20351475 pr astutiningrum

106
7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 1/106  UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF ATAU CONGESTI VE H EART FAILURE  (CHF) DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM, LANTAI 7 ZONA A, GEDUNG A, RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO TAHUN 2013  KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Upload: kezzia-putri-wazane

Post on 17-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 1/106

 

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN

GAGAL JANTUNG KONGESTIF ATAU CONGESTI VE HEART

FAILURE  (CHF) DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM,

LANTAI 7 ZONA A, GEDUNG A, RSUPN DR CIPTO

MANGUNKUSUMO TAHUN 2013 

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Page 2: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 2/106

 

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN

GAGAL JANTUNG KONGESTIF ATAU CONGESTI VE HEART

FAILURE  (CHF) DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM,

LANTAI 7 ZONA A, GEDUNG A, RSUPN DR CIPTO

MANGUNKUSUMO TAHUN 2013 

KARYA ILMIAH AKHIR NERSDiajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners

Page 3: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 3/106

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan

benar.

Nama : Astutiningrum Puspa Damayanti, S.Kep.

NPM : 0806333625

Tanda Tangan :

Page 4: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 4/106

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini diajukan oleh : Nama : Astutiningrum Puspa Damayanti, S.Kep.

 NPM : 0806333625Program studi : Ilmu Keperawatan

Judul penelitian : Analisis Praktik Klinik Keperawatan KesehatanMasyarakat Perkotaan pada Pasien Gagal Jantung

Kongestif atau Congestive Heart Failure  (CHF) diRuang Rawat Penyakit Dalam, Lantai 7 Zona A,

Gedung A, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Tahun

2013

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners

pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan,

Universitas Indonesia 

DEWAN PENGUJI

Page 5: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 5/106

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini.

Penulisan KIAN ini dilakukan dalam rangka memenuhi mata ajar Karya Ilmiah

Akhir Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari

 bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi

saya untuk menyelesaikan penyusunan KIAN ini. Oleh karena itu , saya ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

(1)  Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia.

(2)  Riri Maria, S.Kp., MANP selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah

Akhir Ners (KIAN) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

(3)  Henny Permatasari, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom.selaku koordinator mata ajar

Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (PKKMP) Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

(4)  Yulia, S.Kp., MN., Ph.D. selaku dosen pembimbing KIAN yang telah

Page 6: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 6/106

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan

semua pihak yang telah ikut berkontribusi dalam penyelesaian penyusunan

KIAN ini. Semoga KIAN ini membawa manfaat bagi berbagai pihak, terutama

 pengembangan ilmu kesehatan.

`

Depok, 10 Juli 2013

Penulis

Page 7: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 7/106

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

 Nama : Astutiningrum Puspa Damayanti, S.Kep.

 NPM : 0806333625Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalt i

F ree Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

pada Pasien Gagal Jantung Kongestif atau Congestive Heart Failure  (CHF) di

Ruang Rawat Penyakit Dalam, Lantai 7 Zona A, Gedung A, RSUPN Dr.

Cipto Mangunkusumo, Tahun 2013” 

Page 8: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 8/106

ABSTRAK

 Nama : Astutiningrum Puspa Damayanti, S.Kep.Program studi : Ilmu Keperawatan

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan MasyarakatPerkotaan pada Pasien Gagal Jantung Kongestif atau Congestive

 Heart Failure (CHF) di Ruang Rawat Penyakit Dalam, Lantai 7Zona A, Gedung A, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Tahun

2013 

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darahsecara adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gaya hidup

kurang sehat yang sering ditemukan pada masyarakat perkotaan dapat menjadi

 penyebab gagal jantung kongestif. Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk

menganalisis asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien gagal jantung

kongestif di ruang rawat penyakit dalam lantai 7 Zona A gedung A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. Pengenalan latihan napas lambat dalam untuk

meningkatkan sensitivitas baroreflek arteri perlu diberikan pada perawat dan

 pasien.

Kata Kunci : baroreflek, gagal jantung, gagal jantung kongestif, latihan napas

lambat dalam, napas lambat dalam

Page 9: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 9/106

ABSTRACT

 Name : Astutiningrum Puspa Damayanti, S.Kep.

Study Program : NursingTitle : Analysis of Urban Health Nursing Clinical Practice in Patient

with Congestive Heart Failure (CHF) in Internal MedicineRoom Care, 7th Floor Zone A, Building A, Dr. Cipto

Mangunkusumo Hospital, Year 2013

Congestive heart failure is inability of the heart to pump blood adequately to meetthe need of body metabolism. Unhealthy lifestyle which is often found in urban

communities can be the cause of congestive heart failure. This final clinicalnursing report aimed to analyze nursing care for patient with congestive heart

failure in an Internal Medicine Ward, 7 th Floor Zone A, Dr. Cipto Mangunkusumo

Hospital. Introducing of Slow Deep Breathing Exercise to increase arterial

 baroreflex sensitivity is required both for nurses and patients.

Keywords : baroreflex, congestive heart failure, heart failure, slow deep

 breathing, slow deep breathing exercise

Page 10: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 10/106

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINAL ..................................................... iiLEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ivLEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .....................vi

ABSTRAK ................................................................................................ vii ABSTRACT ............................................................................................... viii

DAFTAR ISI ..............................................................................................ixDAFTAR TABEL .......................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii

1.  PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1  Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 

Rumusan Masalah ......................................................................... 31.3  Tujuan Penulisan ........................................................................... 4

1.1.1 Tujuan Umum ...................................................................... 4

1.1.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 4

1.4  Manfaat Penulisan ......................................................................... 4

2.  TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6

2.1  Gagal Jantung Kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) ..... 6

2.1.1 

Pengertian .......................................................................... 62.1.2 Etiologi .............................................................................. 6

2.1.2.1 Faktor Intrinsik ....................................................... 7

2 1 2 2 F k Ek i ik 7

Page 11: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 11/106

2.2.4 Pengaruh Latihan Napas Lambat Dalam (Slow Deep

 Breathing Exercise) untuk Meningkatkan SensitivitasBaroreflek dan Aktivitas Vagal ......................................... 24

3.  LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ...................................... 26

3.1  Penyajian Kasus Kelolaan Utama ................................................ 263.1.1  Pengkajian ...................................................................... 26

3.1.2  Analisa Data ................................................................... 363.1.3  Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ........................ 38

3.2 

Hasil Intervensi Napas Lambat Dalam (Slow Deep  Breathing)  ................................................................................... 44

3.2.1  Keluhan Sesak Setelah Beraktivitas ................................ 443.2.2

 

Tekanan Darah ............................................................... 45

3.2.3  Jumlah Denyut Nadi dalam Satu Menit ........................... 45

3.2.4  Jumlah Napas dalam Satu Menit ..................................... 46

4.  ANALISIS SITUASI .......................................................................... 484.1  Profil Lahan Praktik ...................................................................... 48

4.2  Analisis Masalah Keperawatan pada Pasien Kelolaan .................... 50

4.2.1 

Penurunan Curah Jantung ............................................... 53

4.2.2  Gangguan Pertukaran Gas ............................................... 55

4.2.3 

Kelebihan Volume Cairan ............................................... 56

4.2.4  Intoleransi Aktivitas ........................................................ 58

4.3  Analisis Intervensi Latihan Napas Lambat Dalam (Slow 

 Deep Breathing Exercise) pada Pasien Kelolaan ............................ 614.4  Alternatif Pemecahan Masalah yang Dapat Dilakukan ................... 64

6

Page 12: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 12/106

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York

 Association (NYHA) ........................................................... 17

Tabel 3.1. Daftar Obat Injeksi dan Oral yang Diresepkan ................... 32

Tabel 3.2. Hasil Pemeriksaan Penunjang ............................................. 33

Tabel 3.3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium .......................................... 34

Tabel 3.4. Analisa Data Masalah Keperawatan ..................................... 36

Tabel 3.5. Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan

 pada Bapak B ...................................................................... 38

Tabel 3.6. Hasil Pencatatan Tekanan Darah Harian Selama

Latihan Napas Lambat Dalam ............................................. 45

Tabel 3.7. Hasil Pencatatan Jumlah Denyut Nadi dalam Satu

Menit Harian Selama Latihan Napas Lambat Dalam ........... 46

Tabel 3.8. Hasil Pencatatan Jumlah Napas dalam Satu Menit

H i S l L ih N L b D l 47

Page 13: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 13/106

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Web of Causation (WOC) Masalah Keperawatan Tn. B

Lampiran 2. Rencana Asuhan Keperawatan pada Tn. B

Lampiran 3. Satuan Acara Pembelajaran Congestive Heart Failure (CHF)

Lampiran 4. Leaflet Congestive Heart Failure (CHF)

Page 14: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 14/106

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan perkotaan yang pesat di bidang perindustrian dan

 pengolahan makanan dapat menyebabkan perubahan pola hidup pada

 penduduknya. Pola hidup yang paling mudah diamati adalah pola konsumsi dan

aktivitas. Survey yang dilakukan oleh AC Nielsen (2008) menunjukkan bahwa

69% masyarakat kota di Indonesia mengkonsumsi makanan cepat saji. Hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang dilakukan oleh Departemen

Kesehatan RI (Depkes RI) menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun dan

diatas 15 tahun yang merokok adalah sebesar 34,7 %, yang terdiri dari 28,2%

 perokok setiap hari dan 6,5% perokok kadang-kadang (Depkes, 2010). Selain itu,

 peningkatan penggunaan alat transportasi menyebabkan aktivitas masyarakat

menurun. Peningkatan penggunaan alat transportasi terlihat dari jumlah kendaraan

 bermotor tahun 2011 yang mencapai lebih dari 85 juta unit, yang terdiri dari

sepeda motor, truk, bis dan mobil (Badan Pusat Statistik, 2012). Perubahan pola

hidup seperti mengkonsumsi makanan cepat saji, pola makan yang tidak baik,

k bi k k d k k i i k i i b k i

Page 15: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 15/106

2

darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik, yaitu konsumsi oksigen

(Black & Hawks, 2009). Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai penyakit

kardiovaskuler lain yang mendahuluinya, seperti penyakit jantung koroner, infark

miokardium, stenosis katup jantung, perikarditis, dan aritmia (Smeltzer & Bare,

2002; Muttaqin, 2009). Hasil Riskesdas tahun 2008 menunjukkan penyakit gagal

 jantung menempati urutan ketiga terbanyak jumlah pasien penyakit jantung di

rumah sakit di Indonesia dan menempati urutan kedua tertinggi tingkat kefatalan

kasus jantung, yaitu sebesar 13.42 %, pada tahun 2007 (Depkes, 2008).

Penyakit gagal jantung dapat mengakibatkan berbagai kerusakan yang

 berdampak pada kualitas hidup penderita. Salah satu kerusakan yang terjadi

adalah kerusakan pada baroreflek arteri. Baroreflek arteri merupakan mekanisme

dasar yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah (Tzeng et. al., 2009). Tzeng

et. al. (2009) menyatakan bahwa kerusakan baroreflek arteri berhubungan dengan

kematian pada penyakit kardiovaskuler. Kerusakan lain yang biasa terjadi pada

 penyakit gagal jantung adalah kerusakan fungsi paru-paru. Kerusakan fungsi paru-

 paru dapat secara tidak langsung berkontribusi pada penurunan saturasi oksigen

dan menurunkan aktivitas fisik (Bernardi et. al., 1998).

Kerusakan baroreflek arteri dan fungsi paru-paru, yang menyebabkan

k id k d k f i k di i i d li i bid

Page 16: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 16/106

3

aktivitas vagal pada pasien gagal jantung sehingga meningkatkan saturasi oksigen,

efektifitas ventilasi, toleransi aktivitas, dan mengurangi aktivitas simpatis yang

 berlebihan (Bernardi et. al.,2002). Hasil-hasil diatas dapat memberikan manfaat

 pada penderita gagal jantung maupun penyakit kardiovaskular lain yang

mengalami kerusakan sensitivitas baroreflek yang mungkin memiliki nilai

 prognostik yang merugikan.

Penelitian Bernardi et. al. dapat diterapkan oleh perawat dalam

memberikan perawatan pada pasien CHF untuk meningkatkan kualitas

 pernapasan. Kualitas pernapasan yang baik dapat mempertahankan kualitas

oksigenasi. Oksigenasi merupakan kebutuhan yang esensial karena secara

 patofisiologis gangguan kebutuhan oksigenasi dapat menyebabkan hipoksia sel

(Muttaqin, 2009). Hipoksia sel dapat menyebabkan kematian pada sel dan

menurunkan fungsi organ. Kematian sel pada sel jantung dapat memperburuk

gagal jantung karena menyebabkan penurunan kerja pompa jantung. Penurunan

kerja pompa jantung mengakibatkan gangguan sirkulasi dan berakibat pada

kurang terpenuhinya kebutuhan oksigenasi tubuh. Dampak oksigenasi yang buruk

 berupa intoleransi aktivitas serta syok kardiogenik dan kematian ( Muttaqin, 2009;

Smeltzer & Bare, 2002).

Page 17: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 17/106

4

(PKKMP) di Ruang Rawat Penyakit Dalam di RSUPN DR Cipto

Mangunkusumo.

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini bertujuan untuk

menganalisis praktik klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada

 pasien Gagal Jantung Kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) di Ruang

Rawat Penyakit Dalam, Lantai 7 Zona A, Gedung A, RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan KIAN ini meliputi:

1.  Menjelaskan konsep terkait Congestive Heart Failure (CHF) yang terdiri dari

 pengertian, etiologi, faktor risiko individu yang dapat menimbulkan CHF,

 patofisiologi, manifestasi klinis, klasifikasi, komplikasi, dan penatalaksanaan

 pasien dengan CHF

2. 

Menganalisis masalah keperawatan yang muncul dengan konsep terkait CHF

d K K h M k P k (KKMP)

Page 18: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 18/106

5

2.  Mahasiswa Keperawatan

KIAN ini diharapkan dapat menjadi sarana meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan dalam memberikan intervensi keperawatan kepada pasien CHF

sebagai bekal saat terjun ke klinik.

3. 

Penelitian Keperawatan

KIAN ini diharapkan dapat menjadi data dasar dalam penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan intervensi keperawatan pada pasien CHF,

terutama terkait latihan napas lambat pelan.

Page 19: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 19/106

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gagal Jantung Kongestif atau Congestif Heart Fail ure (CHF)  

2.1.1.  Pengertian

Gagal jantung atau sering disebut gagal jantung kongestif adalah

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme tubuh akan oksigen dan nutrisi (Black & Hawks, 2009;

Leslie, 2004; Polikandrioti, 2008; Smeltzer & Bare, 2002). Kondisi tersebut

terjadi karena adanya kegagalan fungsi sistolik dan diastolik. Kegagalan fungsi

sistolik mengakibatkan jantung tidak mampu berkontraksi dan memompa darah

ke jaringan secara adekuat, sedang kegagalan fungsi diastolik mengakibatkan

ketidakmampuan jantung untuk relaksasi dan mengisi sejumlah darah secara

cukup untuk berkontraksi (Brown & Edwards, 2005; Ignatavicius & Workman,

2006; Kaplan & Schub, 2010; Leslie, 2004). Akibat kondisi tersebut, jumlah

darah yang mampu dipompakan ke tubuh dari ventrikel kiri setiap denyutan

 jantung (fraksi ejeksi) menjadi berkurang. Fraksi ejeksi pada kegagalan fungsi

i l d l h k d i 50% d d k l f i di l d l h

Page 20: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 20/106

7

2.1.2.1. Faktor intrinsik

Penyebab utama dari gagal jantung adalah penyakit arteri koroner (Black

& Hawks, 2009; Brown & Edwards, 2005; Muttaqin, 2009). Penyakit arteri

koroner ini menyebabkan berkurangnya aliran darah ke arteri koroner sehingga

menurunkan suplai oksigen dan nutrisi ke otot jantung. Berkurangnya oksigen dan

nutrisi menyebabkan kerusakan atau bahkan kematian otot jantung sehingga otot

 jantung tidak dapat berkontraksi dengan baik (AHA, 2012). Kematian otot

 jantung atau disebut infark miokard merupakan penyebab tersering lain yang

menyebabkan gagal jantung (Black & Hawks, 2009). Keadaan infark miokard

tersebut akan melemahkan kemampuan jantung dalam memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Penyebab intrinsik lain dari gagal

 jantung kelainan katup, cardiomyopathy, dan aritmia jantung (Black & Hawks,

2009).

