analisis ipm di kab. berau.pdf
Post on 24-Feb-2018
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
1/28
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
2/28
2
!"#$%& ()*$*+, -%./ 1
perumahan, kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Disamping itu
kemiskinan juga berkaitan dengan tingkat pertumbuhan pendapatan , tingkat pendidikan
dan kesehatan dan masalah-masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat denganmasalah kemiskinan. Dengan kata lain, pendekatannya harus dilakukan lintas sektor,
lintas pelaku secara terpadu dan terkoordinasi dan terintegrasi (www.bappenas.go.id, 12
Maret 2013 ).
Menurut Tambunan (2003), masalah besar dalam pembangunan yang dihadapi
banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah kemiskinan atau jumlah orang
yang berada dibawah garis kemiskinan (poverty line). Kemiskinan adalah kondisi dimana
seseorang atau keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan primer. Negara Indonesia
subur dan kekayaan alamnya melimpah, namun rakyatnya yang tergolong miskin cukup
besar.
Usaha Pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan sangatlah serius, bahkanprogram penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu program prioritas. Menurut
Bappeda Kabupaten Berau (2010) dalam Renstra Penanggulangan Kemiskinan
Kabupaten Berau 2011-2015 bahwa upaya Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten
Berau melalui empat program utama yaitu program perluasan kesempatan berusaha bagi
penduduk miskin, program pemberdayaan masyarakat, program peningkatan kapasitas
sumberdaya manusia dan program perlindungan sosial.
Permasalahan kemiskinan di Kabupaten Berau yaitu masih tingginya angka
kemiskinan. Perkembangan penduduk miskin di Kabupaten Berau meningkat cukup
tinggi, terutama pada kurun waktu tahun 2002 sampai dengan 2007. Jumlah Penduduk
miskin pada tahun 2002 mencapai 15.702 jiwa atau 11,99 persen dari total penduduk
Kabupaten Berau. Kemiskinan menjadi tanggungjawab bersama, terutama bagi
Pemerintah Kabupaten Berau sebagai penyangga proses perbaikan kehidupan masyarakat
dalam sebuah Pemerintahan, untuk segera mencari jalan keluar sebagai upaya
pengentasan kemiskinan.
Data empiris dari berbagai Negara sedang berkembang selama periode 1960-
1980 menunjukkan semakin melemahnya mekanisme trickle-down effect, pertumbuhan
ekonomi yang pesat tidak secara otomatis berdampak terhadap menurunnya tingkat
kemiskinan di suatu Negara. Sementara pada tahun 1960-an, pertumbuhan ekonomi tidak
memberikan pengaruh yang berarti terhadap pengurangan tingkat kemiskinan (Culter &
Katz, 1991).
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Berau pada kurun waktu 2002 sampai dengan
2011 secara agregat terlihat cukup dinamis yaitu di atas 5 %, kecuali pada tahun 2003
dan 2004 pertumbuhan ekonomi dibawah 5% yaitu 4,16% dan 2,64%. Pada tahun 2005
sampai dengan 2011 perekonomian Kabupaten Berau menunjukkan adanya peningkatan
dari tahun ke tahun yaitu tumbuh berkisar 5,08% sampai 8,04%. Namun pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Berau tidak selalu diringi dengan penurunan jumlah penduduk
miskin yang signifikan. Bahkan ketika indikator perekonomian Kabupaten Berau naik
pada tahun 2007 mencapai 6,79%, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau juga ikut
naik mencapai 14.600 jiwa.
Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja
yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
3/28
3
!"#$%& ()*$*+, -%./ 2
menjadi semakin serius. Besarnya jumlah pengangguran merupakan cerminan kurang
berhasilnya pembangunan di suatu Negara. Pengangguran dapat mempengaruhi
kemiskinan dengan berbagai cara (Tambunan, 2001). Jumlah pengangguran di KabupatenBerau pada periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2011 bergerak naik turun. Jumlah
pengangguran paling rendah pada tahun 2002 yaitu berjumlah 3.501 jiwa dan tertinggi
pada tahun 2006 yaitu berjumlah 8.284 jiwa.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu terobosan dalam menilai
pembangunan manusia. Sistem perhitungan ini diperkenalkan oleh seorang ekonom
bernama Amartya Send dan dibantu oleh Mahbub Ul Haq, sehingga sering indeks ini
disebut Indeks Sen. IPM mencakup 3 (tiga) komponen yang dianggap mendasar bagi
manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang
merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga aspek tersebut berkaitan dengan
peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan hidup layak (decent living )(BPS, 2012).
Napitupulu (2007), IPM adalah salah satu tolok ukur pembangunan suatu wilayah
yang berkorelasi negatif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut, karena
diharapkan suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup
masyarakat yang tinggi atau dapat dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi maka
seharusnya kemiskinan rendah. Kualitas sumberdaya manusia juga dapat menjadi faktor
penyebab terjadinya penduduk miskin. Kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari
Indeks Pembangunan manusia (IPM). Rendahnya IPM akan berakibat pada rendahnya
produktivitas kerja penduduk. Produktivitas kerja yang rendah berakibat pada rendahnya
perolehan pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan tingginya
jumlah penduduk miskin.
1.1 Rumusan MasalahDari uraian fenomena latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Apakah Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Pengangguran dan Indeks Pembangunan
Manusia secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Berau ?
2. Diantara ketiga variabel bebas tersebut, manakah yang memiliki pengaruh dominan
terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau ?
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian SebelumnyaPenelitian oleh Octaviani (2001) dengan judul Inflasi, pengangguran, dan
Kemiskinan di Indonesia dengan analisis indeks Forrester Greer dan Horbecke.
Tulisannya menganalisis tentang pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di
Indonesia. Model yang digunakan adalah modifikasi model ekonometri yang
dikemukakan oleh Cutler dan Katz (1991).
Penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Winarti (2006) yang berjudul
Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh serta dampak dari pertumbuhan
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
4/28
4
!"#$%& ()*$*+, -%./ 3
ekonomi terhadap jumlah penduduk miskin Indonesia, hal ini dilakukan karena jumlah
penduduk miskin akibat krisis belum berhasil dikurangi bahkan cenderung meningkat.
