nikah menurut bw dan hukum islam
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
1/53
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, kami memulakan penulisan ini dengan bantuan serta taufiq daripada
Allah Taala. Selawat dan salam diucapkan kepada Baginda Sayyiduna MuhammadS.A.W.
juga ke atas ahli keluarga baginda yang mulia serta para sahabatnya yang senantiasa bersama
dalam perjuangan Nabi Muhammad S.A.W. dalam mempertahankan kedaulatan daulah
Islamiyah di muka bumi ini.
Makalah yang tersusun ini sebagai tugas mata kuliah Hukum Perdata dengan berbekal
apa yang ada dalam referensi yang ada. Selanjutnya kami ingin mengucapkan jutaan terima
kasih kepada Ibu Musfirah sebagai dosen Pengampu mata kuliah Hukum Perdata dan juga
kepada rakan sekumpulan semuanya yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini
baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Selanjutnya kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini bukanlah sesuatu
yang terjadi begitu sempurna, karena masih banyak kekurangan yang memang iu adalah dari
kami sendiri. Maka besarlah harapan kami dengan memohon untuk memberikan kritikan atau
saran yang bersifat membangun. Sekian, terima kasih.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
2/53
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Bab 1: Pendahuluan
A.
Latar Belakang MasalahB. Rumusan Masalah
3
35
Bab 2: Perbahasan
A. Arti Dan Syarat-Syarat Untuk Perkawinan
i. Hukum Perdata
ii. Hukum Islam
B. Hak Dan Kewajiban Suami Isteri
i. Hukum Perdata
ii. Hukum Islam
C.
Percampuran Kekayaani. Hukum Perdata
ii. Hukum Islam
D. Perjanjian Perkawinan
i. Perjanjian Perkawinan menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
ii. Asas Hukum Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Perdata dan
Hukum Islam
E. Perceraian
i. Definisi Penceraian Menurut Hukum Perdata dan hukum Islam
ii. Dasar HukumPenceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum
Islam
iii. Sebab-Sebab Penceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum
Islam
iv. Tata Cara Penceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
v. Waktu Tunggu dan Iddah Menurut Menurut Hukum Perdata dan
Hukum Islam
F. Pemisahan Kekayaan
6
6
6
10
14
14
17
1818
20
22
22
23
25
25
26
29
31
42
48
Bab 3: Penutup
A.
Kesimpulan
B.
Saran
51
51
51Daftar Pustaka 52
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
3/53
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realitas kehidupan umat
manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai
dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Dalam rumah tangga berkumpul dua
insan yang berlainan jenis (suami isteri), mereka saling berhubungan agar mendapat
keturunan sebagai penerus generasi. Insan-insan yang berada dalam rumah tangga itulah yang
disebut keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu bangsa, keluarga yang dicita-
citakan dalam ikatan perkawinan yang sah adalah keluarga sejahtera dan bahagia yang selalu
mendapat ridha dari Allah S.W.T..
Sesuai hakekat manusia yang membedakannya dengan mahluk hidup lainnya, sudah
menjadi kodrat alam sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya
didalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya baik yang bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Pada umumnya, pada suatu masa
tertentu bagi seorang pria maupun sorang wanita timbul kebutuhan untuk hidup bersama
dengan manusia lainnya yang berlainan jenis kelaminnya. Hidup bersama antara seorang pria
dengan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-sayarat terentu disebut perkawinan.
Perkawinan ini disamping merupakan sumber kelahiran yang berarti obat penawar
musnahnya manusia karena kematian juga merupakan tali ikatan yang melahirkan keluarga
sebagai dasar kehidupan masyarakat dan negara. Hidup bersama antara seorang pria dan
seorang wanita tersebut mempunyai akibat yang sangat penting dalam masyarakat, baik
terhadap kedua belah pihak maupun terhadap keturunannya serta anggota masyarakat lainnya.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan yang mangatur tentang hidup bersama itu.
Pada masyarakat sekarang, suatu perkawinan dianggap sah apabila telah mendapat pengakuan
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
4/53
4
dari negara. Cara untuk mendapatkan pengakuan itu sering berbeda-beda diantara negara yang
satu dengan negara yang lain.
Di dalam Negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila,
dimana sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa maka perkawinan dianggap
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama atau kerohanian sehingga perkawinan
bukan saja mengandung unsur lahir atau jasmani tetapi juga mengandung unsur batin atau
rohani, disamping itu pula perkawinan mempunyai peranan yang penting, terlebih-lebih sejak
berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dimana di dalam pasal
2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan diluar hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya. Dengan demikian peranan agama dan kepercayaan semakin lebih diteguhkan
didalam hukum positif kita. Dengan adanya pasal 2 ayat (1) tersebut pelaksanaan menurut
agama dan kepercayaan masing-masing telah merupakan syarat mutlak untuk menentukan sah
atau tidaknya suatu perkawinan. Tidak ada persoalan apabila perkawinan hanya dilakukan
antara orang-orang yang seagama atau sekepercayaan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
dibuatlah makalah ini yang berjudul Perbandingan Hukum Perkawinan dalam Hukum
Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Hukum Islam dengan tujuan untuk memahami lebih jauh
tentang makna hukum perkawinan menurut pandangan hukum perdata dan hukum islam.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
5/53
5
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dan syarat-syarat untuk perkahwinan dalam hukum perdata dan
hukum Islam?
2. Apakah hak dan kewajiban suami dan isteri dalam hukum perdata dan hukum
Islam?
3. Bagaimanakah pencampuran kekayaan dalam hukum perdata dan hukum Islam?
4. Apakah perjanjian perkawinan dalam hukum perdata dan hukum Islam?
5.
Apakah penceraian dalam hukum perdata dan hukum Islam?
6.
Apakah pemisahan kekayaan dalam hukum perdata dan hukum Islam?
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
6/53
6
BAB 2
PERBAHASAN
A.
ARTI DAN SYARAT-SYARAT UNTUK PERKAWINAN
i. Hukum Perdata
Arti Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan
untuk waktu yang lama.1 Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam
hubungan-hubungan perdata seperti dalam pasal 26 Bugerlijk Wetboek.2
Pasal 26 itu menerangkan bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan
yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Bugerlijk Wetboek) dan syarat-syarat serta peraturan agama dikesampingkan.
Suatu asas lagi dari Bugerlijk Wetboek, poligami adalah dilarang3seperti dalam pasal
27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pada waktu yang samam seorang lelaki hanya
boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja dan seorang perempuan hanya
dengan satu orang lelaki saja.4Larangan ini termasuk ketertiban umum dalam arti kata lain
bila dilanggar selalu diancam dengan pembatalan perkawinan yang dilangsungkan itu.
Syarat-syarat untuk mendapat sahnya perkawinan ialah:5
a. Kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetapkan dalam undang-undang yaitu
untuk seorang lelaki 18 tahun dan untuk seorang perempuan 15 tahun,
b.
Harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak,
c. Cara seorang perempuan yang sudah pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu
sesudahnya putusan perkawinan pertama,
1Prof. Subekti. SH., Pokok-Pokok Hukum Perdata , (Bandung: Penerbit PT Intermasa, 2001), Cetakan
ke XXIX, h. 232Soedharyo Soimin SH.,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kata Pengantar: Prof. Bismar Siregar
SH. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cetakan ke 12, h. 83
Prof. Subekti. op. cit4Soedharyo Soimin, SH., op. cit
5Prof. Subekti S.H., op. cit
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
7/53
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
8/53
8
a. Pemberitahuan (aangifte) tentang kehendak akan kawin kepada Pegawai Pencatatan
Sipil (Ambtenaar Burgerlijke Stand), yaitu pegawai yang nantinya akan melansungkan
pernikahan,
b. Pengumuman (afkondiging) oleh pegawai tersebut, tentang akan dilansungkan
pernikahan itu.
Kepada beberapa orang oleh undang-undang diberikan hak untuk mencegah atau
menahan (stuiten) dilansungkan pernikahan, yaitu:
a.
Kepada suami atau isteri serta anak-anak dai sesuatu pihak yang hendak kawin,
b.
Kepada orang tua kedua belah pihak,
c. Kepada jaksa (officier van justitie)
Seorang suami dapat menghalang-halangi perkawinan yang kedua dari isterinya dan
sebaliknya si isteri dapat menghalang-halangi perkawinan yang kedua dari suaminya. Anak-
anak juga berhak menghalang pernikahan kedua dari si ayah atau ibunya. Orang tua dapat
mencegah pernikahan, jikalau anak-anak belum mendapat izin dari mereka. Juga
diperkenankan sebagai alasan bahwa setelah mereka memberikan izin barulah mereka
mengetahui yang calon menantunya telah ditaruh di bawah curatele7.
Kepada Jaksa diberikan hak untuk mencegah dilansungkannya perkawinan yang
sekiranya akan melanggar larangan-larangan yang bersifat menjaga ketertiban umum.
Caranya mencegah perkawinan itu ialah dengan memasukkan perlawanan kepada
Hakim. Pegawai Pencatatan Sipil lalu tidak boleh melansungkan pernikahan sebelum ia
menerima putusan Hakim.
Surat-surat yang harus diserahkan kepada Pegawai Pencatatan Sipil agar ia dapat
melansungkan pernikahan, ialah:
7Curalete: Curalete atau pengampuan dapat dikatakan sebagai lawan dari Pendewasaan (handlichting)
kerana adanya pengampuan, seseorang yang sudah dewasa (meerderjarig) karena keadaan-keadaan mental danfisiknya dianggap tidak atau kurang sempurna, diberi kedudukan yang sama dengan seorang anak yang belum
dewasa (minderjarig).
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
9/53
9
1) Surat kelahiran masing-masing pihak,
2) Surat pertanyaan dari Pegawai Pencatatan Sipil tentang adanya izin orang tua, izin
mana juga dapat diberikan dalam surat perkawinan sendiri yang akan dibuat itu,
3) Proses-verbal dari mana ternyata perantaraan Hakim dalam hal perantaraan ini
dibutuhkan,
4) Surat kematian suami atau isteri atau putusan penceraian perkawinan lama,
5) Surat keterangan dari Pegawai Pencatatan Sipil yang menyatakan telah
dilansungkan pengumuman dengan tiada perlawanan dari sesuatu pihak,
6)
Dispensasi dari Presiden (Menteri Kehakiman), dalam hal ada suatu larangan
untuk kawin.
