Download - LAPORAN KASUS BEDAH

Transcript

LAPORAN KASUS FRAKTUR 1/3 DISTAL ULNA SINISTRA+DISLOKASI RADIUS DISTAL SINISTRA.

Disusun oleh:

APRINA RADINKA SUBAGIYO207.121.00003STATE FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2012KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum wr. wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus sebagai salah satu tugas dalam menempuh Stase Farmasi.Laporan ini berisi mengenai uraian kasus yang telah didapatkan oleh penulis selama mengikuti Field Study di RSI UNISMA. Penulis berharap laporan kasus ini dapat berguna dan menambah wawasan bagi penulis dan pembaca.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak kekurangan ataupun kekeliruan. Karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun guna penyempurnaan laporan ini selanjutnya.

Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan Program Kepaniteraan Klinik dan penyusunan laporan ini. Semoga bermanfat bagi semua pihak. Amin.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Malang, Maret 2012

PenyusunBAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah

Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih disalah artikan sebagai dislokasi dari npergelangan tangan. Abraham Colles (1725 1843) pada tahun 1814 mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul On the fracture of the carpal extremity of the radius. Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles (Appley,1995; Salter,1984)Fraktur Colles adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang berjarak 1,5 inchi dari permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior, yang biasanya terjadi pada umur di atas 45-50 tahun dengan tulangnya sudah osteoporosis. Kalau ditemukan pada usia muda disebut fraktur tipe Colles (Appley, 1995; Jupiter, 1991; Salter, 1984).

2.2 Anatomi dan Biomekanik Antebrakhii Distal

Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya kira-kira 1,5 2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemui bagian tulang distal radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon ekstensor. Bahagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus styloideus radius dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna. Bahagian ini merupakan tempat insersi otot brakhioradialis (Appley, 1995; Brumfeeld et al, 1984; Salter, 1984).Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen antara lain :

1. Ligamentum Carpeum volare (yang paling kuat).

2. Ligamentum Carpaeum dorsale.

3. Ligamentum Carpal dorsale dan volare.

4. Ligamentum Collateral.

2.2.1 Gerakan Pada Pergelangan Tangan

Sendi radioulnar distal adalah sendi antara cavum sigmoid radius (yang terletak pada bahagian dalam radius) dengan ulna. Pada permukaan sendi ini terdapat fibrocartilago triangular dengan basis melekat pada permukaaan inferior radius dan puncaknya pada prosesus styloideus ulna. Sendi ini membantu gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah, di mana dalam keadaan normal gerakan ini membutuhkan kedudukan sumbu sendi radioulnar proksimal dan distal dalam keadaan coaxial.

Adapun nilai maksimal rata-rata lingkup sendi dari pronasi dan supinasi sebagai berikut :

1. pronasi = 80 - 900

2. supinasi = 80 - 900

Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeon untuk pengukuran lingkup sendi ini, siku harus dalam posisi fleksi 900 sehingga mencegah gerakan rotasi pada humerus (Kaner, 1980; Kapanji, 1983).

Sendi Radio Carpalia merupakan suatu persendian yang kompleks, dibentuk oleh radius distal dan tulang carpalia ( os navikulare dan lunatum ) yang

terdiri dari inner dan outer facet.

Dengan adanya sendi ini tangan dapat digerakkan ke arah volar, dorsal, radial dan ulnar secara sirkumdiksi. Sedangkan gerakan rotasi tidak mungkin karena bentuk permukaan sendi ellips.

Rata-rata gerakan maksimal pada pergelangan tangan adalah sebagai berikut :

1. fleksi dorsal = 50 800.

2. fleksi volar/palmar= 60 850

3. deviasi radial = 15 - 290

4. deviasi ulnar = 30 - 460

Menurut American Acadeny of Orthopaedic Surgeon untuk pengukuran lingkup sendi ini dilakukan dengan memakai goniometer, dalam posisi pronasi secara normal sendi radio carpalia ini mempunyai sudut 1 230 ke arah palmar polar, jadi fraktur yang mengarah pada volar akan mempunyai pragnosa baik (Appley, 1995; Brumfield & Champoux, 1984; Kaner, 1980).

2.1.1 Fungsi Tangan

Kelainan pada pergelangan tangan sebagai akibat fraktur distal radius akan mempengaruhi fungsi tangan karena pergelangan tangan merupakan kunci untuk mendapatkan fungsi tangan yang baik (Auliffe dkk, 1995;Brumfield dkk, 1984).

Di bawah ini dikemukakan beberapa fungsi tangan (Appley, 1995; Palmer dkk, 1984; Kaner, 1980) :

1. Gerakan membuka tangan merupakan gerakan ekstensi jari dan abduksi ibu jari.

2. Gerakan menutup tangan merupakan gerakan fleksi dan adduksi jari-jari serta gerakan fleksi, adduksi dan oposisi dari ibu jari.

3. Gerakan menggenggam :

a. Power grip : saat menggenggam tabung

b. Ball grip : saat menggenggam bola

c. Pinch grip : saat mengambil barang yang tipis

d. Three point grip : saat memegang pensil

e. Key grip : saat membuka pintu dengan kunci

2.1.1 Anatomi Radiologi

Terdapat tiga pengukuran radiologi yang sering dipakai untuk melakukan evaluasi radiologis dari distal radius. Pengukuran dilakukan dengan mengacu kepada axis longitudinal dari radius. Pada foto AP dan lateral, garis ini ditentukan sebagai garis yang menghubungkan dua titik pada jarak 3 cm dan 6 cm proksimal dari permukaan sendi yang terletak di garis tengah.

