b h ( i k k k h il ) K l h d
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 21/106
8
2.1.3.1. Penuaan
Penuaan akan mnyebabkan penurunan fungsi sistem tubuh, termasuk
fungsi sistem kardiovaskular. Penurunan fungsi sistem kardiovaskular terjadi
seiring perubahan-perubahan yang terjadi akibat penuaan. Perubahan-perubahan
yang terjadi tersebut meliputi yaitu terjadinya kekakuan dinding ventrikel kiri
akibat peningkatan kolagen, penurunan penggantian sel miosit yang telah mati,
kekakuan dinding arteri, dan gangguan sistem konduksi kelistrikan jantung akibat
penurunan jumlah sel pace maker . Kekakuan dinding ventrikel kiri dapat
menyebabkan penurunan curah jantung sehingga menyebabkan stimulus inotropik
dan kronotropik serta terjadi dilatasi pembuluh darah. Proses tersebut ditambah
dengan adanya kekakuan dinding arteri menyebabkan hipertensi. Oleh karena itu,
biasanya lansia memiliki tekanan darah lebih tinggi dibanding individu usia muda.
Gangguan kelistrikan jantung dapat menyebabkan kematian mendadak pada
individu (Leslie, 2004; Stanley & Bare, 2007)
2.1.3.2.Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal
jantung. Joint National Committee of Prevention Detection, Evaluation, and
T f H h Bl d P VII (JNC VII) h 2003 d fi i ik
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 22/106
9
afterload dan vasokontriksi akibat efek aktivasi saraf simpatis yang menyebabkan
kepayahan otot jantung dalam memopa darah (Black & Hawks, 2009; Kumala,
2009; Zakiyah, 2008). Mekanisme kedua merupakan timbulnya penyakit jantung
koroner. Hal ini disebabkan oleh menurunnya sirkulasi darah ke pembuluh
koroner akibat adanya hipertensi (Black & Hawks, 2009). Hipertensi juga dapat
menyebabkan aterosklerosis yang dapat menjadi faktor primer terjadinya stroke
dan penyakit jantung koroner. Proses ini disebabkan karena tekanan yang tinggi
mendorong LDL kolesterol menjadi lebih mudah masuk ke dalam tunika intima
(Zakiyah, 2008).
2.1.3.3.Diabetes Melitus
Masalah kardiovaskular merupakan salah satu komplikasi makrovaskular
diabetes melitus. Komplikasi ini terjadi akibat dari perubahan aterosklerotik pada
pembuluh darah. Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh arteri koroner
menyebabkan insiden infark miokard. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa
penyakit arteri koroner menyebabkan 50% hingga 60% dari semua kematian pada
pasien diabetes. Percepatan aterosklerosis berkaitan dengan faktor-faktor
mencakup kenaikan kadar lemak darah, hipertensi, merokok, obesitas, kurang
k i i fi ik d i k l S i f k i ik j di
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 23/106
10
adalah timbulnya hipertensi dan efek negatif akibat adanya hipertensi. Sebanyak
30% dari kasus penyakit jantung koroner dan sekitar 90% kasus peripheral
vascular disease (PVD) dapat terjadi pada perokok dari populasi yang tidak
mengalami penyakit diabetes. Burn dalam Leslie (2004) melaporkan bahwa
seorang yang berhenti merokok setelah 15 tahun menjadi perokok akan berisiko
mengalami infark miokard atau kematian akibat penyakit jantung koroner.
Seseorang yang didiagnosa menderita penyakit jantung koroner sebanyak kurang
dari 50% memiliki risiko mengalami kematian jantung akibat infark (Leslie, 2004;
Kumala, 2009).
2.1.3.5.Obesitas
Salah satu penyebab gagal jantung yang lain adalah obesitas. Obesitas
memiliki hubungan secara tidak langsung dengan terjadinya penyakit arteri
koroner. Hal tersebut dapat terjadi karena obesitas dapat menyebabkan hipertensi,
dislipidemia, penurunan kolesterol HDL dan kerusakan toleransi glukosa. Hasil
penelitian yang dilakukan dalam 14 tahun menunjukkan wanita usia paruh baya
dengan BMI lebih dari 23 dan kurang dari 25 memiliki peningkatan risiko terkena
penyakit jantung koroner, dan laki-laki usia 50 hingga 65 tahun dengan BMI lebih
d i 25 i k d i 29 iliki i k ik k ki
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 24/106
11
penyakit jantung meningkat tiga kali lipat. Klinik Riset Lipid di Amerika Serikat
menemukan bahwa terdapat korelasi yang sebanding antara kadar kolesterol darah
dan risiko penyakit jantung (Zakiyah, 2009). Salah satu penyebab tingginya kadar
kolesterol dalam darah adalah berasal dari pola makan sesorang. Merokok,
hipertensi, kadar HDL rendah, riwayat keluarga, dan usia merupakan faktor risiko
yang mempengaruhi kadar kolesterol LDL (Leslie, 2004)
2.1.4. Patofisiologi
Gagal jantung terjadi ketika curah jantung tidak mencukupi kebutuhan
metabolisme yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga mekanisme kompensasi
teraktivasi. Mekanisme kompensasi untuk meningkatkan curah jantung antara lain
dilatasi ventrikel, peningkatan stimulasi sistem saraf simpatis, dan aktivasi sistem
renin-rngiotensin (Black & Hawks, 2009; Muttaqin, 2009). Mekanisme tersebut
membantu meningkatkan kontraksi dan mengatur sirkulasi, tetapi jika terus
menerus berlangsung dapat menyebabkan pertumbuhan otot jantung yang
abnormal dan remodeling jantung (Black & Hawks, 2009).
Berikut akan diuraikan mengenai fase kompensasi yang dilakukan oleh
j k i k k di
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 25/106
12
b) Peningkatan Stimulasi Saraf Simpatis
Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran
katekolamin serta saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.
Aktivitas tersebut akan menyebabkan vasokontriksi arteriol, takikardi, dan
peningkatan kontraksi miokardium. Seluruh mekanisme tersebut
menyebabkan peningkatan curah jantung serta penyaluran oksigen dan nutrisi
ke jaringan. Efek kompensasi ini menyebabkan peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer (menyebabkan peningkatan afterload ) dan kerja otot
jantung untuk memompa darah. Stimulasi saraf simpatis ini akan
menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan menyebabkan stimulasi
sistem renin-angiotensin (Black & Hawks, 2009; Muttaqin, 2009)
c)
Stimulasi Sistem Renin-Angiotensin
Reflek baroreseptor terstimulasi dan mengeluarkan renin kedalam
darah ketika aliran darah dalam arteri renalis menurun. Renin (enzim yang
disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus di ginjal) berinteraksi dengan
angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati) membentuk angiotensin I.
Angiotensin I sebagian besar akan diubah di paru-paru menjadi angiotensin II
jika berinteraksi dengan angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin
II k k ik k A i i II lih
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 26/106
13
mempertahankan sirkulasi yang adekuat. (AHA, 2012; Black & Hawks,
2009; Brown and Edwards, 2005).
Kegagalan mekanisme kompensasi menyebabkan jumlah darah yang
tersisa di ventrikel kiri pada akhir diastolik meningkat. Peningkatan sisa darah
pada ventrikel kiri menurunkan kapasitas ventrikel untuk menerima darah
dari atrium. Hal tersebut menyebabkan atrium kiri bekerja keras untuk
mengeluarkan darah, berdilatasi, dan hipertrofi. Kondisi tersebut tidak
memungkinkan untuk menerima seluruh darah yang datang dari vena
pulmonalis dan tekanan di atrium kiri meningkat. Hal tersebut menyebabkan
edema paru dan terjadilah gagal jantung kiri (Black & Hawks, 2009).
Ventrikel kanan mengalami dilatasi dan hipertrofi karena harus
bekerja keras untuk memompa darah ke paru-paru. Hal tersebut dikarenakan
terjadi peningkatan tekanan pada sistem pembuluh darah di paru-paru akibat
gagal jantung kiri. Pada akhirnya mekanisme tersebut gagal. Kegagalan
tersebut menyebabkan aliran dari vena cava berbalik kebelakang dan
menyebabkan bendungan di sistem pencernaan, hati, ginjal, kaki, dan sacrum.
Manifestasi yang tampak adalah edema. Kondisi ini disebut dengan gagal
jantung kanan. Gagal jantung kanan biasanya mengikuti gagal jantung kiri,
ki k d k d d j di di i di i (AHA 2012 Bl k d
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 27/106
14
meningkatnya stress dinding ventrikel dan permintaan oksigen menyebabkan
kematian sel otot jantung. Hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi jantung
(Black & Hawks, 2009).
Aktivitas simpatis dalam jangka panjang memberikan efek toksik secara
langsung pada jantung dan menyebabkan hipertrofi serta kematian sel. Aktivasi
katekolamin yang terlalu lama dapat menyebabkan vasokontriksi yang
memperburuk overload serta iskemik dan stress pada dinding ventrikel jantung.
Selain itu, efek simpatis dapat menyebabkan penurunan sirkulasi dan tekanan
arteri di ginjal. Hal ini akan menyebabkan penurunan glomerular filtration rate
(GFR) yang akan meningkatkan retensi natrium dan air. Penurunan aliran darah
ke ginjal akan mengaktifkan sistem renin-angiotensin yang salah satu efeknya
akan meningkatkan retensi natrium dan air. Proses ini menyebabkan peningkatan
volume darah hingga lebih dari 30% dan terjadilah edema.(Black & Hawks, 2009;
Leslie, 2004)
2.1.5. Manifestasi Klinis
Gagal jantung dapat menyebabkan berbagai manifestasi klinis yang dapat
teramati dari penderitanya. American Heart Association (2012) menjelaskan
b b if i kli i bi l l i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 28/106
15
3) Penumpukan cairan pada jaringan atau edema
Edema disebabkan oleh aliran darah yang keluar dari jantung
melambat, sehingga darah yang kembali ke jantung melalui pembuluh darah
terhambat. Hal tersebut mengakibatkan cairan menumpuk di jaringan.
Kerusakan ginjal yang tidak mampu mengeluarkan natrium dan air juga
menyebabkan retensi cairan dalam jaringan. Penumpukan cairan di jaringan
ini dapat terlihat dari bengkak di kaki maupun pembesaran perut.
4) Kelelahan atau fatigue
Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan untuk melakukan
kegiatan sehari-hari merupakan hal yang biasa didapati pada pasien CHF. Hal
tersebut dikarenakan jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. Tubuh akan mengalihkan darah dari
organ yang kurang penting, terutama otot-otot pada tungkai dan
mengirimkannya ke jantung dan otak.
5)
Penurunan nafsu makan dan mual
Pada pasien CHF biasanya sering mengeluh mual, begah atau tidak
nafsu makan. Hal tersebut dikarenakan darah yang diterima oleh sistem
pencernaan kurang sehinga menyebabkan masalah dengan pencernaan.
P l d b h j d di b bk l h d i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 29/106
16
Pada gagal jantung dengan kegagalan ventrikel kiri, manifestasi yang biasanya
muncul antara lain dispnea, paroxysmal nocturnal disease (PND), pernapasan
cheyne-stokes, batuk, kecemasan, kebingungan, insomnia, kerusakan memori,
kelelahan dan kelemahan otot, dan nokturia. Sementara itu, gagal jantung dengan
kegagalan ventrikel kanan biasanya mengakibatkan edema, pembesaran hati
(hepatomegaly), penurunan nafsu makan, mual, dan perasaan begah.
2.1.6. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung yang digunakan di kancah internasional untuk
mengelompokkan gagal jantung adalah klasifikasi menurut New York Heart
Association (NYHA) . NYHA mengkasifikasikan gagal jantung menurut derajat
dan beratnya gejala yang timbul. Klasifikasi tersebut dapat dijelaskan pada tabel
di bawah ini:
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 30/106
17
Tabel 2.1. Klasifikasi Gagal Jantung Menurut New York Heart Association
(NYHA)
Kriteria Kelas
Tidak ada pembatasan pada aktivitas fisik. Ketika melakukan
aktivitas biasa tidak menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak
nafas atau angina.
I
Aktivitas fisik sedikit terbatas. Ketika melakukan aktivitas biasa
dapat menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina
tetapi akan merasa nyaman ketika istirahat.
II
Ditandai dengan keterbatasan-keterbatasan dalam melakukan
aktivitas. Ketika melakukan aktivitas yang sangat ringan dapat
menimbulkan lelah, palpitasi, sesak nafas.
III
Tidak dapat melakukan aktivitas dikarenakan ketidaknyamanaan.
Keluhan-keluhan seperti gejala isufisiensi jantung atau sesak
nafas sudah timbul pada waktu pasien beristirahat. Keluhan akan
semakin berat pada aktivitas ringan.
IV
(sumber : American Heart Association, 2011 )
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 31/106
18
2.1.7. Komplikasi
Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi.
Komplikasi utama dari gagal jantung kongestif meliputi efusi pleura, aritmia,
pembentukan trombus pada ventrikel kiri, dan pembesaran hati (hepatomegaly).
1) Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada
pembuluh kapiler pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudat
pada pembuluh kapiler pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura
menyebabkan pengembangan paru-paru tidak optimal sehingga oksigen yang
diperoleh tidak optimal (Brown & Edwards, 2005)
2) Aritmia
Pasien dengan gagal jantung kongestif kronik memiliki kemungkinan
besar mengalami aritmia. Hal tersebut dikarenakan adanya pembesaran
ruangan jantung (peregangan jaringan atrium dan ventrikel) menyebabkan
gangguan kelistrikan jantung. Gangguan kelistrikan yang sering terjadi adalah
fibrilasi atrium. Pada keadaan tersebut, depolarisasi otor jantung timbul
secara cepat dan tidak terorganisir sehingga jantung tidak mampu
berkontraksi secara normal. Hal tersebut menyebabkan penurunan cardiac
d i ik b k b b li J i i i l i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 32/106
19
4) Pembesaran Hati (Hepatomegaly)
Pembesaran hati dapat terjadi pada gagal jantung berat, terutama
dengan kegagalan ventrikel kanan. Lobulus hati akan mengalami kongesti
dari darah vena. Kongesti pada hati menyebabkan kerusakan fungsi hati.
Keadaan tersebut menyebabkan sel hati akan mati, terjadi fibrosis dan sirosis
dapat terjadi (Brown & Edwards, 2005; Smeltzer & Bare, 2002).