Pegawai Pencatatan Sipil berhak menolak diharuskan untuk melangsungkan
pernikahan, apabila ia menganggap surat-surat kurang cukup. Dalam hal yang demikian,
pihak-pihak yang berkepentingan dapat memajukan permohonan kepada Hakim untuk
menyatakan bahawa surat-surat itu sudah mencukupi.8
Pada asasnya seorang yang hendak kawin diharuskan menghadap sendiri di muka
Pegawai Burgerlijke Stand itu dengan membawa dua orang saksi. Hanya dalam keadaan yang
luar biasa dapat diberikan izin oleh Menteri Kehakiman untuk mewakilkan orang lain
menghadap yang harus dikuasakan secara authentiek.
Suatu perkawinan yang dilansungkan di luar negeri, sah apabila dilansungkan menurut
cara-cara yang berlaku di negeri asing yang bersangkutan, asal saja tidak dilanggar larangan-
larangan yang bersifat menjaga ketertiban umum di negeri kita sendiri. Dalam satu tahun
setelah mereka tiba di Indonesia, perkawinan harus didaftarkan dalam daftar Burgerlijke
Stand di tempat kediamannya.
8Prof. Subekti S.H, loc. cit, h. 26
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
10/53
10
Ada kemungkinan, misalnya karena kekhilafan, suatu pernikahan telah dilansungkan,
padahal ada syarat-syarat yang tidak dipenuhi atau ada larangan-larangan yang telah
melanggar. Misalnya, salah satu pihak masih terikat oleh suatu perkawinan lama, atau
perkawinan telah dilansungkan oleh Pegawai Pencatatan Sipil yang tidak berkuasa atau lain
sebagainya. Perkawinan semacam itu dapat dibatalkan oleh Hakim atas tuntutan orang-orang
yang berkepentingan atau atas tuntutan Jaksa, tetapi selama pembatalan ini belum dilakukan,
perkawinan tersebut berlaku sebagai suatu perkawinan yang sah.
Meskipun suatu pembatalan itu pada asasnya bertujuan mengembalikan keadaan
seperti pada waktu perbuatan yang dibatalkan itu belum terjadi, tetapi dalam hal suatu
perkawinan dibatalkan, tidak boleh kita beranggapan seolah-olah tidak pernah terjadi suatu
perkawinan, karena terlalu banyak kepentingan dari berbagai pihak harus dilindungi. Dari itu,
dalam hal suatu perkawinan dibatalkan, undang-undang telah menetapkan sebagai berikut:
1. Jika sudah dilahirkan anak-anak dari perkawinan tersebut, anak-anak ini tetap
mempunyai kedudukan sebagai anak sah,
2. Pihak yang berlaku jujur tetap memperoleh dari perkawinan itu hak-hak yang semesti
didapatnya sebagai suami atau isteri dalam perkawinan yang dibatalkan itu,
3. Juga orang-orang pihak ketiga berlaku jujur tidak boleh dirugikan karena pembatalan
perkawinan itu.
Pada asasnya suatu perkawinan harus dibuktikan dengan surat perkawinan. Hanya,
apabila daftar-daftar pencatatan telah hilang, diserahkan kepada Hakim untuk menerima
pembuktian secara lain, asal saja menurut keadaan yang nampak keluar dua orang laki
perempuan dapat dipandang sebagai suami-isteri atau menurut perkataan undang-undang: asal
ada suatu bezit van den huwelijken staat.
ii.
Hukum Islam
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
11/53
11
Nikah dari segi bahasa ialah dakap dan bertaut. Dikatakan pokok-pokok itu bernikah
bermaksud bertaut antara satu dengan yang lain. Sementara nikah pada syara pula ialah aqad
yang mengharuskan hubungan suami isteri yang dibenarkan oleh syara. Ia diistilahkan
sedemikian kerana nikah mengikat dan merapatkan hubungan individu. Orang Arab
menggunakan lafaz nikah dengan maksud aqad bermesra dan persetubuhan.9
Di dalam Hukum Islam, poligami adalah dibenarkan dan harus hukumnya. Hal ini
berdasarkan firman Allah , Dalam surah An-Nisa (4): ayat 3, Allah S.W.T. telah berfirman:
...
Artinya,
Dan jika kamu takut tidak berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim (apabila kamu
berkahwin Dengan mereka), maka berkahwinlah Dengan sesiapa Yang kamu berkenan dari
perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat
Walau begitu, hukum poligami ini berubah menjadi sunat, makruh dan haram berdasarkan
situasi dan keadaan individu yang menginginkan poligami.10
Syarat-syarat untuk dapat sahnya perkawinan menurut Hukum Islam ialah:11
a. Pengantin Lelaki (bakal suami)
b.
Pengantin Perempuan (bakal isteri)
c.
Wali
d. Dua orang saksi lelaki
e. Ijab dan qabul (akad nikah)
9Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Al-Fiqh al Manhaji Ala Madhab
al-Imam al-Shafii, Dialih bahasa oleh Ustazah Rasyidah Binti Adam dan Al Fadhil Ust. Shaifudin bin Mauluq
Manhaj Fiqh Al-ShafiI Jilid 8( Negeri Sembilan: Mashi Publication Sdn. Bhd., 2011) Cetakan ke 3. h. 210
Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Ibid., h.6011Shafiqolbu,Rukun-Rukun Dan Syarat Sah Nikah, artikel diaksespada 1 November 2015 dari
https://shafiqolbu.wordpress.com/2013/12/21/rukun-rukun-dan-syarat-sah-nikah/
https://shafiqolbu.wordpress.com/2012/01/15/2012/01/04/2011/11/20/https://shafiqolbu.wordpress.com/2012/01/15/2012/01/04/2011/11/20/https://shafiqolbu.wordpress.com/2013/12/21/rukun-rukun-dan-syarat-sah-nikah/https://shafiqolbu.wordpress.com/2013/12/21/rukun-rukun-dan-syarat-sah-nikah/https://shafiqolbu.wordpress.com/2013/12/21/rukun-rukun-dan-syarat-sah-nikah/https://shafiqolbu.wordpress.com/2012/01/15/2012/01/04/2011/11/20/ -
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
12/53
12
Tentang hal larangan untuk kawin dalam hukum islam adalah mewajibkan
penghormatan dan penghargaan kepada seseorang seperti ibu kandung. Selain itu, tabiat yang
sempurna tidak merelakannya seperti anak perempuan dan adik-beradik perempuan sendiri.
Larangan ini juga adalah untuk menjaga maruah diri sebagai tujuan perkawinan tidak akan
mencapai apabila mengahwini perempuan yang mempunyai hubungan kerabat yang terlalu
hampir seperti anak saudara atau cucu.
Hal ini adalah karena pergaulan dengan mereka amat kerap dan rapat. Bagi membina
keluarga dengan teratur dan tersusun seperti haram mengahwini adik-beradik susuan dan anak
saudara susuan. Bagi tujuan dan hikmah seperti inilah Islam mengharamkan perkawinan
sesetengah lelaki dengan sesetengah perempuan dan sebaliknya.12
Namun begitu, larangan atau pengharaman dalam Hukum Islam ini terbahagi kepada
dua yaitu haram yang kekal dan haram yang sementara. Maksud haram yang kekal ialah
perempuan yang haram dikahwini selama-lamanya, walau apa keadaan sekalipun.13 Haram
yang sementara bermaksud perempuan yang haram dikahwini untuk semestara waktu atas
sebab-sebab yang tertentu. Apabila sebab itu hilang maka bolehlah dikahwini.14
Tentang hal izin dalam Hukum Islam dapat diterangkan bahwa apabila seorang
perempuan yan baligh dan berakal mahu berkawin dengan seorang yang sekufu dengannya
wali wajib mengahwininya. Jika wali enggan walaupun bapanya sendiri perkahwinan tersebut
diwakilkan dengan sultan. Hal ini adalah kerana mengahwinkan perempuan dengan yang
sekufu adalah tanggungjawab wali15
Anak tidak sah taraf atau anak luar nikah ialah anak yang lahir sebelum adanya
perkahwinan yang sah. Sekiranya anak yang tidak sah taraf itu perempuan dan semasa dia
12Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, loc. cit, h. 34
13
Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Ibid., h. 3514Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Ibid., h. 47
15Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Ibid., h. 141
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
13/53
13
berkahwin maka walinya ialah wali hakim16. Begitu juga anak angkat. Jika anak angkat itu
berasal dari anak tidak sah taraf maka walinya adalah wali hakim kerana anak itu dianggap
tidak mempunyai wali nasab.17
Wali ada beberapa bagian, salah satunya adalah wali ijbar. Wali Ijbar ialah ayah dan
kakek sebelah ayah sahaja. Wali Ijbar ini boleh mengahwinkan anak atau cucu daranya tanpa
izin dan kerelaannya. Hal ini demikian kerana bapa dan kakek sebelah ayah lebih mengetahui
maslahat anak gadis tersebut dan wujudnya perasaan kasih sayang terhadapnya.18
Dalam Hukum Islam, sebelum melansungkan perkawinan, harus dilakukan terlebih dahulu:
a.
Tiada halangan perkahwinan selagi tidak melanggar prosedur.19
b. Mematuhi Enakmen Undang Undang Keluarga Islam
c. Menghadiri kursus pra perkahwinan dan mendapat sijil yang diperakui oleh Jabatan
Agama Islam Negeri.
d. Mendapat kebenaran berkahwin dari Jabatan Agama Islam
Di dalam hukum Islam, wanita yang kematian suami atau selepas bercerai mempunyai
iddah. Iddah ialah nama bagi tempoh tertentu bagi seseorang perempuan menunggu semata-
mata mematuhi perintah Allah , atau sebagai tanda kesedihan terhadap pemergian suami
atau memastikan rahimnya bersih daripada kandungan.20
Iddah terbagi kepada dua yaitu iddah kerana kematian dan iddah kerana penceraian.