2.1.2.2.Faktor Ekstrinsik

Beberapa faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan gagal jantung

meliputi kondisi yang dapat meningkatkan afterload   (seperti hipertensi),

 peningkatan  stroke volume  akibat kelebihan volume atau peningkatan  preload   ,

d i k k b h ( i k k k h il ) K l h d

Page 21: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 21/106

8

2.1.3.1. Penuaan

Penuaan akan mnyebabkan penurunan fungsi sistem tubuh, termasuk

fungsi sistem kardiovaskular. Penurunan fungsi sistem kardiovaskular terjadi

seiring perubahan-perubahan yang terjadi akibat penuaan. Perubahan-perubahan

yang terjadi tersebut meliputi yaitu terjadinya kekakuan dinding ventrikel kiri

akibat peningkatan kolagen, penurunan penggantian sel miosit yang telah mati,

kekakuan dinding arteri, dan gangguan sistem konduksi kelistrikan jantung akibat

 penurunan jumlah sel  pace maker . Kekakuan dinding ventrikel kiri dapat

menyebabkan penurunan curah jantung sehingga menyebabkan stimulus inotropik

dan kronotropik serta terjadi dilatasi pembuluh darah. Proses tersebut ditambah

dengan adanya kekakuan dinding arteri menyebabkan hipertensi. Oleh karena itu,

 biasanya lansia memiliki tekanan darah lebih tinggi dibanding individu usia muda.

Gangguan kelistrikan jantung dapat menyebabkan kematian mendadak pada

individu (Leslie, 2004; Stanley & Bare, 2007)

2.1.3.2.Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal

 jantung. Joint National Committee of Prevention Detection, Evaluation, and

T f H h Bl d P VII (JNC VII) h 2003 d fi i ik

Page 22: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 22/106

9

afterload dan vasokontriksi akibat efek aktivasi saraf simpatis yang menyebabkan

kepayahan otot jantung dalam memopa darah (Black & Hawks, 2009; Kumala,

2009; Zakiyah, 2008). Mekanisme kedua merupakan timbulnya penyakit jantung

koroner. Hal ini disebabkan oleh menurunnya sirkulasi darah ke pembuluh

koroner akibat adanya hipertensi (Black & Hawks, 2009). Hipertensi juga dapat

menyebabkan aterosklerosis yang dapat menjadi faktor primer terjadinya stroke

dan penyakit jantung koroner. Proses ini disebabkan karena tekanan yang tinggi

mendorong LDL kolesterol menjadi lebih mudah masuk ke dalam tunika intima

(Zakiyah, 2008).

2.1.3.3.Diabetes Melitus

Masalah kardiovaskular merupakan salah satu komplikasi makrovaskular

diabetes melitus. Komplikasi ini terjadi akibat dari perubahan aterosklerotik pada

 pembuluh darah. Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh arteri koroner

menyebabkan insiden infark miokard. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa

 penyakit arteri koroner menyebabkan 50% hingga 60% dari semua kematian pada

 pasien diabetes. Percepatan aterosklerosis berkaitan dengan faktor-faktor

mencakup kenaikan kadar lemak darah, hipertensi, merokok, obesitas, kurang

k i i fi ik d i k l S i f k i ik j di

Page 23: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 23/106

10

adalah timbulnya hipertensi dan efek negatif akibat adanya hipertensi. Sebanyak

30% dari kasus penyakit jantung koroner dan sekitar 90% kasus  peripheral

vascular disease  (PVD) dapat terjadi pada perokok dari populasi yang tidak

mengalami penyakit diabetes. Burn dalam Leslie (2004) melaporkan bahwa

seorang yang berhenti merokok setelah 15 tahun menjadi perokok akan berisiko

mengalami infark miokard atau kematian akibat penyakit jantung koroner.

Seseorang yang didiagnosa menderita penyakit jantung koroner sebanyak kurang

dari 50% memiliki risiko mengalami kematian jantung akibat infark (Leslie, 2004;

Kumala, 2009).

2.1.3.5.Obesitas

Salah satu penyebab gagal jantung yang lain adalah obesitas. Obesitas

memiliki hubungan secara tidak langsung dengan terjadinya penyakit arteri

koroner. Hal tersebut dapat terjadi karena obesitas dapat menyebabkan hipertensi,

dislipidemia, penurunan kolesterol HDL dan kerusakan toleransi glukosa. Hasil

 penelitian yang dilakukan dalam 14 tahun menunjukkan wanita usia paruh baya

dengan BMI lebih dari 23 dan kurang dari 25 memiliki peningkatan risiko terkena

 penyakit jantung koroner, dan laki-laki usia 50 hingga 65 tahun dengan BMI lebih

d i 25 i k d i 29 iliki i k ik k ki

Page 24: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 24/106

11

 penyakit jantung meningkat tiga kali lipat. Klinik Riset Lipid di Amerika Serikat

menemukan bahwa terdapat korelasi yang sebanding antara kadar kolesterol darah

dan risiko penyakit jantung (Zakiyah, 2009). Salah satu penyebab tingginya kadar

kolesterol dalam darah adalah berasal dari pola makan sesorang. Merokok,

hipertensi, kadar HDL rendah, riwayat keluarga, dan usia merupakan faktor risiko

yang mempengaruhi kadar kolesterol LDL (Leslie, 2004)

2.1.4.  Patofisiologi

Gagal jantung terjadi ketika curah jantung tidak mencukupi kebutuhan

metabolisme yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga mekanisme kompensasi

teraktivasi. Mekanisme kompensasi untuk meningkatkan curah jantung antara lain

dilatasi ventrikel, peningkatan stimulasi sistem saraf simpatis, dan aktivasi sistem

renin-rngiotensin (Black & Hawks, 2009; Muttaqin, 2009). Mekanisme tersebut

membantu meningkatkan kontraksi dan mengatur sirkulasi, tetapi jika terus

menerus berlangsung dapat menyebabkan pertumbuhan otot jantung yang

abnormal dan remodeling  jantung (Black & Hawks, 2009).

Berikut akan diuraikan mengenai fase kompensasi yang dilakukan oleh

j k i k k di

Page 25: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 25/106

12

 b)  Peningkatan Stimulasi Saraf Simpatis

Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran

katekolamin serta saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.

Aktivitas tersebut akan menyebabkan vasokontriksi arteriol, takikardi, dan

 peningkatan kontraksi miokardium. Seluruh mekanisme tersebut

menyebabkan peningkatan curah jantung serta penyaluran oksigen dan nutrisi

ke jaringan. Efek kompensasi ini menyebabkan peningkatan resistensi

 pembuluh darah perifer (menyebabkan peningkatan afterload ) dan kerja otot

 jantung untuk memompa darah. Stimulasi saraf simpatis ini akan

menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan menyebabkan stimulasi

sistem renin-angiotensin (Black & Hawks, 2009; Muttaqin, 2009)

c) 

Stimulasi Sistem Renin-Angiotensin

Reflek baroreseptor terstimulasi dan mengeluarkan renin kedalam

darah ketika aliran darah dalam arteri renalis menurun. Renin (enzim yang

disekresikan oleh sel-sel  juxtaglomerulus  di ginjal) berinteraksi dengan

angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati) membentuk angiotensin I.

Angiotensin I sebagian besar akan diubah di paru-paru menjadi angiotensin II

 jika berinteraksi dengan angiotensin converting enzyme  (ACE). Angiotensin

II k k ik k A i i II lih

Page 26: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 26/106

13

mempertahankan sirkulasi yang adekuat. (AHA, 2012; Black & Hawks,

2009; Brown and Edwards, 2005).

Kegagalan mekanisme kompensasi menyebabkan jumlah darah yang

tersisa di ventrikel kiri pada akhir diastolik meningkat. Peningkatan sisa darah

 pada ventrikel kiri menurunkan kapasitas ventrikel untuk menerima darah

dari atrium. Hal tersebut menyebabkan atrium kiri bekerja keras untuk

mengeluarkan darah, berdilatasi, dan hipertrofi. Kondisi tersebut tidak

memungkinkan untuk menerima seluruh darah yang datang dari vena

 pulmonalis dan tekanan di atrium kiri meningkat. Hal tersebut menyebabkan

edema paru dan terjadilah gagal jantung kiri (Black & Hawks, 2009).

Ventrikel kanan mengalami dilatasi dan hipertrofi karena harus

 bekerja keras untuk memompa darah ke paru-paru. Hal tersebut dikarenakan

terjadi peningkatan tekanan pada sistem pembuluh darah di paru-paru akibat

gagal jantung kiri. Pada akhirnya mekanisme tersebut gagal. Kegagalan

tersebut menyebabkan aliran dari vena cava berbalik kebelakang dan

menyebabkan bendungan di sistem pencernaan, hati, ginjal, kaki, dan sacrum.

Manifestasi yang tampak adalah edema. Kondisi ini disebut dengan gagal

 jantung kanan. Gagal jantung kanan biasanya mengikuti gagal jantung kiri,

ki k d k d d j di di i di i (AHA 2012 Bl k d

Page 27: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 27/106

14

meningkatnya stress dinding ventrikel dan permintaan oksigen menyebabkan

kematian sel otot jantung. Hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi jantung

(Black & Hawks, 2009).

Aktivitas simpatis dalam jangka panjang memberikan efek toksik secara

langsung pada jantung dan menyebabkan hipertrofi serta kematian sel. Aktivasi

katekolamin yang terlalu lama dapat menyebabkan vasokontriksi yang

memperburuk overload   serta iskemik dan stress pada dinding ventrikel jantung.

Selain itu, efek simpatis dapat menyebabkan  penurunan sirkulasi dan tekanan

arteri di ginjal. Hal ini akan menyebabkan penurunan  glomerular filtration rate 

(GFR) yang akan meningkatkan retensi natrium dan air. Penurunan aliran darah

ke ginjal akan mengaktifkan sistem renin-angiotensin yang salah satu efeknya

akan meningkatkan retensi natrium dan air. Proses ini menyebabkan peningkatan

volume darah hingga lebih dari 30% dan terjadilah edema.(Black & Hawks, 2009;

Leslie, 2004)

2.1.5.  Manifestasi Klinis

Gagal jantung dapat menyebabkan berbagai manifestasi klinis yang dapat

teramati dari penderitanya.  American Heart Association  (2012) menjelaskan

b b if i kli i bi l l i

Page 28: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 28/106

15

3)  Penumpukan cairan pada jaringan atau edema

Edema disebabkan oleh aliran darah yang keluar dari jantung

melambat, sehingga darah yang kembali ke jantung melalui pembuluh darah

terhambat. Hal tersebut mengakibatkan cairan menumpuk di jaringan.

Kerusakan ginjal yang tidak mampu mengeluarkan natrium dan air juga

menyebabkan retensi cairan dalam jaringan. Penumpukan cairan di jaringan

ini dapat terlihat dari bengkak di kaki maupun pembesaran perut.

4)  Kelelahan atau fatigue 

Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan untuk melakukan

kegiatan sehari-hari merupakan hal yang biasa didapati pada pasien CHF. Hal

tersebut dikarenakan jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk

memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. Tubuh akan mengalihkan darah dari

organ yang kurang penting, terutama otot-otot pada tungkai dan

mengirimkannya ke jantung dan otak.

5) 

Penurunan nafsu makan dan mual

Pada pasien CHF biasanya sering mengeluh mual, begah atau tidak

nafsu makan. Hal tersebut dikarenakan darah yang diterima oleh sistem

 pencernaan kurang sehinga menyebabkan masalah dengan pencernaan.

P l d b h j d di b bk l h d i

Page 29: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 29/106

16

Pada gagal jantung dengan kegagalan ventrikel kiri, manifestasi yang biasanya

muncul antara lain dispnea,  paroxysmal nocturnal disease  (PND), pernapasan

cheyne-stokes, batuk, kecemasan, kebingungan, insomnia, kerusakan memori,

kelelahan dan kelemahan otot, dan nokturia. Sementara itu, gagal jantung dengan

kegagalan ventrikel kanan biasanya mengakibatkan edema, pembesaran hati

(hepatomegaly), penurunan nafsu makan, mual, dan perasaan begah.

2.1.6.  Klasifikasi

Klasifikasi gagal jantung yang digunakan di kancah internasional untuk

mengelompokkan gagal jantung adalah klasifikasi menurut  New York Heart

 Association  (NYHA) . NYHA mengkasifikasikan gagal jantung menurut derajat

dan beratnya gejala yang timbul. Klasifikasi tersebut dapat dijelaskan pada tabel

di bawah ini:

Page 30: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 30/106

17

Tabel 2.1. Klasifikasi Gagal Jantung Menurut New York Heart Association 

(NYHA)

Kriteria Kelas

Tidak ada pembatasan pada aktivitas fisik. Ketika melakukan

aktivitas biasa tidak menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak

nafas atau angina.

I

Aktivitas fisik sedikit terbatas. Ketika melakukan aktivitas biasa

dapat menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina

tetapi akan merasa nyaman ketika istirahat.

II

Ditandai dengan keterbatasan-keterbatasan dalam melakukan

aktivitas. Ketika melakukan aktivitas yang sangat ringan dapat

menimbulkan lelah, palpitasi, sesak nafas.

III

Tidak dapat melakukan aktivitas dikarenakan ketidaknyamanaan.

Keluhan-keluhan seperti gejala isufisiensi jantung atau sesak

nafas sudah timbul pada waktu pasien beristirahat. Keluhan akan

semakin berat pada aktivitas ringan.

IV

(sumber : American Heart Association, 2011 ) 

Page 31: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 31/106

18

2.1.7.  Komplikasi

Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi.

Komplikasi utama dari gagal jantung kongestif meliputi efusi pleura, aritmia,

 pembentukan trombus pada ventrikel kiri, dan pembesaran hati (hepatomegaly). 

1)  Efusi Pleura

Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada

 pembuluh kapiler pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudat

 pada pembuluh kapiler pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura

menyebabkan pengembangan paru-paru tidak optimal sehingga oksigen yang

diperoleh tidak optimal (Brown & Edwards, 2005)

2)  Aritmia

Pasien dengan gagal jantung kongestif kronik memiliki kemungkinan

 besar mengalami aritmia. Hal tersebut dikarenakan adanya pembesaran

ruangan jantung (peregangan jaringan atrium dan ventrikel) menyebabkan

gangguan kelistrikan jantung. Gangguan kelistrikan yang sering terjadi adalah

fibrilasi atrium. Pada keadaan tersebut, depolarisasi otor jantung timbul

secara cepat dan tidak terorganisir sehingga jantung tidak mampu

 berkontraksi secara normal. Hal tersebut menyebabkan penurunan cardiac

d i ik b k b b li J i i i l i

Page 32: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 32/106

19

4)  Pembesaran Hati (Hepatomegaly)

Pembesaran hati dapat terjadi pada gagal jantung berat, terutama

dengan kegagalan ventrikel kanan. Lobulus hati akan mengalami kongesti

dari darah vena. Kongesti pada hati menyebabkan kerusakan fungsi hati.

Keadaan tersebut menyebabkan sel hati akan mati, terjadi fibrosis dan sirosis

dapat terjadi (Brown & Edwards, 2005; Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.8.  Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terhadap pasien gagal jantung harus dilakukan agar tidak

terjadi perburukan kondisi. Tujuan pentalaksanaan adalah untuk menurunkan

kerja otot jantung, meningkatkan kemampuan pompa ventrikel, memberikan

 perfusi adekuat pada organ penting, mencegah bertambah parahnya gagal jantung

dan merubah gaya hidup (Black & Hawks, 2009). Penatalaksanaan dasar pada

 pasien gagal jantung meliputi dukungan istirahat untuk mengurangi beban kerja

 jantung, pemberian terapi farmakologis untuk meningkatkan kekuatan dan efisien

kontraksi jantung, dan pemberian terapi diuretik untuk menghilangkan

 penimbunan cairan tubuh yang berlebihan (Smeltzer & Bare, 2002).

Penatalaksanaan pasien gagal jantung dapat diterapkan berdasarkan dari tujuan

i i di i i

Page 33: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 33/106

20

efek samping berbahaya karena dapat memicu terjadinya aritmia (Black &

Hawks, 2009).

Pemberian vasodilator atau obat-obat vasoaktif dapat menurunkan

kerja miokardial dengan menurunkan preload dan afterload sehingga

meningkatkan cardiac output (Black & Hawks, 2009; Smeltzer & Bare,

2002). Sementara itu, beta bloker digunakan untuk menghambat efek sistem

saraf simpatis dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung (Black & Hawks,

2009). Pemberian terapi diatas diharapkan dapat menurunkan kerja otot

 jantung sekaligus

2)  Elevasi Kepala

Pemberian posisi high fowler   bertujuan untuk mengurangi kongesti

 pulmonal dan mengurangi sesak napas. Kaki pasien sebisa mungkin tetap

diposisikan dependen atau tidak dielevasi, meski kaki pasien edema karena

elevasi kaki dapat meningkatkan venous return yang akan memperberat beban

awal jantung (Black & Hawks, 2009)

3)  Mengurangi Retensi Cairan

Mengurangi retensi cairan dapat dilakukan dengan mengontrol asupan

natrium dan pembatasan cairan. Pembatasan natrium digunakan digunakan

d l di h i h i k b h l d

Page 34: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 34/106

21

cardiac output   dan bendungan paru (Black & Hawks, 2009; Diklat

Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit DR. Cipto Mangunkusumo, 2008).

5)  Pemberian Oksigen dan Kontrol Gangguan Irama Jantung

Pemberian oksigen dengan nasal kanula bertujuan untuk mengurangi

hipoksia, sesak napas dan membantu pertukaran oksigen dan karbondioksida.

Oksigenasi yang baik dapat meminimalkan terjadinya gangguan irama

 jantung, salah satunya aritmia. Aritmia yang paling sering terjadi pada pasien

gagal jantung adalah atrial fibrilasi (AF) dengan respon ventrikel cepat.