2.1.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap pasien gagal jantung harus dilakukan agar tidak
terjadi perburukan kondisi. Tujuan pentalaksanaan adalah untuk menurunkan
kerja otot jantung, meningkatkan kemampuan pompa ventrikel, memberikan
perfusi adekuat pada organ penting, mencegah bertambah parahnya gagal jantung
dan merubah gaya hidup (Black & Hawks, 2009). Penatalaksanaan dasar pada
pasien gagal jantung meliputi dukungan istirahat untuk mengurangi beban kerja
jantung, pemberian terapi farmakologis untuk meningkatkan kekuatan dan efisien
kontraksi jantung, dan pemberian terapi diuretik untuk menghilangkan
penimbunan cairan tubuh yang berlebihan (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan pasien gagal jantung dapat diterapkan berdasarkan dari tujuan
i i di i i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 33/106
20
efek samping berbahaya karena dapat memicu terjadinya aritmia (Black &
Hawks, 2009).
Pemberian vasodilator atau obat-obat vasoaktif dapat menurunkan
kerja miokardial dengan menurunkan preload dan afterload sehingga
meningkatkan cardiac output (Black & Hawks, 2009; Smeltzer & Bare,
2002). Sementara itu, beta bloker digunakan untuk menghambat efek sistem
saraf simpatis dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung (Black & Hawks,
2009). Pemberian terapi diatas diharapkan dapat menurunkan kerja otot
jantung sekaligus
2) Elevasi Kepala
Pemberian posisi high fowler bertujuan untuk mengurangi kongesti
pulmonal dan mengurangi sesak napas. Kaki pasien sebisa mungkin tetap
diposisikan dependen atau tidak dielevasi, meski kaki pasien edema karena
elevasi kaki dapat meningkatkan venous return yang akan memperberat beban
awal jantung (Black & Hawks, 2009)
3) Mengurangi Retensi Cairan
Mengurangi retensi cairan dapat dilakukan dengan mengontrol asupan
natrium dan pembatasan cairan. Pembatasan natrium digunakan digunakan
d l di h i h i k b h l d
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 34/106
21
cardiac output dan bendungan paru (Black & Hawks, 2009; Diklat
Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit DR. Cipto Mangunkusumo, 2008).
5) Pemberian Oksigen dan Kontrol Gangguan Irama Jantung
Pemberian oksigen dengan nasal kanula bertujuan untuk mengurangi
hipoksia, sesak napas dan membantu pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Oksigenasi yang baik dapat meminimalkan terjadinya gangguan irama
jantung, salah satunya aritmia. Aritmia yang paling sering terjadi pada pasien
gagal jantung adalah atrial fibrilasi (AF) dengan respon ventrikel cepat.
Pengontrolan AF dilakukan dengan dua cara, yakni mengontrol rate dan
rithm (Black & Hawks, 2009; Diklat Pelayanan Jantung Terpadu Rumah
Sakit DR. Cipto Mangunkusumo, 2008).
6)
Mencegah Miokardial Remodelling
Angiotensin Converting Enzyme inhibitor atau ACE inhibitor terbukti dapat
memperlambat proses remodeling pada gagal jantung. ACE inhibitor
menurunkan afterload dengan memblok produksi angiotensin, yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Selain itu, ACE inhibitor juga
meningkatkan aliran darah ke ginjal dan menurunkan tahanan vaskular ginjal
sehingga meningkatkan diuresis. Hal ini akan berdampak pada peningkatan
di hi h d l j bi
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 35/106
22
dari pemberi pelayanan kesehatan, dan kurangnya perencanaan tindak lanjut
saat pasien pulang dari rumah sakit. Oleh karena itu, penting bagi perawat
sebagai bagian pelayann kesehatan untuk memberikan pendidikan kesehatan.
Pasien perlu diberikan pendidikan kesehatan terkait penyakitnya dan
perubahan gaya hidup sehingga mampu memonitor dirinya sendiri. Latihan
fisik secara teratur, diit, pembatasan natrium, berhenti merokok dan minum
alkohol merupakan hal yang harus dilakukan oleh pasien (Suhartono, 2011).
Selain itu, penanaman pendidikan tentang kapan dan perlunya berobat jalan
juga menjadi hal yang harus disampaikan pada pasien yang akan keluar dari
rumah sakit. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kekambuhan pasien
gagal jantung dengan merubah gaya hidup melalui pendidikan keseatan.
2.2. Latihan Napas Lambat Dalam (Slow Deep Breathing Exercise)
2.2.1. Pengertian
Bernapas lambat adalah mengurangi frekuensi pernapasan dari 16-19 kali
per menit menjadi 10 kali per menit atau kurang (Anderson, 2008). Smeltzer &
Bare (2002) mendefinisikan latihan nafas dalam sebagai latihan pernapasan
dengan teknik bernapas secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma,
hi ki k bd k d d d b h D i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 36/106
23
pernapasan, mengurangi udara yang terperngkap serta mengurangi kerja bernapas
(Smeltzer & Bare, 2002).
Melakukan latihan napas lambat dalam juga dapat membantu menurunkan
tekanan darah. Penelitian Anderson (2008) dari National Institutes of Health
menunjukkan responden yang melakukan pernapasan lambat selama 15 menit per
hari selama 2 bulan ternyata dapat menurunkan tekanan darah 10 hingga 15 poin.
Penelitian Berek (2010) juga menunjukkan adanya penurunan tekanan darah (baik
sistol maupun diastol) pada kelompok yang diberikan latihan napas lambat dan
dalam.
Latihan napas lambat dan pelan juga dapat meningkatkatkan sensitivitas
barorefleks arteri pada pasien gagal jantung kronik. Penelitian Bernardi et. al.
(2002) menunjukkan bahwa latihan napas lambat dan dalam dapat meningkatkan
sensitivitas barorefleks dan aktivitas vagal, yang pada akhirnya akan
menyebabkan peningkatan saturasi oksigen, efisiensi pernapasan, toleransi
aktivitas dan mengurangi kerja saraf simpatis. Efek tersebut ditandai dengan
terjadinya penurunan tekanan darah, baik sistol maupun diastol, pada responden.
2.2.3. Teknik Latihan Napas Lambat Dalam (Slow Deep Breathing Exercise)
L ih l b d l k di k d k ik
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 37/106
24
( Bernardi et. al., 2002; Smeltzer and Bare, 2008; University of Pittsburgh
Medical Centre, 2003 dalam Sepdianto, 2008)
2.2.4. Pengaruh Latihan Napas Lambat Dalam untuk Meningkatkan
Sensitivitas Baroreflek dan Aktivitas Vagal
Baroresepor merupakan sistem autoregulasi yang mengatur hemodinamik
tubuh. Reflek baroreseptor memiliki peranan yang besar untuk berespon terhadap
perubahan tekanan darah (Joohan, 2010). Ketika tekanan darah mulai meningkat,
baroreseptor di sinus karotis dan arkus aorta segera melakukan suatu analisa dan
memberikan respon berupa penurunan aktivitas simpatis dan meningkatkan
aktivitas vagal (Joohan, 2000). Hal ini merupakan autoregulasi untuk
mempertahankan tekanan darah dalam batas normal. Bernapas lambat dan dalam
akan mempengaruhi mekanisme kerja baroreseptor.
Bernapas dalam dan lambat diharapkan dapat menciptakan respon
relaksasi. Lovastatin (2005) menjelaskan bahwa dengan respon relaksasi yang
adekuat, sistem saraf parasimpatis menjadi lebih dominan. Sistem saraf
parasimpatis ini akan mengendalikan pernapasan dan detak jantung (Berek, 2010).
Selain itu, Lee (2009) menyatakan bahwa bernapas dalam dan lambat merupakan
i l d b ik i l i i if k k S i l
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 38/106
25
mengalami penurunan keluhan dispnea serta mengalami peningkatan saturasi
oksigen dan kemampuan beraktivitas.
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 39/106
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1. Penyajian Kasus Kelolaan
3.1.1. Pengkajian
3.1.1.1. Informasi Umum
Nama : Tn. BUmur : 62 tahun
Tanggal lahir : 18 November 1960
Suku bangsa : Jawa
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tgl masuk : 26 April 2013Diagnosa Medis : CHF, Efusi Pleura, CAD 3 VD, DM Tipe 2, TB on OAT
3.1.1.2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak tanpa dipengaruhi aktivitas dan pusing
3.1.1.3. Riwayat Penyakit
Pasien mengatakan didiagnosis TB sejak 7 bulan yang lalu dan baru
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 40/106
27
mengalami sakit jantung yaitu tidak mampu melakukan aktivitas berat seperti
berkebun, jalan jauh dan aktivitas olahraga. Pasien biasanya tidur pukul 21.00-
22.00 sampai 04.00-05.00. dan mengatakan saat ini tidak mengalami insomnia
atau kesulitan untuk tidur. Akan tetapi, sebelumnya pasien pernah mengalami
insomnia ketika keluhan sesak dan nyeri dada timbul.
Respon terhadap aktivitas yang teramati pada tanggal 7-8 Mei 2013,
pasien hanya beraktivitas di tempat tidur dengan posisi duduk atau high fowler
dengan ganjalan 2 bantal. Pada posisi tersebut, pasien kadang masih mengeluh
sesak. Keadaan pasien mulai membaik sejak tanggal 9 Mei 2013. Hal tersebut
nampak dari berkurangnya keluhan sesak dan pasien mampu berjalan ke kamar
mandi untuk BAK dan olahraga kecil untuk menggerak-gerakkan kaki dengan
posisi duduk. Setelah berjalan dari kamar mandi pasien mengeluh sedikit sesak
tetapi hilang setelah istirahat. Tidak ada keluhan pasien setelah berolahraga kecil.
Pada tanggal 10 Mei 2013 pasien telah mampu berjalan ke kamar mandi sendiri
dan olahraga ringan tanpa keluhan sesak. Pasien tampak segar.
3.1.1.2. Integritas Ego
Kondisi penyakit dan lama di rawat di rumah sakit dilaporkan pasien
j di f k f k b d i P i i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 41/106
28
penyakitnya, termasuk optimis dan bersemangat untuk melakukan operasi
jantung.
3.1.1.3. Eliminasi
Eliminasi pasien baik tanpa ada keluhan yang diungkapkan. Pasien BAB
1x sehari tanpa kesulitan dan BAB lembek. BAB terakhir pada pagi hari. Tidak
ada perdarahan yang terlihat pada feses, tidak ada hemoroid, maupun keluhan
konstipasi. Pasien menggunakan obat laksatif sesuai instruksi dokter. Jumlah urin
dalam 24 jam sebanyak 1500-5000cc dengan penggunaan lasix dan
spironolacton. Pada pemeriksaan abdomen tidak ada nyeri tekan di keempat
kuadran abdomen dan teraba massa atau pengerasan di area abdomen. Bising usus
positif, yaitu sebanyak 12x/menit
3.1.1.4. Makanan/Cairan
Pasien diberikan diet lunak 1900 kalori. Penyajian makanan dilakukan 3x
dalam sehari. Pasien biasanya hanya habis 1/3-1/2 porsi yang diberikan. Pasien
mengatakan bosan dengan menu makanan yang disajikan. Pasien mendapat
makanan selingan berupa buah dan biasanya pasien menghabiskan makanan
li dib ik P i dil k k ik i i d h
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 42/106
29
dari usia remaja dan biasanya habis 1 bungkus rokok dalam satu hari. Pasien telah
berhenti merokok selama 3 tahun.
Kondisi mulut dan gigi pasien masih bagus. Penampilan lidah bersih,
berwarna merah muda pucat, membran mukosa agak kering. Kondisi gigi masih
bagus dan masih banyak yang utuh, 3 gigi geraham telah lepas, tidak ada karies
gigi, gusi bersih berwarna merah muda, gusi tidak berdarah.
3.1.1.5. Neurosensori
Pasien mengatakan sejak 1 hari SMRS hingga saat ini merasakan pusing
seperti berputar. Kebas dan kesemutan tidak pernah dirasakan oleh pasien.
Penglihatan pasien mengalami gangguan (hipermetropi) sehingga pasien
menggunakan kacamata untuk membantu membaca. Pendengaran pasien masih
bagus dan tidak ada keluhan gangguan pendengaran. Penciuman pasien baik, tidak
ada sputum, maupun polip. Status mental pasien stabil, emosi terkontrol, dan afek
sesuai. Kemampuan mengingat masih bagus. Kemampuan bicara pasien lancar,
baik, jelas, dan tidak pelo.
3.1.1.6. Nyeri
P i id k iliki k l h i P i h l hk i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 43/106
30
Semenjak tanggal 9 Mei 2013 keluhan sesak tidak timbul dan pasien keadaan
emosi pasien stabil dan tidak tampak adanya kegelisahan.
3.1.1.8. Keselamatan
Pasien memiliki gangguan penglihatan, yaitu hipermetropi. Gangguan
penglihatan ini telah diatasi oleh pasien dengan menggunakan kacamata bantu
baca. Tidak tampak adanya lesi, luka, ulkus dekubitus, gatal-gatal maupun
kemerahan. Kekuatan umum pasien baik, tonus otot ada dan baik. Rentang gerak
pasien tidak terbatas dan tidak ada parastesia maupun paralisis. Cara berjalan
pasien agak sempoyongan pada awal pengkajian, tetapi berangsur-angsur
keseimbangan membaik.
3.1.1.9. Interaksi Sosial
Pasien telah menikah dan memiliki 3 anak dari hasil pernikahannya. Anak
pertama perempuan, sedangkan anak kedua dan ketiga laki-laki. Anak pertama
merupaka satu-satunya anak yang sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak.
Hubungan pasien dengan keluarga tetap terjalin dengan baik meskipun pasien
mengalami sakit. Komunikasi dengan keluarga terjadi secara dua arah. Pasien
l l ik k i i d k l h k l j id k k k
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 44/106
31
3.1.1.10. Penyuluhan atau Pembelajaran
Pasien melek huruf dan pendidikan terakhir adalah tamat dari sekolah
menengah atas (SMA). Pasien telah diberikan pendidikan kesehatan mengenai
penyakit gagal jantung kongestif dan perilaku yang harus dilakukan serta
dihindari saat di rumah nanti. Pasien memiliki harapan agar operasi jantungnya
nanti berjalan lancar dan keadaan jantungnya dapat membaik. Akan tetapi pasien
masih gagal dalam menaati manajemen istirahat. Hal ini tampak dari aktivitas
pasien melakukan kegiatan sesuai keinginan bila badan terasa enak. Padahal
pasien membutuhkan cukup istirahat dengan keadaan jantung yang sudah tidak
optimal.
3.1.1.11. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada pengkajian tanggal 9 Mei 2013 didapatkan
tekanan darah 80-100/60-70 mmHg, nadi 90-100 x/menit, RR: 20-28x/menit.