Penelitian ini menggunakan data panel dan variabel yang digunakan adalah kemiskinan,PDRB, tingkat inflasi, jumlah lulusan tingkat SMP, SMA,. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah bahwa tidak hanya pertumbuhan ekonomi saja yang mampu mengurangi
kemiskinan suatu daerah melainkan efek ke bawah (tickle down effect).
Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2010) dengan judul Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. Tulisannya meneliti tentang
pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan dan pengangguran terhadap
kemiskinan di Jawa Tengah. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan
ekonometrika dengan menggunakan metode panel Data. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa variable pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat
kemiskinan, Variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan,sedangkan variabel pengangguran memberikan pengaruh positif terhadap tingkat
kemiskinan.
2.2Landasan Teori
2.2.1 Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi merupakan pertambahan relatif nilai barang dan jasa
dalam satu periode (satu tahun). Pertambahan nilai barang dan jasa ini dapat dilihat dari
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai barang dan jasa dalam PDRB meningkat
karena jumlah dan harga dari barang dan jasa itu sendiri, untuk menghilangkan pengaruh
kenaikan harga maka pertumbuhan ekonomi dihitung dengan nilai PDRB dengan harga
konstan.
2.2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik TradisionalDalam argumen pasar bebas neoklasik merupakan keyakinan bahwa liberalisasi
pasar-pasar nasional akan merangsang investasi, baik itu investasi domestik maupun yang
berasal dari luar negeri, sehingga dengan sendirinya akan memacu tingkat akumulasi
modal. Bila diukur berdasarkan satuan tingkat pertumbuhan Gross National Product
(GNP), hal tersebut sama dengan penambahan tingkat tabungan domestik, yang pada
gilirannya akan meningkatkan rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratios) dan
pendapatan per kapita negara-negara berkembang yang pada umumnya miskin modal.
Model-model pertumbuhan neoklasik tradisional sesungguhnya bertolak secara langsung
dari model Harrod-Domar dan Solow.
2.2.3 Model Pertumbuhan Endogen
Aspek yang paling menarik dari model pertumbuhan endogen adalah bahwa
model tersebut membantu menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang
memperparah ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang. Potensi
tingkat pengembalian investasi yang tinggi yang ditawarkan oleh negara berkembang
yang mempunyai rasio modal-tenaga kerja yang rendah berkurang dengan cepat
dikarenakan rendahnya tingkat investasi komplementer (complementary investments)
dalam sumber daya manusia (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengembangan (R
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
5/28
5
!"#$%& ()*$*+, -%./ 4
& D). Secara sederhana, dengan demikian fungsi produksi agregat dapat dimodifikasi
menjadi sebagai berikut :
Y = A. F (K. H. L)Pada persamanaan di atas H adalah sumberdaya manusia yang merupakan
akumulasi dari pendidikan dan pelatihan.
Pengangguran merupakan permasalahan yang dihadapi oleh seluruh Negara di
dunia, terutama di negara-negara berkembang tidak terkecuali Indonesia. Jumlah
lapangan pekerjaan di negara sedang berkembang belum dapat menampung jumlah
pencari kerja. Tidak tertampungnya tenaga kerja dalam suatu kegiatan ekonomi antara
lain disebabkan oleh kurangnya keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja dan terbatasnya
jumlah lapangan kerja. Yang dimaksud dengan pengangguran disini adalah pengangguran
terbuka dan belum termasuk mereka yang tergolong pengangguran terselubung (disguised
unemployment) atau setengah pengangguran dengan angka yang lebih besar biladibandingkan dengan angka pengangguran terbuka. Untuk memperjelas konsep
pengangguran dan keterkaitannya dengan angkatan kerja, sebagaimana disajikan pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1 Penduduk, Angkatan Kerja dan Pengangguran
Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini yaitu PDB dalam konteks
nasional dan PDRB dalam konteks regional, hanya mampu memotret pembangunan
ekonomi saja. Untuk itu dibutuhkan suatu indikator yang lebih komprehensif, yang
mampu mengungkap tidak saja perkembangan ekonomi akan tetapi juga perkembangan
aspek sosial dan kesejahteraan manusia.
Indikator pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat
digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya
terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non
fisik (intelektual). Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat
Usia kerja 15 65
Tahun
Bukan Usia Kerja (0-14
tahun & > 65 tahun)
Bukan Angkatan Kerja dan
Bukan Pengangguran
Angkatan Kerja
Bekerja Tidak bekerja atau
pengangguran
Total Penduduk
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
6/28
6
!"#$%& ()*$*+, -%./ 5
tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli, sedangkan dampak
non fisik dilihat dari kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Teori Kemiskinan
Menurut Amartya Sen, seperti dikutip dari Bloom dan Canning (2001) dalam Dr.
dr. Tb. Rachmat Santika (2010) seseorang dikatakan miskin bila mengalami capability
deprivation dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang
substantif. Menurut Bloom dan Canning, kebebasan substantif ini memiliki dua sisi:
kesempatan dan rasa aman. Kesempatan membutuhkan pendidikan dan keamanan
membutuhkan kesehatan. Maka dapat dikatakan agar manusia dapat lebih produktif, ia
tidak hanya membutuhkan pendapatan semata tetapi juga ketersediaan akses kesehatan
dan pendidikan.
Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang disandang olehseseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah Negara yang
menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak dan
keadilan, terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia, hilangnya
generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara. Negara-negara maju yang lebih
menekankan pada kualitas hidup yang dinyatakan dengan perubahan lingkungan hidup
melihat bahwa laju pertumbuhan industri tidak mengurangi bahkan justru menambah
tingkat polusi udara dan air, mempercepat penyusutan sumber daya alam, dan
mengurangi kualitas lingkungan.
Ukuran Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik (2010), penetapan perhitungan garis kemiskinan
dalam masyarakat adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057 per orang
per hari. Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut berasal dari perhitungan
garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk
kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kilokalori per kapita per hari.
Sedang untuk pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran
untuk perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
Sedangkan ukuran menurut World Bank menetapkan standar kemiskinan
berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari
sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional. Dalam konteks tersebut, maka ukuran
kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2 per orang per hari.