Iddah kerana kematian ialah iddah yang diwajibkan kepada isteri yang kematian suami. Jika
isteri itu hamil maka iddahnya berakhir setelah melahirkan dan jika isteri tidak hamil maka
16 Wali hakim bertindak sebagai wali kepada pengantin perempuan yang tidak mempunyai wali.
Menurut Seksyen 2(1) Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan, Wali Hakim bererti wali
yang ditauliahkan oleh Yang diPertuan Agong dalam hal Wilayah Persekutuan, Pulau Pinang, Sabah dan
Sarawak atau oleh Raja dalam hal sesuatu negeri lain, untuk mengahwinkan perempuan yang tidak mempunyai
wali dari nasab.17
Natasia Maiza,:: HUKUM NIKAH :: WALI HAKIM- Dibolehkan dlm Situasi Tertentu, artikeldiakses pada 1 November 2014 darihttps://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-
dlm-situasi-tertentu/18
Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Ibid., h.13719
Natasia Maiza,Prosedur Perkahwinan Islam, artikel diakses pada 1 November 2015 darihttps://munajahcinta.wordpress.com/prosedur-perkahwinan-islam/
20Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, loc. cit, h. 328-335
https://twitter.com/MaizaNatasiahttps://twitter.com/MaizaNatasiahttps://twitter.com/MaizaNatasiahttps://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://twitter.com/MaizaNatasiahttps://twitter.com/MaizaNatasiahttps://twitter.com/MaizaNatasiahttps://munajahcinta.wordpress.com/prosedur-perkahwinan-islam/https://munajahcinta.wordpress.com/prosedur-perkahwinan-islam/https://munajahcinta.wordpress.com/prosedur-perkahwinan-islam/https://twitter.com/MaizaNatasiahttps://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://twitter.com/MaizaNatasia -
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
14/53
14
iddahnya ialah empat bulan dan sepuluh hari. Iddah bagi isteri yang diceraikan sama ada
fasakh atau pun talaq ialah jika isteri itu hamil maka iddahnya berakhir setelah melahirkan
dan jika tidak hamil maka iddahnya berakhir setelah tiga kali suci daripada haidh bermula
selepas cerai.
B. Hak dan Kewajiban suami steri
i. Hukum Perdata
Suami Isteri harus setia satu sama lain, bantu-membantu berdiam bersama-sama,
saling memberikan nafkah dan bersama-sama mendidik anak-anak.21
Perkawinan oleh undang-undang dipandang sebagai suatu perkumpulan
(echtvereniging). Suami ditetapkan menjadi kepala atau pengurusnya. Suami menguruskan
kekayaan mereka bersama di samping berhak juga mengurus kekayaan si isteri, menentukan
tempat tingal bersama, melakukan kekuasaan orang tua dan selanjutnya memberi bantuan
(bijstand) kepada si isteri dalam hal melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Yang
belakangan ini, berhubung dengan ketentuan dalam Hukum Perdata Eropah bahwa seorang
perempuan yang telah kawin tidak cakap untuk bertindak sendiri di dalam hukum. Kekuasaan
seorang suami di dalam perkawinan itu dinamakan maritale macht (dari bahasa Perancis
mari=suami).
Pengurusan kekayaan si isteri itu, oleh suami harus dilakukan sebaik-baiknya (al seen
goed huisvader) dan si isteri dapat minta pertanggunganjawab tentang pengurusan itu.
Kekayaan suami untuk ini menjadi jaminan, apabila ia sampai dihukum mengganti
kekurangan-kekurangan atau kemerosotan kekayaan si isteri yang terjadi karena
kesalahannya. Pembatasan yang terang dari kekuasaan suami dalam hal mengurus kekayaan
isterinya tidak terdapat dalam undang-undang, melainkan ada pasal iaitu pasal ke 105 ayat ke
21Prof. Subekti. S.H., loc. cit, h. 28
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
15/53
15
5 yaitu suami tidak diperkenankan memindahtangankan atau membebankan harta kekayaan
tak bergerak isterinya tanpa persetujuan si isteri.22 Meskipun begitu sekarang ini menurut
pendapat kebanyakan ahli hukum menjual atau menggadaikan barang-barang yang bergerak
dengan tidak dengan izin si isteri juga tak diperkenankan apabila melampaui batas pengertian
mengurus (beheren).
Pasal 140, membuka kemungkinan bagi si isteri untuk (sebelum melansungkan
pernikahan) mengadakan perjanjian bahwa ia berhak untuk menguruskan sendiri kekayaanya.
Juga dengan pemisahan kekayaan (scheiding van goederen) atau dengan pemisahan meja
dan tempat tidur, si isteri dengan sendirinya memperoleh kembali haknya untuk mengurus
kekayaan sendiri.
Jikalau suami memberikan bantuan (bijstand), suami isteri itu bertindak bersama-
sama, si isteri untuk dirinya sendiri dan si suami untuk membantu isterinya. Jadi mereka itu
bersama-sama, misalnya pergi ke notaris atau menghadap Hakim. Menurut pasal 108 bantuan
itu dapat diganti dengan suatu persetujuan tertulis. Dalam hal yang demikian, si isteri dapat
bertindak sendiri dengan membawa surat kuasa dari suami. Perlu diterangkan, bahwa
perkataan acte dalam pasal 108 tersebut, tidaklah berarti surat atau tulisan, melainkan berarti
perbuatan hukum. Perkataan tersebut berasal dari bahasa Perancis. acte yang berarti
perbuatan.
Ketidakcakapan seorang isteri itu, di dalam hukum perjanjian dinyatakan secara tegas
(pasal 1330), seorang perempuan yang telah kawin dipersamakan dengan seorang yang berada
di bawah curatele atau seorang yang belum dewasa. Mereka ini semuanya dinyatakan tidak
cakap untuk membuat suatu perjanjian. Tetapi perbedaannya masih ada juga, yaitu seorang
isteri bertindak sendiri (meskipun disamping oleh suami atau dikuasakan), sedangkan orang
22Soedharyo Soimin, S.H., loc. cit, h. 26
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
16/53
16
yang belum dewasa atau seorang curandus tidak pernah tampil ke muka dan selalu harus
diwakili oleh orang tua, wali atau kurator.
Selanjutnya perlu diterangkan, bahwa ketidakcakapan seorang isteri, hanyalah
mengenai perbuatan-perbuatan hukum yang terletak di lapangan hukum kekayaan dan yang
mungkin membawa akibat-akibat bagi kekayaan si isteri itu sendiri. Karena itu, mengakui
seorang anak yang lahir di luar perkahwinan atau memintakan curalete terhadap ayahnya ia
dapat lakukan sendiri dengan tidak perlu bantuan suami.
Terhadap ketentuan, bahwa seorang isteri harus dibantu oleh suaminya, diadakan
beberapa kekecualian berdasarkan anggapan, untuk perbuatan-perbuatan itu si isteri telah
mendapat persetujuan atau kuasa dari suaminya (veronderstelde machtiging). Yang
dimaksudkan di sini, ialah perbuatan-perbuatan si isteri untuk kepentingan rumah-tangga dan
apabila si isteri mempunyai pekerjaan sendiri. Misalnya pembelian-pembelian di toko, asal
saja dapat dimasukkan pengertian keperluan rumah-tangga biasa dan sehari-hari, adalah sah
dan harus dibayar oleh suaminya. Dalam praktek oleh Hakim dipakai sebagai ukuran nilainya
tiap rumah-tangga biasa dan sehari-hari akan tetapi tidak demikian halnya bagi isteri seorang
jurutulis.
Teranglah, bahwa sang suami selalu berhak untuk mempermaklumkan kepada orang-
orang pihak ketiga, bahwa ia tidak mengizinkan isterinya untuk bertindak sendiri meskipun
mengenai hal-hal dalam lapangan rumah-tangga itu.
Bantuan suami juga tidak diperlukan, apabila si isteri dituntut di depan hakim dalam
perkara pidana, begitu pula apabila si isteri mengajukan gugatan terhadap suaminya untuk
mendapatkan penceraian atau pemisahan kekayaan, atau ia sendiri digugat oleh suaminya
untuk mendapat penceraian.
Peraturan tentang ketidakcakapan seorang isteri itu oleh Mahkamah Agung dianggap
sekarang tidak berlaku lagi.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
17/53
17
Dan memang ketentuan pasal 108 BW tentang ketidakcakapan seorang isteri itu harus
dianggap sudah dicabut oleh Undang-Undang Perkawinan, pasal 31 (1) yang mengatakan,
bahwa suami-isteri masing-masing berhak melakukan perbuatan hukum. Sekianlah dengan
singkat kedudukan suami-isteri di dalam perkawinan.
Akibat-akibat lain dari perkawinan:
1) Anak-anak yang lahir dari perkawinan, adalah anak sah (wetting),
2) Suami menjadi waris dari si isteri dan begitu sebaliknya, apabila salah satu meninggal
di dalam pekawinan,
3)
Oleh undang-undang dilarang jual beli antara suami dan isteri,
4) Perjanjian perburuhan antara suami dan isteri tak dibolehkan,
5) Pemberian benda-benda atas nama tak diperbolehkan antara suami-isteri,
6) Suami tak diperbolehkan menjadi saksi di dalam suatu perkara isterinya dan
sebaliknya,
7) Suami tak dapat dituntut tentang beberapa kejahatan terhadap isterinya dan begitu
sebaliknya (misalnya pencurian).
ii. Hukum Islam
Pasangan suami isteri yang berkawin dengan aqad nikah yang sah mempunyai
beberapa hak dan tanggungjawab yang akan dijelaskan kemudian. Di sini hanya dinyatakan
dalil yang menegaskan tentang kewajiban tersebut.
Antara hak dan kewajiban suami dan isteri menurut hukum islam ialah:23
a. Halal persetubuhan suami isteri menurut cara yang disyariatkan,
b.
Isteri wajib mentaati suami, menyerah diri kepadanya dan menjaga rumah tangga
suami,
23Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, loc. cit, h. 192
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
18/53
18
c. Mas kawin, iaitu hak isteri yang wajib ditunaikan oleh suami,
d. Nafaqah, iaitu hak isteri yang wajib ditunaikan oleh suami,
e. Pembahagian nafaqah dan giliran di kalangan isteri jika suami mempunyai isteri lebih
daripada seorang,
f. Nasab, anak-anak yang lahir daripada persetubuhan selepas perkawinan dinasabkan
kepada bapa mereka jika isteri melahirkan selepas tempoh mengandung, sekurang-
kurangnya enam bulan dan selebih-lebihnya empat tahun,
g.