Denyut jantung teraba lemah dan cepat. Palpasi pada paru menunjukkan taktil
fremitus paru kanan lebih redup dari pada paru kiri, dan semakin ke bawah
semakin redup. Auskultasi paru-paru didapatkan suara bronchial,
bronkovesikuler, vesikuler, ronchi basah pada lapang paru kanan. Pada auskultasi
j did k b i j S1 S2 S3 d d K ki i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 45/106
32
3.1.1.12. Obat yang Diresepkan
a.
Obat Injeksi dan Oral
Tabel 3.1. Daftar Obat Injeksi dan Oral yang Diresepkan
Tanggal
Di
Resepkan
Obat Dosis Waktu
Jalur
Pemberian
3/5 2013 Spironolakton 25mg 1x1 Oral
3/5 2013 Glipemina 2mg 1x1 Oral
3/5 2013 Simvastatin 20 mg 1x1 (malam) Oral
3/5 2013 Laxadin 15mg 3x1 Oral
3/5 2013 Betahistin 2mg 2x1 Oral
3/5 2013 Flunarizin 5mg 1x1 Oral
3/5 2013 Pantoprazole 40mg 1x1 Intra vena
3/5 2013 Captopril 12,5mg 2x1 Oral
3/5 2013 FDC 1 tab 1x3 (pagi) Oral
7/5 2013 Paracetamol
(jika demam)
5mg 3x1 Oral
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 46/106
33
3.1.1.12. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tabel 3.2. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Waktu Hasil/Intrepetasi
Echocardiografi 2 September
2012
LA, LV dilatasi, MR moderate, PR
moderate, AR mild, fungsi sistolik LV
menurun (LVEF 20%), fungsi RV baik
(TAPSE 13,4mm)
Corangiografi 8 Februari
2013
LMS : Stenosis 70% pada ostial
LAD : Stenosis 90% pada proksimal,
stenosis difus 80% pada mid distal
LCX : Stenosis difus dari proksimal ke
distal, stenosis 80-90% pada proksimal
RCA : Stenosis 80% pada proksimal,
stenosis 50% pada mid , stenosis 70%
pada distal
Kesimpulan: CAD 3 VD + LM disease
Transcranial Color 5 Maret Normal TCD of intracranial arteries
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 47/106
34
Jenis Pemeriksaan Waktu Hasil/Intrepetasi
Radiologi Thorax 5 Mei 2013 Dibandingkan radiografi thorax tanggal
27 April 2013:
Efusi pleura kanan berkurang. Tidak
tampak lagi efusi pleura kiri
Kardiomegali, suspek efusi perikard
Infiltrat minimal di kedua lapang paru
Echocardiografi 7 Mei 2013 LA, LV dilatasi, MR moderate, PR
moderate, AR mild, fungsi sistolik LV
menurun (LVEF 10%), fungsi RV
menurun (TAPSE 12,8 mm)
3.1.1.14. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tabel. 3.3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Waktu Hasil Nilai Normal
Kolesterol total
Kolesterol HDL
30 April
2013
142 mg/dl
36 mg/dl
120-200
>= 40
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 48/106
35
Jenis Pemeriksaan Waktu Hasil Nilai Normal
Kontrol 32.8 detik
Ureum
Protein total
Albumin
Globulin
Albumin-Globumin Ratio
SGPT
SGOT
Na
K
Cl
Hb
Ht
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
7 Mei 2013 48 mg/dl
7.6 g/dl
3.55 g/dl
4.05 g/dl
0.9
40 U/L
61 U/L
133 mEq/L
4.24 mEq/L
87.5 mEq/L
15.2 g/dl
46.1%
5.1 10^6/UL
90.4 fl
29.8 pg
33 g/dl
<50
6.4-8.7
3.4-4.8
1.80-3.90
>= 1
<50
<33
132-147
3.30-5.40
9.40-110
13.0-17.0
40.0-50.0
4.50-5.50
80.0-95.0
27.0-31.0
32.0-36.0
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 49/106
36
Jenis Pemeriksaan Waktu Hasil Nilai Normal
BE
O2 saturation
Standard HCO3
Standard BE
-4.10 mmol/L
94.30%
20.2 mmol/L
-5.8 mmol/L
-2.50 - +2.50
95-98
22.0-24.0
Glukosa POCT
Prokalsitonin
Gliko HB
8 Mei 2013 134 mg
1.65 ng/ml
6.4 % (berisiko
DM)
<0.1
<5.7 = normal
5.7-6.4 =
berisiko
≤ 6.5 = DM
3.1.2. Analisa Data
Tabel 3.4. Analisa Data Masalah Keperawatan
Data Yang Didapat Masalah Keperawatan
DS:
-
Pasien mengatakan sesak tanpamelakukan aktivitas apapun
DO:
Penurunan curah jantung
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 50/106
37
Data Yang Didapat Masalah Keperawatan
-
Pasien mengalami ascites, shiftingdullness (+), lingkar perut 96 cm
- Urine output 24 jam sebanyak 1500-5000 cc dengan pemberian lasix dan
spironolakton
DS :
- Pasien mengatakan lelah setelah ke
kamar mandiDO :- Pasien tampak bernapas lebih cepat
setelah berjalan dari kamar mandi untuk
mandi
- Pernapasan pasien menjadi 28x/menitsetelah berjalan dari kamar mandi
- Pasien lebih banyak menghabiskan
kegiatan diatas tempat tidurnya
Intoleransi aktivitas
DS :- Pasien mengatakan sesak napas
DO :-
Pasien tampak sesak napas dan bernapas
cepat-
Auskultasi paru-paru: ronkhi basah pada
lapang paru kanan bawah-
Tidur dalam posisi high fowler
- Batuk tidak produktif
- Pasien menggunakan bantuan O2 4
Gangguan pertukaran gas
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 51/106
38
Universitas Indonesia
3.1.3. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Implementasi asuhan keperawatan pada pasien dilakukan dari tanggal 8 hingga 16 Mei 2013. Berikut merupakan
implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan yang diberikan pada Tn. B:
Tabel 3.5. Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan pada Tn. B
DiagnosaKeperawatan
Asuhan KeperawatanEvaluasi
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan CurahJantung
DS:
sesak tanpamelakukan aktivitas
apapun
DO:-
TD : 80/60, nadi96-100x/menit,
napas 20-24x/menit
- Nadi teraba lemahdan suara jantung
terdengar lemah-
Akral dingin, suhu
aksila 36 C- Hasil
corangiografimenunjukkan
stenosis denganhasil interpretasi :
Setelahdiberikan
asuhankeperawatan
selama 6x24 jam,
penurunancurah jantung
dapat teratasiatau
dikontrol.
o Tanda-tanda vital
dalam batas normal:
TD 100-120/60-80mmHg, Nadi 50-
100x/menit, RR 16-24x/menit
o Haluaran urineadekuat (0,5-1
cc/kgBB/jam)o Balans cairan
seimbango
parameter
hemodinamik dalam batas normal
o Melaporkan penurunan episode
dispnea, angina.o Ikut serta dalam
aktivitas yangmengurangi beban
kerja jantung.
1. Memantau TTV/2 jam2. Mencatat intake output
pasien3. Memberikan istirahat
yang cukup danmanajemen waktu
intervensi (jedaintervensi) kepada
pasien4. Memberikan lingkungan
yang tenang5. Menyediakan pispot di
dekat tempat tidur6. Mengajak keluarga
untuk mengawasi pasiendan mencatat intake
outpuKolaborasi
1. Memberikan O2 4 LPMdengan nasal kanul
2. Memberikan obatdigitalis, diuretic,
S:o
Pasien sesak tidak ada,
pusing minimalO:
o TD 100/60-70 mmHg, Nadi= 80-88x/menit lemah
cepat, RR = 18-22x/menito Pasien tampak lebih segar
dan banyak berceritao Pasien lebih banyak
beraktivitas di tempat tidur,seperti membaca
o Pasien mampu ke kamarmandi dan berjalan ke depan
kamar rawat untuk berjalan- jalan
o
Intake 05.00-12.00 = 300 ccOutput 05.00-12.00 = 300 cc
A : masalah penurunan curah jantung belum teratasi
P :o
Memotivasi pasien untuk
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 52/106
39
Universitas Indonesia
Diagnosa
Keperawatan
Asuhan KeperawatanEvaluasi
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
CAD 3 VD+LM- Hasil
echocardiografitanggal 7 Mei 2013
didapatkan EF10%
maupun vasodilatorsesuai instruksi dokter
3.
Memantau hasil pemeriksaan
laboratorium
membatasi minum di rumahsesuai anjuran dokter
o
Memotivasi pasien untukmeminum obat yang telah
diberikan oleh doktero
Memotivasi keluarga untuk
mengawasi aktivitas, pembatasan minuman, dan
kepatuhan minum obat dirumah, serta membantu
aktivitas pasien
Gangguan
Pertukaran Gas
DS :
- Pasien mengatakansesak napas
DO :- Pasien tampak
sesak napas dan bernapas cepat
-
Auskultasi paru- paru: ronkhi basah
pada lapang parukanan bawah
- Tidur dalam posisihigh fowler
- Batuk tidak
Setelah
dilakukantindakan
keperawatanselama 6 x24
jam, pertukaran
gas dapatefektif
o Tanda-tanda vital
dalam batas normal:TD 100-120/60-80
mmHg, Nadi 50-100x/menit, RR 16-
24x/menit
o Tidak mengalamisesak napas/sianosis
o bunyi napas darihasil sinar X bagian
dada yang bersih
meningkato
hasil pemeriksaanlaboratorium AGD
dalam rentangnormal : PCO2 =35-
45, PO2 =21-25,HCO3= 75-100, Sat
1. Mencatat TTV/2 jam
2.
Mengauskultasi bunyinapas
3. Mengobservasikedalaman dan
kecepatan pernapasan4. Memberikan posisi semi
fowler5. Memberikan istirahat
yang cukupKolaborasi
1.
Memberikan obat-obatanseperti vasodilator,
antimikroba, maupundiuretic sesuai instruksi
dokter
S:
o
Pasien mengatakan keluhansesak tidak ada
o Pasien mengatakan tidurdengan 2 bantal
O:o
TD 100/60-70 mmHg,
Nadi= 80-88x/menit lemahcepat, RR = 18-22x/menit
o auskultasi : ronkhi basah dilapang paru kanan bawah
berkurang dibanding hari-hari sebelumnya
o pH 7.415, PCO
2 37.43
mmHg, PO2 80.1 mmHg,
HCO3 22.3 mmol/Lo Napas sedang dan dalam,
tidak ada pengunaan otot
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 53/106
40
Universitas Indonesia
Diagnosa
Keperawatan
Asuhan KeperawatanEvaluasi
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
produktif- Pasien
menggunakan bantuan O2 4
liter/menit dengannasal kanul
- Hasil labmenunjukkan : pH
= 7.408, PCO2 =29.90 mmHg,
HCO3 = 19.10mmol/L
-
Hasil radiologithoraks
menunjukkanadanya bendungan
paru kanan danefusi pleura kanan
O2 =95-98
o tidak ada keluhan
sesak/ keluhan sesakmenurun
bantu napaso Pasien tidur dengan dua
bantalo
Pasien tampak lebih tenang
dan segar dibanding harisebelumnya
A: masalah gangguan pertukaran gas belum
teratasiP:
o
Memotivasi pasien untukmembatasi minum di rumah
sesuai anjuran doktero
Memotivasi pasien untuk
meminum obat yang telahdiberikan oleh dokter
o Memotivasi keluarga untukmengawasi aktivitas,
pembatasan minuman, dankepatuhan minum obat di
rumah, serta membantuaktivitas pasien
Kelebihan VolumeCairan
DS:
- Pasien mengatakan
Setelahdiberikan
asuhankeperawatan
selama 6x24
o Balans cairanseimbang (masukan
sama dengan pengeluaran)
o Urine output 0,5-1
1. Mencatat intake output2. Memberikan posisi
semifowler3. mengauskultasi bunyi
napas
S :o
Pasien mengatakan bengkak
di kakinya sudah berkurang,kaki terasa lebih ringan
O:
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 54/106
41
Universitas Indonesia
Diagnosa
Keperawatan
Asuhan KeperawatanEvaluasi
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
bengkak dikakinya sudah ada
sejak sebelummasuk RS, namun
saat ini bengkaksudah berkurang
dibandingsebelumnya
- Pasien mengatakanminum dibatasi
oleh dokter, yaitusebanyak
600cc/hariDO:
- Kaki pasientampak bengkak
dan teraba keras,edema grade 2
( pitting 2 cm dankembali dalam
waktu 58 detik-
Pasien mengalami
asites, shiftingdullness (+),lingkar perut 96
cm- Urine output 24
jam sebanyak1500-5000 cc
jam,kelebihan
volumecairan dapat
teratasi atau berkurang.
cc/KgBB/jamo Bunyi nafas
bersih/jelas (tidakada krekel, ronchi)
o Tanda-tanda vitaldalam rentang
normal : TD 100-129/60-80 mmHg,
Nadi 50-100x/menit,RR 16-24x/menit)
o
Tidak ada penambahan berat
badano
Tidak ada edema.o
Menyatakan pemahan tentang
pembatasan caiaranindividual.
4. mengukur/memantau perkembangan edema
dan asites pasien5. mengajak keluarga
untuk memantau pembatasan cairan
pasienKolaborasi:
1. memberikan obatdiuretic sesuai instruksi
dokter2.
mempertahankan
pembatasan cairan
o Intake 05.00-12.00 = 300 ccOutput 05.00-12.00 = 300 cc
o
Auskultasi : ronkhi basah di paru kanan bawah minimal
o Traktil fremitus paru kirilebih keras dibanding paru
kanano
Pitting hilang dalam 15 detik,
kedalaman <1 cmo kaki tampak lebih kendur
dibanding hari sebelumnyao
Lingkar perut : 92 cm
A : masalah kelebihan volumecairan belum teratasi
P:o
Memotivasi pasien untuk
membatasi minum di rumahsesuai anjuran dokter
o Memotivasi pasien untukmeminum obat yang telah
diberikan oleh doktero
Memotivasi keluarga untuk
mengawasi aktivitas, pembatasan minuman, dankepatuhan minum obat di
rumah, serta membantuaktivitas pasien
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 55/106
42
Universitas Indonesia
Diagnosa
Keperawatan
Asuhan KeperawatanEvaluasi
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
dengan pemberianlasix dan
spironolaktonIntoleransi Aktivitas
DS :
- Pasien mengatakanlelah setelah ke
kamar mandi
DO :
- Pasien tampak bernapas lebih
cepat setelah berjalan dari kamar
mandi untuk mandi
- Pernapasan pasienmenjadi 28x/menit
setelah berjalandari kamar mandi
- Pasien lebih banyak
menghabiskankegiatan diatas
tempat tidurnya
Setelah
diberikanasuhan
keperawatanselama 4x24
jam, klienmampu
aktivitassesuai
kemampuannya.