Pengontrolan AF dilakukan dengan dua cara, yakni mengontrol rate  dan

rithm  (Black & Hawks, 2009; Diklat Pelayanan Jantung Terpadu Rumah

Sakit DR. Cipto Mangunkusumo, 2008).

6) 

Mencegah Miokardial Remodelling

 Angiotensin Converting Enzyme inhibitor  atau ACE inhibitor  terbukti dapat

memperlambat proses remodeling pada gagal jantung. ACE inhibitor  

menurunkan afterload dengan memblok produksi angiotensin, yang

merupakan vasokonstriktor kuat. Selain itu, ACE inhibitor  juga

meningkatkan aliran darah ke ginjal dan menurunkan tahanan vaskular ginjal

sehingga meningkatkan diuresis. Hal ini akan berdampak pada peningkatan

di hi h d l j bi

Page 35: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 35/106

22

dari pemberi pelayanan kesehatan, dan kurangnya perencanaan tindak lanjut

saat pasien pulang dari rumah sakit. Oleh karena itu, penting bagi perawat

sebagai bagian pelayann kesehatan untuk memberikan pendidikan kesehatan.

Pasien perlu diberikan pendidikan kesehatan terkait penyakitnya dan

 perubahan gaya hidup sehingga mampu memonitor dirinya sendiri. Latihan

fisik secara teratur, diit, pembatasan natrium, berhenti merokok dan minum

alkohol merupakan hal yang harus dilakukan oleh pasien (Suhartono, 2011).

Selain itu, penanaman pendidikan tentang kapan dan perlunya berobat jalan

 juga menjadi hal yang harus disampaikan pada pasien yang akan keluar dari

rumah sakit. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kekambuhan pasien

gagal jantung dengan merubah gaya hidup melalui pendidikan keseatan.

2.2. Latihan Napas Lambat Dalam (Slow Deep Breathing Exercise)

2.2.1.  Pengertian 

Bernapas lambat adalah mengurangi frekuensi pernapasan dari 16-19 kali

 per menit menjadi 10 kali per menit atau kurang (Anderson, 2008). Smeltzer &

Bare (2002) mendefinisikan latihan nafas dalam sebagai latihan pernapasan

dengan teknik bernapas secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma,

hi ki k bd k d d d b h D i

Page 36: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 36/106

23

 pernapasan, mengurangi udara yang terperngkap serta mengurangi kerja bernapas

(Smeltzer & Bare, 2002).

Melakukan latihan napas lambat dalam juga dapat membantu menurunkan

tekanan darah. Penelitian Anderson (2008) dari  National Institutes of Health 

menunjukkan responden yang melakukan pernapasan lambat selama 15 menit per

hari selama 2 bulan ternyata dapat menurunkan tekanan darah 10 hingga 15 poin.

Penelitian Berek (2010) juga menunjukkan adanya penurunan tekanan darah (baik

sistol maupun diastol) pada kelompok yang diberikan latihan napas lambat dan

dalam.

Latihan napas lambat dan pelan juga dapat meningkatkatkan sensitivitas

 barorefleks arteri pada pasien gagal jantung kronik. Penelitian Bernardi et. al.

(2002) menunjukkan bahwa latihan napas lambat dan dalam dapat meningkatkan

sensitivitas barorefleks dan aktivitas vagal, yang pada akhirnya akan

menyebabkan peningkatan saturasi oksigen, efisiensi pernapasan, toleransi

aktivitas dan mengurangi kerja saraf simpatis. Efek tersebut ditandai dengan

terjadinya penurunan tekanan darah, baik sistol maupun diastol, pada responden.

2.2.3.  Teknik Latihan Napas Lambat Dalam (Slow Deep Breathing Exercise)

L ih l b d l k di k d k ik

Page 37: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 37/106

24

( Bernardi et. al., 2002; Smeltzer and Bare, 2008; University of Pittsburgh

 Medical Centre, 2003 dalam Sepdianto, 2008)

2.2.4.  Pengaruh Latihan Napas Lambat Dalam untuk Meningkatkan

Sensitivitas Baroreflek dan Aktivitas Vagal 

Baroresepor merupakan sistem autoregulasi yang mengatur hemodinamik

tubuh. Reflek baroreseptor memiliki peranan yang besar untuk berespon terhadap

 perubahan tekanan darah (Joohan, 2010). Ketika tekanan darah mulai meningkat,

 baroreseptor di sinus karotis dan arkus aorta segera melakukan suatu analisa dan

memberikan respon berupa penurunan aktivitas simpatis dan meningkatkan

aktivitas vagal (Joohan, 2000). Hal ini merupakan autoregulasi  untuk

mempertahankan tekanan darah dalam batas normal. Bernapas lambat dan dalam

akan mempengaruhi mekanisme kerja baroreseptor.

Bernapas dalam dan lambat diharapkan dapat menciptakan respon

relaksasi. Lovastatin (2005) menjelaskan bahwa dengan respon relaksasi yang

adekuat, sistem saraf parasimpatis menjadi lebih dominan. Sistem saraf

 parasimpatis ini akan mengendalikan pernapasan dan detak jantung (Berek, 2010).

Selain itu, Lee (2009) menyatakan bahwa bernapas dalam dan lambat merupakan

i l d b ik i l i i if k k S i l

Page 38: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 38/106

25

mengalami penurunan keluhan dispnea serta mengalami peningkatan saturasi

oksigen dan kemampuan beraktivitas.

Page 39: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 39/106

BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1. Penyajian Kasus Kelolaan

3.1.1. Pengkajian

3.1.1.1. Informasi Umum

 Nama : Tn. BUmur : 62 tahun

Tanggal lahir : 18 November 1960

Suku bangsa : Jawa

Jenis kelamin : Laki-Laki

Tgl masuk : 26 April 2013Diagnosa Medis : CHF, Efusi Pleura, CAD 3 VD, DM Tipe 2, TB on OAT

3.1.1.2. Keluhan Utama

Pasien mengeluh sesak tanpa dipengaruhi aktivitas dan pusing

3.1.1.3. Riwayat Penyakit

Pasien mengatakan didiagnosis TB sejak 7 bulan yang lalu dan baru

Page 40: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 40/106

27

mengalami sakit jantung yaitu tidak mampu melakukan aktivitas berat seperti

 berkebun, jalan jauh dan aktivitas olahraga. Pasien biasanya tidur pukul 21.00-

22.00 sampai 04.00-05.00. dan mengatakan saat ini tidak mengalami insomnia

atau kesulitan untuk tidur. Akan tetapi, sebelumnya pasien pernah mengalami

insomnia ketika keluhan sesak dan nyeri dada timbul.

Respon terhadap aktivitas yang teramati pada tanggal 7-8 Mei 2013,

 pasien hanya beraktivitas di tempat tidur dengan posisi duduk atau high fowler

dengan ganjalan 2 bantal. Pada posisi tersebut, pasien kadang masih mengeluh

sesak. Keadaan pasien mulai membaik sejak tanggal 9 Mei 2013. Hal tersebut

nampak dari berkurangnya keluhan sesak dan pasien mampu berjalan ke kamar

mandi untuk BAK dan olahraga kecil untuk menggerak-gerakkan kaki dengan

 posisi duduk. Setelah berjalan dari kamar mandi pasien mengeluh sedikit sesak

tetapi hilang setelah istirahat. Tidak ada keluhan pasien setelah berolahraga kecil.

Pada tanggal 10 Mei 2013 pasien telah mampu berjalan ke kamar mandi sendiri

dan olahraga ringan tanpa keluhan sesak. Pasien tampak segar.

3.1.1.2. Integritas Ego

Kondisi penyakit dan lama di rawat di rumah sakit dilaporkan pasien

j di f k f k b d i P i i

Page 41: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 41/106

28

 penyakitnya, termasuk optimis dan bersemangat untuk melakukan operasi

 jantung.

3.1.1.3. Eliminasi

Eliminasi pasien baik tanpa ada keluhan yang diungkapkan. Pasien BAB

1x sehari tanpa kesulitan dan BAB lembek. BAB terakhir pada pagi hari. Tidak

ada perdarahan yang terlihat pada feses, tidak ada hemoroid, maupun keluhan

konstipasi. Pasien menggunakan obat laksatif sesuai instruksi dokter. Jumlah urin

dalam 24 jam sebanyak 1500-5000cc dengan penggunaan lasix dan

spironolacton. Pada pemeriksaan abdomen tidak ada nyeri tekan di keempat

kuadran abdomen dan teraba massa atau pengerasan di area abdomen. Bising usus

 positif, yaitu sebanyak 12x/menit

3.1.1.4. Makanan/Cairan

Pasien diberikan diet lunak 1900 kalori. Penyajian makanan dilakukan 3x

dalam sehari. Pasien biasanya hanya habis 1/3-1/2 porsi yang diberikan. Pasien

mengatakan bosan dengan menu makanan yang disajikan. Pasien mendapat

makanan selingan berupa buah dan biasanya pasien menghabiskan makanan

li dib ik P i dil k k ik i i d h

Page 42: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 42/106

29

dari usia remaja dan biasanya habis 1 bungkus rokok dalam satu hari. Pasien telah

 berhenti merokok selama 3 tahun.

Kondisi mulut dan gigi pasien masih bagus. Penampilan lidah bersih,

 berwarna merah muda pucat, membran mukosa agak kering. Kondisi gigi masih

 bagus dan masih banyak yang utuh, 3 gigi geraham telah lepas, tidak ada karies

gigi, gusi bersih berwarna merah muda, gusi tidak berdarah.

3.1.1.5. Neurosensori

Pasien mengatakan sejak 1 hari SMRS hingga saat ini merasakan pusing

seperti berputar. Kebas dan kesemutan tidak pernah dirasakan oleh pasien.

Penglihatan pasien mengalami gangguan (hipermetropi) sehingga pasien

menggunakan kacamata untuk membantu membaca. Pendengaran pasien masih

 bagus dan tidak ada keluhan gangguan pendengaran. Penciuman pasien baik, tidak

ada sputum, maupun polip. Status mental pasien stabil, emosi terkontrol, dan afek

sesuai. Kemampuan mengingat masih bagus. Kemampuan bicara pasien lancar,

 baik, jelas, dan tidak pelo.

3.1.1.6. Nyeri

P i id k iliki k l h i P i h l hk i

Page 43: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 43/106

30

Semenjak tanggal 9 Mei 2013 keluhan sesak tidak timbul dan pasien keadaan

emosi pasien stabil dan tidak tampak adanya kegelisahan.

3.1.1.8. Keselamatan

Pasien memiliki gangguan penglihatan, yaitu hipermetropi. Gangguan

 penglihatan ini telah diatasi oleh pasien dengan menggunakan kacamata bantu

 baca. Tidak tampak adanya lesi, luka, ulkus dekubitus, gatal-gatal maupun

kemerahan. Kekuatan umum pasien baik, tonus otot ada dan baik. Rentang gerak

 pasien tidak terbatas dan tidak ada parastesia maupun paralisis. Cara berjalan

 pasien agak sempoyongan pada awal pengkajian, tetapi berangsur-angsur

keseimbangan membaik.

3.1.1.9. Interaksi Sosial

Pasien telah menikah dan memiliki 3 anak dari hasil pernikahannya. Anak

 pertama perempuan, sedangkan anak kedua dan ketiga laki-laki. Anak pertama

merupaka satu-satunya anak yang sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak.

Hubungan pasien dengan keluarga tetap terjalin dengan baik meskipun pasien

mengalami sakit. Komunikasi dengan keluarga terjadi secara dua arah. Pasien

l l ik k i i d k l h k l j id k k k

Page 44: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 44/106

31

3.1.1.10. Penyuluhan atau Pembelajaran

Pasien melek huruf dan pendidikan terakhir adalah tamat dari sekolah

menengah atas (SMA). Pasien telah diberikan pendidikan kesehatan mengenai

 penyakit gagal jantung kongestif dan perilaku yang harus dilakukan serta

dihindari saat di rumah nanti. Pasien memiliki harapan agar operasi jantungnya

nanti berjalan lancar dan keadaan jantungnya dapat membaik. Akan tetapi pasien

masih gagal dalam menaati manajemen istirahat. Hal ini tampak dari aktivitas

 pasien melakukan kegiatan sesuai keinginan bila badan terasa enak. Padahal

 pasien membutuhkan cukup istirahat dengan keadaan jantung yang sudah tidak

optimal.

3.1.1.11. Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik pada pengkajian tanggal 9 Mei 2013 didapatkan

tekanan darah 80-100/60-70 mmHg, nadi 90-100 x/menit, RR: 20-28x/menit.

Denyut jantung teraba lemah dan cepat. Palpasi pada paru menunjukkan taktil

fremitus paru kanan lebih redup dari pada paru kiri, dan semakin ke bawah

semakin redup. Auskultasi paru-paru didapatkan suara bronchial,

 bronkovesikuler, vesikuler, ronchi basah pada lapang paru kanan. Pada auskultasi

j did k b i j S1 S2 S3 d d K ki i

Page 45: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 45/106

32

3.1.1.12. Obat yang Diresepkan

a. 

Obat Injeksi dan Oral

Tabel 3.1. Daftar Obat Injeksi dan Oral yang Diresepkan

Tanggal

Di

Resepkan

Obat Dosis Waktu

Jalur

Pemberian

3/5 2013 Spironolakton 25mg 1x1 Oral

3/5 2013 Glipemina 2mg 1x1 Oral

3/5 2013 Simvastatin 20 mg 1x1 (malam) Oral

3/5 2013 Laxadin 15mg 3x1 Oral

3/5 2013 Betahistin 2mg 2x1 Oral

3/5 2013 Flunarizin 5mg 1x1 Oral

3/5 2013 Pantoprazole 40mg 1x1 Intra vena

3/5 2013 Captopril 12,5mg 2x1 Oral

3/5 2013 FDC 1 tab 1x3 (pagi) Oral

7/5 2013 Paracetamol

(jika demam)

5mg 3x1 Oral

Page 46: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 46/106

33

3.1.1.12. Hasil Pemeriksaan Penunjang

Tabel 3.2. Hasil Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan Waktu Hasil/Intrepetasi

 Echocardiografi 2 September

2012

LA, LV dilatasi, MR moderate, PR

moderate, AR mild, fungsi sistolik LV

menurun (LVEF 20%), fungsi RV baik

(TAPSE 13,4mm)

Corangiografi 8 Februari

2013

LMS : Stenosis 70% pada ostial

LAD : Stenosis 90% pada proksimal,

stenosis difus 80% pada mid distal

LCX : Stenosis difus dari proksimal ke

distal, stenosis 80-90% pada proksimal

RCA : Stenosis 80% pada proksimal,

stenosis 50% pada mid , stenosis 70%

 pada distal

Kesimpulan: CAD 3 VD + LM disease 

Transcranial Color 5 Maret  Normal TCD of intracranial arteries

Page 47: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 47/106

34

Jenis Pemeriksaan Waktu Hasil/Intrepetasi

Radiologi Thorax  5 Mei 2013 Dibandingkan radiografi thorax tanggal

27 April 2013:

Efusi pleura kanan berkurang. Tidak

tampak lagi efusi pleura kiri

Kardiomegali, suspek efusi perikard

Infiltrat minimal di kedua lapang paru

 Echocardiografi 7 Mei 2013 LA, LV dilatasi, MR moderate, PR

moderate, AR mild, fungsi sistolik LV

menurun (LVEF 10%), fungsi RV

menurun (TAPSE 12,8 mm)

3.1.1.14. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tabel. 3.3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Waktu Hasil Nilai Normal

Kolesterol total

Kolesterol HDL

30 April

2013

142 mg/dl

36 mg/dl

120-200

>= 40

Page 48: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 48/106

35

Jenis Pemeriksaan Waktu Hasil Nilai Normal

Kontrol 32.8 detik

Ureum

Protein total

Albumin

Globulin

Albumin-Globumin Ratio

SGPT

SGOT

 Na

K

Cl

Hb

Ht

Eritrosit

MCV

MCH

MCHC

7 Mei 2013 48 mg/dl

7.6 g/dl

3.55 g/dl

4.05 g/dl

0.9

40 U/L

61 U/L

133 mEq/L

4.24 mEq/L

87.5 mEq/L

15.2 g/dl

46.1%

5.1 10^6/UL

90.4 fl

29.8 pg

33 g/dl

<50

6.4-8.7

3.4-4.8

1.80-3.90

>= 1

<50

<33

132-147

3.30-5.40

9.40-110

13.0-17.0

40.0-50.0

4.50-5.50

80.0-95.0

27.0-31.0

32.0-36.0

Page 49: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 49/106

36

Jenis Pemeriksaan Waktu Hasil Nilai Normal

BE

O2 saturation

Standard HCO3 

Standard BE

-4.10 mmol/L

94.30%

20.2 mmol/L

-5.8 mmol/L

-2.50 - +2.50

95-98

22.0-24.0

Glukosa POCT

Prokalsitonin

Gliko HB

8 Mei 2013 134 mg

1.65 ng/ml

6.4 % (berisiko

DM)

