dilema nikah siri
TRANSCRIPT
7/23/2019 Dilema Nikah Siri
http://slidepdf.com/reader/full/dilema-nikah-siri 1/4
Dilema Nikah Siri Sabtu, 19 Desember 2015 02:05 WIB
rukun-islam.com
PERNIKAHAN merupakan sunah Nabi yang dianjurkan bagi kehidupan manusia. Fenomena nikah siri
memberikan kesan yang menarik. Nikah siri sepertinya memang benar-benar telah menjadi tren yang tidak
saja dipraktikkan figur masyarakat yang selama ini sering disebut dengan istilah kiai, dai, ustaz, ulama, atau
istilah lainnya yang menandai kemampuan seseorang mendalami agama.
Zaman sekarang, praktik nikah siri mulai marak terjadi, terlebih di kalangan atas (selebritas), tak terkecuali
ustaz. Baru-baru ini masyarakat dikejutkan dengan pemberitaan pernikahan siri seorang public figurepemuka agama di Indonesia, yaitu Ustaz Aswan Faisal (kakak almarhum Uje).
Mencuatnya pernikahan itu disebabkan kurangnya rasa tanggung jawab yang dimiliki sang ustaz kepada sang
anak, yang seharusnya dijalankan seorang ayah terhadap anak kandungnya, sehingga membuat istri siri Sang
Ustaz merasa geram karena sikap acuh tak acuh Ustaz Aswan.
Selain rasa tak bertanggung jawab yang ditunjukkan Sang Ustaz, ia melakukan suatu kesalahan yaitu dengan
menceraikan atau menalak istri sirinya melalui pesan singkat (BBM). Semestinya, sikap seperti itu tidak layak
dilakukan, mengingat Sang Ustaz merupakan panutan bagi masyarakat. Terlebih lagi, ia mengetahui hukum-
hukum Islam dalam perkawinan.
Mengenai nikah siri, alangkah baiknya terlebih dulu mengetahui apa itu nikah siri. Nikah siri berasal dari
bahasa Arab yaitu sirri atau sir yang berarti ‘rahasia’. Keberadaan nikah siri dikatakan sah secara norma
7/23/2019 Dilema Nikah Siri
http://slidepdf.com/reader/full/dilema-nikah-siri 2/4
agama, tapi tidak sah menurut norma hukum, karena pernikahan tersebut tidak tercatat di Kantor Urusan
Agama.
Kata siri yang berarti rahasia merujuk pada rukun Islam tentang perkawinan yang menyatakan perkawinan
yang sah apabila diketahui semua pihak atau orang banyak. Namun, etimologi tersebut berubah di Indonesia,
nikah siri berarti nikah yang tidak dicatat negara. Yang berarti bahwa nikah siri tidak diakui di Indonesia.
Banyak versi mengenai pendapat nikah siri ini. Terdapat beberapa perbedaan para ulama, salah satunyaadalah Yusuf Qardawi, salah seorang pakar muslim kontemporer terkemuka di Islam. Ia berpendapat nikah
siri itu sah selama ada ijab kabul dan saksi.
Kontras dengan pernyataan Dadang Hawari yang menyatakan nikah siri dapat disalahgunakan untuk orang-
orang yang tidak bisa mengontrol hawa nafsunya. Nikah siri semacam itu telah sah secara agama, tetapi
perkawinannya menjadi tidak berkah.
Menurut pakar hukum Islam, Prof Wasit Aulawi, dalam ajaran Islam, nikah tidak hanya merupakan hubungan
perdata, tetapi lebih dari itu, nikah harus dilihat dari berbagai aspek. Sedikitnya, ada tiga aspek yangmendasari perkawinan yaitu agama, hukum, dan sosial. Nikah yang disyariatkan Islam haruslah mengandung
ketiga aspek tersebut. Jika melihat dari satu aspek saja, akan pincang.