Tanda-tanda vital
dalam batas normal:TD 100-120/60-80
mmHg, Nadi 50-100x/menit, RR 16-
24x/menit
Berpartisipasi padaaktivitas yang
diinginkan,
memenuhikebutuhan perawatandiri sendiri.
Mencapai peningkatan
toleransi aktivitasyang dapat diukur,
dibuktikan olehmenurunnya
kelemahan dan
kelelahan dan tandavital DBN selamaaktivitas.
1. Mencatat TTV/2 jam
2. Mencatat responkardiopulmonal terhadap
aktivitas3. mengevaluasi kepatuhan
pasien terhadap jadwal berlatih slow deep
breathing exercise yangtelah dibuat
4.
memimpin pasienmelakukan slow deep
breathing exercise5. Memotivasi pasien
untuk menaati jadwallatihan yang telah
dibuat, meskipun tidakada perawat
6. Memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan
pasien7.
Memberikan istirahat
yang cukup8. Mengajak kerjasama
dengan keluarga untukmembantu memenuhi
kebutuhan pasien
S:
o Pasien mengatakan lelahsetelah berjalan di depan
kamar rawato
Pasien mengatakan lelah
hilang setelah istirahat (tidakmelakukan aktivitas/ tidur)
atau melakukan slow deepbreathing
o
Pasien mengatakan telahmelakukan slow deep
breathing exercise untuk jadwal pagi, sore dan malam
hario
Pasien mengatakan terasa
lebih nyaman dan rilekssetelah melakukan slow deep
breathing exercise O :
o
TD 100/60-70 mmHg, Nadi= 80-88x/menit lemah
cepat, RR = 18-22x/menito
Pasien tampak lebih segar di
banding hari sebelumnyao Pasien bernapas sedang dan
dalam
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 56/106
43
Universitas Indonesia
Diagnosa
Keperawatan
Asuhan KeperawatanEvaluasi
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
o Pasien mampu melakukan slow deep breathing exercise
selama 12 menitA : masalah intoleransi
aktivitas belum teratasiP :
o Memotivasi pasien untukmembatasi minum di rumah
sesuai anjuran doktero Memotivasi pasien untuk
meminum obat yang telahdiberikan oleh dokter
o
Memotivasi pasien untukmeneruskan slow deep
breathing exercise di rumaho
Memotivasi keluarga untuk
mengawasi aktivitas, pembatasan minuman, dan
kepatuhan minum obat dirumah, serta membantu
aktivitas pasien
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 57/106
44
3.2. Hasil Intervensi Napas Lambat Dalam (Slow Deep Breathing)
Intervensi napas lambat dalam dilakukan oleh pasien mulai tanggal 10 Mei
2013. Penulis memberikan contoh napas lambat dalam terlebih dahulu kepada pasien
dan selanjutnya pasien diminta untuk mencoba mengulang hal yang telah di
contohkan oleh Penulis. Pasien mampu melakukan napas lambat dalam dengan benar
dan selanjutnya pasien langsung mempraktikkan latihan napas lambat dalam selama 3kali siklus, yakni selama 12 menit (1 siklus 4 menit, dengan melakukan napas normal
selama 2 menit saat jeda antar siklus). Pasien bersedia melakukan latihan selama 3
kali sehari, yakni pagi, siang, dan malam. Penulis mengobservasi perkembangan
pasien selama 7 hari. Hal tersebut dikarenakan pasien telah diijinkan pulang oleh
dokter pada tanggal 16 Mei 2013.
Penulis melakukan pengamatan terhadap keadaan kardiorespiratori selama
pasien menjalani latihan napas lambat dalam. Keadaan kardiorespiratori yang
teramati oleh Penulis adalah keluhan sesak setelah beraktivitas, tekanan darah, jumlah
denyut nadi dalam satu menit, dan jumlah napas dalam satu menit. Berikut akan
dijelaskan mengenai hasil pengamatan Penulis terhadap keadaan kardiorespiratori
tersebut.
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 58/106
45
3.2.2. Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan manifestasi klinis yang vital bagi pasien, terutama
pada pasien gagal jantung. Hasil pengamatan Hasil pengamatan menunjukkan adanya
peningkatan sistol selama menjalani latihan napas lambat dalam 3 kali 3 siklus latihan
dalam satu hari. Tabel berikut menunjukkan tekanan darah pasien selama 7 hari
melakukan latihan napas lambat dalam.
Tabel 3.6. Hasil Pencatatan Tekanan Darah Harian Selama Latihan Napas Lambat
Dalam
Hari Latihan Tekanan Darah (mmHg)
Hari ke-1 80-100/60-70
Hari ke-2 80-100/60-70
Hari ke-3 80-100/60-70
Hari ke-4 100/60-70
Hari ke-5 100/60-70
Hari ke-6 100/60-70
Hari ke-7 100/60-70
Hasil yang terlihat pada tabel menunjukkan adanya peningkatan pada nilai
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 59/106
46
Tabel 3.7. Hasil Pencatatan Jumlah Denyut Nadi dalam Satu Menit Harian
Selama Latihan Napas Lambat Dalam
Hari LatihanJumlah Denyut Nadi dalam
Satu Menit ( kali/menit)
Hari ke-1 88-92
Hari ke-2 88-92
Hari ke-3 88-92Hari ke-4 88-92
Hari ke-5 86-92
Hari ke-6 80-88
Hari ke-7 80-88
Hasil yang terlihat pada tabel menunjukkan adanya penurunan jumlah denyut
nadi dalam satu menit. Pada awal latihan, pasien mengalami denyut nadi tertinggi
pada angka 92 kali denyut nadi per menit dan terendah pada angka 88 kali per menit.
Denyut nadi terendah pasien didapat pada hari ke-7 latihan yaitu pada angka 80 kali
denyut nadi per menit.
3.2.4. Jumlah Napas Dalam Satu Menit
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 60/106
47
Tabel. 3.8. Hasil Pencatatan Jumlah Napas dalam Satu Menit Harian Selama Latihan
Napas Lambat Dalam
Hari LatihanJumlah Napas dalam Satu
Menit ( kali/menit)
Hari ke-1 20-24
Hari ke-2 20-24Hari ke-3 20-24
Hari ke-4 20-22
Hari ke-5 20-22
Hari ke-6 18-22
Hari ke-7 18-22
Hasil yang terlihat pada tabel menunjukkan adanya penurunan jumlah napas
dalam satu menit. Pada hari ke-1 latihan, jumlah napas dalam satu menit mencapai 24
kali per menit. Jumlah napas dalam satu menit terendah dalam satu menit terjadi pada
hari ke-6 dan ke-7 latihan, yaitu pada angka 18 kali per menit.
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 61/106
BAB 4
ANALISIS SITUASI
4.1. Profil Lahan Praktik
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) merupakan rumah sakit pusat
rujukan nasional yang status kepemilikannya berada di bawah Kementrian
Kesehatan RI. RSCM , yang terletak di Jakarta Pusat ini, menjadi RS pemerintah
yang juga berfungsi sebagai RS pendidikan. Pelayanan yang dimiliki RSCM
meliputi Instalasi Gawat Darurat, Poliklinik, rawat inap, dan Pelayanan Jantung
Terpadu. Ruang rawat inap terbagi ke dalam beberapa instalasi rawat inap,
meliputi gedung A, RSCM Kencana, RSCM Kirana, Instalasi Kesehatan Anak,
Perinatologi, Bedah Anak, dan Unit Luka Bakar. Kapasitas total tempat tidur
ruang rawat inap sebanyak 1.001 tempat tidur. RSCM memiliki visi “menjadi
Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan Nasional terkemuka di Asia Pasifik
tahun 2014” (RSCM, 2013).
Salah satu usaha yang dilakukan RSCM untuk mewujudkan visi tersebut
adalah mendapatkan akreditasi dari Join Commission International (JCI). Saat iniRSCM telah lulus akreditasi dari JCI. JCI adalah badan internasional dari The
J C k i i i h fi
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 62/106
49
kesehatan menjadi praktis dan cepat. Kedua, peresepan menggunakan sistem
komputerisasi meminimalkan terjadinya kesalahan peresepan obat terhadap
pasien. Ketiga, seluruh peresepan berasal dari dokter karena dokter diberikan akun
yang menggunakan password untuk meresepkan obat dan hanya dokter yang
berwenang untuk meresepkan. Hal-hal diatas bertujuan untuk menjaga keamanan
dan keselamatan pasien.
Catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT) merupakan catatan
perkembangan kondisi pasien yang dibuat oleh seluruh tim kesehatan. CPPT diisi
oleh petugas perawatan minimal setiap shift atau ketika terjadi kejadian tertentu
yang berdampak ke dalam kondisi atau proses perawatan pasien. Format penulisan
CPPT berupa SOAP. Khusus untuk pasien baru masuk dirawat dilakukan
pengisian CPPT setelah pengkajian awal dan dilakukan implementasi dari
perencanaan hasil pengkajian. Setiap perencanaan harus diverifikasi oleh perawat
primer dan oleh DPJP. Pendokumentasian ini selaras dengan MPKP yang
dilaksanakan di RSCM. (Bidang Keperawatan RSCM, 2012)
Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di
RSCM dilakukan oleh Sitorus pada tahun 1997. MPKP merupakan penataanstruktur dan proses pemberian asuhan keperawatan pada tingkat ruang rawat
hi ki k b i h k f i l
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 63/106
50
yang dilakukan sehingga dapat bertanggung jawab atas semua asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh tim pada sekelompok pasien.
4.2. Analisis Masalah Keperawatan pada Pasien Kelolaan
Kasus kelolaan utama merupakan pasien dengan gagal jantung kongestif
atau congestive heart failure (CHF). CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
akan oksigen dan nutrisi (Black & Hawks, 2009; Leslie, 2004; Polikandrioti,
2008; Smeltzer & Bare, 2002). Penyakit ini disebabkan oleh kondisi yang
melemahkan keadaan jantung, baik oleh penyebab intrinsik maupun ekstrinsik.
Penyebab intrinsik CHF adalah adanya penyakit jantung koroner (Black &
Hawks, 2009; Brown & Edwards, 2005; Muttaqin, 2009). Pasien CHF kelolaan
memiliki penyakit arteri koroner dengan sumbatan pada 3 pembuluh koroner
besar. Penyakit arteri koroner ini menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
arteri koroner sehingga menurunkan suplai oksigen dan nutrisi ke miokardium.
Berkurangnya oksigen dan nutrisi menyebabkan kerusakan atau bahkan kematian
otot jantung sehingga otot jantung tidak dapat berkontraksi dengan baik (AHA,2012). Penyebab ekstrinsik dapat berupa peningkatan afterload dan hipertensi.
P b b k i ik d i i ik d di kib k l h d f k
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 64/106
51
kolesterol darah dan risiko penyakit jantung (Zakiyah, 2009). Merokok,
hipertensi, kadar HDL rendah, riwayat keluarga, dan usia merupakan faktor risiko
yang mempengaruhi kadar kolesterol LDL (Leslie, 2004).
Merokok juga dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan karena di
dalam rokok terkandung zat nikotin. Nikotin merupakan zat kimia yang dapat
menyebabkan efek berbahaya pada pembuluh darah akibat pelepasan katekolamin
dan vasokontriksi pembuluh darah (Leslie, 2004; Kumala, 2009). Pasien memiliki
riwayat merokok sejak usia remaja dan menghabiskan satu bungkus rokok dalam
sehari. Efek negatif dari merokok juga telah teridentifikasi, yaitu adanya riwayat
hipertensi pada pasien.
Hipertensi yang ditimbulkan pada pasien kelolaan juga dapat
menyebabkan terjadinya CHF. Berdasarkan analisa survey First National Health
and Nutrition Examination, risiko relatif gagal jantung diantara pasien dengan
hipertensi jika dibandingkan dengan populasi secara umum, diperkirakan 1,4 kali
lebih besar (Kumala, 2009). Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
dua mekanisme, yaitu peningkatan afterload dan vasokontriksi akibat efek aktivasi
saraf simpatis yang menyebabkan kepayahan otot jantung dalam memopa darahserta menurunnya sirkulasi darah ke pembuluh koroner akibat pembentukan
kl i (Bl k & H k 2009 K l 2009 Z ki h 2008) P
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 65/106
52
pembuluh darah besar koroner. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penyakit
arteri koroner menyebabkan 50% hingga 60% dari semua kematian pada pasien
diabetes (Leslie, 2004).
Proses penuaan yang dialami oleh pasien juga menjadi salah satu faktor
risiko yang dapat menyebabkan kelemahan pada jantung. Pasien berusia 62 tahun
dan telah masuk dalam kategori lansia. Proses penuaan akan mnyebabkan
penurunan fungsi sistem tubuh, termasuk fungsi sistem kardiovaskular (Leslie,
2004; Stanley & Bare, 2007). Penurunan fungsi sistem kardiovaskular terjadi
seiring perubahan-perubahan yang terjadi akibat penuaan, meliputi kekakuan
dinding ventrikel kiri akibat peningkatan kolagen, penurunan penggantian sel
miosit yang telah mati, kekakuan dinding arteri, dan gangguan sistem konduksi
kelistrikan jantung akibat penurunan jumlah sel pace maker (Stanley & Bare,
2007). Kekakuan dinding ventrikel kiri dapat menyebabkan penurunan curah
jantung sehingga menyebabkan stimulus inotropik dan kronotropik serta terjadi
dilatasi pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan hipertensi (Leslie, 2004;
Stanley & Bare, 2007).
Kebiasaan konsumsi yang cenderung berisiko tersebut dapat diubahapabila terdapat motivasi pada diri pasien. Motivasi dapat dibangun dengan
h d k H il k ji j kk b h i l h
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 66/106
53
meningkatkan motivasi pasien mengubah kebiasaan konsumsi untuk mencegah
kerusakan jantung bertambah parah.
Kerusakan yang ditimbulkan pada pasien CHF menyebabkan timbulnya
beberapa masalah keperawatan. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien
adalah penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, gangguan pertukaran
gas, dan intoleransi aktivitas. Masalah-masalah keperawatan tersebut akan
didiskusikan lebih lanjut pada pembahasan di bawah ini.