<0.1

<5.7 = normal

5.7-6.4 =

 berisiko

≤ 6.5 = DM

3.1.2. Analisa Data

Tabel 3.4. Analisa Data Masalah Keperawatan

Data Yang Didapat Masalah Keperawatan

DS:

Pasien mengatakan sesak tanpamelakukan aktivitas apapun

DO:

Penurunan curah jantung

Page 50: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 50/106

37

Data Yang Didapat Masalah Keperawatan

Pasien mengalami ascites, shiftingdullness (+), lingkar perut 96 cm

-  Urine output  24 jam sebanyak 1500-5000 cc dengan pemberian lasix dan

spironolakton

DS :

-  Pasien mengatakan lelah setelah ke

kamar mandiDO :-  Pasien tampak bernapas lebih cepat

setelah berjalan dari kamar mandi untuk

mandi

-  Pernapasan pasien menjadi 28x/menitsetelah berjalan dari kamar mandi

-  Pasien lebih banyak menghabiskan

kegiatan diatas tempat tidurnya 

Intoleransi aktivitas

DS :-  Pasien mengatakan sesak napas

DO :- 

Pasien tampak sesak napas dan bernapas

cepat- 

Auskultasi paru-paru: ronkhi basah pada

lapang paru kanan bawah- 

Tidur dalam posisi high fowler  

-  Batuk tidak produktif

- Pasien menggunakan bantuan O2 4

Gangguan pertukaran gas

Page 51: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 51/106

38

Universitas Indonesia

3.1.3. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Implementasi asuhan keperawatan pada pasien dilakukan dari tanggal 8 hingga 16 Mei 2013. Berikut merupakan

implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan yang diberikan pada Tn. B:

Tabel 3.5. Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan pada Tn. B

DiagnosaKeperawatan

Asuhan KeperawatanEvaluasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

Penurunan CurahJantung

DS:

sesak tanpamelakukan aktivitas

apapun

DO:- 

TD : 80/60, nadi96-100x/menit,

napas 20-24x/menit

-  Nadi teraba lemahdan suara jantung

terdengar lemah- 

Akral dingin, suhu

aksila 36 C-  Hasil

corangiografimenunjukkan

stenosis denganhasil interpretasi :

Setelahdiberikan

asuhankeperawatan

selama 6x24 jam,

 penurunancurah jantung

dapat teratasiatau

dikontrol.

o  Tanda-tanda vital

dalam batas normal:

TD 100-120/60-80mmHg, Nadi 50-

100x/menit, RR 16-24x/menit

o  Haluaran urineadekuat (0,5-1

cc/kgBB/jam)o  Balans cairan

seimbango

  parameter

hemodinamik dalam batas normal

o  Melaporkan penurunan episode

dispnea, angina.o  Ikut serta dalam

aktivitas yangmengurangi beban

kerja jantung.

1. Memantau TTV/2 jam2. Mencatat intake output

 pasien3. Memberikan istirahat

yang cukup danmanajemen waktu

intervensi (jedaintervensi) kepada

 pasien4. Memberikan lingkungan

yang tenang5. Menyediakan pispot di

dekat tempat tidur6. Mengajak keluarga

untuk mengawasi pasiendan mencatat intake

outpuKolaborasi

1. Memberikan O2 4 LPMdengan nasal kanul

2. Memberikan obatdigitalis, diuretic,

S:o

 Pasien sesak tidak ada,

 pusing minimalO:

o TD 100/60-70 mmHg, Nadi= 80-88x/menit lemah

cepat, RR = 18-22x/menito Pasien tampak lebih segar

dan banyak berceritao Pasien lebih banyak

 beraktivitas di tempat tidur,seperti membaca

o Pasien mampu ke kamarmandi dan berjalan ke depan

kamar rawat untuk berjalan- jalan

Intake 05.00-12.00 = 300 ccOutput 05.00-12.00 = 300 cc

A : masalah penurunan curah jantung belum teratasi

P :o

 Memotivasi pasien untuk

Page 52: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 52/106

39

Universitas Indonesia

Diagnosa

Keperawatan

Asuhan KeperawatanEvaluasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

CAD 3 VD+LM-  Hasil

echocardiografitanggal 7 Mei 2013

didapatkan EF10%

maupun vasodilatorsesuai instruksi dokter

3. 

Memantau hasil pemeriksaan

laboratorium

membatasi minum di rumahsesuai anjuran dokter

o

 

Memotivasi pasien untukmeminum obat yang telah

diberikan oleh doktero

 Memotivasi keluarga untuk

mengawasi aktivitas, pembatasan minuman, dan

kepatuhan minum obat dirumah, serta membantu

aktivitas pasien

Gangguan

Pertukaran Gas

DS :

-  Pasien mengatakansesak napas

DO :-  Pasien tampak

sesak napas dan bernapas cepat

Auskultasi paru- paru: ronkhi basah

 pada lapang parukanan bawah

-  Tidur dalam posisihigh fowler  

-  Batuk tidak

Setelah

dilakukantindakan

keperawatanselama 6 x24

 jam, pertukaran

gas dapatefektif

o  Tanda-tanda vital

dalam batas normal:TD 100-120/60-80

mmHg, Nadi 50-100x/menit, RR 16-

24x/menit

o  Tidak mengalamisesak napas/sianosis

o  bunyi napas darihasil sinar X bagian

dada yang bersih

meningkato

 

hasil pemeriksaanlaboratorium AGD

dalam rentangnormal : PCO2 =35-

45, PO2 =21-25,HCO3= 75-100, Sat

1. Mencatat TTV/2 jam

2. 

Mengauskultasi bunyinapas

3. Mengobservasikedalaman dan

kecepatan pernapasan4. Memberikan posisi semi

fowler5. Memberikan istirahat

yang cukupKolaborasi

1. 

Memberikan obat-obatanseperti vasodilator,

antimikroba, maupundiuretic sesuai instruksi

dokter

S:

o

 

Pasien mengatakan keluhansesak tidak ada

o Pasien mengatakan tidurdengan 2 bantal

O:o

 TD 100/60-70 mmHg,

 Nadi= 80-88x/menit lemahcepat, RR = 18-22x/menit

o auskultasi : ronkhi basah dilapang paru kanan bawah

 berkurang dibanding hari-hari sebelumnya

o  pH 7.415, PCO

2 37.43

mmHg, PO2 80.1 mmHg,

HCO3 22.3 mmol/Lo  Napas sedang dan dalam,

tidak ada pengunaan otot

Page 53: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 53/106

40

Universitas Indonesia

Diagnosa

Keperawatan

Asuhan KeperawatanEvaluasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

 produktif-  Pasien

menggunakan bantuan O2 4

liter/menit dengannasal kanul

-  Hasil labmenunjukkan : pH

= 7.408, PCO2 =29.90 mmHg,

HCO3 = 19.10mmol/L

Hasil radiologithoraks

menunjukkanadanya bendungan

 paru kanan danefusi pleura kanan

O2 =95-98

o  tidak ada keluhan

sesak/ keluhan sesakmenurun

 bantu napaso Pasien tidur dengan dua

 bantalo

 Pasien tampak lebih tenang

dan segar dibanding harisebelumnya

A: masalah gangguan pertukaran gas belum

teratasiP:

Memotivasi pasien untukmembatasi minum di rumah

sesuai anjuran doktero

 Memotivasi pasien untuk

meminum obat yang telahdiberikan oleh dokter

o Memotivasi keluarga untukmengawasi aktivitas,

 pembatasan minuman, dankepatuhan minum obat di

rumah, serta membantuaktivitas pasien

Kelebihan VolumeCairan

DS:

-  Pasien mengatakan

Setelahdiberikan

asuhankeperawatan

selama 6x24

o Balans cairanseimbang (masukan

sama dengan pengeluaran)

o Urine output 0,5-1

1. Mencatat intake output2. Memberikan posisi

semifowler3. mengauskultasi bunyi

napas

S :o

 Pasien mengatakan bengkak

di kakinya sudah berkurang,kaki terasa lebih ringan

O:

Page 54: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 54/106

41

Universitas Indonesia

Diagnosa

Keperawatan

Asuhan KeperawatanEvaluasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

 bengkak dikakinya sudah ada

sejak sebelummasuk RS, namun

saat ini bengkaksudah berkurang

dibandingsebelumnya

-  Pasien mengatakanminum dibatasi

oleh dokter, yaitusebanyak

600cc/hariDO:

-  Kaki pasientampak bengkak

dan teraba keras,edema grade 2

( pitting  2 cm dankembali dalam

waktu 58 detik- 

Pasien mengalami

asites, shiftingdullness (+),lingkar perut 96

cm-  Urine output  24

 jam sebanyak1500-5000 cc

 jam,kelebihan

volumecairan dapat

teratasi atau berkurang.

cc/KgBB/jamo Bunyi nafas

 bersih/jelas (tidakada krekel, ronchi)

o Tanda-tanda vitaldalam rentang

normal : TD 100-129/60-80 mmHg,

 Nadi 50-100x/menit,RR 16-24x/menit)

Tidak ada penambahan berat

 badano

 Tidak ada edema.o

 Menyatakan pemahan tentang

 pembatasan caiaranindividual.

4. mengukur/memantau perkembangan edema

dan asites pasien5. mengajak keluarga

untuk memantau pembatasan cairan

 pasienKolaborasi:

1. memberikan obatdiuretic sesuai instruksi

dokter2.

 

mempertahankan

 pembatasan cairan

o Intake 05.00-12.00 = 300 ccOutput 05.00-12.00 = 300 cc

o

 

Auskultasi : ronkhi basah di paru kanan bawah minimal

o Traktil fremitus paru kirilebih keras dibanding paru

kanano

 Pitting hilang dalam 15 detik,

kedalaman <1 cmo kaki tampak lebih kendur

dibanding hari sebelumnyao

 

Lingkar perut : 92 cm

A : masalah kelebihan volumecairan belum teratasi

P:o

 Memotivasi pasien untuk

membatasi minum di rumahsesuai anjuran dokter

o Memotivasi pasien untukmeminum obat yang telah

diberikan oleh doktero

 

Memotivasi keluarga untuk

mengawasi aktivitas, pembatasan minuman, dankepatuhan minum obat di

rumah, serta membantuaktivitas pasien

Page 55: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 55/106

42

Universitas Indonesia

Diagnosa

Keperawatan

Asuhan KeperawatanEvaluasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

dengan pemberianlasix dan

spironolaktonIntoleransi Aktivitas

DS :

-  Pasien mengatakanlelah setelah ke

kamar mandi

DO :

-  Pasien tampak bernapas lebih

cepat setelah berjalan dari kamar

mandi untuk mandi

-  Pernapasan pasienmenjadi 28x/menit

setelah berjalandari kamar mandi

-  Pasien lebih banyak

menghabiskankegiatan diatas

tempat tidurnya

Setelah

diberikanasuhan

keperawatanselama 4x24

 jam, klienmampu

aktivitassesuai

kemampuannya.

Tanda-tanda vital

dalam batas normal:TD 100-120/60-80

mmHg, Nadi 50-100x/menit, RR 16-

24x/menit

Berpartisipasi padaaktivitas yang

diinginkan,

memenuhikebutuhan perawatandiri sendiri.

Mencapai peningkatan

toleransi aktivitasyang dapat diukur,

dibuktikan olehmenurunnya

kelemahan dan

kelelahan dan tandavital DBN selamaaktivitas.

1. Mencatat TTV/2 jam

2. Mencatat responkardiopulmonal terhadap

aktivitas3. mengevaluasi kepatuhan

 pasien terhadap jadwal berlatih slow deep

 breathing exercise yangtelah dibuat

4. 

memimpin pasienmelakukan slow deep

 breathing exercise5. Memotivasi pasien

untuk menaati jadwallatihan yang telah

dibuat, meskipun tidakada perawat

6. Memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan

 pasien7.

 

Memberikan istirahat

yang cukup8. Mengajak kerjasama

dengan keluarga untukmembantu memenuhi

kebutuhan pasien

S:

o Pasien mengatakan lelahsetelah berjalan di depan

kamar rawato

 Pasien mengatakan lelah

hilang setelah istirahat (tidakmelakukan aktivitas/ tidur)

atau melakukan slow deepbreathing  

o

 

Pasien mengatakan telahmelakukan slow deep

breathing exercise untuk jadwal pagi, sore dan malam

hario

 Pasien mengatakan terasa

lebih nyaman dan rilekssetelah melakukan slow deep

breathing exercise O :

o

 

TD 100/60-70 mmHg, Nadi= 80-88x/menit lemah

cepat, RR = 18-22x/menito

 Pasien tampak lebih segar di

 banding hari sebelumnyao Pasien bernapas sedang dan

dalam

Page 56: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 56/106

43

Universitas Indonesia

Diagnosa

Keperawatan

Asuhan KeperawatanEvaluasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

o Pasien mampu melakukan slow deep breathing exercise 

selama 12 menitA : masalah intoleransi

aktivitas belum teratasiP :

o Memotivasi pasien untukmembatasi minum di rumah

sesuai anjuran doktero Memotivasi pasien untuk

meminum obat yang telahdiberikan oleh dokter

o

 

Memotivasi pasien untukmeneruskan slow deep

breathing exercise di rumaho

 Memotivasi keluarga untuk

mengawasi aktivitas, pembatasan minuman, dan

kepatuhan minum obat dirumah, serta membantu

aktivitas pasien

Page 57: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 57/106

44

3.2. Hasil Intervensi Napas Lambat Dalam (Slow Deep Breathing)  

Intervensi napas lambat dalam dilakukan oleh pasien mulai tanggal 10 Mei

2013. Penulis memberikan contoh napas lambat dalam terlebih dahulu kepada pasien

dan selanjutnya pasien diminta untuk mencoba mengulang hal yang telah di

contohkan oleh Penulis. Pasien mampu melakukan napas lambat dalam dengan benar

dan selanjutnya pasien langsung mempraktikkan latihan napas lambat dalam selama 3kali siklus, yakni selama 12 menit (1 siklus 4 menit, dengan melakukan napas normal

selama 2 menit saat jeda antar siklus). Pasien bersedia melakukan latihan selama 3

kali sehari, yakni pagi, siang, dan malam. Penulis mengobservasi perkembangan

 pasien selama 7 hari. Hal tersebut dikarenakan pasien telah diijinkan pulang oleh

dokter pada tanggal 16 Mei 2013.

Penulis melakukan pengamatan terhadap keadaan kardiorespiratori selama

 pasien menjalani latihan napas lambat dalam. Keadaan kardiorespiratori yang

teramati oleh Penulis adalah keluhan sesak setelah beraktivitas, tekanan darah, jumlah

denyut nadi dalam satu menit, dan jumlah napas dalam satu menit. Berikut akan

dijelaskan mengenai hasil pengamatan Penulis terhadap keadaan kardiorespiratori

tersebut.

Page 58: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 58/106

45

3.2.2. Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan manifestasi klinis yang vital bagi pasien, terutama

 pada pasien gagal jantung. Hasil pengamatan Hasil pengamatan menunjukkan adanya

 peningkatan sistol selama menjalani latihan napas lambat dalam 3 kali 3 siklus latihan

dalam satu hari. Tabel berikut menunjukkan tekanan darah pasien selama 7 hari

melakukan latihan napas lambat dalam.

Tabel 3.6. Hasil Pencatatan Tekanan Darah Harian Selama Latihan Napas Lambat

Dalam

Hari Latihan Tekanan Darah (mmHg)

Hari ke-1 80-100/60-70

Hari ke-2 80-100/60-70

Hari ke-3 80-100/60-70

Hari ke-4 100/60-70

Hari ke-5 100/60-70

Hari ke-6 100/60-70

Hari ke-7 100/60-70

Hasil yang terlihat pada tabel menunjukkan adanya peningkatan pada nilai

Page 59: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 59/106

46

Tabel 3.7. Hasil Pencatatan Jumlah Denyut Nadi dalam Satu Menit Harian

Selama Latihan Napas Lambat Dalam

Hari LatihanJumlah Denyut Nadi dalam

Satu Menit ( kali/menit)

Hari ke-1 88-92

Hari ke-2 88-92

Hari ke-3 88-92Hari ke-4 88-92

Hari ke-5 86-92

Hari ke-6 80-88

Hari ke-7 80-88

Hasil yang terlihat pada tabel menunjukkan adanya penurunan jumlah denyut

nadi dalam satu menit. Pada awal latihan, pasien mengalami denyut nadi tertinggi

 pada angka 92 kali denyut nadi per menit dan terendah pada angka 88 kali per menit.

Denyut nadi terendah pasien didapat pada hari ke-7 latihan yaitu pada angka 80 kali

denyut nadi per menit.

3.2.4. Jumlah Napas Dalam Satu Menit

Page 60: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 60/106

47

Tabel. 3.8. Hasil Pencatatan Jumlah Napas dalam Satu Menit Harian Selama Latihan

 Napas Lambat Dalam

Hari LatihanJumlah Napas dalam Satu

Menit ( kali/menit)

Hari ke-1 20-24

Hari ke-2 20-24Hari ke-3 20-24

Hari ke-4 20-22

Hari ke-5 20-22

Hari ke-6 18-22

Hari ke-7 18-22

Hasil yang terlihat pada tabel menunjukkan adanya penurunan jumlah napas

dalam satu menit. Pada hari ke-1 latihan, jumlah napas dalam satu menit mencapai 24

kali per menit. Jumlah napas dalam satu menit terendah dalam satu menit terjadi pada

hari ke-6 dan ke-7 latihan, yaitu pada angka 18 kali per menit.