Boleh saling mewarisi harta antara suami isteri dengan syarat-syarat tertentu
C. PERCAMPURAN KEKAYAAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, harta bersama secara hukum artinya adalah
harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami
istri. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang dimaksud harta bersama atau
harta gonogini adalah harta perolehan bersama selama bersuami istri.24Setelah terjadi suatu
perkahwinan, berlakunya percampuran kekayaan antara suami dan isteri, kecuali kalau
diadakan apa-apa perjanjian. Jikalau salah seorang ingin menyimpang dari peraturan umu
tersebut, maka dia harus meletakkan keinginannya dalam perjanjian perkahwinan.25
i. Hukum Perdata
Percampuran kekayaan adalah mengenai seluruh active dan passive baik yang dibawa
oleh masing-masing pihak ke dalam perkawinan maupun yang akan diperoleh di kemudian
hari setelah lama perkawinan. Kekayaan bersama itu oleh undang-undang perdata dinamakan
gemeenschap. Menurut pasal 124 ayat 3, hak mengurus kekayaan bersama (gemeenschap)
berada di tangan suami, yang dalam hal ini mempunyai kekusaan yang sangat luas. Selain
24
Happy Susanto,Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian, (Jakarta: VisiMedia,2008), h. 2
25Prof. Subekti, S.H., loc. cit,h.31
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
19/53
19
pengurusan itu tak bertanggungjawab kepada siapa pun, pembatasan terhadap kekuasaannya
hanya terletak dalam larangan untuk memberikan dengan percuma benda benda yang tak
bergerak kepada lain orang selain kepada anaknya sendiri yang lahir dari perkahwinan itu.26
Terhadap kekuasaan suami yang sangat luas itu, kepada si isteri hanya diberikan hak
untuk apabila si suami melakukan pengurusan yang sangat buruk meminta kepada hakim
supaya diadakan pemisahan kekayaan, kalau si suami mengobralkan kekayaannya. Tindak
tersebut yang diambil oleh si isteri dalam perkahwinan, ia juga diberikan hak untuk apabila
perkahwinan dipecahkan, melepaskan haknya atas kekayaan bersama. Ini bermaksud untuk
menghindarkan diri dari penagihan hutang bersama, baik itu diperbuat oleh suami maupun si
isteri sendiri. Menghindarkan diri dari penagihan hutang peribadi tentu saja tidak mungkin
berlaku.
Hutang gemeenschap yang diperbuat oleh si isteri, misalnya pembelian bahan-bahan
makanan untuk rumah tangga. Hutang peribadi, misalnya pembelian barang kemas si isteri.
Berdasarkan pasal 140 ayat 3, dibenarkan untuk memperjanjikan di dalam perjanjian
perkahwinan bahawa suami tak diperbolehkan menjual atau menggadaikan benda-benda atas
nama yang jatuh dalam gameenschap dari pihak isteri tanpa izin si isteri. Lazimnya dianggap
mungkin bahawa si suami dengan suatu kuasa khusus mengusahakan isterinya untuk
bertindak atas nama gameenschap. Dan sudah barang tentu, si suami itu dapat pula mencabut
perizinan yang dianggap telah ia berikan mengenai pembelian-pembelian untuk rumahtangga
dan mengenai pekerjaan sendiri si isteri.27
Manakala jika terdapatnya hutang, ia terbahagi kepada dua iaitu hutang peribadi dan
hutang persatuan (hutang gameenschap). Untuk suatu hutang prive atau hutang pribadi, ia
harus dituntut sendiri oleh yang membuat hutang tersebut, sedangkan yang harus disita
pertama-tama adalah benda prive. Apabila tidak terdapat benda prive atau ada, tetapi tidak
26Soedharyo Soimin, S.H., loc. cit, h. 29
27Prof. Subekti, S.H., loc. cit, h.33
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
20/53
20
mencukupi, maka dapatlah benda bersama disita pula. Akan tetapi jika suami yang membuat
hutang benda prive si isteri tak dapat disita, dan begitu juga sebaliknya. Manakala untuk
hutang gemeenschap, pertama-tama harus disita benda gemeenschap dan bila inti tidak
mencukupi, maka dapatlah benda priva dari suami atau isterim yang membuat hutang itu
disita pula.
Tetapi menjadi soal apakah untuk hutang gameenschap yang dibuat oleh si suami,
benda prive si isteri dapat disita pula atau sebaliknya. Pecahan yang paling memuaskan dan
yang paling sesuai dengan semangat undang-undang, ialah suami selalu dapat
dipertanggungjawabkan untuk hutang-hutang gemeenschap yang diperbuat oleh isterinya
tetapi isteri tidak dapat dipetanggungjawabkan untuk hutang hutang gemeenschap yang
diperbuat oleh suaminya.28
ii. Hukum Islam
Kajian tentang harta bersama dalam Hukum Islam tidak terlepas dari pembahasan
tentang konsep syirkah dalam perkawinan. Banyak Ulama yang berpendapat bahwa harta
bersama termasuk dalam konsep syirkah. Mengingat konsep tentang harta bersama tidak
ditemukan dalam rujukan teks Al-Quran dan Hadis, maka sesungguhnya kita dapat
melakukan qiyas (perbandingan) dengan konsep fiqih yang sudah ada, yaitu tentang syirkah
itu sendiri. Jadi, tidak bisa dikatakan bahwa berhubung masalah harta bersama tidak
disebutkan dalam Al-Quran, maka pembahasan harta bersama menjadi mengada-ada.29
Menurut Yahya Harahap,30bahawa sudut pandang Hukum Islam terhadap harta bersama ini
adalah sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ismail Muhammad Syah dalam
disertasinya bahwa pencarian bersama suami istri mestinya masuk rubu muamalah, akan
28Prof. Subekti, S.H., loc. cit, h.34
29
Happy Susanto, loc. cit, h. 5930Abdul Manan,Aneka Masalah Hukumperdata Islam di Indonesi, (Jakarta: Prenada Media Group
Kencana, 2014) Cetakan ke 4 h. 111
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
21/53
21
tetapi ternyata secara khusus tidak dibahas mengenai hal tersebut. Hal ini mungkin
disebabkan karena pada umumnya pengarang kitab-kitab fiqih adalah orang Arab yang tidak
mengenal adanya adat mengenai pencarian bersama suami istri. Akan tetapi mereka
membicarakan tentang perkongsian yang dalam bahasa arab dikenal dengan syirkah.
Syirkah adalah akad antara orangorang yang berserikat dalam hal modal dan
keuntungan.31Pada dasarnya dalam Hukum Islam tidak mengenal adanya pencampuran harta
pribadi ke dalam bentuk harta bersama tetapi dianjurkan adanya saling pengertian antara
suami istri dalam mengelola harta pribadi tersebut, jangan sampai pengelolaan ini
mengakibatkan rusaknya hubungan yang mengakibatkan perceraian. Maka dalam hal ini
Hukum Islam memperbolehkan adanya perjanjian perkawinan sebelum perkawinan
dilaksanakan. Perjanjian tersebut dapat berupa penggabungan harta milik pribadi masing-
masing menjadi harta bersama, dapat pula ditetapkan tidak adanya penggabungan harta milik
pribadi menjadi harta bersama. Jika perjanjian tersebut dibuat sebelum perkawinan
dilaksanakan, maka perjanjian tersebut adalah sah dan harus diterapkan.32 Hukum Islam
mengatur sistem terpisahnya antara harta suami dan harta istri sepanjang yang bersangkutan
tidak menentukan lain (tidak ditentukan dalam perjanjian perkawinan). Hukum Islam juga
memberikan kelonggaran kepada mereka berdua untuk membuat perjanjian perkawinan sesuai
dengan keinginan mereka berdua, dan perjanjian tersebut akhirnya mengikat mereka secara
hukum.
Pandangan Hukum Islam yang memisahkan harta kekayaan suami istri sebenarnya
memudahkan pemisahan mana yang termasuk harta suami dan mana yang termasuk harta
istri, mana harta bawaan suami dan mana harta bawaan istri sebelum perkawinan, mana harta
yang diperoleh suami dan harta yang diperoleh istri secara sendiri-sendiri selama perkawinan,
serta mana harta bersama yang diperoleh secara bersama selama terjadinya perkawinan.
31Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Jakata: Pena Publishing, 1994) h. 194
32Abdul Manan, loc. cit, h. 112
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
22/53
22
Pemisahan tersebut akan sangat berguna dalam pemisahan antara harta suami dan harta istri
jika terjadi perceraian dalam perkawinan mereka. Ketentuan Hukum Islam tersebut tetap
berlaku hingga berakhirnya perkawinan atau salah seorang dari keduanya meninggal dunia.
Tentang harta warisan, Hukum Islam memandang bahwa harta warisan yang ditinggalkan
oleh suami atau istri dibagi berdasarkan ketentuan hukum pewarisan Islam. Harta warisan
yang dibagi adalah hak milik masing-masing suami istri yang telah meninggal dunia, yaitu
setelah dipisahkan dengan harta suami istri yang masih hidup. Harta milik istri tidak
dimasukkan sebagai harta warisan yang harus dibagi. Bahkan, istri tetap berhak memiliki
harta pribadinya sendiri, dan dirinya juga berhak mendapat bagian dari peninggalan harta
suaminya.33
D. PERJANJIAN PERKAHWINAN
i. Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
Tentang perjanjian perkawinan diatur pada Bab VII KUH Perdata (BW) pasal 139
secara garis besar perjanjian perkawinan berlaku mengikat para pihak atau mempelai apabila
terjadi perkawinan.34 Dengan mengadakan perjanjian perkawinan kedua calon suami isteri
berhak menyiapkan dan menyampaikan beberapa penyimpangan dari peraturan undang-
undang sekitar persatuan harta kekayaan, asal perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang
baik dalam tata tertib umum dengan ketentuan antara lain :
1. Tidak boleh mengurangi hak suami sebagai kepala keluarga.
2. Tanpa persetujuan isteri, suami tidak boleh memindahtangankan barang-barang tak
bergerak isteri.
33Happy Susanto, loc. cit, h. 51
34Soedharyo Soimin, S.H., loc. cit, h. 33
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
23/53
23
3. Dibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan berlangsung dan berlaku sejak saat
perkawinan dilangsungkan.