4.2.1. Penurunan Curah Jantung
Penurunan curah jantung menjadi masalah utama pada setiap CHF. Data
objektif yang di dapat untuk menegakkan diagnosa ini adalah tekanan darah yang
rendah, yakni 80/60 mmHg, nadi cepat 90-100x per menit dan teraba lemah dan
pasien mengeluh sesak tanpa aktivitas. Hasil pemeriksaan corangiografi
menunjukkan pasien mengalami penyakit arteri koroner dengan sumbatan pada 3
pembuluh koroner besar dan fraksi ejeksi sebesar 11%. Pasien juga memiliki
penyakit penyerta lain seperti diabetes melitus dan hipertensi. Hal tersebut sesuai
dengan teori yang dipelajari mengenai penurunan curah jantung pada pasien CHF.Penurunan curah jantung terjadi akibat perubahan struktur dan fungsi
j P b h k j j di kib k i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 67/106
54
ventrikel kiri, seperti dilatasi ventrikel kiri dan fungsi sistolik ventrikel kiri
menurun (LVEF 10%)
Perubahan fungsi jantung merupakan akibat dari terjadinya perubahan
struktur jantung dan adanya penyakit arteri koroner (AHA, 2012; Black &
Hawks,2009). Perubahan tersebut menyebabkan penurunan elastisitas dan
kontraktilitas jantung dalam memompakan darah sehingga jumlah darah yang
mampu di pompakan ke tubuh dari ventrikel kiri setiap denyutan jantung (fraksi
ejeksi) menjadi berkurang (Black & Hawks, 2009; Leslie, 2004). Proses tersebut
mengakibatkan rendahnya tekanan darah. Denyut nadi dalam satu menit akan
menjadi cepat akibat pengaruh aktivitas saraf simpatis dan sistem renin-
angiotensin, akan tetapi teraba lemah karena kekuatan kontraksinya melemah.
Proses tersebut sesuai dengan data yang didapatkan pada pasien, yaitu tekanan
darah 80/60 mmHg dan jumlah nadi sebanyak 90-100x/menit teraba lemah dan
cepat. Jumlah denyut nadi berada pada ambang batas normal dapat disebabkan
karena pemberian captopril. Captopril merupakan jenis beta bloker yang
digunakan untuk menghambat efek sistem saraf simpatis dan menurunkan
kebutuhan oksigen jantung (Black & Hawks, 2009).Keluhan sesak yang timbul merupakan akibat kegagalan fungsi sistolik
k k d h k j i d k K l i i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 68/106
55
ventrikel kiri. Hal yang paling berbahaya adalah bila terbentuk emboli dari
trombus tersebut karena besar kemungkinan dapat menyebabkan stroke (Brown &
Edwards, 2005). Oleh karena itu, pasien diberikan heparin 10.000 IU/2mg sebagai
antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus.
4.2.2. Gangguan Pertukaran Gas
Gangguan pertukaran gas juga menjadi salah satu masalah yang sering
muncul pada pasien dengan CHF. Data pendukung masalah ini yang ditemukan
pada pasien antara lain adanya keluhan sesak dari pasien, pasien tampak bernapas
cepat, serta hasil rontgen thoraks tanggal 27 Mei 2013 menunjukkan adanya efusi
pleura kanan dan bendungan pada paru kanan. Data-data diatas merupakan hasil
yang ditimbulkan akibat adanya proses terjadinya CHF yang berpengaruh padagangguan di paru-paru. Proses patologis yang disebabkan oleh CHF ini
memperparah kerusakan pada paru-paru yang dapat disebabkan oleh TB, yang
diderita oleh pasien, sehingga memperparah gangguan pada paru-paru. Gangguan
pada paru-paru akan menyebabkan masalah pernapasan, salah satunya adalah
gangguan pertukaran gas.Proses terjadinya gangguan pertukaran gas diawali oleh kegagalan
k i k i K l i i b bk j l h i d h di
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 69/106
56
bernapas saat berbaring dengan posisi supine sehingga biasannya akan menopang
tubuh bagian atas dan kepala diatas dua bantal. Hal ini disebabkan karena aliran
balik darah di vena pulmonalis ke paru-paru karena jantung tidak mampu
menyalurkannya sehingga menimbulkan atau bahkan memperberat bendungan di
paru-paru (AHA, 2012). Intervensi yang biasanya diberikan pada pasien dengan
hal tersebut adalah dengan memberikan memberikan posisi highfowler. Pemberian
posisi highfowler bertujuan untuk mengurangi kongesti pulmonal dan mengurangi
sesak napas (Black & Hawks, 2009). Pasien pada kasus ini awalnya diberikan
posisi highfowler . Akan tetapi, pasien hanya diberikan ganjalan 2 bantal atau
posisi semifowler karena pasien telah merasa nyaman dan tidak sesak dalam posisi
tersebut seiring dengan perbaikan kondisinya. Penumpukan cairan di paru akibat
aliran balik darah ke paru-paru mengakibatkan keluhan batuk pada pasien (AHA,2012). Hal tersebut tampak pula pada pasien yang mengalami batuk produktif dan
keluhan batuk menurun seiring perbaikan bendungan paru.
Bendungan pada paru-paru juga dapat mengakibatkan komplikasi yang
disebut efusi plura. Hal ini juga tampak pada hasil rontgen dada pasien tanggal 27
Mei 2013 yang menunjukkan adanya efusi pleura kanan. Efusi pleura merupakanhasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler pleura. Peningkatan
k b bk i d d b l h k il l b i d h
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 70/106
57
terdapat asites dengan shifting dullness positif. Hal tersebut sesuai dengan proses
terjadinya CHF yang mengakibatkan timbulnya edema sebagai manifestasi klinis.
Proses patofisiologi timbulnya edema merupakan manifestasi klinis yang
biasanya diakibatkan oleh kegagalan ventrikel kiri. Kegagalan ventrikel kiri
menyebabkan ventrikel kanan mengalami dilatasi dan hipertrofi karena harus
bekerja keras untuk memompa darah ke paru-paru akibat adanya peningkatan
tekanan pada sistem pembuluh darah di paru-paru. Kegagalan mekanisme tersebut
menyebabkan aliran dari vena cava berbalik kebelakang dan menyebabkan
bendungan di sistem pencernaan, hati, ginjal, kaki, dan sakrum (AHA, 2012;
Black dan Hawks, 2009). Asites juga dapat menyebabkan perasaan mual dan
begah akibat adanya asites yang menekan lambung atau saluran cerna (AHA,
2012). Hal itulah yang menyebabkan pasien juga mengalami penurunan nafsumakan akibat begah dan mual. Akan tetapi, nafsu makan meningkat seiring
perbaikan edema dan asites. Selain akibat masalah kegagalan ventrikel kanan,
edema juga dapat disebabkan oleh kerusakan ginjal sementara proses aktivasi
renin-angiotensin-aldosteron terus berlanjut.
Perbaikan asites dan edema dilakukan dengan restriksi cairan, retriksinatrium, dan pemberian diuretik. Restriksi cairan yang diberlakukan pada pasien
d l h b 600 24 j M i i i d dil k k
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 71/106
58
natrium di ascending loop henle (Smeltzer & Bare, 2002). Hal tersebut diharapkan
dapat menurunkan volume sirkulasi, menurunkan preload, dan meminimalkan
kongesti sistemik dan paru (Black & Hawks, 2009). Diuretik yang diberikan pada
pasien adalah kombinasi diuretik golongan furosemid dan spironolakton.
Penelitian Wang & Gottlieb (2008) menyebutkan pula bahwa penggunaan diuretik
loop sebagai agonist aldosteron apabila digunakan terpisah maupun kombinasi
terbukti efektif dalam manajemen terhadap edema pulmonal dan vaskular.
Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium yang bekerja menghambat
aldosteron di tubula distal (Ignatavicius & Workman, 2006). ACE inhibitor juga
diberikan pada pasien. ACE inhibitor dapat meningkatkan aliran darah ke ginjal
dan menurunkan tahanan vaskular ginjal sehingga meningkatkan diuresis (Black
& Hawks, 2009; Diklat Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit DR. CiptoMangunkusumo, 2008). ACE inhibitor juga mencegah stimulasi aldosteron yang
dapat mereabsorbsi natrium sehingga meningkatkan jumlah cairan di dalam tubuh.
Hasil pemberian intervensi diatas terlihat dari monitor intake output yang
dilakukan perawat. Hasil pendokumentasian pemantauan menunjukkan jumlah
balans cairan pasien yang selalu negatif (lebih besar output daripada input) dan perbaikan edema maupun asites. Hal ini tampak dari penampilan klinis pasien
j kk li k d k i d
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 72/106
59
Pada pasien kelolaan ditemukan data yang mendukung masalah intoleransi
aktivitas berupa keluhan lelah setelah beraktivitas dan tampak pasien lebih banyak
beraktivitas di tempat tidur. Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan untuk
melakukan kegiatan sehari-hari merupakan hal yang biasa didapati pada pasien
CHF. Hal tersebut dikarenakan jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan jaringan tubuh sehingga terjadi ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen (AHA, 20132; Black & Hawks, 2009). Pada fase tersebut
terjadi aktivitas simpatis yang terus menerus.
Aktivitas simpatis yang terjadi yang bertujuan untuk meningkatkan curah
jantung, akan tetapi aktivitas tersebut justru meningkatkan beban kerja jantung
dan kebutuhan oksigen, serta memperberat kerusakan jantung. Hal ini terlihat dari
manifestasi klinis yang di dapat pada pasien berupa kelelahan, baik tanpa maupunsetelah beraktivitas, pucat, akral dingin, napas dan denyut nadi cepat. Pembatasan
aktivitas merupakan intervensi yang diberikan untuk mengurangi aktivitas dan
kebutuhan oksigen. Pengurangan kebutuhan oksigen diharapkan dapat
mengurangi aktivitas saraf simpatis. Vasodilatasi pembuluh darah akibat
penurunan aktivitas saraf simpatis diharapkan dapat menurunkan preload danafterload sehingga meningkatkan curah jantung (Black & Hawks, 2009; Smeltzer
& B 2002)
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 73/106
60
timbul adalah kecemasan. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi
yang sangat menekan kehidupan seseorang. Situasi tersebut menyebabkan
ketakutan berlebihan karena cacat permanen dan kematian (Ihdayati dan
Ambarwati, 2008). Kecemasan pada pasien gagal jantung bervariasi, dari
kecemasan ringan sampai dengan kecemasan berat, ketika manifestasi
penyakitnya memburuk. Kecemasan yang dialami pasien CHF biasanya
dikarenakan kesulitan mempertahankan oksigenasi, yang pada akhirnya
menyebabkan cemas dan gelisah (Smeltzer & Bare, 2002). Penelitian yang
dilakukan oleh Ihdayati dan Ambarwati (2008), yang sebagian besar responden
adalah pasien CHF dengan kecemasan sedang, menemukan bahwa responden
mengalami sesak nafas, peningkatan tekanan darah, denyut nadi cepat, dan
menjawab pertanyaan dengan nada bicara keras dan cepat.. Hal ini sesuai dengankeadaan Tn. B saat awal perawatan yang menunjukkan tanda-tanda kecemasan
berupa peningkatan respon emosional, menjawab dengan nada keras dan cepat,
serta gelisah akibat ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh sesak saat bernapas.
Manifestasi tersebut menurun seiring perbaikan kondisi yang dialami oleh pasien.
Mekanisme koping untuk mengendalikan kecemasan merupakan suatu halyang diperlukan oleh pasien CHF. Koping adalah cara yang dilakukan individu
d l l ik l h ik di i d b h d
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 74/106
61
foto atau menelepon cucu merupakan hal yang dilakukan pasien untuk mengusir
kebosanan selama dirawat di rumah sakit.
4.3. Analisis Intervensi Latihan Napas Lambat Dalam (Slow Deep Breathing
Exercise) pada Pasien Kelolaan
Intoleransi aktivitas merupakan masalah yang sering didapatkan pada
pasien dengan CHF. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari kerusakan jantung
dan fungsi pernapasan yang dapat menyebkan penurunan saturasi oksigen dan
kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik (Bernardi et. al.’ 1998). Bernapas
lambat dalam merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan pada pasien
CHF dengan intoleransi aktivitas. Intervensi ini telah dibuktikan oleh Bernardi et.
al. (2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Slow Breathing Increases Arterial Baroreflex Sensitivity in Patients With Chronic Heart Failure” untuk
meningkatkan saturasi oksigen dan toleransi aktivitas.
Bernardi et. al. (2002) melakukan penelitian dengan metode Randomized
Controlled Trial (RCT). Metode ini diterapkan terhadap 81 pasien dengan CHF
dan 21 orang sehat sebagai kontrol. Pasien CHF yang menjadi respondenmerupakan pasien CHF yang telah 2 minggu tidak mengalami perubahan tanda
j l d if i kli i B di l j k k i i k l i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 75/106
62
bernapas dikontrol dengan melakukan 15 kali napas dalam 1 menit, dan 4 menit
bernapas dikontrol dengan melakukan 6 kali napas dalam 1 menit. Pada
pengukuran napas spontan didapatkan jumlah pernapasan pada pasien CHF
sebanyak 15.7-16.7 kali napas dalam satu menit dan pada kontrol sebanyak 12.1-
14.6 kali napas dalam satu menit, serta rendahnya sensitivitas baroreflek pada
pasien CHF dibandingkan kontrol.
Pernapasan lambat dengan bernapas sebanyak 6 kali dalam satu menit
menunjukkan perubahan sensitivitas baroreflek yang signifikan dibandingkan
dengan pernapasan lambat dengan bernapas sebanyak 15 kali dalam satu menit.
Jika dibandingkan dengan hasil saat napas spontan, bernapas lambat menunjukkan
hasil adanya peningkatan pada lama napas dalam satu menit, menurunkan
ketidakstabilan tekanan darah dan secara signifikan meningkatkan sensitivitas baroreflek pada pasien CHF dan kontrol. Akan tetapi, peningkatan sensitivitas
baroreflek pada pasien CHF tetap lebih rendah bila dibandingkan dengan control.