Page 61: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 61/106

BAB 4

ANALISIS SITUASI 

4.1. Profil Lahan Praktik

RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) merupakan rumah sakit pusat

rujukan nasional yang status kepemilikannya berada di bawah Kementrian

Kesehatan RI. RSCM , yang terletak di Jakarta Pusat ini, menjadi RS pemerintah

yang juga berfungsi sebagai RS pendidikan. Pelayanan yang dimiliki RSCM

meliputi Instalasi Gawat Darurat, Poliklinik, rawat inap, dan Pelayanan Jantung

Terpadu. Ruang rawat inap terbagi ke dalam beberapa instalasi rawat inap,

meliputi gedung A, RSCM Kencana, RSCM Kirana, Instalasi Kesehatan Anak,

Perinatologi, Bedah Anak, dan Unit Luka Bakar. Kapasitas total tempat tidur

ruang rawat inap sebanyak 1.001 tempat tidur. RSCM memiliki visi “menjadi

Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan Nasional terkemuka di Asia Pasifik

tahun 2014” (RSCM, 2013).

Salah satu usaha yang dilakukan RSCM untuk mewujudkan visi tersebut

adalah mendapatkan akreditasi dari  Join Commission International  (JCI). Saat iniRSCM telah lulus akreditasi dari JCI. JCI adalah badan internasional dari The

J C k i i i h fi

Page 62: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 62/106

49

kesehatan menjadi praktis dan cepat. Kedua, peresepan menggunakan sistem

komputerisasi meminimalkan terjadinya kesalahan peresepan obat terhadap

 pasien. Ketiga, seluruh peresepan berasal dari dokter karena dokter diberikan akun

yang menggunakan password untuk meresepkan obat dan hanya dokter yang

 berwenang untuk meresepkan. Hal-hal diatas bertujuan untuk menjaga keamanan

dan keselamatan pasien.

Catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT) merupakan catatan

 perkembangan kondisi pasien yang dibuat oleh seluruh tim kesehatan. CPPT diisi

oleh petugas perawatan minimal setiap shift atau ketika terjadi kejadian tertentu

yang berdampak ke dalam kondisi atau proses perawatan pasien. Format penulisan

CPPT berupa SOAP. Khusus untuk pasien baru masuk dirawat dilakukan

 pengisian CPPT setelah pengkajian awal dan dilakukan implementasi dari

 perencanaan hasil pengkajian. Setiap perencanaan harus diverifikasi oleh perawat

 primer dan oleh DPJP. Pendokumentasian ini selaras dengan MPKP yang

dilaksanakan di RSCM. (Bidang Keperawatan RSCM, 2012)

Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di

RSCM dilakukan oleh Sitorus pada tahun 1997. MPKP merupakan penataanstruktur dan proses pemberian asuhan keperawatan pada tingkat ruang rawat

hi ki k b i h k f i l

Page 63: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 63/106

50

yang dilakukan sehingga dapat bertanggung jawab atas semua asuhan

keperawatan yang dilakukan oleh tim pada sekelompok pasien.

4.2. Analisis Masalah Keperawatan pada Pasien Kelolaan

Kasus kelolaan utama merupakan pasien dengan gagal jantung kongestif

atau congestive heart failure (CHF). CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh

akan oksigen dan nutrisi (Black & Hawks, 2009; Leslie, 2004; Polikandrioti,

2008; Smeltzer & Bare, 2002). Penyakit ini disebabkan oleh kondisi yang

melemahkan keadaan jantung, baik oleh penyebab intrinsik maupun ekstrinsik.

Penyebab intrinsik CHF adalah adanya penyakit jantung koroner (Black &

Hawks, 2009; Brown & Edwards, 2005; Muttaqin, 2009). Pasien CHF kelolaan

memiliki penyakit arteri koroner dengan sumbatan pada 3 pembuluh koroner

 besar. Penyakit arteri koroner ini menyebabkan berkurangnya aliran darah ke

arteri koroner sehingga menurunkan suplai oksigen dan nutrisi ke miokardium.

Berkurangnya oksigen dan nutrisi menyebabkan kerusakan atau bahkan kematian

otot jantung sehingga otot jantung tidak dapat berkontraksi dengan baik (AHA,2012). Penyebab ekstrinsik dapat berupa peningkatan afterload dan hipertensi.

P b b k i ik d i i ik d di kib k l h d f k

Page 64: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 64/106

51

kolesterol darah dan risiko penyakit jantung (Zakiyah, 2009). Merokok,

hipertensi, kadar HDL rendah, riwayat keluarga, dan usia merupakan faktor risiko

yang mempengaruhi kadar kolesterol LDL (Leslie, 2004).

Merokok juga dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan karena di

dalam rokok terkandung zat nikotin. Nikotin merupakan zat kimia yang dapat

menyebabkan efek berbahaya pada pembuluh darah akibat pelepasan katekolamin

dan vasokontriksi pembuluh darah (Leslie, 2004; Kumala, 2009). Pasien memiliki

riwayat merokok sejak usia remaja dan menghabiskan satu bungkus rokok dalam

sehari. Efek negatif dari merokok juga telah teridentifikasi, yaitu adanya riwayat

hipertensi pada pasien.

Hipertensi yang ditimbulkan pada pasien kelolaan juga dapat

menyebabkan terjadinya CHF. Berdasarkan analisa survey  First National Health

and Nutrition Examination, risiko relatif gagal jantung diantara pasien dengan

hipertensi jika dibandingkan dengan populasi secara umum, diperkirakan 1,4 kali

lebih besar (Kumala, 2009). Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui

dua mekanisme, yaitu peningkatan afterload dan vasokontriksi akibat efek aktivasi

saraf simpatis yang menyebabkan kepayahan otot jantung dalam memopa darahserta menurunnya sirkulasi darah ke pembuluh koroner akibat pembentukan

kl i (Bl k & H k 2009 K l 2009 Z ki h 2008) P

Page 65: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 65/106

52

 pembuluh darah besar koroner. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penyakit

arteri koroner menyebabkan 50% hingga 60% dari semua kematian pada pasien

diabetes (Leslie, 2004).

Proses penuaan yang dialami oleh pasien juga menjadi salah satu faktor

risiko yang dapat menyebabkan kelemahan pada jantung. Pasien berusia 62 tahun

dan telah masuk dalam kategori lansia. Proses penuaan akan mnyebabkan

 penurunan fungsi sistem tubuh, termasuk fungsi sistem kardiovaskular (Leslie,

2004; Stanley & Bare, 2007). Penurunan fungsi sistem kardiovaskular terjadi

seiring perubahan-perubahan yang terjadi akibat penuaan, meliputi kekakuan

dinding ventrikel kiri akibat peningkatan kolagen, penurunan penggantian sel

miosit yang telah mati, kekakuan dinding arteri, dan gangguan sistem konduksi

kelistrikan jantung akibat penurunan jumlah sel  pace maker (Stanley & Bare,

2007). Kekakuan dinding ventrikel kiri dapat menyebabkan penurunan curah

 jantung sehingga menyebabkan stimulus inotropik dan kronotropik serta terjadi

dilatasi pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan hipertensi (Leslie, 2004;

Stanley & Bare, 2007).

Kebiasaan konsumsi yang cenderung berisiko tersebut dapat diubahapabila terdapat motivasi pada diri pasien. Motivasi dapat dibangun dengan

h d k H il k ji j kk b h i l h

Page 66: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 66/106

53

meningkatkan motivasi pasien mengubah kebiasaan konsumsi untuk mencegah

kerusakan jantung bertambah parah.

Kerusakan yang ditimbulkan pada pasien CHF menyebabkan timbulnya

 beberapa masalah keperawatan. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien

adalah penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, gangguan pertukaran

gas, dan intoleransi aktivitas. Masalah-masalah keperawatan tersebut akan

didiskusikan lebih lanjut pada pembahasan di bawah ini.

4.2.1.  Penurunan Curah Jantung

Penurunan curah jantung menjadi masalah utama pada setiap CHF. Data

objektif yang di dapat untuk menegakkan diagnosa ini adalah tekanan darah yang

rendah, yakni 80/60 mmHg, nadi cepat 90-100x per menit dan teraba lemah dan

 pasien mengeluh sesak tanpa aktivitas. Hasil pemeriksaan corangiografi 

menunjukkan pasien mengalami penyakit arteri koroner dengan sumbatan pada 3

 pembuluh koroner besar dan fraksi ejeksi sebesar 11%. Pasien juga memiliki

 penyakit penyerta lain seperti diabetes melitus dan hipertensi. Hal tersebut sesuai

dengan teori yang dipelajari mengenai penurunan curah jantung pada pasien CHF.Penurunan curah jantung terjadi akibat perubahan struktur dan fungsi

j P b h k j j di kib k i

Page 67: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 67/106

54

ventrikel kiri, seperti dilatasi ventrikel kiri dan fungsi sistolik ventrikel kiri

menurun (LVEF 10%)

Perubahan fungsi jantung merupakan akibat dari terjadinya perubahan

struktur jantung dan adanya penyakit arteri koroner (AHA, 2012; Black &

Hawks,2009). Perubahan tersebut menyebabkan penurunan elastisitas dan

kontraktilitas jantung dalam memompakan darah sehingga jumlah darah yang

mampu di pompakan ke tubuh dari ventrikel kiri setiap denyutan jantung (fraksi

ejeksi) menjadi berkurang (Black & Hawks, 2009; Leslie, 2004). Proses tersebut

mengakibatkan rendahnya tekanan darah. Denyut nadi dalam satu menit akan

menjadi cepat akibat pengaruh aktivitas saraf simpatis dan sistem renin-

angiotensin, akan tetapi teraba lemah karena kekuatan kontraksinya melemah.

Proses tersebut sesuai dengan data yang didapatkan pada pasien, yaitu tekanan

darah 80/60 mmHg dan jumlah nadi sebanyak 90-100x/menit teraba lemah dan

cepat. Jumlah denyut nadi berada pada ambang batas normal dapat disebabkan

karena pemberian captopril. Captopril merupakan jenis beta bloker yang

digunakan untuk menghambat efek sistem saraf simpatis dan menurunkan

kebutuhan oksigen jantung (Black & Hawks, 2009).Keluhan sesak yang timbul merupakan akibat kegagalan fungsi sistolik

k k d h k j i d k K l i i

Page 68: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 68/106

55

ventrikel kiri. Hal yang paling berbahaya adalah bila terbentuk emboli dari

trombus tersebut karena besar kemungkinan dapat menyebabkan stroke (Brown &

Edwards, 2005). Oleh karena itu, pasien diberikan heparin 10.000 IU/2mg sebagai

antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus.

4.2.2.  Gangguan Pertukaran Gas

Gangguan pertukaran gas juga menjadi salah satu masalah yang sering

muncul pada pasien dengan CHF. Data pendukung masalah ini yang ditemukan

 pada pasien antara lain adanya keluhan sesak dari pasien, pasien tampak bernapas

cepat, serta hasil rontgen thoraks tanggal 27 Mei 2013 menunjukkan adanya efusi

 pleura kanan dan bendungan pada paru kanan. Data-data diatas merupakan hasil

yang ditimbulkan akibat adanya proses terjadinya CHF yang berpengaruh padagangguan di paru-paru. Proses patologis yang disebabkan oleh CHF ini

memperparah kerusakan pada paru-paru yang dapat disebabkan oleh TB, yang

diderita oleh pasien, sehingga memperparah gangguan pada paru-paru. Gangguan

 pada paru-paru akan menyebabkan masalah pernapasan, salah satunya adalah

gangguan pertukaran gas.Proses terjadinya gangguan pertukaran gas diawali oleh kegagalan

k i k i K l i i b bk j l h i d h di

Page 69: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 69/106

56

 bernapas saat berbaring dengan posisi  supine sehingga biasannya akan menopang

tubuh bagian atas dan kepala diatas dua bantal. Hal ini disebabkan karena aliran

 balik darah di vena pulmonalis ke paru-paru karena jantung tidak mampu

menyalurkannya sehingga menimbulkan atau bahkan memperberat bendungan di

 paru-paru (AHA, 2012). Intervensi yang biasanya diberikan pada pasien dengan

hal tersebut adalah dengan memberikan memberikan posisi highfowler. Pemberian

 posisi highfowler  bertujuan untuk mengurangi kongesti pulmonal dan mengurangi

sesak napas (Black & Hawks, 2009). Pasien pada kasus ini awalnya diberikan

 posisi highfowler . Akan tetapi, pasien hanya diberikan ganjalan 2 bantal atau

 posisi semifowler  karena pasien telah merasa nyaman dan tidak sesak dalam posisi

tersebut seiring dengan perbaikan kondisinya. Penumpukan cairan di paru akibat

aliran balik darah ke paru-paru mengakibatkan keluhan batuk pada pasien (AHA,2012). Hal tersebut tampak pula pada pasien yang mengalami batuk produktif dan

keluhan batuk menurun seiring perbaikan bendungan paru.

Bendungan pada paru-paru juga dapat mengakibatkan komplikasi yang

disebut efusi plura. Hal ini juga tampak pada hasil rontgen dada pasien tanggal 27

Mei 2013 yang menunjukkan adanya efusi pleura kanan. Efusi pleura merupakanhasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler pleura. Peningkatan

k b bk i d d b l h k il l b i d h

Page 70: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 70/106

57

terdapat asites dengan  shifting dullness positif. Hal tersebut sesuai dengan proses

terjadinya CHF yang mengakibatkan timbulnya edema sebagai manifestasi klinis.

Proses patofisiologi timbulnya edema merupakan manifestasi klinis yang

 biasanya diakibatkan oleh kegagalan ventrikel kiri. Kegagalan ventrikel kiri

menyebabkan ventrikel kanan mengalami dilatasi dan hipertrofi karena harus

 bekerja keras untuk memompa darah ke paru-paru akibat adanya peningkatan

tekanan pada sistem pembuluh darah di paru-paru. Kegagalan mekanisme tersebut

menyebabkan aliran dari vena cava berbalik kebelakang dan menyebabkan

 bendungan di sistem pencernaan, hati, ginjal, kaki, dan sakrum (AHA, 2012;

Black dan Hawks, 2009). Asites juga dapat menyebabkan perasaan mual dan

 begah akibat adanya asites yang menekan lambung atau saluran cerna (AHA,

2012). Hal itulah yang menyebabkan pasien juga mengalami penurunan nafsumakan akibat begah dan mual. Akan tetapi, nafsu makan meningkat seiring

 perbaikan edema dan asites. Selain akibat masalah kegagalan ventrikel kanan,

edema juga dapat disebabkan oleh kerusakan ginjal sementara proses aktivasi

renin-angiotensin-aldosteron terus berlanjut.

Perbaikan asites dan edema dilakukan dengan restriksi cairan, retriksinatrium, dan pemberian diuretik. Restriksi cairan yang diberlakukan pada pasien

d l h b 600 24 j M i i i d dil k k

Page 71: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 71/106

58

natrium di ascending loop henle (Smeltzer & Bare, 2002). Hal tersebut diharapkan

dapat menurunkan volume sirkulasi, menurunkan preload, dan meminimalkan

kongesti sistemik dan paru (Black & Hawks, 2009). Diuretik yang diberikan pada

 pasien adalah kombinasi diuretik golongan furosemid dan spironolakton.

Penelitian Wang & Gottlieb (2008) menyebutkan pula bahwa penggunaan diuretik

loop  sebagai agonist   aldosteron apabila digunakan terpisah maupun kombinasi

terbukti efektif dalam manajemen terhadap edema pulmonal dan vaskular.

Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium yang bekerja menghambat

aldosteron di tubula distal (Ignatavicius & Workman, 2006). ACE inhibitor   juga

diberikan pada pasien. ACE inhibitor  dapat meningkatkan aliran darah ke ginjal

dan menurunkan tahanan vaskular ginjal sehingga meningkatkan diuresis (Black

& Hawks, 2009; Diklat Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit DR. CiptoMangunkusumo, 2008). ACE inhibitor juga mencegah stimulasi aldosteron yang

dapat mereabsorbsi natrium sehingga meningkatkan jumlah cairan di dalam tubuh.

Hasil pemberian intervensi diatas terlihat dari monitor intake output  yang

dilakukan perawat. Hasil pendokumentasian pemantauan menunjukkan jumlah

 balans cairan pasien yang selalu negatif (lebih besar output daripada input) dan perbaikan edema maupun asites. Hal ini tampak dari penampilan klinis pasien

j kk li k d k i d

Page 72: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 72/106

59

Pada pasien kelolaan ditemukan data yang mendukung masalah intoleransi

aktivitas berupa keluhan lelah setelah beraktivitas dan tampak pasien lebih banyak

 beraktivitas di tempat tidur. Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan untuk

melakukan kegiatan sehari-hari merupakan hal yang biasa didapati pada pasien

CHF. Hal tersebut dikarenakan jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk

memenuhi kebutuhan jaringan tubuh sehingga terjadi ketidakseimbangan suplai

dan kebutuhan oksigen (AHA, 20132; Black & Hawks, 2009). Pada fase tersebut

terjadi aktivitas simpatis yang terus menerus.