Sependapat dengan Dadang Hawari, Ali Mustafa berpendapat pernikahan yang sakral dan menjadi syariat
menjalankan agama harus dilindungi negara, sebagaimana tercantum dalam UU Perkawinan. “Tak boleh ada
intervensi negara dalam urusan pernikahan. Jika agama sudah menyatakan sah, mau tak mau negara juga
harus menyatakan sah.”
Meski demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan agar umat tidak menikah siri dan memilih
pernikahan resmi sesuai hukum yang berlaku di Indonesia sesuai yang terdapat pada UU No. 1 Tahun 1974
Pasal 2 Ayat (1), “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.”
Sebenarnya, apabila ditinjau kembali tentang nikah siri ini, tentulah banyak sekali kerugian yang didapat,
terlebih lagi bagi pihak perempuan. Karena pernikahan semacam itu tidak diakui legalitasnya oleh negara,
perkawinan dianggap tidak sah. Apabila dalam pernikahan tersebut menghasilkan seorang anak, ke depannya
akan menyulitkan si anak dalam memperoleh fasilitas-fasilitas yang ada seperti pendidikan, kesehatan, dll.
Ini tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 42 Ayat (1), “Anak yang sah adalah
anak-anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Hal ini merujuk bahwa status anak
memiliki hubungan darah dengan orang tuanya. Dalam beberapa kasus tentang hak anak hasil nikah siri
terdapat kesusahan dalam pengurusan hak hukum seperti nafkah, warisan, maupun akta kelahiran.”
Selain tidak tercatat oleh negara, anak-anak hasil nikah siri juga akan berpengaruh kepada mental dan
psikologinya. Anak-anak cenderung merasa tidak berarti yang mengakibatkan sang anak menjadi nakal, suka
keluar rumah, mabuk-mabukan, serta kegiatan buruk lainnya. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Secara agama, status anak dari hasil nikah siri mendapat hak yang sama dengan anak hasil perkawinan. Hal ini
bertentangan dengan perundang-undangan yang dinyatakan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 Ayat 1,“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya, sehingga risiko akibat ketidaktahuan perempuan terhadap hukum yang berlaku di Indonesia
menyebabkan termasuk akibat yang merugi akibat kebodohannya sendiri.”
7/23/2019 Dilema Nikah Siri
http://slidepdf.com/reader/full/dilema-nikah-siri 3/4
Selain kerugian terhadap anak, akibat dari pernikahan siri tersebut dirasakan pula oleh wanita. Wanita
tersebut bisa kehilangan atau tidak dapat sepenuhnya hak-hak yang seharusnya di dapat bila menjadi istri sah
secara hukum seperti hak nafkah lahir dan batin dan penghidupan kelak. Jika seandainya terjadi perpisahan,
wanita siri tidak berhak atas tunjangan nafkah sebagai mantan istri (harta gono-gini).
Selain itu, perceraian sangat mudah, tanpa ada proses yang begitu rumit, salah satu pihak yang merasa tidak
ada beban bisa dengan mudah menyatakan bercerai. Praktik nikah siri memudahkan bagi kaum adam
melakukan poligami dan perselingkuhan dianggap hal yang wajar.
Dengan demikian, jika dilihat dari dampak-dampak yang ada semakin terlihat bahwa nikah siri lebih banyak
membawa dampak negatif dibanding dampak positifnya. Oleh karena itu, untuk kaum hawa yang akan atau
belum melakukan nikah siri sebaiknya berpikir ulang karena akan merugikan diri sendiri maupun keluarga.
Bagaimanapun, suatu perkawinan akan lebih sempurna jika dilegalkan secara hukum agama dan hukum
negara, apalagi kita hidup di negara yang berlandaskan hukum.
Nikah siri sering ditempatkan menjadi sebuah pilihan ketika seseorang hendak berpoligami dengan sejumlah
alasannya tersendiri. Sebagai penganut agama Islam, kita hendaknya dapat menjadikan nikah siri sebagaicerminan hidup untuk masa depan yang lebih baik sehingga mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik pula.