Pasien dengan CHF ringan cenderung memiliki sensitivitas baroreflek yang lebih
besar. Akan tetapi, sensitivitas baroreflek diantara kelas fungsional CHF tidak
meunjukkan perbedaan yang signifikan pada pernapasan ini jika dibandingkandengan saat bernapas spontan. Bernapas pelan pada kelompok CHF dapat
k k d h b ik i lik di lik
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 76/106
63
Bernardi et. al. (2002) menyimpulkan bahwa bernapas lambat dalam
merupakan sebuah metode baru, mudah, dan tidak mahal untuk meningkatkan
sensitivitas baroreflek dan aktivitas vagal pada pasien dengan CHF. Metode ini
juga dapat meningkatkan saturasi oksigen, meningkatkan efisiensi ventilasi dan
toleransi aktivitas, serta menurunkan aktivitas simpatis yang berlebihan. Oleh
karena itu, latihan napas lambat dalam ini sangat baik untuk dikenalkan dan
diberikan pada pasien CHF.Intervensi latihan napas lambat dalam diberikan kepada pasien untuk
mengatasi intoleransi aktivitas. Latihan napas lambat dalam merupakan salah satu
pilihan latihan fisik yang diberikan pada pasien dengan obstruksi paru-paru kronik
(Black & Hawks, 2009). Pada pasien dengan masalah obstruksi paru-paru kronik,
latihan ini dapat membantu meningkatkan ventilasi paru-paru denganmeningkatkan pengembangan alveoli (Somantri, 2008). Pasien telah melakukan
latihan napas lambat dalam sebanyak 3 kali siklus, dimana 1 siklus dilakukan
selama 4 menit dan 1 menit terdiri dari 6 kali napas. Jeda antar siklus berupa
napas spontan dalam 2 menit. Pasien melakukan latihan sebanyak 3 kali sehari
dalam 1 minggu. Intervensi dimodifikasi dengan mengurangi ekshalasi karena pasien dengan penyakit paru tidak boleh melakukan ekshalasi terlalu lama. Sela in
i P b l ih d l 3 k li d l 1 h i j dil k k k
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 77/106
64
turun dari 114-120 mmHg menjadi 106-114 mmHg, sedang pada pasien
didapatkan peningkatan sistolik dari 80 mmHg menjadi 100 mmHg. Pada
penelitian Bernardi menunjukkan adanya peningkatan aktivitas parasimpatis yang
menyebabkan penurunan tekanan sistolik. Peningkatan sistolik pada pasien dapat
menunjukkan adanya peningkatan curah jantung yang disebabkan oleh
peningkatan aktivitas parasimpatis. Peningkatan aktivitas parasimpatis pada
pasien dapat terlihat dari penurunan jumlah denyut nadi dan jumlah pernapasandalam satu menit. Perbaikan perfusi dan fungsi pernapasan dimanifestasikan oleh
penurunan keluhan sesak dan peningkatan toleransi aktivitas pasien. Hasil
intervensi ini menunjukkan bahwa latihan napas lambat dalam dapat mengatasi
intoleransi aktivitas dengan meningkatkan sensitivitas baroreflek arteri. Meskipun
demikian, peningkatan toleransi aktivitas pada pasien sejalan dengan perbaikankondisi yang dialami sebagai efek pengobatan yang diberikan.
Latihan napas lambat dalam untuk mengatasi intoleransi aktivitas, dengan
meningkatkan sensitivitas baroreflek arteri, belum menjadi intervensi yang
familiar di lingkungan ruang rawat. Pemberian latihan napas lambat dalam
biasanya diberikan oleh perawat ketika pasien mengeluh nyeri atau cemas. Surveyyang dilakukan terhadap 8 perawat di ruang rawat penyakit dalam menunjukkan
l h h h i l b d l k i i
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 78/106
65
untuk bertanggung jawab atas kesehatan mereka serta meningkatkan hasil
intervensi (Ditewig et al., 2010; Wilkinson & Whitehead, 2009; Riegel et. al.,
2009). Perilaku yang diharapkan dari self care adalah kepatuhan dalam medikasi
maupun instruksi dokter, seperti diet, pembatasan cairan maupun pembatasan
aktivitas. Self care yang dimiliki oleh pasien kelolaan masih kurang optimal. Hal
ini terlihat dari kebiasaan pasien memesan dan mengkonsumsi makanan berlemak
dan berkolesterol dari warung makan padang saat di rumah sakit. Pendidikankesehatan tentang penyakit dan hal-hal yang harus ditaati untuk mencegah
perburukan kondisi telah diberikan, tetapi usaha tersebut tidak merubah kebiasaan
pasien.
Pendidikan kesehatan saja tidak cukup untuk meningkatkan self care
seseorang. Hal ini disebabkan karena peningkatan pengetahuan saja tidak akanmudah untuk mengubah kebiasaan seseorang (Barnason, Zimmerman, & Young,
2011). Dukungan intervensi lain diperlukan untuk membantu keefektifan
pengetahuan yang telah dimiliki oleh pasien. Intervensi menggunakan konseling
dan dukungan individu, atau cognitive behavioral intervention (CBT), terbukti
dapat meningkatkan kemampuan self care dan self efficacy pasien dengan gagal jantung (Riegel & Carlson, 2004; DeWalt et.al., 2006; Barnason et. al., 2010).
I i CBT i i dil k k f k h d f k hi lf
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 79/106
66
tujuan intervensi tercapai. Kemampuan sebagai konselor ini tidak dimiliki oleh
semua perawat karena kemampuan ini membutuhkan pengetahuan dan pelatihan
yang cukup. Intervensi ini juga biasa dilakukan oleh mahasiswa keperawatan yang
telah mengambil jenjang S2. Sementara itu, sebagian besar perawat ruangan
masih memiliki pendidikan D3 dan belum terpapar pengetahuan mengenai CBT.
Hal ini dapat disikapi dengan melakukan pelatihan mengenai CBT pada perawat
ruangan. Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah pihak rumah sakitmenyediakan konselor yang telah terlatih dan bertugas memberikan intervensi
pada pasien.
Pengetahuan akan berbagai intervensi untuk pasien menjadi hal penting
dan utama bagi perawat. Selain CBT, perawat ruangan juga belum familiar
dengan intervensi napas lambat dalam untuk meningkatkan sensitivitas barorefleksehingga dapat memperbaiki fungsi kardiopulmonal dan toleransi aktivitas.
Sebagian besar perawat hanya mengetahui tujuan pemberian intervensi napas
lambat dalam adalah untuk mengurangi cemas atau nyeri. Padahal intervensi
napas lambat dapat dijadikan alternatif intervensi untuk membantu mengatasi
intoleransi aktivitas pada pasien CHF. Oleh karena itu, pengenalan intervensinapas lambat dalam untuk meningkatkan sensitivitas baroreflek perlu diberikan
k d b ik d d k l ih f l
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 80/106
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) adalahketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh akan oksigen dan nutrisi. Penyakit
ini disebabkan oleh kondisi yang melemahkan keadaan jantung, yang
merupakan akibat dari adanya peningkatan usia, hipertensi, diabetes,
merokok, obesitas, dan tingginya tingkat kolesterol dalam darah.Penatalaksanaan CHF diperlukan untuk mencegah perburukan kondisi.
2. Penyakit CHF yang dialami oleh Tn. B merupakan akibat dari gaya hidup
yang kurang baik, seperti kebiasaan merokok, konsumsi goreng-gorengan,
makan makanan berlemak, tinggi kolesterol dan manis, yang mengakibatkan
terjadinya penyakit-penyakit yang melemahkan kondisi jantung, sepertihipertensi, diabetes melitus, dan penyakit arteri koroner.
3 M l h k di k d T B d l h h
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 81/106
67
5.2. Saran
5.2.1. Bagi Perawat
KIAN ini dapat digunakan oleh perawat untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam memberikan intervensi keperawatan pada pasien CHF
sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan dan
perbaikan kondisi pasien. Perawat juga dapat memberikan alternatif intervensi,
yaitu napas lambat dalam , untuk dimasukkan ke dalam diagnosa intoleransiaktivitas.
5.2.2. Bagi Mahasiswa Keperawatan
KIAN ini dapat digunakan oleh mahasiswa keperawatan untuk
meningkatkan pemahaman tentang CHF dan asuhan keperawatan pada pasienCHF sehingga dapat menjadi bekal pengetahuan untuk meningkatkan prestasi
akademik maupun keterampilan saat terjun ke klinik
5.2.3. Bagi Penelitian Keperawatan
KIAN ini dapat digunakan oleh para peneliti keperawatan sebagai datadasar atau sumber referensi dalam penelitian yang berhubungan dengan intervensi
k d i CHF k i l ih l b d l
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 82/106
DAFTAR REFERENSI
A.C. Nielsen (2005) Asia Pacific Retail and Shopper Trends 2005: Tren Pembelidan Ritel Asia Pasifik 2005. Oktober 2, 2011.
http://www.acnielsen.de/pubs/documents/RetailandShopperTrendsAsia200 5.pdf.
AHA. (2011). Classes of heart failure. Mei 22, 2013.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Classes-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp.
AHA. (2012). Understand your risk for heart failure. Mei 22, 2013.http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/UnderstandYourRiskforHeartFailure/Understand-Your-Risk-for-Heart-Failure_UCM_002046_Article.jsp
AHA. (2012). About heart failure. Juni 27, 2013.http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/
About-Heart-Failure_UCM_002044_Article.jsp
AHA. (2012). Types of heart failure. Juni 27, 2013.http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Types-of-Heart-Failure_UCM_306323_Article.jsp
Anderson, D. (2008). Bernapas lambat dan dalam bisa turunkan tekanan darah.Mei 23, 2013. http://www.keluargasehat.com
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 83/106
70
Bernardi et. al. (2002). Slow breathing increases arterial baroreflex sensitivity in
patients with chronic heart failure. Journal of The American Heart
Association, 105, 143-145
Bidang Keperawatan RSCM. (2012). Aplikasi proses keperawatan di RSCM .
Power Point disampaikan pada Pencerdasan Perawat RSCM, Jakarta.
Bidang Keperawatan RSCM. (2012). Pengisian catatan perkembangan pasienterintegrasi (CPPT) untuk petugas keperawatan. Power Point disampaikan
pada Pencerdasan Perawat RSCM, Jakarta.
Black, Joice M. & Hawks, Jane H. (2009). Medical surgical nursing: clinical
management for positive outcomes (8th
ed). Singapore: Elsevier
Bradke, Peg. (2009). Transisi depan program mengurangi readmissions untuk
pasien gagal jantung. Juni 22, 2013.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=enlid&u=http://ww
w.innoverations.ahrq.gov/content.aspx%3Fid%3D2206.
Brown, Diane & Edwards, Helen. (2005). Lewi’s medical surgical nursing:
assessment and management of clinical problems. Marricksville: Elsevier
Bustan, M.N. (2004). Epidemiologi penyakit tidak menular . Jakarta: Rineka Cipta
Caldwell et. al. (2005). A simplified education program improves knowledge,self-care behavior and disease severity in heart failure patients in ruralsettings. American Heart Journal, 150, 983-983
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 84/106
71
DeWalt et. al. (2006). A heart failure self-management program for patients of all
literacy levels: a randomized, controlled trial. BMC Health Services
Research, 6, 30
Diklat Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit DR. Cipto Mangunkusumo.
(2008). Buku ajar: keperawatan kardiologi dasar . Jakarta Diklat PJTRSCM
Ditewig et. al. (2010). Effectiveness of self-management interventions on
mortality, hospital readmissions, chronic heart failure hospitalization rateand quality of life in patients with chronic heart failure : a systemic review.
Patient Education & Counseling , 78, 297-315.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., and Geissler, A.C. (2000). Nursing care
plans: guideines for planning and documentating patient care. (I Made
Kariasa dan Ni Made Sumarwati, Penerjemah). Philadelphia: F.A. Davis
Company
Dunbar et. al. (2005). Family education and support interventions in heart failure:
a pilot study. Nursing Research, 54, 158-166
Eckel, R.H. (2013). Obesity and heart disease: a statement for healthcare professionals from Nutrition Committee, American Heart Association. Juni
29, 2013. http://circ.ahajournals.org/content/96/9/3248.full
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006). Medical surgical: critical thinking for collaborative care 5th ed . St. Louise Missouri: Elsevier
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 85/106
72
Leslie, D. (2004). Cardiovascular nursing secret . St Louise Missouri: Mosby
Lovastatin, K. (2005). Penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Jakarta:Prestasi Pustaka
Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistemkardiovaskular dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Nanda International. (2012). Nursing diagnoses: definitions and classification
2012-2014. (Made Sumarwati dan Nike Budhi S., Penerjemah). UK: JohnWiley and Sons Limited.
Niven, N. (2002). Psikologi kesehatan: pengantar untuk perawat dan professional
kesehatan lain. Jakarta: EGC
Polikandrioti, M. (2008). Health failure and health related quality of life. Health
Science Journal , 2(3): 119-120
Powell et. al. (2010). Self management counceling in patients with heart failure.
JAMA: Journal of the American Medical Association, 304, 1331-1338
Riegel, B. & Carlson, B. (2004). Is individual peer support a promising
intervention for persons with heart failure?. Journal of Cardiovascular
Nursing , 19, 174-183
Riegel et. al. (2009). State of the science: promoting self-care in person with heartfailure, a scientific a statement from the American heart association.
C l 120 1141 1163
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 86/106
73
Sitorus, R & Panjaitan, R. (2011). Manajemen keperawatan: manajemen
keperawatan di ruang rawat . Jakarta: Sagung Seto.
