tulisan dr prakarsa 09 10-2011-01

Post on 07-Apr-2017

190 Views

Category:

News & Politics

2 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Petani Humbahas Desak DPRD Tolak RUU Pengadaan Tanah untuk PembangunanOleh: David Rajagukguk

Tulisan ini berawal dari adanya aksi yang dilakukan oleh kelompok Petani (Petani Kemenyan dan Kelompok Tani/CU) yang ada di Humbang Hasundutan, yaitu dari kecamatan Pollung (Pandumaan-Sipithuta), Kecamatan Dolok Sanggul (Desa Aek Lung) dan Kecamatan Parlilitan (parluasan, Bintang Maria dan pargamanan). Aksi ini berawal dari keluarnya RUU Pengadaan Tanah untuk kepentingan Pembangunan yang saat ini sedang di bahas di DPR RI. RUU ini mendapat reaksi dari berbagai kalangan terutama para aktivis yang pro pada pembangunan yang berbasis rakyat dan tidak terlepas para pakar hukum yang meilihat RUU ini sarat dengan kepentingan. Berawal dari banyaknya masukan dan analisis terhadap RUU ini, dilakukan diskusi di kelompok agar petani mengetahui bahwa RUU ini dapat mensengsarakan mereka jika disahkan. Dari diskusi-diskusi yang dilakukan inilah kemudian direncanakan aksi berasama kelompok petani yang didampingi oleh KSPPM seperti yang telah disebutkan diatas. Aksipun disepakati dilaksankan pada 20 September 2011 dan aksi ini tidak hanya untuk melakukan penolakan terhadap RUU pengadaan tanah untuk kepentingan umum tetapi sekaligus dalam rangka memperingati hati tani nasional seiring dengan hari lahirnya UU Pokok Agraria No. 5 tahun 1960.

RUU ini harus ditolakKenapa RUU ini perlu di tolak? Dari studi bedah terhadap RUU yang dilakukan oleh berbagai pihak, jelas memang RUU ini sangat sarat dengan kepentingan pihak-pihak, khususnya para investor. Sesuai dengan hasil studi yang dilakukan ada beberapa hal yang sangat penting dicermati dan perlu ada pelurusan, yaitu: (1). Dalam RUU ini tidak dijelaskan secara terperinci apa saja yang dimaksud dengan kepentingan umum. (2). Lebih mendorong pengakuan atas tanah dengan adanya alas hukum kepemilikan tanah tersebut, hal ini akan sangat berlawanan dengan masyarakat adat dan jelas merusak tatanan yang ada pada masyarakat adat. Jika hal RUU ini disahkan maka akan semakin banyak rakyat dan khususnya masyarakat adat akan dengan mudahnya dirampas haknya. (3). RUU ini lebih menguntungkan para pengusaha/investor yang sangat membutuhkan tanah untuk mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) yang ada tanpa harus memperhatikan kepentingan rakyat. (4). Aspek pengakuan pengakuan kepemilikian masyarakat menjadi tidak jelas dan menyebabkan rakyat akan sangat mudah ilakukan tidak adil karena dalam proses ganti rugi misalnya semakin tidak jelas karena langsung melibatkan Pengadilan dalam proses penyelesaian ganti ruginya. Menurut saya keempat hal ini yang paling pokok menjadi permasalahan yang ada di RUU ini. Jika RUU ini disahkan maka pelanggaran terhadap hak Azasi rakyat akan semakin mudah dan sangat sulit untuk dilindungi.

Keempat penjelasan diataslah yang mendorong petani untuk melakukan aksi bersama guna memperjuangkan hak-hak mereka agar tidak semakin diabaikan oleh pemerintah. Jika RUU ini tidak ditolak maka apa yang mereka alami dan pejuangkan sekarang akan semakin sulit untuk dilesesaikan dan bahkan akan muncul permasalahan-permasalahn baru yang sama di daerah lain. Kita ketahui bersama ahwa saat ini mereka masih berjuang untuk mendapatkan kembali Hutan Adat/ kemenyan yang telah beratus tahun diwariskan oleh nenek moyang mereka dan merupakan sumber mata pencaharian utama. Khekawatiran bahwa PT TPL yang telah menjadi musuh besar bagi mereka akan semakin mudah untuk merampas dan menguasai hutan adat/kemenyan yang mereka miliki. Atas kesadaran inilah semangat untuk

bersatu dan menjadikan perjuangan ini tidak hanya perjuangan kelompok kecil saja sebagai awal untuk membangun kekuatan berjuang yang lebih besar lagi. Mereka tidak mau kehilangan hak atas tanah adat yang telah diwariskan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup.