2.3Keterkaitan Antar Variabel
2.3.1 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan Jumlah Penduduk Miskin
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat mencerminkan keberhasilan
pembangunan pada wilayah tersebut. Apabila suatu wilayah dapat meningkatkan laju
pertumbuhan ekonominya maka wilayah tersebut dapat dikatakan sudah mampu
melaksanankan pembangunan ekonomi dengan baik. Akan tetapi yang masih menjadi
masalah dalam pembangunan ekonomi ini adalah apakah pertumbuhan ekonomi yang
terjadi pada suatu wilayah sudah merata diseluruh lapisan masyarakat. Harapan
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
7/28
7
!"#$%& ()*$*+, -%./ 6
pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dapat meningkatkan pendapatan per kapita
masyarakat.
Simon Kuznets mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi,distribusi pendapatan cenderung memburuk, dan pada tahap selanjutnya, distribusi
pendapatannya akan membaik, namun pada suatu waktu akan terjadi peningkatan
disparitas pendapatan lagi yang akhirnya pada suatu titik tertentu akan menurun lagi. Hal
tersebut digambarkan dalam kurva Kuznets sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek ada korelasi positif antara
pertumbuhan pendapatan perkapita dengan disparitas pendapatan. Namun dalam jangka
panjang hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif.
Koefisien gini
PDRB per Kapita
Gambar 2.3
Kurva Kuznets
Menurut Kuznet (dikutip dari Tambunan, 2001), pertumbuhan dan kemiskinan
mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan
tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir
pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang.
2.3.2 Hubungan Jumlah Pengangguran Dengan Jumlah Penduduk MiskinMenurut Sukirno (2004) bahwa salah satu faktor penting yang menentukan
kemakmuran masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai
maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat terwujud, sehingga
apabila tidak bekerja atau menganggur maka akan mengurangi pendapatan dan hal ini
akan mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai sehingga dapat menimbulkan
buruknya kesejahteraan masyarakat.
Ada hubungan yang sangat erat sekali antara tingginya jumlah pengangguran
dengan jumlah penduduk miskin. Bagi sebagian mereka yang tidak mempunyai pekerjaan
yang tetap atau hanya bekerja paruh waktu (part time) selalu berada diantara kelompok
masyarakat yang sangat miskin Masyarakat yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
8/28
8
!"#$%& ()*$*+, -%./ 7
pemerintahan dan swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas
menengah ke atas. Setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin,
sedangkan yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Karena kadangkala ada jugapekerja di perkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang
lebih baik dan yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak
pekerjaan-pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian
karena mereka mempunyai sumber-sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan
mereka. Orang-orang seperti ini disebut menganggur tetapi belum tentu miskin.
2.3.3 Hubungan Indeks Pembangunan Manusia Dengan Jumlah Penduduk Miskin
Todaro (2000) juga mengatakan bahwa pembangunan manusia merupakan tujuan
pembangunan itu sendiri. Pembangunan manusia memainkan peranan kunci dalam
membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untukmengembangkan kapasitasnya agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang
berkelanjutan.
Lanjouw, dkk (2001) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia identik
dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan
lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi
penduduk miskin asset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan
dan kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas, dan pada
gilirannya meningkatkan pendapatan.
Kualitas Sumberdaya Manusia yang dapat dilihat dari nilai Indeks Pembangunan
Manusia dapat menjadi penyebab terjadinya penduduk miskin. Rendahnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja yang
berimbas pada rendahnya perolehan pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan
menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin.
2.4Kerangka Konseptual Penelitian
Berdasarkan landasan teori Simon Kuznet, Arsyad, Todaro & beberapa
kesimpulan, tujuan penelitian dan hasil penelitian sebelumnya serta permasalahan yang
telah dikemukakan, maka sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, berikut disajikan
kerangka konseptual yang dituangkan dalam model penelitian pada gambar 2.5. Kerangka
konseptual tersebut, menunjukkan pengaruh variabel independen baik secara parsial
maupun simultan terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau.
Variabel Independen Variabel Dependen
H2
H1
Pertumbuhan Ekonomi (X1)
Jumlah Pengangguran (X2) Jumlah Penduduk Miskin
(Y)
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
9/28
9
!"#$%& ()*$*+, -%./ 8
Gambar 2.5Kerangka Konseptual Penelitian
2.5Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tinjauan pustaka, landasan teori
dan kerangka proses berfikir serta kerangka konseptual, maka di diajukan hipotesis
sebagai berikut:
1. Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Pengangguran dan Indeks Pembangunan
Manusia secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Berau
2. Pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh dominan terhadap jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Berau
3. METODE PENELITIAN
3.1Defenisi Oprasional
Berikut diberikan penjelasan mengenai definisi operasional variabel independen
(X) maupun variabel dependen (Y) agar penelitian lebih terfokus pada permasalahan serta
untuk menghindari salah penafsiran atas variabel-variabel yang digunakan, dapat diuraian
sebagai berikut :
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB harga konstan dengan migas
setiap tahun di Kabupaten Berau dari tahun 2002 2011 dalam satuan persen
(%).
b. Jumlah Pengangguran
Jumlah pengangguran menurut BPS (2008) adalah jumlah orang yang masuk
dalam angkatan kerja (usia 15 tahun ke atas) yang sedang mencari pekerjaan
dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari pekerjaan
contohnya adalah ibu rumah tangga, siswa sekolah SMP, SMA, mahasiswa
perguruan tinggi, dan lain sebagainya karena sesuatu dan lain hal tidak/belum
membutuhkan pekerjaan. Data yang digunakan adalah jumlah pengangguranKabupaten Berau Tahun 2002 2011 menggunakan satuan jiwa
c. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari
harapan hidup, angka melek huruf dan pengeluaran perkapita. Angka indeks
komposit tersebut sudah dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan
formulasi yang ditetapkan UNDP. Data yang digunakan adalah indeks
pembangunan manusia Kabupaten Berau tahun 2002 2011.
d. Jumlah Penduduk miskin
Jumlah Penduduk Miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan di Kabupaten Berau. Garis kemiskinan yang merupakan dasar
Indeks Pembangunan Manusia
(X3)
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
10/28
10
!"#$%& ()*$*+, -%./ 09
perhitungan jumlah penduduk miskin ditentukan dua kriteria yaitu pengeluaran
konsumsi perkapita per bulan yang setara dengan 2100 kalori perkapita per hari
dan nilai kebutuhan minimum komoditi bukan makanan. Dalam penelitian ini,data yang digunakan adalah jumlah penduduk miskin Kabupaten Berau tahun
2002 2011 (dalam satuan jiwa).