Somantri, Ilman. (2008). Keperawatan medikal bedah: asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Stanley, M. & Beare, P.G. (2007). Gerontological nursing: a health promotion or
protection approach, 2nd
ed. ( Nety J. dan Sari K., Penerjemah).Philadelphia: F.A. Davis Company
Subroto (2002). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rehospitalisasi pasien
decompensasi cordis. Skripsi. Yogyakarta
Suhartono, T. (2011). Dampak home based exercise training terhadap kapasitas
fungsional dan kualitas hidup pasien gagal jantung di RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Tzeng, Y. C., et. al. (2009). Respiratory modulation of cardiovagal baroreflexsensitivity. Journal of Applied Physiology, 107: 718-724
Wang, D. & Gottlieb, S. (2008). Diuretics: still the mainstay of treatment. Critical
Care of Medicine, 36 (1), s89-s94
WHO. (2013). Cardiovascular disease (CVDs). Mei 22, 2013.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Classes-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp
Wilki J M d Ah N R (2012) P h ll d
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 87/106
Lampiran 1. Web of Causation (WOC) Masalah Keperawatan pada Bapak B
Efusi pleura
Infeksi
Kerusakan
struktur
Prosesinflamasi
sputum
eksudat
Difusi gas
terganggu
keluar
Batu
k
Tahanan di pulmo
Gagal jantungkanan
Bendungancor kiri
Forward
vasokontriksi
RA
Retensi
NA+air
Perfusiginjal
permea
bilitas
tek hidro
tek onko
Asites,edema
Kelebihanvol. cairan
Kerja ot. jantung
kontraktili
tas
katekol
amin
Aktv
simpatis
Backward
kardiomegali
Hipertrofimiokard
Darah ke
sistemik
Bendungan
cor kananAsites,
edema
permeab
ilitas
tek hidro
tek onko
Aliran balik
ke pulmoKongesti
pulmo
Difusi gas
tergangguEdema pulmo sesak
Gg pertukaran
gas
Dilatasi LV Kegagalan LVvolumeInefektif
kontraksi
COGalop
elastisitas
Fase
Kom
pen
sasi
Sel endotel
insulin
independen
Makanan
manis
Perfusi
sistemik
Sumbatan
dan
kekakuan
Perfusi
koroner
makanan berkolesterol
aterosklerosis
LDL darah
katekolamin
nikotin
merokok
hipertensi
vasokontriksi
Kerja jantung
Hipertrofiventrikel
afterload
kontraktilitas
curah jantung
Intoleransiaktivitas
SuplaiO2
Perfusi
kelemahan
Glukosadlm darah
TD, HR
RR
TD rendah
Batuk tak
berdahak
Masuk
pleura
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 88/106
Lampiran 2. Rencana Asuhan Keperawatan pada Bapak B
Diagnosa
Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan
RasionalTujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Penurunan curah
jantung
Setelah
diberikan
asuhankeperawatan
selama 12x24
jam, penurunancurah jantung
dapat teratasi
atau dikontrol.
o
Tanda-tanda vital
dalam batas normal:
TD 100-120/60-80mmHg, Nadi 50-
100x/menit, RR 16-
24x/menito
Haluaran urin adekuat
(0,5-1 cc/kgBB/jam)
o
Balans cairan
seimbang
o
parameterhemodinamik dalam
batas normalo
Melaporkan
penurunan episode
dispnea, angina.
o
Ikut serta dalamaktivitas yang
mengurangi beban
kerja jantung.
Mandiri:
o
Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, irama
jantung.
o
Catat bunyi jantung.
o
Palpasi nadi perifer.
o
Pantau tekanan darah.
o
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
o
Pantau haluaran urine, catat penurunan
o
Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat
istirahat) untuk mengkompensasi penurunankontraktilitas ventrikuler.
o
S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkansebagai aliran darah ke dalam sermabi yang distensi.
Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis
katup.
o
Penurunan curah jantung dapat menunjukkan
menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis,dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi, dan pulsus alternan (denyutkuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.
o
Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah
dapat meningkat sehubungan dengan SVR. Pada
HCF lanjut tubuh tidak mampu lagimengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal
lagi.
o
Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifersekunder tehadap tidak adekuatnya curah jantung,
vasokonstriksi dan anemia. Sinosis dapat terjadi
sebagai refraktori GIK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan
kongesti vena.
o
Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 89/106
DiagnosaKeperawatan
Rencana Tindakan KeperawatanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
haluaran dan kepekatan/konsentrasi urine.
o
Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi,
bingung,
o
Berikan istirahat semi rekumben padatempat tidur atau kursi. Kaji dengan
pemeriksaan fisik sesuai indikasi.
o
Berikan istirahat psikologi dengan
lingkungan tenang; menjelaskanmanajemen medik/keperawatan; membantu
pasien menghindari situasi stress,mendengar/berespon terhadap ekspresi
perasaan/takut.
o
Berikan pispot di samping tempat tidur.
Hindari aktivitas respons Valsava, contohmengejan selama defekasi, menahan nafas
selama perubahan posisi.
o
Hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong
olahraga aktif/pasif. Tingkatkan
ambulasi/aktivitas sesuai toleransi.o
Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi
pedal, pembengkakan, kemerahan local
atau pucat pada ektremitas.
dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urin biasanya menurun selam sehari karena perpindahancairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada
malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke
sirkulasi bila pasien tidur.o
Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perusi serebral
sekunder tehadap penurunan curah jantung.
o
Istirahat fisik harus dipertahankan selama GIK akutatau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi
jantung dan menurunkan kebutuhan/konsumsi
oksigen miokard dan kerja berlebihan.
o
Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi, yang
meningkatkan tekanan darah dan meningkatkanfrekuensi/kerja jantung.
o
Pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar
mandi atau kerja keras menggunakan bedpan.Manuver valsava menyebabkan rangsang vagal
diikuti dengan takikardi, yang selanjutnya
berpengaruh pada fungsi jantung/curah jantung.o
Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan
insiden thrombus/pembentukan embolus.
o
Menurunnya curah jantung, bendungan/stasis vena
dan tirah baring lama meningkatkan resiko
tromboflebitis.
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 90/106
DiagnosaKeperawatan
Rencana Tindakan KeperawatanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
o
Jangan beri preparat digitalis dan laporkandokter bila perubahan nyata terjadi padafrekuensi jantung atau irama atau tanda
toksisitas digitalis.
Kolaborasi :o
Berikan oksigen tambahan dengan kanula
nasal/masker sesuai indikasi.
o
Berikan obat sesuai indikasi.
Diuretic, contoh furosemid
(Lasix); asam etakrinik (decrin);
bumetanid (Bumex);spironolakton (Aldakton)
Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril); arteriodilator, contoh
hidralazin (Apresoline);
kombinasi obat, contoh prazosin(Minippres).
Digoksin (Lanoxin).
o
Insiden toksisitas tinggi (20%) karenamenyempitnya batas antara rentang terapeutik dantoksik. Digoksin harus dihentikan pada adanya kadar
obat toksik, frekuensi jantung lambat, atau kadar
kalium rendah.o
Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
o
Banyaknya obat dapat digunakan untukmeningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas, dan menurunkan kongesti.
Tipe dan dosis diuretic tergantung pada derajat
gagal jantung dan status fungsi ginjal.
Penurunan preload paling banyak digunakandalam mengobati pasien dengan curah jantung
relative normal ditambah dengan gejalakongesti. Diuretik blok reabsorpsi diuretic,
sehingga mempengaruhi reabsorpsi natrium dan
air.
Vasodilator digunakan untuk meningkatkancurah jantung, menurunkan volume sirkulasi
(vasodilator) dan tahanan vaskuler sistemik
(arteeiodilator), juga kerja ventrikel.
Meningkatkan kekuatan kontraksi miokard dan
memperlambat frekuensi jantung denganmenurunkan konduksi dan memperlama periode
refraktori pada hubungan AV untuk
meningkatkan efesiensi/curah jantung.
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 91/106
DiagnosaKeperawatan
Rencana Tindakan KeperawatanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Captopril (Capoten); lisinopril(Prinivil); enalapril (Vasotec).
Morfin sulfat.
Tranquilizer/sedatif.
Antikoagulan, contoh heparindosis rendah, warfarin
(Coumadin).
o
Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah
total sesuai indikasi. Hindari cairan garam.
o
Pantau/ganti elektrolit.
o
Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Inhibitor ACE dapat digunakan untukmengontrol gagal jantung dengan menghambatkonversi angiotensin dalam paru dan
menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD.
Penurunan tahanan vaskuler dan aliran balikvena menurunkan kerja miokard.
Menghilangkan cemas dan mengistirahatkan
siklus umpan balik cemas/pengeluarankatekolamin/cemas.
Meningkatkan istirahat/relaksasi dan
menurunkan kebutuhan oksigen dan kerja
miokard.
Dapat digunakan secara profilaksis untukmencegah pembentukan thrombus/emboli pada
adanya factor resiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia jantung, dan riwayat episode
trombolik sebelumnya.
o
Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri,
pasien tidak dapat mentolerir peningkatakn volumecairan (preload). Pasien GJK juga mengeluarkan
sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan
dan meningkatkan kerja miokard.o
Perpindahan cairan dan pengguanaan diuretic dapat
mempengaruhi elektrolit (khususnya kalium dan
klorida) yang mempengaruhi irama jantung dankontraktilitas.
o
Deprsi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 92/106
DiagnosaKeperawatan
Rencana Tindakan KeperawatanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
o
Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh
BUN dan kreatinin.o
Pemeriksaan fungsi hati (AST, LDH).
o
PT/APTT/pemeriksaan koagulasi.
o
Siapkan untuk insersi/mempertahankan alat
pacu jantung, bila diindikasikan.
o
Siapkan pembedahan sesuai indikasi.
miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner.Foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantungdan perubahan kongesti pulmonal.
o
Peningkatan BUN/kreatinin menunjukkan
hipoperfusi/gagal ginjal.o
AST/LDH dapat meningkat sehubungan dengan konge
hati dan menunjukkan kebutuhan untuk obat dengan
dosis lebih kecil yang didetoksikasi oleh hati.o
Mengukur perubahan pada proses koagulasi atau
keefektifan terapi antikoagulan.
o
Mungkin perlu untuk memperbaiki bradisritmia tak
responsive terhadap intervensi obat yang dapat
berlanjut menjadi gagal kongesti/menimbulkanedema paru.
o
Gagal kongesti sehubungan dengan aneurismaventrikuler atau disfungsi katup dapat membutuhkan
aneurisektomi atau penggantian katup untuk
memperbaiki kontraksi/fungsi miokard.
Gangguan pertukaran gas
Setelahdilakukan
tindakan
keperawatanselama 6 x24
jam, pertukaran
gas dapatefektif
o Tanda-tanda vitaldalam batas normal:
TD 100-120/60-80mmHg, Nadi 50-
100x/menit, RR 16-
24x/menit
o
Tidak mengalamisesak napas/sianosis
o bunyi napas dari hasil
Mandiri
o Auskultasi bunyi napas, tandai daerah paru
yang mengalami penurunan/kehilanganventilasi, dan munculnya bunyi
adventisius misalnya krekels, mengi,
ronkhi
o
Catat kecepatan/kedalaman pernapasan,sianosis, penggunaan otot
aksesoris/penigkatan kerja pernapasan dan
o Memperkirakan adanya perkembangan
komplikasi/infeksi pernapasan, misalnyaatelektasis/pneumonia. Catatan: PCP umumnya
berkembang sebelum terjadinya perubahan pada
suara napas
o
Takipnea, sianosis, tak dapat istirahat, dan peningkatan napas menunjukkan kesulitan
pernapasan dan adanya kebutuhan untuk
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 93/106
DiagnosaKeperawatan
Rencana Tindakan KeperawatanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
sinar X bagian dadayang bersihmeningkat
o hasil pemeriksaanlaboratorium AGD
dalam rentang normal
: PCO2 =35-45, PO2=21-25, HCO3=
75-100, Sat O2
=95-98
o tidak ada keluhansesak/ keluhan sesak
menurun
munculnya dispnea, ansietas o
Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik
napas sesuai kebutuhan
o
Hisap jalan napas sesuai kebutuhan,
gunakan teknik steril dan lakukan tindakan
pencegahan, misalnya menggunakanmasker, pelindung mata
o Kaji perubahan tingkat kesadaran
o
Selidiki keluhan tentang nyeri dada
o
Berikan periode istirahat yang cukupdiantara waktu aktivitas perawatan.
Pertahankan lingkungan yang tenang
Kolaborasi
o
Pantau/buat kurva hasil pemeriksaan
GDA/nadi oksimetri
o
Tinjau ulang sinar X dada
o
Instruksikan untuk menggunakanspirometer intensif. Lakukan fisioterapi
meningkatkan pengawasan/intervensi mediso
Meningkatkan fungsi pernapasan yang optimal danmengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan
karena atelektasis
o
Membantu membersihkan jalan napas, sehingga
memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan
mencegah komplikasi pernapasan
o Hipoksemia dapat terjadi akibat adanya perubahan
tingkat kesadaran mulai dari ansietas dan kekacauanmental sampai kondisi tidak responsif
o
Nyeri dada pleuritis dapat menggambarkan adanya
pneumoni non spesifik atau efusi pleura berkenaan
dengan keganasan
o
Menurunkan konsumsi oksigen
o
Menunjukkan status pernapasan, kebutuhan
perawatan/keefektifan pengobatan
o
Adanya infiltrasi meluas memungkinkan terjadinya pneumonia atau PCP, sementara daerah
kongesti/konsoidasi menunjukkan komplikasi
pernapasan yang lain, misalnya atelektasis atau lesiKS
o
Mendorong teknik pernapasan yang tepat danmeningkatkan pengembangan paru. Melepaskan
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 94/106
DiagnosaKeperawatan
Rencana Tindakan KeperawatanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
dada, misalnya perkusi, vibrasi, dandrainase postural
o Berikan tambahan oksigen yangdilembabkan melalui cara yang sesuai,
misalnya melalui kanula, masker,
intubasi.ventilasi mekanis.
o Berikan obat Antimikroba, misalnya
Trimetoprim (Bactrim, Septra);Pentamidin isetionat (Pentam)
o
Bronkodilator, ekspektoran, depresan batuk
o Siapkan/bantu pelaksanaan prosedurseperti bronkoskopi
sekresi, mengeluarkan mukus yang menyumbatuntuk meningkatkan bersihan jalan napa. Catatan:Paa waktu terjadi lesi kulit multipel, fisioterapi dada
mungkin akan dihentikan
o Mempertahankan ventilasi/oksigenasii efektif untukmencegah/memperbaiki krisis pernapasan
o Pilihan terapi tergantung pada situasi
individu/infeksi organisme. Catatan: Bactrim adalahobat pilihan sebagai profilaksis (pada jumlah T4
mencapai 200) untuk mencegah pneumonia PCP
o
Mungkin diperlukan untuk meningkatkan/mempertahankan jalan napas atau untuk membantu
membersihkan sekresi
o Mungkin diperlukan untuk membersihkan mukus penyumbat, mengambil spesimen untuk
pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa
(biopsi/lavase)
Kelebihan volume
cairan
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan
selama 6x24 jam, kelebihan
volume cairandapat teratasi
o
Balans cairan
seimbang (masukan
sama dengan
pengeluaran)o
Urin output 0,5-1cc/KgBB/jam
o
Bunyi nafas bersih/jelas (tidak
Mandiri:
o
Pantau haluaran urine, catat jumlah dan
warna saat hari dimana diuresis terjadi.
o
Pantau/hitung keseimbangan pemasukandan pengeluaran selama 24 jam.
o
Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat
(khususnya selama sehari) karena penururnan perfusi
ginjal. Posisi telentang memebantu diuresis,
sehingga haluaran urine dapat ditingkatkan padamalam/selama tirah baring.
o
Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangancairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 95/106
DiagnosaKeperawatan
Rencana Tindakan KeperawatanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
atau berkurang. ada krekel, ronkhi)o
Tanda-tanda vitaldalam rentang
normal : TD 100-
129/60-80 mmHg, Nadi 50-100x/menit,
RR 16-24x/menit)
o
Tidak ada penambahan berat
badan
o
Tidak ada edema.
o
Menyatakan
pemahan tentang pembatasan caiaran
individual.
o
Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
o
Buat jadwal pemasukan cairan, digabungdengan keinginan minum bila mungkin.