Ketiga pengukuran tersebut terdiri dari ( Bunger, 1974; Charnley, 1984) :

1. Volar Angle / Dorsal Angle.

Diukur dari foto lateral, merupakan sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan tepi dorsal dan tepi volar radius dengan garis yang tegak lurus pada axis longitudinal (Gartland & Werley, 1951;Sarmiento,1981) :

Nilai rata-rata : 11 120

Range : 1 210

Standar deviasi : 4,3

2. Radial Angle / Radial Inklinasi

Diukur dari foto antero posterior (AP), merupakan sudut yang dibentuk antara garis yang menghubungkan ujung radial styloid dengan sudut ulnar dari distal radius dengan garis yang tegak lurus pada axis longitudinal (Gartland & Werley, 1951; Sarmiento, 1981) :

Nilai rata-rata : 230

Range : 13 300

Standar deviasi : 2,2

3. Radial Length

Diukur dari foto AP, merupakan jarak antara dua garis yang tegak lurus pada axis longitudinal, garis pertama melalui tepi ujung dari radial styloid, garis kedua merupakan garis yang melalui permukaan sendi ulna (Gartland & Werley, 1951; Sarmiento, 1981) :

Nilai rata-rata : 12 mm

Range : 8 18 mm

Standar deviasi : 2,3

Gambar 1Skema Volar Angle, Radial Angle dan Radial Length

Ada satu pengukuran lagi yang penting pada fraktur Colles yaitu Radial Width. Diukur dari foto AP, merupakan antara garis axis longitudinal dan garis yang melalui tepi paling lateral dari radial styloid.

Pemeriksaan foto rontgen diperlukan untuk konfirmasi diagnosa, menilai tipe fraktur, kestabilan dan penilaian derajat peranjakan. Penilaian terutama pada :

1. Apakah prosesus styloid / kolumn ulna ikut patah.

2. Apakah fraktur mengenai DRUJ (distal radioulnar joint).

3. Apakah fraktur mengenai radiocarpalia.

2.2 Insiden

Fraktur distal radius terutama fraktur Colles lebih sering ditemukan pada wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun (Clancey, 1984; Cooney, 1982). Secara umum insidennya kira-kira 8 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius (Cooney,1980). Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius (Cooney,1980). Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 59 tahun (Dias dkk, 1980; Sarmiento dkk, 1980).

2.3 Patogenesa

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles dapat timbul setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi terkedang dan meyangga badan (Appley, 1995 ; Salter, 1981). Pada saat terjatuh sebahagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa. Khusus pada fraktur Colles biasanya fragmen distal bergeser ke dorsal, tertarik ke proksimal dengan angulasi ke arah radial serta supinasi. Adanya fraktur prosesus styloid ulna mungkin akibat adanya tarikan triangular fibrokartilago atau ligamen ulnar collateral ( Salter, 1984). Berdasarkan percobaan cadaver didapatkan bahwa fraktur distal radius dapat terjadi, jika pergelangan tangan berada dalam posisi dorsofleksi 40 900

dengan beban gaya tarikan sebesar 195 kg pada wanita dan 282 kg pada pria ( Rychack, 1977).

Pada bagian dorsal radius frakturnya sering komunited, dengan periosteum masih utuh, sehingga jarang disertai trauma tendon ekstensor. Sebaliknya pada bahagian volar umumnya fraktur tidak komunited, disertai oleh robekan periosteum, dan dapat disertai dengan trauma tendon fleksor dan jaringan lunak lainnya seperti n. medianus dan n. ulnaris. Fraktur pada radius distal ini dapat disertai dengan kerusakan sendi radio carpalia dan radio ulna distal berupa luksasi atau subluksasi. Pada sendi radio ulna distal umumnya disertai dengan robekan dari triangular fibrokartilago.

2.4 Klasifikasi

Penggunaan eponyms seperti Colles, Smith atau Barton fraktur telah lama dikenal untuk menerangkan tentang fraktur distal radius dan sampai sekarang istilah tersebut masih dipakai (Peltier, 1984)

Namun penggunaan istilah ini tidak dapat menggambarkan tentang hubungannya dengan pengobatan dan hasil pengobatan.

Supaya klasifikasi ini berguna untuk menentukan jenis terapi dan mengevaluasi hasilnya maka harus mencakup tipe dan derajat beratnya fraktur, ada juga secara umum dibagi berdasarkan :

1. Lokasi

2. Bentuk garis fraktur

3. Arah peranjakan fragmen distal

4. Nama dari penemu fraktur tersebut

Gartland dan Werley pada tahun 1951 serta Lidstrom pada tahun 1959 mengembangkan sistem klasifikasi yang didasarkan kepada adanya peranjakan atau displacement pada tempat fraktur serta mengenai atau tidaknya permukaan sendi radiocarpal.