4. Tidak berlaku terhadap pihak ketiga sebelum didaftar di kepaniteraan Pengadilan Negeri di
daerah hukum berlangsungnya perkawinan itu atau jika perkawinan berlangsung di luar
negeri maka di kepaniteraan dimana akta perkawinan dibukukan / diregister.
Sedangkan hukum Islam seperti yang tercantum pada Undang- undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan hanya terdiri atas satu pasal saja tentang perjanjian perkawinan, yaitu
pasal 29 menyatakan :
Pada waktu sebelum perkawinan berlangsung kedua belah pihak atas persetujuan bersama
dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan
setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut
ii. Asas Hukum Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Perdata Barat (BW)
dan Hukum Islam
Setelah diketahui kedudukan Hukum Perdata Barat (BW) dan Hukum Islam di Indonesia
maka tibalah pada pembahasan yang lebih fokus yaitu berkaitan dengan perikatan Perjanjian
Perkawinan yang terdapat dalam BW maupun hukum perdata Islam. Dalam Hukum Perdata
Barat atau kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) sudah ada pasal-pasal yang mengatur
tentang Perjanjian Perkawinan secara khusus, namun ada kalanya perlu penafsiran secara
umum terhadap peristiwa dan hubungan hukum yang baru apabila pada ketentuan yang
khusus belum ditemukan peraturannya sehingga diperlukan asas hukum yang berlaku umum,
seperti halnya dengan perjanjian perkawinan ini maka akan mengacu pada buku ketiga
tentang perikatan yaitu pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk
sahnya suatu perjanjian dengan memenuhi 4 unsur:35
35Prof. Subekti, S.H., loc. cit, h.41
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
24/53
24
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Unsur kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak (no.1 dan 2) di atas
merupakan syarat subjektif, sedangkan unsur suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal
(no.3 dan 4) merupakan syarat objektif. Kemudian untuk isi suatu perjanjian ada asas
kebebasan berkontrak yang bisa dipakai untuk memperjanjikan apa saja dan tentang apa saja
perbuatan hukum yang perlu bagi suami isteri ketika perkawinan berlangsung. Selanjutnya
untuk pelaksanaan perjanjian perkawinan setelah terjadinya suatu perkawinan antara suami
isteri tersebut maka tergantung pada itikad baik kedua belah pihak terhadap apa isi dari hal-
hal yang diperjanjikan tersebut.
Perjanjian perkawinan ini lebih sempit dari pada perjanjian secara umum karena
bersumber pada persetujuan saja dan pada perbuatan yang tidak melawan hukum, tidak
termasuk pada perikatan / perjanjian yang bersumber pada Undang-undang. Sungguh pun
tidak ada definisi yang jelas tentang perjanjian perkawinan ini namun dapat diberikan batasan
bahwa hubungan hukum tentang harta kekayaan antara kedua belah pihak, yang mana dalam
satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan dipihak
lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian tersebut.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa mereka yang mengikatkan diri dalam
perjanjian perkawinan tersebut akan memperoleh jaminan selama perkawinan berlangsung
maupun sesudahnya sehingga untuk memutuskan perkawinan berarti pula melanggar
perjanjian maka merupakan hal yang sangat jarang terjadi mengingat akibat-akibat hukum
yang akan ditanggung atau resiko bila salah satu pihak ingkar terhadap perjanjian perkawinan
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
25/53
25
tersebut, biasanya ada sanksi yang harus diberlakukan terhadap pihak yang melanggar
perjanjian perkawinan tersebut.
Sedangkan menurut hukum Islam mengutip pendapat Gatot Supramono: Perjanjian
perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami dengan calon isteri pada waktu
atau sebelum perkawinan dilangsungkan, perjanjian mana dilakukan secara tertulis dan
disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah dan isinya juga berlaku terhadap pihak ketiga
sepanjang diperjanjikan. Persamaannya antara hukum BW dan hukum Islam adalah dilakukan
secara tertulis, sedangkan perbedaannya terletak pada keabsahan perjanjian perkawinan
tersebut, kalau menurut BW harus dilaksanakan dihadapan notaris sedangkan menurut hukum
Islam cukup dihadapan Pegawai Pencatat Nikah. Kemudian berlaku mengikat terhadap pihak
ketiga jika sudah didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat dimana
perkawinan dilangsungkan, demikian menurut BW, sedangkan menurut hukum Islam berlaku
mengikat terhadap pihak ketiga sepanjang termuat dalam klausula / diperjanjikan dalam
perjanjian perkawinan tersebut.
E. PENCERAIAN
Perceraian merupakan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat
karena ia merupakan jalan terakhir ketika sudah tidak ada keharmonian dalam sesebuha
rumahtangga. Oleh karena itu, baik dalam hukum Islam mahupun hukum positif tidak ada
larangan untuk melakukan perceraian tetapi harus melalui prosedur-prosedur dan aturan
hukum yang berlaku serta dengan alasan-alasan yang dapat dijadikan sebagai dalil yang kuat
untuk melakukan suatu perceraian.
i. Definisi Penceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
26/53
26
Penceraian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, di Indonesia peraturan
yang mengatur tentang perceraian adalah Undang-undang No. 1 tahun 1974 Tentang
Perkawinan Jo. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang pelaksanaan Undang-
undang No. 1 Tahun 1974, akan tetapi di dalamnya tidak ditemukan interpretasi mengenai
istilah perceraian. Menurut Prof. Subekti perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan
keputusan hakim atau tuntutan salah satu pihak selama perkawinan. 36Sedangkan pengertian
perceraian menurut bahasa Indonesia berasal dari suku kata cerai, dan perceraian menurut
bahasa berarti perpisahan, perihal bercerai antara suami dan istri, perpecahan, menceraikan.37
Selain itu, perceraian juga diartikan dengan penghapusan perkahwinan dengan putusan hakim,
atau tuntutan salah satu pihak dalam perkahwinan itu.38
Dalam Islam, perkataan talaq dalam bahasa Arab berasal dari perkataan talaqa ,
yatlaqu (),talaqan ( ) yang bererti lepas dan bebas. Biasanya dikatakan, aku
lepaskan unta dari ikatan (
). Al-Sayyid Sabiq di dalam kitab Fiqah Al-
Sunnah mengatakan perkataan talaq diambil dari perkataan al-Itlaq ( ) yang berarti
al-Irsal ( ) dan attarku () yang bererti melepaskan atau meninggalkan. Al
Imam Al-Jaziri di dalam kitabnya al-Fiqh ala-al-Madhahib al-Arbaah39 mendefinisikan
talaq dari segi bahasa ialah melepaskan ikatan sama ada dalam perkara yang dapat disaksikan
dengan pancaindera seperti merungkaikan ikatan tali kuda atau membebaskan tawanan atau
36Prof. Subekti,Pokok-pokok Hukum Perdata, h. 42
37WJS. Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.200
38Prof. Subekti, S.H., loc. cit, h. 42
39
Syaikh Abdul Rahman al- Jazairi,Fiqh 4 Mazhab, Dialih bahasa oleh H.M Yusuf Sinaga Lc. MA,H.M Abdurrahman Saleh Siregar Lc. MA, H. Muhammad Zuhirsyan Lc. MA, (Johor Bahru: Perniagaan
JAHABERSA, 2013), Juzuk 4 & 5, h. 210
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
27/53
27
dalam perkara abstrak, contohnya merungkaikan ikatan perkawinan yaitu ikatan yang terjalin
di antara suami isteri.
Kesimpulannya talaq dari segi bahasa bermaksud melepaskan ikatan, meninggalkan
sesuatu dan berpisah ataupun bercerai.
ii. Dasar Hukum Perceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
Perceraian dalam hukum negara diatur dalam:
a) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada Bab VIII tentang
Putusnya Perkawinan Serta Akibatnya mulai dari Pasal 38 sampai Pasal 41.
b)
PP No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan yang diatur
dalam Bab V tentang Tata Cara Perceraian yang tertulis dari Pasal 14 sampai dengan
Pasal 36.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum asal talak. Kebanyakan da ri mereka
menyatakan bahwa talak itu terlarang, kecuali bila disertai alasan yang benar. Menurut
mereka, talak itu kufur (ingkar, merusak,menolak) terhadap nikmat Allah dan kufur terhadap
nikmat Allah adalah haram. Oleh karena itu, tidak halal bercerai kecuali karena darurat.
Darurat yang membolehkan perceraian adalah suami yang meragukan kebersihan tingkah laku
istrinya atau telah hilangnya perasaan cinta antara keduanya. Tanpa alasan alasan tersebut
perceraian adalah kufur terhadap kemurahan Allah.40
Permasalahan perceraian dalam hukum Islam dibolehkan serta diatur dalam dua
sumber rujukan Islam yaitu Al Quran dan Hadits. Hal ini dapat dilihat pada sumber hukum-
hukum ini, dalam surah Al-Baqarah (2): ayat 231, Allah S.W.T. telah berfirman:
40Dr. Ali Yusuf As-Subki,Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, dialih bahasa oleh Nur
Khozin, (Jakarta: AMZAH, 2012), h. 330
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
28/53
28
Artinya:
Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu) kemudian mereka (hampir) habis tempoh idahnya
maka bolehlah kamu pegang mereka (rujuk) dengan cara yang baik atau lepaskan mereka dengan
cara yang baik. Dan janganlah kamu pegang mereka (rujuk semula dengan maksud memberi
mudarat, kerana kamu hendak melakukan kezaliman (terhadap mereka). Dan sesiapa yang
melakukan demikian maka sesungguhnya dia menganiaya dirinya sendiri. Dan janganlah kamu
menjadikan ayat-ayat hukum Allah itu sebagai ejek-ejekan (dan permainan). Dan kenanglah nikmat
Allah yang diberikan kepada kamu, (dan kenanglah) apa yang diturunkan kepada kamu yaitu Kitab
(Al-Quran) dan ilmu hikmat, untuk memberi pengajaran kepada kamu dengannya. dan bertaqwalah
kepada Allah serta ketahuilah sesungguhnya Allah Maha mengetahui akan tiap-tiap sesuatu.