Aktivitas simpatis yang terjadi yang bertujuan untuk meningkatkan curah

 jantung, akan tetapi aktivitas tersebut justru meningkatkan beban kerja jantung

dan kebutuhan oksigen, serta memperberat kerusakan jantung. Hal ini terlihat dari

manifestasi klinis yang di dapat pada pasien berupa kelelahan, baik tanpa maupunsetelah beraktivitas, pucat, akral dingin, napas dan denyut nadi cepat. Pembatasan

aktivitas merupakan intervensi yang diberikan untuk mengurangi aktivitas dan

kebutuhan oksigen. Pengurangan kebutuhan oksigen diharapkan dapat

mengurangi aktivitas saraf simpatis. Vasodilatasi pembuluh darah akibat

 penurunan aktivitas saraf simpatis diharapkan dapat menurunkan preload danafterload sehingga meningkatkan curah jantung (Black & Hawks, 2009; Smeltzer

& B 2002)

Page 73: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 73/106

60

timbul adalah kecemasan. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi

yang sangat menekan kehidupan seseorang. Situasi tersebut menyebabkan

ketakutan berlebihan karena cacat permanen dan kematian (Ihdayati dan

Ambarwati, 2008). Kecemasan pada pasien gagal jantung bervariasi, dari

kecemasan ringan sampai dengan kecemasan berat, ketika manifestasi

 penyakitnya memburuk. Kecemasan yang dialami pasien CHF biasanya

dikarenakan kesulitan mempertahankan oksigenasi, yang pada akhirnya

menyebabkan cemas dan gelisah (Smeltzer & Bare, 2002). Penelitian yang

dilakukan oleh Ihdayati dan Ambarwati (2008), yang sebagian besar responden

adalah pasien CHF dengan kecemasan sedang, menemukan bahwa responden

mengalami sesak nafas, peningkatan tekanan darah, denyut nadi cepat, dan

menjawab pertanyaan dengan nada bicara keras dan cepat.. Hal ini sesuai dengankeadaan Tn. B saat awal perawatan yang menunjukkan tanda-tanda kecemasan

 berupa peningkatan respon emosional, menjawab dengan nada keras dan cepat,

serta gelisah akibat ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh sesak saat bernapas.

Manifestasi tersebut menurun seiring perbaikan kondisi yang dialami oleh pasien.

Mekanisme koping untuk mengendalikan kecemasan merupakan suatu halyang diperlukan oleh pasien CHF. Koping adalah cara yang dilakukan individu

d l l ik l h ik di i d b h d

Page 74: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 74/106

61

foto atau menelepon cucu merupakan hal yang dilakukan pasien untuk mengusir

kebosanan selama dirawat di rumah sakit.

4.3. Analisis Intervensi Latihan Napas Lambat Dalam (Slow Deep Breathing

Exercise) pada Pasien Kelolaan

Intoleransi aktivitas merupakan masalah yang sering didapatkan pada

 pasien dengan CHF. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari kerusakan jantung

dan fungsi pernapasan yang dapat menyebkan penurunan saturasi oksigen dan

kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik (Bernardi et. al.’ 1998). Bernapas

lambat dalam merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan pada pasien

CHF dengan intoleransi aktivitas. Intervensi ini telah dibuktikan oleh Bernardi et.

al. (2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Slow Breathing Increases Arterial Baroreflex Sensitivity in Patients With Chronic Heart Failure”  untuk

meningkatkan saturasi oksigen dan toleransi aktivitas.

Bernardi et. al. (2002) melakukan penelitian dengan metode  Randomized

Controlled Trial (RCT). Metode ini diterapkan terhadap 81 pasien dengan CHF

dan 21 orang sehat sebagai kontrol. Pasien CHF yang menjadi respondenmerupakan pasien CHF yang telah 2 minggu tidak mengalami perubahan tanda

j l d if i kli i B di l j k k i i k l i

Page 75: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 75/106

62

 bernapas dikontrol dengan melakukan 15 kali napas dalam 1 menit, dan 4 menit

 bernapas dikontrol dengan melakukan 6 kali napas dalam 1 menit. Pada

 pengukuran napas spontan didapatkan jumlah pernapasan pada pasien CHF

sebanyak 15.7-16.7 kali napas dalam satu menit dan pada kontrol sebanyak 12.1-

14.6 kali napas dalam satu menit, serta rendahnya sensitivitas baroreflek pada

 pasien CHF dibandingkan kontrol.

Pernapasan lambat dengan bernapas sebanyak 6 kali dalam satu menit

menunjukkan perubahan sensitivitas baroreflek yang signifikan dibandingkan

dengan pernapasan lambat dengan bernapas sebanyak 15 kali dalam satu menit.

Jika dibandingkan dengan hasil saat napas spontan, bernapas lambat menunjukkan

hasil adanya peningkatan pada lama napas dalam satu menit, menurunkan

ketidakstabilan tekanan darah dan secara signifikan meningkatkan sensitivitas baroreflek pada pasien CHF dan kontrol. Akan tetapi, peningkatan sensitivitas

 baroreflek pada pasien CHF tetap lebih rendah bila dibandingkan dengan control.

Pasien dengan CHF ringan cenderung memiliki sensitivitas baroreflek yang lebih

 besar. Akan tetapi, sensitivitas baroreflek diantara kelas fungsional CHF tidak

meunjukkan perbedaan yang signifikan pada pernapasan ini jika dibandingkandengan saat bernapas spontan. Bernapas pelan pada kelompok CHF dapat

k k d h b ik i lik di lik

Page 76: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 76/106

63

Bernardi et. al. (2002) menyimpulkan bahwa bernapas lambat dalam

merupakan sebuah metode baru, mudah, dan tidak mahal untuk meningkatkan

sensitivitas baroreflek dan aktivitas vagal pada pasien dengan CHF. Metode ini

 juga dapat meningkatkan saturasi oksigen, meningkatkan efisiensi ventilasi dan

toleransi aktivitas, serta menurunkan aktivitas simpatis yang berlebihan. Oleh

karena itu, latihan napas lambat dalam ini sangat baik untuk dikenalkan dan

diberikan pada pasien CHF.Intervensi latihan napas lambat dalam diberikan kepada pasien untuk

mengatasi intoleransi aktivitas. Latihan napas lambat dalam merupakan salah satu

 pilihan latihan fisik yang diberikan pada pasien dengan obstruksi paru-paru kronik

(Black & Hawks, 2009). Pada pasien dengan masalah obstruksi paru-paru kronik,

latihan ini dapat membantu meningkatkan ventilasi paru-paru denganmeningkatkan pengembangan alveoli (Somantri, 2008). Pasien telah melakukan

latihan napas lambat dalam sebanyak 3 kali siklus, dimana 1 siklus dilakukan

selama 4 menit dan 1 menit terdiri dari 6 kali napas. Jeda antar siklus berupa

napas spontan dalam 2 menit. Pasien melakukan latihan sebanyak 3 kali sehari

dalam 1 minggu. Intervensi dimodifikasi dengan mengurangi ekshalasi karena pasien dengan penyakit paru tidak boleh melakukan ekshalasi terlalu lama. Sela in

i P b l ih d l 3 k li d l 1 h i j dil k k k

Page 77: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 77/106

64

turun dari 114-120 mmHg menjadi 106-114 mmHg, sedang pada pasien

didapatkan peningkatan sistolik dari 80 mmHg menjadi 100 mmHg. Pada

 penelitian Bernardi menunjukkan adanya peningkatan aktivitas parasimpatis yang

menyebabkan penurunan tekanan sistolik. Peningkatan sistolik pada pasien dapat

menunjukkan adanya peningkatan curah jantung yang disebabkan oleh

 peningkatan aktivitas parasimpatis. Peningkatan aktivitas parasimpatis pada

 pasien dapat terlihat dari penurunan jumlah denyut nadi dan jumlah pernapasandalam satu menit. Perbaikan perfusi dan fungsi pernapasan dimanifestasikan oleh

 penurunan keluhan sesak dan peningkatan toleransi aktivitas pasien. Hasil

intervensi ini menunjukkan bahwa latihan napas lambat dalam dapat mengatasi

intoleransi aktivitas dengan meningkatkan sensitivitas baroreflek arteri. Meskipun

demikian, peningkatan toleransi aktivitas pada pasien sejalan dengan perbaikankondisi yang dialami sebagai efek pengobatan yang diberikan.

Latihan napas lambat dalam untuk mengatasi intoleransi aktivitas, dengan

meningkatkan sensitivitas baroreflek arteri, belum menjadi intervensi yang

familiar di lingkungan ruang rawat. Pemberian latihan napas lambat dalam

 biasanya diberikan oleh perawat ketika pasien mengeluh nyeri atau cemas. Surveyyang dilakukan terhadap 8 perawat di ruang rawat penyakit dalam menunjukkan

l h h h i l b d l k i i

Page 78: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 78/106

65

untuk bertanggung jawab atas kesehatan mereka serta meningkatkan hasil

intervensi (Ditewig et al., 2010; Wilkinson & Whitehead, 2009; Riegel et. al.,

2009). Perilaku yang diharapkan dari self care adalah kepatuhan dalam medikasi

maupun instruksi dokter, seperti diet, pembatasan cairan maupun pembatasan

aktivitas. Self care yang dimiliki oleh pasien kelolaan masih kurang optimal. Hal

ini terlihat dari kebiasaan pasien memesan dan mengkonsumsi makanan berlemak

dan berkolesterol dari warung makan padang saat di rumah sakit. Pendidikankesehatan tentang penyakit dan hal-hal yang harus ditaati untuk mencegah

 perburukan kondisi telah diberikan, tetapi usaha tersebut tidak merubah kebiasaan

 pasien.

Pendidikan kesehatan saja tidak cukup untuk meningkatkan  self care 

seseorang. Hal ini disebabkan karena peningkatan pengetahuan saja tidak akanmudah untuk mengubah kebiasaan seseorang (Barnason, Zimmerman, & Young,

2011). Dukungan intervensi lain diperlukan untuk membantu keefektifan

 pengetahuan yang telah dimiliki oleh pasien. Intervensi menggunakan konseling

dan dukungan individu, atau cognitive behavioral intervention  (CBT), terbukti

dapat meningkatkan kemampuan  self care dan  self efficacy  pasien dengan gagal jantung (Riegel & Carlson, 2004; DeWalt et.al., 2006; Barnason et. al., 2010).

I i CBT i i dil k k f k h d f k hi lf

Page 79: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 79/106

66

tujuan intervensi tercapai. Kemampuan sebagai konselor ini tidak dimiliki oleh

semua perawat karena kemampuan ini membutuhkan pengetahuan dan pelatihan

yang cukup. Intervensi ini juga biasa dilakukan oleh mahasiswa keperawatan yang

telah mengambil jenjang S2. Sementara itu, sebagian besar perawat ruangan

masih memiliki pendidikan D3 dan belum terpapar pengetahuan mengenai CBT.

Hal ini dapat disikapi dengan melakukan pelatihan mengenai CBT pada perawat

ruangan. Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah pihak rumah sakitmenyediakan konselor yang telah terlatih dan bertugas memberikan intervensi

 pada pasien.

Pengetahuan akan berbagai intervensi untuk pasien menjadi hal penting

dan utama bagi perawat. Selain CBT, perawat ruangan juga belum familiar

dengan intervensi napas lambat dalam untuk meningkatkan sensitivitas barorefleksehingga dapat memperbaiki fungsi kardiopulmonal dan toleransi aktivitas.

Sebagian besar perawat hanya mengetahui tujuan pemberian intervensi napas

lambat dalam adalah untuk mengurangi cemas atau nyeri. Padahal intervensi

napas lambat dapat dijadikan alternatif intervensi untuk membantu mengatasi

intoleransi aktivitas pada pasien CHF. Oleh karena itu, pengenalan intervensinapas lambat dalam  untuk meningkatkan sensitivitas baroreflek perlu diberikan

k d b ik d d k l ih f l

Page 80: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 80/106

BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa:

1. 

Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure  (CHF) adalahketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh akan oksigen dan nutrisi. Penyakit

ini disebabkan oleh kondisi yang melemahkan keadaan jantung, yang

merupakan akibat dari adanya peningkatan usia, hipertensi, diabetes,

merokok, obesitas, dan tingginya tingkat kolesterol dalam darah.Penatalaksanaan CHF diperlukan untuk mencegah perburukan kondisi. 

2.  Penyakit CHF yang dialami oleh Tn. B merupakan akibat dari gaya hidup

yang kurang baik, seperti kebiasaan merokok, konsumsi goreng-gorengan,

makan makanan berlemak, tinggi kolesterol dan manis, yang mengakibatkan

terjadinya penyakit-penyakit yang melemahkan kondisi jantung, sepertihipertensi, diabetes melitus, dan penyakit arteri koroner. 

3 M l h k di k d T B d l h h

Page 81: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 81/106

67

5.2. Saran

5.2.1. Bagi Perawat

KIAN ini dapat digunakan oleh perawat untuk meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan dalam memberikan intervensi keperawatan pada pasien CHF

sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan dan

 perbaikan kondisi pasien. Perawat juga dapat memberikan alternatif intervensi,

yaitu napas lambat dalam , untuk dimasukkan ke dalam diagnosa intoleransiaktivitas.

5.2.2. Bagi Mahasiswa Keperawatan

KIAN ini dapat digunakan oleh mahasiswa keperawatan untuk

meningkatkan pemahaman tentang CHF dan asuhan keperawatan pada pasienCHF sehingga dapat menjadi bekal pengetahuan untuk meningkatkan prestasi

akademik maupun keterampilan saat terjun ke klinik

5.2.3. Bagi Penelitian Keperawatan

KIAN ini dapat digunakan oleh para peneliti keperawatan sebagai datadasar atau sumber referensi dalam penelitian yang berhubungan dengan intervensi

k d i CHF k i l ih l b d l

Page 82: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 82/106

DAFTAR REFERENSI

A.C. Nielsen (2005) Asia Pacific Retail and Shopper Trends 2005: Tren Pembelidan  Ritel Asia Pasifik 2005. Oktober 2, 2011.

http://www.acnielsen.de/pubs/documents/RetailandShopperTrendsAsia200 5.pdf. 

AHA. (2011). Classes of heart failure.  Mei 22, 2013.

http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Classes-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp.

AHA. (2012). Understand  your risk for heart failure.  Mei 22, 2013.http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/UnderstandYourRiskforHeartFailure/Understand-Your-Risk-for-Heart-Failure_UCM_002046_Article.jsp 

AHA. (2012).  About heart failure. Juni 27, 2013.http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/

About-Heart-Failure_UCM_002044_Article.jsp

AHA. (2012). Types of heart failure. Juni 27, 2013.http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Types-of-Heart-Failure_UCM_306323_Article.jsp

Anderson, D. (2008).  Bernapas  lambat dan dalam bisa turunkan tekanan darah.Mei 23, 2013. http://www.keluargasehat.com

Page 83: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 83/106

70 

Bernardi et. al. (2002). Slow breathing increases arterial baroreflex sensitivity in

 patients with chronic heart failure.  Journal of The American Heart

 Association, 105, 143-145

Bidang  Keperawatan RSCM. (2012).  Aplikasi proses keperawatan di RSCM .

Power Point disampaikan pada Pencerdasan Perawat RSCM, Jakarta. 

Bidang  Keperawatan RSCM. (2012). Pengisian catatan perkembangan pasienterintegrasi (CPPT) untuk petugas keperawatan. Power Point disampaikan

 pada Pencerdasan Perawat RSCM, Jakarta. 

Black, Joice M. & Hawks, Jane H. (2009).  Medical surgical nursing: clinical

management for positive outcomes (8th

 ed). Singapore: Elsevier

Bradke, Peg. (2009). Transisi depan program mengurangi readmissions untuk

 pasien gagal jantung.  Juni 22, 2013.

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=enlid&u=http://ww

w.innoverations.ahrq.gov/content.aspx%3Fid%3D2206.

Brown, Diane & Edwards, Helen. (2005).  Lewi’s medical surgical nursing:

assessment and management of clinical problems. Marricksville: Elsevier

Bustan, M.N. (2004). Epidemiologi penyakit tidak menular . Jakarta: Rineka Cipta

Caldwell et. al. (2005). A simplified education program improves knowledge,self-care behavior and disease severity in heart failure patients in ruralsettings. American Heart Journal, 150, 983-983

Page 84: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 84/106

71 

DeWalt et. al. (2006). A heart failure self-management program for patients of all

literacy levels: a randomized, controlled trial.  BMC Health Services

 Research, 6, 30

Diklat Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit DR. Cipto Mangunkusumo.

(2008).  Buku ajar: keperawatan kardiologi dasar . Jakarta Diklat PJTRSCM

Ditewig et. al. (2010). Effectiveness of self-management interventions on

mortality, hospital readmissions, chronic heart failure hospitalization rateand quality of life in patients with chronic heart failure : a systemic review.