Berikan perawatan mulut/es batu sebagai
bagian dari kebutuhan cairan.o
Timbang berat badan tiap hari.
o
Kaji distensi leher dan pembuluh perifer.Lihat area tubuh dependen untuk edema
dengan/tanpa pitting ; catat adanya edema
tubuh umum (anasarka).
o
Ubah posisi dengan sering. Tinggikan kaki
bila duduk. Lihat permukaan kulit, pertahanakan tetap kering dan berikan
bantalan sesuai indikasi.
edema/asites masih ada.o
Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal danmenurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan
diuresis.
o
Melibatkan pasien dalam program terapi dapatmeningkatkan perasaan mengontrol dan kerjasama
dalam pembatasan.
o
Catat perubahan ada/hilangnya edema sebagai
respons terhadap terapi. Peningkatan 2.5 kg
menunjukkan kurang lebih 2L cairan. Sebaliknya,
diuretic dapat mengakibatkan cepatnya
kehilangan/perpindahan cairan dan kehilangan berat badan.
o
Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikanoleh pembendungan vena dan pembentukan edema.
Edema perifer mulai pada kaki/mata kaki (atau area
dependen) dan meningkat sebagai kegagalan paling
buruk. Edema pitting adalah gambaran secara umumhanya setelah retensi sedikitnya 5 kg cairan.
Peningkatan kongesti vaskuler (sehubungan dengan
gagal jantung kanan) secara nyata mengakibatkanedema jaringan sistemik.’
o
Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan
pemasukan nutrisi dan imobilisasi/tirah baring lamamerupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi
integritas kulit dan memerlukan intervensi
pengawasan ketat/pencegahan.
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 96/106
DiagnosaKeperawatan
Rencana Tindakan KeperawatanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
o
Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan
dan/atau bunyi tambahan, contoh krekels,mengi. Catat adanya peningkatan dispnes,
takipnea, ortopnea, dispnea noktyurnal
paroksismal, batuk persisiten.
o
Selidiki keluhan dispnea ekstrem tiba-tiba,
kebutuhan untuk bangun dari duduk,sensasi sulit bernafas, rasa panic atau
ruangan sempit.
o
Pantau TD dan CVP (bila ada).
o
Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia,
mual, distensi abdomen, konstipasi.o
Berikan makanan yang mudah dicerna,
porsi kecil dan sering.
o Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.
o
Dorong untuk menyatakan perasaan
sehubungan dengan pembatasan
o
Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri
abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan.
o
Kelebihan volume cairan sering menimbulkan
kongesti paru. Gejala edema paru dapatmenunjukkan gagal jantung kiri akut. Gejala
pernafasan pada gagal jantung kanan (dispnea,
batuk, otopnea) dapat timbul lambat tetapi lebih sulitmembaik.
o
Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi (edema
paru/emboli) dan berbeda dari ortopnea dan dispneanocturnal paroksismal yang terjadi lebih cepat dan
memerlukan intervensi segera.
o
Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan
kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya/peningkatan kongesti paru, gagal jantung.o
Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.o
Penurunana motilitas gaster dapat berefek merugikan
pada digestif dan absorpsi. Makan sedikit dan sering
meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan
abdomen.o Pada gagal ajntung lanan lanjut, cairan dapat
berpindah ke dalam area peritoneal, menyebabkan
meningkatnya lingkar abdomen (asites).o
Ekpresi perasaan/masalah dapat menurunkan
stress/cemas, yang mengeluarkan energi dan dapat
menimbulkan perasaan lemah.o
Perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti
vena, menyebabkan distensi abdomen, pembesaran
hati, dan nyeri. Ini akan mengganggu fungsi hati dan
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 97/106
DiagnosaKeperawatan
Rencana Tindakan KeperawatanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
o
Catat peningkatan letargi, hipotensi, kramotot.
Kolaborasi :o
Pemberian obat sesuai indikasi.
Diuretik, contoh furosemid (Lasix);
bumetadine (Bumex)
Tiazid dengan agen pelawan kalium,
contoh spironolakton (Aldakton).
Tambahan kalium contoh K Dur.
o
Mempertahankan cairan/pembatasannatrium sesuai indikasi.
o
Konsul dengan ahli diet.
o Pantau foto torak.
o
Kaji dengan torniket rotasi/flebotomi,dialysis, atau ultrafiltrasi sesuai indikasi
mengganggu /memperpanjang metabolisme obat.
o
Tanda defesit kalium dan natrium yang dapat terjadisehubungan denga perpindahan cairan dan terapi
diuretic.
Meningkatkan laju aliran urine dan dapat
menghambat reabsorpsi natrium/klorida padatubulus ginjal.
Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium
berlebihan.
Mengganti kehilangan kalium sebagai efek
samping terapi diuretic, yang dapatmempengaruhi fungsi jantung.
o
Menurunkan air total tubuh/mencegah reakumulasicairan.
o
Perlu memberikan diet yang dapat diterima pasien
yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.o Menunjukkan perubahan indikasif
peningkatan/perbaikan kongesti paru.
o
Meskipun tidak sering digunakan, penggantiancairan mekanis dilakukan untuk mempercepat
penurunana volume sirkulasi, khususnya pada edema
paru refraktori pada terapi lain.Intoleransi aktivitas Setelah
diberikan
asuhan
o Tanda-tanda vitaldalam batas normal:
TD 100-120/60-80
Mandiri:o
Periksa tanda vital sebelum dan segera
setelah aktivitas, khususnya bila pasien
o
Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktiviyas
karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 98/106
DiagnosaKeperawatan
Rencana Tindakan KeperawatanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
keperawatan
selama 4x24 jam, klien
mampu
aktivitas sesuaikemampuannya
.
mmHg, Nadi 50-
100x/menit, RR 16-24x/menit
o
Berpartisipasi pada
aktivitas yangdiinginkan,
memenuhi kebutuhan
perawatan dirisendiri.
o Mencapai
peningkatan toleransi
aktivitas yang dapat
diukur, dibuktikanoleh menurunnya
kelemahan dankelelahan dan tanda
vital DBN selama
aktivitas.
mengguanakan vasodilator, diuretic,
penyekat beta.o
Catat respons kardiopulmonal terhadap
aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat.
o
Kaji presipitator/penyebab kelemahancontoh, pengobatan, nyeri, obat.
o Ajarkan dan motivasi latihan slow deep
breathing exercise, yaitu latihan nafasdalam sebanyak 6x nafas/menit selamaminimal 4 menit dan dilakukan 2x dalam
sehari
o
Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
o
Berikan bantuan dalam aktivitas perawatandiri sesuai indikasi. Selingi periode
aktivitas dengan periode istirahat.
Kolaborasi :o
Implementasikan program rehabilitasi
jantung/aktivitas.
(diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
o
Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas,
dapat menyebabkan peningkatan segera padafrekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
o
Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker, traquilizer, dan sedatif). Nyeri dan program
penuh stress juga memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan.
o
Latihan slow deep breathing dapat meningkatkan
reflek vasovagal serta meningkatkan saturasi O2sehingga pernapasan lebih efektif dan menurunkan
intoleransi aktivitas
o
Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi
jantung daripada kelebihan aktivitas.
o
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpamempengaruhi stress miokard/kebutuhan oksigen
berlebihan.
o
Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindarikerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila disfungsi jantung tidak dapat membaikkembali..
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 99/106
Lampiran 3. Satuan Acara Pembelajaran Congestive Heart Failure (CHF)
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
PENYULUHAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DAN
PERAWATANNYA DI RUMAH
Pokok bahasan : gagal jantung kongestif (CHF)
Sub-pokok bahasan : Pengertian gagal jantung kongestif, penyebab gagal jantung
kongestif, tanda-tanda gagal jantung kongestif, cara
perawatan pasien dengan gagal jantung kongestif, dan tanda
pasien dengan gagal jantung kongestif harus dibawa ke RS
atau pelayanan kesehatan
Sasaran : Pasien dengan gagal jantung kongestif (Tn B) dan keluarga
Tempat : Ruang 718 Lantai 7 Gd A RSCM
Waktu : 25 menit
I. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan tentang gagal jantung kongestif, pasien dan
keluarga mengetahui tentang penyakit gagal jantung kongestif dan dan
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 100/106
2. Penyebab gagal jantung kongestif
3.
Cara perawatan pasien gagal jantung kongestif di rumah4. Tanda pasien gagal jantung kongestif harus dibawa ke RS atau
pelayanan kesehatan
IV. Metode
1.
Diskusi2. Demonstrasi
V. Media
1. Leaflet
VI. Kegiatan Belajar-Mengajar
Kegiatan penyuluh Kegiatan pendengar
Pembukaan
( 2 menit )
Mengucapkan salam
Memperkenalkan diri
Kontrak waktu
Menyampaikan tujuan
Menjawab salam
Mendengarkan
Mendengarkan dan
menerima kontrakwaktu
Mendengarkan
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 101/106
Kegiatan penyuluh Kegiatan pendengar
Reinforcement positif
Menjelaskan tanda dan
gejala gagal jantung
Reinforcement positif
Mengali pengetahuan
klien tentang
perawatan pasien gagal
jantung di rumah
Reinforcement positif
Menjelaskan tentang
perawatan pasien gagal
jantung di rumah
Reinforcement positif
Mengali pengetahuan
klien tentang kapan pasien gagal jantung
harus dibawa ke RSatau pelayanan
kesehatan Reinforcement positif
Mendengarkan,memperhatikan
mendengarkan dan
memperhatikan
Mendengar dan
memperhtikan
mendengarkan dan
menjawab
Mendengar dan
memperhatikan
Mendengar dan
memperhatikan
Mendengar dan
memperhatikan
mendengarkan dan
menjawab
Mendengar dan
memperhatikan
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 102/106
Kegiatan penyuluh Kegiatan pendengar
mendemonstrasikanlatihan napas pelan dandalam
Reinforcement positif
Memberikan
kesempatan pada
keluarga untuk
bertanya
Menjawab pertanyaan
Mendengar dan
memperhatikan
Mendengarkan dan
menjawab
Mendengar dan
memperhatikan
Penutup
( 3 menit )
Diskusi atau tanya
jawab
Menyimpulkan materi
bersama-sama
Mengucapkan salam
Memperhatikan dan
menjawab pertanyaan Mendengarkan
Menjawab salam
VII. Evaluasi
1.
Evaluasi struktur
- Tersedianya media
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 103/106
Menyebutkan 4 dari 8 tanda-tanda gagal jantung kongestif dengan
tepat Menyebutkan 6 dari 7 cara perawatan pasien dengan gagal jantung
kongestif di rumah
Mendemonstrasikan latihan napas pelan dan dalam dengan benar
MATERI GAGAL JANTUNG KONGESTIF DAN CARA
PERAWATAN DI RUMAH
1. APA ITU GAGAL JANTUNG KONGESTIF?
Keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik (suplai O2 dan nutrisi tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh)
2. MENGAPA BISA TERJADI?
kelainan otot jantung
hipertensi
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 104/106
Kuku dan mulut kebiruan
4. BAGAIMANA CARA PERAWATAN DI RUMAH?
Istirahat yang cukup
Melakukan aktivitas sesuai toleransi, bila mulai terasa lelah segera istirahat
Olahraga sesuai toleransi, misal jalan kaki, enam-senam kecil, atau latihan
tarik napas pelan dan dalam
Konsumsi makanan rendah kolesterol (makanan berkolesterol : daging
ayam, daging sapi, kuning telor, makanan bersantan, dll)
Konsumsi protein cukup ( kacang-kacangan seperti buncis, wotel, kacang
panjang, tahu, tempe, ikan, telur)
Konsumsi makanan yang mengandung serat untuk mencegah susah buang
air besar ( sayuran dan buah-buahan )
Hindari makanan yang asin
Pembatasan konsumsi garam 2- 3 g/hari atau setengah peres sendok makan
jika disertai hipertensi atau bengkak
Melakukan pembatasan minum sesuai anjuran dokter
Minum obat dari dokter secara rutin
APA ITU GAGAL
faktor lain : stress,
kehamilan, penyakit paru
Lampiran 4. Leaflet Congestive Heart Failure (CHF
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 105/106
Pengertian dan Cara
Perawatannya
Oleh
Astutiningrum Puspa D., S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
2013
JANTUNG KONGESTIF?
Keadaan dimana jantung
tidak mampu memompa darah
yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik (suplai
O2 dan nutrisi tidak sesuai
dengan kebutuhan tubuh)
MENGAPABISA
TERJADI?
kelainan otot
jantung
hipertensi
peradangan otot jantung
penyumbatan pembuluh
darah koroner
gangguan katup jantung
anemia
kehamilan, penyakit paru
TANDA-TANDA GAGAL
JANTUNG KONGESTIF? Sesak nafas
Batuk
Denyut nadi meningkat
Kelelahan setelah melakukan
aktivitas
Gelisah
Bengkak pada kaki, tangan,dan / atau perut
Pucat, lemas
Kuku dan mulut
kebiruan
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum
http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 106/106
BAGAIMANA CARA
PERAWATAN DIRUMAH?
Istirahat yang cukup
Melakukan aktivitas sesuai
toleransi, bila mulai terasa lelah
segera istirahat
Olahraga sesuai toleransi, misal
jalan kaki, senam-senam kecil,
dan latihan napas pelan dan
dalam
Konsumsi makanan rendah
kolesterol (makanan
berkolesterol : daging ayam,
daging sapi, kuning telor,
makanan bersantan, dll)
Konsumsi protein cukup
( kacang-kacangan seperti
buncis, wotel, kacang panjang,
tahu, tempe, ikan, telur)
Konsumsi makanan yang
mengandung serat untuk
mencegah susah buang air besar( sayuran dan buah-buahan )
Hindari makanan yang asin
Pembatasan konsumsi garam 2-
3 g/hari atau setengah peres
sendok makan jika disertai
hipertensi atau bengkak
Melakukan pembatasan minumsesuai anjuran dokter
Minum obat dari dokter secara
rutin
Saat ke kamar mandi pintu
jangan ditutup
Kontrol ke pelayanan kesehatan
min. 2 minggu sekali untukmengetahui perkembangan
kesehatan
KAPAN HARUS DIBAWA KE
RUMAH SAKIT ATAU
PELAYANAN KESEHATAN?
Sesak memberat
Nyeri dada yang memberat
Kaki bengkak
BAK sedikit atau tidak ada
BAK sama sekali
top related