Daripada hadits Nabi Muhammad S.A.W. bahwa talak adalah perbuatan yang halal yang
paling dibenci oleh Allah Taala.41
:
Artinya:
41Ahmad Rafiq,Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 268.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
29/53
29
Sabda Rasulullah S.A.W. Perkara halal yang amat dibenci oleh Allah iallah Talaq.42
Semua ulama bersepakat tentang pensyariatan talaq tanpa seorang pun yang berkecuali.
iii. Sebab-sebab Perceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974, tentang Perkahwinan
Pasal 19 : perceraian terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a)
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi dan lain sebagainya
yang sukar disembuhkan.
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkahwinan berlangsung.
d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
pihak yang lain.
e)
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.
f) Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Menurut hukum syara, diantara alasan-alasan yang diharuskan oleh syara dalam
perceraian ialah:
a) Suami murtad (keluar dr agama Islam n masuk ke agama lain)
42Riwayat Abu Dawud (2178) dan Ibn Majah (2018)
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
30/53
30
b) Suami berbuat kekufuran atau kemusyrikan kepada Allah dengan berbagai macam n
bentuknya. Dan telah ditegakkan hujjah atau disampaikan nasehat kepadanya agar
bertaubat darinya tapi tidak mendengar n menerima.
c) Suami melarang dan menghalangi isteri untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
agama, seperti kewajiban solat 5 waktu, kewajiban zakat, memakai hijab syari yang
menutupi auratnya, menuntut ilmu syari yang hukumnya fardhu ain, dan sebagainya.
d) Suami memerintahkan dan memaksa isteri berbuat dosa dan maksiat kepada Allah
S.W.T.
e)
Suami berakidah serta bermanhaj sesat dan menyesatkan dari agama Allah S.W.T
yang lurus dan haq. Seperti dia menganut faahaman Syiah, ingkar sunnah, dan lain-
lain.
f) Suami bersikap kasar dan keras, serta tidak sayang kepada isteri,da n akhlaknya buruk.
g) Suami menolak dan berpaling dari agama Islam, tidak mau mempelajarinya, dan tidak
taat pada perintah Allah S.W.T.
h) Suami tidak mampu memberikan nafkah wajib bagi isteri, baik nafkah lahir maupun
batin. Atau suamitidak subur, sehingga tidak mampu memberikan keturunan.
i) Isteri merasa benci dan sudah tidak selesa hidup brsama suaminya, bukan karena
agama dan akhlak suami yang baik, tapi karena khawatir tidak mampu memenuhi hak-
haknya.
j)
Dan alasan-alasan lainnya yang syari.
Dengan adanya salah satu alasan dari alasan-alasan ini, maka si isteri boleh minta
cerai (khulu) dari suaminya. Tentunya hal ini dilakukan setelah memberikan nasihat
kepadanya secara langsung mahupun dengan minta bantuan orang lain yang dianggap mampu
menasihatinya dan juga setelah mempertimbangkan antara sisi maslahat (kebaikan) dan
mafsadat (kerusakan).
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
31/53
31
Adapun minta cerai tanpa alasan syari maka hukumnya haram dan termasuk dosa
besar. Hal ini berdasarkan hadits sohih berikut ini:
:
:
.
Artinya:
Dari Tsauban radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda: Wanita mana saja yang minta cerai (khulu) dari suaminya tanpa alasan yang
benar (syari) , maka diharamkan baginya mencium bau harum Syurga..(Diriwayatkan oleh
Ibnu Majah no.2055)
iv. Tata Cara Perceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
Tata cara perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam peraturan tersendiri menurut
KUHP:
Pasal 40:
1. Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan
2. Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peratursn
perundang-undangan tersendiri.
Kalau melihat ketentuan-ketentuan yang mengatur adanya perceraian, maka disini dpat ditarik
kesimpulan bahwa perceraian itu digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:
Perceraian karena talak
Perceraian karena gugat
Adapun perceraian karena talak, yang disebut perceraian karena talak ialah suatu bentuk
perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami setelah mendapat keputusan hakim.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
32/53
32
Tata cara Cerai Talaq
Pasal 14:
Seorang suami yang telah melangsungkan pernikahan menurut agama Islam, yang akan
menceraikan istrinya mengajukan surat ke pengadilan tempat tinggalnya, yang berisi
pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasannya
serta meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pasal 15:
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam pasal 14, dan
dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari memanggil pengirim surat dan juga istrinya untuk
meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud percerian itu.
Pasal 16:
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan
perceraian yang dimaksud pasal 14 apabila terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud PP
pasal 19 dan pengadilan berpendapat bahwa antara suami istri yang bersangkutan tidak
mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dlam rumah tangga.
Pasal 17:
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud
dalam pasal 16. Ketua pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian.
Surat iru dikirimkan kepada pegawai pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan
pencatatan perceraian.
Pasal 18:
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang
pengadilan.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
33/53
33
Adapun gugatan Perceraian di Pengadilan:
Bila pihak isteri (contoh) merasa bahwa perkawinannya tidak dapat dipertahankan lagi dan
memutuskan untuk bercerai, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengajukan
Gugatan Perceraian. Bagi yang beragama Islam, gugatan ini dapat diajukan di Pengadilan
Agama (Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun
1974 tentang Perkawinan). Bila pihak isteri yang mengajukan gugatan perceraian, berarti si
isteri tersebut adalah pihak Penggugat dan suami adalah Tergugat.
Di mana harus diajukan gugatan?
(Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkahwinan, Pasal 20)
1) Untuk mengajukan gugatan perceraian, Penggugat atau kuasa hukum Penggugat (bila
si isteri menggunakan kuasa hukum) mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah
tempat tinggal yang tergugat.
2) Apabila tempat tinggal yang tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak
mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada
Pengadilan di tempat kediaman penggugat.
3) Apabila yang tergugat (suami) tinggal di luar negeri, maka gugatan hendaklah
diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.
4) Bila penggugat dan yang tergugat tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan
kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat mereka berdua berkahwin dahulu, atau
kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. (Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan
Agama).
Alasan dalam Gugatan Perceraian serta Prosedur Gugatan:
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
34/53
34
Alasan yang boleh dijadikan dasar gugatan perceraian penggugat di Pengadilan Agama sesuai
menurut Pasal 19 dalam Undang-Undnag RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkahwinan, Pasal
19:
a) Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;
b)
suami meninggalkan penggugat selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada izin atau
alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar dan sengaja meninggalkan
penggugat;
(Pasal 21)
Gugatan boleh diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.
Gugatan diajukan setelah lampau 2 tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan
rumah.
Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak
mahu lagi kembali ke rumah kediaman bersama.
a) Suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan dilangsungkan;
(Pasal 23):
Untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup dengan
menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai
keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap.
a)
suami bertindak kejam dan suka menganiaya penggugat;
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
35/53
35
b) suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau
penyakit yang dideritanya;
c) terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk
rukun kembali;
(Pasal 22):
Gugatan hendaklah diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman yang tergugat.
Gugatan dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-
sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta
orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat
atau berdasarkan pertimbangan bahawa yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat
mengizinkan suami isteri tersebut untuk tidak tinggal serumah lagi. Dalam masa yang
sama, Pengadilan juga dapat:
a) Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami
b)
Menentukan haal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan
anak
c) Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barnag
yang menjadi hak suami atau isteri. ( rujuk Pasal 24 )
Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari setelah didterimanya berkas / surat gugatan perceraian.
Apabila tergugat berada di luar negeri, siding pemeriksaan gugatan perceraian
ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya
gugatan perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
36/53
36
Pada sidng pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri hendaklah datang sendiri
atau mewakilkan pada kuasanya.
Cerai dengan Talaq dala Islam43
Yaitu perceraian yang dilakukan oleh suami kepada isteri. Ini adalah perceraian/talak yang
paling umum. Status perceraian tipe ini terjadi tanpa harus menunggu keputusan pengadilan.
Begitu suami mengatakan kata-kata talak pada istrinya, maka talak itu sudah jatuh dan terjadi.
Keputusan Pengadilan Agama hanyalah formalitas.
Talak atau gugat cerai yang dilakukan oleh suami terdiri dari 4 (empat) macam sebab:
a) Talak raji
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak dua
kepada isterinya. Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam iddah. Jika
waktu iddah telah habis, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad
nikah baru.
b) Talak bain
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan talak tiga atau melafazkan talak yang
ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh
merujuk setelah isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya,
setelah diceraikan suami barunya dan telah habis iddah dengan suami barunya.
c)
Talak sunni
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih
suci dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci
d)
Talak bidi
43Dr. Mustafa Al Khin, Dr. Mustafa Al Bugha,Ali Al Sharbaji, loc.cit, h. 251
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
37/53
37
Suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau ketika suci
tapi sudah disetubuhi (berhubungan intim).
e) Talak taklik
Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu sebab
atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah
penceraian atau talak.
Cerai dengan Gugat
Yaitu perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Perceraian jenis ini dilakukan
dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian
tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.
Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu:
Fasakh
Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri
kepada suami, dalam kondisi di mana:
- Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;
-
Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita
(meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya).
- Suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik
sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri); atau
- Adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-
tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.
Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri,
maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkahwinan antara keduanya.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
38/53
38
Khulu
Khulu adalah kesepakatan penceraian antara suami isteri atas permintaan isteri dengan
imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami.44Khulu' disebut dalam
QS Al-Baqarah ayat 229:
Maksudnya:
Talak (yang boleh dirujuk kembali itu hanya) dua kali sesudah itu bolehlah ia (rujuk
dan) memegang terus (isterinya itu) dengan cara yang sepatutnya atau melepaskan
(menceraikannya) dengan cara yang baik dan tidaklah halal bagi kamu mengambil balik
sesuatu dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka (isteri-isteri yang diceraikan
itu) kecuali jika keduanya (suami isteri takut tidak dapat menegakkan aturan-aturan
hukum Allah. Oleh itu kalau kamu khuatir bahawa kedua-duanya tidak dapat
menegakkan aturan-aturan hukum Allah, maka tidaklah mereka berdosa - mengenai
bayaran (tebus talak) yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya (dan mengenai
pengambilan suami akan bayaran itu). itulah aturan-aturan hukum Allah maka janganlah
44Dasrizal Dahlan,Putusnya Perkahwinan Menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Perdata Barat
(BW); Tinjauan Hukum Islam, (Jakarta: PT. Kartika Intan Lestari, 2003), h. 201.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
39/53
39
kamu melanggarnya; dan sesiapa yang melanggar aturan-aturan hukum Allah, maka
mereka itulah orang-orang Yang zalim.