3.2Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yaitu penelitian pustaka
Library Research, yaitu proses pengumpulan data yang berhubungan dengan objek yang
diteliti termasuk didalamnya pencatatan data penelitian yang telah dilakukan oleh pihak-
pihak terkait pada objek yang diteliti seperti Kantor Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Berau dan BPS Propinsi Kalimantan Timur. Dari teknik pengumpulan data
tersebut maka dapat diperoleh data skunder.
3.3Analisis Dan Pengujian Hipotesis
3.3.1 Analisis Kuantitatif
Analisis Kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrika digunakan untuk
menjawab permasalahan dan pembuktian hipotesis yang dikemukakan yaitu untuk
menelaah pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM terhadap
jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau. Dalam menganalisis data yang diperoleh
untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
yaitu dengan cara meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode
kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/QLS).Ukuran variable yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1
dibawah ini.
Tabel 3.1.Faktor, Variabel dan Ukuran yang digunakan dalam analisis
Faktor Variabel/Indikator Satuan Keterangan
Kemiskinan Jumlah Penduduk Miskin Jiwa Variabel Tak Bebas
(Y)
PertumbuhanEkonomi
Perkembangan PDRB % Variabel Bebas X1
Pengangguran Jumlah Pengangguran Jiwa Variabel Bebas X2
IPM Angka Harapan Hidup,Angka Melek Huruf Paritas
daya beli
Variabel Bebas X3
3.3.2 Analisis Korelasi / Koefisien Determinasi (R-Square)
Koofisien determinasi digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan variabel
bebas dalam menjelaskan variasi (turun naiknya secara bersama-sama) Y dengan
menghitung koofisien determinasinya.
Korelasi antar variabel dilakukan dengan cara membandingkan nilai-nilai
Pearson Correlation hasil perhitungan program SPSS. Menurut Sarwono (dalam
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
11/28
11
!"#$%& ()*$*+, -%./ 00
Andriawan, 2007:52) Derajat hubungan antar dua variabel ditunjukkan oleh nilai korelasi
yang dihasilkan. Angka korelasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Kriteria yang
menunjukkan kuat lemahnya korelasi ditunjukkan dengan nilai-nilai sebagai berikut :a. 0 0,25 : Korelasi sangat lemah
b. > 0,25 0,5 : Korelasi Cukup
c. > 0,5 0,75 : Korelasi Kuat
d. > 0,75 1 : Korelasi sangat kuat
3.4Pengujian Hipotesis
a. Pengujian arti keseluruhan regresi (Uji F)
Untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang digunakan dalam
model regresi secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen
perlu dilakukan pengujian koefisien dengan menggunakan derajat signifikansinilai F. Pengujian ini dilakukan dengan komputer menggunakan program SPSS
Versi 20.
Dasar Pengambilan keputusan menurut Singgih, 2000 : 210 adalah :
1. Jika probabilitas (nilai signifikansi) > 0,05 (!) maka Ho diterima dan menolak
Ha = tidak signifikan
2. Jika probabilitas (nilai sigfikansi) < 0,05 (!) maka Ho ditolak dan menerima
Ha = signifikan.
b. Pengujian Koefisien Regresi Parsial (Uji t)
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial atau individu terhadap
variabel tidak bebas dengan asumsi variabel yang lain konstan. Pengujian inidilakukan dengan melihat derajat signifikansi masing-masing variabel bebas
dengan komputer menggunakan program SPSS Versi 20.
Dasar pengambilan keputusan menurut (Singgih Santosa, 2000 : 210) :
1. Jika probabilitas (nilai signifikansi) > 0,05 (!) maka Ho diterima dan menolak
Ha = tidak signifikan
2. Jika probabilitas (nilai sigfikansi) < 0,05 (!) maka Ho ditolak dan menerima
Ha = signifikan
3.5Uji Asumsi Klasik
Uji Multikolinieritas, adalah adanya korelasi yang pasti diantara variabel bebas.Dalam kasus multikolinieritas sempurna penaksir OLS (Ordinary Least Square) tak
tertentu dan kesalahan standarnya tidak tertentu juga. Model tersebut dapat dipergunakan
untuk membuat estimasi atau perkiraan, pengujian hipotesis dan ramalan interval nilai
variabel tak bebas Y. (Supranto, 2004 :10). Jika terjadi multikolinieritas yang nyata tetapi
tidak sempurna maka terdapat beberapa konsewensi, diantaranya adalah kesalahan
standar yang diperoleh cenderung membesar dengan meningkatnya tingkat korelasi
diantara variabel bebas. Hasil uji asumsi bahwa tidak terjadi multikolinieritas ditunjukkan
nilai VIF yang tidak melebihi nilai 10.
Uji Autokorelasi, adalah suatu keadaan dimana terdapat hubungan antara
variabel pengganggu yang berurutan dari data time series. Dalam konteks penelitian,
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
12/28
12
!"#$%& ()*$*+, -%./ 01
permasalahan ini mungkin timbul antara lain disebabkan oleh model yang bersifat
autogressive atau adanya beda kala (Supranto, 2004 : 87).
Untuk mendeteksi adanya gejala tersebut digunakan pengujian besaran Durbin-Watson yang diperoleh dari perhitungan dengan nilai kritis DW dari tabel. Bila pengujian
ini ternyata berda pada daerah ragu-ragu, selanjutnya dilakukan Runs test. Untuk
mengetahui nilai Durbin Watson dengan menggunakan program komputer statistik SPSS
versi 20. Penggunaan program komputer pada penelitian ini dimaksudkan untuk
mempercepat proses perhitungan dan keakuratan hasil perhitungan.