KLASIFIKASI GARTLAND & WERLEY

(Gartland & Werley, 1951)

Klasifikasi ini didasarkan kepada ada tidaknya peranjakan tanpa menilai menilai derajat displacement. Fraktur dibagi atas 4 kelompok, yaitu :

1. Group I : Extra-articular, displaced

2. Group II : Intra-articular, non displaced

3. Group III : Intra-rticular, displaced

4. Group IV : Non displaced extra articular fracture

KLASIFIKASI MENURUT LIDSTROM

(Lidstrom, 1959)

Dasarnya sama seperti klasifikasi menurut Gartland & Werley. Fraktur dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :

1. Group I : Minimal displacement

2. Group IIA : Extra-articular, dorsal angulation

3. Group IIB : Intra-articular, dorsal angulation, joint surface non comminuted

4. Group IIC : Extra-articular, dorsal angulation and dorsal displacement

5. Group IID : Intra-articular, dorsal angulation and displacement, joint surface non comminuted

6. Group IIE : Intra-articular, dorsal angulation and displacement, joint surface comminuted

KLASIFIKASI AO

(Kreder & Hanell, 1996)

Klasifikasi ini lebih rumit dan detil di mana fraktur dibagi menjadi 3 tipe kemudian masing-masing tipe dibagi lagi menjadi sub tipe, sebagai berikut :

1. Tipe A : Extra articular, dibagi menjadi A1, A2, A3.

2. Tipe B : Partial articular, dibagi menjadi B1, B2, B3.

3. Tipe C : Complete articular, dibagi menjadi C1, C2, C3.

KLASIFIKASI SARMIENTO

(Sarmiento, 1981)

Membagi fraktur berdasarkan peranjakan fragmen distal dan adanya fraktur

pada sendi radiocarpalia.

1. Tipe 1 : Fraktur tidak beranjak tanpa disertai fraktur radiocarpalia

2. Tipe 2 : Fraktur yang beranjak, tanpa disertai fraktur radiocarpalia

3. Tipe 3 : Fraktur yang tidak beranjak disertai fraktur radiocarpalia

4. Tipe 4 : Fraktur yang beranjak dan disertai fraktur radiocarpalia

KLASIFIKASI MENURUT OLDER

Klasifikasi ini berdasarkan kepada derajat displacement, dorsal angulasi, pemendekan distal fragmen radius dan derajat kominutif fragmen. Fraktur dibagi menjadi 4 tipe :

1. Tipe I : Dorsal angulasi sampai 5 derajat, radial length minimal 7 milimeter.

2. Tipe II : Terdapat dorsal angulasi, radial length antara 1-7 mm, tidak kominutif.

3. Tipe III : Dorsal radius kominutif, radial length kurang dari 4 mm, distal fragmen sedikit kominutif.

4. Tipe IV : Jelas kominutif, radial length biasanya negatif.

Klasifikasi ini lebih baik dalam hal memberikan gambaran kemungkinan reduksi anatomis dan posisi anatomis pada tempat fraktur.

KLASIFIKASI MENURUT FRYKMAN

(Frykmann, 1967)

Klasifikasi ini berdasarkan biomekanik serta uji klinik, juga memisahkan antara intra dan ekstra artikular serta ada tidaknya fraktur pada ulna distal. Pada klasifikasi ini nomor yang lebih besar menunjukkan fase penyembuhan yang lebih rumit dan prognosa yang lebih jelek.

1. Tipe 1 : Fraktur distal radius dengan garis fraktur extra articular.

2. Tipe 2 : Tipe 1 + Fraktur prosesus styloid radius.

3. Tipe 3 : Tipe 1 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia.

4. Tipe 4 : Tipe 3 + Fraktur prosesus styloid radius.

5. Tipe 5 : Fraktur distal radius dengan garis melewati sendi radio ulnar distal.

6. Tipe 6 : Tipe 5 + Fraktur prosesus styloid radius.

7. Tipe 7 : Tipe 5 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia.

8. Tipe 8 : Tipe 7 + Fraktur prosesus styloid radius.Gambar 2

Klasifikasi Frykman

Masih banyak klasifikasi lainnya tergantung dasar pembagian klasifikasi tersebut. Cooney dan Weber membagi fraktur berdasarkan derajat ketidakstabilan fraktur. Fernandez membagi fraktur berdasarkan mekanisme trauma. Mc Murty dan Jupiter serta Malone membagi fraktur intra articular berdasarkan jumlah fragmen.

2.5 Diagnosa

Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa dinner fork deformity, dimana bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan (Appley, 1995; Charnley, 1970; Collert & Issacson, 1978; Kauer, 1980; Sarmiento 1981). Pada fraktur dengan peranjakan yang berat akan dapat menimbulkan extra vasasi darah hingga pergelangan tangan dan tangan bahkan bagian distal lengan bawah akan cepat membengkak ( Cooney, 1980; Howard dkk, 1989).

2.6 Penanganan

Berbagai macam metode stabilisasi dan immobilisasi telah dikemukakan. Hal inilah yang sering menimbulkan kontroversi dalam penanganan fraktur distal radius. Ini menunjukkan belum adanya metode immobilisasi yang benarbenar memuaskan. Tujuan utama dari pengobatan fraktur ini adalah menghasilkan reduksi seanatomis mungkin dan mempertahankan posisi ini sampai timbul konsolidasi tulang dan pencegahan komplikasi (Jenkins dkk, 1987; Jupiter, 1993). Dari kepustakaan ternyata bahwa fungsi optimal dapat tercapai dengan reposisi seanatomis mungkin ( Clancey, 1984; Collert dkk, 1978; Peltier, 1984; Salter, 1984 ). Untuk mendapatkan reposisi yang anatomis dan fungsi yang baik maka

haruslah diperhatikan metode anestesi, cara reposisi dan immobilisasi yang digunakan serta tindakan rehabilitasi selanjutnya (Collert dkk, 1978; Lidstrom, 1959; Peltier, 1984; Salter, 1984).