Apa Itu Talak Ba'in Shughra?
- Kesan hukum yang ditimbulkan oleh fasakh dan khulu adalah talak ba'in sughra, yaitu
hilangnya hak rujuk pada suami selama masa iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut
ingin kembali kepada bekas isterinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali
dengan perempuan tersebut. Sementara itu, isteri wajib menunggu sampai masa
iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.
Perpisahan meja dan ranjang dengan jalan damai dalam Hukum Perdata
- Maksudnya adalah adanya permintaan dari kedua belah pihak untuk melakukan pisah
meja dan ranjang tanpa mereka harus atau berkewajiban untuk mengemukakan alasan-
alasan seperti yang tercantum dalam pasal 233 KUH Perdata.
- Sebagai landasan perpisahan dengan jalan damai ini adalah pasal 236 KUH Perdata,:
Perpisahan meja dan ranjang boleh juga diperintahkan hakim atas permintaan kedua
suami istri bersama-sama, dalam nama tidak ada kewajiban bagi mereka mengemukakan
alasan-alasan tertentu.
- Dari pasal di atas dapat dipahami bahwa pisah meja dan ranjang dapat juga
diperintahkan oleh hakim kepada suami isteri tanpa mereka lakukan atas dasar
kesepakatan mereka berdua bahwa untuk sementara tidak dapat hidup dalam satu rumah.
Perpisahan dengan jalan damai ini baru dapat dilakukan atau baru dapat diajukan dengan
syarat bahwa perkawinan antara suami istri itu telah berlangsung selama 2 tahun.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
40/53
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
41/53
41
perkawinan yang sebelumnya berada di tangannya secara automatik menjadi hilang
disebabkan oleh perpisahan tersebut.
c) Undang-Undang Hukum Perdata berpisah meja dan ranjang ini lebih banyak
persamaannya dengan talaq raji dalam Islam.45Hal ini dapat dilihat dari akibat yang
ditimbulkan dari thalaq raji sendiri yakni :
1) Talaq Raji tidak mengakibatkan putusnya perkawinan antara suami isteri.
Suaminya masih punya hak rujuk kepada istrinya.
2)
Isteri yang tertalaq raji tidak boleh menikah dengan laki-laki lain sampai habis
masa iddahnya karena dirinya masih menjadi hak suaminya.
3) Masa Talaq Raji dapat dijadikan masa introspeksi bagi kedua belah pihak
apakah mereka akan melanjutkan perkawinan atau tidak.
4) Pada waktu Talaq Raji suami isteri tidak lagi berkewajiban untuk melakukan
diam bersama.
Berdasarkan hal di atas pisah meja dan ranjang yang terdapat dalam Hukum Perdata
memiliki beberapa persamaan dengan pisah ranjang dalam Hukum Islam terhadap istrinya
yang nustuz. Persamaan tersebut lebih mendekati pada talaq Raji yang dijatuhkan suami
kepada istrinya. Walaupun pisah meja dan ranjang dalam hukum perdata memiliki tujuan
untuk mencegah terjadinya perceraian, namun dari segi pelaksanaannya memiliki dan
menimbulkan banyak ketembangan dan penderitaan bagi masing-masing suami isteri
(psikologi dan fisik), sehingga dikhawatirkan bukan perdamaian yang ditemukan tetapi
penyelewengan yang timbul karena jangka waktu lima tahun bukanlah jangka waktu pendek
untuk melakukan perpisahan dan hal ini perlu dibatasi.
Pisah meja dan ranjang dalam Hukum Perdata terlihat kurang manusiawi (zalim).
Dilihat dari senggang waktu untuk melakukan perpisahan tersebut, karena ini tidak sesuai
45Samiun, Pembagian Harta Perkahwinan Sebelum Terjadi Perceraian, diakeses pada 4 November
2015 pada lamanhttp://samiunarriauwy.blogspot.co.id/2011/04/pembagian-harta-perkawinan=sebelum.html
http://samiunarriauwy.blogspot.co.id/2011/04/pembagian-harta-perkawinan=sebelum.htmlhttp://samiunarriauwy.blogspot.co.id/2011/04/pembagian-harta-perkawinan=sebelum.htmlhttp://samiunarriauwy.blogspot.co.id/2011/04/pembagian-harta-perkawinan=sebelum.htmlhttp://samiunarriauwy.blogspot.co.id/2011/04/pembagian-harta-perkawinan=sebelum.html -
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
42/53
42
dengan kemampuan menunggu bagi suami isteri. Sedangkan dalam Islam diberikan jangka
waktu empat bulan atau tiga bulan atau tiga kali quru.
Kemudian masalah pemisahan harta perkahwinan dengan arti terbagi yang disebabkan
pisah meja dan ranjang tersebut tidak sejalan dengan Hukum Islam dan tidak dapat diterima
oleh Kompilasi Hukum Islam sebagai salah satu sebab terjadi pemisahan harta perkahwinan.
v. Waktu Tunggu / Iddah Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
Pasal 39:
1.
Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksudkan dalam pasal 11 ayat (2)
Undang-Undang ditentukan sebagai berikut:
a. Apabila perkahwinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130
(seratus tiga puluh) hari.
b. Apabila perkahwinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih
berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90
(Sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90
(sembilan puluh) hari.
c. Apabila perkahwinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu
tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
2. Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkahwinan karena perceraian sedang
antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin.
3. Bagi perkahwinan yang putus karena perceraian, jangka waktu tunggu dihitung sejak
jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai hukum yang teap, sedangkan bagi
perkahwinan yang putus karena kematian, jangka waktu tunggu dihitung sejak
kematian suami.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
43/53
43
Menurut Hukum Islam, waktu menunggu wanita selepas bercerai adalah iddah. Iddah
ialah tempoh tertentu bagi seorang perempuan menunggunya semata-mata mematuhi perintah
Allah S.W.T., atau sebagai tanda kesedihan terhadap pemergian suami atau memastikan
rahimnya bersih daripada kandungan.46
Pembahagian Iddah:
1. Iddah karena kematian
Jika perempuan itu mengandung semasa kematian suaminya maka iddahnya
berakhir dengan kelahiran anaknya.
Jika isteri tidak mengandung, maka iddahnya adalah dengan berakhirnya 4
bulan 10 hari.
2. Iddah karena perceraian
Perempuan yang telah disetubuhi oleh suaminya dan diceraikan, sama ada dengan
fasakh ataupun talaq,Iddahnya ialah:
Bagi perempuan yang mengandung, iddah berakhir dengan kelahiran anak
yang dikandung.
Bagi perempuan yang tidak mengandung dan belum putus haidh maka
iddahnya berakhir dengan berlakunya 3 kali suci daripada haidh, bermula
selepas perceraiannya.
Bagi perempuan yang tiada haidh, sama ada karena dia masih kecil ataupun
telah putus haidh (menopause), maka iddahnya adalah dengan berakhirnya 3
bulan selepas perceraian.
Iddah perempuan yang diceraikan sebelum disetubuhi: Tiada iddah
Dalil Al Quran dalam surah Al-Ahzab ayat 49:
46Dr. Mustafa Al Khin, Dr. Mustafa Al Bugha, Ali Al Sharbaji, Manhaj Fiqh Al-ShafiI, loc. cit, h.328
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
44/53
44
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berkahwin dengan perempuan-
perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
menyentuhnya, maka tiadalah kamu berhak terhadap mereka mengenai sebarang
iddah yang kamu boleh hitungkan masanya. Oleh itu, berilah "Mut'ah"
(pemberian sagu hati) kepada mereka, dan lepaskanlah mereka dengan cara
yang sebaik-baiknya.
Akibat-Akibat Perceraian
Suatu perkawinan yang berakhir dengan suatu perceraian suami isteri yang masih hidup, maka
akibat hukumnya sebagai berikut:
a. Mengenai Hubungan Suami Istri
Mengenai hubungan suami istri sudah jelas bahwa akibat dari perceraian adalah
persetubuhan menjadi tidak boleh lagi, tetapi mereka boleh kawin kembali sepanjang
ketentuan hukum masing-masing agamanya dan kepercayanya itu. Dalam perceraian
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
45/53
45
perkawinan itu membolehkan ruju menurut ketentuan-ketentuan hukum agama Islam
yakni usaha ruju suami kepada istrinya dapat dilakukan. Akan tetapi menurut Pasal
41 ayat (3), undang-undang No. 1 tahun 1974, Pengadilan dapat mewajibkan kepada
bekas suami untuk memberi biaya penghidupan atau menentukan sesuatu kewajiban
bagi bekas isteri.
b. Mengenai Anak.
Akibat terhadap anak yang masih di bawah umur ada dua, yakni:
- Perwalian
Masalah perwalian diatur dalam Pasal 220 dan Pasal 230. Dengan bubarnya perkawinan
maka hilanglah kekuasaan orang tua, terhadap anak-anak dan kekuasaan ini diganti
dengan suatu perwalian. Mengenai perwalian ini ada ketentuan seperti berikut:
i) Setelah oleh hakim dijatuhkan putusan di dalam hal perceraian ia harus
memanggil bekas suami isteri dan semua keluarga sedarah dan semenda dari
anak-anak yang belum dewasa untuk didengar tentang pengangkatan seorang
wali. Hakim kemudian menetapkan untuk tiap anak siapa dari antara dua orang
tua itu yang harus menjadi wali. Hakim hanya dapat menetapkan salah satu dari
orang tua. Dan siapa yang ditetapkan itu terserah kepada hakim sendiri.
ii) Jika setelah perceraian mempunyai kekuatan mutlak, terjadi sesutau hal yang
penting, maka atas permintaan bekas suami atau istri, penetapan pengangkatan
wali dapat diubah oleh hakim.
iii) Keuntungan-keuntungan yang ditetapkan menurut undang-undang atau menurut
perjanjian perkahwinan.
iv)
Hal-hal yang mengatur mengenai keuntungan bagi anak-anak terdapat dalam
passal 231. Dengan perceraian hubungan suami isteri terputus, tetapi hubungan
dengan anak-anak tidak. Maka, sudah sepantasnya jika segala keuntunhan bagi
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
46/53
46
anak-anak yang timbul berhubungan dengan perkawinan orang tuanya tetap ada.