 Patient Education & Counseling , 78, 297-315.

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., and Geissler, A.C. (2000).  Nursing care

 plans: guideines for planning and documentating patient care. (I Made

Kariasa dan Ni Made Sumarwati, Penerjemah). Philadelphia: F.A. Davis

Company

Dunbar et. al. (2005). Family education and support interventions in heart failure:

a pilot study. Nursing Research, 54, 158-166

Eckel, R.H. (2013). Obesity and heart disease: a statement for healthcare professionals from Nutrition Committee, American Heart Association. Juni

29, 2013. http://circ.ahajournals.org/content/96/9/3248.full 

Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006).  Medical surgical: critical thinking for collaborative care 5th ed . St. Louise Missouri: Elsevier

Page 85: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 85/106

72 

Leslie, D. (2004). Cardiovascular nursing secret . St Louise Missouri: Mosby

Lovastatin, K. (2005).  Penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Jakarta:Prestasi Pustaka

Muttaqin, Arif. (2009).  Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistemkardiovaskular dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika

 Nanda International. (2012).  Nursing diagnoses: definitions and classification

2012-2014. (Made Sumarwati dan Nike Budhi S., Penerjemah). UK: JohnWiley and Sons Limited.

 Niven, N. (2002). Psikologi kesehatan: pengantar untuk perawat dan professional

kesehatan lain. Jakarta: EGC

Polikandrioti, M. (2008). Health failure and health related quality of life.  Health

Science Journal , 2(3): 119-120

Powell et. al. (2010). Self management counceling in patients with heart failure.

 JAMA: Journal of the American Medical Association, 304, 1331-1338

Riegel, B. & Carlson, B. (2004). Is individual peer support a promising

intervention for persons with heart failure?.  Journal of Cardiovascular

 Nursing , 19, 174-183

Riegel et. al. (2009). State of the science: promoting self-care in person with heartfailure, a scientific a statement from the American heart association.

C l 120 1141 1163

Page 86: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 86/106

73 

Sitorus, R & Panjaitan, R. (2011).  Manajemen keperawatan: manajemen

keperawatan di ruang rawat . Jakarta: Sagung Seto.

Somantri, Ilman. (2008). Keperawatan medikal bedah: asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Stanley, M. & Beare, P.G. (2007). Gerontological nursing: a health promotion or

 protection approach, 2nd

  ed. ( Nety J. dan Sari K., Penerjemah).Philadelphia: F.A. Davis Company

Subroto (2002).  Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rehospitalisasi pasien

decompensasi cordis. Skripsi. Yogyakarta

Suhartono, T. (2011).  Dampak home based exercise training terhadap kapasitas

 fungsional dan kualitas hidup pasien gagal jantung di RSUD Ngudi

Waluyo Wlingi. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Tzeng, Y. C., et. al. (2009). Respiratory modulation of cardiovagal baroreflexsensitivity. Journal of Applied Physiology, 107: 718-724

Wang, D. & Gottlieb, S. (2008). Diuretics: still the mainstay of treatment. Critical

Care of Medicine, 36 (1), s89-s94

WHO. (2013). Cardiovascular disease (CVDs).  Mei 22, 2013.

http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Classes-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp

Wilki J M d Ah N R (2012) P h ll d

Page 87: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 87/106

Lampiran 1. Web of Causation (WOC) Masalah Keperawatan pada Bapak B

Efusi pleura

Infeksi

Kerusakan

struktur

Prosesinflamasi

sputum

eksudat

Difusi gas

terganggu

keluar

Batu

k

Tahanan di pulmo

Gagal jantungkanan

Bendungancor kiri

Forward

vasokontriksi

RA 

Retensi

 NA+air

Perfusiginjal

 permea

 bilitas

tek hidro

tek onko

Asites,edema

Kelebihanvol. cairan

Kerja ot. jantung

kontraktili

tas

katekol

amin

Aktv

simpatis

Backward

kardiomegali

Hipertrofimiokard

Darah ke

sistemik

Bendungan

cor kananAsites,

edema

 permeab

ilitas

tek hidro

tek onko

Aliran balik

ke pulmoKongesti

 pulmo

Difusi gas

tergangguEdema pulmo sesak

Gg pertukaran

gas

Dilatasi LV Kegagalan LVvolumeInefektif

kontraksi

COGalop

elastisitas

Fase

Kom

pen

sasi

Sel endotel

insulin

independen

Makanan

manis

Perfusi

sistemik

Sumbatan

dan

kekakuan

Perfusi

koroner

makanan berkolesterol

aterosklerosis

LDL darah

katekolamin

nikotin

merokok

hipertensi

vasokontriksi

Kerja jantung

Hipertrofiventrikel

afterload

kontraktilitas

curah jantung

Intoleransiaktivitas

SuplaiO2

Perfusi

kelemahan

Glukosadlm darah

TD, HR

RR

TD rendah

Batuk tak

 berdahak

Masuk

 pleura

Page 88: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 88/106

Lampiran 2. Rencana Asuhan Keperawatan pada Bapak B

Diagnosa

Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan

RasionalTujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Penurunan curah

 jantung

Setelah

diberikan

asuhankeperawatan

selama 12x24

 jam, penurunancurah jantung

dapat teratasi

atau dikontrol.

Tanda-tanda vital

dalam batas normal:

TD 100-120/60-80mmHg, Nadi 50-

100x/menit, RR 16-

24x/menito

 

Haluaran urin adekuat

(0,5-1 cc/kgBB/jam)

Balans cairan

seimbang

o

 

 parameterhemodinamik dalam

 batas normalo

 

Melaporkan

 penurunan episode

dispnea, angina.

Ikut serta dalamaktivitas yang

mengurangi beban

kerja jantung.

Mandiri:

Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, irama

 jantung.

Catat bunyi jantung.

Palpasi nadi perifer.

Pantau tekanan darah.

Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.

Pantau haluaran urine, catat penurunan

Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat

istirahat) untuk mengkompensasi penurunankontraktilitas ventrikuler.

S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja

 pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkansebagai aliran darah ke dalam sermabi yang distensi.

Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis

katup.

Penurunan curah jantung dapat menunjukkan

menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis,dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak

teratur untuk dipalpasi, dan pulsus alternan (denyutkuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.

Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah

dapat meningkat sehubungan dengan SVR. Pada

HCF lanjut tubuh tidak mampu lagimengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal

lagi.

Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifersekunder tehadap tidak adekuatnya curah jantung,

vasokonstriksi dan anemia. Sinosis dapat terjadi

sebagai refraktori GIK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan

kongesti vena.

Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung

Page 89: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 89/106

DiagnosaKeperawatan

Rencana Tindakan KeperawatanRasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

haluaran dan kepekatan/konsentrasi urine.

Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi,

 bingung,

Berikan istirahat semi rekumben padatempat tidur atau kursi. Kaji dengan

 pemeriksaan fisik sesuai indikasi.

Berikan istirahat psikologi dengan

lingkungan tenang; menjelaskanmanajemen medik/keperawatan; membantu

 pasien menghindari situasi stress,mendengar/berespon terhadap ekspresi

 perasaan/takut.

Berikan pispot di samping tempat tidur.

Hindari aktivitas respons Valsava, contohmengejan selama defekasi, menahan nafas

selama perubahan posisi.

Hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong

olahraga aktif/pasif. Tingkatkan

ambulasi/aktivitas sesuai toleransi.o

 

Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi

 pedal, pembengkakan, kemerahan local

atau pucat pada ektremitas.

dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urin biasanya menurun selam sehari karena perpindahancairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada

malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke

sirkulasi bila pasien tidur.o

 

Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perusi serebral

sekunder tehadap penurunan curah jantung.

Istirahat fisik harus dipertahankan selama GIK akutatau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi

 jantung dan menurunkan kebutuhan/konsumsi

oksigen miokard dan kerja berlebihan.

Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi, yang

meningkatkan tekanan darah dan meningkatkanfrekuensi/kerja jantung.

Pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar

mandi atau kerja keras menggunakan bedpan.Manuver valsava menyebabkan rangsang vagal

diikuti dengan takikardi, yang selanjutnya

 berpengaruh pada fungsi jantung/curah jantung.o

 

Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan

insiden thrombus/pembentukan embolus.

Menurunnya curah jantung, bendungan/stasis vena

dan tirah baring lama meningkatkan resiko

tromboflebitis.

Page 90: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 90/106

DiagnosaKeperawatan

Rencana Tindakan KeperawatanRasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Jangan beri preparat digitalis dan laporkandokter bila perubahan nyata terjadi padafrekuensi jantung atau irama atau tanda

toksisitas digitalis.

Kolaborasi :o

 

Berikan oksigen tambahan dengan kanula

nasal/masker sesuai indikasi.

Berikan obat sesuai indikasi.

 

Diuretic, contoh furosemid

(Lasix); asam etakrinik (decrin);

 bumetanid (Bumex);spironolakton (Aldakton)

 

Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril); arteriodilator, contoh

hidralazin (Apresoline);

kombinasi obat, contoh prazosin(Minippres).

 

Digoksin (Lanoxin).

Insiden toksisitas tinggi (20%) karenamenyempitnya batas antara rentang terapeutik dantoksik. Digoksin harus dihentikan pada adanya kadar

obat toksik, frekuensi jantung lambat, atau kadar

kalium rendah.o

 

Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan

miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.

Banyaknya obat dapat digunakan untukmeningkatkan volume sekuncup, memperbaiki

kontraktilitas, dan menurunkan kongesti.

 

Tipe dan dosis diuretic tergantung pada derajat

gagal jantung dan status fungsi ginjal.

Penurunan preload paling banyak digunakandalam mengobati pasien dengan curah jantung

relative normal ditambah dengan gejalakongesti. Diuretik blok reabsorpsi diuretic,

sehingga mempengaruhi reabsorpsi natrium dan

air.

 

Vasodilator digunakan untuk meningkatkancurah jantung, menurunkan volume sirkulasi

(vasodilator) dan tahanan vaskuler sistemik

(arteeiodilator), juga kerja ventrikel.

 

Meningkatkan kekuatan kontraksi miokard dan

memperlambat frekuensi jantung denganmenurunkan konduksi dan memperlama periode

refraktori pada hubungan AV untuk

meningkatkan efesiensi/curah jantung.

Page 91: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 91/106

DiagnosaKeperawatan

Rencana Tindakan KeperawatanRasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

 

Captopril (Capoten); lisinopril(Prinivil); enalapril (Vasotec).

 

Morfin sulfat.

  Tranquilizer/sedatif.

 

Antikoagulan, contoh heparindosis rendah, warfarin

(Coumadin).

Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah

total sesuai indikasi. Hindari cairan garam.

Pantau/ganti elektrolit.

Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.

 

Inhibitor ACE dapat digunakan untukmengontrol gagal jantung dengan menghambatkonversi angiotensin dalam paru dan

menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD.

 

Penurunan tahanan vaskuler dan aliran balikvena menurunkan kerja miokard.

Menghilangkan cemas dan mengistirahatkan

siklus umpan balik cemas/pengeluarankatekolamin/cemas.

  Meningkatkan istirahat/relaksasi dan

menurunkan kebutuhan oksigen dan kerja

miokard.

 

Dapat digunakan secara profilaksis untukmencegah pembentukan thrombus/emboli pada

adanya factor resiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia jantung, dan riwayat episode

trombolik sebelumnya.

Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri,

 pasien tidak dapat mentolerir peningkatakn volumecairan (preload). Pasien GJK juga mengeluarkan

sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan

dan meningkatkan kerja miokard.o

 

Perpindahan cairan dan pengguanaan diuretic dapat

mempengaruhi elektrolit (khususnya kalium dan

klorida) yang mempengaruhi irama jantung dankontraktilitas.

Deprsi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat

terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen

Page 92: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 92/106

DiagnosaKeperawatan

Rencana Tindakan KeperawatanRasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh

BUN dan kreatinin.o

 

Pemeriksaan fungsi hati (AST, LDH).

PT/APTT/pemeriksaan koagulasi.

Siapkan untuk insersi/mempertahankan alat

 pacu jantung, bila diindikasikan.

Siapkan pembedahan sesuai indikasi.

miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner.Foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantungdan perubahan kongesti pulmonal.

Peningkatan BUN/kreatinin menunjukkan

hipoperfusi/gagal ginjal.o

 

AST/LDH dapat meningkat sehubungan dengan konge

hati dan menunjukkan kebutuhan untuk obat dengan

dosis lebih kecil yang didetoksikasi oleh hati.o

 

Mengukur perubahan pada proses koagulasi atau

keefektifan terapi antikoagulan.

Mungkin perlu untuk memperbaiki bradisritmia tak

responsive terhadap intervensi obat yang dapat

 berlanjut menjadi gagal kongesti/menimbulkanedema paru.

Gagal kongesti sehubungan dengan aneurismaventrikuler atau disfungsi katup dapat membutuhkan

aneurisektomi atau penggantian katup untuk

memperbaiki kontraksi/fungsi miokard.

Gangguan pertukaran gas

Setelahdilakukan

tindakan

keperawatanselama 6 x24

 jam, pertukaran

gas dapatefektif

o  Tanda-tanda vitaldalam batas normal:

TD 100-120/60-80mmHg, Nadi 50-

100x/menit, RR 16-

24x/menit

Tidak mengalamisesak napas/sianosis

o   bunyi napas dari hasil

Mandiri

o  Auskultasi bunyi napas, tandai daerah paru

yang mengalami penurunan/kehilanganventilasi, dan munculnya bunyi

adventisius misalnya krekels, mengi,

ronkhi 

Catat kecepatan/kedalaman pernapasan,sianosis, penggunaan otot

aksesoris/penigkatan kerja pernapasan dan

o  Memperkirakan adanya perkembangan

komplikasi/infeksi pernapasan, misalnyaatelektasis/pneumonia. Catatan: PCP umumnya

 berkembang sebelum terjadinya perubahan pada

suara napas

Takipnea, sianosis, tak dapat istirahat, dan peningkatan napas menunjukkan kesulitan

 pernapasan dan adanya kebutuhan untuk

Page 93: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 93/106

DiagnosaKeperawatan

Rencana Tindakan KeperawatanRasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

sinar X bagian dadayang bersihmeningkat

o  hasil pemeriksaanlaboratorium AGD

dalam rentang normal

: PCO2 =35-45, PO2=21-25, HCO3=

75-100, Sat O2

=95-98 

o  tidak ada keluhansesak/ keluhan sesak

menurun

munculnya dispnea, ansietas o

 

Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik

napas sesuai kebutuhan 

Hisap jalan napas sesuai kebutuhan,

gunakan teknik steril dan lakukan tindakan

 pencegahan, misalnya menggunakanmasker, pelindung mata 

o  Kaji perubahan tingkat kesadaran 

Selidiki keluhan tentang nyeri dada 

Berikan periode istirahat yang cukupdiantara waktu aktivitas perawatan.

Pertahankan lingkungan yang tenang 

Kolaborasi

Pantau/buat kurva hasil pemeriksaan

GDA/nadi oksimetri

Tinjau ulang sinar X dada

Instruksikan untuk menggunakanspirometer intensif. Lakukan fisioterapi

meningkatkan pengawasan/intervensi mediso

 

Meningkatkan fungsi pernapasan yang optimal danmengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan

karena atelektasis

Membantu membersihkan jalan napas, sehingga

memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan

mencegah komplikasi pernapasan

o  Hipoksemia dapat terjadi akibat adanya perubahan

tingkat kesadaran mulai dari ansietas dan kekacauanmental sampai kondisi tidak responsif

 Nyeri dada pleuritis dapat menggambarkan adanya

 pneumoni non spesifik atau efusi pleura berkenaan

dengan keganasan

Menurunkan konsumsi oksigen

Menunjukkan status pernapasan, kebutuhan

 perawatan/keefektifan pengobatan

Adanya infiltrasi meluas memungkinkan terjadinya pneumonia atau PCP, sementara daerah

kongesti/konsoidasi menunjukkan komplikasi

 pernapasan yang lain, misalnya atelektasis atau lesiKS

Mendorong teknik pernapasan yang tepat danmeningkatkan pengembangan paru. Melepaskan

Page 94: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 94/106

DiagnosaKeperawatan

Rencana Tindakan KeperawatanRasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

dada, misalnya perkusi, vibrasi, dandrainase postural

o  Berikan tambahan oksigen yangdilembabkan melalui cara yang sesuai,

misalnya melalui kanula, masker,

intubasi.ventilasi mekanis.

o  Berikan obat Antimikroba, misalnya

Trimetoprim (Bactrim, Septra);Pentamidin isetionat (Pentam)

Bronkodilator, ekspektoran, depresan batuk

o  Siapkan/bantu pelaksanaan prosedurseperti bronkoskopi

sekresi, mengeluarkan mukus yang menyumbatuntuk meningkatkan bersihan jalan napa. Catatan:Paa waktu terjadi lesi kulit multipel, fisioterapi dada

mungkin akan dihentikan

o  Mempertahankan ventilasi/oksigenasii efektif untukmencegah/memperbaiki krisis pernapasan

o  Pilihan terapi tergantung pada situasi

individu/infeksi organisme. Catatan: Bactrim adalahobat pilihan sebagai profilaksis (pada jumlah T4

mencapai 200) untuk mencegah pneumonia PCP

Mungkin diperlukan untuk meningkatkan/mempertahankan jalan napas atau untuk membantu

membersihkan sekresi

o  Mungkin diperlukan untuk membersihkan mukus penyumbat, mengambil spesimen untuk

 pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa

(biopsi/lavase)

Kelebihan volume

cairan

Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan

selama 6x24 jam, kelebihan

volume cairandapat teratasi

Balans cairan

seimbang (masukan

sama dengan

 pengeluaran)o

 

Urin output 0,5-1cc/KgBB/jam

Bunyi nafas bersih/jelas (tidak

Mandiri:

Pantau haluaran urine, catat jumlah dan

warna saat hari dimana diuresis terjadi.