Heteroskedastisitas, Asumsi OLS lainnya adalah bahwa variabel-variabel
pengganggu mempunyai varians yang sama atau secara matematis ditulis variabel E
(1) = "2sama untuk semua kesalahan koefisien pengganggu (asumsi homoskedastisitas.
Pengertian homoskedastisitas adalah varian ("2) dari residual (kesalahan koefisien
pengganggu) dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain adalah tetap. Jika asumsi initidak terpenuhi maka problem Heteroskedastisitas (Supranto, 2004 : 46).
Salah satu cara yang dilakukan untuk menghilangkan Heteroskedastisitas dalam
model regresi adalah dengan mentransformasi variabel menjadi log. Jika hal ini dilakukan
maka masing-masing koefisien regresi yang dihasilkan dari model menunjukkan besarnya
elastisitas masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya. Menurut
(Gozali, 2005 : 95) untuk mendeteksi ada atau tidaknya Heteroskedastisitas yaitu melihat
penyebaran dari varian residunya.
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1Analisi Kuantitatif4.1.1 Analisis Pengaruh X terhadap Y
Menganalisi pengaruh pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM
terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau, maka dapat digunakan alat
analisis statistik dengan persamaan linier berganda. Data tabel 5.1 di atas diregresikan
dengan program SPSS , sehingga diperoleh hasil sebagaimana pada tabel 5.2 berikut :
Tabel 5.2. Koefisien (Y)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 121765.605 35364.815 3.443 .014
Growth 1123.514 490.601 .948 2.290 .062
Pengangguran .170 .460 .135 .369 .725
IPM -1634.112 545.568 -1.558 -2.995 .024
a. Dependent Variable: Miskin
Hasil perhitungan diperoleh persamaan regresinya sebagai berikut :
Y = 121.765,605 + 1.123,514X1+ 0,170X2 1.634,112X3
Hal ini menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel bebas atau nilai beta dari
masing-masing variabel yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin adalah sebagai
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
13/28
13
!"#$%& ()*$*+, -%./ 02
berikut : pertumbuhan ekonomi sebesar 1.123,514, Jumlah pengangguran sebesar 0,170
dan IPM sebesar 1.634,112.
Persamaan regresi berganda yang didapat dari hasil perhitungan tersebut dapatdijelaskan bahwa bila terjadi penambahan output pertumbuhan ekonomi (X1) sebesar 1
persen dengan asumsi jumlah pengangguran (X2) dan IPM (X3) tidak berubah, maka
penduduk miskin (Y) akan bertambah sebesar 1.124 orang. Penambahan jumlah
pengangguran (X2) sebesar satu orang dengan asumsi pertumbuhan ekonomi (X1) dan
IPM (X3) tidak berubah, maka penduduk miskin (Y) akan bertambah sebesar 0,170%.
Demikian juga bila terjadi penambahan IPM (X3) sebanyak 1 satuan dengan asumsi
pertumbuhan ekonomi (X1) dan jumlah pengangguran (X2) tidak berubah, maka
penduduk miskin (Y) akan berkurang sebesar 1.634 orang.
4.1.2 Analisis Korelasi / Koefisien Determinasi (R2) Untuk Y
Pengolahan regresi berganda pada program SPSS didapatkan nilai koefesiendeterminasi regresi berganda dengan output sebagai berikut:
Tabel 5.3. Koefisien Korelasi dan Determinasi (R2)
Model RR
Square
Adjus
ted R Square
Std.
Error of the
Estimate
Durbi
n-Watson
1.8
35a
.6
97
.545 1339.
877
2.947
a. Predictors: (Constant), IPM, Pengangguran, Growth
b. Dependent Variable: Miskin
Angka R atau koefesien korelasi sebesar 0,835 (83,5%) menunjukkan adanya
korelasi atau hubungan antara variabel penduduk miskin (dependen) dengan variabel
pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran, dan indeks pembangunan manusia
(independen) dalam tingkat yang kuat.
Output SPSS tersebut dapat diketahui angka Korelasi Determinasi atau R square
(R2) sebesar 0,697 yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen yang
digunakan yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM dapat
menjelaskan model sebesar 69,7% terhadap penduduk miskin, sedangkan sisanya sebesar
30,3% adalah dari variabel lain tidak termasuk dalam variabel penelitian ini.
4.2Pengujian Hipotesis
Untuk menguji Hipotesis I (H1) atau tingkat pengaruh pertumbuhan ekonomi,
jumlah pengangguran dan IPM secara bersama-sama atau simultan memberikan pengaruh
positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin digunakan uji F.. Dari uji anova
atau F test yang dilakukan pada perhitungan SPSS dapat dilihat pada tabel 5.4 (Tabel
Anova) berikut :
Tabel 5.4. Hasil Uji F (Anova)
ModelSum of
Squares f
Mean
Square
FS
ig.
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
14/28
14
!"#$%& ()*$*+, -%./ 03
Regressi
on
247767
76.658
8258
925.553
4
.600
.
043a
Residual107716
15.442
1795
269.240
Total355483
92.100
a. Predictors: (Constant), IPM, Pengangguran, Growth
b. Dependent Variable: Miskin
Dari Anova atau Ftestdidapat Fhitungsebesar 4,600 dengan tingkat signifikan (Sig.)
sebesar 0,043. Karena tingkat probabilitas (0,043) lebih kecil dari 0,05, maka model
regresi telah tepat dalam menggambarkan hubungan jumlah penduduk miskin di
Kabupaten Berau terhadap variabel-variabel yang berpengaruh, dengan demikianhipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara
bersama-sama atau simultan antara variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran
dan IPM terhadap jumlah penduduk miskin.
setiap pengaruh yang ditimbulkan oleh setiap variabel tersebut signifikan atau
tidak, maka dilakukan pengujian parsial atau uji t. Seluruh nilai t hitung dicari dengan
perhitungan program SPSS.
Tabel 5.5. Hasil Uji t
Model
Standardized
Coefficients t Sig.