Penanganan fraktur distal radius ini umumnya dapat dilakukan secara :

1. Non Operatif / Konservatif

2. Operatif

2.7.1 Pengobatan Konservatif

Pengobatan konservatif meliputi reposisi tertutup dan kemudian dilanjutkan dengan immobilisasi.

2.7.1.1 Teknik Reposisi

Reposisi dapat dilakukan dengan memakai anestesi lokal, regional blok (plexus brachialis dan axilaris) atau anestesi umum. Sering dipakai penggunaan infiltrasi lokal lidokain 1% atau 2% sebanyak 10-20 ml. Tsukazaki dan Iwasah, 1993 menyatakan bahwa lokal anestesi sangat bagus dan tidak ada resiko infeksi dari pengalamannya terhadap 280 pasien (Tsukazaki dkk, 1993). Anestesi umum mempunyai keunggulan dalam hal mendapatkan relaksasi otot yang baik, namun cara ini tidak dapat digunakan untuk kasus rawat jalan.

Cara lain yang cukup aman adalah anestesi regional intravena (Biers anaesthesia) dan blok plexus axilaris. Reposisi harus dilakukan segera sebelum adanya edema yang dapat mengganggu. Ada beberapa ahli (Bohler, Robert Jones dan Charnley), tetapi secara umum prinsipnya adalah dengan melakukan Disimpaksi, Traksi,

Reposisi dan Immobilisasi.

Traksi dilakukan selama 2-5 menit, tipe Bohler melakukan traksi pasif dengan

bantuan gravitasi dan finger chinese trap selama 5-10 menit dan counter traksi pada humerus dengan beban 3-10 kg dalam posisi siku fleksi 900. Secara umum reposisi bukanlah hal yang sulit dibandingkan dengan mempertahankan hasil reposisi.Metode Charnley, impaksi dibebaskan dengan cara melakukan hiperekstensi yang diikuti segera dengan fleksi palmar dan pronasi untuk mengunci fragmen fraktur. Biasanya periosteum yang intak serta jaringan ikat dari tendon sheath membentuk semacam engsel pintu yang mempertahankan stabilitas fragmen fraktur. Tetapi harus diingat bahwa tindakan melakukan hiperekstensi mungkin akan menambah kerusakan jaringan lunak disekitarnya.

Fungsi yang baik tercapai jika paska reposisi angulasi dorsal < 150 dan pemendekan radius < 3 mm (De Palma) karena itu Collert melakukan reposisi

ulang jika angulasi dorsal > 150 dan deviasi ulnar < 100. Menurut Gartland, kalau angulasi > 100 akan menyebabkan gangguan palmar fleksi.

2.7.1.2 Metode Immobilisasi

Berbagai teknik pemasangan cast telah dikenal. Pada prinsipnya cast tidak boleh melebihi atau melewati sendi metacarpofalangeal, dimana jari-jari harus dalam posisi bebas bergerak. Immobolisasi dapat dipakai gips ataupunfunctional brace, yang dapat dipasang di atas atau di bawah siku. Yang paling sering dipakai dan hasilnya cukup stabil ialah pemasangan below elbow cast.

2.7.1.2.1 Posisi pergelangan tangan

Dilakukan dengan posisi palmar fleksi 150 dan ulnar deviasi 200, karena dengan posisi tersebut tendon ekstensor dan otot brakhioradialis sedikit teregang sehingga dapat menambah stabilitas hasil reposisi. Tetapi posisi palmar fleksi dan ulnar deviasi yang ekstrim akan menimbulkan komplikasi berupa edema dan kompresi saraf medianus, sehingga jari sukar digerakkan yang akhirnya dapat menimbulkan kekakuan. Bohler menganjurkan posisi pergelangan tangan netral anatar volar dan

dorsal fleksi yang dikombinasi dengan deviasi ke ulnar. Charnley menganjurkan untuk memakai posisi sedikit volar fleksi. Wiker menempatkan pergelangan tangan pada posisi netral dengan membuat penekanan pada bagian dorsal dan radial dari cast untuk mencegah displacement / pergeseran (Wiker, 1987) Stewart menyimpulkan bahwa posisi dari immobilisasi tidak mempengaruhi hasil akhir dari anatomi.

2.7.1.2.2 Posisi lengan bawah

Below elbow cast menghasilkan posisi netral dari lengan bawah, sehingga pronasi dan supinasi tidak dikurangi secara penuh. Beberapa penulis menganjurkan posisi supinasi dalam pemakaian above elbow cast. Posisi ini dikemukakan oleh Sarmiento dan kawan-kawan dengan dasar hasil pemeriksaan EMG menunjukkan penurunan aktivitas otot brakhioradialis yang berinsersi pada distal radius berperanan penting terhadap penyebab redislokasi pada fraktur Colles.