Pantau/hitung keseimbangan pemasukandan pengeluaran selama 24 jam.

Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat

(khususnya selama sehari) karena penururnan perfusi

ginjal. Posisi telentang memebantu diuresis,

sehingga haluaran urine dapat ditingkatkan padamalam/selama tirah baring.

Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangancairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun

Page 95: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 95/106

DiagnosaKeperawatan

Rencana Tindakan KeperawatanRasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

atau berkurang. ada krekel, ronkhi)o

 

Tanda-tanda vitaldalam rentang

normal : TD 100-

129/60-80 mmHg, Nadi 50-100x/menit,

RR 16-24x/menit)

Tidak ada penambahan berat

 badan

Tidak ada edema.

Menyatakan

 pemahan tentang pembatasan caiaran

individual.

Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Buat jadwal pemasukan cairan, digabungdengan keinginan minum bila mungkin.

Berikan perawatan mulut/es batu sebagai

 bagian dari kebutuhan cairan.o

 

Timbang berat badan tiap hari.

Kaji distensi leher dan pembuluh perifer.Lihat area tubuh dependen untuk edema

dengan/tanpa pitting ; catat adanya edema

tubuh umum (anasarka).

Ubah posisi dengan sering. Tinggikan kaki

 bila duduk. Lihat permukaan kulit, pertahanakan tetap kering dan berikan

 bantalan sesuai indikasi.

edema/asites masih ada.o

 

Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal danmenurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan

diuresis.

Melibatkan pasien dalam program terapi dapatmeningkatkan perasaan mengontrol dan kerjasama

dalam pembatasan.

Catat perubahan ada/hilangnya edema sebagai

respons terhadap terapi. Peningkatan 2.5 kg

menunjukkan kurang lebih 2L cairan. Sebaliknya,

diuretic dapat mengakibatkan cepatnya

kehilangan/perpindahan cairan dan kehilangan berat badan.

Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikanoleh pembendungan vena dan pembentukan edema.

Edema perifer mulai pada kaki/mata kaki (atau area

dependen) dan meningkat sebagai kegagalan paling

 buruk. Edema pitting  adalah gambaran secara umumhanya setelah retensi sedikitnya 5 kg cairan.

Peningkatan kongesti vaskuler (sehubungan dengan

gagal jantung kanan) secara nyata mengakibatkanedema jaringan sistemik.’ 

Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan

 pemasukan nutrisi dan imobilisasi/tirah baring lamamerupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi

integritas kulit dan memerlukan intervensi

 pengawasan ketat/pencegahan.

Page 96: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 96/106

DiagnosaKeperawatan

Rencana Tindakan KeperawatanRasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan

dan/atau bunyi tambahan, contoh krekels,mengi. Catat adanya peningkatan dispnes,

takipnea, ortopnea, dispnea noktyurnal

 paroksismal, batuk persisiten.

Selidiki keluhan dispnea ekstrem tiba-tiba,

kebutuhan untuk bangun dari duduk,sensasi sulit bernafas, rasa panic atau

ruangan sempit.

Pantau TD dan CVP (bila ada).

Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia,

mual, distensi abdomen, konstipasi.o

 

Berikan makanan yang mudah dicerna,

 porsi kecil dan sering.

o  Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.

Dorong untuk menyatakan perasaan

sehubungan dengan pembatasan

Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri

abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan.

Kelebihan volume cairan sering menimbulkan

kongesti paru. Gejala edema paru dapatmenunjukkan gagal jantung kiri akut. Gejala

 pernafasan pada gagal jantung kanan (dispnea,

 batuk, otopnea) dapat timbul lambat tetapi lebih sulitmembaik.

Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi (edema

 paru/emboli) dan berbeda dari ortopnea dan dispneanocturnal paroksismal yang terjadi lebih cepat dan

memerlukan intervensi segera.

Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan

kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan

terjadinya/peningkatan kongesti paru, gagal jantung.o

 

Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat

mengganggu fungsi gaster/intestinal.o

 

Penurunana motilitas gaster dapat berefek merugikan

 pada digestif dan absorpsi. Makan sedikit dan sering

meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan

abdomen.o  Pada gagal ajntung lanan lanjut, cairan dapat

 berpindah ke dalam area peritoneal, menyebabkan

meningkatnya lingkar abdomen (asites).o

 

Ekpresi perasaan/masalah dapat menurunkan

stress/cemas, yang mengeluarkan energi dan dapat

menimbulkan perasaan lemah.o

 

Perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti

vena, menyebabkan distensi abdomen, pembesaran

hati, dan nyeri. Ini akan mengganggu fungsi hati dan

Page 97: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 97/106

DiagnosaKeperawatan

Rencana Tindakan KeperawatanRasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Catat peningkatan letargi, hipotensi, kramotot.

Kolaborasi :o

 

Pemberian obat sesuai indikasi.

 

Diuretik, contoh furosemid (Lasix);

 bumetadine (Bumex)

  Tiazid dengan agen pelawan kalium,

contoh spironolakton (Aldakton).

 

Tambahan kalium contoh K Dur.

Mempertahankan cairan/pembatasannatrium sesuai indikasi.

Konsul dengan ahli diet.

o  Pantau foto torak.

Kaji dengan torniket rotasi/flebotomi,dialysis, atau ultrafiltrasi sesuai indikasi

mengganggu /memperpanjang metabolisme obat.

Tanda defesit kalium dan natrium yang dapat terjadisehubungan denga perpindahan cairan dan terapi

diuretic.

 

Meningkatkan laju aliran urine dan dapat

menghambat reabsorpsi natrium/klorida padatubulus ginjal.

  Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium

 berlebihan.

 

Mengganti kehilangan kalium sebagai efek

samping terapi diuretic, yang dapatmempengaruhi fungsi jantung.

Menurunkan air total tubuh/mencegah reakumulasicairan.

Perlu memberikan diet yang dapat diterima pasien

yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan

natrium.o  Menunjukkan perubahan indikasif

 peningkatan/perbaikan kongesti paru.

Meskipun tidak sering digunakan, penggantiancairan mekanis dilakukan untuk mempercepat

 penurunana volume sirkulasi, khususnya pada edema

 paru refraktori pada terapi lain.Intoleransi aktivitas Setelah

diberikan

asuhan

o  Tanda-tanda vitaldalam batas normal:

TD 100-120/60-80

Mandiri:o

 

Periksa tanda vital sebelum dan segera

setelah aktivitas, khususnya bila pasien

Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktiviyas

karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan

Page 98: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 98/106

DiagnosaKeperawatan

Rencana Tindakan KeperawatanRasional

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

keperawatan

selama 4x24 jam, klien

mampu

aktivitas sesuaikemampuannya

.

mmHg, Nadi 50-

100x/menit, RR 16-24x/menit

Berpartisipasi pada

aktivitas yangdiinginkan,

memenuhi kebutuhan

 perawatan dirisendiri.

o  Mencapai

 peningkatan toleransi

aktivitas yang dapat

diukur, dibuktikanoleh menurunnya

kelemahan dankelelahan dan tanda

vital DBN selama

aktivitas.

mengguanakan vasodilator, diuretic,

 penyekat beta.o

 

Catat respons kardiopulmonal terhadap

aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,

 berkeringat, pucat.

Kaji presipitator/penyebab kelemahancontoh, pengobatan, nyeri, obat.

o  Ajarkan dan motivasi latihan  slow deep

breathing exercise, yaitu latihan nafasdalam sebanyak 6x nafas/menit selamaminimal 4 menit dan dilakukan 2x dalam

sehari 

Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.

Berikan bantuan dalam aktivitas perawatandiri sesuai indikasi. Selingi periode

aktivitas dengan periode istirahat.

Kolaborasi :o

 

Implementasikan program rehabilitasi

 jantung/aktivitas.

(diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.

Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk

meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas,

dapat menyebabkan peningkatan segera padafrekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga

 peningkatan kelelahan dan kelemahan.

Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker, traquilizer, dan sedatif). Nyeri dan program

 penuh stress juga memerlukan energi dan

menyebabkan kelemahan.

Latihan slow deep breathing dapat meningkatkan

reflek vasovagal serta meningkatkan saturasi O2sehingga pernapasan lebih efektif dan menurunkan

intoleransi aktivitas

Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi

 jantung daripada kelebihan aktivitas.

Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpamempengaruhi stress miokard/kebutuhan oksigen

 berlebihan.

Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindarikerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.

Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah

stress, bila disfungsi jantung tidak dapat membaikkembali..

Page 99: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 99/106

Lampiran 3. Satuan Acara Pembelajaran Congestive Heart Failure (CHF)

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

PENYULUHAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DAN

PERAWATANNYA DI RUMAH

Pokok bahasan : gagal jantung kongestif (CHF)

Sub-pokok bahasan : Pengertian gagal jantung kongestif, penyebab gagal jantung

kongestif, tanda-tanda gagal jantung kongestif, cara

 perawatan pasien dengan gagal jantung kongestif, dan tanda

 pasien dengan gagal jantung kongestif harus dibawa ke RS

atau pelayanan kesehatan

Sasaran : Pasien dengan gagal jantung kongestif (Tn B) dan keluarga

Tempat : Ruang 718 Lantai 7 Gd A RSCM

Waktu : 25 menit

I.  Tujuan Instruksional Umum

Setelah diberikan penyuluhan tentang gagal jantung kongestif, pasien dan

keluarga mengetahui tentang penyakit gagal jantung kongestif dan dan

Page 100: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 100/106

2.  Penyebab gagal jantung kongestif

3. 

Cara perawatan pasien gagal jantung kongestif di rumah4.  Tanda pasien gagal jantung kongestif harus dibawa ke RS atau

 pelayanan kesehatan

IV. Metode

1. 

Diskusi2.  Demonstrasi

V. Media

1.  Leaflet

VI. Kegiatan Belajar-Mengajar

Kegiatan penyuluh Kegiatan pendengar

Pembukaan

( 2 menit )

  Mengucapkan salam

  Memperkenalkan diri

  Kontrak waktu

  Menyampaikan tujuan

  Menjawab salam

  Mendengarkan

  Mendengarkan dan

menerima kontrakwaktu

  Mendengarkan

Page 101: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 101/106

  Kegiatan penyuluh Kegiatan pendengar

 

 Reinforcement  positif

  Menjelaskan tanda dan

gejala gagal jantung

   Reinforcement  positif

  Mengali pengetahuan

klien tentang

 perawatan pasien gagal

 jantung di rumah

   Reinforcement  positif

 

Menjelaskan tentang

 perawatan pasien gagal

 jantung di rumah

   Reinforcement  positif

  Mengali pengetahuan

klien tentang kapan pasien gagal jantung

harus dibawa ke RSatau pelayanan

kesehatan   Reinforcement  positif

 

Mendengarkan,memperhatikan

  mendengarkan dan

memperhatikan

  Mendengar dan

memperhtikan

  mendengarkan dan

menjawab

  Mendengar dan

memperhatikan

 

Mendengar dan

memperhatikan

  Mendengar dan

memperhatikan

  mendengarkan dan

menjawab

  Mendengar dan

memperhatikan

Page 102: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 102/106

  Kegiatan penyuluh Kegiatan pendengar

mendemonstrasikanlatihan napas pelan dandalam

   Reinforcement  positif

  Memberikan

kesempatan pada

keluarga untuk

 bertanya

  Menjawab pertanyaan

  Mendengar dan

memperhatikan

  Mendengarkan dan

menjawab

  Mendengar dan

memperhatikan

Penutup

( 3 menit )

  Diskusi atau tanya

 jawab

  Menyimpulkan materi

 bersama-sama

  Mengucapkan salam

  Memperhatikan dan

menjawab pertanyaan  Mendengarkan

  Menjawab salam

VII. Evaluasi

1. 

Evaluasi struktur

-  Tersedianya media

Page 103: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 103/106

  Menyebutkan 4 dari 8 tanda-tanda gagal jantung kongestif dengan

tepat  Menyebutkan 6 dari 7 cara perawatan pasien dengan gagal jantung

kongestif di rumah

  Mendemonstrasikan latihan napas pelan dan dalam dengan benar

MATERI GAGAL JANTUNG KONGESTIF DAN CARA

PERAWATAN DI RUMAH

1.  APA ITU GAGAL JANTUNG KONGESTIF?

Keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan metabolik (suplai O2 dan nutrisi tidak sesuai dengan

kebutuhan tubuh)

2.  MENGAPA BISA TERJADI?

 

kelainan otot jantung

hipertensi

Page 104: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 104/106

  Kuku dan mulut kebiruan

4.  BAGAIMANA CARA PERAWATAN DI RUMAH?

  Istirahat yang cukup

  Melakukan aktivitas sesuai toleransi, bila mulai terasa lelah segera istirahat

  Olahraga sesuai toleransi, misal jalan kaki, enam-senam kecil, atau latihan

tarik napas pelan dan dalam

  Konsumsi makanan rendah kolesterol (makanan berkolesterol : daging

ayam, daging sapi, kuning telor, makanan bersantan, dll)

  Konsumsi protein cukup ( kacang-kacangan seperti buncis, wotel, kacang

 panjang, tahu, tempe, ikan, telur)

 

Konsumsi makanan yang mengandung serat untuk mencegah susah buang

air besar ( sayuran dan buah-buahan )

  Hindari makanan yang asin

  Pembatasan konsumsi garam 2- 3 g/hari atau setengah peres sendok makan

 jika disertai hipertensi atau bengkak

 

Melakukan pembatasan minum sesuai anjuran dokter

  Minum obat dari dokter secara rutin

 

APA ITU GAGAL 

faktor lain : stress,

kehamilan, penyakit paru

Lampiran 4. Leaflet Congestive Heart Failure (CHF

Page 105: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 105/106

Pengertian dan Cara

Perawatannya

Oleh

Astutiningrum Puspa D., S.Kep

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia

2013

JANTUNG KONGESTIF?

Keadaan dimana jantung

tidak mampu memompa darah

 yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolik (suplai

O2 dan nutrisi tidak sesuai

dengan kebutuhan tubuh)

MENGAPABISA

TERJADI?

 kelainan otot

 jantung

 hipertensi

 

peradangan otot jantung 

penyumbatan pembuluh

darah koroner 

 gangguan katup jantung

 anemia

kehamilan, penyakit paru

TANDA-TANDA GAGAL

JANTUNG KONGESTIF? Sesak nafas

 Batuk

 Denyut nadi meningkat

 Kelelahan setelah melakukan

aktivitas

 

Gelisah

 

Bengkak pada kaki, tangan,dan / atau perut

 

Pucat, lemas

 Kuku dan mulut

kebiruan

 

Page 106: 20351475 PR Astutiningrum

7/23/2019 20351475 PR Astutiningrum

http://slidepdf.com/reader/full/20351475-pr-astutiningrum 106/106

BAGAIMANA CARA

PERAWATAN DIRUMAH?

  Istirahat yang cukup

  Melakukan aktivitas sesuai

toleransi, bila mulai terasa lelah

segera istirahat

  Olahraga sesuai toleransi, misal

 jalan kaki, senam-senam kecil,

dan latihan napas pelan dan

dalam

  Konsumsi makanan rendah

kolesterol (makanan

berkolesterol : daging ayam,

daging sapi, kuning telor,

makanan bersantan, dll)

  Konsumsi protein cukup

( kacang-kacangan seperti

buncis, wotel, kacang panjang,

tahu, tempe, ikan, telur)

  Konsumsi makanan yang

mengandung serat untuk

mencegah susah buang air besar( sayuran dan buah-buahan )

  Hindari makanan yang asin

  Pembatasan konsumsi garam 2-

3 g/hari atau setengah peres

sendok makan jika disertai

hipertensi atau bengkak

 

Melakukan pembatasan minumsesuai anjuran dokter

  Minum obat dari dokter secara

rutin

  Saat ke kamar mandi pintu

 jangan ditutup

  Kontrol ke pelayanan kesehatan

min. 2 minggu sekali untukmengetahui perkembangan

kesehatan

KAPAN HARUS DIBAWA KE

RUMAH SAKIT ATAU

PELAYANAN KESEHATAN?

 Sesak memberat

 Nyeri dada yang memberat

 

Kaki bengkak

 BAK sedikit atau tidak ada

BAK sama sekali