Beta
1 (Constant) 3.443 .014
Growth .948 2.290 .062
Pengangguran .135 .369 .725
IPM -1.558 -2.995 .024
Berdasarkan tabel 5.5 Standardized Coefficients (Beta) memperlihatkan bahwa
nilai beta untuk variabel-variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran adalah
positif dan IPM mempunyai nilai negatif. Dari tiga variabel tersebut yang menunjukkan
nilai paling tinggi adalah pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 0,948 dibandingkan
variabel lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
berpengaruh paling dominan terhadap jumlah penduduk miskin.
Dari hasil Uji t pada tabel 5.5 yang pengujiannya dilakukan pada tingkat
kepercayaan 95% atau ! = 0,05. Konstanta yang bernilai 121765.605 menunjukkan
bahwa nilai variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM tidak
mengalami perubahan atau tetap.
4.3Uji Asumsi Klasik
4.3.1 Uji Kolinieritas Ganda (Multicolinierity)
Hasil uji multikolinieritas dalam persamaan regresi pada penelitian ini terlihat
pada tabel di bawah ini:
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
15/28
15
!"#$%& ()*$*+, -%./ 04
Tabel 5.6.Hasil Perhitungan VIF.
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
Growth 0,295 3,393
Pengangguran 0,376 2,659
IPM 0,187 5,355
a. Dependent Variable: Miskin (diolah dari lampiran 1).
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai tolerance pada variabel-variabelpertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM > 0,10 dan nilai VIF < 10, yang
berarti bahwa tidak terjadi multikolinieritas antara sesama variabel independen pada
penelitian ini.
4.3.2 Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat diketahui dengan menggunakan uji Durbin Watson
yang bisa dilihat dari hasil uji regresi berganda. Regresi dikatakan telah
memenuhi asumsi autokorelasi jika nilai dari uji Durbin-Watson, dengan tabel 5.7
berikut :
Tabel 5.7. Nilai Durbin-Watson
NILAI DW Kesimpulan
Kurang dari 1,08 Ada autokorelasi
1,08 s.d 1,66 Tanpa Kesimpulan
1,66 s.d 2,34 Tidak ada Autokorelasi
2,34 s.d. 2,92 Tanpa Kesimpulan
Lebih dari 2,92 Ada Autokorelasi
Sumber Algifari (2000 :86)
Pada tabel 5.7 di atas dari hasil regresi didapatkan nilai DW Statistik sebesar
2,947 , maka hasil Durbin Waston 2.947 berada pada level Lebih dari 2,92 sehingga
dapat disimpulkan ada Autokorelasi.
4.3.3 Uji Heterokedastisitas
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
16/28
16
!"#$%& ()*$*+, -%./ 05
Ketidaksamaan data dan bervariasinya data yang diteliti merupakan gejala
heterokedastisitas. Untuk mengetahui terjadinya heterokedastisitas dapat dilihat melalui
analisis residual statistic, seperti pada tabel 5.11 dibawah ini :Tabel 5.9Hasil Uji Residual Statistics
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 10059.12 15501.12 12144.30 1659.209 10
Residual -1811.232 1827.885 .000 1094.005 10
Std. Predicted Value -1.257 2.023 .000 1.000 10
Std. Residual -1.352 1.364 .000 .816 10
a. Dependent Variable: Miskin
Dari tabel 5.9 di atas dapat diliha nilai dari standar residual rata-rata adalah .000,
maka dapat disimpulkan bahwa model analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini
tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
Tujuan penelitian penulis adalah menganalisis pertumbuhan ekonomi, jumlah
pengangguran dan IPM terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau. Beberapa
penelitian empiris dan dasar teori yang menjadi rujukan penulis, menemukan adanya
pengaruh faktor pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM terhadap jumlah
penduduk miskin. Pengaruh dapat positif juga negatif, dimana pengaruh positif
mencerminkan hubungan searah, sementara pengaruh negatif sebaliknya yaituberlawanan arah.
Hipotesis penelitian ini menduga bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah
pengangguran dan IPM secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Berau serta pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh
dominan terhadap jumlah penduduk miskin.
Hasil perhitungan regresi berganda dengan menggunakan program SPSS untuk
mencari koefisien korelasi, Koefisien determinasi, melakukan uji F serta Uji t. Koefisien
korelasi (R) sebesar 83.5% menunjukan bahwa kuatnya hubungan antara variabel
penduduk miskin (Y) dengan variabel pertumbuhan ekonomi (X1), jumlah pengangguran
(X2) dan IPM (X3). Selain itu dari tanda angka R yang positif menujukkan arahhubungannya adalah positif. Ini berarti penambahan variabel independen (X1, X2, dan X3)
akan diikuti oleh penambahan variabel terikat (Y).
Temuan dalam penelitian ini cukup menarik untuk dibahas, dimana di Kabupaten
Berau pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin. Hal
ini dapat dikaitkan dengan karakteristik dan perilaku atau pola hidup masyarakat di
Kabupaten Berau. Menurut Oscar Lewis dalam Asriwandari dkk, 2007 bahwa kemiskinan
bukanlah semata-mata berupa kekurangan dalam hal ekonomi, tetapi juga melibatkan
kekurangan dalam hal kebudayaan dan kejiwaan member corak tersendiri. Kemiskinan
dapat muncul sebagai akibat nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut oleh kaum miskin itu
sendiri. Tingkat pendidikan dan pemanfaatan akses kesehatan yang rendah karena kondisi
lingkungan yang serba miskin yang cenderung diturunkan dari generasi ke generasi.
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
17/28
17
!"#$%& ()*$*+, -%./ 06
Kaum miskin telah memasyarakatkan nilai-nilai dan perilaku kemiskinan, dan akibat
perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan, jadi nilai-nilai dan perilaku terbentuk
karena lingkungan kemiskinan.Kabupaten Berau dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2011 berjumlah
10.155 jiwa (5,46%), tersebar di 13 kecamatan terutama di daerah pedalaman dan pesisir.