Seperti diketahui bahwa otot brakhioradialis merupakan otot fleksi sendi siku yang cukup kuat, dengan insersi pada prosesus styloideus radius akan teregang dan cenderung berkontraksi untuk menarik fragmen distal ke arah dorsal. Karena itu Sarmiento menganjurkan posisi supinasi untuk immobilisasi. Wahlstorm juga membuktikan bahwa otot pronator quadrates yang melekat pada distal radius bila berkontraksi menyebabkan redislokasi dari fraktur distal radius. Otot pronator quadratus berkontraksi terutama ketika posisi lengan bawah dalam supinasi sehingga posisi pronasi lebih stabil (Collert dkk,1974). Rosetzky menemukan dalam penelitian prospektifnya bahwa above elbow cast tidak mempunyai kelebihan dibandingkan dengan below elbow cast (Rosetzky, 1982).

Keuntungan Posisi Supinasi :

1. Mengurangi aksi otot brakhioradialis.

2. Mengurangi kecenderungan redislokasi.

3. Terbaik dalam penyembuhan ligamentum collateral radius.

4. Mudah menilai pemeriksaan radiologis.

5. Mudah untuk latihan jari-jari.

6. Mobilisasi mudah karena posisi pronasi dibantu gravitasi.

7. Jika ada gangguan pronasi dapat dikompensasi oleh adduksi bahu.

2.7.1.2.3 Lama Immobilisasi

Lama pemasangan gips bervariasi antara 3 6 minggu. Wahlstorm dengan bone scanning membuktikan bahwa setelah 28 hari fraktur sudah cukup stabil dan boleh mobilisasi. Sarmiento menganjurkan pemakaian ini setelah 1minggu dengan gips. Selama pemasangan gips akan terjadi perubahan ratarata VA 0-150, RA 0-80 dan RL 0-8 mm. Pada kasus yang minimal displacement immobilisasi cukup 3 4 minggu, sedang pada tindakan operatif berkisar 6 12 minggu.

2.7.2 Pengobatan Operatif

Dilakukan pada kasus-kasus yang tidak stabil seprti fraktur yang kominutif, angulasi hebat > 200, serta adanya kerusakan pada permukaan sendi terutama pada penderita usia muda atau adanya redislokasi dini dengan cara pengobatan konservatif. Teknik alternatif antara lain fiksasi interna dan fiksasi eksterna.

Fiksasi Interna (Rickli dkk, 1996) :

1. Fiksasi interna (Roger Anderson technical)

2. Fiksasi interna dengan K-wire (Ulnar pinning) atau Ellis buttress plate

3. Percutaneus Pinning Post Reposition (sering untuk umur tua)

4. Cancelous bone grafting

5. Ligamentotaxis + bone grafting

Fiksasi Eksterna :

Conney (1983) menganjurkan eksternal fiksasi pada,

1. Frykman tipe 5-8

2. Dorsal angulasi > 250

3. Pemendekan radius > 10 mm

4. Fraktur intra artikuler kominutif

5. Redislokasi setelah reposisi

6. Fraktur bilateral

2.7.3 Fisioterapi atau Rehabilitasi

Bertujuan agar fungsi tangan kembali normal dan penderita dapat bekerja seperti biasa setelah 3-4 bulan. Periode ini saat dari pengangkatan cast, brace atau fiksasi

skeletal sampai pulihnya fungsi. Latihan fungsional harus dilakukan oleh penderita sendiri dengan pengawasan dokter. Fisioterapi hanya dilakukan terhadap penderita yang kurang motivasi dan penyembuhan yang kurang progresif. Waktu 4 bulan dapat dikatakan normal untuk bisa bekerja lagi. Tetapi hasil akhir penyembuhan baru bisa ditentukan sekitar 1 tahun setelah trauma. Kekuatan menggemgam bias dipakai sebagai parameter yang baik untuk perbaikan fungsi rehabilitasi. Sarmiento meyatakan mobilisasi awal dengan fungsional brace memungkinkan untuk perbaikan fungsi gerak dan rehabilitasi (Sarmiento, 1980)

Komplikasi

Penting karena komplikasi ini akan mempengaruhi hasil akhir fungsi yang tidak memuaskan. Umumnya akan selalu ada komplikasi. Menurut Cooney, hanya ada 2,9% kasus yang tidak mengalami disabiliti dan gangguan fungsi (Cooney, 1980).

Adapun komplikasi yang mungkin terjadi :

A. DINI

- Kompresi / trauma saraf ulnaris dan medianus

- Kerusakan tendon

- Edema paska reposisi

- Redislokasi

B. LANJUT

- Arthrosis dan nyeri kronis

- Shoulder Hand Syndrome

- Defek kosmetik ( penonjolan styloideus radius )

- Ruptur tendon

- Malunion / Non union

- Stiff hand ( perlengketan antar tendon )

- Volksman Ischemic Contracture

- Suddeck Athrophy

2.8.1 Kompressif Neuropathy

Umumnya terjadi akibat anestesi lokal, teknik reposisi yang salah dan posisi ekstrem dari palmar fleksi dan ulnar deviasi sehingga terjadi neuropati terutama median neuropati, 0,2-5% dari kasus yang terjadi, kebanyakan mengenai n.medianus pada carpal tunnel. Stewart, menemukan tidak ada hubungan antara kompresi saraf dengan displacement awal. Nampaknya delayed carpal tunnel berhubungan dengan akhir volar angle shift. Indikasi operasi bila ada rasa sakit dan hilangnya sensasi yang berat. Kompresi n.ulnaris jarang, parastesia dari n. radialis tidak sering dan biasanya hilang spontan dalam beberapa minggu.