Nikah siri dikatakan sesuai dengan syariat Islam, namun hukumnya bisa menjadi haram apabila
mendatangkan mudarat atau kerugian pada salah satu pihak. Meskipun pernikahan tersebut tidak tercatat
secara hukum legal formal di Kantor Urusan Agama (KUA), jika memenuhi syarat dan rukunnya, maka
termasuk sah.
Adapun syarat dan rukun pernikahan sesuai syariat Islam antara lain tidak ada di antara kedua mempelai yang
diharamkan untuk menikah, misalkan beda agama ataupun ada hubungan kerabat. Selain itu, harus mendapat
restu dari wali perempuan, ada saksi minimal dua orang, serta harus ada ijab kabul dan mahar.
Banyak pendapat yang menyimpulkan nikah siri menjadi negatif salah satunya kumpul kebo tanpa akad, tanpa
diketahui dengan jelas sudah menikah atau belum, maka itu bukanlah nikah, tetapi zina. Ada juga yang
menikah diam-diam tanpa wali dan saksi, maka itu juga bukan nikah siri tapi nikah batil yang rusak dan tidak
sah secara syariat.
Perceraian dalam pernikahan adalah dengan jatuhnya talak. Talak jatuh dibagi menjadi dua macam: sharih
artinya jelas, menggunakan kata talak atau cerai, sedangkan kinayah artinya sindiran, seperti, “Aku
mengembalikan kamu kepada orang tuamu.” Mayoritas ulama sepakat bahwa selama disertai niat, baik talak
yang dijatuhkan dalam bentuk sharih ataupun kinayah hukumnya adalah sah.
Lalu bagaimana jika talak disampaikan melalui SMS? Pendapat para ulama di atas mengenai hal ini sangat
beragam dan tentu membingungkan bagi kita untuk mengikuti mazhab. Jika kita merujuk pada pendapat MUI
dan Majelis Tarjih Muhammadiyah, talak yang dijatuhkan melalui SMS, pesan singkat, atau BBM hukumnya
tidak sah karena tidak diucapkan di hadapan persidangan pengadilan agama.
Mengenai hal ini pemerintah mengatur penjatuhan talak melalui Pasal 39 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, “Perceraian hanya dapat dilakukan sidang pengadilan setelah pengadilan yangbersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua pihak.”
Artinya, talak yang dijatuhkan baik itu talak satu ataupun talak tiga sekaligus dan disampaikan dengan ucapan
maupun tulisan seperti SMS, pesan singkat, atau BBM belumlah sah jika tidak diikuti dengan pengucapan
7/23/2019 Dilema Nikah Siri
http://slidepdf.com/reader/full/dilema-nikah-siri 4/4
talak di depan pengadilan persidangan agama.
Nilai Kebangsaan Dasar Bela Negara (http://lampost.co/berita/nilai-kebangsaan-
dasar-bela-negara)
Menuju Keadilan Substantif (http://lampost.co/berita/menuju-keadilan-substantif)
Pohon: Tanam, Tanam, dan Pelihara (http://lampost.co/berita/pohon-tanam-tanam-dan-pelihara)
Mahkamah Konspirasi Dewan (MKD) (http://lampost.co/berita/mahkamah-
konspirasi-dewan-mkd)
Dari Kemarau Menuju Hujan Harapan (http://lampost.co/berita/dari-kemarau-menuju-hujan-harapan)
Mengapa Herman HN Menang (Lagi)? (http://lampost.co/berita/mengapa-herman-hn-menang-lagi)
(//epaper.lampost.co/)
Penulis :Dita Pratiwi, Mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN
Raden Intan
Editor : Ricky Marly
dibaca : 125 Kali
Tweet
0
0Suka Bagikan
Bagikan
0 komentar
Urut Berdasarkan
Facebook Comments Plugin
Paling Lama
Tambahkan Komentar...
OPINI