Keuntungan hak waris atau dari perjanjian perkahwinan, umpamanya jika pada
perjanjian perkahwinan ditentukan sesuatu keuntungan bagi si isteri maka jika si
isteri ini meninggal maka anak-anak berhak atas keuntungan yang dijanjikan
kepada ibunya.
- Penjagaan Anak-anak
a. Bapa dan ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-
mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan
anak-anak Pengadilan member keputusannya.
b. Bapa yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi
kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul niaya
tersebut .
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri (Pasal 41 UU
No. I. 1974).
d. Menurut Pasal 41 ayat (1) dan (2), baik ibu atau bapa berkewijiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak, Pengadilan memberikan keputusan.
Dan bapa yang akan bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak-anak itu, bilamana bapa dalam kenyataanya tidak dapat
memberi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu dapat ikut memikul
biaya tersebut. Disamping itu Pengadilan dapat pula memberikan keputusan tentang siapa
diantara mereka yang menguasai anak yang memelihara dan mendidiknya, apabila ada
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
47/53
47
perselisihan diantara kedunya. Keputusan pengadilan dalam hal ini tentu didasarkan
kepentingan anak.
Dalam hukum Islam, terdapat konsep penjagaan anak yang dinamakan sebagai
hadhanah. Hadhanah berarti menjaga seseorang yang belum berupaya mengurus diri, dan
mendidiknya dengan pelbagai cara sesuai dengan pertumbuhannya.47
Hikmah hadhanah adalah untuk memelihara hak anak kecil dengan adanya peraturan
bagi menentukan pihak yang bertanggungjwab untuk menjaga serta mendidik mereka.
Penentuan penjagaan kanak-kanak tersebut hendaklah berdasarkan keutamaan agar
kepentingan mereka tidak terjejas sekiranya berlaku pertikaian atau perselisihan dalam
kalangan penjaga mereka. Oleh itu, pasangan suami isteri yang bercerai dan mempunyai anak
yang masih kecil dan belum mumaiyiz, maka ibu lebih berhak terhadap penjagaannya.
Antara sebab ibu lebih berhak daripada bapa dalam menjaga anak kecil karena kasih
dan kesabaran ibu menanggung beban menjaga dan mendidik anak kecil. Selain itu, ibu lebih
berlemah-lembut dalam menjaga serta mendidik anak-anak di samping mampu memberikan
kasih sayang dan belaian yang diperlukan oleh anak-anak kecil.
Namun begitu,sekiranya anak kecil tersebut tidak mempunyai ibu ataupun sanak
saudara perempuan atau ada saudara perempuan tapi tidak mahu menjaganya, maka hak
penjagaan akan berpindah kepada lelaki.
Pihak yang lebih hampir dalam hubungan kerabat diberikan keutamaan dalam hak
penjagaan anak adalah karena biasanya keluarga terdekat lebih kasih daripada keluarga yang
jauh. Mereka juga turut prihatin terhadap hak penjagaan, pendidikan dan kepentingan anak-
anak.
Tempoh hadhanah adalah sehingga anak kecil itu sudah mumaiyiz yakni mampu
menguruskan dirinya sendiri. Apabila sudah mumaiyiz, maka tempoh hadhana pun berakhir
47Dr. Mustafa Al Khin, Dr. Mustafa Al Bugha, Ali Al Sharbaji, Manhaj Fiqh As SyafiI), loc. cit, h.
396
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
48/53
48
dan bermulalah satu peringkat penjagaan yang lain yaitu kafalah. Kafalah adalah penjagaan
yang menyeluruh terhadap anak kecil yang sudah mumaiyiz di mana anak kecil ini diberi
peluang untuk memilih sama ada ibu ataupun bapanya. Siapa pun yang terpilih, dialah yang
berhak menjaganya.
Syarat hadhanah ialah berakal, beragama Islam, amanah, bermukim, ibu tidak
berkahwin lain, tidak menghidap penyakit yang berpanjangan dan yang boleh menjejaskan
penjagaan.
F.
Pemisahan Kekayaan
Menurut Pasal 35, Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkahwinan, harta
benda dalam perkahwinan ada yang disebut harta bersama yakni harta benda yang diperoleh
selama perkawinan berlangsung.48Disamping itu ada yang disebut harta bawaan dari masing-
masing suami istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan
sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
dijelaskan dalam Pasal 87 ayat (2) bahwa mengenai harta bersama, suami isteri dapat
bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, sedang mengenai harta bawaan dan harta
diperoleh masing-masing sebagai hibah, hadiah, sedekah, suami isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta benda.
Selanjutnya dalam Pasal 88 dijelaskan bahwa apabila terjadi perselisihan antara suami
isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan
Agama. Menurut penjelasan Pasal 35, apabila perkahwinan putus, maka harta bersama
tersebut diatur menurut hukumnya masing-masing. Di sini tidak dijelaskan perkawinan putus
karena apa. Karena itu perkahwinan putus mungkin karena salah satu pihak mati, mungkin
pula karena perceraian. Akan tetapi Pasal 37, mengaitkan putusnya perkahwinan itu karena
48Soedharyo Soimin, S.H., loc. cit, h. 28
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
49/53
49
perceraian yakni apabila perkahwinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing. Maksud dari menurut hukumnya masing-masing, penjelasan Pasal
37 ini adalah hukum agama, hukum adat dan hukum lain-lainnya.
Untuk melindungi si isteri terhadap kekuasaan si suami yang sangat luas itu atas
kekayaan bersama serta kekayaan pribadi si isteri, undang-undang memberikan si isteri suatu
hak untuk meminta pada hakim supaya diadakan pemisahan kekayaan dengan tetap
berlangsungnya perkahwinan.
Permisahan kekayaan itu dapat diminta oleh si isteri:
a.
Apabila si suami dengan kelakuan yang nyata tidak baik, mengorbankan kekayaan
bersama dan membahayakan keselamatan keluarga,
b. Apabila si suami melakukan pengurusan yang bruuk terhadap kekayaan si isteri,
sehingga ada kekhawatiran kekayaan ini akan menjadi habis.
c. Apabila si suami mengobralkan kekayaan sendiri, sehingga si siteri akan kehilangan
tanggungan yang oleh undang-undang diberikan padanya atas kekayaan tersebut
karena pengurusan yang dilakukan oleh si suami terhdap kekayaan isterinya.
Gugatan untuk mendapatkan pemisahan kekayaan, harus diumumkan dahulu sebelum
diperiksa dan diputuskan oleh hakim, sedangkan putusan hakim ini pun harus diumumkan. Ini
untuk menjaga kepentingan-kepentingan pihak ketiga, terutama orang-orang yang mempunyai
piutang terhdap si suami. Mereka itu dapat mengajukan perlawanan terhdap diadakannya
pemisahan kekayaan.
Selain membawa pemisahan kekayaan, putusan hakim berakibat pula, si isteri
memperoleh kembali haknya untuk mengurus kekayaannya sendiri dan berhak menggunakan
segala penghasilannya sendiri sesukanya. Akan tetapi, karena perkahwinan belum diputuskan,
ia masih tetap tidak cakap menurut undang-undang untuk bertindak sendiri dalam hukum.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
50/53
50
Pemisahan kekayaan dapat diakhiri atas persetujuan kedua belah pihak dengan
meletakkan persetujuan itu dalam suatu akte notaris, yang harus diumumkan sama seperti
yang ditentukan untuk pengumuman putusan hakim dalam mengadakan pemisahan itu.
Meskipun ada pemisahan harta benda, si isteri wajib memberi sokongan untuk biaya
rumah tangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkahwinan dengan
si suami, menurut perbandingan antara harta si isteri dan si suami. Apabila si suami dalam
keadaan tidak mampu, maka biayabiaya itu menjadi tanggungan si isteri saja.
Dalam Islam, sebuah perceraian tentu saja menimbulkan akibat terhadap harta
kekayaan dalam perkahwinan, baik terhadap harta bawaan, harta bersama dan harta perolehan
berdasarkan hukumnya masing-masing. Bagi orang Islam, pengaturan tersebut dilakukan
berdasarkan hukum Islam yang telah dimuatkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Secara umumnya, apabila tiada Perjanjian Perkahwinan terhadap harta perkahwinan maka
sebuah perceraian akan mengakibatkan:
Terhadap harta bawaan
Harta dibahagi sama rata di antara suami isteri.
Terhadap harta bersama
Harta bawaan menjadi hak masing-masing suami dan isteri yang membawanya.
Terhadap harta perolehan
Harta perolehan menjadi hak maisng-masing suami dan isteri yang
memperolehnya.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
51/53
51
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan terdapat banyak berbedaan apabila kami membandingan hukum perdata
dan hukum islam. Antaranya dalam Hukum perdata, perkawinan ialah pertalian yang sah
antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Manakala dalam
Hukum Islam pula, ialah aqad yang mengharuskan hubungan suami isteri yang dibenarkan
oleh syara. Disini kita dapat lihat, dari segi artinya saja terdapat perbedaan dalam kedua
hukum ini.
Selain itu, hak dan kewajiban suami isteri dalam hukum perdata lebih kepada
pembagian harta manakala dalam hukum islam berhubung antara hubungan suami dan isteri.
Percampuran dan pemisahan kekayaan dalam kedua-dua hukum juga jelas dan bisa dipahami.
Perjanjian perkawinan dapat dilakukan sebelum perkahwinan oleh si isteri asalkan
tidak melanggar hak-hak suaminya. Manakala dalam penceraian pula kedua hukum punya
tatacara penceraian tersendiri.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan dan saran yang sifatnya untuk
membangun. Terakhir penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis begitu juga pembaca.
-
7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam
52/53
52
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Subekti. SH., Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: Penerbit PT Intermasa, 2001),
Cetakan ke XXIX
Soedharyo Soimin SH., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kata Pengantar: Prof.
Bismar Siregar SH. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cetakan ke 12
Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Al-Fiqh al Manhaji Ala
Madhab al-Imam al-Shafii, Dialih bahasa oleh Ustazah Rasyidah Binti Adam danAl Fadhil
Ust. Shaifudin bin Mauluq Manhaj Fiqh Al-ShafiI Jilid 8 ( Negeri Sembilan: Mashi
Publication Sdn. Bhd., 2011) Cetakan ke 3
Happy Susanto, Pembag