2.8.2 Ruptur Tendon

Sering terjadi karena trauma dari fragmen fraktur dan jarang disebabkan abrasi kalus yang terjadi sesudah 2 bulan pertama. Tendon yang sering dikenai adalah : EPL, FPL dan FDP, sekitar 0,4-1% dari kasus. Ruptur terjadi pada bony groove dari radius distal.Terapi berupa tendon transfer dari ekstensor indicis propius. Stenosing tenosynovitis terjadi pada 0,6-1,4% dari kasus.

2.8.3 Redislokasi

Adalah bergesernya kembali fragmen distal ke posisi semula pada 2 minggu. Biasanya berkisar antara 11-42%. Gartland & Werley mendapatkan perubahan VA 3-6 0, RA 2-40, dan RL 1,5 2,5 mm pada minggu pertama. Stewart HD dan kawan-kawan 1984, mendapatkan perubahan VA rata-rata 9,90, RA 2-40 dan RL 1,7 mm selama immobilisasi 6 minggu. Secara umum dari kepustakaan akan didapatkan perubahan VA 0-150, RA 0-80 dan RL 0-8 mm.Collert dan Isacson melakukan reposisi ulang kalau angulasi > 150 dan ulnar deviasi > 100. Sedang De Palma menyatakan bahwa untuk mendapatkan fungsi yang baik, angulasi dorsal < 50 dan pemendekan radius < 3 mm. Gartland & Werley mendapatkan bahwa angulasi dorsal > 100, maka palmar fleksi akan terganggu (hanya sampai 300), sedangkan perubahan RA dan pemendekan radius (RL) tidak begitu berpengaruh pada fungsi pergelangan tangan.Rhycak dan kawan-kawan, menyatakan bahwa adanya residual dorsal tilt > 100 tidak akan menimbulkan gangguan yang nyata pada gerakan dorsi dan palmar fleksi, dan pemendekan radius 2-6 mm tidak menimbulkan gangguan pada pronasi dan supinasi. Sedangkan menurut Kapanji, kalau terjadi perubahan sumbu radio ulnar distal, apakah itu akibat perubahan radial angle atau volar angle akan

menimbulkan subluksasi / dislokasi yang mengakibatkan gerakan pronasi dan rotasi akan terbatas dan nyeri.

2.8.4 Arthrosis

Lebih sering terjadi pada sendi radio ulnar dari pada radio carpalia terutama pada Frykman. Arthrosis ini terjadi karena mal-alignment dari sigmoid dengan kapitulum ulna, imobilisasi dalam posisi pronasi yang lama serta adanya pemendekan radius.

2.8.5 Shoulder Hand Syndrome

Dikenal dengan upper limb dystrophy / pain dysfunction dengan gejala sympathetic dominan seperti perubahan suhu, nyeri, kekakuan pada tangan. Hal ini terjadi akibat adanya carpal tunnel syndrome, arthrosis dan malunion.

2.8.6 Stiff Hands

Akibat arthro-fibrosis atau perlengketan tendon fleksor dengan manifestasi berupa oedema jari-jari tangan disertai gangguan pergelangan tangan.

2.8.7 Sudeck Dystrophy

Adalah suatu istilah yang luas dengan nyeri dan kaku pada jari-jari berhubungan dengan post trauma refleks dystrophy, post trauma sympathetic dystrophy, shoulder hand syndrome, osteoneurodystrophy dan causalgic syndroma. Insidens pada Colles fraktur 0,1-16% dan kita duga bila rasa sakit, pembengkakan, kekakuan sendi melebihi dari derajat trauma.

Terdapat 3 tahap dari Sudeck dystrophy :

Tahap I : Puffy oedem, kemerahan, rasa sakit yang berlebihan,hiperestesia, hiperhidrosis, gerakan sendi berkurang, x-ray spotty demineralization setelah 3 minggu.

Tahap II : Pembengkakan yang fusiform, kulit yang mengkilat, rasa sakit yang meningkat dan difus, banyak keringat, kemerahan, gerakan makin menurun, sendi menjadi kaku,benjolan akut akibat palmar fasciitis, atrofi jaringan subkutaneus, kuku rapuh.

Tahap III : Tangan pucat, dingin dan kering, kulit tipis, kaku dan mengkilap, neuralgia yang menyebar, tangan yang kaku, demineralisasi yang difus dari tulang.

Etiologi tidak jelas.

Faktor yang harus dipertimbangkan :

- Symphatetic over activity

- Reflex vasomotor

- Insufisiensi peredaran darah

- Trauma waktu reposisi fraktur

- Bengkak

- Re-reposisi

- Penggantian cast yang sering

- Malunion

- Faktor psikologis

- Faktor endogen

2.8.8 Malunion

Tidak ada kriteria yang jelas. Kebanyakan terjadi akibat redislokasi dan kemungkinan menyebabkan limitasi gerak, deformity kosmetik dan rasa sakit. Terapi : wedge osteotomy.

2.8.9 Hilangnya integritas radioulnar

Gejalanya meliputi gerakan supinasi dan pronasi yang terhambat dan sakit kadang disertai bunyi klik, kelemahan menggenggam, rasa sakit yang menetap pada penekanan di daerah distal ulna dan sendi radioulna, penonjolan distal ulna, dan kelemahan dari sendi radioulna distal. Frykman menemukan insidens sebanyak 19% dan menyatakan ini merupakan penyebab penting dari ketidak-puasan akan hasil akhir fungsional.