Aksi 20 Spetember 2011Setelah melalui berbagai persiapan yang matang dalam mempersiapkan aksi ini, semua kelompok yang berjuang bersama dalam mempertahankan hak-haknya (terutama hak atas tanah adatnya) berkumpul di Gereja Khatolik Sipituhuta, Kecamtan Pollung sebagai titik awal dengan tujuan kantor para wakil rakyat humbahas. Dalam aksi ini kurang lebih 500 orang yang mengikuti dengan menggunakan sepeda motor dan mobil (bus dan truk) yang dikawal ketat oleh kepolisian Resort Humbahas. Sebelum keberangkatan, semua peserta melakukan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama yang ada di Pandumaan-Sipituhuta. Berbagai spanduk ditempelkan di kendaraan yang merekan gunakan dan sesekali menyorakkan usir TPL dari Humbang Hasundutan.

Setelah samapi di daerah perkantoran DPRD, massa melakukan Long March sambil bernyanyi “tano on badia do diroha nami” (kuduslah tanah ini dihati kami. Sesampainya di kantor DPRD peserta diterima beberapa anggota DPRD Humbahas yang mungkin sudah di plot untuk menerima kehadiran peserta aksi. Roganda Simajuntak dan bebrapa perwakilan petani yang telah disepakati sebagi orator menyampaikan orasinya terkait dengan RUU Pengadaan tanah dan perampasan hutan adat/kemenyan mereka yang dilakukan oleh PT TPL. Setelah orasi dari peserta aksi, angota DPRD Humbahas menanggapi tuntutan dari peserta aksi. DRPD yang ada menyampaikan bahwa penolakan RUU tersebut tidak mudah, dengan polosnya menyampaikan tidak mengetahui bahwa adanya RUU tersebut dan sedang dibahas di DPR Ri bahkan menjadi prioritas untuk disahkan. Mendengar penjelasan tersebut, sontak peserta aksi langsung mengejek anggota DPRD tersebut dengan riuh. Anggota DPRD tersebut berusaha untuk meminta adanya perwakilan peserta aksi untuk melakukan dialog dikantor dan ini ditolak oleh Peserta aksi. Peserta aksi dengan teguh meminta dan mendorong DPRD Humbahas untuk ikut bersama-sama dengan mereka manandatangani surat penolakan pembahasan RRU Pengadaan tanah untuk pembangunan tersebut agar tidak disahkan. Kata-kata bahwa menolak RUU tidak mudah dan ada mekanismenya selalu diucapkan berulang-ulang dan sempat membuat massa yang hadir sedikti emosi. Sepanjang anggota DPRD humbahas menyampaikan pendapatnya massa terus menyoraki mereka.

Setelah melalui perdebatan yang alot, akhirnya disepakati dilakukan dialog bersama perwakilan di kantor DPRD yang katanya mulia dan wakil rakyat tersebut. Untuk melakukan dialog di dalam kantor tersebut akhirnya beberapa utusan dari peserta aksi bersama pendamping masuk ke kantor. Di dalam dialong yang dilakukan dikantor, ternyata tidak lebih baik dari dialog sebelumnya. DPRD tetap bersikukuh untuk tidak ikut menandatangani surat tersebut dengan dalih yang sama. Tidak ada ksepakatan yang dicapai dan perwakilan peserta aksi bersama pendamping akhirnya keluar karena merasa geram. Sesampainya dihadapan peserta aksi lainnya yang sudah menunggu di tengah teriknya panas matahari, mereka menyampaikan bahwa DPRD tidak bersedia ikut menandatangani dan sontak massa menyoraki huuuuuuuu......... Peserta aksi sepakat meninggalkan gendung DPRD humbahas sambil menyanyikan “pangoto-oto i ho” (penipu/pembodoh-bodohi). Peserta aksi kembali Sipituhuta dan aksi bersama tersebut ditutup dengan Doa bersama, kemudian peserta pulang ke tempat masing-masing dengan penuh kekekecewaan.

top related