Rata-rata penduduk miskin yang ada di Kabupaten berau bermata pencaharian sebagai
buruh nelayan dan petani. Mereka tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap,
mereka memanfaatkan situasi yang ada. Selain itu ternyata penduduk miskin ini
mayoritas merupakan penduduk asli dan memang kelahiran daerah tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik kemiskinan di Kabupaten Berau adalah
a). ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need) seperti pangan, gizi,
sandang, papan, pendidikan dan kesehatan, b). Inaccesibility, yaitu ketidakmampuan
menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi baik akibat rendahnya daya tawar(bargaining position) maupun keterbatasan modal, teknologi dan sumberdaya manusia,
c). vulnerability, mudah jatuh dalam kemiskinan (rentan) akibat berbagai resiko seperti
penyakit, bencana alam, kegagalan panen dan sebagainya sehingga harus menjual asset
produksinya. Kerentanan ini sering disebut poverty rackets atau roda penggerak
kemiskinan. Karakteristik kemiskinan di Kabupaten Berau inilah yang mengakibatkan
jumlah penduduk miskin cenderung bertambah seiring dengan kenaikan pertumbuhan
ekonomi.
Variabel IPM sangat memberikan pengaruh kuat terhadap penduduk
miskin sebagai variabel dependen. Pada penelitian ini Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadapjumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau. Hal ini mengindikasikan bahwa
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia akan berakibat pada meningkatnya
produktivitas kerja dari penduduk, sehingga akan meningkatkan perolehan
pendapatan. Hal ini berarti juga semakin tinggi perolehan pendapatan akan
menyebabkan penurunan jumlah penduduk miskin. Hasil regresi ini ditunjang
dengan data bahwa adanya kecenderungan kenaikan Indeks Pembangunan
Manusia di Kabupaten Berau tahun 2011 diiringi dengan penurunan jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Berau. Sehingga dapat dikatakan bahwa
meningkatnya IPM telah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah disajikan pada bab
terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat korelasi variabel independen tersebut menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan secara simultan (keseluruhan) sebesar 83,5%. Kemudian koefisien
determinasi sebesar 67,9% yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen
yang digunakan dapat menjelaskan model sebesar 67,9% terhadap jumlah penduduk
miskin sedangkan sisanya sebesar 32,1% adalah dari variabel independen lain yang
tidak digunakan dalam penelitian ini.
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
18/28
18
!"#$%& ()*$*+, -%./ 07
2. Hasil penelitian dengan perhitungan kuantitatif menggunakan model statistic regresi
linier berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel independen atau nilai
beta dari masing-masing variabel yang mempengaruhi jumlah penduduk miskinberturut-turut adalah pertumbuhan ekonomi 1123.514, jumlah pengangguran 0,170
dan IPM 1634,112, sehingga persamaan regresi dapat dituliskan :
Y = 121.765,605 + 1.123,514X1+ 0,170X2 1.634,112X3
3. Pengaruh secara keseluruhan uji F nilai signifikansinya sebesar 0,043 sehingga secara
keseluruhan variabel independen dan dependen dapat dijelaskan dengan model
persamaan regresi.
4. Pengaruh parsial dari uji t masing-masing variabel independen nilai signifikansinya
secara berturut-turut pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM sebesar
0,062 ; 0,725 ; dan 0,024 menunjukkan bahwa hanya variabel IPM yang berpengaruh
signifikan terhadap variabel penduduk miskin.
5. Uji asumsi klasik pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas,
hasil estimasi mengandung serial positif sehingga tidak terjadi autokorelasi, tetapi
terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, BPS 2003 2012 . Kabupaten Berau Dalam Angka 2003 s/d 2012. BPS.Kabupaten Berau
-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2005.Indeks Pembangunan Manusia 2005.BPSKabupaten Berau
-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2008.Indeks Pembangunan Manusia 2008.BPSKabupaten Berau
-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2009.Indeks Pembangunan Manusia 2009.BPS
Kabupaten Berau
-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2012.Indeks Pembangunan Manusia 2012.BPSKabupaten Berau
----------, BPS 2004. Produk Domestik Regional Bruto Menurut lapangan Usaha. 2004.BPS Kabupaten Berau
----------, BPS 2012. Produk Domestik Regional Bruto Menurut lapangan Usaha. 2012.
BPS Kabupaten Berau
-----------, Bappeda Kab. Berau & LPEM-UNMUL , 2011.Rencana StrategisPenanggulangan Kemiskinan Kabupaten Berau Tahun 2011-2015. Berau
-----------, BPS 2004. Propini Kalimantan Timur Dalam Angka 2004.. BPS PropinsiKalimantan Timur
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
19/28
19
!"#$%& ()*$*+, -%./ 08
-----------, BPS 2008. Propini Kalimantan Timur Dalam Angka 2008.. BPS Propinsi
Kalimantan Timur
-----------, BPS 2012. Propini Kalimantan Timur Dalam Angka 2012.. BPS PropinsiKalimantan Timur-----------, BPS-Bappenas-UNDP, 2001. Indonesia Human Development Report 2001,
Towards a New Consensus : Democracy and Human Development Indonesia,
Jakarta; BPS-----------, BPS 2010. Berita Resmi Statistik. No. 45/07/th XIII. 1 Juli 2010
-----------, LPEM-FE UI, 2010.Indikator Pembangunan Daerah , Jakarta; FE UI
Ananta, Aris, 1987.Landasan Ekonometrika.Gramedia. Jakarta
Arsyad, Licolin, 2004.Ekonomi Pembangunan.STIE YKPN. Yogyakarta. Hal 237.
Asriwandari Hesti, Syafrizal dkk, 2007. Karakteristik Kemiskinan dan Perilaku HidupSehat Pada Masayrakat Miskin. Jakarta. Fisip-UI. Hal 1-17.
Basri, Faisal 1997.Perekonomian Indoensia Menjelang Abad XXI. Erlangga. Jakarta. Hal102
Djoyohadikusumo, Sumitro, 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori
Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan.Jakarta; LPES
Culter, David. M dan Lawrence F. Katz. Macroeconomic performance and The
Disadvantaged. Brooking Paper on Economuc activity. Vol 1991 No. 2, Hal
1 174
Gujarati, Damodar, 1999. Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarsono Zeins, Jakarta,
Erlangga.
Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2008.Dampak Petumbuhan Ekonomi TerhadapPenurunan Jumlah Penduduk Miskin. Online athttp://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAKS3.pdf, Diaksestanggal 21 Maret 2013.