2.8.10 Arthritis post trauma

Tidak ada kesepakatan mengenai definisi arthritis di sini. Klinis : rasa sakit pada gerakan dan gangguan gerakan. X-ray : penyempitan rongga sendi, sclerosis, subchondral clearing, osteofit. Insidens bervariasi mulai 5-40%, terutama terjadi setelah fraktur intraartikuler.

Terapi dapat berupa :

- fusi pergelangan tangan

- proximal row carpectomy

- total prostetic arthroplasty

2.8.11 Gangguan gerakan dan fungsi

Defek permanen yang sering adalah menurunnya kemampuan volar fleksi 95% kasus menurut Cooney. Frykman menemukan hilangnya kekuatan menggenggam pada 24-25%, kekakuan sendi pada 1-18%. Bunger menemukan 80% dengan penurunan kekuatan pronasi dan supinasi, tidak berhubungan dengan derajat malunion.

2.8.12 Kontraktur Dupuytrens

Insidens 0,2-3%.

Klinis berupa palmar nodulus dan band.BAB II

STATUS PENDERITA

Pendahuluan

Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang didapatkan dari ruang rawat inap kelas 3, pasien Tn.A post-kecelakaan dengan diagnose fraktur 1/3 distal ulna sinistra+dislokasi radius distal sinistra. Mengingat kasus kecelakaan berkendara banyak ditemukan di masyarakat, maka penting kiranya bagi kita untuk memperhatikan dan mencermatinya, untuk selanjutnya dapat dijadikan sebagai pengalaman di lapangan.

Identitas Penderita

Nama: Tn. AUmur: 33 TahunJenis Kelamin: Laki-laki

Alamat: Blimbing-MalangStatus : MenikahTanggal MRS: 22 Januari 2012Pekerjaan : Wiraswasta Suku: Jawa

Agama: Islam

Anamnesa1. Keluhan Utama: post kecelakaan motor2. Riwayat Penyakit Sekarang (secret seven):

Lokasi

: pergelangan tangan kiriOnset dan kronologi:terjadi luka babras di lengan kanan bawah bagian distal post kecelakaan motor setengah jam yang lalu (21.00) di daerah Beji Batu, pasien dibonceng oleh temannya, sepeda motor pasien oleng kemudian terpeleset jatuh karena kondisi jalan yang agak licin dan basah sehabis hujan.Kualitas keluhan:pasien sadar penuh, berjalan sendiri hingga masuk IGD. Kuantitas keluhan: Pasien merasa sakit minimal.Faktor yang memperberat: ketika digerakkan, posisi jatuh pasien saat kecelakaan dengan posisi tangan menahan tubuh, kondisi jalan yang licin.Faktor yang memperingan: ketika tidak digerakkan/diistirahatkanGejala penyerta: luka babras dipergelangan tangan, bengkak dan linu pada tangan yang luka, dan ketika disentuh terasa seperti ada patahan tulang. Tidak ada panas, pusing, mual dan muntah.Pasien datang ke IGD RSI pada hari sabtu, 21 januari 2012 pada jam 21.30 WIB bersama seorang teman dan atasan dikantor dengan keluhan post kecelakaan motor setengah jam yang lalu (21.00) di daerah Beji Batu, pasien dibonceng oleh temannya, sepeda motor pasien oleng kemudian terpeleset jatuh karena kondisi jalan yang agak licin dan basah sehabis hujan. Terdapat luka babras dipergelangan tangan kiri, bengkak pada tangan yang luka, terasa linu terutama bila digerakkan dan berkurang ketika di istirahatkan, nyeri minimal. Pasien tidak pingsan, sadar penuh sampai dibawa ke RSI, berjalan sendiri masuk ke IGD. Tidak ada panas, tidak merasa mual, muntah dan tidak pusing. 3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat MRS

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Penyakit Paru

: disangkal

Riwayat Asma

: + Riwayat Penyakit Jantung

: disangkal Riwayat Gout

: disangkal Riwayat Sakit Kejang

: disangkal

Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal Riwayat penyakit pembekuan darah

: disangkal

Riwayat OA

: disangkal

4. Riwayat Keluarga :

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Jantung

: disangkal

Riwayat Ginjal

: disangkal Riwayat Gout

: disangkal

Riwayat penyakit pembekuan darah

: disangkal

Riwayat OA

: disangkal5. Riwayat Gizi

Pasien makan sehari-hari biasanya 2-3 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk. Gizi kesan lebih.6. Riwayat Kebiasaan :

Pasien bekerja dari jam 09.00 WIB sampai 18.00 setiap harinya, waktu luang dihabiskan dengan bermain bersama anak dan istirahat. Pasien jarang berolah raga. Riwayat merokok disangkal, riwayat konsumsi alcohol disangkal.7. Riwayat Sosial Ekonomi :

Tn.A tinggal bersama istri (Ny.N), anak (An.A), nenek Tn.A (Ny.H) dan adik Tn.A (Nn.S). Tn.A bekerja sebagai wiraswasta, dan istri (Ny.N) sebagai ibu rumah tangga, anak tunggak Tn.A berumur 2 tahun dan belum sekolah. Adik Tn.A (Nn.S) usia 25 tahun, belum menikah dan sudah bekerja sebagai wiraswasta. Biaya hidup sehari-hari ditanggung oleh Tn.A dan penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biaya rumah sakit ditanggung oleh perusahaan (JAMSOSTEK). Hubungan Tn.B dengan istri, anak, nenek dan adiknya nampak harmonis dan perhatian. Kesan status ekonomi cukup.Anamnesis Sistem 1. Kulit: kulit gatal(-), keriput (-)