Jhingan, ML 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers, Jakarta. hlm229 245
Kuncoro, Mudrajat,. 2001. Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta : UPP AMPYKPM. Yogyakarta.
Kuncoro, Mudrajad, 2006. Ekonomika Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan.Edisi Empat UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Mulyaningsih, Yani 2008.Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor Publik terhadapPeningkatan Pembangunan Manusia dan Pengurangan Kemiskinan. PascaSarjana UI.
Napitupulu, S Apriliah , 2007. Pengaruh Indikator Indeks Pembangunan ManusiaTerhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin di Sumatra Utara.Medan
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
20/28
20
!"#$%& ()*$*+, -%./ 19
Octaviani, Dian. 2001. Pengaruh Inflasi dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di
Perkotaan Indonesia. Jakarta. Universitas Indonesia. Thesis
Pantjar Simatupang dan Saktyanu K, Dermoredjo, 2003. PDB, Harga dan Kemiskinandalam Media Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol 51, No. 3. Hal 191-324.
Prasetyo, Adit Agus 2010. Analisis factor-faktor yang mempengaruhi tingkatKemiskinan, Jawa Tengah
Rachmat, Santika, 2010. Memaknai kembali fenomena kependudukan Indonesia. Buletin
IDAI No. 69 Th. XXX . Online atwww.idai.or.id/buletin/idai/view.asp71D=740&IDEdisi69 Diakses tanggal 24Maret 2013.
Rasidin K. Sitepul dan Bonar M. Sinaga, 2009. Dampak Investasi Sumberdaya manusiaterhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia. Pendekatanmodel computable General Equilibrium. Jakarta
R. Nurkse, 1953.Problem of capital Formation in Underdevelopment Countries.OxfordBasis Blackwell.
Sukirno, Sadono, 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi. PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta
Santosa, Singgih 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. PT. Elex Media Computindo.Jakarta
Todaro, Michel P. 2000. Pembangunan Ekonomi di dunia Ketiga. Alih Bahasa HarisMunandar, Edisi Ke tujuh, Erlangga, Jakarta
Tri Widodo, 2006.Perencanaan Pembangunan. UPP STIM, YKPN, Jogjakarta, hal 3.
Tambunan, TH Tulus, 2003. Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting,Ghalia Indoensia, Yogyakarta. hal 140
World Bank, 1990. Indonesia : Strategy for Sustained Reduction in Poverty. A WorldBank Country Study Report No. 10009. Diakses dari http://www-wdsworldbank.org/external/default/DSContentServer/ WD pada tgl. 21 Maret 2013.
www.bappenas.go.iddiakses pada tgl. 13 Maret 2013.
www. Worldbank.go.id pada tgl. 12 Maret 2013.
www.wikipedia.compada tgl. 8 Maret 2013.
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
21/28
21
!"#$%& ()*$*+, -%./ 10
2.6Konsep/ Teori Modal, Struktur Modal
Dalam ilmu ekonomi, istilah capital (modal) merupakan konsep yangpengertiannya berbeda-beda, tergantung dari konteks penggunaannya dan aliranpemikiran (school of thought) yang dianut. Secara historis konsep modal jugamengalami perubahan/perkembangan (Snavely, dalam Encyclopedia Americana1980:595). Dalam abad ke-16 dan 17 istilah capital dipergunakan untuk
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
22/28
22
!"#$%& ()*$*+, -%./ 11
memnunjuk kepada (a) stok uang yang akan dipakai untuk membeli komoditi fisikyang kemudian dijual guna memperoleh keuntungan, atau (b) stok komoditi itu
sendiri. Pada waktu itu istilah stock dan istilah capital sering dipakai secarasinonim. Perusahaan dagang Inggris yang didirikan dalam masa itu atas dasarsaham misalnya, dikenal sebagai join stock companies atau capital stockcompanies.
Adam Smith dalam The Wealth of Nation (1776 dalam Wnardii, 2008:3)juga menggunakan istilah capital dan circulating capital. Pembedaan inididasarkan atas kriteria sejauh mana suatu unsur modal itu terkonsumsi dalam
jangka waktu tertentu (misal satu tahun). Jika suatu unsur modal itu dalam jangkawaktu tertentu hanya terkonsumsi sebagian sehingga hanya sebagian (kecil)nilainya menjadi susut, maka unsur itu disebut fixed capital (misal mesin,
bangunan, dan sebagainya). Tetapi jika unsur modal terkonsumsi secara total,
maka ia disebut circulating capital(misal tenaga kerja, bahan mentah dan saranaproduksi). Pembedaan semacam ini (yang juga masih umum dipergunakan sampaisekarang), mendapat kritik dari Marx.
6. Alat Analisis dan Pengujian Hipotesis
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis dengan pendekatan :
1. Regresi berganda melalui variabel Dummy2. Fungsi produksi Cobb-Douglas
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sarung di kota samarindadapat diturunkan menjadi model ekonometrika, sehingga hubungan linearnyadapat ditulis dalam persamaan regresi berganda (Multiple Regression) sebagai
berikut :
Y = b0+ b1 X1+ b2 X2 + b3 X3
Y = 1 = (b0+ b3) + b1 X1+ b2 X2
Y = 0 = b0+ b1 X1+ b2 X2
Y = b0 X1b1X2
b2 e b3 x3 +b4 x4
InY = Inb0+ b1 InX1 + b2 InX2+ Ine b3 x3 +b4 x4
Di mana : Y : jumlah produksi sarung samarinda
X1 : modal
X2 : tenaga kerja
X3 : Teknologi
0 = ATT
1 = ATBM
-
7/25/2019 Analisis IPM di Kab. Berau.pdf
23/28
23
!"#$%& ()*$*+, -%./ 12
3.7.2 Teknik Pengujian
3.7.2.1 Uji t (Uji parsial / secara terpisah)
Pengujian koefisien regresi dilakukan secara terpisah (uji parsial) antaravariabel X1 dengan Y serta X2 dengan Y dan X3 dengan Y , dengan menggunakanuji t pada tingkat kepercayaan 95 % digunakan rumus sebagai berikut (Widarjono, 2005 : 58 ) :
1. Uji hipotesis
0:
0:
1
10
top related