2. Kepala: sakit kepala(-), pusing(-), rambut rontok(-), luka(-),

benjolan(-), demam(-)3. Mata: pandangan mata berkunang-kunang(-), penglihatan kabur(-), ketajaman penglihatan berkurang(-), penglihatan ganda(-), konjungtiva hiperemi (-)4. Hidung: tersumbat(-), mimisan(-)5. Telinga: pendengaran berkurang(-), berdengung(-), cairan(-), nyeri(-)

6. Mulut: pucat(-), sariawan(-), mulut kering(-),7. Tenggorokan: nyeri menelan(-), suara serak(-)

8. Pernafasan: sesak nafas(-), batuk(-), mengi(-)

9. Kardiovaskuler: nyeri dada(-), berdebar-debar(-), ampeg(-).

10. Gastrointestinal: mual(-), muntah(-), diare(-), nafsu makan menurun(+), nyeri perut(-), sembelit (-), kembung (-)11. Genitourinaria: BAK normal

12. Neurologik: lumpuh(-), kaki kesemutan(-), kejang (-)

13. Psikiatrik: emosi stabil(+), mudah marah(-)

14. Muskolokeletal: kaku sendi(-), nyeri sendi pinggul(-), nyeri tangan dan kaki(-), nyeri otot(-)

15. Ekstremitas atas (sinistra)

:bengkak(+), sakit(+), telapak tangan pucat(+), kebiruan(+), luka(+), luka terbuka (-), teraba hangat (+), jaringan parut (-)16. Ekstremitas bawah: bengkak (-), sakit(-), telapak kaki pucat(-), kebiruan(-), luka(-), akral hangat (+)Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum: sadar penuh

2. Kesadaran: GCS 456 compos mentis

3. Tanda vital:

BB : 75 Kg

TB : 168 cm BMI: 26,5( over weight Tensi : 150/100mmHg

Suhu : 36,2oC

N : 90x/menit

RR: 26x/menit

4. Kulit: sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), spider nevi (-), petechie (-), eritem (-), venektasi (-)

5. Kepala: bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut (-), keriput (-), atrofi m.temporalis (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-), papul (-), nodul (-), makula (-)

6. Mata: conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), reflek kornea (+/+), warna kelopak coklat, radang (-/-), eksoftalmus (-), strabismus (-)

7. Hidung: nafas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-), hiperpigmentasi (-/-), saddle nose(-/-)

8. Mulut: mukosa bibir pucat (-/-), sianosis bibir (-/-), bibir kering (-/-), gusi berdarah (-) lidah kotor (-), tepi lidah hiperemis (-), papil lidah atrofi (-)

9. Telinga: otorrhea (-/-), pendengaran berkurang (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), cuping teling dbn, serumen (-/-)

10. Tenggorokan: tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis (-)

11. Leher: lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), tortikolis (-)

12. Thorax: normochest, simetris, pernafasan thoracoabdominal, retraksi (-), massa (-), krepitasi (-), kelainan kulit (-), nyeri (-)

Cor:

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak

Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi: Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis sinistra

Batas kanan atas: ICS II Linea para sternalis dekstra

Batas kiri bawah: ICS V medial linea medio clavicularis

sinistra.

Batas kanan bawah : ICS IV linea para sternalis dekstra

Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-), bunyi jantung tambahan (-), HR : 96x/menit

Pulmo :

Statis (depan dan belakang)

Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonorAuskultasi :++----suara dasar vesikuler + wheezing- ronkhi -

++

- -

--Dinamis (depan dan belakang)

Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri, irama regular, otot bantu nafas (-), pola nafas abnormal (-)

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi :++----suara dasar vesikuler + wheezing- ronkhi -

++

- -

--

13. Abdomen :Inspeksi: datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-)

Palpasi: supel, nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor baik,

massa (-), asites (-)

Perkusi: timpani seluruh lapangan perut

Auskultasi: bising usus normal

14. Sistem Collumna Vertebralis :

Inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi: nyeri tekan (-)15. Ekstremitas (lengan atas kiri)

Akral hangat

Oedem++

--

-+

--

L : deformitas (+), luka (+) 4 cm di distal lengan kiri, batas tidak teratur, eritem (+), teraba hangat (+)F : nyeri tekan (+), krepitasi (+)

M: terbatas16. Sistem genitalia : normal

17. Pemeriksaan neurologik :

Kesadaran : GCS 456 composmentis

Fungsi luhur: dalam batas normal

Fungsi vegetatif : dalam batas normal

NN

NN

Fungsi sensorik

Fungsi motorik

--

--

N

NN

23

55

15

55

Kekuatan Tonus Ref.Fisiologis Ref.Patologis

18. Pemeriksaan psikiatri :

Penampilan : baik

Kesadaran : kualitatif tidak berubah, kuantitatif composmentis

Afek : appropriate

Psikomotor : normoaktif

Proses pikir : Bentuk : realistik

Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

Arus: koheren

Insight: baik

Pemeriksaan Penunjang

Hasil Lab:Foto rontgen: Fraktur 1/3 distal ulna sinistra + dislokasi radius distal sinistraBlood Time :2,5 menit (N: 1-3 menit)Clooting time : 4 menit ( N: 2-6 menit)

GDS :152 mg/dl (N:


Top Related